Anda di halaman 1dari 75

PEMERIKSAAN FISIK

Mata Kuliah : Kebutuhan Dasar Manusia II

Dosen Pembimbing : M. Hasib Ardani, S.Kp.,M.Kes

Disusun oleh :

Melin Agustin Ismayadi (22020118120034)

Nur Suci Nilamsari (22020118130068)

Charisma Putri Meilani (22020118130075)

Yovita Kristi Yoga (22020118130088)

Inas Salsabila Rofi (22020118140138)

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
A. TEORI YANG MENDASARI
1. Anatomi dan Fisiologi Manusia
Tubuh manusia merupakan suatu kesatuan yang kompleks dari suatu sel yang
terdiferensiasi yang bergabung secara struktural dan fungsional untuk melakukan
fungsi penting dalam kelangsungan hidup dari seluruh organisme. Sel-sel
individual merupakan unit dasar dan hampir semua sel- sel ini secara individual
menunjukkan aktivitas yang mendasar untuk semua bentuk kehidupan seperti
metabolisme dan replikasi. Kunci utama untuk kelangsungan hidup seluruh sel
tubuh adalah lingkungan internal tubuh. Hal ini mengacu kepada cairan yang
mengelilingi sel dan yang ada dalam darah. Setiap organ tubuh manusia terdiri
dari dua atau lebih jaringan yang bekerja bersama sehingga memungkinkan
organ untuk melakukan fungsi spesifiknya. Tubuh manusia memiliki sejumlah
organ yang masing-masing memiliki bentuk dan fungsi yang jelas. Bagian organ
dapat dibedakan menjadi dua bagian yakni interior dan posterior seperti yang
ditampilkan dalam berikut ini (Chalik, 2016).

Kemudian terdapat organ-organ penting dalam tubuh seperti otak,


sumsum tulang bekalang, diafragma, jantung, liver, pankreas, lambung, ginjal,
kandung kemih, uretra, kandung empedu seperti yang ada pada gambar berikut
ini (Chalik, 2016):
Kelompok organ terorganisir dalam sistem tubuh. Setiap sistem
merupakan organ yang melakukan fungsi terkait dan berinterkasi untuk
menyelesakan aktivitas umum yang sangat penting untuk kelangsungan hidup
tubuh secara keseluruhan. Organ tubuh tersusun dalam kelompok fungsional
sehingga fungsi tunggal mereka akan terkoordinasi untuk melakukan fungsi
sistem yang spesifik. Kelompok fungsional yang terkoordinasi disebut dengan
sistem organ. Sistem pencernaan dan saraf merupakan contoh dari sistem
organ. Sebagian besar organ milik satu sistem organ, tetapi ada beberapa organ
yang ditugaskan untuk lebih dari satu sistem organ. Masing-masing dari sistem
otgan memiliki fungsi yang unik, akan tetapi semua sistem organ tentunya
saling terkait satu sama lainnya (Chalik, 2016). Contohnya yaitu semua sistem
organ tergantung pada sistem kardiovaskuler untuk mengangkut material-
material ke dan dari sel. Sitem organ akan bekerja sama untuk mengaktifkan
fungsi tubuh manusia. Berikut merupakan penjelasan dalam bentuk tabel
terkait sistem organ dan fungsinya:
Sistem Organ Fungsi
Integumen Melindungi jaringan di bawahnya serta membantu

untuk mengatur suhu tubuh


Kerangka Mendukung tubuh, melindungi organ vital,
menyimpan mineral serta menghasilkan unsr
Terbentuk
Otot Menggerakan tubuh dan bagian tubuh serta
menghasilkan panas
Respirasi Menukar O2 dan CO2 antara udara dan darah di
paru-paru, dan pengaturan pH
Kardiovaskuler Mengangkut nutrisi, oksigen dan hormon ke
seluruh tubuh dan melepaskan limbah metabolik
(karbon dioksida, limbah nitrogen), perlindungan
tubuh oleh sel darah putih, antibodi dan protein
komplemen yang beredar dalam darah dan
mempertahankan tubuh terhadap mikroba asing dan
toksin, pengaturan suhu tubuh, pH cairan dan kadar
air sel.
Limfoid Mengumpulkan dan membersihkan cairan
interstisial dan mengembalikannya ke darah
(memberikan kekebalan tubuh)
Perkemihan Mengatur volume dan komposisi darah dengan
membentuk dan mengeluarkan urine
Edokrin Mensekresikan hormon dan mengkoordinasikan
fungsi tubuh seperti; pertumbuhan, perkembangan,
reproduksi, metabolisme, homeostasis
Saraf Mendeteksi perubahan internal dan eksternal,
analisis perubahan terdeteksi, organisasi informasi
untuk digunakan segera dan selanjutnya, dan
inisiasi tindakan yang tepat dalam menanggapi
perubahan.
Pencernaan Mencerna makanan dan menyerap nutrisi
Respirasi Menukar O2 dan CO2 antara udara dan darah di
paru-paru, dan pengaturan pH

2. Homeostasis

Tubuh manusia merupakan suatu sistem yang terorganisir serta memiliki


sistem pengaturan tubuh yang selalu saling berkoordinasi guna mempertahankan
kondisi tubuh agar selalu berada dalam keadaan yang stabil secara fisiologis.
Apabila terjadi gangguan pada tubuh secara fisiologis maka tubuh akan selalu
merespon dan berusaha untuk dapat mengembalikan pada keadaan normal
melalui mekanisme umpan balik negatif dan positif. Seperti halnya ketika tekanan
darah turun maka reseptor sensorik akan mengirimkan sinyal ke pusat kontrol
otak. Pusat kontrol ini akan mengirimkan sinyal saraf ke dinding arteri untuk
berkontriksi. Ketika tekanan darah naik sistem ini akan diaktivasi. Demikian
konsep tersebut dikenal dengan homeostasis. Agar tubuh dapat berfungsi secara
optimal, maka kondisi di dalam tubuh yang biasa disebut dengan lingkungan
internal (CES; cairan ekstrasel) harus diatur dengan sangat hati-hati. Oleh sebab
itu ada beberapa variabel penting seperti suhu tubuh, tekanan darah, kandungan
oksigen dan karbon dioksida dari darah serta keseimbangan elektrolit secara aktif
dipertahankan dalam batas fisiologi (Chalik, 2016).

Homeostasis sangat penting dikarenakan sel dan jaringan tubuh hanya akan
tetap hidup dan berfungsi secara efisien apabila kondisi internal dapat
dipertahankan dengan baik. Sistem kontrol homeostatik dikelompokkan menjadi
2 kelas kontrol yaitu sebagai berikut (Chalik, 2016);

a. Kontrol instrinsik (lokal) terdapat di dalam dan inherent bagi organ


tersebut, misalnya seperti ketika otot sedang beraktivitas yang tinggi dan
menggunakan oksigen yang tinggi pula, maka kadar oksigen akan turun.
Kemudian perubahan kimia lokal pada otot akan menyebabkan pembuluh
darah bervasodilatasi dan meningkatkan aliran darah ke otot sehingga
kadar oksigen meningkat.
b. Kontrol ekstrinsik, pada kontrol homeostatik sebagian besar dikontrol
oleh kontrol ekstrinsik. Mekanisme regulasi dimulai dari luar organ
untuk mengubah aktivitas organ tersebut, mekanisme ini dilakukan oleh
sistem saraf dan endokrin. Contohnya yaitu mekanisme untuk
memulihkan tekanan darah ke tingkat yang sesuai, dimana dalam hal ini
organ yang bekerja adalah sistem saraf jantung dan pembuluh darah di
seluruh tubuh.

Mekanisme kontrol homeostatik bekerja berdasarkan dari prinsip umpan balik,


terdapat dua jenis umpan balik yaitu;
1) Umpan balik negatif (negative feedback), perubahan suatu faktor
dikontrol secara homeostatis yang akan memicu respon agar berupaya
untuk memulihkan faktor tersebut ke normal dengan menggerakan faktor
ke arah yang berlawanan dari perubahan awalnya. Berikut merupakan
contoh dari mekanisme umpan balik negatif yang mengatur kadar
glukosa darah;

2) Umpan balik positif (positive fedback), perubahan pada variabel


terkontrol memicu respon yang mendorong ke arah yang sama seperti
awal perubahan sehingga perubahan menjadi semakin kuat. Umpan balik
positif jarang terjadi, akan tetapi umpan balik ini juga berperan penting
dalam keadaan tertentu, seperti contohnya pelepasan oksitosin yang
semakin banyak dengan semakin besarnya tekanan pada serviks.
3. Kebutuhan dasar manusia

Manusia sebagai makhluk yang holistik merupakan makhluk yang utuh terdiri
dari aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual atau sering kali disebut
dengan makhluk biopsikososialspiritual. Sebagai makhluk biologis manusia
terdiri dari sistem organ tubuh yang digunakan untuk mempertahankan
hidupnya, mulai dari lahir, tumbuh kembang hingga meninggal. Sebagai
makhluk psikologis manusia mempunyai struktur kepribadian, tingkah laku
sebagai manifestasi kejiwaan, kemampuan berpikir serta kecerdasan. Sebagai
makhluk sosial manusia hidup bersama orang lain, saling membutuhkan satu
sama lainnya untuk keberlangsungan hidup yang dijalani. Sebagai makhluk
spiritual manusia memiliki keyakinan, pandangan hidup serta dorongan hidup
yang sejalan dengan keyakinan yang diyakininya. Dimana pada keempat unsur
tersebut tidak dapat dipisahkan, gangguan pada salah satu aspek maka
ancaman terhadap aspek lainnya. Manusia mempunyai beberapa kebutuhan
dasar yang harus terpenuhi apabila ingin dalam keadaan sehat dan seimbang.
Kebutuhan dasar manusia adalah unsur-unsur yang dibutuhkan untuk
mempertahankan keseimbangan fisiologis dan psikologis yang memiliki tujuan
untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan (Kasiati dan Rosmalawati,
2016).

4. Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslo

Dalam hirarki Abrahann Maslow, kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan


yang paling mendasar yang memiliki prioritas teringgi. Kebutuhan fisiologis
merupakan suatu hal yang mutlak yang harus terpenuhi oleh manusia untuk
mempertahankan hidupnya. Kebutuhan fisiologis yaitu pemenuhan oksigen
dan pertukaran gas, kebutuhan cairan, nutrisi, eliminasi, istrihat dan tidur,
aktivitas, keseimbangan suhu tubuh dan kebutuhan seksual. Dalam hirarki A.
Maslow terdapat 5 kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi, yaitu
sebagai berikut (Kasiati dan Rosmalawati, 2016);
Pelaksanaan pemeriksaan fisik dilakukan guna membantu memenuhi
kebutuhan dasar klien. Kebutuhan dasar fisiologis yang dapat dikaji Ketika
melakukan pemeriksaan fisik yaitu :
Kebutuhan dasar Pengkajian Fisik
Sistem Indera - Mata
- Hidung
- Telinga
- Lidah
Sistem Saraf - Saraf kranial I hingga XII
Sistem Muskuloskeletal - Kepala
- Leher
- Pergelangan tangan dan tangan
- Siku
- Bahu
- Pergelangan Kaki dan tungkai
- Lutut
- Pinggul
- Tulang belakang
- Cara berjalan
Sistem Integumen - Kulit
- Tekstur kulit
- Warna kulit
- Turgor
- Temperatur
- Bau
- Kelembaban
- Suhu
- Luka
- Kuku
- Rambutbersi
Sistem Respirasi - Mata
- Mulut dan bibir
- Vena di leher
- Dada
- Kulit
- Ujung jari dan bantalan kuku
Sistem Kardiovaskuler - Jantung
Sistem Perkemihan - Kulit: mengkaji turgor kulit dan mukosa kulit
- Ginjal: nyeri tekan di daerah pinggul, auskultasi
untuk mendeteksi adanya bunyi bruit di arteri
ginjal, posisi bentuk dan ukuran ginjal
- Kandung kemih: pembengkakan pada kandung
kemih atau lekukan konveks pada abdomen bagian
bawah, nyeri tekan, kandung kemih penuh
menimbulkan bunyi perkusi tumpul.
- Meatus Uretra
Sistem Pencernaan - Abdomen
- Usus

