Anda di halaman 1dari 8

STUDI FENOMENOLOGI: PENGALAMAN KELUARGA MENCEGAH

KEKAMBUHAN PERILAKU KEKERASAN PASIEN


PASCA HOSPITALISASI RSJ

Emi Wuri Wuryaningsih, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena C. D

ABSTRAK

Perilaku kekerasan merupakan masalah yang sering muncul pada pasien gangguan jiwa berat termasuk
skizofrenia. Alasan keluarga membawa pasien ke RSJ adalah ketidakmampuan mengatasi perilaku
kekerasan pasien di rumah. Keluarga berusaha mencegah kekambuhan perilaku kekerasan pasien pasca
rawat inap karena perilaku kekerasan menimbulkan beban bagi keluarga. Penelitian ini bertujuan
menggambarkan pengalaman keluarga mencegah kekambuhan pasien dengan riwayat risiko perilaku
kekerasan pasca rawat inap di RSJ. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi
deskriptif. Sampel penelitian berjumlah 8 partisipan dengan purposive sampling. Analisis data
menggunakan metode Collaizi. Hasil penelitian yaitu terdapat 5 tema yang menggambarkan pengalaman
keluarga tersebut yaitu: 1) pengetahuan keluarga terhadap adanya riwayat perilaku kekerasan; 2)
kepekaan keluarga terhadap pencetus kekambuhan, 3) cara pengendalian pasien untuk mencegah
kekambuhan; 4) kepedulian keluarga sebagai upaya pencegah kekambuhan, 5) kepasrahan dalam
menerima kondisi pasien. Perawat jiwa dapat memberikan pendidikan kesehatan pencegahan dan
manajemen perilaku kekerasan kepada pasien dan keluarga. Pelatihan perawat tentang terapi supportif
sehingga dapat memfasilitasi terapi supportif pada pasien dan keluarga.

Kata Kunci: Pengalaman keluarga; mencegah kekambuhan; perilaku kekerasan; skizofrenia

ABSTRACT

Violence behavior has been the common problem for patients with severe mental illness, including
schizophrenia. The reason why their family brought them to the psychiatric hospital is their inability to
control the patients’ violence behavior at home. Their family tried to prevent patients’ post-
hospitalization recurrence because it has been a burden for them. This research was aimed describing the
family experiences in preventing patients’ recurrence with risk for violence after being treated in
psychiatric hospital. This research used descriptive phenomenology qualitative approach. The research
sample was 8 participants taken by purposive sampling method. The data had been analyzed by Collaizi
method. Nine themes of analysis result describing the family experiences are: 1) family knowledge of
patients’ violence behavior history; 2) family sensitivity to the trigger of violence behavior; 3) the ways
of family controlled patient to prevent recurrence; 4) family care as an effort to prevent recurrence; 5)
resignation to accept the patients’ condition. Nurses can provide mental health preventing education and
management of violent behavior to patients and families. Nurse training of supportive therapy to facilitate
supportive therapy for patients and families.

Keywords: family experience, preventing recurrence, violent behavior, schizophrenia

178 Jurnal Keperawatan Jiwa


178 Volume
Jurnal1 No. 2 November 2013
Keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 2, November 2013; 178-185
178-185
PENDAHULUAN Thompson, 2007). Perawatan klien secara
intensif di rumah akan mengurangi bahaya
Skizofrenia merupakan bentuk gangguan perilaku kekerasan pada keluarga dan
jiwa berat yang berdampak bagi penderita, masyarakat (Dvoskin dan Steadman, 1994,
keluarga, masyarakat. Prevalensi dalam Keliat, 2003).
skizofrenia di dunia yaitu tujuh dari 10.000
populasi dewasa, dengan angka kejadian Pencegahan kekambuhan pasien dapat
terbesar berada pada kelompok umur 25-35 dicapai jika intervensi yang dilakukan
tahun (WHO, 2001). Prevalensi skizofrenia dengan melibatkan keluarga dan berfokus
di Indonesia berdasarkan data riset pada fungsi keluarga (Droogan &
kesehatan dasar Republik Indonesia Bannigan, 1997 dalam Soekarta, 2004;
(Riskesdas RI, 2007) menunjukkan Peters, Pontin, Lobban, & Morris, 2011).
terjadinya gangguan jiwa berat sebesar 4,6 Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini
per mil. Prevalensi gangguan jiwa berat adalah menggali secara mendalam
Propinsi Jawa Tengah sebesar 3,3 per mil pengalaman keluarga mencegah
(Balitbang Depkes RI, 2008). Prevalensi ini kekambuhan pasien dengan riwayat risiko
akan cenderung meningkat karena sifat perilaku kekerasan pasca rawat inap RSJ di
penyakit skizofrenia yang menahun. Kota Magelang.

