Anda di halaman 1dari 8

Ciri Khas Arsitektur Bugis pada Fasad dan Elemen Penghias Villa Yuliana

Soppeng

Muh. Rezky Ramadhan K.1 Nursyam S.T.,M.T.2


Jurusan Arsitektur UIN-Alauddin Makassar
Email : rezkyramadhan96@gmail.com

Abstrak—Villa Yuliana merupakan salah satu bangunan peninggalan kolonial Belanda di


kabupaten Soppeng, bangunan monumental ini memperlihatkan perpaduan gaya arsitektur
Eropa dan arsitektur Bugis. Seiring perjalanan waktu hingga tumbangnya masa kejayaan
pemerintahan Belanda di negeri ini, tak terkecuali di Bumi Latemmamala, bangunan ini tetap
bertahan sampai sekarang tanpa perubahan sedikit pun. Harmonisasi kedua gaya arsitektur ini
membuktikan bahwa kearifan lokal Bugis juga berpengaruh dalam perancangan bangunan ini
mulai dari konstruksi hingga pada fasad dan elemen penghias bangunan. Pengaruh arsitektur
Bugis pada fasad dan elemen penghias bangunan selanjutnya menjadi dasar studi penelitian ini.
Karena bangunan ini merupakan hasil harmonisasi dua gaya arsitektur yang berbeda yang
dimana bentuk bangunan ini terlihat begitu kental dengan sejarah penjajahan masa kolonial
belanda, maka perlu diketahui bagaimana proses dan apa saja yang dihasilkan dari kombinasi
kedua gaya arsitektur terutama pengaruh gaya arsitektur lokal atau bugis terhadap fasad dan
elemen elemen penghiasnya. Studi penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh gaya arsitektur bugis pada fasad dan elemen penghiasnya mulai dari letaknya,
material yang dipakai,hingga makna, fungsi dan tujuan penggunaannya dalam bangunan
tersebut.
Kata kunci : Villa Yuliana, arsitektur Bugis, fasad, elemen penghias

1
Mahasiswa Jurusan Teknik Arsitektur UIN Alauddin Makassar Angkatan 2014
2
Dosen Jurusan Teknik Arsitektur UIN Alauddin Makassar
PENDAHULUAN
Arsitektur tradisional merupakan salah satu bentuk kekayaan kebudayaan bangsa Indonesia.
Keragaman Arsitektur tradisional yang tersebar di bentang kawasan Nusantara menjadi
sumber ilmu pengetahuan yang tiada habis-habisnya. Arsitektur tradisional di setiap daerah
menjadi lambang kekhasan budaya masyarakat setempat. Sebagai suatu bentuk kebudayaan
arsitektur tradisional dihasilkan dari satu aturan atau kesepakatan yang tetap dipegang dan
dipelihara dari generasi ke generasi. Aturan tersebut akan tetap ditaati selama masih dianggap
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat setempat. Kerajaan Soppeng termasuk
salah satu dari kerajaan-kerajaan lokal yang turut menyetujui tuntutan pemerintah Belanda
untuk menandatangani korte verklaring atau pernyataan takluk. Akhirnya pada tahun 1908
seluruh Sulsel resmi menjadi daerah jajahan Belanda. Villa Yuliana terletak di perbukitan
tengara jalan Merdeka dari WatanSoppeng, Kabupaten Soppeng, di bawah administrasi
pemerintah daerah Desa Botto, Kecamatan Lalabata. Tengara kota ini dikenal oleh masyarakat
setempat sebagai Villa Yuliana atau Mess Tinggia. Villa Yuliana merupakan salah satubangunan
peninggalan kolonial Belanda di kabupaten Soppeng, bangunan initerletak dijantung kota
Watansoppeng. Villa Yuliana dibangun pada tahun 1905 oleh Gubernur Pemerintah Hindia
Belanda di Sulawesi Selatan yang bernama Mr.C.A. Kroesen. Dalam konteks ini, Kerajaan
Soppeng dianggap sebagai salahsatu kerajaan lokal di Sulawesi Selatan, yang telah setuju untuk
menandatanganiPerjanjian untuk Penyampaian Power kepada Pemerintah Kolonial Belanda
(KorteVeklaring). Kemudian pada tahun 1908, Pemerintah Daerah seluruh kerajaan-kerajaan di
Sulawesi Selatan telah diintegrasikan ke dalam Pemerintahan Kolonial Belanda. Bangunan ini
merupakan bangunan monumental yang mengadopsi dua gaya arsitektur yaitu gaya arsitektur
eropa dan gaya arsitektur lokal bugis. Eksistensi kearifan lokal serta gaya arsitektur
mempengaruhi fasad dan elemen penghias lainnya. Fasad dan elemen elemen penghias yang
digunakan pada bangunan ini tentunya memiliki ciri khas tersendiri sehingga melatar
belakangi studi penelitian ini dengan maksud untuk mengdentifikasi ciri khas dan pengaruh
arsitektur bugis terhadap fasad dan elemen penghias lainnya pada Villa Yuliana Soppeng.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi di dalam penelitian ini adalah
bangunan Villa Yuliana di Watansoppeng yang menerapkan perpaduan arsitektur eropa dan
tradisional Bugis pada bangunannya tersebut dimana yang menjadi fokus penelitian adalah
gaya arsitektur tradisional Bugis. Sampel diambil secara sengaja (purpossive sampling) yaitu
Villa Yulina Watansoppeng.
LOKASI DAN OBJEK
1. Lokasi penelitian ini berada di Jl. Merdeka, Kecamatan Lalabata, Desa Botto, Kabupaten
Soppeng, Sulawesi Selatan.