1. Kebutuhan Fisiologis
A. Sistem Saraf Kranial
1) Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup
bersih. Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung
klien dan dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien
diminta menebak bau tersebut. Lakukan untuk lubang hidung yang
satunya.
2) Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum
pemeriksaan. Periksa ketajaman dengan membaca dan diberi jarak.
3) Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan
Abdusen)
Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi
konjungtiva, dan ptosis kelopak mata. Pada pupil diperiksa reaksi
terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya perdarahan pupil Pada
gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi
cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral
bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan
bolamatanya
4) Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)
Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kulit wajah daerah
maxilla, mandibula dan frontal dengan menggunakan kapas. Minta
klien mengucapkan ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan
kiri. Diameter pupil normal kira-kira 3 – 4 mm.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan mengatupkan rahang dan
merapatkan gigi periksa otot masester dan temporalis kiri dan kanan
periksa kekuatan ototnya, minta klien melakukan gerakan mengunyah
dan lihat kesimetrisan gerakan mandibula.
5) Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan
sentuhkan ke ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi
untuk gula dan asam Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum,
bersiul, mengangkat kedua alis berbarengan, menggembungkan pipi.
Lihat kesimetrisan kanan dan kiri. Periksa kekuatan otot bagian atas
dan bawah, minta klien memejamkan mata kuat-kuat dan coba untuk
membukanya, minta pula klien utnuk menggembungkan pipi dan tekan
dengan kedua jari.
6) Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)
Test pendengaran menggunakan weber test dan rhinne test Cabang
choclear dengan romberg test dengan cara meminta klien berdiri tegak,
kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya
ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat
apakah klien dapat mempertahankan posisi.
Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan
tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera
pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita
menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus
akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus
eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar
didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne
negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus
lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
7) Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosofaringeus dan Vagus)
Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum,
normal bila uvula terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.
Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring
menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring. Periksa aktifitas
motorik faring dengan meminta klien menelan air sedikit, observasi
gerakan menelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara saat
klien berbicara.
8) Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan
kedua bahu secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien
menoleh ke kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu
kanan dan kiri bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi
rentang pergerakan sendi Periksa kekuatan otot trapezius dengan
menahan kedua bahu klien dengan kedua telapak tangan dan minta
klien mendorong telapak tangan pemeriksa sekuat-kuatnya ke atas,
perhatikan kekuatan daya dorong. Periksa kekuatan otot
sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk menoleh kesatu
sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan kekuatan
daya dorong
9) Fungsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan,
observasi kesimetrisan gerakan lidah Periksa kekuatan lidah dengan
meminta klien mendorong salah satu pipi dengan ujung lidah, dorong
bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua pipi dengan kedua
jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang lain.
B. Sistem Muskuloskeletal
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan meliputi:
a. Kepala dan Leher
1. Palpasi sendi tempomandibular ketika pasien membuka dan
menutup rahang
2. Palapsi tulang belakang servikalis
3. Uji batas gerak leher dalam Fleksi, ekstensi, rotasi, dan
membengkokan kepala kea rah lateral
b. Pergelangan tangan dan tangan
1. Membuat kepalan pada setiap tangan dan melurkan jari-jari
2. Fleksi-ekstensi pergelangan tangan
3. Membalikan tangan kearah lateral dan medial
4. Ekstensi tangan dan pergelangan tangan
5. Palpasi sendi Interfalang distal dan proksimal, sendi
metakarpofalangeal, dan sendi pergelangan tangan
c. Siku
1. Fleksi dan Ekstensi Siku
2. Pronasi dan supinasi telapak tangan
3. Inspeksi dan palpasi:
a) Prososus olekranon
b) Lekukan di senci siku
c) Epikondile medial dan lateral
d) Permukaan ekstensor dan ulna
d. Bahu
1. Mengangkat kedua tangannya ke arah vertikal
2. Abduksi dan adduksi eksternal
3. Rotasi internal
4. Inspeksi bahu dan pangkal bahu dari depan dan belakang
5. Palpasi terhadap nyeri tekan
e. Pergelangan Kaki Dan Tungkai
1. Inspeksi sendi pergelangan kaki
2. Palpasi setiap sendi
3. Raba sepanjang tendon achiles
4. Tekan sendi metatarsalsofalangeus, palpasi setiap sendi antara ibu
jari dan jari klien
5. Kaji batas gerak
a) Dorsefleksi dan plantarfleksi terhadap pergelangan
b) Stabilkan pergelangan kakidengan satu tangan dan putar
kedalam dan keluar tumit
c) Stabilkan tumit dan putar ke dalam dan keluar telapak
kakidepan
d) Fleksikan jari-jari kaki terhadap sendi metatarsofa angeus
f. Lutut dan Pinggul
1. Inspeksi dan palpasi masing-masing lutut
2. Area kantung suprapatelar
3. Rongga pada masing-masing sisi patela
4. Kaji kompartemen patelofemolar
a) Tekan pada patela gerakan terhadap femur yang mendasarinya
b) Tekan patela ke arah cistal dan minta klien untuk
mengencangkan lutut terhadap meja
c) Dengar lutut pasien difleksikan 90-, palpasi sendi tibiofemolar
g. Priksa Rentang Gerak
1. Fleksi pacla pinggul dan lutut
2. Rotasi di pinggul baik internal maupun eksternal
3. Abduksi pada pinggul
h. Palpasi area berikut:
1. Sendi pinggul dan bursa ileopektineal, latteral terhadap denyut
femoralis
2. Bursa trokanterik, pada trokantor mayor dari femur
3. Bursa ikstial, superfisial terhadap tuberositas iskial
4. Amati tiap deformitas lutut dan kaki ketika klien berdiri
i. Tulang Belakang
Langkah inspeksi:
1. Pemeriksaan batang tubuh dari pandangan posterior, anterior, dan
lateral.
2. Perawat berdiri dibelakang pasien
3. Perhatikan setiap perbedaan tinggi bahu dan Krista silica,
kesimetrisan bahu dan pinggul,kelurusan tinggi tulang belakang.
j. Cara Berjalan
Cara berjalan dikaji dengan meminta pasien untuk berjalan dan perawat
mengamati cara berjalan mengenai kehalusan dan iramanya. Kasus
yang sering ditemukan:
1. Pincang biasa terjadi karena nyeri akibat menyangga beban tubuh
atau salah satu ekstermitas lebih pendek dari yang lain.
2. Kondisi neurologis seperti spastic pada pasien hemiparesis stroke,
selangkah selagkah pada pasien lower motor neuron, dan cara
berjalan bergetar pada pasien Parkinson.
C. Sistem Integumen
Pemeriksaan fisik pada sistem integument:
a. Kulit
Menurut Smith, Duell, & Martin (2008), inti dari pemeriksaan
integritas kulit adalah dengan melakukan:
1. Mengkaji tanda kerusakan kulit dan adanya erupsi lesi;
2. Mengkaji warna kulit;
3. Memeriksa penurunan turgor kulit;
4. Mengevaluasi adanya keluhan gatal dan mati rasa,
5. Mengevaluasi tekstur kulit:
6. Mengkaji higenilas secara umum:
7. Melakukan observasi peningkatan atau penurunan pigmentasi dan
perubahan warna.
8. Mengevaluasi kondisi klien untuk menentukan apakah
kemungkinan memerlukan bantuan peralatan yang sesuai atau
model bed atau kasur khusus.
Periksa seluruh permukaan kulit dibawah cahaya yang baik lalu
Inspeksi dan palpasi setiap area. Perhatikan :
1. Warna kulit
Normal: Saat di inspeksi kulit nampak lembab, Jika ditemukan
kemerahan itu merupakan hal yang disebabkan kulit sering terpapar
cahaya matahari yang berlebihan sehingga berpigmen elek
vasodilatasi yang ditimbulkan oleh demam sengatan matahari dan
inflamasi yang menimbulkan bercak kemerahan pada kulit.
Abnormal:
2. Tekstur kulit
Palpasi tekstur kulit dengan cara mengelus secara lembut dengan
ujung jari. Normal: Lembut dan elastis pada orang dewasa dan anak
anak, untuk orang tua umumnya kulit keriput karena kekurangan
kolagen, lemak, subkutan, dan kelenjar keringat.
3. Turgor
Diukur dengan tekan berapa lama kulit dan jaringan dibawahnya
kembali ke bentuk awal setelah ditarik kembali ke bentuk awal
setelah ditarik. Normalnya kembali < 3 detik. Abnormal: Nampak
tegang karena odema dan adanya atrofi.
4. Kelainan/lesi kulit
Normal : Tidak terdapat lesi
Abnormal: Terdapat lesi kulit, tentukan :
a. Bentuk Lesi
1) Lesi Primer : Bulla, macula, papula, plaque, nodula, pigmentasi,
hypopigmentasi, pustula.
2) Lesi Sekunder : Tumor, crusta, fissura, erosi, vesikel,
eskoriasi,lichen.likası, scar, ulceratif.
b. Distribusi dan konfigurasinya : General, Unilateral, Soliter,
Bergerombol.
5. Temperatur
Dikaji dengan dursal tangani.
Normal. Saat diraba hangat secara keseluruhan. Bila ada hipertermi
atau hipotermi, bandingkan dengan bagian opposite.
Abnormal: kulit teraba dingin (kurang oksigen atau sirkulasi tidak
adekuat), temperature meningkat (tanda infeksi)
6. Bau
Pada kulit normal, kulit bebas dari bau yang tidak mengenakan.
Bau yang lajar secara nonnal akan ditemukan pada peningkatan
produksi keringat pada area aksila dan lipat paha atau bau yang
disebabkan karena adanya luka terbuka ataupun kurangnya
perawatan hygiene dari pasien.
7. Kelembapan kulit
Kulit normal: halus dan kering
Palpasi unung jari dengan tangan kosong untuk merasakan adanya
kekeringan dan adanya tampilan flacking (butiran seperti ketombe
ketika kulit digosok ringan). Hal ini menandakan kulit terlalu
kering
8. Suhu
Palpasi menggunakan punggung tangan
Normalnya kulit terasa hangat
9. Pemeriksaan luka
Perawat dapat melakukan pemeriksaan luka dengan metode
inspeksi dan palpasi untuk mendapatkan data tentang luka yang
meliputi:
a. Perdarahan
b. Proses inflamasi (kemerahan & pembengkakan)
c. Proses granulasi jaringan (yaitu menurunnya reaksi inflamasi
pada saat pembekuan berkurang)
d. Jaringan parut atau bekas luka (scar) akibat fibroblas dalam
jaringan granulasi mengeluarkan kolagen yang membentuknya
serta berkurangnya ukuran parut yang merupakan indikasi
terbentuknya keloid.
e. Benda asing atau bahan2 pengontaminasi pada luka, misal:
tanah, pecahan kaca atau benda asing lain.
f. Ukuran, kedalaman dan lokasi luka.
g. Drainase, pembengkakan, bau yang kurang sedap dan lokasi
nyeri pada daerah luka.
b. Kuku
Pemeriksaan kuku dilakukan dengan melakukan inspeksi terhadap
warna, hentuk, dan keadaan kuku. Adanya jari tubuh (clubbed fingers)
dapat menunjukkan penyakit pernafasan kronis, atau penyakit jantung.
Bentuk kuku yang cekung atau cembung menunjukkan adanya cedera
defisiensi besi, atau infeksi. Inspeksi dan palpasi kuku jari tangan dan
kaki. Perhatikan:
1. Warna: Sianosis, pucat. Ikterik.
2. Bentuk: Jari tubuh (clubbing)
3. Adanya lesi: Paronkia, anikolisis
c. Rambut
Dalam keadaan normal, bulu halus (vclus) menutupi semua bagian
tubuh kecuali telapak tangan dan kaki, serta permukaan labia dalam.
Rambut yang kering. rapuh, dan kekurangan pigmen dapat
menunjukkan adanya kekurangan gizi. Rambut yang jarang atau
tumbuh kurang subur dapat menunjukkan adanya malnutrisi. Penyakit
hipotiroidisme, elek obat dan lain-lainnya. Inspeksi dan palpasi rambut:
1. kuantitas: Tipis, tebal
2. Distribusi : Alopesia sebagian atau tota.
3. Tekstur: Ilalus, kasar.
D. Sistem Respirasi
Inspeksi yang biasa ditemui pada masalah respirasi ialah Mata:
xantelasma, arkus kornea, konjuntiva pucat atau sianosis, terdapat pelekta
di konjungtiva. Mulut dan bibir: membrane mukosa sianosis, bernafas
dengan mulut. Vena di leher: distensi. Dada: Retraksi, tidak simetris. Kulit:
sianosis, turgor kulit berkurang, edema dependen atau periorbital. Ujung
jari dan bantalan kuku: sianosis, hemoragi pada tulang matakarpal, jari
tabuhObservasi pergerakan dada untuk menilai kekuatan pasien saat
melakukan inspirasi dan ekspirasi. Normalnya pergerakan antara dada
kanan dan kiri sama dan tidak ada keterlambatan. Selain itu, perlu
dilakukan pengkajian mengenai cara bernafas pasien misalnya melalui
hidung, mulut, atau adanya penggunaan otot bantu pernafasan. Normalnya
seseorang akan melakukan pernafasan menggunakan hidung. Inspeksi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui bunyi paru apakah ada
permasalahan seperti ada efusi pleura atau permasalahan lain. Pada perkusi
thorax dilakukan di semua lapang paru dan bunyi normal yang dihasilkan
adalah suara sonor.
Auskultasi digunakan untuk menentukan suara nafas paru normal
apabila dilakukan pengkajian menggunakan pemeriksaan fisik akan
terdengar suara seperti vesikuler pada bagian seluruh lapang paru,
trakeal pada bagian trakea, bronkial pada bagian manubrium,
pneumonia lobaris, dan bronkoverikuler pada bagian ruang ICS I dan
II baik kanan maupun kiri serta pada area interscapula bagian belakang
yang mana terdapat ovelap antara parenkim paru dengan bronkus besar.

