Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Manajemen Informasi Kesehatan adalah upaya pemeliharaan dan
perawatan data rekam Kesehatan, baik dengan cara konversional (paper-
based), maupun dengan berbasis elektronik di setiap fasilitas pelayanan
Kesehatan
Manajemen informasi Kesehatan juga merupakan studi tentang prinsip dan
praktek yang melibatkan pengorganisasian dan pemeliharaan inforamasi medis
secara tradisional maupun digital, untuk menjamin pemberian pelayanan yang
berkualitas kepada pasien. Pada implementasinyabidang ini memberikan
kontribusi yang besar terhadap system pelayanan Kesehatan dan kepada pasien
Healt Information Management (HIM) atau Manajemen Informasi
Kesehatan (MIK) adalah salah satu disiplin ilmu yang menggabungkan antara
paradigma Kesehatan, informasi (teknologi informasi) dan manajemen.
Beberapa ahli juga berpendapat bahwa MIK dan informatika Kesehatan
meiliki beberapa kesamaan terutama pada dalam pemanfaatan teknologi
informasi dibidang kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa penjelasan tentang sejarah Manajemen Informasi Kesehatan?
2. Apa yang dimaksud dengan paradigma baru Manajemen Informasi
Kesehatan?
3. Bagaimana kaitannya rekam medis dengan dengan Manajemen Informasi
Kesehatan?
4. Apa saja dasar hukum penyelenggara rekam medis di Indonesia ?
5. Apa saja tujuan rekam medis?
6. Apa saja manfaat rekam medis ?
7. Apa saja isi rekam medis ?
8. Bagaimana Pembangunan system informasi di layanan Kesehatan?
1.3 Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui mengenai sejarah Manajemen Informasi Kesehatan
2. Untuk mengetahui paradigma baru Manajemen Informasi Kesehatan
3. Untuk memahami kaitannya rekam medis dengan dengan Manajemen
Informasi Kesehatan
4. Untuk mengetahui dasar hukum penyelenggara rekam medis di Indonesia
5. Memahami tujuan rekam medis
6. Mengetahui manfaat rekam medis
7. Mengetahui isi rekam medis
BAB II
PEBAHASAN

2.1 Sejarah Manajemen Informasi Kesehatan


Pencatatan, perekaman, atau pendokumentasian pemberian layanan
kesehatan beserta hasil-hasilnya telah dilakukan sejak sekitar 25.000 SM.
Hal ini tampak dari berbagai bentuk "catatan" yang dibuat oleh berbagai
peradaban di berbagai negara dalam berbagai media sesuai dengan
perkembangan zaman peradaban terkait. berbagai bentuk praktik
pendokumentasian layanan kesehatan ini menunjukkan bahwa
perkembangan praktik rekam medis berjalan seiring dengan perkembangan
praktik kedokteran.
Temuan bentuk-bentuk dokumentasi tersebut menggambarkan
adanya kesamaan atau kemiripan praktik kedokteran pada masa tersebut di
berbagai belahan benua, meskipun masing-masing tempat tersebut terpisah
oleh rentang waktu, jarak yang jauh, serta geografis samudra. Misalnya,
banyak suku kuno di masa lampau yang melakukan
praktik trephinasi (brain surgery).
Praktik kedokteran primitif ini dilakukan dengan melubangi kening
pasien sakit jiwa dengan peralatan „bedah‟ sehingga roh jahat bisa keluar
dari badan yang sakit. Tidak diketahui berapa jumlah kesembuhan pasien
dengan cara demikian. Namun garis sayatan pada tengkorak yang diteliti
menunjukkan adanya tanda penyembuhan. Berarti, setelah dilakukan
tindakan itu pasien masih mampu bertahan hidup antara mingguan hingga
bulanan. Apapun maksudnya, namun praktik trephinasi ini amat menarik
karena meskipun di masa itu suku-suku belum saling berkomunikasi namun
terdapat kesamaan berpikir dan bertindak berdasarkan kendali
naluri (instinct). Hal ini terungkap dari bentuk dokumentasi mereka
terhadap praktik "kedokteran" yang mereka lakukan terhadap pasien
mereka.
Temuan dokumentasi tersebut juga menceritakan riwayat
tabib/pendeta Spanyol kuno yang mampu melakukan amputasi beberapa jari
tangan. Hal ini terlukis dalam dinding gua batu yang diduga terjadi pada
7.000 SM (jaman batu tua sekitar 25.000 SM). Adanya bukti dokumentasi
yang bernilai sejarah tinggi tentang praktik kedokteran kuno itu telah
menguak tabir budaya dan keunikan praktik kedokteran di masa silam yang
amat bermanfaat bagi referensi kedokteran modern.
Para tabib Mesir kuno juga melakukan pendokumentasian praktik
kesehatannya bersamaan dengan lahir dan majunya ilmu kedokteran. Salah
satu tabib Mesir kuno yang amat tersohor bernama Thoth dan diagungkan
sebagai dewa, serta Imhotep (3.000-2.500 SM) yang dikenal sebagai Bapak
Pengobatan (patron of medicine). Kedua tabib Mesir Kuno itu banyak
menulis buku tentang kesehatan dalam bentuk gulungan papyrus, semacam
kertas berserat yang berasal dari tumbuhan di tepi sungai Nil, dengan tulisan
berbentuk simbol gambar yang dinamakan hieroglyph.
