Anda di halaman 1dari 63

MODUL SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Fakultas Kesehatan Masyarakat UNSRAT Manado

Pengetahuan
REKAM MEDIS d
Dasar Sis
Modul Pendidikan dan Pelatihan
Sistem Informasi Kesehatan

REKAM MEDIS

 Fakultas Kesehatan Masyarakat UNSRAT


Manado – Sulawesi Utara
2013

i
Daftar Isi

BAB 1 Sejarah Perkembangan Rekam Medis 1

BAB 2 Pengertian, Tujuan, Fungsi dan Manfaat Rekam Medis 9

BAB 3 Jenis, Isi dan Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medis 13

BAB 4 Penyelenggaraan Rekam Medis di Puskesmas dan Rumah Sakit 19

BAB 5 Aspek Hukum, Disiplin, Etik dan Kerahasiaan Rekam Medis 39

BAB 6 Rekam Medis Elektronik dan Rekam Kesehatan Elektronik 47

KEPUSTAKAAN 60

ii
1
BAB
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

Sejarah Perkembangan
Rekam Medik

R ekam medik sebagai catatan dan ingatan tentang praktik kedokteran


telah dikenal orang sejak zaman palaelolitikum ± 25.000 Sebelum
Masehi (SM) yang ditemukan di gua batu di Spanyol. Di zaman Babylon,
pengobat di Mesir, Yunani dan Roma menulis pengobatan dan pembedahan
yang penting pada dinding-dinding gua, batang kayu dan bagan tabel yang
dibuat dari tanah liat yang dibakar. Selanjutnya dengan berkembangnya
hieroglyph (tulisan Mesir kuno) ditemukan catatan pengobatan pada dinding
makam dan candi Mesir serta di atas papyrus (semacam gulungan kertas yang
terbuat dari kulit). Salinan papyrus yang ditulis pada tahun 1600 SM yang
ditemukan oleh Edwin Smith pada abad ke 19 di Mesir masih tersimpan di New
York Academy of Medicine. Sedangkan di University of Leipzig menyiimpan
papyrus Ebers yang ditulis pada ± 1550 SM yang ditemukan diantara kaki
mumi di dekat Thebes pada tahun 1872.
Hippocrates yang lahir pada tahun 450 SM dikenal sebagai “Bapak Ilmu
Kedokteran” memerintahkan kepada murid-muridnya Thesalu, Dracon dan
Dexippus untuk mencatat dan memelihara semua penemuannya tentang
panyakit pasien-pasiennya secara rinci. Francis Adams pada tahun 1849
menerjemahkan catatan yang ditulis oleh Hippocrates, salah satunya adalah
riwayat dan perjalanan penyakit isteri Philinus setelah melahirkan sampai
meninggal. Di Roma, 600 tahun sesudah Hippocrates, seorang dokter bernama
Galen mencatat riwayat dan perjalanan penyakit pasien yang ditulis dalam

1
FKM-UNSRAT

bahasa latin. Selanjutnya oleh Ibnu Sina (980-1037), mengembangkan ilmu


kedokteran tersebut berdasarkan catatan-catatan jamannya Hipocrates.
Rumah sakit St. Bartholomew London, Inggris, merupakan rumah sakit
yang menyimpan rekam sejak dibuka pada tahun 1137. Pada saat Raja Henry
ke 8 (1509-1547) berkuasa, rumah sakit tersebut membuat peraturan tentang
menjaga kerahasiaan dan kelengkapan isi rekam . Pada jaman ini
perkembangan ilmu kedokteran semakin pesat seiring dengan itu diikuti pula
pencatatan ke dalam rekam yang digunakan untuk pengelolaan pasien dan
perkembangan ilmu. Inilah rumah sakit pertama yang mempunyai
perpustakaan kedokteran yang kini catatan tersebut dapat disamakan dengan
rekam .
Selanjutnya, dengan mulai dikenalnya ilmu statistik pada abad 17-18
peranan data rekam menjadi sangat penting untuk menghitung angka
kesakitan dan kematian di rumah sakit tertentu atau pada wilayah tertentu. Di
Amerika, Rumah Sakit Penzylvania yang didirikan pada tahun 1752 menyimpan
indeks pasien yang disimpan sampai sekarang. Sedangkan Rumah Sakit
Massachusete, Boston, oleh pustakwan Grace Whiting Meyers (1859 -1957)
mulai membuatkan katalog catatan-catatan rekam pasien dan mengenalkan
terminologi medik (istilah-istilah kedoteran).
Kebutuhan tentang perlunya rekam medik di seluruh dunia pada awal
abad 20 semakin berkembang dengan adanya akreditasi pelayanan kesehatan
yang mendorong didirikannya asosiasi-asosiasi perekam medik di setiap
negara. Akreditasi pelayanan kesehatan dilakukan berdasarkan bukti-bukti
tertulis proses pelayanan kesehatan dan administrai untuk dinilai. Pencatatan
data ke dalam rekam medik dan pengelolaanya diperlukan ilmu dan keahlian.
Oleh karena itu, para perekam medik mendirikan asosiasi-asosiasi
(perhimpunan) perekam medik disetiap negara di dunia ini. Misalnya, di
Amerika didirikan American Health Information Management Association
(AHIMA) dan perhimpunan di dunia menyatu dalam International Health
Record Organization (IFHRO), sedangkan di Indonesia bernama Perhimpunan

2
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

Organisasi Profesional Perekam Medik dan Informatika Kesehatan Indonesia


(PORMIKI).
Keputusan-keputusan pelayanan medik/klinis dan manajemen
pelayanan kesehatan yang didasarkan pada data dan informasi yang akurat
(evidence base) diperoleh karena adanya pencatatan data rekam medik.
Selanjutnya pada tahun 1902 dalam pertemuan Asosiasi Rumah Sakit Amerika
mengemukakan pentingnya kelengkapan pencatatan data perawatan pasien ke
dalam rekam medik sebagai tanggung jawab dokter. Sejalan dengan
perkembangan akreditasi rumah sakit di Amerika, maka standarisasi rekam
medik mulai dibuat.
Pada tahun 1935, rumah sakit St. Mary di Duluth Minnesota berafilisai
dengan College of Sta Schotlastica membuka pendidikan Medical Record
Librarians yang pertama. Perkembangan berikutnya, pendidikan khusus
tentang rekam medik diselenggarakan di beberapa tempat yaitu :
a. RSU Massachuchetts, Boston, dengan instruktur Genevive Chase.
b. RSU Rochester, New York, dengan instruktur Je Harned Bufkin.
c. RS St. Mary‟s Duluth, Minnesota, dengan instruktur Suster M Patricia,
OSB.
d. RS St. Joseph, Chicago, dengan instruktur Edna K Huffman.
Kemudian diikuti dengan pembukaan pendidikan Medical Record
Technician pada tahun 1953 di Amerika oleh America Assosiation of Record
Librarians dengan memperoleh grant dari WK Kellog Foundation.
Dari fakta di atas, menunjukkan bahwa sejarah perkembangan rekam
medik selalu mengiringi perkembangan ilmu kedokteran. Hal ini menunjukkan
pula bahwa kepentingan rekam medik pada mulanya untuk membantu
mengingat para dokter dalam pelayanannya kepada pasien. Dengan demikian,
kegiatan utamanya adalah catat-mencatat dan mendokumentasikannya.
Kemudian sejak zaman Hipocrates pencatatan pelayanan medik ke dalam
rekam medik mulai diwajibkan untuk keperluan studi para muridnya dalam
mempelajari ilmu kedokteran. Cara seperti ini dipertahankan sampai saat ini

3
FKM-UNSRAT

sehingga rekam medik menjadi salah satu pilar berkembangnya ilmu


kedokteran. Pada zaman Hipocrates itulah, rekam medik sudah mulai
digunakan sebagai sumber ilmu pengetahuan dan mungkin sudah digunakan
untuk penelitian. Namun bila kedudukan rekam medik bila disandingkan
dengan ilmu kedokteran, rekam medik ditempatkan pada posisi penunjang
dalam pelayanan kepada pasien yaitu urusan catat-mencatat, simpan
menyimpan dan pengambilan kembali guna keperluan dokter dalam palayanan
kepada pasien.
Ilmu kedoteran mulai berkembang sejak zaman Hipocrates, sedangkan
rekam baru berkembang sebagai cabang ilmu pengetahuan tersendiri sejak
didirikannya pendidikan rekam medik tahun 1935. Perkembangan itu tidak
terlepas dengan perkembangan Records Management di Amerika yaitu ilmu
dan profesi dalam penyelenggaraan pengelolaan dokumen pada pemerintahan
dan organisasi modern. Sistem penyimpanan, retensi dan pemusnahan
dokumen diatur dengan berbagai peraturan perundangan. Secara ringkas
perkembangan tersebut berikut ini:
1. Tahun 1934, disusun Undang-Undang (UU) Kearsipan Nasional United
State, yang mengatur tata kearsipan dokumen-dokumen penting di
pemerintahan dan penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah dan swasta.
2. Tahun 1943, disusun UU tentang pemusnahan dokumen, dengan
semakin banyaknya dokumen yang disimpan, selanjutnya diijinkan
menggunakan rencana pemusnahan dokumen yang dikembangkan oleh
Kearsipan Nasional.
3. Tahun 1948, Komisi Hoover pertama kali membentuk task force untuk
belajar tentang persoalan-persoalan managemen dokumen (records
management) di pemerintah federal.
4. Tahun 1950, UU tentang dokumen federal dibuat untuk mengatur
manajemen dokumen yang dikepalai oleh perwakilan federal untuk

4
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

penyusunan dan pengelolaan program manajemen dokumen secara


efektif.
5. Tahun 1952, sembilan pusat dokumen federal melaporkan bahwa 95 %
dari dokumen-dokumen mereka telah tersusun daftar-daftar dokumen
non aktif yang tetap menjadi hak milik organisasi federal.
6. Tahun 1954, Komisi Hoover untuk kedua kalinya menysusun task force
untuk pengelolaan kertas kerja.
7. Tahun 1955, diterbitkan Buku Panduan yang pertama tentang syarat-
syarat penyimpanan dokumen.
Masih dalam perkembangan Records Management, seiring dengan
perkembangan rekam medik, ada tiga peristiwa penting yang mempengarhui
perkembangan rekam medik yaitu :
a. Pada tahun 1930, George Mc Carthy, seorang juru tulis sebuah bank di
New York, memperkenalkan ide tentang pengecekan foto langganan
sebelum dikembalikan kepada pelanggan dengan menggunakan
micrografis. Ide ini kemudian dikembangkan oleh Eastman Kodak yang kita
kenal sekarang yatiu microfilm. Teknologi ini digunakan pula dalam rekam
medik untuk menyimpan dokumen/formulir yang harus disimpan secara
abadi.
b. Dr. Nathaniel S. Rosenau seorang sekretaris pada sebuah organisasi sosial
di Buffalo, New York, orang pertama yang memperkenalkan kartu-kartu
index untuk memudahkan pengelolaan dokumen.
c. Vannervar Bush, pertama kali mengusulkan menggunakan komputer digital
untuk sistem informasi pada tahun 1945 di Amerika Serikat. Pada tahun
1960, dilakukan penyempurnaan dalam komputerisasi sebagai metode
pengontrolan dokumen dan pemakaian micrografis.

