Anda di halaman 1dari 16

Pengertian Arsitektur Ekologi Secara Umum :

Arsitektur ekologi merupakan perancangan arsitektur yang ekologis atau biasa disebut dengan
arsitektur yang berwawasan lingkungan. menggunakan alam sebagai basis design, strategi
konservasi, perbaikan lingkungan, dan bisa diterapkan pada semua tingkatan dan skala untuk
menghasilkan suatu bentuk bangunan, lansekap, permukiman dan kota yang revolusioner dengan
menerapkan teknologi dalam perancangannya.

Ekologi didefinisikan sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Haeckel, seorang ahli biologi, pada
pertengahan dasawarsa 1860-an. Ekologi berasal dari bahasa Yunani, oikos yang berarti rumah, dan
logos yang berarti ilmu, sehingga secara harafiah ekologi berarti ilmu tentang rumah tangga makhluk
hidup (KRISTANTO, Ir.Philip. 2002. Ekologi Industri, Ed.I. ANDI; Yogyakarta.11).

1. Bangunan Whisma Dharmala Sakti

About Project :
Gedung Wisma Dharma Sakti
Arsitek : Paul Rudolph
Tahun : 1982
Alamat : terletak di Sudirman Jl.Jenderal 32, Sakti, ibu kota Jakarta.
Luas Lahan : 0,8 hektar
Total luas bangunan 23 lantai, plus 3 basement, mencapai 30.986 meter persegi.
Total luasan ruang perkantoran area yang disewakan mencapai 25.578 meter persegi. Sisanya
dipergunakan sebagai kantor pusat perusahaan dan sejumlah anak perusahaan.

semboyan sebagai bangunan “ Health Of Future “ yaitu sebuah bangunan akan


perduliannya dengan kesehatan mental dan fisik penghuninya, dikarenakan bangunan wisma
Dharmala Sakti ini membuat balkon serta teras yang tersebar merata di setiap lantai, sehingga

Dalam konteks ini, Rudolph merancang suatu sistem tata arsitektur mengemulasi keindahan atap
tradisional daerah dari Jakarta, Memasukkan atap dalam dan overhang dengan spandrels dari 45
derajat. Dua kolom kembar milik struktur dan lintas menghubungkan ujung proyeksi ini,
pemikiran ini diyakini Rudolph kolom yang berdekatan menciptakan proporsi yang lebih baik
dan memberikan kekuatan dan arah pandang.
Seperti bagaimana menyiasati sinar matahari yang berlimpah, Arsitek membuat teras dan dengan
bentuk setengah atap. Gunanya untuk memecah sinar ultra violet matahari yang berlebihan tidak
dapat masuk secara langsung kedalam bangunan, akan tetapi tetap ruangan di dalam bangunan
mendapat sinar matahari yang cukup untuk menerangkan ruangan yang di dalam bangunan.

Terdapat pula void yang cukup besar sehingga udara sejuk masih terasa di dalamnya
tanpa kehujanan saat merasakannya. Bahkan di perencanaan awal, bangunan ini sebenarnya tidak
perlu menggunakan pendingin ruangan. Namun seiring berjalannya waktu dan efek rumah kaca
ttelah memberi panas yang cukup parah dan tidak menentu, akhirnya bangunan ini menggunakan
pendingin ruangan. Namun pada koridor hal tersebut masih tidak diperlukan karena udara sejuk
masih dapat masuk. Pencahayaan lampu pada siang hari juga tidak terlalu diperlukan pada
koridor karena cahaya matahari masih dapat masuk tanpa pengguna merasa terik maupun
kehujanan.
Angin pun dapat masuk kedalam ruangan sehingga dapat terjadi suatu pergerakan udara
yang pada akhirnya akan disebut sebagai ventilasi alami. Dan juga dengan teras yang pajang
keluar dapat berfungsi sebagai penangkap angin yang datang ke bangunan.