Masalah yang sering muncul pada pasien METODE PENELITIAN


gangguan jiwa berat adalah perilaku
kekerasan (Choe, Teplin, & Abram, 2008). Desain penelitian kualitatif fenomenologi
Sebesar 68% pasien gangguan jiwa berat deskriptif. Metode penelitian ini sistematis,
rehospitalisasi dikarenakan perilaku fleksibel, dan mengutamakan subyektifitas
kekerasan (Wiyati, Wahyuningsih, & individu dalam menggambarkan
Widayanti, 2010). Risiko perilaku pengalamannya tentang fenomena tertentu
kekerasan di RSJ Dr. Soeroyo Magelang sehingga diperoleh makna yang dapat
pada tahun 2011 menempati urutan kedua menggambarkannya (Burns & Grove,
masalah keperawatan yang harus ditangani. 2009). Penelitian dilakukan di Kota
Hal ini menunjukkan pentingnya masalah Magelang mulai dari minggu pertama Mei-
perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia. Juni 2013.

Dampak perilaku kekerasan bagi keluarga Pengambilan sampel dilakukan dengan


yaitu merasa takut terhadap perilaku metode purposive sampling. Kriteria inklusi
kekerasan pasien seperti menyerang atau partisipan lihat tabel 1, sedangkan kriteria
mengancam orang lain dengan senjata inklusi pasien lihat tabel 2. Saturasi data
(Taylor, 2008; Hutton, et al., 2012). dicapai pada partisipan ke delapan. Uji etik
Keluarga sering merasa kewalahan dan proposal penelitian dilakukan oleh Komite
95% keluarga merasa terbebani merawat Etik Penelitian Keperawatan Fakultas Ilmu
pasien dengan gangguan jiwa berat yang Keperawatan Universitas Indonesia dan tim
memiliki risiko perilaku kekerasan. Sekitar Ethical Clearance RSJ Prof dr Soerojo
36 % keluarga merasa terstigma karena Magelang untuk mendapatkan keterangan
memiliki pasien gangguan jiwa di lolos uji etik penelitian.
rumahnya dan 8% di antaranya keluarga
enggan mencari bantuan pelayanan Kriteria inklusi partisipan
kesehatan akibat stigma (Drapalsky, et al., 1. Keluarga yang memiliki anggota
2008). keluarga (pasien) pasca rawat inap RSJ
dengan riwayat risiko perilaku
Keluarga menjadi sumber pendukung kekerasan
utama bagi perawatan pasien gangguan jiwa 2. Tinggal serumah dan merawat pasien
berat ketika berada di tengah masyarakat setiap harinya
(Maldonado, Urizar, & Kavanagh, 2005;