Sejarah dan Perkembangan Rekam Medis di Indonesia


Di Indonesia sejarah dan perkembangan rekam medis dijumpai dengan
adanya resep-resep jamu warisan nenek moyang yang diturunkan dari

5
FKM-UNSRAT

generasi ke generasi melalui catatan pada daun lontar dan sarana lain yang
dapat digunakan sesuai dengan zamannya.
Walapun pelayanan RM di Indonesia telah ada sejak zaman penjajahan,
namun perhatian untuk pembenahan yang lebih baik dapat dikatakan mulai
sejak diterbitkannya:
1. Keputusan Men.Kes.RI No. 031/Birhup/1972 yang menyatakan bahwa
semua rumah sakit diharuskan mengerjakan medical recording dan
reporting, dan hospital statistic. Keputusan tersebut kemudian dilanjutkan
dengan adanya;
2. Keputusan Men.Kes.RI No. 034/Birhup/1972 tentang Perencanaan dan
Pemeliharaan Rumah Sakit. “ Guna menunjang Rencana Induk (Master
Plan) yang baik, maka setiap RS diwajibkan : mempunyai dan merawat
statistik yang up to date, membina medical record berdasarkan ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan “.
3. Keputusan Men.Kes.RI No. 134/MenKes/SK/IV/78, tgl 28 April 1978,
tentang SOTK RSU. “ Sub Bagian (Urusan) Pencatatan Medik mempunyai
tugas mengatur Pelaksanaan Kegiatan Pencatatan Medik “.
4. UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, diperbaharui dengan UU No.36
Tahun 2009.
5. PP No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
6. UU Praktik Kedokteran No. 29 tahun 2004.
7. PerMenKes RI No. 269/MenKes/Per/III/2008, tentang Rekam Medik
(Medical Record).
8. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di sarana
pelayanan kesehatan, kehadiran perekam medis sangat diperlukan dalam
bidang kesehatan. Rekam medis berguna untuk menunjang tertib administrasi,
tanpa di dukung suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar,
mustahil tertib administrasi tersebut dapat berhasil.

6
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

Sebagai pelaksana Rekam Medis, kita perlu mengetahui sejarah &


perkembangan rekam medis, dan perubahan apa saja yang terjadi dalam
sistem rekam medis. Baik yang terjadi di tingkat nasional maupun
internasional. Perubahan tersebut di mulai dari perbaikan catatan kesehatan
melalui standarisasi rumah sakit dan organisasi yang telah terjadi sejak zaman
dahulu kala.
Seiring berkembangnya zaman, dalam tahun-tahun belakangan ini
terjadi beberapa kali perubahan sebutan untuk orang yang melaksanakan
pengelolaan rekam medis sebagaimana perubahan nama sebutan untuk Unit
Rekam Medis. Hal ini terjadi karena adanya perhatian dan kesadaran tinggi
terhadap pentingnya sistem rekam medis serta adanya suatu pemikiran
tentang pengembangan sistem informasi kesehatan yang terkomputerisasi.
Kesimpulan yang dapat diambil tentang rekam medis secara umum adalah
rekam medis merupakan:
1. Alat komunikasi antar tenaga kesehatan;
2. dasar perencanaan pengobatan/perawatan;
3. bukti tertulis atas segala pelayanan/ perawatan / tindakan;
4. bahan analisa, penelitian dan evaluasi mutu yankes;
5. alat perlindungan hukum;
6. pendidikan dan penelitian;
7. dasar perhitungan biaya pelayanan medis;
8. sumber ingatan yang harus di dokumentasikan; dan
9. bahan pembuatan laporan kesehatan.
Kini, kemajuan perekaman kegiatan dibidang kedokteran/kesehatan ini,
tidak saja tertulis di atas kertas, tapi telah masuk ke era elektronik seperti
komputer, mikrofilm, pita suara dan lain-lain. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa kegiatan pelayanan Rekam Medis yang telah dilakukan sejak
zaman dulu sangat berperan dalam perkembangan dunia pengobatan.

Istilah-istilah yang digunakan untuk rekam medis:


1. medical documents = dokumen medis

7
FKM-UNSRAT

2. medical notes = catatan medis


3. medical records = rekam medis
4. health record = rekaman kesehatan
5. personal health record = rekaman kesehatan pribadi
6. family health record = rekaman kesehatan keluarga
7. heath report = laporan kesehatan

8
2
BAB
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

Pengertian, Tujuan, Fungsi


dan Manfaat Rekam Medik

Pengertian Rekam Medik


Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang
dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989
tentang Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana
pelayanan kesehatan, yang diperbaharui dengan Permenkes Nomor
269/MenKes/Per/III/2008, tentang Rekam Medik menyatakan rekam medik
adalah berkas berisi catatan dan dokumen tentang pasien yang berisi identitas,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis lain pada sarana pelayanan
kesehatan untuk rawat jalan, rawat inap baik dikelola pemerintah maupun
swasta.
Kedua pengertian rekam medis diatas menunjukkan perbedaan yaitu
Permenkes hanya menekankan pada sarana pelayanan kesehatan, sedangkan
dalam UU Praktik Kedokteran tidak. Ini menunjukan pengaturan rekam medis
pada UU Praktik Kedokteran lebih luas, berlaku baik untuk sarana kesehatan
maupun di luar sarana kesehatan.

9
FKM-UNSRAT

Sedangkan menurut Huffman EK, 1992 rekam medis adalah rekaman


atau catatan mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana pelayanan yang
diberikan kepada pasien selama masa perawatan yang memuat pengetahuan
mengenai pasien dan pelayanan yang diperolehnya serta memuat informasi
yang cukup untuk menemukenali (mengidentifikasi) pasien, membenarkan
diagnosis dan pengobatan serta merekam hasilnya.

Tujuan Rekam Medik


Tujuan rekam medik berdasarkan Hatta (1985) terdiri dari beberapa
aspek diantaranya aspek administrasi, legal, finansial, riset, edukasi dan
dokumentasi, yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Aspek administrasi. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai
administrasi karena isinya meyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan
tanggung jawab sebagai tenag medis dan paramedis dalam mencapai
tujuan pelayanan kesehatan.
2. Aspek Medis. Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai medik, karena
catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan
pengobatan /perawatan yang harus diberikan seorang pasien.
3. Aspek Hukum. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum karena
isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar
keadilan, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan
bahan bukti untuk menegakkan keadilan.
4. Aspek keuangan. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang karena
isinya menyangkut data dan informasi yang dapat digunakan dalam
menghitung biaya pengobatan/tindakan dan perawatan.
5. Aspek penelitian. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian,
karena isinya menyangkut data/informasi yang dapat dipergunakan dalam
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.

10
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

6. Aspek pendidikan. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan,


karena isinya menyangkut data/informasi tentang perkembangan/
kronologis dan kegiatan pelayanan medis yang diberikan kepada pasien.
Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan/referensi pengajaran
di bidang profesi kesehatan.
7. Aspek dokumentasi. Suatu berkas reka medis mempunyai nilai
dokumentasi, karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus
didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan
laporan sarana pelayanan kesehatan.

Fungsi Rekam Medik


Fungsi rekam medis dijelaskan berdasarkan tujuan rekam medik di atas,
yang dijelaskan sebagai berikut, yaitu sebagai:
1. Dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien;
2. Bahan pembuktian dalam perkara humum;
3. Bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan;
4. Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan; dan
5. Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Karena fungi rekam medik inilah, maka di negara-negara besar atau di
negara-negara maju telah ditentukan satu standar baku pembuatan reka
medis yang mencerminkan kualitas/mutu pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh pemberi pelayanan pada pengguna pelayanan kesehatan.

Manfaat Rekam Medik


Manfaat rekam medis berdasarkan Permenkes Nomor
269/MenKes/Per/III/2008, tentang Rekam Medik adalah sebagai berikut:
1. Pengobatan. Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk
merencanakan dan menganalisis penyakit serta merencanakan

11
FKM-UNSRAT

pengobatan, perawatan dan tindakan medis yang harus diberikan kepada


pasien
2. Peningkatan Kualitas Pelayanan. Membuat Rekam Medis bagi
penyelenggaraan praktik kedokteran dengan jelas dan lengkap akan
meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan
untuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.
3. Pendidikan dan Penelitian. Rekam medis yang merupakan informasi
perkembangan kronologis penyakit, pelayanan medis, pengobatan dan
tindakan medis, bermanfaat untuk bahan informasi bagi perkembangan
pengajaran dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan kedokteran
gigi.
4. Pembiayaan Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan
untuk menetapkan pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana
kesehatan. Catatan tersebut dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan
kepada pasien
5. Statistik Kesehatan Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik
kesehatan, khususnya untuk mempelajari perkembangan kesehatan
masyarakat dan untuk menentukan jumlah penderita pada penyakit-
penyakit tertentu
6. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik Rekam medis merupakan
alat bukti tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam penyelesaian masalah
hukum, disiplin dan etik.

12
3
BAB
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

Jenis, Isi dan Tata Cara


Penyelenggaraan Rekam
Medis

Jenis Rekam Medis


Berdasarkan Permenkes Nomor 269/MenKes/Per/III/2008, tentang
Rekam Medis, rekam medis terdiri dari:
1. Rekam medis dalam bentuk tercatat/tertulis lengkap dan jelas, dalam
bentuk formulir yang isinya sesuai dengan peraturan yng berlaku.
2. Rekam medis secara elektronik. Rekam medis yang menggunakan
teknologi informasi elektronik yang akan diatur lebih lanjut dengan
peraturan tersendiri.

Isi Rekam Medis


Berdasarkan Permenkes Nomor 269/MenKes/Per/III/2008, tentang
Rekam Medis, isi rekam medis secara umum dikelompokkan atas empat bagian
yaitu rekam medis pasien rawat jalan, rekam medis pasien rawat inap, rekam
medis pasien gawat darurat dan rekam medis pasien dalam keadaan bencana.
Juga terdapat isi rekam medis khusus yaitu untuk dokter spesialis dan
dokter gigi spesialis yang dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dan juga
rekam medis untuk pelayanan di ambulans atau pengobatan massal.
Isi rekam medis berdasarkan pembagian di atas adalah sebagai berikut:
1. Rekam medis pasien rawat jalan sekurang-kurangnya berisi:

13
FKM-UNSRAT

a. Identitas pasien;
b. Tanggal dan waktu;
c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan
riwayat penyakit;
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;
e. Diagnosis;
f. Rencana penatalaksanaan;
g. Pengobatan dan/atau tindakan;
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien;
i. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik; dan
j. Persetujuan tindakan bila diperlukan.
2. Rekam medis pasien rawat inap sekurang-kurangnya berisi:
a. Identitas pasien;
b. Tanggal dan waktu;
c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan
riwayat penyakit;
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;
e. Diagnosis;
f. Rencana penatalaksanaan;
g. Pengobatan dan/atau tindakan;
h. Persetujuan tindakan bila diperlukan.
i. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan;
j. Ringkasan pulang (discahrge summary);
k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter didi, atau tenaga kesehatan
tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan;
l. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu; dan
m. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.
3. Rekam medis pasien gawat darurat sekurang-kurangnya berisi:
a. Identitas pasien;
b. Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan;

14
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

c. Identitas pengantar pasien;


d. Tanggal dan waktu;
e. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan
riwayat penyakit;
f. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;
g. Diagnosis;
h. Pengobatan dan/atau tindakan;
i. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit
gawat darurat dan rencana tindak lanjut;
j. Nama dan tanda tangan dokter, dokter didi, atau tenaga kesehatan
tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan;
k. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan
dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain; dan
l. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
4. Rekam medis pasien dalam keadaan bencana sekurang-kurangnya berisi:
a. Seperti pada rekam medis pasien gawat darurat;
b. Jenis bencana dan lokasi pasien ditemukan;
c. Kategori kegawatan dan nomor pasien bencana massl; dan
d. Identitas yang menemukan pasien.
5. Rekam medis pasien pelayanan dalam ambulans atau pengobatan massal
sekurang-kurangnya berisi seperti rekam medis pasien gawat darurat dan
disimpan pada sarana pelayanan kesehatan yang merawatnya.

Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medis


Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran menegaskan bahwa dokter dan
dokter gigi wajib membuat rekam medis dalam menjalankan praktik
kedokteran. Setelah memberikan pelayanan praktik kedokteran kepada pasien,
dokter dan dokter gigi segera melengkapi rekam medis dengan mengisi atau
menulis semua pelayanan praktik kedokteran yang telah dilakukannya.