E. Sistem Kardiovaskuler
Pemeriksaan kardiovaskuler dilakukan pada beberapa area misalnya
aorta, apeks, katup tricuspid di ventrikel kanan, dan epigastric. Hal yang
dilakukan pertama kali adalah dengan menilai bentuk precordium, denyut
nadi pada dada, denyut vena, dan iktus kordis. Normalnya belah dada
(precordium) adalah simetris tdak cekung atau menggembung. Denyut nadi
pada dada dapat kita lihat dengan memperhatikan pericordium di samping
sternum yang bergerak secara teratur naik dan turun untuk menemukan
adanya kelainan pada ventrikel. Denyut vena normalnya tidak dapat
ditemukan pada bagian dada depan atau belakang apabila kita inspeksi.
Iktus kordis dapat ditemukan apabila seseorang duduk atau tidur terlentang
di ruang ICS V. Pada keadaan normal iktus kordis dapat terlihat berupa
tonjolan kecil dan local (Bella, 2018).
Palpasi dilakukan pada apeks jantung untung menilai pulsasi jantung.
Normalnya luas pulsasi tidak lebih dari 1-2 cm. Palpasi juga dilakukan
untuk mengetahui kuat tidaknya iktus kordis. Pada keadaan normal iktus
kordis ditemukan pada ICS V kiri sedikit ke arah medial (Bella, 2018).
Perkusi dilakukan untuk menilai batas jantung. Suara batas kiri dan kanan
jantung normal berubah dari sonor ke redup.
Auskultasi dilakukan pada area mitral (ICS V midklavikula), tricuspid
(ICS IV sternalis kiri), pulmonal (ICS II sternalis kiri), dan aorta (ICS II
sternalis kanan).

Auskultasi yang dilakukan dapat menilai bunyi jantung. Pertama bunyi


jantung normal S1 yaitu terdengar seperti “lub” dan terjadi saat katup
arteriventrikularis menutup. Bunyi jantung S1 dapat terdengar saat
dilakukan auskultasi pada area tricuspid dan mitral. Kedua yaitu bunyi
jantung S2 yang terdengar seperti “dub” dan terjadi saat katup semilunaris
menutup. Bunyi jantung S2 terdengar saat dilakukan auskultasi pada area
aorta dan pulmonal (Bella, 2018).
F. Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah terbebas dari zat-zat yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dibutuhkan oleh
tubuh. Zat-zat yang tidak dibutuhkan kembali oleh tubuh akan larut dalam
air dan dikeluarkan oleh tubuh berupa urin (air kemih).
Eliminasi normal merupakan proses pengosongan kandung kemih
apabila kandung kemih terisi, proses elminiasi sangat bergantung kepada
fungsi-fungsi organ eliminasi, contohnya seperti ginjal, ureter, kandung
kemih (bladder) dan uretra.
Eliminasi urine normal
1) Pola eliminasi urine normal
Seseorang ketika berkemih akan sangat tergantung kepada jumlah
cairan yang masuk, pada umumnya seseorang akan berkemih ketika
bangun tidur, setelah bekerja dan makan.
2) Frekuensi
Frekuensi berkemih normalnya sehari 5 kali. Frekuensi berkemih akan
tergantung dengan kebiasaan dan kesempatan.
3) Karakteristik urine normal
Warna urine normal adalah kuning terang, hal ini disebabkan karena
adanya pigme oruchrome dan juga tergantung kepada intake cairan
dalam tubuh. Ketika seseorang sedang dalam keadaan dehidrasi maka
konsentrasi urine akan menjadi lebih pekat serta kecoklatan, dan
penggunaan obat-obatan tertentu juga dapat menyebabkan urine
menjadi kemerahan sampai kehitaman, contohnya seperti
mengkonsumsi multivitamin dan preparat besi.
Pemeriksaan fisik sistem perkemihan
1) Pemeriksaan umum: status kesehatan secara umum , apa pasien terlhat
lemah, latergi dsb.
2) Pemeriksaan TTV: TD, Nadi, Pernapasan, Suhu tubuh
3) Inspeksi : Melihat dan mengevaluasi pasien secara visual.
a) Lihat kulit dan memberan mukosa pasien. Kemudian catat warna,
turgor, tekstur, dan pengeluaran keringat. Kulit dan membran
mukosa yang pucat merupakan indikasi dari gangguan ginjal yang
dapat menyebabkan anemia. Kemudian penurunan turgor kulit
merupakan indikasi dari dehidrasi.
b) Ginjal: nyeri tekan di daerah pinggul, auskultasi untuk mendeteksi
adanya bunyi bruit di arteri ginjal, posisi bentuk dan ukuran ginjal
c) Kandung kemih: pembengkakan pada kandung kemih atau lekukan
konveks pada abdomen bagian bawah, nyeri tekan, kandung kemih
penuh menimbulkan bunyi perkusi tumpul.
d) Abdomen: Pasien dalam posisi telentang, catat ukuran,
kesimetrisan, adanya massa atau pembengkakan, kembung.
e) Meatus urinary: Pada pasien laki-laki posisikan pasien duduk atau
berdiri, tekan ujung gland penis untuk membuka meatus urinary.
Pada wanita, posisikan pasien dorsal litotomi kemudian buka labia
dan perhatikan meatus urinary.
4) Palpasi : Meraba atau menyentuh pasien dengan tangan.
- Ginjal

Lakukan palpasi dengan hati-hati. Posisikan pasien supinasi


(telentang), ketika akan melakukan palpasi pada bagian ginjal
kanan, pada sebelah kanan pasien letakkan tangan kiri dibawah
abdomen diantara tulang iga dan lengkung iliaka, letakkan tangan
kana dibagian atas. Kemudian anjurkan pasien napas dalam dan
tangan kanan menekan, sementara tangan kiri mendorong ke atas.
Ketika pasien berada dalam puncak inspirasi tekan tangan kanan
dalam-dalam dibawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antara
kedua tangan (tentukan ukuran, nyeri tekan). Minta pasien untuk
membuang napas dan berhenti napas, lepaskan tangan kanan,
kemudian rasakan bagaimana ginjal kembali waktu ekspirasi.
Untuk palpasi ginjal kiri, pemeriksa pindah ke sebelah kiri pasien,
kemudian letakkan tangan kanan untuk menyangga dan
mengangkat beban dari belakang. Tangan kiri diletakkan dengan
lembut pada kuadran kiri atas pada bagian lateral otot rectus, minta
pasien untuk menarik napas dalam, pada saat puncak insipiransi
tekan tangan kiri dalam-dalam dibawah arcus aorta untuk
menangkap hinjal diantara kedua tangan.
- Kandung kemih
Kandung kemih pada normalnya keras dan halus. Kandung kemih
pada orang dewasa kemungkinan tidak dapat dipalpasi, kecuali
apabila terjadi distensi urin maka palpasi akan dilakukan pada
daerah simphysis pubis dan umbilicus.
5) Perkusi
- Ginjal
Ketika akan melakukan perkusi pada bagian ginjal, pertama atur
terlebih dahulu posisi pasien untuk duduk sehingga membelakanhi
pemeriksa. Kemudian letakkan telapak tangan yang tidak dominan
pada sudut kostovertebral (CVA), lakukan perkusi diatas telapak
tangan dengan menggunakan kepalan tangan yang dominan.
Tenderness dan nyeri pada perkusi CVA merupakan suatu indikasi
dari glomerulonefris atau glomerulonefrosis.

- Kandung kemih
Pertama lakukan perkusi pada area diatas kandung kemih, dimulai
dari 5cm diatas simfisis, kemudian untuk mendeteksi perbedaan
bunyi, perkusi kearah dasar kandung kemih, apanila berisi urin
maka akn menghasilkan bunyi pekak.
6) Auskultasi
Teknik mendengarkan suara pada bagian abdomen menggunakan alat
stetoskop disebut auskultasi. Auskultasi bagian atas sudur
kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Apabila terdengar bunyi
bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi
adanya gangguan aliran darah ke ginjal (stenosis).
G. Sistem Pencernaan
Pemeriksaan fisik abdomen, pada pemeriksaan abdomen auskultasi
dilakukan sebelum melakukan palpasi dan perkusi agar hasil pemeriksaan
auskultasi lebih akurat karena kita belum melakukan manipulasi pada
bagian abdomen. Apabila dilakukan palpasi dan perkusi terlebih dahulu,
maka dapat mengubah frekuensi dan karakter bising usus.
a) Inspeksi
Pemeriksaan inspeksi dilakukan pada pasien dengan posisi tidur
telentang dan diamati dengan seksama pada bagian dinding abdomen,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Keadaan kulit pasien, warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman),
elastisitasnya (menurun pada orang tua dan seseorang yang mengalami
dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan adanya bekas-bekas
garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut
(tentukan lokasinya), striae (gravidarum/cushing syndrome), pelebaran
pembuluh darah vena (obstruksi vena kaca inferior dan kolateral pada
hipertensi portal).
- Kemudian lihat besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau
scaphoid (cekung).
- Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local, gerakan dinding
abdomen pada perionitis terbatas.
- Pembesaran organ atau tumot, dilihat dari lokasinya dapat diperkirakan
organ apa atau tumor apa?
- Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus,
terlihat pada dinding abdomen dan bentuk usus juga terlihat.
- Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering
memberikan gambaran pulsasi di daerah epigastrium umnilical.
- Kemudian perhatikan juga gerakan pasien:
a. Pasien sering mengubah posisi, indikasi adanya obstruksi usus
b. Pasien sering menghindari gerakan, indikasi adanya iritasi
peritoneum generalisata.
c. Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen
berkurang/relaksasi, indikasi adanya peritonitis.
d. Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur
pada saat nyeri, indikasi adanya pankrearitis parah
b) Auskultasi
Kegunaan auskultasi yaitu untuk mendengarkan suara peristaltik usus
dan bising pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.
1. Mendengarkan suara peristaltik usus. Diafragma stetoskop
diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke seluruh
bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya
gerakan cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-
34 kali/ menit.
- Bila terdapat obstruksi usus, peristaltik meningkat disertai rasa
sakit (borborigmi).
- Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan
tegang, peristaltik lebih tinggi seperti dentingan keping uang
logam (metallic-sound).
- Bila terjadi peritonitis, peristaltik usus akan melemah,
frekuensinya lambat, bahkan sampai hilang.
2. Mendengarkan suara pembuluh darah. Bising dapat terdengar pada
fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya pada
aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada
hipertensi portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di
daerah epigastrium.
c) Palpasi

Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:


a. Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang.
Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
b. Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak
tangan. Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan
ujung jari. Diusahakan agar tidak melakukan penekanan yang
mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen.
c. Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada
daerah yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling
akhir.
d. Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka
pasien diminta untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer &
spasme sejati dengan menekan daerah muskulus rectus, minta pasien
menarik napas dalam, jika muskulus rectus relaksasi, maka itu adalah
spasme volunteer. Namun jika otot kaku tegang selama siklus
pernapasan, itu adalah spasme sejati.
e. Palpasi bimanual : palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan,
dimana tangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien
sedangkan tangan kanan di bagian depan dinding abdomen.
f. Pemeriksaan Ballottement: cara palpasi organ abdomen dimana
terdapat asites. Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak
pada dinding abdomen & dengan cepat tangan ditarik kembali. Cairan
asites akan berpindah untuk sementara, sehingga organ atau massa
tumor yang membesar dalam rongga abdomen dapat teraba saat
memantul.Teknik ballottement juga dipakai untuk memeriksa ginjal,
dimana gerakan penekanan pada organ oleh satu tangan akan dirasakan
pantulannya pada tangan lainnya.
g. Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya,
lokasinya, konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/
mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan, dan warna kulit di atasnya. Palpasi
hati : dilakukan dengan satu tangan atau bimanual pada kuadran kanan
atas. Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada garis pertengahan
antara mid-line & SIAS. Bila perlu pasien diminta untuk menarik
napas dalam, sehingga hati dapat teraba. Pembesaran hati dinyatakan
dengan berapa sentimeter di bawah lengkung costa dan berapa
sentimeter di bawah prosesus xiphoideus. Sebaiknya digambar.
h. Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara
keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites,
adanya massa padat atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang
meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara bebas dalam
rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani
(organ berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup;
organ yang padat).
a. Orientasi abdomen secara umum. Dilakukan perkusi ringan pada
seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk mengetahui
distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada
perforasi usus, pekak hati akan menghilang.
b. Cairan bebas dalam rongga abdomen. Adanya cairan bebas dalam
rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara perkusi timpani
di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness
dominan. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka
bila pasien dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi
terendah.

2. Kebutuhan Rasa Aman


Apabila kebutuhan fisiologis relatif telah terpenuhi, maka akan muncul
seperangkat kebuthan-kebuutuhan yang baru yang kurang-lebih dapat di
kategorikan (keamanan, kemantapan, ketergantungan, perlindungan, kebebasan
dari rasa takut, kecemasan, kekhawatiran, dan kekalutan, dan nyeri). Nyeri dan
rasa cemas adalah yang paling umum dirasakan oleh pasien, hal tersebut bisa
diidentifikasi melalui pengkajian berupa observasi atau wawancara. Nyeri
sendiri merupakan perasaan tidak nyaman dan mengganggu yang
dimanifestasikan baik secara fisik maupun emosional dan bersifat subjektif.
Pengkajian nyeri bisa dengan melihat ekspresi pasien misalnya meringis,
mengaduh atau mengerang saat bagian tertentu dilakukan palpasi, yang
kemudian dilanjutkan dengan pengkajian nyeri PQRST. Rasa cemas akibat
ketakutan akan penyakit ataupun lingkungan rumah sakit juga bisa dirasakan
oleh pasien, hal tersebut bisa diidentifikasi perawat dengan melakukan
wawancara kepada pasien dan mendiskusikan pemenuhannya bersama dengan
pasien (Aulia, 2013).
3. Kebutuhan Sosial
Apabila kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keselamatan cukup
terpenuhi, maka akan muncul kebutuhan-kebutuhan akan cinta, rasa kasih, dan
rasa memiliki. Hal tersebut bisa diidentifikasi oleh perawat dengan melakukan
wawancara baik dengan pasien, keluarga, maupun orang terdekatnya.
Terpenuhinya kebutuhan ini ditandai dengan keakraban pasien dengan
keluarga dan lingkungan, rasa saling memiliki dan saling percaya dengan
keluarga (Sejati, 2018).
4. Kebutuhan Penghargaan
Setelah kebutuhan dicintai dan dimiliki tercukupi, selanjutnya manusia
akan bebas untuk mengejar kebutuhan egonya atas keinginan untuk berprestasi
dan memiliki prestise. Maslow menemukan bahwa setiap orang yang memiliki
dua kategori mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih
rendah dan lebih tinggi. Kebutuhan yang rendah adalah kebutuhan untuk
menghormati orang lain, kebutuhan akan status, ketenaran, kemuliaan,
pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat, bahkan dominasi.
Kebutuhan yang tinggi adalah kebutuhan akan harga diri termasuk perasaan,
keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian dan kebebasan. Hal
tersebut bisa diidentifikasi melalui observasi dan wawarcara, misalnya
menayakan tentang pekerjaan, atau menanyakan mengenai prestasi paling
membanggakan apa yang pernah didapatkan (Sejati, 2018).
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Tingkatan terakhir dari kebutuhan dasar Maslow adalah aktualisasi diri,
yaitu kebutuhan untuk membuktikan dan menunjukan dirinya kepada orang
lain. Pada tahap ini, seseorang mengembangkan semaksimal mungkin segala
potensi yang dimilikinya. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang
tidak melibatkan keseimbangan, tetapi melibatkan keinginan yang terus
menerus untuk memenuhi potensi. Maslow melukiskan kebutuhan ini sebagai
hasrat untuk semakin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi
apa saja menurut kemampuannya. Teknik pengumpulan data untuk aktualisasi
diri yang dilakukan oleh maslow dengan teknik wawancara, asosiasi bebas,
dan tes proyektif (Deden, 2011).

B. JENIS TINDAKAN PEMERIKSAAN FISIK

Seorang perawat diharuskan memiliki keterampilan dalam melakukan


pemeriksaan fisik terhadap pasiennya guna memperoleh data mengenai keadaan
kesehatan pasien. Pemeriksaan fisik merupakan langkah awal yang harus
dilakukan perawat dalam merumuskan serta menentukan diagnosa keperawatan
dan rencana asuhan keperawatan yang akan diambil. Proses pengkajian fisik
meliputi proses yang dilakukan klinikus dalam melakukan observasi secara
sistematis dari kepala hingga kaki (head to toe) melalui inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi terhadap fisik pasien (Manalu, 2016).

a. Inspeksi

Inspeksi adalah memeriksa dengan melihat dan mengingat. Inspeksi


merupakan langkah pertama dalam memeriksa seorang pasien atau bagian
tubuh meliputi ”general survey” dari pasien. General survey merupakan
bagian penting dan dilakukan pada permulaan pemeriksaan fisik. Bahkan ada
beberapa pemeriksaan general survey yang dilakukan sebelum anamnesis,
seperti mengamati cara berjalan pasien, ekspresi wajah, tingkat kesadaran,
dan lain-lain. Pemeriksaan general survey sangat efektif untuk mengarahkan
diagnosis karena terkadang sudah dapat menduga diagnosis saat pertama kali
melihat pasien. Tetapi dugaan tersebut harus tetap dibuktikan dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang bila
diperlukan. Hal-hal yang diobservasi misalnya:
1) Menilai kesan kesadaran
Perlu diperhatikan status dan tingkat kesadaran pasien pada saat
pertama kali bertemu.
a) Apakah pasien sadar atau tidak?

b) Apakah pasien terlihat mengerti apa yang kita ucapkan


dan merespon secara tepat atau tidak?
c) Apakah pasien terlihat mengantuk?

d) Apakah pada saat kita bertanya pasien diam atau menjawab?

Untuk menentukan tingkat kesadaran secara pasti menggunakan


Glasgow Coma Scale (GCS) yang akan diperdalam pada topik
Pemeriksaan Neurologi.
2) Menilai adanya tanda distress

a) Apakah ada tanda distress kardiorespirasi? Hal ini bisa kita


tentukan apakah ada pernapasan cepat, suara whezzing (mengi),
atau batuk terus-menerus.
b) Adakah tanda-tanda kecemasan, misalnya mondar-mandir,
ekspresi wajah, tangan dingin berkeringat.
c) Selanjutnya perhatikan apakah pasien merasa kesakitan, ditandai
dengan wajah pucat, berkeringat, atau memegang bagian yang
sakit.
3) Data yang didapat pada saat berjabat tangan
Pada saat anda menjabat tangan pasien ketika memperkenalkan diri,
rasakan bagaimana keadaan tangan pasien. Hal ini sangat mendukung
tegaknya diagnosis.Perhatikan apakah tangan kanan pasien berfungsi
atau tidak. Bila tidak berfungsi seperti pada pasien hemiparesis, anda
mungkin bisa menjabat tangan kirinya. Bila tangan pasien sedang
merasakan nyeri seperti pada pasien artritis, sebaiknya jangan menjabat
tangan terlalu erat.

4) Ekspresi wajah, status mental dan cara merawat diri pasien

Apa yang dirasakan pasien sebagian besar dapat tercermin melalui


ekspresi wajah. Perhatikan ekspresi wajah pasien, apakah terlihat
sehat atau sakit; apakah dia nampak sakit akut atau kronis, dilihat dari
kurang gizi, kekurusan badan, mata yang cekung, turgor kulit; apakah
pasien terlihat nyaman di tempat tidur; apakah pasien terlihat
kesakitan;apakah pasien terlihat cemas, pucat, depresi. Ekspresi
wajah dan kontak mata sangat berguna sebagai indikator keadaan
fisik maupun psikis.

Selain ekspresi wajah yang perlu diperhatikan adalah warna raut


wajah.Warna kulit wajah tergantung kombinasi dan variasi jumlah
oksihemoglobin, hemoglobin tereduksi, melanin, dan karoten. Warna
kulit wajah yang lain, kemungkinan menunjukkan abnormalitas,
seperti kuning kecoklatan yang tampak pada pasien uremia.
b. Palpasi
Palpasi merupakan metode pemeriksaan dengan cara meraba menggunakan
satu atau dua tangan. Melalui palpasi dapat terbentuk gambaran organ tubuh
atau massa abnormal dari berbagai aspek :
1. Ukuran : sebisa mungkin menggunakan ukuran 3 dimensi yang
objektif (panjang x lebar x tinggi, dalam centimeter), atau
dibandingkan dengan ukuran umum suatu benda (sebesar kedelai,
kelereng, telur puyuh, dan lain-lain).
2. Tekstur permukaan :Tekstur berguna untuk membedakan dua titik
sebagai titik-titik terpisah meskipun letaknya sangat berdekatan.
Paling baik dideteksi dengan ujung jari. Perbedaan kecil dapat
diketahui dengan menggerakkan ujung jari diatas daerah yang
dicurigai. Deskripsinya adalah kering, kasar, halus, tunggal,
berkelompok atau noduler, menonjol atau datar.
3. Konsistensi massa :Konsistensi paling baik diraba dengan ujung jari,
tergantung pada densitasnya dan ketegangan dinding organ tubuh
yang berongga.Hasilnya berupa konsistensi kistik, lunak, kenyal
seperti karet atau keras seperti papan.
4. Lokasi massa
5. Suhu : sama dengan suhu bagian tubuh di sekitarnya atau lebih
hangat.
6. Rasa nyeri pada suatu organ atau bagian tubuh.
7. Denyutan atau getaran : denyut nadi, kualitas ictus cordis
8. Batas-batas organ di dalam tubuh : misalnya batas hati. Dinilai pula
apakah massa bersifat mobile (mudah digerakkan) atau terfiksasi
terhadap kulit dan organ di sekitarnya.

c. Perkusi

Perkusi adalah suatu metode pemeriksaan fisik dengan cara melakukan


pengetukan pada bagian tubuh dengan menggunakan jari dan tangan untuk
mengevaluasi ukuran, konsistensi, batas atau adanya cairan dalam organ
tubuh. Perkusi pada bagian tubuh menghasilkan bunyi yang
mengindikasikan tipe jaringan di dalam organ. Perkusi penting untuk
pemeriksaan dada dan abdomen.