Studi Fenomenologi: Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan 179


Studi Fenomenologi: Pengalaman KeluargaPerilaku Kekerasan
Mencegah Pasien PascaPerilaku
Kekambuhan Hospitalisasi RSJ
Kekerasan 179
Emi Wuri Wuryaningsih, Achir Yani S. Hamid,
Pasien PascaNovy Helena C. D RSJ
Hospitalisasi
Emi Wuri Wuryaningsih, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena C. D
3. Sehat jasmani dan tidak mengalami transkrip, ketika tidak ditemukan ide-ide
gangguan jiwa baru maka peneliti menilai data telah
4. Usia dewasa antara 18 s.d 65 tahun saturasi. Penelitian ini menemukan delapan
5. Tinggal di wilayah Kota Magelang tema yaitu: 1) pengetahuan keluarga
6. Mampu berbahasa Indonesia dan atau tentang riwayat perilaku kekerasan, 2)
Jawa kepekaan keluarga dalam mengenali
pencetus perilaku kekerasan, 3) upaya
Kriteria inklusi pasien pengendalian emosi pasien, 4) kepedulian
1. Pasien gangguan jiwa berat dengan keluarga sebagai upaya pencegah
diagnosis skizofrenia kekambuhan, 5) kepasrahan menerima
2. Memiliki diagnosis keperawatan risiko kondisi pasien.
perilaku kekerasaan ketika menjalani
rawat inap di RS Jiwa Tema 1. Pengetahuan keluarga tentang
riwayat perilaku kekerasan
Proses pengumpulan data penelitian Pengetahuan keluarga dalam penelitian ini
dilakukan dengan wawancara mendalam yaitu pengetahuan tentang bentuk perilaku
yang bersifat semi terstruktur dan kekerasan pasien dan perilaku mengancam
dilengkapi dengan catatan lapangan. Alat pasien. Pengetahuan terhadap adanya
pengumpulan data yang digunakan meliputi bentuk perilaku kekerasan pasien:
pedoman wawancara, catatan lapangan, dan “...kambuhnya ya begitu...ngamuk
alat perekam suara. Setelah mendapatkan begitu...berani...ya kalau bicara itu
data calon partisipan dari RSJ Prof dr berani...lalu juga mau memukul segala
Soerojo Magelang, peneliti home visite. begitu...kepada kakaknya....”(P1)
Peneliti memberikan penjelasan penelitian Pengetahuan partisipan terhadap adanya
dan meminta persetujuan calon partisipan perilaku mengancam karena membawa
untuk berpartisipasi dalam penelitian senjata tajam,
(informed consent). Rumah partisipan “...bawa besi untuk
dipilih peneliti bertujuan untuk ngamuk...lalu...saya..trus istri
mendapatkan kealamiahan data dan bingung...takut kan..”(P8)
partisipan leluasa menyampaikan Keluarga juga mengenali tanda-tanda
pengalamannnya. Bracketing, intuiting, dan pasien akan melakukan perilaku kekerasan
probing dilakukan peneliti selama proses dari perubahan fisik dan perilakunya.
wawancara. Tahap akhir wawancara “....biasanya itu tiba-tiba…”plok”
peneliti memvalidasi data dengan nampar gitu…kan saya kaget…jadi
menyampaikan kembali hal-hal penting kalau anak wajahnya memerah
hasil wawancara kepada partisipan. Analisis itu…tegang..tangannya udah ngepal…”
data penelitian dilakukan dengan metode (P3)
Collaizi (1978, dalam Burns & Groove,
2009) lihat tabel 3. Risiko bias personal Tema 2. Kepekaan keluarga dalam
yang tinggi dalam penggambaran fenomena mengenali pencetus perilaku kekerasan
penelitian dihindari dengan pemenuhan Provokasi dan keinginan yang tidak
kriteria keabsahan data penelitian sesuai terpenuhi merupakan faktor pencetus yang
dengan pendapat Guba dan Lincoln (1994, dapat menyebabkan kekambuhan perilaku
dalam Streubert & Carpenter, 2003) yaitu kekerasan pasien.
credibility, transferability, dependability, ...kadang membentak
dan confirmability. bentak...memarahi......bapaknya kan
emosian mbak...jadi kadang membentak
HASIL kan berani nggak ”(P1)
Partisipan mengungkapkan keinginan yang
Saturasi data dicapai setelah wawancara tidak terpenuhi dapat mencetuskan
pada partisipan 8 (lihat tabel 4). Peneliti kekambuhan perilaku kekerasan pasien.
bersama penelaah eksternal memeriksa

180 Jurnal Keperawatan Jiwa


180 Volume
Jurnal1 No. 2 November 2013
Keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 2, November 2013; 178-185
178-185
“jadi kalau keinginannya nggak Partisipan terkadang menggunakan
terpenuhi marah-marah....ngomongnya kekuasaannya sebagai pengambil keputusan
kasar...nggak enakin hati lah...”(P2) dalam keluarga untuk menekan perilaku
Ketidakpatuhan terhadap pengobatan dinilai kekerasan pasien berupa ancaman kepada
keluarga dapat berisiko mencetuskan pasien. Hal tersebut diungkapkan
kekambuhan bagi pasien. partisipan sebagai berikut:
“....dulu obatnya nggak diminum “ nanti kalau kamu mukul seperti itu
teratur...kadang itu tiba-tiba marah saya ikat saya naikkan ke mobil saya
sendiri...”(P2) mondokkan ke RSJ...(P3)