Kumpulan papyrus medis yang diketemukan umumnya tanpa
diketahui nama penulisnya (anonim). Papyrus berfungsi sebagai sarana
komunikasi dan sumber edukasi kedokteran/kesehatan yang amat berharga.
Selain itu terdapat papyrus Kahun yang isinya mengenai kebidanan (1835
SM) yang ditemukan Flinders Petris tahun 1889 Maseshi di Fayum, Lahun
(Mesir).
Hippocrates (460SM) seperti tampak di bawah ini, adalah seorang
tabib tersohor dari Yunina dan dikenal sebagai Bapak Kedokteran, telah
mendokumentasikan praktik kedokterannya dengan mencatat secara teliti
hasil pengamatannya terhadap kondisi pasien. Hippocrates secara sistematis
telah mencatat tahapan riwayat sakit para pasiennya. Dia juga menata,
mengumpulkan dengan rapi, mengelompokkan jenis penyakit dengan
sederhana serta menganalisis kondisi pasien dengan kecermatan yang
tinggi. Semua hal ini merupakan tahapan teknologi dasar dari praktik
pendokumentasian dalam rekam medis dan manajemen informasi kesehatan
masa kini.
Bangsa Cina telah mendokumentasikan praktik pengobatan
tradisional dari para tabibnya (sinshe) pada gulungan kertas, kayu, dan
bambu. Catatan ini bersisi praktik tradisional akupunktur dan ramuan
tumbuhan atau binatang. Para sinshe ini juga mendokumentasikan „tanda
sakit‟ pasien pada model tubuh manusia (dummy) yang terbuat dari
tembaga atau gading. Praktik pendokumentasian melalui dummy juga
dilakukan oleh bangsa Babylonia.
Ibnu Sina, tabib modern Asia Timur pada masa kejayaan Islam,
menulis banyak buku tentang ilmu kesehatan dari hasil pendokumentasian
layanan terhadap pasien-pasiennya. Pada era keemasan Islam, ibu kota
pemerintahan selalu berubah dari dinasti ke dinasti. Di setiap ibu kota
pemerintahan, pastilah berdiri rumah sakit besar. Selain berfungsi sebagai
tempat merawat orang-orang yang sakit (RS), rumah sakit juga menjadi
tempat bagi para dokter Muslim mengembangkan ilmu medisnya. Konsep
yang dikembangkan umat Islam pada era keemasan itu hingga kini juga
masih banyak memberikan pengaruh.
RS terkemuka pertama yang dibangun umat Islam berada di
Damaskus pada masa pemerintahan Khalifah Al-Walid dari Dinasti
Umayyah pada 706 M. Namun, rumah sakit terpenting yang berada di pusat
kekuasaan Dinasti Umayyah itu bernama Al-Nuri. Rumah sakit itu berdiri
pada 1156 M, setelah era kepemimpinan Khalifah Nur Al-Din Zinki pada
1156 M. Pada masa itu, RS Al-Nuri sudah menerapkan rekam medis
(medical record). Inilah RS pertama dalam sejarah yang menggunakan
rekam medis. Sekolah kedokteran Al-Nuri juga telah meluluskan sederet
dokter terkemuka, salah satunya adalah Ibn Al-Nafis - ilmuwan yang
menemukan sirkulasi paru-paru. RS ini melayani masyarakat selama tujuh
abad, dan bagiannya hingga kini masih ada.
Di Indonesia terdapat sekitar 250 manuskrip (naskah) yang
kebanyakan berasal dari Bali, di antaranya berisi tentang ramuan
pengobatan. Manuskrip ini dicatat dalam daun lontar yang berukuran 3,5
hingga 4,5 cm sepanjang 35 – 50 cm (lihat gambar di bawah ini). Biasanya
hasil karya itu menggunakan bahasa Jawa Kuno (Kawi), bahasa Bali
termasuk Sansekerta, dan lazimnya naskah tanpa mencantumkan nama
penulis (anonim). Selain daun lontar, ada beberapa sarana perekam lainnya
yang digunakan dalam tulis menulis, seperti kayu, kulit kayu, kulit binatang,
dan bambu.
Manuskrip yang ada kebanyakan tidak membahas tentang kesehatan
perseorangan pasien tetapi cenderung tentang khasiat jejamuan bagi
kesehatan yang bersifat umum. Misalnya, tentang resep kecantikan, racikan
untuk mencegah atau mengobati penyakit yang berkaitan dengan kesehatan
yang banyak disimpan, diwariskan dan dirahasiakan secara turun-temurun
oleh pengraciknya yang terkadang merupakan keluarga bangsawan atau
kerabat keraton (Jawa).
