Anda di halaman 1dari 4

Pengaruh Tugas Seorang Arsitek Terhadap Lingkungan

Arsitektur kemudian dianggap penting bagi kekayaan sebuah kebudayaan karena bukan hanya tentang melakukan pertahanan terhadap lingkungan manusia saja, tetapi juga terhadap lingkungan alam, arsitektur kemudian menjadi prasyarat dan simbol dari perkembangan peradaban dari kebudayaan tersebut. Oleh karena itu, arsitek tidak hanya semata-mata seorang ahli bangunan saja, ia juga merupakan seorang profesional yang memahami betul pembangunan secara luas. Selain itu isu lingkungan alam di tempat bangunan itu akan dibangun juga merupakan satu hal yang perlu diperhatikan. Kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang arsitek adalah: 1. Kemampuan untuk menghasilkan rancangan arsitektur yang memenuhi ukuran estetika dan persyaratan teknis, dan yang bertujuan melestarikan lingkungan. (Ability to create architectural designs that satisfy both aesthetic and technical requirements, and which aim to be environmentally sustainable) 2. Pengetahuan yang memadai tentang cara mencapai perancangan yang dapat mendukung lingkungan yang berkelanjutan. (An adequate knowledge of the means of achieving environmentally sustainable design) Dampak baik terhadap lingkungan: Seorang arsitek dapat menjadi contoh untuk masyarakat akan hasil karyanya,jika sebuah rancangannya ramah lingkungan. Tetap menjaga kelestarian alam tidak hanya untuk kelangsungan hidup manusia tetapi flora dan fauna. Agar masa depan ekosistem tetap terjaga. Memberikan dampak pada estetika bangunan yang ramah memberikan pemecahan masalah pada tata letak bangunan atau kota. Memaksimalkan fungsi bangunan dengan meminimalkan energy yang digunakan. Sehingga tetap estetis tetapi ramah lingkungan Contoh studi kasusnya ialah pada bangunan ALILA VILLAS ULUWATU (http://niynabubu.blogspot.com/2010/10/alila-villas-uluwatu.html)

yaitu Teknik lingkungan yang digunakan meliputi: -Desain menghormati kontur alam -Hujan koleksi dan daur ulang air di kolam retensi -Pengisian akuifer melalui membasahi, Swales dan taman hujan -Air limbah Semua pergi ke abu-abu sistem air untuk penyiraman tanaman dan toilet pembilasan -Pembuangan limbah Semua diperlakukan dan air pembuangan limbah daur ulang dalam sistem greywater -Overhang besar untuk memungkinkan pendinginan alami -Air pemanasan menggunakan pompa panas. -Landscaping didasarkan pada vegetasi alam untuk mendorong satwa liar -Landscaping berdasarkan kering-iklim vegetasi alami untuk menyimpan air -Daur ulang dan / atau perkebunan dan / atau kayu terbarukan -Bahan bersumber secara lokal dan bahkan di lokasi (misalnya dinding puing-puing) -Saltwater kolam daripada klorin -Limbah pemisahan dan daur ulang -Tentu berventilasi area public -Pengobatan Non-kimia rayap -Pengobatan pengawet Non-beracun untuk kayu dan bamboo -Rendah energi pencahayaan Dampak buruk terhadap lingkungan: Masalah lingkungan di Indonesia juga sudah merisaukan. Sementara di satu sisi pembangunan tidak bisa berhenti. maka saat ini yang perlu dilakukan adalah suatu alat, yang bersifat antisipatif, sehingga tidak dipungkiri pembangunan berjalan dan juga menyebabkan kerusakan lingkungan. Maka dengan demikian dampak negatif pembangunan seperti degradasi mutu lingkungan, banjir, pemanasan global dan efek penyakit bisa pun bermunculan. Contoh studi kasus pertama ialah Bangunan berarsitektur post-modern yang tidak ramah energi.