Tema 3. Upaya pengendalian emosi Tema 4. Kepedulian keluarga sebagai


pasien upaya pencegah kekambuhan
Partisipan mengungkapkan pendapatnya Kepedulian ini diwujudkan cara
terkait dengan sikap dan perilakunya untuk meningkatkan fungsi afektif ini dilakukan
mengendalikan emosi pasien untuk dengan memotivasi, menjadi pendengar
mencegah kekambuhan perilaku kekerasan yang baik, membuat senang, memberi
pasien. Upaya pengendalian emosi pasien kesempatan rekreasi, memberikan tanggung
ini ditunjukkan partisipan melalui sikap jawab, dan kewajiban peran dari keluarga
permisif, menghindari sumber pencetus sebagai pemberi asuhan.
kekambuhan perilaku kekerasan, “...membesarkan hatinya...begini-
menggunakan pendekatan yang tenang, dan begini...jangan pernah putus asa...putus
berperilaku mengancam pasien. semangat...harus bisa..”(P5)
Upaya pengendalian emosi pasien “...kamu kalau ada apa-apa itu bilang
dilakukan partisipan melalui sikap permisif sama bapak...bilang...jadi bapak itu
kepada pasien seperti menuruti keinginan tahu kalau kamu ada masalah apa...dia
dan membiarkan melakukan apa saja yang juga nurut..”(P8)
diinginkan oleh pasien. Ungkapan “…mesti dibuat hatinya senang
partisipan yang mendukung sebagai berikut. lah…jadi diberikan juga uang dari
...sudah lama tidak saudara…dibelikan pakaian…jadi
kambuh...ya...pokoknya itu terlihat senang sekali...” (P1)
apa..makannya itu harus “...kasihan, itu kan anak kita sendiri
kenyang....harus kenyang...lalu ya...yang penting itu ada pendekatan
apa...yang diinginkan itu dituruti...”(P1) kasih sayang..”(P8)
Upaya pengendalian emosi pasien yang lain Kepedulian ini juga melalui meningkatkan
yaitu partisipan menghindari hal-hal yang fungsi perawatan kesehatan berupa
dapat menyinggung perasaan dan mencoba memberikan komitmen dukungan dan
untuk tidak bersikap kasar kepada pasien. kepatuhan pengobatan.
Salah satu ungkapan partisipan yang “...yang penting itu telaten...saya rawat
menggambarkannya sebagai berikut. sebisa saya...”(P6)
“...takut kalau kambuh lagi...yang “...walaupun sudah sembuh ya...kalau
penting jangan menyinggung perasaan pak dokter belum berkata obatnya
anaklah....”(P2) berhenti...”(P3)
Pendekatan dengan tenang yang dilakukan
partisipan antara lain bersabar, Tema 5. Kepasrahan menerima kondisi
mengingatkan dengan pelan-pelan, pasien
memberikan waktu dengan meninggalkan Makna bagi keluarga dalam mencegah
pergi sementara waktu, menasehati ketika kekambuhan pasien diwujudkan partisipan
tenang, dan berhati-hati dalam tindakan. sebagai keyakinan sebagai ketetapan dari
“...saya berhati-hati sekali...pokoknya Tuhan dan menerima positif pasien dengan
jangan sampai ada yang keliru dalam segala kondisinya. Takdir dan nasib harus
tindakan saya..”(P6) menjalani perannya serta mengembalikan
urusan kepada Tuhan karena yakin sesuatu