Pada pahatan relief candi Borobudur (peninggalan dinasti
Syailendra abad ke-8) terdapat pula cerita "riwayat medis" yang
menceritakan tentang Sang Budha yang sedang sakit dan diobati dengan
tumbuhan mujarab tertentu.Dari relief itu dapat diasumsikan bahwa praktik
pendokumentasian layanan kesehatan sudah terjadi sejak masa silam meski
dalam bentuk cerita (mitos) sekalipun.
Memasuki abad ke-20 di era menjelang kemerdekaan, tenaga
kesehatan Belanda dan dokter Indonesia pribumi masa itu (lulusan sekolah
kedokteran Stovia dari Batavia) dan staf kesehatannya telah melakukan
praktik pendokumentasian layanan kesehatan secara sederhana. Umumnya,
rekaman kesehatan ditulis ke dalam buku register. Rekaman kesehatan
rumah sakit tersebut dibuat terutama bila yang dirawat adalah pejabat
kolonial, tentara dan warga Belanda lainnya atau penduduk kelas tertentu
(priyai, kaum terpelajar, terpandang, dan pedagang).
2.2 Paradigma Baru Manajemen Informasi Kesehatan
Sesuai dengan perkembangan berbagai aspek dalam praktik profesi
pengelolaan rekam medis dan manajemen informasi kesehatan, penyebutan
nama profesi ini juga telah mengalami beberapa kali penyesuaian.
Perhatikan kronologis penyesuaian nama profesi pengelolaan rekam medis
dan manajemen informasi kesehatan, sebagai berikut ini :
Pada tahun 1970-an profesi "medical record librarianship" berubah
dari sebutan seorang profesional "pustakawan" menjadi "administrator".
Penyebutan profesi ini di Australia diubah menjadi "medical record
administration" pada tahun 1976. Kemudian, pada tahun 1991 disesuaikan
lagi menjadi manajemen informasi kesehatan. Penyesuaian ini berkaitan
dengan berkembangnya lingkup tugas utama profesi ini yaitu melakukan
pengelolaan (manajemen) informasi kesehatan yang berasal dari berbagai
sumber informasi aktivitas pelayanan kesehatan, bukan sekedar mengurus
DOKUMEN rekam medis.
Organisasi profesi ini di Amerika berganti namanya dari American
Medical Record Association (AMRA) menjadi American Health
Information Management Association (AHIMA) pada tahun 1994. Jadi,
yang semula menggunakan kata "Medical Records (MR)" menjadi "Health
Information Management (HIM)".
Memasuki tahun 2000, secara internasional terbentuk kesepakatan
untuk mengubah penggunaan sebutan gelar profesi :
1. Dari Registered Record Technician (RRT) menjadi Registered Health
Information Technician (RHIT).
2. Dari Registered Record Administrator (RRA) menjadi Registered
Health Information Administrator (RHIA)
Dalam hal ini kita melihat lagi bahwa ada pengembangan lingkup
aktivitas profesi dari “Record” menjadi “Health Information”. Pada awal
tahun 2011, federasi organisasi profesi ini di tingkat internasional,
yaitu International Federation of Health Record Organization (IFHRO)
akhirnya juga mengubah dan menyesuaikan namanya menjadi International
Federation of Health Information Management Association (IFHIMA).
Jadi, di tingkat global internasional telah terjadi pergeseran paradigma
yang memperluas dan menegaskan bahwa lingkup profesi ini bukan sekedar
mengelola berkas rekam medis melainkan mengelola informasi kesehatan
dari berbagai sumber dalam berbagai bentuk dan media untuk berbagai
kebutuhan dalam pelayanan kesehatan.
Di Indonesia, kita telah lama mengenal berbagai istilah yang merupakan
penyebutan dari "benda" berkas rekam medis (medical record). Ada yang
menyebutnya sebagai "lis" (dari bahasa Belanda "lijst" = daftar), "status",
atau "catatan medis/CM". Penyebutan ini kemudian berubah menjadi
"rekam medis/ RM" pada sekitar tahun 1989 sesuai masukan dari Prof. Dr.
Anton Mulyono yang saat itu menjabat sebagai Kepala Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
RI (sekarang Kementerian Pendidikan Nasional).
Sejak PORMIKI (Perhimpunan Profesional Perekam Medis dan
Informasi Kesehatan Indonesia) didirikan tahun 1989, organisasi ini telah
menggunakan kata “informasi” sesudah kata “perekam medis”. Pemilihan
nama organisasi ini telah sesuai dengan perkembangan lingkup profesinya
hingga saat ini.
Dalam perkembangannya, praktik pendokumentasian layanan kesehatan
dan pengelolaan informasi yang dihasilkannya sangat dipengaruhi oleh 4
hal utama, yaitu perkembangan kedokteran (medis), manajemen pelayanan
kesehatan, hukum kesehatan (peraturan perundangan yang terkait rekam
medis), dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Perkembangan dan
perubahan dari salah satu atau bersama-sama lingkup tersebut ternyata akan
mengubah perilaku profesi ini dalam mengelola informasi kesehatan.