15
FKM-UNSRAT

Setiap catatan dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan
tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan. Apabila
dalam pencatatan rekam medis menggunakan teknlogi informasi elektronik,
kewajiban membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan menggunakan
nomor identitas pribadi/personal identification number (PIN).
Dalam hal terjadi kesalahan saat melakukan pencatatan pada rekam
medis, catatan dan berkas tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara
apapun. Perubahan catatan atas kesalahan dalam rekam medis hanya dapat
dilakukan dengan pencoretan dan kemudian dibubuhi paraf petugas yang
bersangkutan. Lebih lanjut penjelasan tentang tata cara ini dapat dibaca pada
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Rekam Medis dan pedoman
pelaksanaannya.
Berdasarkan Permenkes Nomor 269/MenKes/Per/III/2008, tentang
Rekam Medis, dalam pasal 5 tata cara penyelenggaraan rekam medis
dijelaskan sebagai berikut:
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedoktern wajib
membuat rkekam medis.
2. Rekam medis harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima
pelayanan.
3. Pembuatan rekam medis dilaksanakan melalui pencatatan dan
pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
4. Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan
tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan secara langsung.
5. Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam
medis dapat dilakukan pembetulan dengan cara pencoretan tanpa
menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter
gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan.

16
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

Kepemilikan Rekam Medis

Sesuai UU Praktik Kedokteran, berkas rekam medis menjadi milik dokter,


dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis dan
lampiran dokumen menjadi milik pasien.
Sejalan dengan Permenkes Nomor 269 Tahun 2008, berkas rekam medis milik
sarana pelayanan kesehatan dan isi rekam medis milik pasien dalam bentuk ringkasan
rekam medis. Ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh
pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau
keluarga pasien yang berhak untuk itu.

Penyimpanan dan Pemusnahan Rekam Medis

Sesuai Permenkes Nomor 269 Tahun 2008, rekam medis pasien rawat inap di
rumah sakit wjib disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun
terhitung tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan. Setelah batas waktu 5
(lima) tahun dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan, kecuali ringkasan pulang
dan persetujuan tindakan medik.
Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik harus disimpan untuk
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung dari tanggal dibuatnya ringkasan tersebut.
Penyimpanan rekam medis dan ringkasan pulang dilaksanakan oleh petugas yang
ditunjuk oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan non rumah sakit wajib
disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung dari
tanggal terakhir pasien berobat. Setelah batas waktu dilampaui, rekam medis dapat
dimusnahkan.

Pengorganisasian, Pembinaan dan Pengawasan Rekam Medis

Sesuai Permenkes Nomor 269 Tahun 2008, pengelolaan rekam medis


dilaksanakan sesuai dengan organisasi dan tata kerja sarana pelayanan kesehatan.
Untuk Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan tahap Rekam Medis
dilakukan oleh pemerintah pusat, Konsil Kedokteran Indonesia, pemerintah daerah,
organisasi profesi. Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan.

17
FKM-UNSRAT

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan


Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat mengambil tindakan
administrastif sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Tindakan administratif
dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai pencabutan izin.

18
4
BAB
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

Penyelenggaraan Rekam
Medis di Puskesmas dan
Rumah Sakit

D engan semakin berkembangnya dunia kesehatan di Indonesia, rekam


medik mempunyai peranan tidak kalah pentingnya dalam menunjang
pelaksanaan Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Rekam medik sangat penting
selain untuk diagnosis, pengobatan juga untuk evaluasi pelayanan kesehatan,
peningkatan efisiensi kerja melalui penurunan mortalitas & motilitas serta
perawatan penderita yang lebih sempurna. Rekam medik harus berisi
informasi lengkap perihal proses pelayanan medis di masa lalu, masa kini &
perkiraan terjadi di masa yang akan datang.

Penyelenggaraan Rekam Medis di Puskesmas


Rekam medis di Puskesmas merupakan salah satu sumber data penting
yang nantinya akan diolah menjadi informasi .
Jenis-jenis kartu atau status rekam medis yang ada di Puskesmas
sangat bervariasi, tergantung sasarannya, sebagai contoh:
a. Family Folder
b. Kartu Tanda Pengenal
c. Kartu Rawat Jalan

19
FKM-UNSRAT

d. Kartu Rawat Tinggal


e. Kartu Penderita & indek Penderita Kusta
f. Kartu Penderita & indek Penderita TB
g. Kartu Ibu
h. Kartu Anak dl_ KMS Balita, anak sekolah, Ibu hamil dan Usila
i. Kartu tumbuh Kembang Balita
j. Kartu Rumah (sanitasi)
Sebagai gambaran, terlihat pada Diagram 1, alur pasien atau rekam
medis yang terjadi di Puskesmas.

Diagram 1. Alur Rekam Medik pada Pelayanan di Puskesmas

Dari Diagram tersebut terlihat bahwa pasien yang datang ke Puskesmas


dapat datang sendiri atau membawa surat rujukan . Di Unit Pendaftaran,
identitas pasien dicatat di kartu atau status rekam medis dan selanjutnya

20
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

pasien beserta kartu atau status rekam medisnya dibawa ke Ruang


Pemeriksaan. Oleh tenaga kesehatan, pasien tersebut dianamnesia dan
diperiksa serta kalau dibutuhkan dilakukan pemeriksaan penunjang. Akhirnya
dilakukan penegakkan diagnosa dan sesuai kebutuhan,pasien tersebut diberi
obat atau tindakan medislainnya. Ke semua pelayanan kesehatan ini dicatat
dalam kartu atau status rekam medis.
Setiap tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan dan atau
tindakan medis harus menuliskan nama dan membubuhi tandatangannya kartu
atau status rekam medis tersebut. Semua kegiatan ini merupakan kegiatan
bagian pertama rekam medis (PATIENT RECORD).
Setelah melalui ini semua, pasien dapat pulang atau dirujuk. Namun
demikian kegiatan pengelolaan rekam medis tidak berhenti. Kartu atau status
rekam medis dikumpulkan, biasanya kembali ke Ruang Pendaftaran untuk
dilakukan kodeing penyakit dan juga pendataan di buku-buku register harian
yang telah disediakan. Setelah diolah, kartu atau status rekam medis
dikembalikan ke tempatnya di Ruang Pendaftaran agar lain kali pasien yang
sama datang, maka kartu atau status rekam medisnya dapat dipergunakan
kembali.
Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan bagian kedua rekam medis yaitu
MANAJEMEN berupa rekapitulasi harian, bulanan, triwulanan, semester dan
tahunan dari informasi yang ada di kartu atau status rekam medis pasien.
Ruang lingkup kegiatan pengolahan dan analisa pada tingkat puskesmas
adalah :
1. Mengkompilasi data dari Puskesmas baik dalam gedung maupun luar
gedung
2. Mentabulasi data upaya kesehatan yang diberikan kepada masyarakat yang
dibedakan
3. atas dalam Wilayah dan luar wilayah
4. Menyusun kartu index Penyakit
5. Menyusun sensus harian untuk mengolah data kesakitan

21
FKM-UNSRAT

6. Melakukan berbagai perhitungan-perhitungan dengan menggunakan data


denominator dll
Buku-buku register yang ada di Puskesmas tersebut cukup banyak,
seperti:
1. Rawat Jalan
2. Rawat Inap , bila Puskesmas tersebut mempunyai rawat inap
3. Kesehatan Ibu dan Anak
4. Kohort Ibu
5. Kohort Balita
6. Gizi
7. Penyakit menular
8. Kusta
9. Kohort kasus Tuberculosa
10. Kasus Demam berdarah
11. Pemberantasan Sarang Nyamuk
12. Tetanus Neonatorum
13. Rawat Jalan Gigi
14. Obat
15. Laboratorium
16. Perawatan Kesehatan Masyarakat
17. Peran Serta Masyarakat
18. Keseharan Lingkungan
19. Usaha Kesehatan Sekolah
20. Posyandu dll.
Semua register dikompilasi menjadi laporan bulanan , laporan bulanan
sentinel dan laporan tahunan.

Laporan Bulanan yang harus dilakukan oleh Puskesmas adalah :


1. LB1 Data Kesakitan , berasal dari kartu atau status rekam medis pasien
2. LB2 Data Obat-obatan

22
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

3. LB3 Gizi, KIA, Immusasi , P2M


4. LB4 Kegiatan Puskesmas
Laporan Bulanan Sentinel (SST) :
1. LB1S Data penyakit dapat dicegah dengan immunisasi (PD3I),Ispa dan
Diare.
2. Khusus untuk Puskesmas Sentinel (ditunjuk)
3. LB2S Data KIA, Gizi,Tetanus Neonatorum dan, PAK, khusus untuk
Puskesmas dengan TT
Laporan Tahunan :
1. LSD1 Data Dasar Puskesmas
2. LSD2 Data Kepegawaian
3. LSD3 Data Peralatan
Seluruh laporan tersebut merupakan fakta yang digunakan untuk proses
perencanaan Puskesmas demi menunjang peningkatan pelayanan kesehatan
yang bermutu.

Penyelenggaraan Rekam Medis di Rumah Sakit


Penyelenggaraan Rekam medis di Rumah Sakit dikelola oleh unit rekam
medis atau instalasi rekam medis. Keberadaan unit rekam medik dalam
struktur organisasi RS tergantung dari kelas RS. Untuk RS khusus dan RSU
lainnya dapat mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
983/MENKES/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum.
Hubungan kerja Instalasi Rekam Medik dengan instalasinya lainnya
sebagai berikut:
a. Instalasi rekam medis, instalasi rawat jalan, instalasi rawat inap, instalasi
gawat darurat dan instalasi lainnya yang terkait, bertanggung jawab atas
terlaksananya kegiatan rekam medis sesuai dengan batas wewenang dan
tanggung jawabnya.
b. Dalam melaksanakan tugasnya kepala instalasi rekam medis wajib

23
FKM-UNSRAT

menerapkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan


internal instalasi rekam medis maupun dengan instalasi lain yang terkait
sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing.
c. Kepala instalasi rekam medis dan instalasi lain yang terkait dengan
pelaksanaan kegiatan rekam medis bertanggung jawab dalam
mengkoordinasikan bawahannya masing-masing serta memberikan
petunjuk pelaksanaan tugas kepada stafnya masing-masing.
d. Kepala instalasi rekam medis dan unit lain yang terkait dengan pelaksanaan
kegiatan rekam medis, wajib mengikuti dan memenuhi petunjuk dan
bertanggung jawab kepada atasan masing-masing dan menyampaikan
laporan berkala tepat pada waktunya.
e. Dalam melaksanakan tugasnya kepala instalasi rekam medis dan instalasi
lain yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan rekam medis, melakukan
pembinaan dan pemberian bimbingan dan wajib mengadakan rapat berkala
(briefing) baik antar petugas rekam medis, maupun antara pimpinan
instalasi rekam medis dengan instalasi lain yang terkait dengan
pelaksanaan kegiatan rekam medis di RS.
f. Instalasi rekam medis mempunyai hubungan koordinatif dengan instalasi
lainnya seperti instalasi rawat jalan, instalasi rawat inap, instalasi gawat
darurat, serta instalasi penunjang medis yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan rekam medis di RS.

Prosedur Penyelanggaraan Rekam Medis di Rumah Sakit

1. Sistem Rekam Medis

a. Sistem Penamaan

Sistem penamaaan yaitu tata cara / metode penulisan nama seseorang/pasien.


Tujuan dari penamaan ini adalah:
 untuk membedakan satu pasien dengan pasien lainnya
 adanya keseragaman dalam cara penulisan nama
 memudahkan dalam mengambil rekam medis di tempat penyimpanan

24
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

 agar tidak terjadi kesalahan dalam pelayanan rekam medis.