1. Orientasi Bangunan

Orientasi bangunan pada daerah yang beriklim tropis harus mempertimbangkan arah
pergerakan matahari untuk menghindari panasnya radiasi sinar matahari yang langsung masuk ke
dalam bangunan yang dimaksud arah barat dan arah timur. Orientasi bangunan yang paling baik
menghadap ke utara dan selatan sehingga cahaya yang masuk merupakan cahaya tidak langsung.
Gedung Wisma Dharmala Sakti berorientasi ke arah Tenggara sehingga sinar matahari
dari arah timur dan barat tidak menerjang secara langsung bagian depan bangunan.
2. Pencahayaan

Pencahayaan alami
Pencahayaan alami pada bangunan ini terlihat hanya di beberapa bagian yang terkena cahaya
seperti jendela-jendela pada bangunan, tanaman rambat disekitar atap kanopi, dan sekitar koridor
pada bangunan.

Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan pada bangunan ini menggunakan lampu.
Namun lampu pada siang hari tidak terlalu diperlukan pada koridor karena cahaya matahari
masih dapat masuk ke dalam bangunan.

3. Penghawaan
Penghawaan pada bangunan ini yaitu penghawaan secara menyilang, guna untuk
mengalirkan udara agar mengalir dengan lancar dari luar bangunan, masuk ke dalam bangunan,
kemudian keluar bangunan lagi dengan cepat sehingga proses pergantian udara berjalan dengan
lancar.
Gedung ini mengaplikasikan bukaan dengan elemen jendela pada sisi bangunan dan
elemen void pada tengah-tengah bangunan. Bukaan pada sisi bangunan berbentuk jendela kaca
dengan kusen alumunium yang bisa dibuka tutup, sebelum mengalir lewat jendela angin kencang
disaring dulu oleh balkon-balkon dan kanopikanopi beton pada setiap lantai kemudian diteruskan
melalui bukaan jendela sisi luar, masuk ke dalam bangunan, kemudian keluar melalui bukaan
jendela sisi dalam (sisi void) atau sebaliknya, sehingga udara mengalir secara menyilang pada
setiap sudut ruang yang terdapat bukaan.

4. Atap/Kanopi

Pelindung dari tingginya curah hujan bisa diaplikasikan melalui kemiringan atap yang
curam dan teritisan yang lebar sehingga dapat terhindar dari kebocoran atap dan menjaga
tampias air masuk ke dalam bangunan.
Gedung wisma dharmala sakti, menggunakan elemen kanopi beton berbentuk segi tiga
berlapis keramik putih. pada setiap lantai menaungi setiap bukaan kaca sebagai pelindung dari
radiasi sinar matahari langsung yang menerpa bangunan sehingga cahaya yang masuk kedalam
ruangan adalah cahaya bayangan yang tidak menimbulkan efek panas pada ruangan.

5. Material
Material yang digunakan yaitu material yang tahan cuaca iklim tropis.
material yang digunakan pada selubung luar bangunan adalah beton sebagai material struktur
kolom, balok, penutup atap dan kanopi, keramik sebagai material finishing dinding tembok, kaca
dan alumunium sebagai material elemen bukaan cahaya dan udara.

2. ALILA VILLAS ULUWATU


About Project
Architects: WOHA
Location: Uluwatu, Bali, Indonesia
Site Area: 44,642 sqm
Built up Area: 58,635 sqm
Project Year: 2009
Hotel ini terdiri dari 50 suite hotel dengan 35 vila perumahan.

Hotel ini memiliki konsep desain berkelanjutan secara ekologis.Alila Villa Uluwatu didesain dengan
potensi perpaduan arsitektur vernakular namun dengan penyelesaian yang modern.
Alila Villa didesain dengan perepresentasian pavilion tradisional Bali yang dikombinasikan dengan
lanskap pedesaan yang memberikan kesan dinamis pada Kawasan hotel tersebut.Alila Villa Uluwatu
memiliki desain yang berundak mengikuti kontur tapak yang ada. Hal tersebut bisa dikatakan menjadi
salah satu penerapan arsitektur regionalisme kritis, dimana terdapat penyesuaian antara desain dan juga
tapak yang tersedia. Masterplan yang dimiliki Alila Villa Uluwatu didesain dengan menghindari teknik
cut and fill yang berlebihan. Selain itu vegetasi-vegetasi yang tumbuh didalam tapak juga dikonservasi.
Desain menyelidiki potensi perpaduan arsitektur vernakular dengan desain modernis. Desainnya
menggabungkan kelezatan arsitektur paviliun tradisional Bali dan lanskap pedesaan dengan perawatan
ruang dan bentuk yang dinamis dan modern. Desain ini didasarkan pada prinsip-prinsip pertama di sekitar
kesenangan yang menghuni situs tertentu, daripada merakit gambar stereotip Bali atau resor umum.
Kamar-kamar hotel dirancang sebagai taman yang dihuni, bukan ruang interior. Dinding taman
membentuk dinding ruangan, di mana tidur, makan, bersantai dan mandi terjadi di lingkungan taman.
Setiap vila hotel memiliki kolam renang dengan cabana yang menghadap ke laut.
Vila-vila di lereng bukit dirancang sebagai paviliun yang dihubungkan oleh jembatan melintasi taman air,
terselip di lereng bukit sebagai teras. Setiap vila membentuk latar depan lanskap untuk vila di
belakangnya.