Dalam dunia kedokteran, perkembangan tentang pemahaman timbulnya
penyakit, berkembangnya teknologi diagnosis dan tindakan kedokteran,
serta berkembangnya teknologi farmasi telah mengubah pula cara
pendokumentasian, pengklasifikasian, pengkodean, dan pengolahan
statistik kesehatan.
Perubahan pola manajemen dalam pelayanan kesehatan, baik dalam hal
perubahan bentuk organisasi sarana pelayanan kesehatan (saryankes);
manajemen pembiayaan kesehatan; pola ketenagaan; kerja sama antar
sarana pelayanan kesehatan; hingga globalisasi pelayanan kesehatan juga
sangat berpengaruh pada cara pengelolaan manajemen informasi kesehatan
mulai dari cara pencatatannya, penyimpanan, pengolahan hingga
penggunaannya.
Dalam bidang hukum kesehatan, sepanjang tahun 1960-an hingga 2010
telah banyak disusun dan diterbitkan berbagai peraturan perundangan
terkait pelayanan kesehatan, baik secara langsung mengatur rekam medis
maupun secara tidak langsung berdampak pada pengelolaan rekam medis
dan informasi kesehatan.
Masuknya teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pelayanan
kesehatan telah banyak mengubah pola layanan kesehatan. Sejak dari
pendaftaran pasien, pendokumentasian, pengolahan, penyimpanan,
pemusnahan, hingga penggunaan teknologi untuk membantu menegakkan
diagnosis dan melakukan tindakan, juga merupakan faktor besar yang
sangat berpengaruh terhadap perkembangan bentuk dan pola pelayanan
informasi kesehatan saat ini.
Meskipun para praktisi kesehatan di dunia telah semenjak masa pra
sejarah menjalankan praktik MIK sesuai dengan tingkat peradabannya
masing-masing, namun baru di awal abad ke-20 praktik MIK mulai
berkembang maju. Dan, menjadi sangat berubah di akhir abad ke-20 seiring
dengan munculnya revolusi dunia teknologi informasi dan komunikasi
(TIK).
Pesatnya perkembangan bidang kedokteran, manajemen pelayanan
kesehatan, hukum kesehatan, dan teknologi informasi dan komunikasi
mendorong pergeseran paradigma dalam profesi Manajemen Informasi
Kesehatan (MIK). Pada saat ini bisa kita temui ada 2(dua) model praktik
MIK yaitu “tradisional” dan “modern”. Praktik MIK tradisional berbasis
pada pengelolaan kertas sebagai dokumen rekam medis sedangkan praktik
MIK modern berbasis pada pengelolaan informasi dalam rekam medis dari
berbagai sumber dalam berbagai bentuk (teks, gambar, grafik, suara, video,
dan kombinasinya) dan berbagai media (manual maupun elektronik). Di
antara kedua bentuk tersebut (tradisional dan modern) kita bisa
mendapatkan bentuk peralihan dari tradisional ke modern yang dikenal
sebagai bentuk “hibrid”.
Perubahan paradigma dalam profesi MIK ini telah merumuskan 7 peran
professional MIK seperti tampak dalam skema di bawah ini.

Dari skema di atas, tampak jelas bahwa seorang perekam medis sudah
bukan hanya sebagai pengelola berkas rekam medis saja, namun ada 7 (tujuh)
peran penting yang menjadi dasar strategi profesional MIK dalam berkarier dan
mengembangkan diri, yaitu:

1. Manajer Informasi Kesehatan (health information manager) : dalam peran


ini ia bertanggung jawab untuk memberikan arahan tentang fungsi MIK
bagi seluruh cakupan di organisasinya. Ia dapat menduduki posisi lini
ataupun staf serta bekerja sama dengan pimpinan informasi puncak maupun
dengan para pengguna sistem informasi. Kesemuanya adalah demi
kemajuan sistem, metode, penunjang aplikasi, perbaikan kualitas data,
kelancaran akses data, kerahasiaan, sekuritas dan penggunaan data.
2. Spesialis data klinis (clinical data specialist) : dalam peran ini ia
bertanggung jawab terhadap fungsi manajemen data dalam berbagai
aplikasi, termasuk kode klinis, keluaran manajemen, penanganan registrasi
khusus dan data base untuk keperluan riset.
3. Koordinator informasi pasien (patient information coordinator) : dalam
peran ini ia bertugas membantu konsumen menangani informasi kesehatan
pribadinya, termasuk penelusuran riwayat kesehatan pribadi hingga tentang
pelepasan informasi kesehatannya. Ia juga membantu konsumen dalam
memahami berbagai pelayanan yang ada di instansi pelayanan kesehatannya
dan menjelaskan cara mendapatkan akses ke sumber informasi kesehatan.
4. Manajer kualitas data (data quality manager) : dalam peran ini ia
bertanggung jawab untuk melaksanakan fungsi manajemen data serta
aktivitas perbaikan mutu secara berkesinambungan demi keutuhan
integritas data organisasi; termasuk membuat kamus data; mengembangkan
kebijakan, juga memonitor kualitas data dan audit.
5. Manajer keamanan informasi (security manager) : dalam peran ini ia
bertanggung jawab dalam mengatur keamanan informasi secara
elektronis, termasuk pelaksanaan audit kinerja.
