Anda di halaman 1dari 13

ARSITEKTUR VERNACULAR

( hubungan pola tata tapak/ landscape dengan arsitektur vernacular )

OLEH :
NAMA : FRANSISKUS ARMANDO TRI NAIKOFI
NIM : 1806090005
KELAS :A
MK : ARSITEKTUR VERNAKULAR

JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG
2020
PENDAHULUAN

Lanskap merupakan suatu bentangan alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh
indera manusia. Semakin jelas harmoni dan kesatuan antara seluruh elemen lanskap, maka semakin kuat
karakter lanskap tersebut (Simonds 2006). Karakter yang kuat tersebut kemudian melahirkan bentuk –
bentuk spesifik dalam konteks lingkungan sehingga menghasilkan suatu lanskap budaya (cultural
landscape). Setiap bentangan lanskap memiliki karakter yang berbeda satu dengan lainnya sehingga
menghasilkan budaya yang berbeda pula. Rejeki, Nindya, dan Haryadi (2007) menyebutkan bahwa
pertumbuhan lanskap budaya cenderung mengarah pada sifat vernakular atau tradisional. Salah satu
contoh sifat vernakular dalam lanskap budaya adalah adanya pola permukiman tradisional yang linier atau
konsentris sebagai konsep ruang permukiman (Fitri 2006).

Aspek vernakular tidak hanya tampak pada bentukan lanskap, namun juga tampak pada produk–produk
arsitektur. Saat ini tengah berkembang topik mengenai arsitektur vernakular. Menurut Arboleda (2006)
arsitektur vernacular merupakan istilah untuk struktur yang dibuat oleh masyarakat tradisional tanpa
adanya intervensi dari arsitek profesional. Secara umum arsitektur vernacular mengacu pada konsep
arsitektur ekologis dimana pembangunan tempat tinggal sebagai kebutuhan manusia dalam ekosistem
tetap mengutamakan keselarasan dengan alam (Frick dan Suskiyanto 2007). Menurut Rejeki et al. (2007)
perencanaan dan perancangan arsitektur harus menyesuaikan kondisi lingkungan setempat, baik dalam hal
penataan ruang, tipologi bangunan, maupun dalam pemilihan bahan bangunan.Sebagai contoh adalah
rumah masyarakat tradisional yang memiliki kearifan lokal tertentu sesuai dengan keadaan alam masing–
masing (Sardjono 2010).

HUBUNGAN ELEMEN-ELEMEN LANSCAPE DENGAN ARSITEKTUR


VERNAKULAR.

Secara umum Booth (1988) mengkategorikan elemen-elemen lansekap kedalam 6 (enam) elemen dasar,
yaitu :

1. Landform – bentukan lahan yang merupakan elemen sangat penting sebagai tempat
dimana elemen-elemen lainnya ditempatkan.
Pada arsitektur tradisional untuk penzoningan permukiman perlunya memperhatikan status dari
pemilik rumah, sehingga permukiman mempunyai suatu hierarki tersendiri. Selain itu pembagian
zoning juga berdasarkan fungsi.

Contoh 1 :
Kepercayaan pada konsep Hulu-Teben (atas-bawah) yang ditampilkan dalam wujud meletakkan
arah kepala mayat ke arah bukit atau gunung, kepercayaan ini merupakan keyakinan masyarakat
Bali pada masa itu bahwa roh leluhur mereka berada di tempat ketinggian atau gunung.
Contoh 2 : rumah adat waerebo
2. Tanaman – semua jenis tanamana yang dibudidayakan ataupun alami dari penutup tanah
sampai pohon, memerlukan pertimbangan khusus dalam peletakkan menyesuaikan
pertumbuhannya.
Pada perancangan permukiman adat sangat memperhatikan tanaman-tanaman yang karena pada
zaman dahulu, pada saat kepercayaan animism dan dinamisme masih kental orang-orang sering
menggunakan pohon besar sebagai tempat untuk mengadakan ritual-ritual pemujaan kepada
leluhur. Hal ini membuat tanaman-tanaman yang ada dijaga dan tidak tebang secara
sembarangan.
Contoh :

3. Bangunan – elemen lansekap yang membangun dan membatsi ruang luar, mempengaruhi
pemandangan, memodifikasi iklim mikro, dan mempengaruhi organisasi fungsional
lansekap.
Bangunan pada arsitektur tradisional sangat menyesuikan dengan iklim sekitar. Contohnya jika
bangunan berada di gunung maka material yang di pakai adalah alang-alang atau bamboo agar
pada malam hari udara dingin tidak terlalu menusuk
Contoh : rumah adat waerebo
4. Site structure – elemen-elemen yang dibangun dalam lansekap tertentu seperti ramp,
pagar, pergola, gazebo, kursi, dan lain sebagainya

pada arsitektur tradisional orang sudah membuat site structure seperti gazebo yang disebut lopo
oleh orang timor. Dalam perancangan permukiman adat lopo menjadi salah satu site structure
yang wajib dibangun. Lopo sendiri berrfungsi sebagai temapat untuk mewadahi kegiatan-kegiatan
adat, sebagai pengganti ruang tamu, dan juga tempat kumpul keluarga.