Misalnya kasus tertukarnya bayi, dapat terjaadi karena pencantuman nama
ibunya yang salah pada saat yang sama ada atau lebih ibu melahirkan.
Prinsip penulisan nama adalah sebagai berikut:
 Nama pasien ditulis lengkap, minimal terdiri dari dua suku kata. Sehingga
penulisan nama akan tertulis dengan beberapa alternatif diantaranya yaitu
:
o Hanya nama pasien sendiri, apabila nama sudah terdiri dari satu
kata atau lebih
o Nama pasien sendiri dilengkapi nama suami, apabila pasien sudah
mempunyai suami
o Nama pasien sendiri dilengkapi dengan nama orang tua (biasanya
nama ayah)
o Bagi pasien yang mempunyai nam keluarga/marga, maka nama
keluarga/marga/surname didahulukan dan kemudian diikuti nama
pasien tersebut.
 Dalam penulisan nama pasien maka sebaiknya
o Nama ditulis dengan huruf cetak dan mengikuti ejaan yang
disempurnakan
o Sebagai pelengkap, bagi pasien perempuan diakhiri nama lengkap
ditambah Ny. Bagi yang sudah menikah atau Nn. Apabila belum
menikah.
o Tujuannya adalah agar dapat dengan mudah membedakan status
dari pasien perempuan.
o Pencantuman titel, pelengkap (Ny. Nn) selalu diletakan sesudah
nama lengkap pasien.
o Tujuannnya adalah untuk mencegah kesalahan dalam mengindeks
atau dalam penyimpanan dan pengambilan kembali KIUP yang
disimpan berdasarkan alphabet.

b. Sistem Penomoran (Patient Numbering System_

Penyimpanan berkas rekam medis pada setiap Pelayanan Kesehatan disimpan


berdasarkan nomor pasien, yaitu nomor Rekam Medis pasien pada saat masuk

25
FKM-UNSRAT

Rumah Sakit (Admission Patient Number). Penyimpanan secara alfabet


menurut nama-nama pasien lebih menyulitkan dan memungkinkan terjadi
kesalahan-kesalahan dibandingkan dengan penyimpanan berdasarkan nomor
pasien.
Jika kartu pasien hilang, nomor pasien masuk dapat diperoleh dari data dasar
pasien yang tersimpan di dalam sistem. Dengan mengetahui nama lengkap
dan tanggal masuk pasien. Tetapi jika menggunakan nomor kartu indeks
pasien keluar tidak akan dapat secara maksimal menemukan nomor keluar,
sehingga lokasi rekam medisnya sulit ditemukan.
Ada tiga sistem pemberian nomor pasien pada saat datang ke unit pelayanan
kesehatan yang umumnya dipakai yaitu:
a) Pemberian nomor cara seri (Serial Numbering System). Dengan sistem ini
setiap penderita mendapat nomor baru setiap kunjungan/berobat ke
rumah sakit. Jika ia berkunjung lima kali, maka ia akan mendapat lima
nomor yang berbeda. Semua nomor yang telah diberikan kepada penderita
tersebut harus dicatat pada ‟Kartu Indeks Utama Pasien‟ yang
bersangkutan. Sedang rekam medisnya disimpan di berbagai tempat
sesuai nomor yang telah diperolehnya.
b) Pemberian nomor cara unit (Unit Numbering System). Berbeda dengan
sistem seri, di dalam sistem pemberian nomor unit ini, pada saat pasien
datang pertama kali untuk berobat jalan maupun rawat inap (dirawat)
maka pasie tersebut akan mendapat satu nomor Rekam Medis yang mana
nomor tersebut akan dipakai selamanya untuk kunjungan-kunjungan
selanjutnya baik untuk rawat jalan, rawat inap maupun kunjungan ke unit-
unit penunjang medis dan instalasi lain untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan di RS. Dan berkas rekam medis pasien tersebut akan tersimpan
di dalam satu berkas dengan satu nomor pasien.
c) Pemberian Nomor Cara Seri-Unit (Serial Unit Numbering System). Sistem
pemberian nomor ini merupakan sintesis/gabungan antara sistem
pemberian cara seri dan unit. Setiap pasie berkunjung ke RS, kepadanya
diberikan satu nomor baru, tetapi berkas rekam medisnya yang terdahulu
digabungkan dan disimpan di bawah nomor yang paling baru. Dengan cara
ini terciptalah satu unit berkas rekam medis. Apabila satu berkas rekam

26
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

medis lama diambil dan dipindahkan tempatnya ke nomor yang baru, di


tempatnya yang lama tersebut harus diberi tanda petunjuk (out guide)
yang menunjukkan ke mana berkas rekam medis tersebut telah
dipindahkan. Tanda petunjuk tersebut diletakkan menggantikan tempat
berkas rekam medis yang lama. Hal ini sangat membantu ketertiban
sistem penyimpanan berkas rekam medis.
Dari tiga sistem penomoran di atas, maka RS dianjurkan untuk menggunakan
Sistem Pemberian Nomor Secara Unit (Unit Numbering System). Dengan
sistem ini semua pasien akan memiliki satu nomor rekam medis yang
terkumpul dalam satu berkas. Sistem ini secara cepat memberikan kepada
RS/Staf medis satu gambaran lengkap mengenai riwayat penyakit, proses
pengobatan serta terapi yang diberikan kepada seorang pasien. Sistem
pemberian nomor secara unit akan menghilangkan kerepotan mencari
/mengumpulkan rekam medis secara terpisah-pisah dalam sistem seri. Sistem
ini juga menghilangkan kerepotan mengambil rekam medis lama, untuk
disimpan ke dalam nomor baru dalam sistem pemebrian nomor secara seri-
unit.
Sistem pemberian nomor manapun yang dipakai, setiap rekam medis baru
harus mendapat nomor yang diurut secara kronologis dan nomor tersebut
dapat digunakan di seluruh instalasi yang terkait di dalam prosedur pemberian
pelayanan kesehatan terhadap pasien di Rumah Sakit.
Sistem nomor yang digunakan juga mempengaruhi rencana perkembangan
ruang tempat penyimpanan. Keperluan penggunaan ruang lowong pada rak
penyimpanan 25% apabila menggunakan sistem nomor unit, karena tempat
tersebut berguna untuk menyimpan rekam medis yang makin tebal. Apabila
sistem seri-unit yang dipakai, dimana rekam medis selalu disimpan di tempat
nomor yang terbaru, sehingga terjadi lowong pada bagian-bagian tertentu dari
rak penyimpanan. Lowong ini akan terjadi apabila prosentase masuk ulang
tinggi (high readmission rates). Dengan sistem seri rak-rak penyimpanan akan
terisi secara konstan. Satu problem yang biasa timbul dalam sistem unit
adalah bertambahnya satu rekam medis menjadi berjilid-jilid karena seringnya
penderita tersebut mendapat pelayanan (dirawat) di RS. Untuk mengingatkan
petugas penyimpanan tentang hal ini, maka pada saat jilid harus dibuat

27
FKM-UNSRAT

catatan nomor jilid dan jumlah jilidnya, misalnya jilid 1 dari 2 atau jilid 2 dari
2. Penjiidan dilakukan berdasarkan urutan tanggal, bulan dan tahun rawat
pasien.

c. Sistem Penyimpanan

Banyak pilihan yang tersedia dalam melakukan penyimpanan rekam medis,


diantaranya dengan menempatkan berkas rekam medis kedalam lemari
terbuka (open shelves) , lemari cabinet (filing cabinet) atau dengan
menggunakan teknologi microfilm maupun digital scanning dan terakhir secara
komputerisasi (rakam medis elektronik). Pilihan terhadap cara yang akan
diambil tergantung pada kebutuhan dan fasilitas rumah sakit. Pada rumah
sakit yang masih menggunakan rekam medis dengan format kertas, bila
jumlah berkas rekam medis masih sedikit gunakan kertas saja. Sedangkan
untuk rumah sakit dengan jumlah berkas rekam medis yang banyak,
kombinasi dari sistem penyimpanan dibawah ini dapat menjadi pilihan.
Ditinjau dari pemusatan atau penyatuan dokumen rekam medis, maka cara
penyimpanannya dibagi menjadi 3 cara yaitu sentralisasi (terpusat),
desentralisasi (tersebar) dan satelit.
a) Sentralisasi
Sistem penyimpanan dokumen rekam medis secara sentral yaitu suatu
sistem penyimpanan dengan cara menyatukan formulir-formulir rekam
medis milik seorang pasien kedalam satu folder. Kelebihan cara ini yaitu:
i. Data dan informasi hasil-hasil pelayanan dapat berkesinambungan
karena menyatu dalam satu folder sehingga riwayatnya dapat
dibaca seluruhnya.
ii. Mengurangi terjadinya duplikasi dalam pemeliharaan dan
penyimpanan rekam medis.
iii. Mengurangi jumlah biaya yang dapat dipergunakan untuk peralatan
dan ruangan.
iv. Tata kerja dan peraturan mengenai kegiatan pencatatan medis
mudah distandarisasi.
v. Memungkinkan peningkatan efisiensi kerja petugas penyimpanan
karena dokumen rekam medis milik seorang pasien berada dalam

28
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

satu folder.
vi. Mudah menerapkan sistem unit.
Kekurangan sistem sentralisasi ini yaitu:
i. Petugas menjadi lebih sibuk karena harus menangani unit rawat
jalan dan unit rawat inap.
ii. Filing (tempat penyimpanan) dokumen rekam medis harus jaga 24
jam karena sewaktu-waktu diperlukan untuk pelayanan di UGD
yang buka 24 jam.
iii. Tempat penerimaan pasien harus bertugas selama 24 jam, karena
KIUP akan digunakan sewaktu-waktu bila pasien datang tidak
membawa KIB, padahal KIUP tersimpan di TPPRJ.
b) Desentralisasi
Sistem penyimpanan dokumen rekam medis secara desentralisasi yaitu
suatu sistem penyimpanan dengan cara memisahkan milik seorang pasien
antara dokumen rekam medis rawat jalan, dokumen rekam medis gawat
darurat dan rawat inap pada folder tersendiri dan atau ruang atau tempat
tersendiri. Kelebihan sistem penyimpanan ini yaitu:
i. Efisiensi waktu, sehingga pasien mendapat pelayanan lebih cepat.
ii. b. Beban kerja yang dilaksanakan petugas lebih ringan.
Kekurangan sistem penyimpanan ini yaitu:
i. Terjadi duplikasi dalam pembuatan rekam medis.
ii. Biaya yang diperlukan untuk peralatan dan ruangan lebih banyak.
c) Satelit
Sistem penyimpanan satelit adalah sistem penyimpanan dengan cara
menggabungkan sistem sentralisasi dan desentralisasi. Sistem ini hanya
berfungsi pada rumah sakit yang sudah menggunakan komputerisasi.
Kelebihan menggunakan sistem ini adalah pengambilan dan pencarian
data lebih cepat, sedangkan kelemahannya adalah sekuritas data masih
dipertanyakan.
Dari ketiga sistem penyimpanan cara sentralisasi lebih baik. Tetapi
pelaksanaannya sangat tergantung pada situasi dan kondisi masing-
masing rumah sakit:
i. Karena terbatasnya tenaga kerja yang terampil.

29
FKM-UNSRAT

ii. Kemampuan dana rumah sakit.

a) Sistem Mikrofilm (Microfilm). Mengingat rekam medis kertas membutuhkan


ruang penyimpanan yang luas dan cenderung bertambah dari waktu ke
waktu, sejak 40 tahun yang lalu microfilm mulai diperkenalkan sebagai
alternative pilihan lain. Proses microfilm adalah suatu proses mengubah
lembaran rekam medis kertas menjadi bentuk negative film yang lebih
kecil dari kuku kelingking orang dewasa dan disebut micrifis (microfiche).
Microfilm dapat berbentuk gulungan kecil film (roll) yang menghimpun
ribuan gambar/ ratusan berkas rekam medis. Versi ini baik untuk rekaman
inaktif.
Jenis microfilm lain disebut jaket. Satu lembar jaket microfilm memuat
beberapa puluh microfis yang terhimpun dalam satu lembar jaket
microfilm. Biasanya tahapan pelaksanaan microfilm sebagai berikut:
i. Penyusutan/ retensi berkas inaktif atau yang jarang digunakan;
ii. Penilaian berkas yang mau diretensi;
iii. Pemotretan berkas yang mau diretensi;
iv. Pemberian jaket microfilm;
v. Penjajaran bentuk microfilm dengan sistem penyimpanan
disesuaikan dengan sistem yang pilih, misalnya system penjajaran
kelompok angka tepi atau jenis lainnya.

b) Sistem Penyimpanan Pencitraan (maging). Merupakan suatu proses


mengubah atau mentransfer gambar dalam bentuk kertas atau film
(radiology) ataupun gambar medis (seperti grafik EKG,EEG, CTG, USG,
Echo dan lain-lain) kedalam software melalui data digital seperti
scanner/pencitraan. Dalam rekam medis manual (paper based record) film
radiologi disimpan tersendiri diunit radiologi sedangkan untuk hasil gambar
USG, Echo, EEG, dan ECG biasanya ditempatkan pada berkas Rekam
medis.

d. Sistem Penjajaran (Filing System)

Dokumen rekam medis yang disimpan kedalam rak penyimpanan tidak

30
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

ditumpuk melainkan disusun berdiri sejajar satu dengan yang lain. Penjajaran
dokumen rekam medis mengikuti urutan nomor rekam medis dengan 3 cara
yaitu Sistem Penomoran Langsung (straright numerical filing system), Sistem
angka akhir (terminal digit filing system), dan Sistem Angka Tengah (Middle
Digit Filing System).
Beberapa sistem penjajaran dapat dijelaskan sebagai berikut:
i. Sistem penomoran langsung (straright numerical filing system).
Penyimpanan dengan sistem nomor langsung adalah penyimpanan rekam
medis dalam rak penyimpanan secara berturut sesuai dengan urutan
nomornya.