6. Administrator sumber data (data resource administrator) : dalam peran
ini ia bertugas menangani sumber data organisasi termasuk bertanggung
jawab atas tempat penyimpanan data. Ia juga melakukan manajemen data
dan menangani pelayanan informasi secara lintas kontinum, melengkapi
akses atas informasi yang dibutuhkan serta menjamin integritas data
jangka panjang.
7. Analis riset (research analyst) : dalam peran ini ia bertugas membantu
pimpinan memperoleh informasi dalam mengambil keputusan dan
pengembangan strategi dengan menggunakan berbagai perangkat
analisis data dan basis data (database).
2.3 REKAM MEDIS KAITANNYA DENGAN MANAJEMEN INFORMASI
KESEHATAN (MIK)
Rekam medis merupakan salah satu bukti tertulis tentang
proses pelayanan yang diberikan oleh dokter. Di dalam rekam medis
berisi data klinis pasien selama proses diagnosis dan pengobatan
(treatment).Oleh karena itu setiap kegiatan pelayanan medis harus
mempunyai rekam medis yang lengkap dan akurat untuk setiap pasienSetiap
dokter dan dokter gigi wajib mengisi rekam medis dengan benar, lengkap
dan tepat waktu. Dengan berkembangnya evidence based medicine dimana
pelayanan medis yang berbasis data sangatlah diperlukan maka data dan
informasi pelayanan medis yang berkualitas terintegrasi dengan baik dan
benar sumber utamanya adalah data klinis dari rekam medis. Data klinis
yang bersumber dari rekam medis semakin penting dengan
berkembangnya rekam medis elektronik, dimana setiap entry data secara
langsung menjadi masukan (input) dari sistem/manajemen informasi
kesehatan.
Manajemen informasi kesehatan adalah pengelolaan yang
memfokuskan kegiatannya pada pelayanan kesehatan dan sumber informasi
pelayanan kesehatan dengan menjabarkan sifat alami data, struktur dan
menerjemahkannya ke berbagai bentuk informasi demi kemajuan kesehatan
danpelayanan kesehatan perorangan, pasien dan masyarakat. Penanggung
jawab manajemen informasi kesehatan berkewajiban untuk mengumpulkan,
mengintegrasikan dan menganalisis data pelayanan kesehatan primer dan
sekunder, mendesiminasi informasi, menata sumber informasi bagi
kepentingan penelitian, pendidikan, perencanaan dan evaluasi pelayanan
kesehatan secara komprehensif dan terintegrasi.
Agar data di rekam medis dapat memenuhi permintaan informasi
diperlukan standaruniversal yang meliputi :a. Struktur dan isi rekam medisb.
keseragaman dalam penggunaan simbol, tanda, istilah, singkatan dan ICDc.
kerahasiaan dan keamanan data. Rekam medis sangat terkait dengan
manajemen informasi kesehatan karena data-data di rekam medis dapat
dipergunakan sebagai :a. alat komunikasi (informasi) dan dasar pengobatan
bagi dokter, dokter gigi dalam memberikan pelayanan medis.b. Masukan
untuk menyusun laporan epidemiologi penyakit dan demografi (data sosial
pasien) serta sistem informasi manajemen rumah sakit Bahan untuk
statistik Kesehatan, masukan untuk menghitung biaya pelayanan. Bahan
untuk statistik kesehatane. Sebagai bahan/pendidikan dan penelitian data.
REFERENSI Manual Rekam Medis, Indonesian Medical Council. 2006
Ruang lingkup rekam medis dan informasi Kesehatan
Rekam medis adalah fakta yang berkaitan dengan dengan keadaan
pasien, Riwayat penyakit dan pengobatan masalalu serta saat ini tertulis oleh
profesi Kesehatan yang memberikan pelayanan kepada pasien tersebut.
Selain dokumen rekam medis sebagai sumber dalam penyediaan informasi
medis, dokumen rekam medis juga menggambarkan seluruh aspek
pelayanan yang diberikan terhadap pasien dan aspek pengelolahan rumah
sakit.
