Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS

JURNAL KOMUNIKASI MULTIDISIPLIN

Dosen pengampu : Ns. Eni Fatimah, S. Kep

Disusun Oleh :

NAMA : Gendhug Putrimahrinda


NIM / Kelas : S19131 / S19C

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2019/2020
A. IDENTITAS JURNAL
1. Judul
Penerapan Pendekatan Multidisiplin Dalam Penataan Kawasan

2. Key words
Multidisiplin, tradisional, kearifan lokal, persepsi, inovasi, penataasinn,
ergis

3. Nama penulis
Aris Prihandono

4. Departemen penulis
Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman
Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

5. Nama jurnal
Penerapan kedisplinan

6. Vol /no /tahun


volume 52 / no1 / 2017.
B. HASIL ANALISIS
1. Abstrak
Penyelesaian masalah perumahan tidak cukup ditangani oleh satu
disiplin ilmu, melainkan multidisiplin sesuai kompleksitas
permasalahannya. Nilai penting pendekatan multidisiplin adalah
diperolehnya persepsi perumahan sehingga banyak penelitian
menghasilkan produk parsial, termasuk penelitian perumahan tradisional
Bajo. yang sama terhadap permasalahan sehingga melahirkan inovasi
yang sinergis dengan permasalahan. Hal inilah yang jarang dilakukan
dalam kajian Penerapan pendekatan multidisiplin dimaksudkan untuk
menggali kearifan lokal teknologi perumahan tradisional Bajo yang
melibatkan 8 disiplin ilmu. Dari 61 area permukiman di Sulawesi,
ditentukan secara purposif 1 area permukiman Bajo di Kecamatan
Kabalutan. Penelitian ini memerlukan desain penelitian gabungan karena
permasalahannya saling mengait. Kajian arsitektural dan planologi
menyimpulkan bahwa desain panggung dimaksudkan menghindari air laut,
memberikan efek nyaman serta konservasif. Kajian bahan dan sains
bangunan mengindikasikan penggunaan daun “silar” dan “rumbai” untuk
atap dan dinding akan memberikan efek termal rendah. Ahli struktur dan
bahan bangunan menemukan tiang struktur
• kayu “pingsan”merupakan material klas tinggi yang kuat menahan
gaya lateral dan vertikal. Kajian sanitasi menyimpulkan
• bahwa pembuangan limbah domestik di perairan mengganggu
ekologi pantai. Disiplin sosial menyimpulkan bahwa sikap
• egaliter dan pembagian kerja secara gender terjadi di masyarakat
Bajo. Berdasarkan hasil kajian tersebut diusulkan bahwa:
pengaturan jarak antar hunian dan pola penataan “grid” akan
mengurangi tekanan terhadap ekosistem pantai.Teknologi
tradisional dinding “silar” dan atap “rumbai” dipertahankan dengan
inovasi ketebalan, aestetik, dan metode pemasangan. Tiang struktur
kayu “pingsan” dipertahankan namun untuk diameter tertentu
diperkuat dengan brezing. Bukaan rumah perlu ditambah untuk
meningkatkan kenyamanan termal. Pembuangan limbah harus
ditangani secara memadai. Pelibatan peran gender perlu dilakukan
untuk memobilisasi sumber daya.

