Anda di halaman 1dari 5

KANTOORGEBOUW ZUSTERMAATSCHAPPIJEN VS VILLA ISOLA

Rizqia Zahra Firdaus (1706022930)

ABSTRAK

Tujuan dari paper ini adalah untuk membandingkan dua contoh Arsitektur Indis yang dibangun
pada tahun 1900-1945, yaitu Kantoorgebouw Zustermaatschappijen di Semarang dengan Villa
Isola di Bandung. Perbandingan ini bertujuan untuk memerlihatkan bagaimana masing-masing
bangunan meskipun merupakan contoh dari arsitektur indis, namun keduanya memiliki
perbedaan dari segi gaya yang digunakan dan bagaimana cara sang arsitek dalam
mendefinisikan Arsitektur Indonesia pada masa itu. Pada paper ini, penulis mencoba untuk
menjelaskan dari pendahuluan terkait arsitektur indis, kemudian membandingkan kedua
contoh bangunan melalui foto atau gambar yang dikaitkan dengan teori yang sudah dipelajari.

PENDAHULUAN
Setelah munculnya politik etis pada akhir serta kedua arsitek memiliki pandangan
tahun 1800, terjadi perkembangan secara yang berbeda dalam merespon iklim di
pesat di Belanda diberbagai sektor seperti Indonesia, sehingga terjadi perdebatan
ekonomi dan arsitektur. Hal tersebut diantara keduanya dalam mendefinisikan
mengakibatkan pada awal tahun 1900, bagaimana Arsitektur Indonesia yang
mulai banyak pengusaha dan arsitek sebenarnya.
berpendidikan Belanda datang ke Indonesia
untuk membuka usaha dan mencari tempat Kantoorgebouw Zustermatschappijen
baru untuk bertempat tinggal. Mayoritas Bangunan yang dibangun pada tahun 1936
dari mereka yang berpindah ke Indonesia ini awalnya merupakan sebuah kantor milik
memili gaya hidup yang berbeda dengan badan organisasi katolik. Kantor yang
orang Belanda pada umumnya, dimana dirancang oleh Schoemaker ini terletak di
mereka menyukai kesederhanaan Jl. M. H. Thamrin, Semarang, dimana
sedangkan orang Belanda cenderung lokasi ini dulunya daerah yang tidak terlalu
glamor. Mereka membawa ide dan gaya ramai meskipun berada di pusat kota.
baru seperti Niuwe Kunst, The Amsterdam Secara umum, bentuk dari kantor ini
School, dan De Stijl. Pada awalnya, mereka merupakan gabungan gaya Neo-Klasik
masih secara mentah menerapkan ide atau yang diinfiltrasi dan rumah joglo.
gaya tersebut tanpa menyesuaikan konteks
di Indonesia. Namun, seiring waktu Villa Isola
berjalan, mereka mulai mencoba Villa Isola pada awalnya merupakan
menyesuaikan dengan iklim di Indonesia sebuah rumah tinggal milik seorang
demi kenyamanan. Cara yang digunakan hartawan dari Belanda bernama Dominique
setiap arsitek dalam merespon iklim Willem Berretty. Bangunan yang selesai
berbeda-beda, sehingga muncul perdebatan dibangun pada tahun 1936 ini, terletak di Jl.
diantara arsitek terkait bagaimana Setiabudi, Bandung, dimana lokasi ini
mendefinisikan Arsitektur Indonesia yang merupakan daerah pinggiran yang cukup
sebenarnya. Pada kesempatan ini saya akan jauh dari pusat kota. Secara umum, bentuk
membandingkan Kantoorgebouw dari bangunan ini merupakan hasil infiltrasi
Zustermaatschappijen karya Thomas gaya Art Deco yang disesuaikan dengan
Karsten dengan Villa Isola karya iklim tropis.
Schoemaker. Alasan memilih kedua
bangunan tersebut dikarenakan mereka
memiliki bentuk dan gaya yang berbeda,
ISI

Gambar 1: Perspektif Fasad Kantoorgebouw


Zustermaatschappijen, Semarang (Sumber: Arsitektur
Kolonial Belanda di Indonesia, Yulianto Sumalyo)

Gambar 3: Detail Fasad Kantoorgebouw
Zustermatschappijen. (Sumber: Locale Techniek Vol. 2)