Desain berfokus pada pelestarian kualitas situs sejak awal. Masterplan menghormati kontur untuk
menghindari pemotongan dan pengisian. Semua pohon besar dipelihara atau ditransplantasikan. Vegetasi
situs disurvei dan didokumentasikan, dengan spesimen dikirim ke Kew Gardens untuk identifikasi.
Pembibitan situs telah dimulai, menyebarkan tanaman asli yang digunakan dalam lanskap daripada
spesies eksotis dari pembibitan. Tanaman lokal disesuaikan dengan lanskap sabana kering dengan
menjadi tidak aktif di musim kemarau dan berbunga spektakuler dan akan memberikan tampilan bunga
musiman yang unik. Kebun-kebun asli ini akan membutuhkan air yang jauh lebih sedikit, dan akan
mendorong hewan dan burung setempat untuk tetap berada di daerah tersebut.
Semua bahan bersumber secara lokal - dinding batu menggunakan batu dari lokasi sebenarnya dari
potongan jalan, sementara semua bahan lainnya berasal dari Bali atau pulau tetangga di Jawa. Kayu
berkelanjutan termasuk kelapa dan bambu digunakan. Pengrajin di Jawa dan Bali membuat furnitur
interior, lampu dan aksesoris. Strategi ini membuat pengembangan ini unik dalam hal bahan-bahannya,
mendukung keterampilan lokal dan memberikan prestise bahan lokal, mempromosikan penggunaannya
dengan penduduk setempat daripada menginginkan produk impor yang mahal.

Pengembangan telah dirancang sejak awal untuk melampaui persyaratan Green Globe 21. Seorang
konsultan lingkungan menyusun rencana lingkungan dari tahap desain dan seterusnya. Kontraktor telah
berkomitmen untuk rencana kualitas lingkungan untuk tahap konstruksi, dan operator hotel juga
berkomitmen untuk praktik lingkungan untuk menjalankan hotel.

Teknik lingkungan yang digunakan meliputi:

 Image
 Desain menghormati kontur alami
 Pengumpulan air hujan dan daur ulang air di kolam retensi
 Pengisian akifer melalui perendaman, sengkedan dan taman hujan
 Semua air limbah masuk ke sistem air abu-abu untuk menyiram tanaman dan menyiram toilet
 Semua saluran pembuangan diperlakukan dan air limbah sewerage didaur ulang dalam sistem air
abu-abu
 Overhang besar untuk memungkinkan pendinginan alami
 Pemanas air menggunakan pompa panas.
 Lansekap berdasarkan vegetasi alami untuk mendorong satwa liar
 Lansekap berdasarkan vegetasi alami kering-iklim untuk menghemat air
 Daur ulang dan / atau perkebunan dan / atau kayu terbarukan
 Bahan yang bersumber secara lokal dan bahkan di situs (misalnya dinding puing-puing)
 Kolam air asin bukan klorin
 Pemisahan sampah dan daur ulang
 Area publik berventilasi alami
 Perlakuan rayap non-kimia
 Perlakuan pengawet tidak beracun terhadap kayu dan bamboo
 Pencahayaan energi rendah

