Anda di halaman 1dari 4

Nama : Amelia Fernanda

Nim : 0801213162
Prodi : Ilmu Kesehatan Masyarakat 5
Semester : 1 (satu)
Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat

SEJARAH KESEHATAN DALAM ISLAM


Sebelum datangnya islam, dasar-dasar ilmu Kesehatan dan kedokteran dikembangkan
dengan cara yang sederhana. Ilmu kedokteran yang sederhana itu berupa dasar-dasar
pengobatan yang diwariskan dari generasi ke generasidan dari bangsa ke bangsa pada
sejumlah peradaban kuno, seperti Yunani, Mesir, Roma, Persia, India dan Cina.

Geoffrey Chaucer dalam bukunya “Canterbury Tales”, menyebutkan pada peradaban


Yunani mempercayai Asclepius sebagai dewa Kesehatan. Padda peraddaban Yunani,
Hippocrates atau Ypocras (5-4 SM) adalah tabib yang menulis dasar-dasar pengobatan yang
banyak berkontribusi mengembangkan ilmu kedokteran. Beberapa nama lainnya adalah
Rufus Of Ephesus adalah dokter yang berhasil Menyusun lebih dari 60 risalat ilmu
kedokteran Yunani, demikian pula dengan Dloscorides adalah penulis risalat pokok-pokok
kedokteran yang menjadi dasar pembentukan farmasi selama beberapa abad.

Sarjana Muslim Peletak Dasar Keilmuan Kesehatan


Pengembangan pemikiran dikalangan islam pada masa keemasan islam didorong oleh
faktor agama. Dalam kitab suci Al-qur’an sudah dinyatakan: “Niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS.
Al-Mujadalah). Sementara konsep kesehatan islam berangkat dari hadist Nabi, tidak ada
penyakit yang Allah ciptakan, kecuali Dia juga menciptakan cara menyembuhkannya. (HR.
Bukhari). Hadist lainnya adalah “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan dengan
sesuatu yang Ia haramkan atasmu”. (HR. Al-Bukhari). Hadist-hadist ini telah memotifasi
ilmuan islam melakukan riset-riset kesehatan dan kedokteran.

Dalam sejarah islam, dikena beberapa tokoh penemu dibidang kesehatan dan
kedokteran. Ibnu Sina (980-1037 M) atau dikenal di Barat dengan nama Avicenna adalah
tokoh yang paling terkemuka atas karya monumentalnya “Quanun Fit Al Thib” (The Canon
Of Medicine), sebuah ensiklopedia pengobatan (pharmacopedia) yang berisi satu juta kata.
Ibnu Sina memberi sumbangan pada bakteriologi yakni ilmu yang mempelajari kehidupan
dan klasifikasi bakteri. Ibnu Sina juga digelari bapak kedokteran modern atas
rekomendasinya pada tujuh aturan dasar dalam uji klinis atau suatu obat. Selama dua abad
(Abad ke-15 dan ke-16) karya tersebut dicetak ulang sebanyak 35 kali dan menjadi rujukan
kedokteran Eropa dan dunia hingga abad ke 18.

Setelah abad ke 13 M, perkembangan ilmu kesehatan islam yang dipelopori pada


cendekiawan dan sarjana muslim memasuki masa stagnasi. Meski berada pada era keredupan
pemikiran kesehatan islam, paa abad ke 15 diberitakan pada sebah rumah sakit Khalifah
Ustmani sudah terdapat seorang dokter bedah perempuan pertama kali didunia.

Metode Uji Klinis

Pemikiran sarjana muslim padda masa kekhalifahan dalam memajukan ilmu


kesehatan islam pada abad ke 9 hingga abad ke 13 bertumpu pada metode rasional dan uji
klinis. Beragam jenis terapi ditemukan oleh dokter muslim seperti aroma terapi, kemoterapi,
hirudoterapi, fitoterapi, kromoterapi, parmacoterapi, pisiterapi, dan psikoterapi. Temuan
lainnya adalah terapi kanker, terapi seksual, urologi, dan itotomi. Pada bidang aroma terapi,
Stanley finger dalam karyanya berjudul Origins Of Neuroscience: A Hitory Of Explorations
Into Brain Fungtion, mengungkapkan bahwa penyulingan uap air pertama kali di temukan
dokter muslim bernama Ibnu Sina (980 M-1037 M). Ibnu Sina menggunakan penyulingan
uap air itu untuk membuat minyak esensial yang digunakan untuk pengobatan pasiennya.
Metode pengobatan ini disebut aromaterapi. Ibnu Sina pun di juluki sebagai orang pertama
yang mengenalkan aroma terapi. Saat ini aromaterapi dikenal sebagai salah satu jenis
pengobatan alternative yang menggunakan bahan cairan tanaman yang mudah menguap,
terkenal sebagai minyak esensial, dan senyawa aromatic lainnya dari tumbuhan yang
bertujuan untuk mempengaruhi suasana hati atau kesehatan seseorang.