2. Tujuan penelitian
Tujuan kajian tersebut adalah mengetahui sejauh mana model kajian
multidisiplin dapat diterapkan dalam penataan kawasan permukiman
tradisional suku Bajo di Kepulauan Togian, Sulawesi Tengah. Diharapkan
model kajian multidisipin tersebut menghasilkan solusi yang bersifat
komplementer dan terintegrasi, bukan lagi solusi yang parsial yang hanya
melibatkan singel atau bidang kajian tertentu saja. Pendekatan multidisiplin
dalam kajian perumahan dan permukiman secara akademis berangkat dari
teori Ekistik yang digagas Doxiadis [6]. Kata “ekistik” berasal dari bahasa
Yunani “ekisticks”, yang berarti hal yang berhubungan dengan pondasi
rumah, tempat tinggal, kota, atau koloni, atau berkaitan dengan kegiatan
bermukim. Secara luas ekistik dikaitkan dengan interaksi manusia di
dalam kelompok atau antar kelompok, yang didukung oleh ketersediaan
infrastruktur, pertanian, papan, fungsi (pekerjaan), di dalam suatu
lingkungan yang secara langsung mempengaruhi kesejahteraan individu
atau masyarakat banyak. Teori ekistik menjelaskan bahwa untuk
menghindari kekacauan dalam permukiman.

3. Metode penelitian
Lokasi penelitian adalah Desa Kabalutan, Kecamatan Walea
Kepulauan, Kabupaten Ampana, Sulawesi Tengah. Menurut SIL
Internasional 2007, berdasarkan “Mapping Indonesia Bajo Communities”,
daerah tersebut merupakan konsentrasi suku Bajo terbesar dari sejumlah
61 titik konsentrasi yang tersebar di perairan Sulawesi. Penentuan lokasi
ini dilakukan secara purposif dengan alasan bahwa permukiman asli
masyarakat Bajo terbesar (di atas air laut) terdapat di Desa Kabalutan.
Area permukiman suku Bajo yang mempunyai luas 132.605,1 Ha dan
diduduki sebanyak 417 unit hunian masyarakat ini merupakan sampel
area. Secara keseluruhan penelitian ini menerapkan metode gabungan
(mixed methods) dimana pengambilan data primer dilakukan dengan
metode yang sesuai dengan disiplin ilmu masingmasing (delapan disiplin
ilmu). Penerapan pendekatan multidisipiliner dalam penataan kawasan
permukiman tradisional Bajo dibagi dalam empat tahapan, yaitu: pertama
identifikasi kondisi dan permasalahan teknologi perumahan eksisting;
kedua kajian kearifan lokal dan perumusan model solusi secara teknologi;
ketiga validasi model solusi teknologi; keempat penerapan model skala
penuh di lapangan. Walaupun tidak sama persis dengan bidang kajian
yang digagas dalam teori Ekistik, namun disiplin ilmu yang terlibat cukup
mewakili kelompok besar keilmuan, yaitu ilmu-ilmu sosial dan tehnik,
serta disesuaikan dengan pembidangan yang ada di Kementerian
Pekerjaan Umum, yaitu struktur dan konstruksi, bahan bangunan,
desain/arsitektural dan tata ruang, keamanan dan kenyamanan bangunan
(sains bangunan), air bersih dan sanitasi, serta aspek sosial ekonomi.