Misalnya keempat rekam medis berikut ini akan disimpan berurutan dalam
satu rak, yaitu 462931, 462932, 462933, 462934. Kelebihan dari sistem
penyimpanan ini adalah mudah dalam mengambil berkas rekam medis
yang banyak dari rak aktif dan tidak aktif. Kemudahan lainnya adalah
sistem penyimpanan ini mudah dimengerti bagi tenaga baru. Sedangkan
kelemahannya: Petugas harus melihat seluruh angka sehingga mudah
keliru dalam mengambil berkas dari rak penyimpanan.

ii. Sistem angka akhir (terminal digit filing system).


Penyimpanan dengan sistem ini sering disebut dengan Terminal Digit Filing
System, dimana penjajaran dalam menyimpan berkas rekam medis
berbeda dengan penomoran langsung. Dalam sistem ini nomor rekam
medis dibagi menjadi 3 bagian, yaitu primary digits, secondary digits dan
tertiary digits. Biar ga bingung, saya kasih contohnya. Misalkan RS-X

31
FKM-UNSRAT

memiliki 6 digit nomor rekam medis, yaitu 35-60-10. Maka angka “10”
menempati posisi primary digits, sedangkan dua angka di sebelah kirinya,
yaitu angka “60” menempati posisi secondary digits, dan yang terakhir
“35” menempati posisi tertiary digits. Urutan proses untuk melakukan
penyimpanan terhadap berkas rekam medis sesuai sistem ini, yaitu melihat
posisi dengan urutan primary digits -> secondary digits -> tertiary digits.

Kelebihan:
i. Pertambahan jumlah rekam medis selalu tersebar secara merata
dalam rak penyimpanan;
ii. Petugas tidak berdesak-desakkan disatu tempat;
iii. Pekerjaan akan terbagi rata mengerjakan jumlah rekam medis yang
hampir sama tiap harinya untuk setiap seksi;
iv. Rekam medis yang tidak aktif dapat diambil dari rak penyimpanan
dari setiap seksi, pada saat ditambahnya rekam medis baru;
v. Jumlah rekam medis untuk tiap-tiap seksi terkontrol dan bisa
dihindarkan timbulnya rak-rak kosong;
vi. Memudahkan dalam perencanaan peralatan penyimpanan;
vii. Kekeliruan peyimpanan dapat dicegah atau terkendali karena
petugas hanya melihat dua digit angka terakhir dalam memasukkan
rekam medis ke rak penyimpanan;
viii. Hanya melihat angka pertama dengan rak yang mudah dihafal;
ix. Disusun lagi melihat angka kedua dan kemudian RM disimpan
berdasar angka ketiga; dan
x. Lebih mudah efisien, efektif.
Kelemahan: Memerlukan tempat/ruang yang lebih besar, oleh karena
sebaran nomor sesuai dengan rak untuk rumah sakit besar dengan

32
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

volume yang besar dan rekam medis yang tebal.


iii. Sistem Angka Tengah (Middle Digit Filing System).
Disini, penyimpanan berkas rekam medis yang menggunakan sistem
penjajaran angka tengah hampir sama dengan sistem penjajaran angka
akhir. Yang membedakan adalah letak posisi primary digits, secondary
digits dan tertiary digits. Dalam hal ini, pasangan angka yang terletak di
tengah-tengah menempati posisi primary digits, untuk pasangan angka
paling kiri menempati posisi secondary digits, dan pasangan angka yang
paling kanan menempati posisi tertiary digits.
Kelebihan:
i. Mudah pengambilan untuk 100 berkas;
ii. Pergantian angka tengah mudah dan penyebaran nomor merata
sehingga tanggung jawab petugas dapat dibagi per area;
iii. Penyebaran nomor-nomor lebih merata pada rak penyimpanan; dan
iv. Petugas dapat bekerja pada seksi-seksi tertentu sehingga
menghindarkan kekeliruan penyimpanan.
Kelemahan:
i. Memerlukan latihan dan bimbingan yang lebih lama;
ii. Terjadi rak-rak lowong untuk area tertentu bila rekam medis
dialihkan ke area penyimpanan inaktif; dan
iii. Sistem angka tengah tidak dapat digunakan dengan baik untuk
nomor-nomor yag lebih dari angka.

e. Pengambilan Rekam Medis (Retrieval)

Permintaan-permintaaan rutin terhadap rekam medis yang datang dari


polklinik, dari dokter yang melakukan riset harus ditujukan ke bagian rekam
medis setiap hari pada jam yang telah ditentukan.
Poliklinik yang meminta rekam medis untuk melayani pasien perjanjian yang
datang pada hari tertentu bertugas membuat (mengisi) ”Kartu peminjaman
rekam medis. Petugas harus menulis dengan benar dan jelas nama penderita
dan nomor rekam medisnya.
Permintaan peminjaman rekam medis yang tidak rutin, sepeti untuk
pertolongan unit gawat darurat, unit rawat inap harus dipenuhi sesegera

33
FKM-UNSRAT

mungkin. Permintaan lewat telepon dapat juga dilayani dan petugas Instalasi
Rekam Medis harus menulis surat permintaan dari bagian lain yang meminta.
Petugas dari bagian lain yang meminta harus datang sendiri untuk mengambil
rekam medis yang diminta ke unit/bagian rekam medis.
Tata cara pengmabilan kembali ekam medis dapat dijelaskan sebaga berikut:
i. Pengeluaran Rekam Medis.
Ketentuan pokok yang harus ditaati di tempat penyimpanan adalah:
 Rekam medis tidak boleh keluar dari ruang peyimpanan tanpa
tanda keluar/kartu peminjaman rekam medis. Peraturan ini tidak
hanya berlaku bagi orang-orang di luar rekam medis, tetapi juga
bagi petugas rekam medis sendiri.
 Seorang yang menerima/meminjam rekam medis, berkewajiban
untuk mengembalikan dalam keadaan baik dan tepat waktunya.
Dan harus dibuat ketentuan berapa lama jangka waktu
peminjaman berkas rekam medis, atau rekam medis berada di luar
ruang penyimpanan rekam medis.
 Rekam medis tidak dibenarkan berada di luar rumah sakit, kecuali
atas perintah pengadilan.
 Dokter-dokter atau pegawai-pegawai rumah sakit yang
berkepentingan dapat meminjam rekam medis untuk dibawa ke
ruang kerjanya selama jam kerja, tetapi semua rkam medis harus
dikembalikan ke ruang rekam medis pada akhir jam kerja.
 Jika beberapa rekam medis akan digunakan selama beberapa hari,
rekam medis tersebut disimpan dalam tempat sementara di ruang
rekam medis.
 Kemungkinan rekam medis dipergunakan oleh beberapa orang, dan
berpindah dari satu orang ke lain orang harus dilakukan dengan
mengisi ”Kartu Pindah Tangan” karena dengan cara ini rekam
medis tidak perlu bolak-balik dikirim ke bagian rekam medis.
ii. Petunjuk Keluar (Kartu Pinjam/Tracer)
Petunjuk keluar adalah suatu aat yang penting untuk mengawasi
penggunaan rekam medis. Dalam penggunaannya ”Petunjuk Keluar” ini
diletakkan sebagai pengganti pada tempat berkas rekam medis yang

34
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

diambil/dikeluarkan dari rak penyimpanan. Kartu pinjam/petunjuk keluar


tetap berada di rak file tersebut sampai berkas rekam medis yang
diambil/dipinjam kembali ke tempat semula.
iii. Kode Warna untuk Map/Sampul Rekam Medis
Kode warna dimaksudkan untuk memberi warna tertentu pada sampul
rekam medis untuk mencegah keliru simpan dan memudahkan mencari
berkas rekam medis yang salah simpan. Garis-garis warna dengan posisi
yang berbeda-beda untuk setiap seksi penyimpanan rekam medis.
Terputusnya kombinasi warna dalam satu seksi penyimpanan
menunjukkan adanya kekeliruan penyimpnanan berkas rekam medis.
Kode warna sangat efektif apabila dilaksanakan dengan sistem
penyimpanan secara terminal digit atau middle digit. Cara yang sering
digunakan adalah menggunakan 10 (sepuluh) macam warna untuk
sepuluh angka pertama dari 0 sampai 9.
iv. Distribusi rekam medis
Ada berbagai cara untuk mendistribusikan berkas rekam medis. Pada
sebagian rumah sakit, pendistribusian dilakukan dengan tangan (manual)
dari satu tempat ke tempat lainnya, oleh karena tu bagian rekam medis
harus membuat satu jadwal pengiriman dan pengambilan untuk bermacam
bagian polklinik/spesialisasi yang ada di RS. Frekwensi pengiriman dan
pengambilan ini ditentukan dengan jumlah pemakaian rekam medis.
Beberapa rumah sakit menggunakan ‟pneumatic tube‟, pipa tekanan medis
yang dapat mengantarkan dengan cepat rekam medis ke berbagai bagian.
Namun pemakaian pipa angin ini sering macet karena tebalnya berkas
rekam medis yang dikirim.
Penggunaan teknologi di bidang komputer, diharapkan lebih mempercepat
distribusi data-data penderita dari satu tempat ke tempat lain.
v. Perencanaan rekam medis yang tidak aktif.
Sebagian kecil unit/bagian rekam medis yang mempunyai ruangan
penyimpanan rekam medis yang cukup luas. Sebagian besar unit/bagian
rekam medis selalu menghadapi masalah mengenai kurangnya ruang
penyimpanan. Satu rencana yang pasti tentang pengelolaan rekam medis
yang tidak aktif (in actif records) harus ditetapkan sehingga selalu tersedia

35
FKM-UNSRAT

tempat penyimpanan untuk rekam medis yang baru.


Dilihar dari segi praktisnya dapat dikatakan bahwa patokan utama untuk
menentukan berkas rekam medis aktif maupun berkas rekam medis tidak
aktif adalah besarnya ruangan yang tersedia untuk menyimpan berkas
rekam medis yang baru.