Studi Fenomenologi: Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan 181


Studi Fenomenologi: Pengalaman KeluargaPerilaku Kekerasan
Mencegah Pasien PascaPerilaku
Kekambuhan Hospitalisasi RSJ
Kekerasan 181
Emi Wuri Wuryaningsih, Achir Yani S. Hamid,
Pasien PascaNovy Helena C. D RSJ
Hospitalisasi
Emi Wuri Wuryaningsih, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena C. D
yang Tuhan berikan adalah hal yang terbaik properti (perabotan dan peralatan rumah
bagi partisipan. Partisipan menyebutkan tangga) (Thompson, 2007).
bahwa pengalaman ini sebagai takdir dan
ujian hidup untuk Partisipan mengenali tanda-tanda pasien
“...ya terserah Gusti Allah...kalau akan melakukan perilaku kekerasan seperti
takdirnya nasibnya harus begini...ya wajah memerah, tegang, tangan mengepal,
harus dijalani...”(P4) tatapan mata tajam, dan sudah tidak bisa
“...terserah saja itu nggak...ini yang diarahkan lagi. Oleh karena itu, partisipan
diberikan Allah...pasti terbaik untuk dapat mengantisipasi pencegahan perilaku
aku...di balik kekurangannya pasien untuk merusak maupun menyerang
dia...pastinya nanti terdapat orang lain. Hal ini sesuai dengan Keliat &
kebanggaan dalam kehidupan..”(P5) Akemat (2006) bahwa tanda gejala pasien
Makna kepasrahan ini juga ditunjukkan akan melakukan perilaku kekerasan antara
partisipan melalui penerimaaan kondisi lain pasien mengepalkan tangan,
pasien dengan mengungkapkan rasa syukur mengatupkan rahang dengan kuat, muka
dan ikhlas. merah, dan ekspresi wajah tegang,
“...ya bersyukur...nggak kumat ngamuk- berbicara keras, berteriak, menjerit.
ngamuknya...ya bersyukur...”(P1) Menurut Haddad (2010), meningkatkan
“...saya sudah menerima ikhlas...”(P3) pengetahuan pasien dan keluarga tentang
tanda-tanda awal kekambuhan dapat
PEMBAHASAN mengurangi kekambuhan pada pasien
gangguan jiwa yang berpotensi melakukan
Hasil penelitian ini keluarga menyadari perilaku kekerasan. Berdasarkan uraian
adanya riwayat perilaku perilaku kekerasan fenomena partisipan dalam mencegah
serta tanda dan gejala pasien yang berisiko kekambuhan perilaku kekerasan pada
melakukan perilaku kekerasan. Riwayat pasien dengan gangguan jiwa, penting bagi
perilaku kekerasan tersebut meliputi perawat untuk meningkatkan pengetahuan
perilaku kekerasan pada orang lain, keluarga mengenali riwayat perilaku
perilaku lingkungan fisik, dan verbal. kekerasan, tanda dan gejala perilaku
Partisipan pada penelitian ini mengingat kekerasan, dan manajemen perilaku
dengan rinci perilaku kekerasan yang kekerasan oleh keluarga.
dilakukan pasien sebelumnya. Hutton
(2012), riwayat melakukan perilaku Hasil penelitian ini keluarga peka terhadap
kekerasan sebelumnya adalah faktor risiko hal-hal yang dapat mencetuskan
kekambuhan perilaku kekerasan. Oleh kekambuhan perilaku kekerasan pasien.
karena itu, cara paling baik untuk Hal-hal yang dapat mencetuskan
memprediksi terjadinya perilaku kekerasan kekambuhan tersebut dikarenakan pasien
pasien adalah mengenali adanya riwayat diprovokasi, keinginan pasien tidak
perilaku kekerasan pasien (Fontaine, 2009). terpenuhi, dan ketidakpatuhan terhadap
Partisipan mengungkapkan perilaku pengobatan. Hal ini didukung oleh
kekerasan fisik yang ditujukan pada orang Fortinash dan Worret (2004) bahwa
lain seperti menampar, memukul orang lain, keluarga harus memahami risiko terjadinya
menyiram air ke muka orang lain dan perilaku kekerasan sehingga dampak dari
mencakar, mengancam memukul orang perilaku kekerasan ini dapat dicegah. Salah
lain, berkelahi. Menurut Fontaine (2009), satu kunci mencegah kekambuhan adalah
perilaku kekerasan ini bisa dalam rentang mengidentifikasi faktor pencetus gejala dan
menampar sampai mendorong yang strategi untuk mengatasinya (Stuart, 2009).
bertujuan untuk menyerang orang lain. Sikap yang dapat memprovokasi pasien
Pasien juga mengancam bahwa dirinya pada penelitian ini yaitu konsekuensi dari
akan memukul orang lain dan mencoba sikap keluarga seperti bersikap keras, kasar,
untuk berkelahi, membakar, merusak memukul, memarahi dan membentak
pasien. Sikap ini didukung oleh hasil