Contoh :

5. Pavement – perkerasan merupakan elemen lanskap untuk mengakomodasi penggunaan


yang intensif di atas permukaan tanah.
arsitektur tradisional orang-orang masih menggunakan pengerasan yang dikerjakan secara manual
dengan peralatan sederhana.
Contoh : rumah adat waerebo

6. Air – elemen yang bergerak, menghasilkan suara, dan bersifat reflektif


Air merupakan sumber kehidupan, pada arsitektur tradisional dalam pemilihan tempat bermukim
kriterianya harus dekat dengan sumber mata air agar kebutuhan sehari hari.
Contoh : rumber air dari kampung adat waerebo

CONTOH ELEMEN LUNAK (SOFTSCAPE) DAN ELEMEN KERAS (HARDSCAPE)


DALAM ARSITEKTUR VERNAKULAR

• Elemen softscape merupakan elemen yang dominan, terdiri dari tanaman atau pepohonan dan air.

• Hardscape elemen adalah benda-benda pembentuk taman, terdiri dari bangunan, gazebo, kursi taman,
kolam ikan, pagar, pergola, air mancur, lampu taman, batu, kayu, dan lain sebagainya.
CONTOH PENERAPAN KEPERCAYAAN DALAM POLA KAMPUNG TRADISIONAL
(SELAIN BALI)

Kampung Adat Kuta, Karangpaningal, Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

1. Peta Wilayah Kampung Kuta

2. Pola Permukiman Kampung Adat Kuta


A. Peta umum
B. PETA KHUSUS

KETERANGAN :
a. BALAI DUSUN b. BALAI PENERIMA TAMU

c. RUMAH YANG PERTAMA


DIBANGUN
d. RUMAH SESEPUH ADAT

Faktor Budaya dan Adat-Istiadat dalam Pola Membangun pada Kampung Kuta

Pola permukiman Di Kampung Adat Kuta berkaitan dengan faktor-faktor tertentu yang telah
berkembang sejak permukiman itu terbentuk oleh pribadi, sedangkan dari arah orientasi bangunan
sangat ditentukan oleh sesepuh pada saat membangun rumah tergantung harihari kelahiran
pemilik rumah. Pola permukiman Kampung Adat Kuta cenderung menyebar dan berjarak jauh
dari rumah satu ke rumah lainnya, pendirian bangunan dipimpin oleh sesepuh dengan
menjalankan ritual adat yang telah ditentukan dan dikerjakan secara gotong royong oleh warga
Kampung Kuta, arah orientasi bangunan tidak ditentukan tapi cenderung mengarah pada jalan
desa setempat dan kaitan pembentuk permukiman terhadap iklim, ketahanan, konstruksi,
kepercayaan, agama, dan ekonomi.

Pakem-pakem Perletakan Massa Bangunan Pada Tapak


No Nama Pakem Keterangan
1 Salung Baju Dekat (4-5 meter)
2 Saluncat Kijang Cukup Jauh (6-8 Meter)
3 Sapung Manuk Sangat Jauh (100-300 Meter)

Upacara Adat Dalam Proses Pembuatan Rumah


Awal Terbentuknya Permukiman
Zoning Umum Permukiman Kampung Adat Kuta
a. Zoning umum

b. Zoning khusus

sirkulasi
Orientasi
Orientasi bangunan Di Kampung Adat Kuta sebagian besar mengahadap jalan utama desa.

Aksesbilitas
Akses pencapaian utama pada Kampung Adat Kuta di jalan protokol utama yang membelah

desa yang bisa dilewati motor dan mobil sedangkan jalan setapak desa hanya bisa dilalui

oleh pejalan kaki.

KESIMPULAN
1. Pola permukiman Kampung Kuta menunjukkan pola menyebar dan tidak berorientasi
tertentu, tetapi sebagian besar rumah menghadap jalan desa serta perletakan
rumahnya diatur langsung oleh sesepuh adat dengan mengadakan upacara khusus.
2. Ada beberapa ungkapan tertentu untuk menunjukkan jarak antar rumah, seperti
Salung Baju yang berarti dekat, Saluncat Kijang yang berarti cukup jauh, dan
Saapung Manuk yang berarti sangat jauh.

Anda mungkin juga menyukai