Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN KESEHATAN MASYARAKAT

Disusun Oleh:

AJI JULHA

SENAT FAKULTAS ILU KESEHATAN

UNIFERSITAS ISLA MAKASSAR


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan masyarakat adalah sebuah ilmu dan seni (praktik) yang bertujuan
untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan
masyarakat. Sejarah kesehatan masyarakat di dunia dimulai sejak zaman Yunani
Kuno, Mesir Kuno, dan Romawi Kuno. Di Indonesia, perkembangan kesehatan
masyarakat baru terlihat pada masa penjajahan Belanda. Sejarah perkembangan ilmu
kesehatan masyarakat di Indonesia dapat dibagi ke dalam dua periode, yakni
sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan.

Kedatangan Islam tak hanya mampu membawa kebenaran dalam masalah


akidah, tetapi juga pembaharuan dalam sejumlah aspek kehidupan. Misal dalam
bidang kesehatan atau kedokteran terdapat sejumlah ilmuwan muslim yang tercatat
dalam sejarah turut memperkaya ilmu pengetahuan. Siapa saja

Ada banyak ilmuwan Islam yang membawa kemajuan dalam bidang kedokteran
dunia. Di antaranya seperti dilansir dari buku History of the Arabs oleh Philip K. Hitti,
dan jurnal 'Origin and Development of Unani Medicine: An Analytical Study' oleh
Arshad Islam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Periode sebelum kemerdekaan


Sejarah kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai pada masa penjejahan
Belanda, tepatnya ketika wabah kolera dan cacar merajalela. Pemerintah Belanda
mengadakan upaya-upaya kesehatan masyarakat guna menekan penyebaran wabah
yang sangat ditakuti masyarakat tersebut. Di bidang kesehatan masyarakat lainnya,
pada 1807, Gubernur Jenderal Daendels mengadakan pelatihan praktik persalinan
bagi dukun bayi guna menurunkan tingginya angka kematian bayi. Pada pertengahan
abad ke-19, di Indonesia mulai berdiri sekolah-sekolah kedokteran, yang dalam
perkembangannya mempunyai andil besar dalam menghasilkan tenaga medis yang
mengembangkan kesehatan masyarakat. Selain sekolah kedokteran, di beberapa
kota seperti di Bandung, Medan, Semarang, Makassar, Surabaya, dan Yogyakarta,
berdiri laboratorium.
Laboratorium-laboratorium tersebut memiliki peranan penting dalam menunjang
pemberantasan penyakit, seperti malaria, lepra, cacar, dan bahkan untuk bidang
kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi dan sanitasi. Pada 1922, pes masuk
Indonesia dan terus menyebar selama beberapa tahun setelahnya hingga
menimbulkan banyak korban jiwa. Berdasarkan penelitian dr John Lee Hydrich,
tingginya angka kematian disebabkan oleh buruknya kondisi sanitasi lingkungan
karena kebiasaan penduduk yang kurang sehat. John Lee Hydrich adalah seorang
penasihat ahli dalam bidang kesehatan masyarakat dari Lembaga Rockeffeller New
York.
Berangkat dari temuannya, Hydrich kemudian memulai upaya kesehatan
masyarakat dengan mengembangkan daerah percontohan sebagai pendidikan
penyuluhan kesehatan. Usaha Hydrich dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat
di Indonesia dan ia pun disebut-sebut sebagai pelopor kesehatan masyarakat di
Indonesia.
B. Periode setelah kemerdekaan
Setelah kemerdekaan, tonggak penting perkembangkan kesehatan masyarakat di
Indonesia terjadi pada 1951. Saat itu, dr Y Leimena dan dr Patah memperkenalkan
Bandung Plan, yakni cara pemulihan sakit dan upaya pencegahan penyakit kepada
masyarakat dan lembaga kesehatan.

Hasilnya, pada 1956, dibentuk Proyek Bekasi di Lemah Abang sebagai contoh
pelayanan, pelatihan, serta pengelolaan program kesehatan masyarakat pedesaan di
Indonesia. Pada 1967, para ahli kesehatan di seluruh Indonesia mengadakan
seminar pertama STOVIA yang membahas program kesehatan masyarakat terpadu.
Dalam seminar tersebut, dr Achmad Dipodilogo menggagas konsep pusat kesehatan
masyarakat sebagai upaya program kesehatan terpadu di seluruh Indonesia.

Pada 1968, dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional, konsep tersebut kemudian
diresmikan oleh pemerintah menjadi Pusat Kesehatan Masyarakat atau puskesmas.
Selama periode Orde Baru, pengembangan Puskesmas sebagai sistem pelayanan
kesehatan masyarakat terpadu terus dilakukan. Memasuki era Reformasi,
dikembangkan program kesehatan untuk masyarakat miskin. Pada 2004, dikeluarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan
Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.