Tergantung pada isi jaringan yang berada di bawahnya, maka akan


timbul berbagai nada yang dibedakan menjadi 5 kualitas dasar nada perkusi
yaitu :
1. Nada suara pekak : dihasilkan oleh massa padat, sepert perkusi pada
paha.
2. Nada suara redup : dihasilkan oleh perkusi di atas hati.

3. Nada suara sonor/ resonan : dihasilkan oleh perkusi di atas paru


normal.
4. Nada suara hipersonor : dihasilkan oleh perkusi di atas paru yang
emfisematous.
5. Nada suara timpani : dihasilkan oleh perkusi di atas gelembung udara
(lambung, usus).

d. Auskultasi

Auskultasi adalah pemeriksaan dengan cara mendengarkan bunyi yang


berasal dari dalam tubuh, yang meliputi frekuensi, intensitas, durasi dan
kualitasl, dengan bantuan alat yang disebut stetoskop. Siklus yang banyak
perdetik menghasilkan bunyi dengan frekuensi tinggi dan sebaliknya. Intensitas
adalah ukuran kerasnya bunyi dalam desibel, lamanya disebut durasi.
Kemampuan kita untuk mendengarkan bunyi mempunyai batas tertentu,
sehingga diperlukan suatu alat bantu yaitu stetoskop. Metode auskultasi
biasanya digunakan untuk memeriksa paru-paru (berupa suara nafas), jantung
(berupa bunyi dan bising jantung), abdomen (berupa peristaltik usus) dan aliran
pembuluh darah. Dengan auskultasi akan dihasilkan suara akibat getaran benda
padat, cair atau gas yang berfrekuensi antara 15 sampai 20.000/detik. Secara
umum dibedakan atas suara bernada rendah dan tinggi. Suara yang bernada
rendah antara lain bising presistolik, bising mid-diastolik, bunyi jantung I, II,
III, dan IV. Suara yang bernada tinggi antara lain bising sistolik dan gesekan
perikard (pericardial friction rub) (Sugiarto, 20118).

C. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI PEMERIKSAAN FISIK


Berikut beberapa indikasi dan kontyra indikasi pemeriksaan fisik yang perlu
diketahui:
Pemeriksaan Indikasi Kontra
Indikasi
Abdomen 1. Mengetahui 1. Ketegangan otot
diagnosis dari abdomen, hal ini
seorang pasien membuat palpasi
2. Mengetahui organ organ yang
perkembangan serta ada dibawahnya
kemajuan terapi tidak mungkin
pada pasien dilakukan dan
3. Digunakan sebagai mengikuti
standar pelayanan kekuatan otot
dalam memberikan (Perry Poter,
pelayanan paripurna 2009)
terhadap pasien 2. Jika terdapat rasa
sakit yang

signifikan, seperti
pada pasien
yang mengalami
iritasi peritoneum,
iskemia usus atau
organ perut
(testis, ovarium,
limpa), pemeriksa
harus
menggunakan
pendekatan yang
lebih lembut
(Perry Poter,

2009).
Rectal Toucher 1. Perdarahan saluran 1. Jika pasien
cerna bagian bawah. mengalami
2. Hemorrhoid, gangguan sistem
prolaps rekti. kekebalan yang
3. Ca Recti, Tumor berisiko infeksi
anus dan berpotensi
4. Ileus Obstruktif dan mengancam serta
ileus paralitik. dicurigai adanya
5. Peritonitis. infeksi prostat,
BPH & Ca maka pemeriksaan
prostat. ditunda karena
dapat
menyebabkan
penyebaran
bakteri di aliran
darah.
2. Pasien yang
mengalami
imunosupresi
(penurunan reaksi
antibodi akibat
kerusakan organ)
3. Anus
imperforate
(kelaian
kognital yang
menyebabkan
anus tak
terbentuk
sempurna)
4. Prolaps wasir
internal trombosis

5. Penyempitan anus

6. Nyeri dubur yang


parah
Pasien yang tidak
mau (Herrero.
2020)
Dada 1. Klien ARDS 1. Klien mengalami
fraktur
2. Emfisema
2. Riwayat
3. Infeksi saluran
medis klien
pernapasan atas
yang
4. Infeksi saluran
abnormal
pernapasan bawah
sejak lahir
5. Nyeri atau rasa tidak
nyaman pada dada 3. Adanya lesi
6. Sesak napas
atau luka di
7. Palpitasi daerah
yang akan
8. Edema
dipalpasi dan
9. Batuk
diperkusi
10. Penuruna (Perry Poter,
n 2009)
kesadaran 4. Tingkat
11. Trauma kesadaran klien
yang rendah
12. Riwayat penyakit
jantung atau paru 5. Pasien
13. Riwayat merokok dengan luka
bakar
14. Riwayat eksposur
zat berbahaya
misalnya akibat
pekerjaan, seperti
debu silika, debu
asbes, dan debu

15. timah

D. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN

1. Alat

a. Sarung tangan

Digunakan pemeriksa untuk menghindari sentuhan langsung dengan


pasien untuk melindungi diri dan pasien.
b. Penlight

Penlight digunakan untuk mengecek reflek pupil.

c. Kaca mulut

Kaca mulut berfungsi untuk melihat permukaan gigi bagian dalam,


karang gigi, lubang gigi, kelainan rongga mulut, lidah, dan gusi.
d. Otoskop

Penggunaan otoskop yaitu untuk melihat keadaan membrane timpani,


liang telinga, dan hidung.

e. Stetoskop
Stetoskop digunkan pada saat melakukan auskultasi.

f. Garpu tala 512 Hz

Garpu tala digunakan untuk mengetahui ketajaman dari pendengaran


pasien.
g. Sendok

Alat sendok dipakai pada saat meletakan rasa untuk mengecek indra
pengecap.
h. Penggaris
Untuk mengukur nilai JVP

i. Kasa

Digunakan untuk membersihkan area kelamin

j. Klem Kelly

Digunakan untuk membantu membersihkan area kelamin

k. Refllex Hammer

Penggunaan reflex hammer dilakukan dengan mengentuk atau memukul


bagian sendi. Reflex hammer atau palu refleks digunakan untuk
memeriksa kemampuan reflesi dari bagian-bagian tertentu tubuh
biasanya lutut dan siku. Bagian palu yang tumpul digunakan untuk
mengetuk lutut/siku, dan bagian yang tajam untuk menggores di telapak
kaki.

2. Bahan
a. Gula

Gula digunakan untuk mengecek keadaan indra pengecap bagian rasa


manis.
b. Garam

Garam digunakan untuk mengecek keadaan indra pengecap bagian rasa


asin.
c. Cuka

Cuka digunakan untuk mengecek keadaan indra pengecap bagian rasa


asam.

d. Kopi

Kopi digunakan untuk mengecek keadaan indra pengecap bagian rasa


pahit.
e. Lubriacating gel

Gel ini dimaksudkan sebagai pelumas pada saat pemeriksa melakukan


tindakan colok dubur
E. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Siapkan alat dan bahan.

2. Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai prosedur pemeriksaan


yang akan dilaksanakan.
3. Cuci tangan sebelum melakukan kontak fisik dengan pasien.

4. Meminta klien untuk memposisikan diri dengan nyaman.

5. Langkah pemeriksaan fisik meliputi :

a. Pemeriksaan Rambut, Kulit, dan Kuku

1) Rambut
Tujuan :
a) Untuk mengetahui warna, tekstur, dan percabangan pada rambut;
b) Untuk mengetahui kebersihan rambut, dan
c) Untuk mengetahui kekuatan akar rambut
Tindakan :
a) Inspeksi
Lakukan dengan melihat rambut kotor atau tidak, warna rambut,
dan kebersihan kulit kepala.
b) Palpasi di
Lakukan dengan memegang rambut, mudah rontok/tidak, tekstur
kasar/halus.

Normal :

1. Rambut bersih

2. Kulit kepala bersih

3. Rambut tidak mudah rontok bila dipegang

4. Tekstur halus.

2) Kulit

Tujuan :

a) Untuk mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit, dan

b) Untuk mengetahui adanya lesi atau bekas luka


Tindakan :
a) Inspeksi
Lakukan dengan melihat kulit ada/tidak adanya lesi, atau
hiperpigmentasi (warna kehitaman/kecoklatan) kulit.
Normal :
1. tidak ada lesi,
2. tidak ada hiperpigmentasi,
b) Palpasi
1. Lakukan dengan mencubit kulit untuk menentukan turgor kulit
elastic atau tidak, jika kulit tidak kembali setelah dicubit artinya
turgor menurun.
2. Lakukan dengan meraba kulit untuk menentukan tekstur
kasar /halus, dan akral dingin atau hangat.
3. Lakukan teknik fingerprint dengan menekan kulit
menggunakan jari selama 10 detik untuk mengetahui ada atau
tidaknya edema, jika kulit langsung kembali srtinya tidak ada
edema.
Normal :
1. Kulit halus dan lembab,
2. turgor elastis/cepat kembali,
3. akral hangat.
4. Tidak ada edema

3) Kuku

Tujuan :

a) untuk mengetahui keadaan kuku seperti warna dan panjang

b) untuk mengetahui kapiler refill


Tindakan :
a) Inspeksi
1. Lakukan dengan melihat dan catat mengenai warna kuku
(biru: sianosis, merah: peningkatan visibilitas Hb).
2. Lakukan inspeksi bentuk kuku dengan menyuruh pasien
untuk menyatukan sepasang kuku jarinya kanan dan kiri,
kemudian lihat bila masih ada rongga ditengahnya maka
kuku dalam keadaan normal.
b) Palpasi
Lakukan dengan menekan ujung kuku hingga putih kemudian
hitung berapa detik kapiler refill yaitu berapa detik kuku berubah
warna menjadi pink, juga catat bila ada nyeri tekan.
Normal :
1. Kapiler refill normal dibawah 3 detik,
2. Tidak ada nyeri tekan,
3. Warna kuku normal merah muda.

b. Pemeriksaan Kepala

Tujuan :

1) Untuk mengetahui bentuk kepala, ukuran, kelainan, dan dan menilai


adanya hydrocephalus, microcephalus, atau mesocephalus.
2) Melihat apakah bentuk kepala simetris antara kepala dengan wajah.

3) Mengetahui adanya tonjolan tulang, textur, dan massa.


4) Mengetahui adanya nyeri pada bagian kepala.
Tindakan :
1) Inspeksi dilakukan dengan mengamati kepala dari depan, samping,
dan belakang.

2) Palpasi dilakukan dengan memegang atau meraba kepala secara


menyeluruh pada bagian tengkorak kepala.

Normalnya:
1) Bentuk simetris dan tidak ada kelainan

c. Pemeriksaan Fisik Mata

Tujuan :

1) Mengetahui gerakan bola mata, kesimetrisan mata, dan bentuk mata.


2) Mengetahui adanya kelainan pada sklera misalnya ikterik.

3) Mengetahui adanya kelainan konjungtiva misalnya terjadi


perdarahan atau pucat.
4) Mengetahui reflek pupil.
Tindakan :

1) Inspeksi gerakan bola mata, keseimetrisan, dan bentuk.

2) Inspeksi konjungtiva dengan cara menarik kelopak mata bawah


(palpebra inferior).
3) Inspeksi sklera dengan cara menarik kelopak mata atas (palpebra
superior) dan meminta pasien menatap bawah.
4) Periksa reflek pupil menggunakan penlight.

5) Penlight diarahkan dari samping mata ke arah medial.

6) Lihat apakah terjadi miosis pada pupil.

7) Lakukan pada mata kanan dan kiri.


Normalnya :

1) Mata normal akan simetris antara kanan dengan kiri.