Rekam medis mempunyai peran yang sangat penting yang
menyangkut informasi keadaan pasien sehingga harus terjamin
kerahasiaannya. Petugas rekam medis harus mampu berkomunikasi efektif
dengan pasien dan tenaga medis lainnya. Selain itu petugas rekam edis
dituntut untuk mampu berkolaborasi dengan dokter, perawat dan tenaga
emedis lainnya agar mampu menetapkan kode penyakit secara tepat dan
akurat.Berdasarkan keputusan mentri Kesehatan ri nomor
377/MENKES/SK III /2007 tentang standar profesi perekam medis dan
informasi Kesehatan mencakup ruang lingkup rekam medis:
1. Mengumpulkan,mengitegrasikan, menganalisis data pelayanan
kesehatahan primer dan sekunder
2. Menyajikan dan mendesiminimasi informasi
3. Menata sumber informasi bagi kepentingan riset
4. Sebagai perencana
5. Membantu memonitoring pelayanan Kesehatan
6. Membantu dalam hal evaluasi pelayanan Kesehatan
7. Membuat standar pedoman manajemen informasi Kesehatan meliputi
aspek legal dengan unsur keamanan (safety), kerahasiaan
(condifidential)berhubungan dengan informasi medis,sekuritas, privasi
serta integritas data
8. Managemen operasional unit kerja managemen informasi Kesehatan
dibagi berdasarkan kemampuan sarana pelayanan Kesehatan dalam
menjalankan managemen informasi Kesehatannya
2.4 Dasar Hukum Penyelenggara Rekam Medis Di Indonesia
1. UU RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
2. UU RI Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
3. UU RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
4. UU RI Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan
5. PP RI Nomor 10 Tahun 1966 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran
6. UU RI Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
7. UU RI Nomor 14 tahun 2008 Tentag Keterbukaan Informasi Publik
8. UU RI Nomor 36 tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
9. PP RI Nomor 47 Tahun 2006 Tentang Tunjangan Fungsional Dokter,
Dokter Gigi, Apoteker, Asisten Apoteker, Pranata Laboratorium Kesehatan,
Epidemiologi Kesehatan, Penyuluh Kesehatan Masyarakat, Perawat Gigi,
Nutrionisis, Bidan, Perawat, Radimographer, Perekam Medis, Dan Teknisi
Elektronik
10. PerMenKes RI Nomor 269/Menkes/PER/III/2008 Tentang Perekam Medis
11. PerMenKes RI Nomor 290/Menkes/ PER/III/2008 Tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran
12. PerMenKes RI Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan
13. KepMenKes RI Nomor 377/ Menkes/SK III/2007 Tentang Standar Profesi
Perekam Medis Dan Informasi Kesehatan
14. KepMenKes RI Nomor 034/Birhup/1972 Tentang Perencanaan Dan
Pemeliharaan Rumah Sakit
15. KepMenKes RI Nomor 134/Menkes/SK/IV/1978 Tentang Susudan
Organisasi Dan Tata Kerja Rumah Sakit
16. Keputusan Bersama Menkes Dan Kepala Kepegawaian Negara Nomor
048/menkes/SKB/I/2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Perekam Medis Dan Angka Kreditnya
17. KepMenPan RI Nomor 135/KEP/M.PAN/12/2002 Tentang Jabatan
Fungsional Perekam Medis Dan Angka Kreditnya
18. SK Dirjen Yanmed no 78/YANMED/RSUMDIK/YMU/I/91 Tentang
Penyelenggaraan Rekam Medis
19. SE DirjenYanmed No.HK.00.06.1.5.01160 Tahun 1995 Tentang Petunjuk
Teknis Pengadaan Formulir Rekam Medis Dasar Dan Rekam Medis Di
Rumah Sakit
20. Dalam Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor
17/KKI/KEP/VII/2006 Tentang Pedoman Penegakan Disiplin Kedokteran ,
Dengan Sengaja Tidak Membuat Atau Menyimpan Rekam Medik
Sebagaimana Yang Diatur Dalam Peraturan Perundang-Undangan Atau
Etika Profesi
21. Prosedur Pelaksanaan Rekam Medis Menurut Depkes RI,1999 add Depkes
RI 2011 Dalam Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Medical Record Rumah
Sakit Di Indonesia
22. KMK No.312 Th 2020 Tentang Standar Profesi Perekam Medis
23. Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 76 Tahun 2016 Tentang Pedoman
Indonesia Case Base Groups (Ina-Cbg) Dalam Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional
24. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Menteri Kesehatan Republic
Indonesia: Menteri Kesehatan Republic Indonesia Nomor
:129/Menkes/Sk/II/2008
25. Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Penyakit
Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan
Pelayanan Corona Virus Disease 2019(Covid-19)Nomor
HK.01.07/Menkes/446/2020
2.5 Tujuan Rekam Medis Pasien
Dalam buku gemala hatta (2013:80-81), menurut Dick, Steen dan
Detmer mengemukakan ada 2 tujuan rekam medis pasien yaitu dari tujuan
primer dan sekunder. Tujuan utama (primer) rekam medis terbagi dalam 5
kepentingan yaitu:
1. Bagi pasien
- Mencatat jenis pelayanan yang telah diterima
- Bukti pelayanan
- Memungkinkan tenaga Kesehatan dalam menilai dan menangani
kondisi resiko
- Mengetahui biaya pelayanan
2. Bagi pihak pemberi pelayanan
- Membantu kelanjutan pelayanan (sarana komunikasi)