2. Penyusutan (Retensi) dan Pemusnahan Rekam Medis

a. Pengertian

Penyusutan rekam medis adalah suatu kegiatan pengurangan berkas rekam


medis dari rak penyimpanan dengan cara:
i. Memindahkan berkas rekam medis in aktif dari rak file aktif ke rak file in
aktif dengan cara memilah pada rak file penyimpanan sesuai dengan tahun
kunjungan .
ii. Memikrofilmisasi rekam medis in aktif sesuai ketentuan yang berlaku.
iii. Memusnahkan berkas rekam medis yang telah dimikrofilm dengan cara
tertentu sesuai ketentuan yang berlaku.
iv. Dengan melakukan scanning pada berkas Rekam Medis.

b. Tujuan Penyusutan Rekam Medis

Tujaun penyusutan rekam medis adalah ebagai berikut:


i. Mengurangi jumlah berkas rekam medis yang semakin bertambah.
ii. Menyiapkan fasilitas yang cukup untuk tersedianya tempat penyimpanan
berkas rekam medis yang baru.
iii. Tetap menjaga kualitas pelayanan dengan mempercepat penyiapan rekam
medis jika sewaktu-waktu diperlukan.
iv. Menyelamatkan rekam medis yang bernilai guna tinggi serta mengurangi
yang tidak bernilai guna/bernilai guna rendah atau nilai gunanya telah
menurun.

c. Jadwal Retensi Rekam Medis

Salah satu elemen yang diperlukan dalam retensi rekam medis adalah jadwal

36
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

retensi rekam medis. Jadwal retensi rekam medis merupakan daftar yang
berisikan daftar formulir rekam medis yang akan disimpan dan jangka waktu
penyimpanannya sesuai dengan kegunaannya yang wajib dimiliki oleh setiap
badan pemerintah sebagai pedoman dalam retensi berkas rekam medis.
Penentuan jangka waktu penyimpanan berkas rekam medis ditentukan atas
dasar nilai kegunaan tiap-tiap berkas rekam medis. Untuk menjaga objektivitas
dalam menentukan nilai kegunaan tersebut, sebaiknya jadwal retensi rekam
medis sebaiknya disusun oleh suatu kepanitian yang terdiri dari unsur komite
rekam medis dan unit rekam medis yang benar-benar memahami rekam
medis, fungsi dan nilai rekam medis.
Rancangan jadwal retensi rekam medis yang merupakan hasil kerja panitia
tersebut perlu mendapat persetujuan Direktur rumah sakit terlebih dahulu
sebelum dijadikan pedoman resmi jadwal retensi rekam medis yang akan
berlaku di rumah sakit. Dengan prosedur di atas, kemungkinan
penyalahgunaan dalam pemusnahan berkas rekam medis dapat dihindarkan.
Setiap ada perubahan jadwal retensi rekam medis harus menempuh prosedur
sama seperti penyusunan jadwal retensi rekam medis.

d. Pemusnahan Berkas Rekam Medis

Pemusnahan adalah suatu proses kegiatan penghancuran secara fisik arsip


rekam medis yang telah berakhir fungsi dan nilai gunanya. Penghancuran
harus dilakukan secara total dengan cara membakar habis, mencacah atau
mendaur ulang sehingga tidak dapat lagi dikenal isi maupun bentuknya.
Sebagai media penyimpanan dapat menggunakan scanner dan mikrofilm
sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.
Ketentuan pemusnahan berkas rekam medis adalah sebagai berikut:
i. Dibentuk Tim Pemusnah Berkas Rekam Medis dengan surat keputusan
Diretur yang beranggotakan sekurang-kurangnya dari Ketata-Usahaan
(Adminsitrasi), Unit Rekam Medis, Unit Pelayanan Rawat Jalan dan Rawat
Inap dan Komite Medik.
ii. Formulir rekam medis mempunyai nilai guna tertentu tidak dimusnahkan
tetapi disimpan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

37
FKM-UNSRAT

iii. Membuat pertelaan arsip bagi berkas rekam medis aktif yang telah dinilai.
iv. Daftar pertelaan berkas rekam medis yang akan dimusnahkan oleh Tim
Pemusnah, dilaporkan kepada Direktur RS dan Dirjen Pelayanan Medik
Kementerian Kesehatan RI.
v. Berita acara pelaksanaan pemusnahan dikirim kepada pemilik rumah sakit
dan kepada Dirjen Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan RI.

38
5
BAB
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

Aspek Hukum, Disiplin, Etik,


dan Kerahasiaan Rekam
Medis

D engan semakin berkembangnya dunia kesehatan di Indonesia, rekam


medik mempunyai peranan tidak kalah pentingnya dalam menunjang
pelaksanaan Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Rekam medik sangat penting
selain untuk diagnosis, pengobatan juga untuk evaluasi pelayanan kesehatan,
peningkatan efisiensi kerja melalui penurunan mortalitas & motilitas serta
perawatan penderita yang lebih sempurna. Rekam medik harus berisi
informasi lengkap perihal proses pelayanan medis di masa lalu, masa kini &
perkiraan terjadi di masa yang akan datang.
Kepemilikan rekam medik sering menjadi perdebatan di kalangan
kesehatan, karena dokter beranggapan bahwa mereka berwenang penuh
terhadap pasiennya akan tetapi petugas rekam medik bersikeras
mempertahankan berkas rekam medik di lingkungan kerjanya. Di lain pihak,
pasien sering memaksa untuk membawa atau membaca berkas yang memuat
riwayat penyakitnya. Hal ini menunjukan bahwa rekam medik sangat penting.

Aspek Hukum Rekam Medis


Landasan hukum penyelenggaraan rekam medis adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

39
FKM-UNSRAT

2. Undang-Undang Nomor RI 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.


3. Undang-Undang Nomor RI 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
4. Undang-Uandang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
5. Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan.
7. Permenkes RI No.1796/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan.
8. Permenkes RI No.269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medik.
9. Permenkes RI No.290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran., merupakan pengganti Permenkes RI Nomor 585 Tahun 1989
tentang Persetujuan Tindakan Medik.
10. Kepmenkes RI Nomor 377/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi
Perekam Medis dan Informasi Kesehatan.
11. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : Per/
14 / M.Pan/3/2006 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 135/Kep/M.Pan/L2/2002 Tentang
Jabatan Fungsional Perekam Medis Dan Angka Kreditnya
12. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
135/Kep/M.Pan/L2/2002 Tentang Jabatan Fungsional Perekam Medis Dan
Angka Kreditnya.
Rekam medik yang lengkap dan cermat adalah syarat mutlak bagi bukti
dalam kasus kasus medikolegal. Selain itu, kegunaan rekam medik dapat
dilihat dari beberapa aspek antara lain:
1. Aspek administrasi: Rekam medik mempunyai arti administrasi karena
isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab
bagi tenaga kesehatan
2. Aspek hukum: Rekam medik mempunyai nilai hukum karena isinya
menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar
keadilan dalam usaha menegakkan hukum serta bukti untuk menegakkan

40
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

keadilan.
Di dalam sistem hukum Indonesia, dikenal istilah „kebendaan‟ yang
meliputi pengertian:
1. Barang (benda bertubuh, benda berwujud) yaitu benda visual, baik
bergerak maupun tidak bergerak seperti tanah gedung, hewan, mobil dll.
2. Hak (benda tak bertubuh, benda tak berwujud) yaitu benda non visual
seperti piutang, program komputer dll.
Rekam medik menurut terminologi hukum Indonesia bisa digolongkan
sebagai benda atau barang (benda berwujud). Berkas rekam medik adalah
milik sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isinya adalah milik pasien.
Suatu dalil yang umum dapat dikatakan setiap informasi di dalam rekam
medis dapat dipakai sebagai alat bukti, karena rekam medis adalah dokumen
resmi dalam kegiatan pelayanan di sarana kesehatan. Jika pengadilan dapat
memastikan bahwa rekam medis itu tidak dapat disangkal kebenarannya dan
dapat dipercayai, maka keseluruhan atau sebagian informasi dapat dijadikan
bukti yang memenuhi persyaratan. Apabila salah satu pihak bersengketa
dalam satu acara pengadilan menghendaki pengungkapan isi rekam medis di
dalam sidang, ia meminta perintah dari pengadilan kepada rumah sakit yang
menyimpan rekam medis tersebut. Rumah sakit yang menerima perintah
tersebut wajib mematuhi dan melaksanakannya. Apabila ada keragu-raguan
tentang isi perintah tersebut dapat diminta penjelasan dari pengadilan yang
bersangkutan. Dengan surat tersebut diminta seorang saksi untuk datang dan
membawa rekam medis yang dimintanya atau memberikan kesaksian di depan
sidang.

Kerahasiaan Rekam Medis


Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
wajib menyimpan kerahasiaan yang menyangkut riwayat penyakit pasien yang
tertuang dalam rekam medis. Rahasia kedokteran tersebut dapat dibuka hanya
untuk kepentingan pasien untuk memenuhi permintaan aparat penegak hukum

41
FKM-UNSRAT

(hakim majelis), permintaan pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan


perundangundangan yang berlaku.
Berdasarkan Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana, rahasia
kedokteran (isi rekam medis) baru dapat dibuka bila diminta oleh hakim
majelis di hadapan sidang majelis. Dokter dan dokter gigi bertanggung jawab
atas kerahasiaan rekam medis sedangkan kepala sarana pelayanan kesehatan
bertanggung jawab menyimpan rekam medis.
Berdasarkan Permenkes Nomor 269/MenKes/Per/III/2008, tentang
Rekam Medis, menyatakan bahwa informasi tentang identitas, diagnosis,
riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus
dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu,
petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Informasi
tersebut hanya dapat dibuka dalam hal:
a. Untuk kepentingan kesehatan pasien;
b. Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakkan
hukum atas perintah pengadilan;
c. Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
d. Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan;
dan
e. Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang
tidak menyebutkan identitas pasien.
Permintaan rekam medis untuk tujuan seperti disebutkan di atas harus
dilakukan secara tertulis kepada pimpinan saranan pelayanan kesehatan.
Penjelasan tentang isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat
menjelaskan isi rekam medis secara tertulis atau langsung kepada pemohon
tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan.

42
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

Sanksi Hukum
Dalam Pasal 79 UU Praktik Kedokteran secara tegas mengatur bahwa
setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam
medis dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp 50.000.000,(lima puluh juta rupiah).
Selain tanggung jawab pidana, dokter dan dokter gigi yang tidak
membuat rekam medis juga dapat dikenakan sanksi secara perdata, karena
dokter dan dokter gigi tidak melakukan yang seharusnya dilakukan (ingkar
janji/wanprestasi) dalam hubungan dokter dengan pasien.
Berdasarkan Permenkes Nomor 269/MenKes/Per/III/2008, tentang
Rekam Medis, menyatakan bahwa Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan
administratif sesuai dengan kewenangannya berupa teguran lisan, teguran
tertuis dan pencabutan izin sementara dalam rangka pembinaan dan
pengawasan penyelenggaraan rekam medis.

Sanksi Disipln dan Etik


Dalam Pasal 79 UU Praktik Kedokteran secara tegas mengatur bahwa
setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam
medis dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp 50.000.000,(lima puluh juta rupiah).
Dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis selain
mendapat sanksi hukum juga dapat dikenakan sanksi disiplin dan etik sesuai
dengan UU Praktik Kedokteran, Peraturan KKI, Kode Etik Kedokteran Indonesia
(KODEKI) dan Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia (KODEKGI).
Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor
16/KKI/PER/VIII/2006 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan
Pelanggaran Disiplin MKDKI dan MKDKIP, ada tiga alternatif sanksi disiplin
yaitu :

43
FKM-UNSRAT

1. Pemberian peringatan tertulis.


2. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.
Selain sanksi disiplin, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam
medis dapat dikenakan sanksi etik oleh organisasi profesi yaitu Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Gigi (MKEKG).

Persetujuan Tindakan Medis (Informed Concent)


Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004
Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008.
maka Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan
terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan
Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis
Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien /
keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi
adalah penting.
Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga
terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter
melakukan kelalaian. Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien
atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan
penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan
kedokteran dilaksanakan adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.

44
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan


kedokteran tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah
alternatif cara pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran :
1. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
2. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan
kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan
penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ).
Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan ( Ayat 2 ).
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum
dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:
1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera
bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi
situasi dirinya. Ini tercantum dalam PerMenKes no
290/Menkes/Per/III/2008.
Tujuan Informed Consent:
1. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang
sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar
pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
2. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan
dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko,
dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko ( Permenkes No.
290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )
Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan

45
FKM-UNSRAT

sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351


( trespass, battery, bodily assault ).
Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008,
persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh
yang memberi persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ).
Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis
oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ).

46
6
BAB
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

Rekam Medis Elektronik dan


Rekam Kesehatan Elektronik

S alah satu penggunaan teknologi informasi (IT) dalam dunia kesehatan


yang telah menjadi tren dalam dunia pelayanan kesehatan secara global
adalah rekam medik elektronik (EHR), yang sebenarnya sudah mulai banyak
digunakan di kalangan pelayanan kesehatan Indonesia, namun banyak tenaga
kesehatan dan pengelola sarana pelayanan kesehatan masih ragu untuk
menggunakannya karena belum ada peraturan perundangan yang secara
khusus mengatur penggunaannya.