2) Pupil normal akan terlihat sama antara mata kanan dan kiri
3) Apabila diberikan rangsangan menggunakan penlight pupil akan
mengalami miosis untuk pupil normal.

d. Pemeriksaan Fisik Telinga

Tujuan :

1) Menilai kesimetrisan telinga kanan dan kiri.

2) Mengetahui inflamasi, pembengkanan pada lubang anting,


kemerahan dan serumen berlebih.
3) Mengetahui adanya nyeri tekan atau benjolan.

4) Mengetahui ketajaman pendengaran.


Tindakan :
1) Membantu pasien untuk duduk

2) Perawat memposisikan diri menghadap telinga

3) Atur pencahayaan agar terang dan dapat melihat dengan baik

4) Inspeksi telinga kanan dan kiri dengan meminta pasien untuk


menengok ke kanan dan kiri.
5) Inspeksi telinga bagian dalam membrane timpani, dan MAE. Khusus
membrane timpani dan MAE dilakukan menggunakan otoskop yang
diputar dengan arah jam 3, jam 6, jam 9, dan jam 12.
6) Pada saat memasukkan otoskop disarankan untuk menaik auricular
agar telinga bagian dalam dapat terlihat dengan jelas

7) Palpasi secara menyeluruh untuk menemukan apakah ada nyeri tekan


atau benjolan.

3) Melakukan pemeriksaan ketajaman pendengaran menggunakan garpu


tala (tes rinne).
a) Getarkan garpu tala kemudian pangkalnya diletakan di prosesus
mastoideus pasien. Apabila pasien sudah tidak mendengar suara
diminta untuk mengangkat tangan.
b) Pindahkan ujung garpu tala ke kanalis auditorius dan tanyakan
apakah pasien mendengar suara.

4) Lakukan pada telinga kanan dan kiri.


Normalnya :
1) Telinga simetris dan ukuran normal.

2) Tidak teraba nyeri

3) Mukosa berwarna merah muda

4) Terdapat sedikit rambut telinga

5) Tidak ditemukan adanya inflamasi, serumen berlebih, dan


pembengkakan.

e. Pemeriksaan Fisik Hidung

Tujuan :
1) Melihat kemungkinan adanya inflamasi, trauma, dan
ketidaksimetrisan pengembangan hidung.
2) Mengetahui adanya nyeri atau benjolan, sputum, polip, dan tumor.
Tindakan :
1) Inspeksi permukaan anterior dan inferior hidung untuk melihat
kemungkinan adanya inflamasi, trauma, dan kesimetrisan
pengembangan hidung.

2) Inspeksi hidung bagian dalam (konka, mukosa, septum) dengan


otoskop untuk melihat kemungkinan adanya tanda-tanda sputum,
polip, inflamasi, dan tumor.
3) Pasien diarahkan untuk mendongakkan kepala

4) Masukkan otoskop ke lubang hidung

5) Palpasi hidung untuk melihat adanya nyeri dan benjolan.


Normalnya :

1) Mukosa normal berwarna merah

2) Septum berada ditengah

3) Konka eutrofi

4) Tidak ditemukan nyeri tekan

f. Pemeriksaan Fisik Mulut

Tujuan :

1) Mengetahui keadaan bibir, mukosa, gusi, gigi, lidah, dan mulut


bagian dalam.
2) Mengetahui ketajaman indra pengecapan.
Tindakan :
1) Inspeksi bibir dengan memperhatikan kelembaban, kesimetrisan,
warna, luka, dan penebalan.

2) Inspeksi mukosa dan gusi dengan pencahayaan yang cukup terang


serta spatula. Tujuannya yaitu untuk mengetahui adanya benjolan,
bercak, nodul, warna yang tidak normal, dan ulserasi.
3) Inspeksi gigi untuk mengetahui apakah gigi normal, patah, berlubang,
warna gigi, dan disposisi gigi.
4) Inspeksi lidah dengan mengarahkan pasien untuk menjulurkan
lidahnya.
5) Inspeksi mulut bagian dalam menggunakan kaca mulut dengan
meminta pasien untuk mengucapkan “ahh” agar pemeriksa dapat
melihat faring, palatum, dan tonsil apakah ditemukan adanya eksudat,
bengkak, atau pembesaran tonsil.

6) Palpasi lidah pasien menggunakan tangan kanan dengan tujuan untuk


mengetahui kemungkinan adanya penebalan atau indurasi. Setelah itu
ganti sarung tangannya.
7) Pemeriksaan pengecapan menggunakan rasa asin, pahit, asam dan
manis.
a) Meminta pasien untuk menutup mata kemudian menjulurkan lidah
b) Pemeriksa menempatkan rasa sesuai dengan area rasa dengan
sendok.

c) Meminta pasien untuk memberikan kode apabila mengenali rasa


sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.
d) Pasien diusahakan tidak memasukkan lidah sebelum
pemeriksaan selesai.
Normal :

1) Bibir tidak pecah-pecah dan tidak pucat

2) Gigi lengkap, tidak ditemukan karies, dan tidak berlubang.

3) Tonsil dengan permukaan rata.

4) Mukosa, lidah, gusi, dan palatum berwarna merah muda.

g. Pemeriksaan Fisik Leher


Tujuan :
1) Mengetahui ketidaksimetrisan, benjolan, dan deviasi trakea

2) Mengetahui adanya pembengkakan kelenjar tiroid.


Tindakan :

1) Posisikan pasien pada posisi duduk

2) Inspeksi regio colli untuk melihat adanya asimetri, denyutan


abnormal, tumor, dan keadaan kelenjar tiroid.
3) Inspeksi trachea untuk melihat adanya deviasi trachea, simetris,
asimetris.
4) Inspeksi kelenjar limfoidi secara menyeluruh

5) Inspeksi kelenjar tiroid dari depan.

6) Palpasi tulang hioid, tulang rawan tiroid, kelenjar tiroid,


sternocleidomastoideus, carotis, dan kelenjar limfe. Periksa secara
bersamaan antara kanan dan kiri.

7) Palpasi trachea dilakukan dengan cara ujung jari telunjuk dan jari
manis menekan pada daerah m. sternocleidomastoideus kanan dan
kiri dan pasien diminta untuk menelan ludah.

8) Pemeriksaan dengan melakukan palpasi kelenjar tiroid dari depan


hingga belakang.
9) Palpasi kelenjar limfoidi untuk menlai pembesaran kelenjar getah
bening.

10) Pemeriksaan Jugular Venous Pressure (JVP)

a) Pasien diminta berbaring ditempat tidur dengan kemiringan 30-


45o
b) Pemeriksa berada di samping kanan pasien

c) Pasien diarahkan untuk menoleh dan menengadah ke sebelah kiri


d) Mulai identifikasi vena jugularis

e) Tentukan puncak vena jugular

f) Tentukan titik angulius sternalis

g) Mulai ukur titik tertinggi dari pulsasi vena secara horizontal ke


dada sampai titik manubrium sterni.
h) Kemudian penggaris kedua diletakkan vertikal dari angulus
sternalis.
i) Lihat hasil pengukuran dengan melihat hasil angka pada
penggaris kedua.
j) Hasil pembacaan kemudian ditambahkan angka 5 cm, sebagai
asumsi jarak antara angulus sternalis dengan atrium kanan.
k) Catat jarak dalam sentimeter dan tetntukan sudut kemiringan
pasien berbaring (missal denyut vena jugularis 5 cm di atas sudut
sternal, dengan kepala dinaikkan 30 derajat.
l) Pengukuran yang lebih dari 3 sampai 4 cm di atas sudut sternal
dianggap sebagai suatu peningkatan JVP ( (Ni’am, 2020)
Normal :

1) Leher simetris dan tidak nampak pembesaran kelenjar tiroid dan


kelenjar limfoid.
2) Pada saat pasien menelan ludah telunjuk dan jari manis pemeriksa
bisa masuk maka posisi trachea normal.
3) Tidak terasa nyeri pada area kelenjar getah bening.

4) Tidak terjadi peningkatan JVP.

h. Pemeriksaan Dada

Tujuan :

1) Menilai adanya kelainan bentuk dada, retraksi dinding dada saat


inspirasi, dan gangguan pernafasan.
2) Mengetahui adanya bentuk asimetris pada dada misalnya barrel chest,
pigeon chest, dan funnel chest.
3) Melihat kelainan pada kulit, lesi, atau bengkak.

4) Mengetahui adanya bagian dada yang nyeri.


Tindakan :
1) Inspeksi dilakukan dari depan, samping, dan belakang paisen.

2) Inspeksi thorax untuk melihat adanya bentuk asimetris dari thorax.

3) Palpasi dada menggunakan kedua telapak tangan pada area toraks,


costo triangle, sternum dan tulang belakang.
4) Pada saat palpasi pemeriksa menanyakan bagian mana yang terasa
nyeri kepada pasien.
5) Pasien diarahkan untuk menyebutkan “tujuh puluh tujuh” saat palpasi
agar pemeriksa dapat mengetahui getaran dari suara pasien apakah
sama kuat.

Normal :

1) Bentuk dada simetris.


2) Tidak ditemukan kelainan vertebrae seperti scoliosis, kifosis, dan
lordosis.

3) Thorax normal apabila dilihat dari potongan melintang bentuknya


elips dengan dengan jarak tranversal lebih panjang dari jarak
anteroposterior.

i. Pemeriksaan Paru

Tujuan :
1) Mengetahui frekuensi nafas, irama, dan kedalaman nafas.

2) Mengetahui batas paru dengan hati

3) Mengetahui bunyi nafas di paru-paru


Tindakan :
1) Pasien diminta untuk membuka baju.

2) Pasien diminta untuk duduk tegak dan menyilangkan tangan di depan


dada.
3) Inspeksi thorax

4) Perkusi untuk menentukan batas paru-paru dengan hati. Perkusi dada


dilakukan dengan cara mengetuk menggunakan jari tengah tangan
kanan pada jari tengah tangan kiri yang menempel pada bagian tubuh.

5) Pasien berbaring lalu pemeriksa melakukan perkusi pada linea


midclavivula dextra secara vertical melewati putting. Lakukan
perkusi di sela iga.
6) Batas paru dengan hati akan ditandai dengan suara sonor ke pekak.

7) Auskultasi dada menggunakan stetoskop bertujuan untuk menilai


frekuensi nafas, pola nafas, suara nafas tambahan, dan intensitas
inspirasi maupun ekspirasi.

Normal :

1) Frekuensi nafas 15-20/menit, teratur, tidak terjadi pergerakan


pernafasan yang lambat atau tertinggal.
2) Tidak ada suara nafas tambahan dan suara nafas vesikuler.

3) Pasien bernafas dengan normal (tidak kesulitan).

j. Pemeriksaan Jantung
Tujuan :
1) Mengetahui batas kanan jantung, kiri jantung, dan batas jantung
dengan lambung.
2) mengetahui nilai dari irama jantung, denyut jantung, dan bunyi
jantung satu serta dua.
Tidakan :
1) Inspeksi jantung dari sebelah kiri untuk mengamati gerakan iktus
kordis.
2) Palpasi apeks jantung dengan cara pemeriksa berdiri di sisi kanan
pasien.
3) Kemudian pasien diminta duduk lalu terlentang.

4) Bagian telapak tangan pemeriksa diletakkan di area precordium pada


saat palpasi apeks jantung. Pemeriksa menekan dengan cukup kuat
pada area iktus kordis agar dapat mengetahui kekuatan denyut
jantung.