Gambar 1: Lokasi Villa Yuliana Soppeng


(Sumber : Google earth, 2017)

2. Objek penelitian ini adalah Resor permata indah.

Gambar 2: Kawasan Villa Yuliana Soppeng


(Sumber : Dokumentasi peneliti, 2017)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan pada selasa, 16 Mei 2017. Pengamatan yang
terlihat adalah kawasan resor ini sangat indah dan asri dengan menerapkan konsep arsitektur
tradisional Bugis-Makassar pada bangunannya. Pembangunan kawasan peristirahatan ini
menggunakan massa majemuk karena memeliki fungsi yang beragam. Dari area main gate
sistem sirkulasi sudah dibagi menjadi dua bagian dimana pengunjung dapat langsung menuju ke
lokasi parkir ataupun hanya sekedar berkeliling untuk menikmati view didalam kawasan
peristirahatan. Begitupula dengan pejalan kaki dimana dari area parkir diarahkan melalui
pedestrian sehingga pejalan kaki merasa nyaman dan aman.
Perletakan massa bangunan terlihat dibuat menyebar dimana sesuai dengan fungsi bangunan
dan aktivitas kegiatannya. Untuk menciptakan kawasan yang indah dan sejuk maka desain tata
hijau dibuat menyebar diseluruh kawasan tapak. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk ruang
terbuka hijau yang nyaman dan pada area entrance pengunjung langsung melihat taman yang
telah ditata sedemikian menarik sebelum langsung melihat fasilitas penunjang dan bangunan
utama resornya.

Gambar 3: Kawasan resor permata indah Gambar 4: Lanskap & jalur pesistrian kawasan resor
(Sumber : Dokumentasi peneliti, 2017) (Sumber : Dokumentasi peneliti, 2017)

Gambar 5: Entrance & parkiran kawasan resor permata indah


(Sumber : Dokumentasi peneliti, 2017)

B. Pembahasan
1.1 Ciri-ciri arsitektur tradisional Bugis- Makassar
Di pulau Sulawesi sedikitnya terdapat tiga daerah yang dari segi perkembangan
kebudayaan memiliki ciri yang khas dan menjadi pusat perhatian, yaitu Minahasa, Toraja,
Bugis dan Makassar. Arsitektur tradisional suku Bugis dan Makassar dikenal dengan bentuk
rumah seperti panggung atau tiang. Dimana pengertian dari rumah tiang adalah bangunan
yang berdiri diatas tiang adalah suatu makna yang efektif dalam mengurangi bencana,
meskipunini adalah suatu hal yang bersifat primitive, dimana dapat menanggulangi resiko
banjirdengan mudah jika rumah didukung dengan penggunaan tiang dalam suatu
perencanaan.
Adapun ciri-ciri arsitektur bugis makassar yaitu :
a. Arsitektur tradisional Bugis-Makassar pada umumnya dibangun di atas tiang (pile
dwelling), pola lingkungan berbentuk memusat atau berderet pada perkampungan desa
atau dalam benteng (istana).
b. Bentuk dasar denah selalu berbentuk empat persegi panjang, dan bentuk potongan
vertikal terdiri atas tiga bagian yaitu bagian bawah rumah (awa bola/siring), bagian
tengah (alle bola/kale balla)dan bagian atas (rakkeang/para).
c. Prosesi pembangunan rumah-rumah tradisional masih sangat kental dengan pengaruh
kosmologis yang dipercayai mampu memberikan yang terbaik dalam segala hal yang
berkaitan dengan kehidupannya.
d. Arsitektur tradisional Bugis-Makassar dalam perkembangannya dipengaruhi faktor
iklim, geografi, sosial, budaya dan peradaban setempat.
Pembagian pola ruang rumah tradisional Bugis-Makassar secara vertical, yakni :
- Loteng (pammakkang) adalah bagian yang mewakili dunia atas serta fungsi dari
area ini berupa tempat penyimpanan hasil panen ataupun tempat barang yang
tidak terpakai.
- Kalle Balla, mewakili dunia tengah dengan fungsi sebagai area beraktifitas
seharihari. Pada area ini terdapat ruang tamu yang terdapat perbedaan
penempatannya dengan ruang tidur dan sirkulasi dalam rumah. Dalam adat suku
Bugis-Makassar ruang tidur anak perempuan dipisahkan dengan ruang tidur
anak laki-laki.
- Siring yang berupa area dunia bawah yang difungsikan sebagai km/wc dan siring
dijadikan juga sebagai area terpisah sebelum masuk ke area bersih atau kale
balla.