182 Jurnal Keperawatan Jiwa


182 Volume
Jurnal1 No. 2 November 2013
Keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 2, November 2013; 178-185
178-185
penelitian Parker et al, (1990, dalam Heru, Kepedulian keluarga sebagai upaya
2000) bahwa sikap keluarga kepada pasien pencegah kekambuhan pasien ditunjukkan
yang sering mengkritik, bermusuhan atau melalui fungsi afektif dan perawatan
emosional, dan banyak mengatur akan kesehatan keluarga. Menurut Friedman et
memicu kekambuhan. al. (2003) fungsi afektif berbasis pada
kepedulian keluarga terhadap kebutuhan
Partisipan mengungkapkan ketidakpatuhan sosioemosional semua anggota
minum obat seperti menghentikan keluarganya. Hasil penelitian kepedulian
pengobatan, minum obat tidak teratur, dan keluarga dilakukan dengan memotivasi,
menurunkan dosis obat dapat memicu menjadi pendengar yang baik, membuat
kekambuhan perilaku kekerasan pasien. senang, memberi kesempatan rekreasi,
Didukung oleh hasil penelitian Haddad memberikan tanggung jawab, dan
(2010), ketidakpatuhan terhadap kewajiban peran dari keluarga sebagai
pengobatan antipsikotik merupakan faktor pemberi asuhan. Hal ini didukung
risiko terjadinya perilaku kekerasan pada penelitian Soekarta (2004), menyediakan
pasien gangguan jiwa. Oleh karena itu, waktu untuk berkomunikasi, sering
penting bagi perawat untuk meningkatkan berbincang-bincang, bercanda, mengadakan
pengetahuan keluarga mengenali faktor rekreasi bersama dapat meringankan beban
pencetus perilaku kekerasan sebagai upaya psikologis. Keluarga berkomitmen dalam
mencegah kekambuhan perilaku kekerasan memberikan dukungan dan mendampingi
pasien. pasien untuk patuh dalam pengobatan. Hal
ini sesuai dengan anjuran WHO (2002),
Upaya pengendalian emosi pasien yang perawatan kesehatan yang dapat diberikan
dilakukan keluarga melalui sikap permisif, keluarga pada pasien yaitu mendampingi
menghindari sumber pencetus kekambuhan, pasien melakukan pengobatan, memberikan
pendekatan yang tenang, dan terkadang dorongan yang positif, dan konsisten dalam
keluarga juga mengancam pasien. Sikap merawat pasien. Strategi untuk mengurangi
permisif yang dilakukan keluarga seperti kekambuhan pada pasien gangguan jiwa
membiarkan pasien melakukan berat yang berpotensi menimbulkan
keinginannya, dan mencoba menuruti perilaku kekerasan adalah meningkatkan
keinginan pasien. Keluarga menghindari kepatuhan minum obat antipsikotik
sumber pencetus kekambuhan dengan (Haddad, 2010).
berusaha tidak menyinggung permasalahan
masa lalu pasien, berusaha agar pasien tidak Makna keluarga menjalani pengalamannya
mendengar hal yang kurang menyenangkan dalam mencegah kekambuhan pasien yaitu
sehingga pasien tidak tersinggung, dan ketetapan dari Tuhan. Hal ini diungkapkan
keluarga banyak bersikap mengalah. partisipan dalam penelitian ini sebagai
Keluarga juga berusaha memperlakukan takdir yang harus dijalani, ujian dari Tuhan,
pasien tidak kasar. Hal ini didukung oleh dan hal yang terbaik yang Tuhan berikan
Fontaine (2009) bahwa pencegahan yang untuknya. Sesuai dengan Fitchett (2002,
dilakukan keluarga adalah memberikan dalam Carson & Koenig, 2008), salah satu
waktu untuk menenangkan diri yang dapat dimensi spiritualitas adalah keyakinan dan
membantu perasaan bermusuhan. Pasien pemaknaan, tidak hanya pada keyakinan
yang diperlakukan dengan dihargai individu dalam memberikan makna dan
cenderung dapat menurunkan tanda gejala menentukan tujuan hidupnya, tetapi juga
perilaku kekerasan. Sikap permisif yang riwayat pengalamannnya mempertahankan
ditunjukkan keluarga pada hasil penelitian keyakinannya. Kekuatan spiritual diperoleh
ini sesuai dengan ciri konsep ngemong pada keluarga sejalan dengan pencarian makna
penelitian Subandi (2008), yaitu dari pengalamannya (Fontaine, 2009).
pemenuhan kebutuhan partisipan.
Adanya sikap penerimaan positif tersebut
mencerminkan kesejahteraan spiritual yang