- Menggambarkan keadaan penyakit dan penyebab (sebagai pendukung
diagnosis kerja)
- Menunjang pengambilan keputusan tentang diagnosis dan pengobatan
- Menilai dan mengelola risiko perorangan pasien
- Menfasilitasi pelayanan sesuai dengan pedoman praktek klinis
- Mendokumentasikan factor risiko pasien
- Menilai dan mencatat keinginan serta kepuasan pasien
- Menghasilkan rencana pelayanan
- Menetapkan saran pencegahan atau promosi Kesehatan
- Sarana pengingat para klinis
- Menunjang pelayanan pasien
- Mendokumentasikan pelayanan yang diberikan
3. Bagi manajemen pelayanan pasien
- Mendokumentasikan adanya kasus penyakit gabungan dan praktiknya
- Menganalisis kegawatan penyakit
- Merumuskan pedoman praktik penanganan risiko
- Memberikan corak dalam penggunaan pelayanan
- Dasar penelaahan dalan penggunaan sarana pelayanan (utilisasi)
4. Bagi penunjang pelayanan pasien
- Alokasi sumber
- Menganalisis kecenderungan dan mengembangkan dugaan
- Menilai beban kerja
- Mengkomunikasikan informasi berbagai unit kerja
5. Bagi pemmmbayaran dan penggantian biaya
- Mendokumentasikan unit pelayanan yang memungut biaya pemeriksaan
- Menetapkan biaya yang harus dibayar
- Mengajukan klaim asuransi
- Mepertimbangkan dan memutuskan klaim asuransi
- Dasar dalam menetapkan ketidak mampuan dalam pembayaran
(mis.kompesansi pekerja)
- Menangani pengeluaran
- Melaporkan pengeluaran
- Menyelenggarakan analisis actuarial (tafsiran pra penetapan asuransi)
Adapun tujuan sekunder rekam medis ditujukan kepada hal yang berkitan dengan
lingkungan seputar pelayanan pasien yaitu:
1. Edukasi
- Mendokumentasikan pengalaman professional di bidang Kesehatan
- Menyiapkan sesi pertemuan dan presentasi
- Bahan pengajaran
2. Peraturan (regulasi)
- Bukti pengajuan perkara ke pengadilan (litegasi)
- Membantu pemasaran pengawasan (surveillance)
- Menilai kepatuhan sesuai standar pelayanan
- Sebagai dasar pemberian akreditasi bagi professional dan rumah sakit
- Membandingkan organisasi pelayanan Kesehatan
3. Riset
- Mengembangkan produk baru
- Melaksanakan riset klinis
- Menilai teknologi
- Studi keluaran pasien
- Studi efektivitas serta analisis manfaat dan biaya pelayanan pasien
- Mengidentifikasi populasi yang berisiko
- Mengembangkan registrasi dan basis/pangkalan data (data base)
- Menilai manfaat dan biaya system rekaman
4. Pengambilan kebijakan
- Mengelola sumber-sumber
- Melaksanakan rencana strategis
- Memonitor Kesehatan masyarakat
5. Industry
- Melaksanakan riset dan pengembangan
- Merencanakan strategis pemasaran
- Kegunaan rekam medis
2.6 Manfaat Rekam Medis
1. Pengobatan Pasien Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk
untuk merencanakan dan menganalisis penyakit serta merencanakan
pengobatan, perawatan dan tindakan medis yang harus diberikan kepada
pasien.
2. Peningkatan Kualitas Pelayanan Membuat Rekam Medis bagi
penyelenggaraan praktik kedokteran dengan jelas dan lengkap akan
meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan untuk
pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.
3. Pendidikan dan Penelitian Rekam medis yang merupakan informasi
perkembangan kronologis penyakit, pelayanan medis, pengobatan dan
tindakan medis, bermanfaat untuk bahan informasi bagi perkembangan
pengajaran dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan kedokteran gigi.
4. Pembiayaan Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk
menetapkan pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan.
Catatan tersebut dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien.
5. Statistik Kesehatan Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik
kesehatan, khususnya untuk mempelajari perkembangan kesehatan
masyarakat dan untuk menentukan jumlah penderita pada penyakit-
penyakit tertentu.
6. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik Rekam medis merupakan
alat bukti tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam penyelesaian masalah
hukum, disiplin dan etik.
2.7 Isi Rekam Medis
1. Rekam Medis Pasien Rawat Jalan Isi rekam medis sekurang-kurangnya
memuat catatan/dokumen tentang:
- identitas pasien
- pemeriksaan fisik
- diagnosis/masalah
- tindakan/pengobatan
- pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
2. Rekam Medis Pasien Rawat Inap Rekam medis untuk pasien rawat inap
sekurang-kurangnya memuat:
- identitas pasien
- pemeriksaan
- diagnosis/masalah
- persetujuan tindakan medis (bila ada)
- tindakan/pengobatan; - pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien.
3. Pendelegasian Membuat Rekam Medis Selain dokter dan dokter gigi
yang membuat/mengisi rekam medis, tenaga kesehatan lain yang
memberikan pelayanan langsung kepada pasien dapat membuat/mengisi
rekam medis atas perintah/ pendelegasian secara tertulis dari dokter dan
dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran.