Gambar 2: Fasad Villa Isola, Bandung (Sumber:


Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia, Yulianto
Sumalyo)

Jika melihat dari kedua fasad bangunan
pada gambar 1 dan 2, cukup jelas terlihat
perbedaan bentuk dari keduanya. Pada
Kantoorgebouw Zustermaatschappijen,
Gambar 4: Detail Fasad Villa Isola, Bandung (Sumber:
terdapat perpaduan antara gaya Neo-Klasik Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia, Yulianto
dan rumah joglo, dimana gaya Neo-Klasik Sumalyo)
terlihat pada pemakaian kolom masif yang
Dari detail kedua fasad, terlihat
disusun berjarak sama pada beranda
sehingga menghasilkan fasad yang simetris Kantoorgebouw Zustermaatschappijen
tersusun dari garis lurus (kolom) dan
dan kaku, serta pemakaian warna putih
minim dekorasi, kemudian pada atapnya bidang bersudut (atap datar), sedangkan
Villa Isola tersusun dari bentuk yang
menggunakan bentuk dari rumah joglo
yang meninggi ke tengah serta memakai melengkung pada dinding dan tangga yang
terlihat menyatu mengikuti kontur
sirap yang rangkanya besi sebagai respon
terhadap iklim. Sedangkan pada Villa Isola, tanahnya.
kental dengan gaya Art Deco, terlihat dari
bentuk fasadnya berupa lekukan-lekukan
dengan atap datar dari beton namun tetap
terlihat simetris karena adanya unsur
tradisional yang dimasukkan oleh
Schoemaker, yaitu meggunakan pembagian
sumbu Utara-Selatan.

Gambar 5: Tampak belakang Kantoorgebouw


Zustermaatschappijen. (Sumber: Locale Techniek
Vol. 2)

Utara
(depan)
Tangku
ban
Perahu

Sumbu
Selatan Melintang
(belakang)
Bandung
Gambar 6: Tampak belakang Villa Isola. (Sumber:
Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia, Yulianto
Sumalyo) Gambar 8: Villa Isola dilihat dari atas. (Sumber:
http://3.bp.blogspot.com/-
LWUf_IPxvog/VQpELCgQzYI/AAAAAAAAAqo/0XL9sTZifq
Pada tampak belakang Kantoorgebouw M/s1600/44_big.jpg)
Zustermaatschappijen dan Villa Isola,
terlihat pada bagian belakang keduanya Jika dilihat dari atas, persamaan dari
merupakan taman, kedua tampak belakang keduanya adalah sama-sama mencoba
bangunan mirip dengan tampak depannya menerapkan konsep garden city, dimana
sehingga secara keseluruhan, kedua terdapat taman dibeberapa sisi atau
bangunan merupakan bangunan yang keseluruhan bangunan, sehingga bangunan
simetris. Kemudian, pada bagian tengah tidak berdempetan lagi dengan bangunan
Kantoorgebouw, terdapat lubang yang yang lain untuk memperlancar ventilasi dan
berfungsi untuk saluran ventilasi dalam menambah kenyamanan. Konsep ini dapat
rumah sebagai salah satu respon terhadap diterapkan pada kedua bangunan
iklim. Sedangkan pada Villa Isola, tidak dikarenakan keduanya memiliki tanah yang
ditemui elemen yang merespon alam secara luas dan berada di daerah yang tidak terlalu
khusus, namun terdapat taman dengan ramai. Perbedaannya adalah pada
patung gaya eropa. Kantoorgebouw Zustermaatschappijen,
taman menyebar di sisi samping dan
belakang mengikuti lahan yang berbentuk
segiempat, sedangkan Villa Isola terdapat
pada bagian depan dan belakang yang
Taman
memanjang mengikuti orientasi kosmis

Jawa sumbu Utara-Selatan, dimana tegak
Bangun lurus sumbu melintang bangunan.
an lain