Akhir-akhir ini bangunan perkantoran dan rumah di Indonesia banyak mengadopsi - bahkan meng-copy paste - arsitektur post-modern dari negara-negara Barat yang beriklim dingin itu. Arsitektur bangunan tersebut - menurut pendapat saya - tidak ramah energi untuk ukuran daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Sebut saja gedung yang 100% dindingnya berlapis kaca. Efek radiasi matahari berlebihan yang menembus kaca mengakibatkan penyejuk ruangan (AC) bekerja lebih berat. Akibatnya mengkonsumsi energi listrik lebih banyak. Lalu rumah-rumah model minimalis. Modelnya banyak bermain dengan beton, minim kanopi, minim ventilasi, dan banyak bermain dengan kaca. Bukaan cahaya memang banyak, tetapi hawa panas berlebihan di dalam rumah. Akibatnya penghuninya terpaksa mesti sering menyalakan penyejuk ruangan. Boros listrik. Contoh studi kasus ke dua ialah perlombaan meninggikan lantai bangunan yang sudah cukup populer. Meskipun tidak ada panitia perlombaannya, tetapi tetap berjalan dengan sendirinya. Satu bidang tanah dibangun rumah/gedung dengan tinggi lantai 1 m di atas muka jalan, tidak lama waktu berselang dibangun rumah/gedung disebelahnya atau di depannya dengan ketinggian 1.20 m, kemudian muncul lagi bangunan baru dengan ketinggian lantai 2 m. Dalam konteks yang lebih luas lagi, satu kawasan perumahan di set tinggi kawasan 1 m dari tanah asal, kemudian dibangun perumahan lain disebelahnya dengan setting ketinggian tanah lebih dari 1 m, dst. Bukankah ini perlombaan? Dalam perlombaan anda yang menang dan ada yang kalah. Akibat dari lomba tinggi-tinggian tadi banyak, diantaranya banjir menimpa pihak yang kalah. yang kalah yang tidak bisa bersaing dalam lomba. Jadi tidak usah heran, dimusim hujan ada kawasan perumahan yang terendam air dan ada yang tidak terendam, padahal berada dalam satu lingkungan. Tidak heran pula ada satu rumah kebanjiran tetapi tetangga sebelahnya tetap merasa aman.

Kesimpulannya yaitu: Berharap apa yang dikerjakan para arsitek saat ini dan akan datang dapat membawa dampak positif bagi pengembangan lingkungan binaan (built environtment) serta memberikan sumbangsih pemikiran baru berdasarkan eksplorasi kearifan lokal. Terutama dalam implementasi potensi keragaman hayati di Indonesia yang sangat kaya, terhadap pembangunan. Dan pembangunan di Indonesia harus punya platform Environtment First, yaitu pengembangan di mana unsur lingkungan hidup merupakan tolok ukur utama. Perlu konsep makro dan mikro yang kuat dalam mengarahkan pembangunan di Indonesia. Sebenarnya yang menjadi kunci adalah bukan perlunya teknologi tinggi yang mahal dan terkadang tidak sesuai dengan konteks permasalahan, tetapi saat ini perlu digali lagi kekuatan potensi kearifan lokal. Artinya, jangan melupakan bidang keilmuan dan pengetahuan yang berasal dari lingkungan setempat. Karena pembangunan tidak harus merusak lingkungan. Arsitek yang peka lingkungan tentu faham dengan tulisan di atas tadi. Ia sadar bahwa merancang bukanlah urusan dalam batas site nya saja tetapi lebih luas dari batasan site. Pelajaran demi pelajaran arsitektur sebenarnya telah cukup menjadi bekal para arsitek menjadi arsitek yang manusiawi. Artikel ini ditulis, karena melihat fakta yang ada bahwa para pengemban ilmu arsitektur (arsitek) mulai mengabaikan lingkungan sekitarnya. Yaa, lingkungan yang dihuni banyak manusia. Ada yang terkena imbas buruk dari kehadiran produk arsitektur.

Anda mungkin juga menyukai