Studi Fenomenologi: Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan 183


Studi Fenomenologi: Pengalaman KeluargaPerilaku Kekerasan
Mencegah Pasien PascaPerilaku
Kekambuhan Hospitalisasi RSJ
Kekerasan 183
Emi Wuri Wuryaningsih, Achir Yani S. Hamid,
Pasien PascaNovy Helena C. D RSJ
Hospitalisasi
Emi Wuri Wuryaningsih, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena C. D
memberikan dukungan kepada partisipan SARAN
tetap mengusahakan hal yang terbaik
meskipun harus menghadapi kesulitan dan Pengembangan psikoedukasi terhadap
beban dalam upayanya mencegah keluarga dan pasien di tatanan pelayanan
kekambuhan pasien. Hasil penelitian komunitas serta penelitian kualitatif tentang
menunjukkan penerimaan positif terhadap pencegahan kekambuhan perilaku
pengalamannya yaitu memakluminya, kekerasan berdasarkan perspektif pasien
menerima dengan ikhlas, bersyukur, tidak guna mengembangkan terapi suportif pada
merasa malu maupun jengkel, merasa tidak pasien dan keluarga di tatanan komunitas.
ada kesulitan untuk mencegah kekambuhan
pasien. Sesuai dengan hasil penelitian Referensi
Subandi (2008), menunjukkan sikap Burns, N., & Grove, S.K. (2009). The
keluarga yang pasrah dan menerima practice of nursing research:
terhadap kenyataan yakni memiliki anggota appraisal, synthesis, and generation of
keluarga yang gangguan jiwa tetapi bukan evidence (6th edition). USA: Saunders
berarti menerima pasif. Sebaliknya mereka Elsivier
menerima kenyataan sambil terus tetap Carson, V.B & Koenig, H.G. (2008).
berusaha. Spiritual dimensions of nursing
practice. USA: Templeton Foundation
Kepasrahan dan penerimaan positif ini Press
hampir ditunjukkan oleh seluruh partisipan. Choe, J.Y., Teplin, L.A., & Abram, K.M.
Hal ini dipengaruhi oleh agama yang (2008). Perpetration of violence,
dipeluk partisipan yaitu agama Islam. Pada violent victimization, and severe
Al-Quran (kitab umat Islam) mengajarkan mental illness: balancing public health
umatNya untuk bertawakal kepada Allah. concerns. Psychiatric services,
Tawakal kepada Allah atau berserah diri 59(2),153-164.
kepada segala kehendakNya tetapi tetap Depkes RI. (2008). Riset kesehatan dasar
disertai usaha yang nyata untuk 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan
menghadapi permasalahan. Penerimaan Pengembangan Kesehatan Republik
positif ini juga dipengaruhi oleh budaya Indonesia
Jawa yang memiliki prinsip ngemong pada Drapalsky, et al. (2008). Unmet needs of
anggota keluarga yang sakit. Prinsip dasar families of adults with mental illness
dari ngemong adalah menghadapi perilaku and preferences regarding family
dan sikap seseorang dan memposisikan services. Psychiatric services, 59(6),
seseorang tersebut sebagai seorang anak 655-664.
(Subandi, 2008). Fontaine, K.L. (2009). Mental health
nursing (6th edition). New Jersey:
KESIMPULAN Pearson Prentice Hall
Fortinash, C.M & Holloday. (2004).
Hasil penelitian ini menunjukkan keluarga Psychiatric nursing care plan (4th
berupaya mencegah kekambuhan perilaku edition). St.Louis: Mosby Year Book
kekerasan pada pasien gangguan jiwa berat. Friedman, Bowden, & Jones (2003). Family
Upaya keluarga mencegah kekambuhan nursing: research, theory, and practice
pasien dengan risiko perilaku kekerasan (5th edition) (Alih Bahasa: Achir Yani
yaitu kepedulian terhadap keluarga, S. Hamid dkk). Jakarta: EGC Penerbit
mengendalikan emosi pasien, dan peka buku kedokteran
terhadap faktor pencetus kekambuhan. Haddad, P.M. (2010). The Cost of relapse
Kepasrahan menerima kondisi pasien in schizophrenia. Mind & Brain, The
menjadi hikmah keluarga dalam merawat Journal Of Psychiatry,2, 33-38.
dan mencegah perilaku kekerasan pasien. Diakses melalui
Diagnosis keperawatan pasien lebih dari http://search.proquest.com/docview/75
satu ketika rawat inap di RSJ. 1246902