Pada bidang kemoterapi Al-Razi alias Rahzes (865M-925M) adalah dokter muslim
yang pertama kali memperkenalkan. Dalam sebuah tulisan bertajuk The Valuable
Countribution Of Al-Razi (Rahzes) To The History Of Pharmacy, disebutkan Al-Razi adalah
dokter yang pertama kali memperkenalkan penggunaan zat-zat kimia dan obat-obatan dalam
pengobatan pada abad ke 10 M. Zat-zat kimia itu adalah alkohol, belerang, tembaga, merkuri
dan garam arsenik, sal ammoniac gold scoria, zat kapur, tanah liat, karang, mutiara dan aspal.
Kini, kemoterapi digunakan sebagai metode perawatan penyakit dengan menggunakan zat
kimia. Dalam kedokteran modern, kemoterapi merujuk pada penggunaan obat sitostatik untuk
merawat penyakit kanker.

Kondisi Ilmuwan Muslim Kesehatan Kontemporer

William Montgomery Whatt, orientalis asal scotlandia dan mendapatkan gelar


“Emiritus Professor”, karena ketekunannya melakukan penelitian tentang islam, terutama
sejarah perkembangan pengetahuan didunia islam mengtakan bahwa perkembangan ilmu
pengetahuan yang kini berkembang pesat di Barat dan Eropa, sesungguhnya sebian besar
telah banyak ditemukan kaum muslim sebelumnya. Barat sangat berhutang budi pada islam,
khususnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam sebuah diskusi oleh ilmuwan
Indonessia di Jepang, seorang pembicara bernama Adi Junjunan Mustafa (Direktur ISTCS
2002-2004) mengangkat tema “Islamisasi Ilmu Pegetahuan dan Teknologi”. Menurutnya,
ilmuwan –ilmuwan muslim masih sulit menghasilkan teknologi- teknologi eksak dan non-
eksak untuk menompang kepentingan khusus umat islam. Dampaknya, kini umat islam hanya
menjadi konsumen sains. Kalaupun ikut berperan tetap dikendali pencetus sains tersebut.

Guna membangkitkan gairah kembali dikalangan sarjana muslim, pada abad ke 20


lalu sebuah proyek besar digagas bernama proyek islamisasi ilmu pengetahuan. Oleh para
penggagasnya untuk membangkitkan kembali semangat umat islam dalam menintai sains.
Sains sepanjang sejarah pada awalnya memang berkembang di dalam dunia islam. Namun
dalam perkembangannya, padaa abad pertengahan masyarakat eropa bangkit dan
mempelopori berbagaai bidang ilmu serta memberi nama era kebangkitan ilmu sebagai era
renaisans yang melahirkan revolusi Industri. Sementara pada abad pertengahan, koma
dikalangan umat islam terjadi konflik pemikiran dan perslisihan, ditambah lagi dengan
serangan kerajaan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan ke Baghdad melakukan
pembakaran buku-buku karya asli sarjana islam di perpustakaan termegah dikala itu.

Diantara Negara-negara islam atau mayoritas berpenduduk muslim pada abad 21


sekarang ini nampaknya Iran adalah Negara yang terdepan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan Teknologi di Bidang Kesehatan. Produk-produk farmasi formulasi baru iran
telah di eksplore ke sejumlah Negara seperti Pakistan, Mesir, Polandia, Afrika Selatan, dan
Suriah. Swasembada dibidang produksi plasma darah dan dua produk penting lainnya
merupakan keberhasilan lain yang ditorehkan Iran pada permulaan tahun 2011. Peneliti Iran
berhasil memproduksi 12 hingga 20 persen unsur plasma darah. Dengan capaian tersebut Iran
akan melakukan operasional produksi produk utama plasma dengan metode formulasi baru.
Hasil riset lanjutan menunjukkan bioteknologi medis di Iran tumbuh pesat dan kini meraih
posisi ke 4 di Asia setelah Jepang, Koreaa Selatan, dan China.

Dalam perkembangan dan riset vaksin di Negara-negara islam, Iran cukup menonjol.
Di Iran makin banyak ilmuwan muda yang melibatkan diri dalam kegiatan pengembangan
dan produksi vaksin. Besarnya minat ilmuwan Iran karena potensi Negara dunia islam untuk
menyumabngkan potensi produksi vaksin cukup besar dan tahun demi tahun
perkembangannya terus meningkat, utamanya vaksin meningitis untuk jamaah haji.

Anda mungkin juga menyukai