2.8 Pembangunan system informasi di layanan Kesehatan
Di Indonesia, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) untuk mendukung tatakelola sistem informasi kesehatan sudah
semakin luas. Ini dibuktikan dari banyaknya organisasi sektor publik
sepełti dinas kesehatan dan nłmah sakit daerah, yang sudah
menggunakan TIK untuk mendukung proses kerja di organisasinya. Di
dinas kesehatan, kita mengenal sistem informasi puskesmas (SIMPUS),
sistem informasi dinas kesehatan (SIM Dinkes), sistem informasi KIA,
inventori dan gudang obat, surveilans, SIG dan lain sebagainya. Begitu
juga di rumah sakit, beberapa sudah mulai memanfaatkan TIK
walaupun baru sebatas pada fungsi administrasi pasien, pelaporan rutin,
inventori farmasi, tagihan, case-mix dan terakhir transformasi rekam
medis elektronik. Dua komponen penting di sini adalah sistem
informasi kesehatan dan teknologi informasi dan komunikasi
pendukungnya (Witanti & Abdillah, 2018)

Sementara investasi infrastruktur sistem informasi, aplikasi (software)


dan jaringan sudah sedemikian banyaknya, kesiapan sumber daya
manusia (SDM), baik pengguna maupun yang mengelola sistem
informasi belum dipersiapkan dengan baik. Padahal banyak tenaga
kesehatan yang belum memiliki kompetensi yang cukup, harus
mengoperasikan teknologi informasi di organisasinya. Akibatnya,
investasi teknologi informasi tidak dimanfaatkan
secara optimal. Belum lagi permasalahan pemilihan aplikasi atau
software yang tepat guna bagi institusi serta Kerjasama dengan pihak
lain sebagai penyedia jasa pengembangan software, akan sangat
bełpotensi merugikan institusi jika tidak dilakukan secara benar. Tanpa
adanya strategi adopsi teknologi informasi yang baik, mengelola
proyek sistem informasi dan mengadaptasikan perubahan-perubahan
proses bisnis dalam institusi kesehatan, implementasi teknologi
informasi cendrung berakhir dengan kegagalan akibat resistensi dari
penggunanya sendiri. Salah satu strategi dalam memperkuat sistem
informasi kesehatan (SIK) adalah memperkuat tenaga SIK di semua
level organisasi (Witanti & Abdillah, 2018)
Menurut World Health Organization (WHO) dalam buku ''Design
and Implementation of Health Information Sistem” (2000) bahwa suatu
sistem informasi kesehatan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan
sebagai bagian dari suatu sistem kesehatan. Selanjutnya disebutkan
dalam buku tersebut bahwa sistem informasi kesehatan yang efektif
memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan
di semua jenjang sistem informasi, harus dijadikan sebagai alat yang
efektif bagi manajemen. WHO juga menyebutkan bahwa Sistem
Informasi merupakan salah satu dari enam building blocks (komponen
utama) dalam suatu sistem kesehatan (Lippeveld et al., 2000).
Enam komponen utama sistem kesehatan tersebut adalah:
1. Service delivery
2. Medical products, vaccines, and technologies
3. Health workforce
4. Health sistem financing
5. Health information sistem
6. Leadership and governance.

Tantangan pembangunan kesehatan menuntut adanya dukungan


sumber daya yang cukup serta arah kebijakan dan strategi
pembangunan kesehatan yang tepat. Namun, seringkali para pembuat
kebijakan di bidang kesehatan mengalami kesulitan dalam hal
pengambilan keputusan yang tepat karena keterbatasan atau
ketidaktersediaan data dan informasi yang akurat, tepat, dan cepat. Data
dan informasi merupakan sumber daya yang sangat strategis dalam
pengelolaan pembangunan kesehatan yaitu pada proses manajemen,
pengambilan keputusan, kepemerintahan dan penerapan akuntabilitas
(Hidayat, 2020).
Kesimpulan
Manajemen informasi kesehatan mencakup seluruh aktifitas
pengelolaan rekam medis yang dimulai dari pengelolaan dan penataan
berkas sampai kepada pengelolaan data hingga menghasilkan sebuah
informasi kesehatan sesuai kebutuhan.
Para profesional administrator rekam medis juga diharuskan
mengetahui tentang dasar statistik dan model-model penelitian,
pengetahuan komputer, hukum, dan tentang keuangan, agar dapat
menilai dengan pasti bahwa rekam medis telah lengkap dan benar,
sehingga rekam medis tersebut dapat memenuhi aspek yang terkandung
didalamnya.
Saran
Dari segi input atau struktur mencakup jumlah, distribusi dan
kualifikasi dari tenaga profesional, peralatan dan geografi dari RS dan
fasilitas lain, termas uk asuransi kesehatan. Pendekatan sistem dalam
menjaga mutu pelayanan kesehatan sangat berkaitan dalam hal
perencanaan, desain dan implementasi dalam sistem pelayanan
kesehatan yang dimaksud untuk menyediakan kebutuhan yang
diperlukan oleh tenaga pelayanan kesehatan. Pemecahan masalah dan
pembuatan keputusan terdiri dari kajian mutu berdasarkan input,
proses, output, outcome dan impact. Hasil pelayanan kesehatan medis
diilai dari 6 (enam) kategori, yaitu: audit medis pasca operasi/tindakan
medis lain, audit maternal perinatal, studi kasus/kematian 48 jam,
review rekam medis dan review medis, keluhan pasien berkaitan
dengan pasca operasi dan informed consent.

Anda mungkin juga menyukai