FARMAKOKINETIK
"TUGAS RESUME METABOLISME"
Oleh:
STAMBUK : 15020170244
KELAS : C10
PENDAHULUAN :
Metabolisme obat, dalam hal ini oksidasi enzimatik di hati adalah salah satu dari proses-proses
penting dalam disposisi obat dan bahan-bahan kimia lain dalam tubuh manusia. Kecepatan
proses ini sering merupakan tahap penentu (rate Limiling slep) pada eliminasi obat • atau pada
pembentukkan metabolit-metabolit yang aktif.
Metabolisme mempunyai tiga tujuan utama, yaitu memberikan energi kepada tubuh, untuk
memecah suatu senyawa yang lebih sederhana atau biosintesa senyawa senyawa yang lebih
kompleks, dan untuk biatransformasi senyawa-senyawa asing menjadi senyawa yang lebih
polar, larut dalam air dan dalam struktur yang terionisasi, sehingga dapat dieliminasi dengan
mudah.
Reaksi-reaksi dalam metabolisme obat yang terutama adalah oksidasi, reduksi, hidroksilasi, dan
konyugasi serta dibagi menjadi dua fase yaitu : fase 1 (reaksi-reaksi non sintetik) dan fase 2
(reaksi-reaksi sintetik). Reaksi fase 1 biasanya membentuk metabolit yang polar yang dengan
segera dapat diekskresi. Tetapi banyak metabolit pada fase 1 yang tidak segera dapat
dieliminasi. Dalam hal ini metabolit dari fase 1 akan bereaksi lagi dengan senyawa-senyawa
endogen seperti : as am glxtkoronat, asam sulfate as amasotat, atau asam. amino untuk
membentuk suatu
REAKSI METABOLISME :
1. Fase I
Pada reaksi fase I ini mengubah obat menjadi metabolit yang lebih polar, yang dapat bersifat
inaktif, kurang aktif, atau lebih aktif daripada bentuk aslinya. Fungsi utama metabolisme fase I
adalah menyiapkan senyawa untuk metabolisme II dan tidak menyiapkan obat untuk diekskresi.
Yang termasuk dalam reaksi fase I adalah oksidasi, reduksi, dan hidrolisis.
a. Reaksi Oksidasi
Yang sangat penting untuk biotransformasi ialah reaksi oksidasi yang melibatkan oksidase,
monooksigenase, dan dioksigenase. Oksidase mengoksidasi melalui penarikan hidrogen atau
elektron. Oleh monooksigenase, satu atom oksigen dari molekul oksigen diikat pada bahan
asing dan atom oksigen lain direduksi menjadi air. Sebaliknya, dioksigenase memasukkan
kedua atom dari 1 molekul oksigen ke dalam xenobiotika. Monooksigenase (mikrosom) yang
mengandung sitokrom P-450 dan juga sitokrom P-448 yang merupakan protein heme
memiliki makna terbesar untuk biotransformasi oksidasi obat.
Istilah sitokrom P-450 dan P-448 dipakai karena terjadi absorpsi kuat dari cahaya pada
panjang gelombang 450 dan 448 nm setelah reduksi dengan natrium ditionit dan
penyetimbangan dengan CO. Mikrosom ialah bagian pecahan dari retikulum endoplasma
yang terjadi pada sentrifugasi terfraksinasi dari homogenat sel hati (fraksi mikrosom). Enzim
yang terikat pada mikrosom disebut enzim mikrosom.
Monooksigenase yang mengandung sitokrom mengkatalisis hidroksilasi alifatik dan
aromatik, epoksidasi ikatan rangkap olefinik dan aromatik, dealkilasi oksidatif senyawa N-
alkil, O-alkil, dan S-alkil, deaminasi oksidatif dan oksidasi tioeter dan amin menjadi
sulfoksida dan juga hidroksilamina.
Enzim pengoksidasi yang penting lainnya adalah:
1. alkoholdehidrogenase, yang mendehidrasi alkohol, khususnya etanol menjadi aldehida.
enzim ini mengkatalisasi oksidasi dari banyak alkohol-alkohol menjadi aldehidnya yang
sesuai, dan dilokalisasi dalam bagian yang larut dari sel hati, ginjal, dan paru-paru. Enzim
ini menggunakan NAD+ sebagai kofaktor. Contohnya pada oksidasi etanol oleh alkohol
dehidrogenase
2. Monoaminoksidase (MAO), yang umumnya bekerja secara oksidasi pada amina biogenik
(misalnya katekolamina). MAO memetabolisme amin eksogen dari makanan, misalnya
tiramin (dari keju) menjadi aldehidnya yang sesuai dan ditemukan dalam mitokondria,
pada ujung-ujung syaraf dan dalam hati.