Pengertian dan Fungsi Rekam Medis Elektronik


Seperti yang tertuang dalam permenkes 269 tahun 2008 pada pasal 2
yaitu:
1. Rekam medis harus dibuat secara lengkap tertulis dan jelas atau secar
elektronik
2. Penyelengaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi
elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan sendiri.
Dengan permenkes tersebut yang menyatakan bahwa rekam medis
dapat berupa rekam medis konvensonal maupun secara elektronik.
Dalam UU no 29 tentang Praktik Kedokteran tahun 2004 pada bagian
penjelasan pasal 46 ayat (1), yang dimaksud dengan rekam medis adalah
berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,

47
FKM-UNSRAT

pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan


kepada pasien. Pengertian yang sama juga digunakan pada Permenkes
269/2008 mengenai rekam medis.Di dalam produk hukum tersebut disebutkan
bahwa rekam medis juga dapat berbentuk elektronik. Akan tetapi pengertian
secara jelas mengenai rekam medis elektronik atau bahkan seperti
perkembangan saat ini menjadi rekam kesehatan elektronik tidak ditemukan.
Rujukan yang lengkap mengenai hal tersebut terdapat dalam berbagai
publikasi Institute of Medicine (IOM). Meskipun dari segi aplikasi, rekam pasien
berbasis komputer sudah diterapkan sejak sekitar 40 tahun yang lalu, namun
konsepnya pertama kali diungkap secara mendalam dalam salah satu publikasi
IOM pada tahun 1991. Laporan tersebut berjudul The Computer-Based Patient
Record: An Essential Technology for Health Care. Saat itu istilah yang
digunakan masih rekam medis/pasien berbasis komputer. Semenjak itu, seiring
dengan perkembangan teknologi serta penerapannya dalam pelayanan
kesehatan berbagai konsep bermunculan.Pada akhir 1990an istilah tersebut
berganti menjadi rekam medis elektronik dan rekam kesehatan elektronik.
Pada tahun 2008, National Alliance for Health Information Technology
mengusulkan definisi standar mengenai hal tersebut (tabel 1). Perkembangan
istilah tersebut menunjukkan bahwa RME/RKE tidak hanya sekedar
berubahnya kertas menjadi komputer.
Tabel 1. Pengertian dasar rekam medis elektronik, rekam kesehatan
elektronik dan rekam kesehatan personal

Rekam kesehatan
Rekam medis elektronik Rekam kesehatan elektronik
personal
Rekaman/catatan elektronik
Rekaman/catatan elektronik
informasi terkait kesehatan Rekaman/catatan elektronik
tentang informasi terkait
(health-related information) informasi terkait kesehatan
kesehatan (health-related
seseorang yang mengikuti (health-related information)
information) seseorang yang
standar interoperabilitas nasional yang mengikuti standar
yang dibuat, dikumpulkan,
dan dapat dibuat, dikumpulkan, interoperabilitas nasional
dikelola, digunakan dan
dikelola, digunakan dan dirujuk dan dapat ditarik dari
dirujuk oleh dokter atau
oleh dokter atau tenaga kesehatan berbagai sumber namun
tenaga kesehatan yang berhak
yang berhak (authorized) pada dikelola, dibagi serta
(authorized) di satu organisasi
lebih dari satu organisasi dikendalikan oleh individu.
pelayanan kesehatan
pelayanan kesehatan

48
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

Di negara kita, RKE mungkin dapat dicontohkan jika terdapat jaringan


antar puskesmas, atau bahkan dengan rumah sakit dalam satu lingkup sistem
informasi kesehatan kabupaten/kota. Demikian juga konsep RKE bisa berlaku
jika suatu jaringan (atau kelompok) pelayanan kesehatan memiliki sistem yang
sama untuk berbagi dan bertukar data rekam medis.
Jika melihat definisi tersebut, fasilitas kesehatan dapat disebut telah
melakukan penerapan RKE atau RME jika sistem tersebut telah
menghubungkan pelayanan pasien di unit utama (rawat jalan dan atau rawat
inap) dengan unit penunjang (farmasi, radiologi, laboratorium) dan dilengkapi
dengan berbagai fungsi elektronik untuk mendukung pelayanan.

Tabel 2. Fungsi RKE menurut Institute of Medicine (2003)

Fungsi utama Fungsi lainnya


Komunikasi dan konektivitas elektronik:
Data dan informasi kesehatan:
memungkinkan siapa saja yang terlibat dalam
diagnosis medik dan keperawatan,
perawatan pasien berkomunikasi satu sama lain
daftar pengobatan, alergi, demografi,
dan dengan pasien, teknologi untuk komunikasi
informasi klinis yang bersifat naratif,
serta konektivitas melalui email, Web,
hasil laboratorium
perpesanan dan telemedicine
Manajemen hasil (result
Pendukung pasien: meliputi materi pendidikan
management): mengelola seluruh
pasien sampai dengan pemantauan rumah atau
hasil (misal laboratorium dan
telehealth
radiologi) secara elektronik
Pemasukkan perintah (order entry):
penerapan pemasukan perintah oleh Administratif: memudahkan proses
petugas secara elektronik penjadwalan, otorisasi, verifikasi asuransi,
(computerized provider order entry) program manajemen penyakit kronik, sampai
khususnya dalam memasukkan dengan uji klinik
pengobatan
Pendukung keputusan (decision
support): fasilitas pendukung Pelaporan dan kesehatan masyarakat: mengikuti
keputusan berbasis komputer, standar terminologi dan format data untuk
misalnya pengingat, alert, maupun pelaporan
diagnosis berbantuan komputer
(dikutip dari Wager, KA, Lee FW, Glaser JP. Healthcare information systems: a
practical approach for health care management. John Wiley & Sons. San
Francisco 2009)

49
FKM-UNSRAT

Johan Harlan menyebutkan bahwa Rekam Kesehatan Elektronik adalah


rekam medis seumur hidup (tergantung penyedia layanannya) pasien dalam
format elektronik, dan bisa diakses dengan komputer dari suatu jaringan
dengan tujuan utama menyediakan atau meningkatkan perawatan serta
pelayanan kesehatan yang efisien dan terpadu. RKE menjadi kunci utama
strategi terpadu pelayanan kesehatan di berbagai rumah sakit.
Sedangkan menurut Shortliffe, 2001 Rekam medis elektronik (rekam
medis berbasis-komputer) adalah gudang penyimpanan informasi secara
elektronik mengenai status kesehatan dan layanan kesehatan yang diperoleh
pasien sepanjang hidupnya, tersimpan sedemikian hingga dapat melayani
berbagai pengguna rekam medis yang sah. Dalam rekam kesehatan elektronik
juga harus mencakup mengenai data personal, demografis, sosial, klinis dan
berbagai event klinis selama proses pelayanan dari berbagai sumber data (
multi media) dan memiliki fungsi secara aktif memberikan dukungan bagi
pengambilan keputusan medis.
Dengan menggunakan rekam kesehatan elektronik menghasilkan
system yang secara khusus memfasilitasi berbagai kemudahan bagi pengguna,
seperti proses kelengkapan data, pemberi tanda peringatan waspada,
pendukung system keputusan klinik dan penghubung data dengan
pengetahuan medis serta alat bantu lainnya.

Manfaat Rekam Medis Elektronik


Menurut Program Kreativitas Mahasiswa UI 2007 manfaat teknologi
informasi dalam rekam kesehatan elektronik yang paling tinggi adalah
mengurangi medical error dan meningkatkan keamanan pasien (patient
safety). Salah satu peranan kecil teknologi informasi dalam tindakan
pencegahan medical error, yakni dengan melakukan pengaturan rekam medis
pada suatu sistem aplikasi manajemen rekam medis. Dengan adanya sistem
aplikasi manajemen rekam medis, maka medical error dalam pengambilan
keputusan oleh tenaga kesehatan dapat dikurangi karena setiap pengambilan

50
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

keputusan akan berdasarkan rekam medis pasien yang telah ada.


Salah satu cara meningkatkan pelayanan kesehatan adalah dengan
menggunakan Teknologi Informasi untuk melakukan tindakan pencegahan
medical error melalui 3 mekanisme, yakni :
1. Pencegahan adverse event. Salah satu contoh pencegahan adverse event
adalah dengan penerapan system penunjang keputusan dimana dokter bisa
diberikan peringatan mengenai kemungkinan terjadinya hal-hal yang
membahayakan keselamatan pasien mulai dari kemungkinan alergi,
kontraindikasi pengobatan, maupun kegagalan prosedur tertentu.
2. Memberikan respon cepat setelah terjadinya adverse event. Dengan
adanya respon cepat untuk penanggulangan adverse event, maka hal-hal
yang tidak diinginkan akan cepat dihindari. Misalkan adanya penarikan obat
karena telah ditemukan adanya kontraindikasi yang tidak diharapkan.
Maka, sistem informasi yang telah dibangun, bisa saling berinteraksi untuk
mencegah pemakaian obat tersebut lebih lanjut.
3. Melacak dan menyediakan feedback secara cepat. Teknologi Informasi saat
ini memungkinkan komputer untuk melakukan pengolahan terhadap data
pasien dalam jumlah besar dan menghasilkan analisa secara lebih cepat
dan akurat. Dengan metode datamining maka komputer bias mendeteksi
pola-pola tertentu dan mencurigakan dari data klinis pasien. Teknik analisa
ini relatif tidak memerlukan para tenaga kesehatan untuk melakukan
analisa, melainkan komputer sendiri yang melakukan analisa dan
memberikan hasil interpretasinya.

Kekuatan dan Kelemahan Rekam Medis Elektronik


Kekuatan RME adalah:
1. Memungkinkan akses informasi secara cepat dan mudah
2. Memungkinkan adanya copy cadangan(duplikat) informasi yang dapat
diambil bila yang asli hilang atau rusak
3. Memproses transaksi dalam jumlah besar dan sulit secara cepat

51
FKM-UNSRAT

4. Memungkinkan siap mengakses seara cepet untuk beragam sumber


professional
5. Memungkinkan mengakses secara lebih canggih dan dapat melihat rancang
yang sesuai dengan kehendak(customization).
Kelemahan RME adalah:
1. Kurang definisi yang jelas
2. Sulit memenuhi kebutuhan pengguna yang beragam
3. Kurangnya standarisasi
4. Adanya potensi ancaman terhadap provasi dan sekuritas
5. Biaya (Hatta, 2008)
Menurut Johan Harlan, Kelemahan RKE adalah:
1. Membutuhkan investasi awal yang lebih besar daripada Rekam Medis
kertas untuk: Perangkat keras, Perangkat lunak, dan biaya penunjang;
2. Waktu yang harus disediakan oleh key persons dan dokter untuk
mempelajari sistem dan merancang ulang alur-kerja;
3. Konversi Rekam Medis kertas ke Rekam Medis elektronik membutuhkan
waktu, sumber daya, tekad, dan kepemimpinan;
4. Resiko kegagalan sistem komputer; dan
5. Masalah pemasukan (entry) data oleh dokter.

Aspek Hukum Rekam Medis Elektronik


Rekam medis merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam
penyelenggaraaan pelayanan kesehatan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan kegiatan rekam
medis. Dasar hukum pelaksanaan rekam medis elektronik disamping peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai rekam medis, lebih khusus
lagi diatur dalam Permenkes No 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis pasal
2 : (1) Rekam medis harus dibuat secara tertulis lengkap, dan jelas atau
secara elektronik, (2) Penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan
teknologi informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.

52
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

Dalam pasal 13 ayat (1) huruf b permenkes 269 tahun 2008 tentang
pemanfaatan rekam medis “sebagai alat bukti hukum dalam proses
penegakkan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakkan
etika kedokteran dan etika kedokteran gigi”. Karena rekam medis merupakan
dokumen hukum.maka keaman berkas sangatlah penting untuk menjaga
keotentikan data baik Rekam Kesehatan kertas maupun Rekam Kesehatan
Elektronik (RKE).
RKE juga merupakan alat bukti hukum yang sah. Hal tersebut juga
ditunjang dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
pada pasal 5 dan 6 yaitu:
Pasal 5
1. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah.
2. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti
yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
3. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila
menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalan Undang-Undang ini
Pasal 6
4. Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam pasal 5 ayat (4)
yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau
asli, Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dianggap sah
sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses,
ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan
sehingga menerangkan suatu keadaan.
Dalam Sabarguna 2008 menyebutkan bahwasanya keamanan komputer
mencakup empat aspek yaitu privacy, integrity, authentication, availability,
sedangkan untuk dunia kedokteran maka terdapat aspek lain yang harus juga
diperhatikan yaitu access control dan non-repudiation.