Gambar 6: Rumah tradional Bugis-Makassar


(Sumber : http://temuilmiah.iplbi.or.id/wp content/uploads/2015/11/TI2015-E-075-082-
Keberlanjutan-Arsitektur-Tradisional-Makassar.pdf)

1.2 Desain Resor Permata Indah Bilibili


Bangunan Resor Permata Indah yang berlokasi di Bilibili, Sulawesi Selatan merupakan
salah satu kawasatan wisata dan tempat beristirahat yang menarik di daerah tersebut. Gaya
arsitektur yang digunakan pada bangunan ini adalah arsitektur tradisional daerah tersebut
yaitu Bugis-Makassar.
Gambar 7: Resor permata indah
(Sumber : Dokumentasi surey, 2017)

Dari ciri-ciri arsitektur tradisional Bugis-Makassar, resor ini menerapkan secara


keseluruhan pada bangunannya. Mulai dari bagian bawah, bagian tengah, dan atap
semuanya di desain berdasarkan arsitektur tradisional Bugis-Makassar. Pada bagian Atap
dan ornamen-ornamen di bangunan resor ini lebih meperjelas tentang arsitektur Bugis-
Makassar Barru yang diterapkan.
Pada bangunan resor permata indah, arsitektur tradisional Barru tidaklah diterapkan
secara keseluruhan melainkan digabungkan dengan arsitektur tradisional Bugis-Makassar
lainnya. Akan tetapi pada dasarnya bangunan rumah adat yang menerapkan arsitektur
tradisional Bugis-Makassar hampir mirip secara keseluruhan yang berada di Sulawesi
Selatan. Material dan bentuk rumah juga terbuat dari material alami yaitu kayu sehingga
pengkondisian ruang dapat tercapai. Struktur dan konstruksi bangunan rumah tradisional
Bugis-Makassar memiliki sistem terbuka dan susunan modul kolom sangat teratur
membentuk persegi empat. Bentuk atap rumah tradisional Barru berbentuk pelana, dimana
bentuk pelana ini dapat memberikan ruang sirkulasi untuk pengedaran angin yang diatas
atap yang dapat dialirkan ke bagian badan bangunan, sehingga kesejukan melalui
penghawaan alami dapat dirasakan oleh penghuni rumah.

Gambar 8: Atap resor permata


indah
(Sumber :
Dokumentasi
peneliti, 2017)

Gambar 7: Rumah adat saroja lapiceng Barru


(Sumber : https://ajatappareng.sulselsatu.com/ budaya-
sejarah/902.html)
Gambar 9: Ornamen-ornamen resor permata indah
(Sumber : Dokumentasi peneliti, 2017)

Gambar 11: Resor permata indah


(Sumber : Dokumentasi peneliti, 2017) Gambar 10: Ornamen-ornamen resor permata
indah
(Sumber : Dokumentasi peneliti, 2017)
KESIMPULAN
Arsitektur tradisional suku Bugis dan Makassar dikenal dengan bentuk rumah seperti
panggung atau tiang. Bangunan Resor Permata Indah yang berlokasi di Jl. Poros Malino,
Kecamatan Bontoparang (Bilibili), Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan menerapkan konsep
arsitektur tradisional Bugis-Makassar Barru pada atap dan ornamen-ornamennya. Material
dan bentuk rumah juga terbuat dari material alami yaitu kayu sehingga pengkondisian
ruang dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA
Izarwisman, dkk., 1985. Arsitektur Tradisional Sulawesi Selatan. Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Sulawesi
Selatan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Anwar. J, 2005. Arsitektur dan Budaya Masyarakat Bugis Makassar.
Chuck Y.Gee.,1988. Resort Development And Management
Dirjen Parawisata.1988.Defenisi Resor
Saliya. 2003. Defenisi Arsitektur Tradisional
Tato. 2008. Defenisi Arsitektur Tradisional Bugis Makassar
Arisanty Trikurniawaty. 2017. Laporan hasil penelitian resor permata indah di Bilibili.

WEBSITE
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/752828f46cb4a4202002a2f570db689b.pdf
http://temuilmiah.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2015/11/TI2015-E-075-082-Keberlanjutan-Arsitektur-Tradisional-
Makassar.pdf

Anda mungkin juga menyukai