Dalam keputusan tersebut, upaya kesehatan dikelompokkan menjadi dua, yakni


upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan
wajib ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional, dan global serta yang
mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Sedangkan upaya kesehatan pengembangan ditetapkan berdasarkan permasalahan
kesehatan yang ditemukan di masyarakat.

C. Ilmuwan Muslim Paling Berpengaruh di Bidang Kedokteran


1. Ali Al-Thabari
Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan Ali bin Sahl Rabban al-Thabari. Ia hidup
pada abad ke sembilan yakni 810-861 M. Awalnya dia adalah penganut non
Muslim dari Tabaristan. Semenjak masa pemerintahan Al-Mutawakkil (847-861
M), ia menjadi memeluk agama Islam dan menjadi dokter pribadi khallifah.
Pada tahun 850 M, ia menulis buku berjudul Firdaus al-Hikmah
(Surga Hikmah) yang menjadi salah satu mahakarya ilmiah mengenai
obat-obatan tertua dalam bahasa Arab. Ia juga menulis ensiklopedia
mengenai pediatri dan tumbuh kembang anak. Buku lainnya di bidang
ilmu kesehatan adalah; Kitab Manafi'il Adwiyati wal Atimati wal 'Aqaqir
(Buku Kegunaan Makanan, Minuman dan Obat-obatan); Kitab Hifzi al-
Sihhah (Buku Pemeliharaan Kesehatan); Kitabu al-Ruqa (Buku
Penyembuhan Spiritual); Kitab fil Hijamah (Risalah tentang Bekam);
Kitabun fi Tartib al 'Aghdhiyah (Buku tentang Diet).
2. Al-Razi
Ia adalah Abu Bakr Muhammad bin Zakariyya al-Razi, yang hidup pada tahun
841-924 M. Di dunia barat ia terkenal dengan nama Rhazes atau Albubator.

Dikatakan bahwa ia merupakan dokter muslim terbesar dan ilmuwan yang paling
produktif. Bahkan ia disebut-sebut sebanding dengan Hippocrates dan Galen,
yang merupakan dokter Yunani. Pada masanya, ia juga memimpin pengetahuan
medis yang terkenal dalam menjaga kesehatan tubuh dan pikirian.

Al-Razi menulis buku berjudul Kitab al-Thibb al-Manshuri dengan total 10 jilid,
yang sesuai namanya didedikasikan kepada penguasa Mansur bin Ishaq. Di
dalamnya ia tentang anatomi, kedokteran, juga fisiologi. Adapun terperincinya ia
membahas mengenai berbagai organ tubuh diet untuk menjaga kesehatan,
penyakit kulit, dan penangkal juga racun serta efeknya pada tubuh manusia.

3. Ibnu Sina
Selain Al-Razi, ada juga ilmuwan kedokteran Islam yang terkenal yakni
Ibnu Sina. Nama depannya adalah Abu Ali al-Husayn, ia dikenal sebagai
Avicenna di dunia barat, dan hidup pada tahun 980-1037 M.

Ia adalah dokter, filsuf, juga penyair yang memiliki lebih dari 200 karya di
bidang: filsafat, kedokteran, geometro, astronomi, teologi, filologi, dan
kesenian. Dikatakan bahwa Ibnu Sina lebih menguasai filsafat daripada
kedokteran dibanding Al-Razi.

Karyanya yang paling terkenal yaitu Kitab al-Syifa' yakni ensiklopedia


tentang filsafat penyembuhan. Dan al-Qanun fi al-Thibb yang adalah
susunan kitan pemikiran kedokteran Yunani-Arab.

Dengan mencakup berbagai kandungan ilmu, kesistematisan


susunannya, dan penuturanya yang filosofis, karya al-Qanun menjadi
penting dalam bidang ilmu kedokteran pada kala itu, serta menjadi buku
acuan kedokteran di sejumlah sekolah Eropa.

Al-Qanun membahas tentang pembengkakan pada paru-paru,


mengenali potensi penularan penyakit saluran pernafasan, terutama
asma dan TBC, serta penyebaran berbagai penyakit melalui air dan
debu. Di dalamnya juga menyebutkan sejumlah obat-obatan yang
berjumlah sekitar 760 macam. Sehingga buku karya Ibnu Sina itu
disebut sebagai kitab suci kedokteran pada abad ke-12 hingga ke-17 M.

Anda mungkin juga menyukai