5) Perkusi untuk menentukan batas jantung dengan cara mengetuk


menggunakan jari tengah tangan kanan pada jari tengah tangan kiri
yang menempel pada bagian tubuh.
a) Pasien dibaringkan lalu pemeriksa melakukan perkusi dua jari
diatas batas paru dengan hati.
b) Perkusi dilakukan di area ICS 2,3,4 dari linea parasternalis dextra
sampai pemeriksa mendengar perubahan suara dari sonor ke
redup. Batas ini dikatakan sebagai batas kanan jantung.
c) Selanjutnya lakukan perkusi pada linea askilaris anterior kiri
hingga mendengar suara dari sonor ke timpani. Batas ini disebut
batas paru dengan lambung.
d) Naikkan dua jari lagi untuk menemukan batas kiri jantung.

e) Perkusi di ICS 5, 4, dan 3 dari linea axillaris anterior sinistra


hingga terdengar suara sonor ke redup.
6) Auskultasi jantung

a) Gunakan stetoskop lalu letakkan di area garis parastrenal kanan


intracosta space yang kedua untuk menetahui katup aorta.

b) Letakkan stetoskop pada parasternal kiri ICS 2 untuk


mengetahui katup pulmo.
c) Letakkan stetoskop pada parasternal kiri ICS 4 atau 5 guna
mengetahui keadaan katup trikuspid.
d) Letakkan stetoskop pada midklavikula kiri ICS 4 atau 5 agar
mengetahui keadaan apeks.
Normal :

1) Denyut jantung normal (60-100/menit)

2) Batas jantung kanan ada pada ICS, ICS 3, ICS 4 linea sternalis
sinistra.
3) Batas jantung kiri ada pada ICS 3 linea parasternalis sinistra, ICS 4
linea para sternalis sinistra, sedikit ke lateral, dan ICS 5 linea
midklavikularis sinistra.
4) Pada ICS 2 lebih terdengar suara bunyi jantung 2

5) Pada ICS 5 lebih terdengar suara bunyi jantung 1

6) Tidak terdengar adanya spliting

k. Pemeriksaan Perut atau Abdomen

Tujuan :

1. untuk mengetahui bentuk dan gerak-gerakkan perut,

2. untuk mendengarkan bunyi pristaltik usus, dan


3. untuk mengetahui respon nyeri tekan pada organ dalam abdomen.

Posisi klien : berbaring


Tindakan :

1) Inspeksi

a) Minta atau posisikan pasien berbaring dengan rileks.

b) Minta pasien untuk membuka pakaian sehingga area mulai dari


prosesus sifoideus hingga simfisis pubis nampak.

c) Pemeriksa berada di sisi sebelah kanan pasien.

d) Lakukan identifikasi abdomen dalam 4 atau 9 regio.

e) Perhatikan pada kulit apakah terdapat luka atau bekas luka, parut,
striae, dilatasi vena, perubahan warna, deformitas, atau lesi
lainnya.
f) Perhatikan kontur abdomen, apakah datar, buncit, skafoid, atau
terdapat benjolan pada lokasi tertentu.
g) Perhatikan pada umbilikus apakah terdapat bulging yang dicurigai
ke arah hernia, atau adanya tanda-tanda inflamasi.
h) Perhatikan apakah nampak gerakan peristaltik, dan pulsasi aorta
pada epigastrium.
Normal:
1. simetris pada bagian kiri dan kanan perut,
2. warna sama dengan warna kulit lain,
3. tidak ikterik
4. tidak terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena,
kelainan umbilicus.
2) Auskultasi

a) Auskultasi abdomen dengan menggunakan stetoskop secara


sistematis dan menyeluruh dengan menilai suara peristaltik usus.
Identifikasi adanya bising usus yang patologis seperti metallic
sound.
b) Identifikasi pula bising arteri dan aorta, untuk mendapatkan
gambaran seperti pada penyempitan ataupun aneurisma aorta
abdominalis.

Normal:

1. suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/detik,

2. terdengar denyutan arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.


3) Perkusi

a) Lakukan perkusi permukaan abdomen dengan cara letakkan tangan


kiri di atas permukaan abdomen, lakukan perkusi secara sistematis
pada setiap regio hingga mencakup seluruh dinding abdomen.
Nilai perubahan suara dan nyeri ketok pada permukaan abdomen

b) Lakukan perkusi untuk menilai ukuran hepar. Lakukan perkusi


pada garis midklavikularis kanan. Untuk menentukan batas bawah
hepar, lakukan perkusi dari bawah umbilikus ke arah hepar,
perhatikan perpindahan bunyi dari timpani ke pekak. Untuk
menentukan batas atas hepar, lakukan perkusi sejajar garis
midkavikula ke arah hepar, perhatikan perpindahan bunyi sonor
paru ke bunyi pekak.
Normal:

Timpani. Bila hepar dan limfa membesar, bunyi redup. Apabila banyak
cairan akan hipertimpani

4) Palpasi

a) Minta pasien berbaring dengan tungkai lurus. Lakukan palpasi


permukaan dengan menggunakan jari-jari tangan dengan lembut,
agar pasien tetap rileks. Palpasi dilakukan di seluruh lapang
abdomen untuk menilai apakah terdapat massa, distensi, spasme
otot abdomen, atau nyeri tekan.

b) Minta pasien untuk menekuk lutut. Lakukan palpasi dalam dengan


menggunakan jari-jari tangan, untuk menilai setiap organ di dalam
abdomen. Identifikasi adanya massa: lokasi, ukuran, bentuk,
konsistensi, pulsasi, fiksasi dan nyeri tekan.
c) Jika pasien mengeluhkan nyeri, minta pasien batuk untuk
menentukan letak nyeri, kemudian lakukan palpasi menggunakan
satu jari untuk menentukan lokasi nyeri.
d) Tentukan lokasi nyeri jika terdapat nyeri tekan atau nyeri lepas,
lakukan dengan menekan area nyeri secara perlahan, kemudian
lepaskan dengan cepat. Perhatikan wajah pasien dan dengarkan
suara pasien untuk melihat apakah pasien kesakitan saat dilakukan
pemeriksaan.
e) Palpasi hepar :
1. Lakukan dengan cara meletakkan tangan pemeriksa dengan
posisi ujung jari keatas pada bagian hipokondria kanan,
kira-kira pada interkosta ke 11-12.
2. Tekan saat pasien inhalasi kira-kira sedalam 4-5 cm,
rasakan adanya organ hepar.
3. Kaji hepatomegali.

f) Palpasi limfa :
1. Anjurkan pasien miring kanan dan letakkan tangan pada
bawah interkosta kiri
2. minta pasien mengambil nafas dalam
3.

tekan saat inhalasi tenntukkan adanya limpa.


4. Pada orang dewasa normal tidak teraba
g) Palpasi renalis :
1. Palpasi ginjal kanan dengan meletakkan tangan pada atas
dan bawah perut setinggi Lumbal 3-4 dibawah kosta kanan.
2. Untuk palpasi ginjal kiri dengan meletakkan tangan
setinggi Lumbal 1-2 di bawah kosta kiri.
3. Tekan sedalam 4-5 cm setelah pasien inhalasi jika teraba
adanya ginjal rasakan bentuk, kontur, ukuran, dan respon
nyeri.

Normal:

1. Tidak teraba penonjolan

2. Tidak ada nyeri tekan,

3. Tidak ada massa dan penumpukan cairan.

l. Pemeriksaan Genitalia

Tujuan :

1) Mengetahui kesehatan genitalia wanita dan pria.


Tindakan :
Genitalia Wanita

1) Menanyakan keluhan kepada pasien

2) Bertanya mengenai keteraturan haid

3) Membuka pakaian bawah

4) Memposisikan pasien dengan posisi litotomi

5) Arahkan lampu ke genitalia wanita

6) Bersihkan area kelamin menggunakan klem kelly yang sudah diberi


povidone iodine.
7) Inspeksi klitoris, perineum, dan labia untuk mengetahui kemungkinan
ditemukannya lesi, inflamasi, keretakan kulit, dan jaringan parut.
8) Periksa apakah ditemukan keputihan pada kelenjar skene.

9) Meminta pasien untuk mengejan pada saat labia terbuka agar


pemeriksa mengetahui apakah ada benjolan pada posterior dan
anterior vagina.
Normal :

1) Tidak ditemukan adanya inflamasi, lesi, jaringan parut, dan


keretakan kulit.
2) Labia mayor dan minor tampak simetris

3) Tidak ditemukan adanya benjolan, cairan, dan ulkus.

4) Keputihan masih dalam batas normal

5) Pada perineum tidak tampak adanya episiotomy dan commisura


posterior utuh.
Genitalia Pria

1) Izin terlebih dahulu kepada pasien

2) Membuka pakaian bawah

3) Pemeriksaan penis dengan pasien diarahkan untuk berdiri

a. Inspeksi penis untuk mengetahui keadaan kulit, inflamasi, dan


kemerahan.
b. Pasien diminta untuk menarik preputium dan pemeriksa
melakukan inspeksi untuk mengecek kemungkinan adanya
karsinoma, smegma, skar, nodul, dan inflamasi.
c. Palpasi gland penis untuk menilai adanya discharge.

d. Palpasi bagian dorsal dengan menggunakan kedua ibu jari dan


jari lain di ventral. Palpasi dari pangkal hingga gland penis.
4) Pemeriksaan Skrotum
1. Pasien diminta untuk berdiri

2. Inspeksi skrotum untuk mengetahui keadaan kulit, kontur,


benjolan, dan pelebaran pembuluh darah vena.
3. Palpasi testis untuk mengetahui keadaan bentuk, konsistensi,
ukuran, dan nodul.
Normal :

1. Bagian dorsal, ada corpus cavernosum penis, teraba lunak, tidak keras.
2. Tidak ada nyeri tekan dan perubahan suhu.

3. Testis kiri menggantung lebih rendah daripada testis kanan

4. Ukuran kedua testis simetris dan sama besar

5. Tidak ditemukan hidrocel pada testis

m. Pemeriksaan Rektum dan Anal

Tujuan :

1) Memeriksa keadaan prostat

2) Mengetahui adanya kemungkinan hemoroid


Tindakan
1) Pasien melepaskan celana.

2) Pasien diminta untuk berbaring menghadap kiri membelakangi


pemeriksa.

3) Pemeriksa melakukan inspeksi pada bagian anus untuk memeriksa


adanya benjolan, luka, inflamasi, dan kemerahan.

4) Oleskan lubricating gel pada area anus dan ujung jari telunjuk
kemudian mulai masukkan ujung jari secara perlahan untuk
mengetahui adanya kemungkinan nyeri, indurasi, nodul, dan lesi pada
tonus sfingter ani.
5) Masukkan jari telunjuk pada rectum lalu putar searah jarum jam dan
berlawanan arah untuk meraba seluruh area rectum. Tujuannya untuk
mengetahui adanya kemungkinan nyeri, benjolan, atau indurasi.
6) Pada laki-laki lakukan palpasi prostat dengan cara memasukkan jari
telunjuk lebih dalam hingga dapat meraba permukaan kelenjar prostat
untuk menilai ukuran, bentuk, dan konsistensinya.