53
FKM-UNSRAT

1. Privacy atau confidentiality. Hal utama dari aspek Privacy atau


confidentiality adalah bagaimana untuk menjaga informasi dari pihak-pihak
yang tidak memiliki hak untuk mengakses informasi tersebut. Data rekam
medis yang berisi riwayat kesehatan pasien yang bersifat rahasia harus
dapat dijaga kerahasiaanya, karena infomasi tersebut merupakan milik
pasien. Sedangkan dokumennya merupakan milik dokter,dokter gigi, atau
sarana pelayanan kesehatan . seperti yang tertuang pasa pasal 47 UU
praktik kedokteran no 29 tahun 2004.
2. Integrity. Integrity berkaitan mengenai perubahan informasi. Seperti yang
tertuang dalan permenkes 269 tahun 2009, pasal 5 ayat 6 “Pembetulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan dengan cara
pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi
paraf dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
bersangkutan.”
Pencoretan tentu saja tidak bias dilakukan dalam rekam kesehatan
elektronik. Oleh karena itu diperlukan pengamanan atau proteksi yang
lebih yaitu tidak begitu saja menghapus data yang tersimpan dalam rekam
kesehatan elektronik tersebut dan segala perubahanya dapat diketahui.
3. Authentication. Authentication berhubungan dengan akses terhadap
informasi. Dalam rekam medis tidak semua tenaga kesehatan dapat
memasukkan data atau melakukan perubahan data. Setiap tenaga
kesehatan mempunyai kapasitanya masing-masing. Oleh karena itu perlu
adanya pembatasan akses. Setiap perubahan harus ada
pertanggungjawaban. Pada pasal 46 UU praktik kedokteran no 29 tahun
2004 menyebutkan bahwa “ setiap catatan rekam medis harus dibubuhi
nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau
tindakan”. Dan pada pasal yang sama ayat (3) menyebutkan “apabila
dalam pencatatc rekam medic menggunakan teknologi informasi elektronik,
kewajiban membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan menggunakan
nomor identitas pribadi(PIN)” Pada Rekam Kesehatan Elektronik juga wajib

54
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

diberi tanda tangan untuk pertanggungjawaban. Hal tersebut diatur dalam


pasal 11 UU ITE yaitu : (1) Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan
hokum akibat hokum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penanda
tangan;
b. Data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses
penandatanganan elektronik hanya berada dalam kausa penanda
tangan;
c. Segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah
waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait tanda
tangan elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat
diketahui;
e. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
penandatanganannya: dan
f. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penanda tangan
telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik terkait;
4. Availability. Availability atau ketersediaan adalah aspek yang menekan
pasa tersediaan informasi ketika dihubungkan oleh pihak-pihak yang
terkait.
Sebagai alat kominikasi rekam medis harus selalu terseedia secara capet
dan dapat mempilkan kembali data yang telah tersimpan sebelumnya.
Untuk rekam kesehatan ekektronik juga harus mempunyai sifat
ketersediaan. Hal tersebut diatur dalam UU ITE pasal 16 yaitu : (1)
Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang undang tersendiri, setiap
Penyelengaraan Sistem Elektronik wajib mengoperasikan sisten elektronik
yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut;
a. Dapat menampilkan kembali Informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang diterapkan

55
FKM-UNSRAT

dalam peraturan perundang-undangan;


b. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan. Keoutentikan, kerahasiaan.
Dan keteraksesan informasi elektronk dalam Penyelengaraan Sistem
Elektronik tersebut;
c. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam
Penyelengaraan Sistem Elektronik tersebut;
d. Dilengkapi dangan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan
bahasa, informasi, atau symbol yang dapat dipahami oleh pihak yang
bersangkutan dengan Penyelengaraan Sistem Elektronik tersebut;
e. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan,
kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
5. Access control. Access control adalah aspek yang menekankan pada cara
pengaturan akses terhadap informasi. access control dapat mengatur
siapa-siapa saja yang berhak untuk mengakses infomasi atau siapa-siapa
saja yang tidaak berhak mengakses informasi.
6. Non-repudiation. Aspek ini erat kaitannya dengan suatu transaksi atau
perubahan informasi. Aspek ini mencegah agar seseorang tidak dapat
menyangkal telah melakukan transaksi atau perubahan terhadap suatu
informasi.

Perkembangan Rekam Kesehatan Elektronik di


Indonesia
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah berkembang begitu
pesat di berbagai sektor, termasuk di sektor kesehatan. Salah satu
pengaplikasiannya adalah rekam medis terkomputerisasi atau rekam
kesehatan elektronik. Kegiatannya mencakup komputerisasi isi rekam
kesehatan dan proses yang berhubungan dengannya.
Rekam Kesehatan Elektronik (RKE) mempunyai banyak manfaat, di
antaranya memudahkan penelusuran dan pengiriman informasi dan membuat
penyimpanan lebih ringkas. Dengan demikian, data dapat ditampilkan dengan

56
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

cepat sesuai kebutuhan. Pencatatan rekaman medis secara digital harus


diketahui cara sistem pencatatnnya dan perlu dikembangkan demi memajukan
pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan efisien sehingga dapat
menurunkan angka kesalahan kerja medis. Peningkatan keselamatan pasien
(patient safety) adalah manfaat utama yang hendak dicapai rumah sakit bila
mereka mengadopsi RKE. Hampir semua responden menganggap peningkatan
keselamatan pasien bisa direalisasikan.
RKE dapat menyimpan data dengan kapasitas yang besar, sehingga
dokter dan staf medis mengetahui rekam jejak dari kondisi pasien berupa
riwayat kesehatan sebelumnya, tekanan darah, obat yang telah diminum dan
tindakan sebelumnya sehingga tindakan lanjutan dapat dilakukan dengan
tepat dan berpotensi menghindari medical error.
Namun, yang menjadi masalah, mengapa proses adopsi inovasi RKE di
Indonesia berjalan lambat? Selain itu, bagaimana mempercepatnya?
Beberapa rumah sakit di dunia telah berhasil mengimplementasikan RKE
pada area penelusuran pasien, staf medis, peralatan medis dan area aplikasi
lainnya. Di Amerika Serikat dan Eropa, alasan utama dari pengadopsian
teknologi RKE adalah untuk meningkatkan daya saing bisnis dengan
melakukan peningkatan keselamatan pasien dan menurunkan medical error.
Dua rumah sakit di Singapura dan diikuti oleh lima buah rumah sakit di Taiwan
juga telah mengimplementasikan RKE.
Akan tetapi, pemicu dari penerapan RKE di negara tersebut adalah
untuk mereduksi gejolak sosial di masyarakat akibat pandemi SARS pada
tahun 2003. Setelah pandemi SARS dapat dieliminasi, dalam
perkembangannya, ternyata sebagian rumah sakit tersebut mengembangkan
RKE untuk mendapatkan manfaat yang bersifat tangible. Contohnya, untuk
mereduksi biaya dan waktu operasi maupun yang bersifat intangible seperti
meningkatkan kualitas pelayanan medis dengan tingkat keberhasilan yang
bervariasi (mulai dari penuh sampai parsial) (Wang et al., 2005 dan Tzeng et
al., 2008).

57
FKM-UNSRAT

Kontras dengan kondisi di Indonesia, penggunaan RKE belum diadopsi


untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan. Padahal penyebaran yang cepat
dan dramatis dari penyakit telah meningkat beberapa tahun terakhir ini.
AIDS/HIV, demam berdarah, flu burung (SARS) dan pandemi lainnya telah
mempengaruhi Indonesia diikuti dengan banyaknya penderita yang meninggal.
Joseph Domenech (2008) dari FAO chief veterinary officer menyatakan
bahwa “rata-rata tingkat kematian dari flu burung di Indonesia adalah yang
tertinggi di dunia dan akan lebih menyebar lagi pada manusia jika mereka
tidak berfokus pada kandungan penyakit dari sumber hewan dan
pencegahannya” (FAOnewsroom, 2008). Beberapa rumah sakit di Indonesia
telah berusaha mencegah kemungkinan penyebaran tanpa bantuan teknologi
seperti RKE. Ini menunjukkan bahwa terjadi hambatan dalam pengadopsian
RKE di rumah sakit Indonesia.
Alasan mengapa RKE tidak berkembang cepat adalah tidak adanya
hukum yang jelas. Sehingga muncul pertanyaan, bagaimana perlindungan
rumah sakit jika terjadi tuntutan dari pasien. Bagaimana keabsahan dokumen
elektronik? Jika terjadi kesalahan dalam penulisan data medis pasien, apakah
perangkat elektronik memiliki fasilitas log untuk tetap dapat mencatat data
yang telah dimasukkan sebelumnya sehingga tetap bisa dikenali siapa yang
memasukkan data tersebut serta jenis data yang akan diganti?
Aspek regulasi dan legal memang tidak dapat menandingi kecepatan
kemajuan teknologi informasi. Depkes memublikasikan Permenkes no
269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis sebagai pengganti
Permenkes 749a/Menkes/Per/XII/1989. Namun, peraturan ini tidak
memberikan penjabaran secara rinci tentang rekam medis elektronik. Hanya
disebutkan bahwa penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan
teknologi informasi diatur lebih lanjut dalam peraturan tersendiri (Pasal 2 ayat
2). Di sisi lain, masyarakat banyak berharap dengan UU ITE yang baru saja
disahkan oleh DPR. UU tersebut diharapkan dapat memberikan jaminan
hukum terhadap transaksi elektronik. Namun, tentulah, mengharapkan UU ITE

58
MODUL DIKLAT SIK – REKAM MEDIS

sebagai dasar pelaksanaan rekam medis elektronik saja tidak mencukupi.


Untuk mendorong minat dan adopsi RKE, manfaat dan potensinya harus
terus menerus disosialisasikan. Sebagai contoh, dengan jalan menunjukkan
kelebihan RKE dalam menyimpan data medis multimedia yang dapat diakses
kapan saja dan di mana saja, kendati pun belum ada RKE yang benar-benar
sempurna. Sosialisasi RKE harus dilakukan secara terus menerus dan
memerlukan inisiatif tingkat nasional. Jika pemerintah serius menjadikan RKE
sebagai kunci untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

59
FKM-UNSRAT

Kepustakaan

1. Depkes RI. Sistem Kesehatan Nasional 2004. Jakarta: Depkes RI, 2004.

2. Depkes RI. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit
di Indonesia: Revisi II. Jakarta: Depkes RI, 2006.

3. Depkes RI. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat
Yanmedik Depkes RI, 2002.

4. Gondodiputro Sharon,dr.,MARS. Rekam Medis dan Sistem Infromasi Kesehatan


di Pelayanan Kesehatan Primer (Puskesmas). Bandung: Bagian IKM FK-
UNPAD, 2007.

5. Depkes RI. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS), Buku 1: Konsep


Dasar SIMPUS. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1997.

6. Depkes RI. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS), Buku 3:


Pengolahan dan Pemanfaatan Data SP2TP. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI, 1997.

7. KKI. Manual Rekam Medis. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia, 2006.

8. KKI. Manual Persetujuan Tindakan Medis. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia,


2006.

9. N, Billy. Rekam Medik Elektronik di Indonesia Pasca Pengesahan UU ITE.


Jakarta: billy@informatika-kesehatan.web.id, 2008.

10. Risti Wijayanti. Rekam Kesehatan Elektronik. Jakarta: 2010.

11. .............. Rekam kesehatan elektronik: konsep, penerapan dan regulasi.


Jakarta: 2010.

60

Anda mungkin juga menyukai