4. Hasil penelitian
Pendekatan multidisiplin dalam kajian permukiman dimaksudkan
untuk mencapai keseimbangan antar elemen perencanaan permukiman
pada unit ekistik seperti transportasi, komunikasi, zonasi, dapat
diperbaiki. Pendekatan multidisiplin mempunyai keunggulan dalam hal
sinkronisasi dan koordinasi sehingga akan menghasilkan perencanaan dan
implementasinya yang efektif dan efisien. Kunciutama keberhasilan
pendekatan multidisiplin adalah terjadinya dialog yang intensif antar
disiplin ilmu yang terlibat, integrasi rencana dan kegiatan. Kerja sama
secara multidisipliner yang baik akan menghasilkan pemahaman yang
baru terhadap suatu masalah. Diawali dengan pelibatan empat disiplin
ilmu yakni ahli arsitektur, sosial, struktur dan konstruksi, perencanaan
wilayah terbentuk suatu persepsi bahwa rumah tradisional Bajo dalam
kondisi asli berlokasi di atas air laut, karena dari sejarahnya memang
masyarakat Bajo merupakan masyarakat yang berada pada “pengungsian”
akibat terusir dari daratan. Oleh karena itu, ahli arsitektur dan
perencanaan wilayah memahami bahwa desain rumah panggunglah yang
mereka pilih karena menghindarkan permukiman mereka dari genangan
air laut, gangguan binatang, serta mendapatkan rasa nyaman yang cukup
baik. Menurut ahli sosial, persebaran suku Bajo terbentang dari
Kepulauan Palawan sebelah timur, Kepulauan Samar pantai utara
Mindanau, sepanjang Kepulauan Sulu negara Philipina, hingga ke pantai
timur Kalimantan, sekitar Selat Makassar, dan ke arah timur wilayah
Indonesia. Di perairan Sulawesi, konsentrasi masyarakat Bajo yang
mempunyai rumah panggung di atas air terbesar terdapat di Kepulauan
Togian, khususnya Kecamatan Kabalutan. Oleh karena itu kawasan
perumahan tradisional Bajo di Kecamatan Kabalutan tersebut yang pilih
sebagai “daerah penelitian”. Pada tahap kedua, pemahaman yang
konstruktif didapatkan dari komunikasi ahli arsitektur dan perencanaan
wilayah yakni bahwa ekologi terumbu karang akan tumbuh dengan baik
jika sirkulasi air laut terjamin dan sinar matahari dapat menembus dasar
laut yang memungkinkan terjadinya fotosintesa oleh biota laut. Oleh
karena itu, rumah panggung merupakan warisan tradisional etnis Bajo
yang tepat untuk dipertahankan bahkan jika memungkinkan
dikembangkan. Namun demikian kedua bidang kajian tersebut menyadari
bahwa untuk mencapai kondisi konservatif banyak tantangan yang
dihadapi, yaitu kepadatan bangunan yang tinggi, pengelolaan sanitasi dan
persampahan yang kurang, serta penggunaan karang sebagai bahan
bangunan yang berlebihan. Kepadatan bangunan terkait dengan
terganggunya sirkulasi air laut dan tertahannya sinar matahari yang
mestinya dapat menembus badan air hingga kedalaman tertentu, yang
menjadi syarat tumbuhnya biota laut. Lemahnya aspek pengelolaan
sanitasi dan persampahan akan menyebabkan terkontaminasinya air laut
oleh limbah domestik. Pengerusakan terumbu karang jelas akan
mempengaruhi ekosistem pantai dan tentunya berakibat pada
terganggunya kehidupan biota laut yang menjadi sumber penghidupan
mereka. Usulan penataan kawasan berdasarkan analisa diatas adalah
pengaturan jarak antar hunian dan pola penataan “grid”. Pola grid
merupakan mekanisme yang cukup universal dalam mengatur lingkungan,
dimana pola ini terbentuk karena adanya kebutuhan suatu sistem yang
berbentuk segi empat (grid iron) guna memberikan suatu bentuk geometri
pada kawasan permukiman. Pemilihan pola grid didasarkan pada
kemudahan akses bangunan yang satu dengan yang lain. Sistem ini
mengutamakan efisiensi dan nilai ekonomis, serta memberikan tingkat
kerawanan yang rendah terhadap kekuatan angin dan ombak yang dapat