3. Aldehida-oksidase, yang mengubah aldehida menjadi asam karboksilat
4. N-oksidase, yang tidak mengandung sitokrom P-450 melainkan FAD dan mengubah
amina sekunder menjadi hidroksilamina, amina tersier menjadi N-oksida.
b. Reaksi Reduksi
c. Reaksi hidrolisis
2. Fase II
Konjugasi sulfat melibatkan transfer molekul sulfat dari kofaktor (PAPSF: 3’-
phosphoadenosine-5’-phosphosulfat) pada substrat (metabolit atau obat) oleh enzim
sulfotransferase. Konjugasi sulfat adalah reaksi konjugasi umum pada substrat yang memiliki
gugus hidroksil alkoholik, hidroksil fenolik (parasetamol, salisilamid) dan amina aromatis.
Sulfotransferase merupakan enzim yang larut dengan kespesifikan yang berbeda-beda. Yang
terbentuk adalah setengah ester asam sulfat yang diekskresi dalam urin. Perbandingan
sulfat organik terhadap sulfat anorganik dalam urin meningkat jauh sesuai dengan
pemasukan fenol ke dalam tubuh atau pemasukan senyawa yang diuraikan menjadi fenol.
Kecuali pada konjugasi dengan asam asetat atau reaksi metilasi, di sini selalu terjadi
pemasukan satu gugus asam ke dalam molekul yang pasti meningkatakan kehidrofilan
melalui pembentukan garam. Konjugat asam cepat dieliminasi melaui ginjal, dan melalui
proses aktif. Dengan demikian umumnya reaksi konjugasi mempunyai sifat reaksi
bioinaktivasi atau reaksi detoksikasi, karena produk konjugasi hampir selalu tidak aktif
secara biologi. Walaupun demikian dalam beberapa hal, konjugat dapat dihidrolisis lagi
menjadi senyawa asal. Yang sering terjadi demikian, misalnya apabila konjugat dengan
empedu mencapai usus. sebaliknya konjugat-konjugat yang diekskresi dalam urin, ini
merupakan kekecualian.
Metabolit fase II yang masih aktif secara biologi adalah ester asam sulfat triamteren,
diuretika penyimpanan kalium.
Ini merupakan reaksi konjugasi yang berlangsung melalui beberapa tahap. Pada reaksi
ini terutama glutation-s-epoksidatransferase yang terlibat. Senyawa halogen dan senyawa
aromatik dapat di biotransformasi dengan cara ini. Turunan asam merkapturat, seperti
konjugat lain, sangat hidrofil dan mudah diekskresi. Karena itu, senyawa ini merupakan
substrat yang baik untuk sistem transport aktif dalam ginjal dan hati.
f. Metilasi
Metilasi jarang terdapat dalam reaksi biotransformasi. Dalam beberapa hal ditemukan
suatu N-metilasi atau metilasi senyawa heterosiklik tak jenuh. Contohnya, pembentukan N-
metilnikotinamida dari nikotinamida. Basa amonium kuarterner yang dibentuk dengan cara
ini bersifat hidrofil dan dapat diekskresi secara aktif. Metilasi gugus OH fenol, seperti
ditemukan misalnya pada katekolamina, lebih merupakan kekecualian daripada menurut
aturan.
g. Asetilasi
Asetilasi penting dalam jalur metabolisme obat yang mengandung gugus amina primer.
Konjugat asetilasi biasanya non-toksik dan inaktif. Asetilasi mengurangi khasiat karena gugus
amino yang biasanya penting untuk aktivitas biologi, ditutupi akibat asetilasi. Contoh
obatnya adalah histamin, procainamid, para aminosalicylic acid (PAS), hydralazin, isoniazid.
2. Metabolisme Teofilin
PENDAHULUAN :
Asma merupakan penyakit yang banyak dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa.
Penggunaan obat asma meningkat seiring dengan meningkatnya kejadian asma. Salah satu obat
asma yang digunakan masyarakat adalah teofilin. Teofilin digunakan untuk mengatasi obstruksi
saluran nafas. Teofilin juga termasuk salah satu obat yang memiliki indeks terapi sempit
(kisaran kadar efektif minimal kadar toksik minimal dalam darah 10-20 µg/ml) sehingga teofilin
merupakan salah satu obat model pada studi interaksi obat. Potensi toksisitas akutnya telah
diketahui berhubungan dengan kadar teofilin utuh di dalam darah (> 20 µg/ml), terwujud
sebagai mual, muntah, pendarahan saluran cerna, asidosis metabolik, hipokalemia, hipotensi,
aritmia jantung dan berakhir dengan kematian (Dollery, 1991).