184 Jurnal Keperawatan Jiwa


184 Volume
Jurnal1 No. 2 November 2013
Keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 2, November 2013; 178-185
178-185
Heru, A.M. (2000). Family functioning, value and barriers. BMC Psychiatry,
burden, and reward in the caregiving 11,172-182.
for chronic mental illness. Families, RS Soeroyo Magelang. (2011). Laporan
system, & health, 18(1), 91-103. rekam medis RS Prof Dr Soeroyo
Huang, Hung, Sun, Lin, & Chen (2009). Magelang Jawa Tengah. Tidak
The experiences of cares in Taiwanese dipublikasikan
culture who have long term Soekarto, A. (2004). Manipulasi keluarga
schizophrenia in their families: a dalam pencegahan kekambuhan
phenomenological study. Journal of skizofrenia [Pidato pengukuhan guru
Psychiatric and Mental Health besar]. Yogyakarta, Indonesia:
Nursing, 16, 874-883. Universitas Gajah mada.
Hutton, P., Parker, S., Bowe, S., & Ford, S. Streubert, H.J. & Carpenter, D.R. (2003).
(2012). Prevalence of violence risk Qualitative research in nursing;
factors in people at ultra-high risk of Advancing the humanistic imperative
developing psychosis: a service audit. 3th edition. Lippincott William &
Early Intervention in Psychiatry, (6), Wilkins: Philadelphia
91–96. Stuart, G.W., (2009). Principles and
Keliat, B.A. (2003). Pemberdayaan klien practice of psychiatric nursing 9th
dan keluarga dalam perawatan klien edition. Missouri: Mosby IncSubandi,
skizofrenia dengan perilaku kekerasan M.A. (2008). Ngemong: Dimensi
di Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor keluarga pasien psikotik di Jawa.
(Disertasi tidak dipublikasikan). Jurnal Psikologi, 35(1), 62-79.
Universitas Indonesia, Depok, Taylor, P.J. (2008). Psychosis and
Indonesia. Violence: Stories, Fears, and Reality.
Keliat, B.A. & Akemat. (2006). Model Canadian Journal Psychiatry, 10, 647-
praktik keperawatan profesional jiwa. 659.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Thompson, M.S. (2007). Violence and the
Kokanovic, R., Peterson, A., & Klimidis, S. costs of caring for a family member
(2006). “No body can help me – i am with severe mental health illness.
living through it alone”: Experiences Journal of Health and Social Behavior,
of caring for people diagnosed with 48, 318-333.
mental illness in ethno-cultural and WHO. (2001). Shizophrenia. Diakses
linguistic minority communities. melalui http://www.who.int
Journal of immigrant and minority /mental_health /topics .html
health, 8(2),125-135. Diakses melalui WHO. (2002). Family intervention and
http://search.proquest.com/docview/19 support in schizhophrenia. Diakses
9536822 melalui http://www.who.int diperoleh
Maldonado, J.G., Urizar, A.C., & tanggal 13 Februari 2013
Kavanagh, A.C. (2005). Burden of Wiyati, R., Wahyuningsih, D., &
care and general health in families of Widayanti, E.D (2010). Pengaruh
patients with schizophrenia. Soc psikoedukasi keluarga terhadap
Psychiatry Psychiatr Epidemiol,40, kemampuan keluarga dalam merawat
899–904. klien isolasi sosial. Jurnal
Parrot, M. (2010). News frames and Keperawatan Soedirman, 5(2), 85-94
attitudes toward mental illness Wood, L.P.K., & Wilson, M.N. (2005). The
(Master’s thesis, University of context of caretaking in rural areas:
Alabama, Alabama, USA). family factors influencing the level of
Peters, S., Pontin, E., Lobban, F., & Morris, functioning of seriously mentally ill
R. (2011). Involving relatives in patients living at home. American
relapse prevention for bipolar disorder: journal of community psychology,
a multi-perspective qualitative study of 36(1/2),1-13. DOI: 10.1007/s10464-
005-6229-2.

Studi Fenomenologi: Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan 185


Studi Fenomenologi: Pengalaman KeluargaPerilaku Kekerasan
Mencegah Pasien PascaPerilaku
Kekambuhan Hospitalisasi RSJ
Kekerasan 185
Emi Wuri Wuryaningsih, Achir Yani S. Hamid,
Pasien PascaNovy Helena C. D RSJ
Hospitalisasi
Emi Wuri Wuryaningsih, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena C. D

Anda mungkin juga menyukai