merusak. Pada tahap kedua, ahli arsitektur melakukan pengukuran luasan
rumah tradisional dan melakukan pengamatan terhadap material
bangunan, khususnya atap dan dinding. Selanjutnya dibuatkan tipologinya
berdasarkan kedua kriteria tersebut (ukuran rumah dan material yang
digunakan). Berdasarkan tipologi tersebut diketahui bahwa tempat tinggal
masyarakat Bajo dapat dikelompokkan ke dalam tiga tipe, yaitu tipe kecil
yang hanya mempunyai 2 – 3 ruangan dengan bahan penutup atap terbuat
dari daun nipah atau rumbia, sedangkan dindingnya terbuat dari pelepah
daun silar. Tipe medium pada umumnya mempunyai 3-4 kamar dimana
dindingnya terbuat dari papan kayu. Tipe besar secara umum mempunyai
jumlah kamar lebih dari 4, atap terbuat dari material metal (zinc dan
alluminium), dan dinding terbuat dari kayu olahan. Langkah ini
memotivasi ahli sains bangunan untuk melakukan pengukuran termal
dengan variasi material bangunan dan posisi pengukuran. Diperoleh hasil
bahwa penggunaan material organik. pada dinding dan atap memberikan
perbedaan temperatur yang signifikan, yaitu terdapat respon termal yang
lebih baik untuk rumah-rumah yang menggunakan bahan lokal
dibandingkan dengan bangunan yang menggunakan bahan lokal yang
dipadu dengan bahan modern. Hasil pengukuran temperatur dalam
bangunan membuktikan bahwa bangunan yang berdinding dari daun silar
(bahan selulosa), beratap rumbia, dan berlantai kayu memiliki temperatur
sekitar 210 C - 270 C, sedang bangunan dengan atap seng (metal), lantai
keramik, dan dinding papan memiliki temperatur yang lebih tinggi
berkisar 280 C - 350 C. Bahan lokal memiliki spesifikasi tertentu seperti
berporous, ringan, dan mengandung bahan selulosa yang tinggi, sehingga
karakter termalnya memiliki sifat mudah/cepat melepaskan panas/dingin
yang diterima dari sekitarnya. Karena material tersebut berporous, maka
akan menyimpan uap air didalam pori-porinya sehingga sangat membantu
proses pendinginan udara dalam bangunan. Namun demikian hal tersebut
harus ditunjang oleh pergerakan udara/angin untuk membantu terjadinya
pertukaran udara dalam ruang sehingga tidak terjadi kegerahan. Tentu
saja kondisi tersebut sangat ditunjang oleh desain bukaan bangunan Ahli
struktur membuat tipologi sistem struktur rumah panggung yang memiliki
karakteristik unik yakni sistem strukturnya ditunjang oleh pondasi tiang
kayu yang kedalamannya mencapai 9 meter di bawah permukaan laut
hingga ujungnya terjepit secara lateral oleh material tanah dasar laut.
Kondisi struktur sedemikian sangat rentan menerima pembebanan
dinamis yang ekstrim, baik akibat angin ataupun oleh gelombang.
Keunikan lainnya terdapat pada sambungan antara struktur atas (badan
rumah) dengan struktur bawah (tiang penyokong) yang memungkinkan
terjadinya pergeseran lateral pada satu arah serta sambungan antar elemen
struktur dengan kekangan yang terbatas. Ahli struktur dan bahan
bangunan menemukan bahwa tiang struktur dari kayu “pingsan” (nama
lokal) atau teridentifikasi dengan klasifikasi famili Verbenacea, spesies
Teysmanniodendron sp termasuk dalam kategori kekuatan klas I. Dari
aspek kelangkaannya, kayu pingsan termasuk dalam kayu endemik “lesser
known”, yakni kayu langka yang hanya tumbuh pada kawasan tertentu.
Karena jenis kayu ini merupakan material klas tinggi, maka cukup kuat
menahan gaya lateral dan vertikal, serta menahan serangan serangga laut.
Kerjasama antara disiplin sosial dan perencanaan wilayah
menyimpulkan bahwa kebiasaan hidup berkelompok, bergotong
royong, pembagian kerja secara gender terjadi di masyarakat Bajo.
Oleh karena itu pola ini akan dimanfaatkan pada pengembangan
permukiman di kawasan ini. Secara keseluruhan, usulan penataan