Servis
Zustermaatschappijen. (Sumber: Arsitektur

Jalan raya
Kolonial Belanda di Indonesia, Yulianto


S. Privat

Gambar 9: Denah Kantoorgebouw

Gambar 7: Tampak atas Kantoorgebouw


S. Privat

Zustermaatschappijen (Sumber: Arsitektur Kolonial


Belanda di Indonesia, Yulianto Sumalyo) Privat

Publik
Sumalyo)
Gambar 10: Denah lantai paling bawah sampai tiga
Villa Isola dengan urutan atas kiri-atas kanan-tengah
kiri-tengah kanan-bawah kanan. (Sumber: Arsitektur
Kolonial Belanda di Indonesia, Yulianto Sumalyo)
Kantoorgebouw Zustermaatschappijen
hanya terdiri dari satu lantai yang
organisasi ruangnya mengadopsi prinsip
rumah joglo, dimana bagian depan-publik
(R. Tunggu dan R. Rapat), samping-semi
privat (Perpustakaan dan R. Karyawan),
bagian tengah-privat (R. Arsip), dan
bagian belakang-servis (dapur, kamar
mandi, dan gudang). Kemudian, semakin
dasar-publik (vestibule, saloon, ruang makan,
terlihat bentuk simetris pada bangunan ini
dan ruang keluarga yang terhubung langsung
dari denah, dimana Karsten sangat
dengan pintu utama), lantai satu-privat (ruang
memperhitungkan pembagian dari jarak
tidur), lantai dua-semi privat (hall untuk
kolom.
pesta), dan lantai 3-semi privat (rooftop).
Sedangkan Villa Isola terdiri dari 5 lantai
Persamaan dari kedua bangunan adalah jika
yang organisasi ruangnya mengadopsi
dilihat dari denah, kedua bangunan tampak
gaya Barat, dimana pada setiap lantai
simetris, dimana Kantoorgebouw
bagian depan-publik, samping-s. privat
Zustermaatschappijen simetris secara panjang
dan privat, dan belakang-privat dan servis.
dan lebar yang merupakan hasil dari
Kemudian, terdapat pembagian ruang
pembagian jarak kolomnya, sedangkan Villa
secara vertikal, dimana lantai paling
Isola simetris secara horizontal memanjang
bawah-semi privat (tempat rekreasi,
karena sumbu utara-selatan.
kantor, dan ruang servis yang terhubung
langsung dengan taman belakang), lantai
Selanjutnya, dari gambar 12 dapat kita lihat
pada bangunan ini, disetiap ruang memiliki
jarak tinggi antara lantai dan plafon yang
sama, namun memiliki ruang yang luas
secara horizontal.

KESIMPULAN
Menurut saya, Arsitektur Indonesia bagi
Karsten adalah mengedepankan
fungsionalitas dan kenyamanan yang
dicapai melalui unsur tradisional setempat,
sehingga bentuk dari karyanya cenderung
kaku dan monoton. Sedangkan Schoemaker
masih mengedepankan bentuk akibat
perpaduan gaya dan iklim untuk
menciptakan kenyamanan, ia seolah
berkata suatu bentuk bangunan yang indah
dan menyatu dengan alam merupakan
keberhasilan Arsitektur Indonesia.

REFERENSI
Sumalyo, Yulianto. 1995. Arsitektur
Kolonial Belanda di Indonesia.
Gambar 11: Potongan (atas) dan suasana pada interior Yogyakarta: Gadjah Mada University
(bawah) Kantoorgebouw Zustermaatschappijen. (Sumber: Press.
Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia, Yulianto
Sumalyo)
Dari gambar 11 dapat kita lihat adanya http://colonialarchitecture.eu/islandora/o
pembagian atap, dimana pada sisi pinggir bject/uuid%3Ae1b81847-bdeb-497b-
menggunakan atap datar yang tidak terlalu 8d96-
tinggi seperti gaya Neo-Klasik, dan bagian 4a205d3e9bf3/datastream/PDF/view
tengah yang lebih meninggi dengan atap (terakhir diakses pada 7 April 2019 pukul
miring seperti rumah joglo. Kemudian, 08:43 WIB)
dibawah atap joglo, terdapat teritisan untuk
ventilasi dan akses cahaya alami masuk.
Atap miring, tinggi, dan teritis merupakan
cara lain Karsten dalam merespon iklim.

Gambar 12: Potongan (atas) dan suasana interior (bawah)


Villa Isola. (Sumber: http://4.bp.blogspot.com/-
HkY4vY0tfRk/VQpEPzcpapI/AAAAAAAAArk/L4mWE0go
y_c/s1600/dalam-isola.jpg dan Arsitektur Kolonial Belanda di
Indonesia, Yulianto Sumalyo)

Anda mungkin juga menyukai