3. KANTOR PUSAT KOMISI ENERGI MALAYSIA / THE DIAMOND BUILDING


About Project
THE DIA,OND BUILDING
Architect: NR Architect dan Dr. Soontorn Boonyatikam
Lokasi : Precinct 2 Putra Jaya,Malaysia
Tanggal Mulai Konstruksi : 13 September 2007
Tanggal penyelesaian : 15 Maret 2010
Jumlah Storey : 1,5 + 8
Area Lantai Bruto (GFA) : 14,230 m2
Area Lantai Nett (NFA) : 11.473 m2 Efisiensi Lantai : 75%
Area Lansekap Hijau : 3,600 m2
Award : ASEAN Energy Award, Peingkat PLATINUM dalam Indeks Bangunan Hijau Malaysia (GBI)
dan program Green Mark di Singapira

a. Responsif Bangunan Terhadap Matahari


Pencahayaan alami yang dihasilkan melalui pantulan kaca (fasade bangunan) sebesar 50%. Sistem
pencahayaan fasade terdiri dari lightshelf cermin dengan mengecat putih pada ambang jendela.Keduanya
membelokkan cahaya matahari ke langit-langit berwarna putih untuk meningkatkan distribusi daylight
sampai 5 meter dari facade ditambah 2 meter dari ruang koridor. Louvres putih tetap dengan atas
permukaan cermin di sisi atas dipasang dengan sudut 30° diatas lightshelf untuk perlindungan silau
sementara masih cahaya akan dibelokkan ke langit-langit. Untuk kualitas cahaya ke dalam ruangan,
langit-langit dan lantai diberi jarak 3,7 m.
Dari bentuk fasad yang miring, memungkinkan untuk sinar matahari di pantulkan oleh landscape yang
kemudian diteruskan kedalam ruangan, yang mengopyimalkan penggunaan cahaya alami sebagai
penerangan pada siang hari. Dan panas sinar matahari langsung juga sudah berkurang akibat pantulan
cahaya dari landscape ke dalam bangunan.
a. Fasad Bangunan dan Bentuk Bukaan
Pada bangunan ini, bentuk fasad dan material fasad digunakan untuk mengurangi panas sinar matahari
langsung kedalam bangunan. Meskipun seluruh fasad bangunan ini ditutupi dari kaca namun sinar
matahri tidak dapat langsung menembus ke dalam bangunan, karena pada bangunan ini menggunakan
material kaca lutsinar yang mana material ini memecah sinar matahari dan mengurangi intensitas cahaya
yang masuk ke dalam.

Mahkota atrium memiliki kaca yang selektif secara spektral dan bayangan yang dinamis. Sistem
seimbang sehingga sinar matahari yang sejuk dimasukkan ke atrium sebagai respons terhadap kondisi
pencahayaan luar ruangan. Sistem pendinginan terintegrasi bangunan menggunakan koil yang tertanam di
lempengan lantai beton yang menjaga suhu lantai dan langit-langit antara 19 dan 21 derajat Celcius.

3. Strategi Prinsip Penggunaan Energi Terbarukan


Penerapan arsitektur hijau pada bangunan ini sangat maksimal, terlihat juga dari penggunaan greenroof.
Di samping itu bangunan ini juga menggunakan Photovoltec untuk cadangan energy listrik.
Photovoltec yang digunakan menghasilkan sekitar 10% dari bangunan. Penempatan photovoltec pada
bangunan ini yaitu pada sisi utara, selatan, timur, dan barat. Penerapan teknologi hijau mengharuskan
bangunan ini menggunakan tenaga listrik sebanyak 46 % dan 35 % untuk air.Konfigurasi piramida
terbalik Diamond Building bermanfaat sebagai ruang atap yang lebih luas untuk panel surya dan bagian
permukaan tanah lebih luas untuk tanaman hijau.
6. Fitur Tambahan : Konsentrasi AIR
Pada bagian atas bangunan juga terdapat bagian untuk menampung air hujan,yang kemudian disimpan
didalam tangki air. Air hujan yang dikumpul dari kawasan bumbung bangunan akan disalurkan ke dalam
empat buah tangki air yang setiap satu tangki mempunyai kapasitas 9.000 liter. Air tersebut digunakan
untuk menyiram tanaman dan bunga hiasan di luar dan diatap bangunan.

Untuk menjaga tanaman dan rumput yang ada di atap, bangunan ini menggunakan pipa pendingin, dan
juga air hujan dari atap disalurkan melalui pipa untuk menyiram tanaman dan rumput di atapdan juga di
sekeliling bangunan.

Anda mungkin juga menyukai