Mekanisme kerja teofillin menghambat enzim nukleotida siklik fosfodiesterase (PDE). PDE
mengkatalisis pemecahan AMP siklik menjadi 5’ AMP dan GMP siklik menjadi 5’-GMP.
Penghambatan PDE menyebabkan penumpukan AMP siklik dan GMP siklik, sehingga
meningkatkan tranduksi sinyal melalui jalur ini. Teofilin merupakan suatu antagonis kompetitif
pada reseptor adenosin, kaitan khususnya dengan asma adalah pengamatan bahwa adenosin
dapat menyebabkan bronkokonstriksi pada penderita asma dan memperkuat mediator yang
diinduksi secara imunologis dari sel must paru-paru (Goodman & Gilman, 2007). Teofilin
merupakan perangsang SSP yang kuat, merelaksasi otot polos terutama bronkus ( Ganiswarna,
1995).
DEFINISI :
Teofilin merupakan serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit dan mantap di udara. Teofilin
mengandung tidak kurang dari 98,5 % dan tidak lebih dari 101,5 % C7 H8N4O2, dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan.
Teofilin adalah bronkodilator yang digunakan untuk asma dan untuk mengatasi penyakit paru
obstruksi kronik yang stabil, secara umum tidak efektif untuk eksaserbasi penyakit paru
obstruksi kronik. Teofilin mungkin menimbulkan efek aditif bila digunakan bersama agonis beta-
2 dosis kecil, kombinasi kedua obat tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya efek
samping, termasuk hipokalemia.
METABOLISME :
Teofilin dimetabolisme di hati, kadar teofilin dalam plasma bervariasi terutama pada perokok,
pasien dengan gangguan hati dan gagal jantung, atau jika diberikan bersama dengan obat-obat
tertentu. Kadar teofilin dalam plasma meningkat pada gagal jantung, sirosis, infeksi virus, pada
lanjut usia dan jika ada obat yang menghambat metabolisme teofilin. Kadar teofilin dalam
plasma menurun pada perokok, dan alkoholisme kronik dan oleh obat yang menginduksi
metabolismenya seperti fenitoin, karbamazepin, rifampisin, dan barbiturat. Untuk interaksi
teofilin lainnya.
Dosis pemeliharaan untuk teofilin non-sustained release adalah 200-300 mg, 3-4 kali sehari
atau 200-400mg, 2 kali sehari untuk sediaan sustained released. Kadar terapetik plasmanya
adalah 5-20 mg/L. Konsentrasi serum 10 – 20 mcg/ml diperlukan untuk menghasilkan respon
bronkodilator optimum. Teofilin diabsorbsi dengan cepat dan lengkap, sehingga kadar puncak
serum dicapai kira-kira hanya 1 - 2 jam setelah penggunaan oral. Volume distribusinya
mencapai 0,5 L/kg dan mengikuti model 2 kompartemen. Pada berat badan ideal, klirens
teofilin rata-rata 0,04 L/kg/hari. Tetapi, sebenarnya angka ini sangatlah bervariasi karena
banyak hal yang dapat meningkatkannya, seperti kondisi obesitas, merokok, diet dan penyakit
hati. Begitu juga dengan t1/2 nya, dimana pada pasien dewasa mencapai 8 jam (Winter, 2004).
Dosis terapi teofilin untuk manusia dalam sehari maksimal 300 mg (Dipiro, 2006).
Perbedaan waktu paruh antar pasien sangat penting karena teofilin mempunyai rentang terapi
yang sempit, yaitu dosis toksiknya dekat dengan dosis terapinya. Pada kebanyakan pasien,
diperlukan kadar 10-20 mcg/mL dalam plasma untuk efek bronkodilasi yang memuaskan
walaupun pada kadar plasma 10 mcg/mL (atau kurang) mungkin sudah efektif. Efek samping
dapat timbul pada kadar 10- 20 mcg/mL, dan efek samping akan semakin sering dan semakin
berat pada kadar di atas 20 mcg/mL.
Teofilin dapat diberikan secara injeksi sebagai aminofilin, suatu campuran teofilin dengan
etilendiamin, yang 20 kali lebih larut dibanding teofilin sendiri. Injeksi aminofilin jarang
dibutuhkan untuk serangan asma berat. Aminofilin harus diberikan sebagai injeksi intravena
sangat lambat paling cepat (20 menit). Tidak dapat diberikan intramuskular karena sangat
iritatif. Pemantauan kadar teofilin dalam plasma akan membantu, dan perlu sekali jika pasien
telah mendapat teofilin peroral, karena efek samping serius seperti konvulsi dan aritmia dapat
terjadi sebelum munculnya gejala toksisitas yang lain.