7) Keluarkan jari telunjuk dengan perlahan lalu lihat adakah darah,


fases, lender pada sarung tangan.
Normal :

1) Tonus sphingter ani normal,

2) Mukosa rectum licin,

3) Tidak teraba benjolan seperti hemoroid,

4) Prostat halus, simetris, dan suslkus medianus teraba

n. Pemeriksaan Ekstremitas

1) Pemeriksaan Ekstermitas Atas


Tujuan :
a) Memperoleh data dasar tentang otot, tulang dan persendian

b) Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada


bagian-bagian tertentu.
Posisi klien : Berdiri/Duduk
Tindakan :
a) Inspeksi
Lakukan dengan melihat apakah terdapat edema pada lengan,
punggung tangan, atau jari-jari tangan.
b) Palpasi
Palpasi dilakukan dikedua lengan dengan cara menekan radius selama
beberapa detik kemudian lepaskan untuk menentukan apakah ada
edema atau tidak, amati bila kulit kembali lebih dari tiga detik maka
dikatakan ada edema.
c) Range of Motion (ROM)
1. Bahu
a) Fleksi/Ekstensi
1. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan
pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
2. Angkat lengan pasien pada posisi awal.
3. Lakukan gerakan mendekati tubuh.
4. Lakukan observasi perubahan yang terjadi. Misalnya:
rentang gerak bahu dan kekakuan.
b) Abduksi dan Adduksi
1. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan
pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
2. Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah
perawat (ke arah samping).
3. Kembalikan ke posisi semula.
4. Catat perubahan yang terjadi. Misal: rentang gerak bahu,
adanya kekakuan, dan adanya nyeri.
c) Rotasi Bahu
1. Atur posisi lengan pasien menjauhi dari tubuh (ke
samping) dengan siku menekuk.
2. Letakkan satu tangan perawat di lengan atas dekat siku
pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
3. Lakukan rotasi bahu dengan lengan ke bawah sampai
menyentuh tempat tidur.
4. Kembalikan lengan ke posisi awal.
5. Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh
tempat tidur, telapak tangan menghadap ke atas.
6. Kembalikan ke posisi awal.
7. Catat perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak bahu,
adanya kekakuan, dan adanya nyeri.
2. Siku
Fleksi dan Ekstensi
1. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh
dan telapak mengarah ke tubuh pasien.
2. Letakkan tangan perawat di atas siku pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnya
3. Tekuk siku pasien sehingga tangan pasien mendekat ke
bahu.
4. Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.
5. Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi.
Misalnya, rentang gerak pada siku, kekakuan sendi, dan
adanya nyeri.
3. Lengan bawah
Pronasi dan Supinasi
1. Atur posisi lengan pasien dengan siku menekuk/lurus.
2. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan tangan
pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
3. Putar lengan bawah pasien ke arah kanan atau kiri.
4. Kembalikan ke posisi awal sebelum dilakukan pronasi
dan supinasi.
5. Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi.
Misal, rentang gerak lengan bawah dan kekakuan.
4. Pergelangan tangan
Fleksi dan Ekstensi
1. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh
dan siku menekuk.
2. Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan
yang lain memegang pergelangan tangan pasien.
3. Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.
4. Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi.
Misalnya, rentang gerak pergelangan dan kekakuan
sendi.
5. Jari-jari
Fleksi dan Ekstensi
1. Pegang jari-jari tangan pasien dengan satu tangan
sementara tangan lain memegang pergelangan.
2. Bengkokkan (tekuk/fleksikan) jari-jari ke bawah.
3. Luruskan jari-jari (ekstensikan) kemudian dorong ke
belakang (hiperekstensikan).
4. Gerakkan kesamping kiri kanan (Abduksi-adduksikan).
5. Kembalikan ke posisi awal.
6. Catat perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak, dan
adanya kekakuan sendi.
d) Tes reflex
a) Refleks Bisep

1. Fleksikan lengan klien pada bagian siku sampai 45 derajat,


dengan posisi tangan pronasi (menghadap ke bawah).

2. Letakkan ibu jari pemeriksa pada fossa antekkubital di dasar


tendon bisep dan jari-jari lain diatas tendon bisep.

3. Pukul ibu jari anda dengan reflek hammer, kaji refleks.


b) Refleks Trisep

1. Letakkan lengan tangan bawah pasien diatas tangan


pemeriksa.

2. Tempatkan lengan bawah diantara fleksi dan ekstensi.

3. Meminta pasien untuk merilekkan lengan.

4. Raba terisep untuk memastikan otot tidak teggang.

5. Pukul tendon pada fossa olekrani, kaji reflek.


c) Refleks Brakhioradialis
1. Letakkan lengan tangan bawah pasien diatas tangan
pemeriksa.

2. Tempatkan lengan bawah diantara fleksi dan ekstensi serta


sedikit pronasi.

3. Pukul tendon brakhialis pada radius bagian distal dengan


bagian datar hammer, catat reflex.

Normal :

1. Tidak terdapat edema


2. ROM aktif
3. Refleks positif
4. Kekuatan otot baik, dapat menahan tahanan yang diberikan.
2) Pemeriksaan Ekstermitas Bawah
Tujuan :

a) Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian


b) Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan
pada bagian-bagian tertentu.
Posisi klien : Berdiri/Duduk
Tindakan :
a) Inspeksi
Lakukan dengan melihat apakah terdapat edema pada tibia, punggung
kaki, atau jari-jari kaki.
b) Palpasi
Palpasi dilakukan dikedua tungkai dengan cara menekan tibia selama
beberapa detik kemudian lepaskan untuk menentukan apakah ada
edema atau tidak, amati bila kulit kembali lebih dari tiga detik maka
dikatakan ada edema.
c) Range of Motion (ROM)
1. Paha
a) Rotasi
1. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki
pasien dan satu tangan yang lain di atas lutut pasien.
2. Putar kaki ke arah pasien.
3. Putar kaki ke arah pelaksana.
4. Kembalikan ke posisi semula.
5. Observasi perubahan yang terjadi.
b) Abduksi dan Adduksi
1. Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan
satu tangan pada tumit.
2. Angkat kaki pasien kurang lebih 8 cm dari tempat tidur
dan pertahankan posisi tetap lurus. Gerakan kaki menjauhi
badan pasien atau ke samping ke arah perawat.
3. Gerakkan kaki mendekati dan menjauhi badan pasien.
4. Kembalikan ke posisi semula.
5. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
6. Observasi perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak
dan adanya kekakuan sendi.
2. Lutut
Fleksi dan Ekstensi
1. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang
tumit pasien dengan tangan yang lain.
2. Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
3. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada pasien sejauh
mungkin dan semampu pasien.
4. Turunkan dan luruskan lutut dengan tetap mengangkat
kaki ke atas.
5. Kembalikan ke posisi semula.
6. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
7. Observasi perubahan yang terjadi. Missal, rentang gerak
dan adanya kekakuan sendi.
3. Pergelangan kaki
a) Fleksi dan Ekstensi
1. Letakkan satu tangan pada telapak kaki pasien dan satu
tangan yang lain di atas pergelangan kaki, jaga kaki lurus
dan rileks.
2. Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah
dada atau ke bagian atas tubuh pasien.
3. Kembalikan ke posisi awal.
4. Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien. Jari dan
telapak kaki diarahkan ke bawah.
5. Observasi perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak
dan kekakuan.
b) Infersi dan Efersi
1. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan tangan kita
(pelaksana) dan pegang pergelangan kaki pasien dengan
tangan satunya.
2. Putar kaki dengan arah ke dalam sehingga telapak kaki
menghadap ke kaki lainnya.
3. Kembalikan ke posisi semula.
4. Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi
kaki yang lain.
5. Kembalikan ke posisi awal
6. Observasi perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak,
dan adanya kekakuan sendi.
4. Jari-jari
Fleksi dan Ekstensi Jari-jari
1. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara
tangan lain memegang kaki.
2. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah.
3. Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.
4. Gerakan ke samping kiri kanan (Abduksi-adduksikan).
5. Kembalikan ke posisi awal.
6. Observasi perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak,
dan adanya kekakuan sendi.
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
8. Catat perubahan yang terjadi. Misal: rentang gerak, dan
adanya kekakuan sendi.
d) Tes reflex

a) Refleks Patella

1. Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat


tidur/kursi.

2. Rilexkan pasien dan alihkan perhatian untuk menarik kedua


tangan di depan dada.

3. Pukul tendon patella, kaji refleks.

b) Reflex Achilles

1. Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat


tidur/kursi seperti pada pemeriksaan patella.

2. Dorsofleksikan telapak kaki dengan tangan pemeriksa.

3. Pukul tendon Achilles, kaji reflek.

c) Reflex Plantar (babinsky)

1. Gunakkan benda dengan ketajaman yang sedang


(pensil/ballpoint) atau ujung stick hammer.

2. Goreskan pada telapak kaki pasien bagian lateral, dimulai


dari ujung telapak kaki sampai dengan sudut telapak jari
kelingking lalu belok ke ibu jari. Reflek positif telapak kaki
akan tertarik ke dalam.

Normal :

1. Tidak terdapat edema


2. ROM aktif
3. Refleks positif
4. Kekuatan otot baik, dapat menahan tahanan yang diberikan.
F. INSTRUMEN PENILAIAN TINDAKAN

Physical Assessment

Skills Checklist

Student: Validator Date:

Criteria Met Not Met Comment


Respiratory Assessment
1. Survay
a. Inspect thorax and respiratory movements
b. Respiratory rate, depth, rhythm, effort
c. Note use of accessory muscles/retractions
d. Observe shape of chest/kyphoscoliosis
e. Listen for audible wheezes or rhonchi
2. Palpate
a. Tender areas
b. Assessment of visible abnormalities
c. Respiratory expansion
d. Tactile fremitus
3. Percuss
a. All fields: dullness/hyperresonance
b. Estimate diaphragmatic excursion
4. Auscultate
a. 7 sites on posterior
b. 6 sites on anterior
c. Assess transmitted sounds
i. Egophony
ii. Whispered pectoriloquy
Cardiovascular Assessment
1. Vital signs:
a. Bp both arms (obtain palp pressure first)
b. Heart rate and rhythm
2. Palpate all peripheral pulses 3/3 scale
3. Palpate carotid pulse
4. Evaluate for jvd
5. Identify pmi
6. Assess capillary refill
7. Auscultate heart sounds at the aortic, pulmonic,
erbs, tricuspid and mitral areas. Note amplitude
of s1,s2
8. Discuss: pulses alternans, paradoxical pulse
Gastrointestinal Assessment
1. Inspect
a. abdomen: skin, umbilicus, contour,
pulsations, peristaltic waves
2. Auscultate
a. Bowel sounds
b. Bruits
3. Percuss
a. Typanny and dullness
b. Liver borders
4. Palpate
a. Lightly and assess for guarding
b. Full bladder
G. DAFTAR PUSTAKA

Chalik, R. (2016). Anatomi Fisiologi Manusia. Jakarta Selatan: Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia.

Aulia, S. (2013). Pengkajian kebutuhan dasar manusia menurut maslow pada pasien
diabetes melitus di poli penyakit dalam.

Ekayanti, F. et al. (2017). Panduan Ketrampilan Klinis Bagi Dokter di FAsilitas


Kesehatan Primer (edisi pertama). Jakarta Pusat :Pengurus Besar Ikatan Dokter
Indonesia (Indonesian Medical Asosiation).

Herrero, J. A. V., Abdussalam, A., & Kasi, A. (2020). Rectal Exam. In StatPearls
[Internet]. StatPearls Publishing.

Kasiati dan Rosmalawati. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia I. Jakarta Selatan:


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Manalu, N. V. (2016). Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Oleh Perawat Rumah Sakit


Advent Bandar Lampung. Jurnal Skolastik Keperawatan, 2(1), 13-20.

Ni’am, U., Sobirin, M. A., & Ropyanto, C. B. (2020). Pemeriksaan Tekanan Vena
Jugularis (JVP) pada Pasien Gagal Jantung: Konsep Analisis. The Shine
Cahaya Dunia Ners, 5(1), 45-53.

Panduan Mahasiswa Clinical Skill Lab System


Gastroenteropatologi, https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-
content/uploads/2018/01/Manual-CSL- 5-Anamnesis-Pemeriksaan-Fisis.pdf.

Potter, P. A., Perry, A. G. E., Hall, A. E., & Stockert, P. A. (2009). Fundamentals of
nursing. Elsevier mosby

Sugiarto. (20118). Buku Manual Keterampilan Klinik Topik BaICS Physial


Examination: Teknik Inspeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi. Surakarta:
Kementerian Riset, Teknologi, danPendidikan Tinggi Universitas Sebelas
Maret.
Hidayat, D. R., & Deden Zaenudin, A. N. (2011). Teori dan aplikasi psikologi
kepribadian dalam konseling. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sejati, S. (2019). Hirarki kebutuhan menurut abraham h. Maslow dan relevansinya


dengan kebutuhan anak usia dini dalam pendidikan islam (Doctoral
dissertation, IAIN Bengkulu).

Bella, A., et al. 2018. Pengkajian pada Sistem Kardiovaskuler. Makalah. Dalam :
Seminar Akademi Keperawatan PELNI Jakarta.

Penuntun Skills Lab Blok 2.6 Gangguan Respirasi.


http://repository.unand.ac.id/23731/4/ Pemeriksaan%20Paru%20lengkap
%202016%20-%20%28M1-M4%29.pdf.
H. LAMPIRAN

Link video untuk materi pemeriksaan fisik dapat diakses pada :

1. https://youtu.be/yKoK4kEWkbU

2. https://youtu.be/RhZ4pOuhkFs

Anda mungkin juga menyukai