kawasan hasil kajian multidisipin yang disepakati adalah: pengaturan
jarak antar hunian dan pola penataan “grid” akan mengurangi tekanan
terhadap ekosistem pantai teknologi tradisional dinding dengan daun
“silar” dan atap dengan “rumbai” tetap dipertahankan dengan
memberikan inovasi ketebalan, aestetik, dan metode pemasangan.
Tiang struktur kayu “pingsan” dipertahankan namun untuk diameter
tertentu diperkuat dengan brezing. Bukaan rumah perlu ditambah
untuk meningkatkan kenyamanan termal. Pembuangan limbah harus
ditangani secara memadai. Pembentukan kelompok sosial dengan
melibatkan peran gender perlu dilakukan agar dapat memobilisasi
sumber daya. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa dalam kajian
multidisiplin, komunikasi antara ahli yang satu dengan yang lain, baik
dalam relasi yang terjadi secara paralel ataupun berjenjang.
Dicontohkan pada kasus diatas bahwa ahli komunikasi antara bahan
bangunan khususnya kayu (kehutanan) dengan ahli struktur bangunan
tidak bisa dihindarkan lagi. Ahli struktur harus memahami sifat dasar
kayu, misalnya klas kayu, kekuatan kayu, keawetan kayu, yang nota
bene menjadi domain disiplin ahli kayu; sedangkan ahli kayu juga
harus memahami persyaratan kayu untuk komponen struktural
bangunan yang diatur dalam peraturan konstruksi. Hal ini
dimaksudkan untuk memastikan apakah kayu yang ada diperbolehkan
digunakan untuk komponen struktural. Sudah barang tentu disiplin ini
merupakan domain ahli struktur dan konstruksi. Dengan komunikasi
yang intensif, maka diperoleh pemahaman yang baru terhadap
permasalahan yang sama oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
5. Analisis jurnal
Penerapan pendekatan multidisiplin dimaksudkan untuk menggali
pemahaman atau persepsi yang lebih baik terhadap suatu permasalahan
dari kaca mata berbagai disiplin ilmu. Dalam konteks perumahan
tradisional, pendekatan multidisiplin dimaksudkan untuk menggali
kearifan lokal yang terdapat dalam permukiman tradisional dengan
melibatkan bidang perencanaan wilayah, arsitektur, struktur, bahan
bangunan, sains bangunan, teknik lingkungan, serta sosial budaya. Kajian
kearifan lokal bidang arsitektural dan perencanaan wilayah
menyimpulkan bahwa bangunan rumah panggung dimaksudkan
menghindari genangan air laut, memberikan efek “comfort” serta menjaga
kondisi ekologi perairan. Kajian bahan dan sains bangunan
mengindikasikan bahwa penggunaan daun “silar” untuk dinding rumah
dan “rumbai” untuk atap memberikan efek termal yang rendah. Ahli
struktur dan bahan bangunan memahami bahwa tiang struktur dari kayu
“pingsan” merupakan material klas tinggi, sehingga cukup kuat menahan
gaya lateral dan vertikal, serta menahan serangan serangga laut. Kajian
sanitasi menyimpulkan bahwa dampak pembuangan limbah domestik di
perairan mengganggu ekologi pantai. Disiplin sosial menyimpulkan
bahwa kebiasaan hidup berkelompok, bergotong royong, pembagian kerja
secara gender terjadi di masyarakat Bajo. Usulan penataan kawasan hasil
kajian multidisipin yaitu: pengaturan jarak antar hunian dan pola penataan
“grid” akan mengurangi tekanan terhadap ekosistem pantai; teknologi
tradisional dinding dengan daun “silar” dan atap dengan “rumbai”tetap
dipertahankan dengan memberikan inovasi ketebalan, aestetik, dan
metode pemasangan. Tiang struktur kayu “pingsan” dipertahankan namun
untuk diameter tertentu diperkuat dengan brezing. Bukaan rumah perlu
ditambah untuk meningkatkan kenyamanan termal. Pembuangan limbah
harus ditangani secara memadai. Pembentukan kelompok sosial dengan
melibatkan peran gender perlu dilakukan agar dapat memobilisasi sumber
daya.

Anda mungkin juga menyukai