PENDAHULUAN
Dalam permukiman adat Suku Ende Lio Rumah adat biasanya ditempati oleh keluarga Kepala
adat atau keluarga yang menjadi satu garis keturunan kepala adat (mosalaki). Didalam
kompleks Rumah adat Terbentuknya suatu pola permukiman yang dipengaruhi oleh budaya
masyarakat setempat. Ciri khas utama rumah tradisional Ende LIo adalah terdapat pada
bubungan (ubu bewa). Yang tingginya mencapai kurang lebih 3m - 9m dari tiang hingga
tutupan atap atau (saka ubu) dan tiang keliling lebih pendek dari tiang induk rumah (lake
kaka) lebih pendek dari lake one sao. http://www.indonesiasatu.co/detail/lebih-dekat-
mengenal-rumah-adat-ende-lio
Begitu juga di Ende rumah adat ini belum banyak di teliti. Rumah adat Ende biasanya
digunakan untuk tempat upacara dan kegiatan yang berkaitan dengan ritual adat. Rumah
adat suku Ende biasanya dipandang sakral dan merupakan sumber kekuatan, karena
terdapat khusus ritual yang diyakini sebagai tempat tinggal arwah nenek moyang.
Kebudayaan orang Ende Lio pada umumnya menganggap rumah adat sebagai cerminan
wujud para leluhur, sehingga menjadi suatu kesepakatan bersama yang harus diwajibkan
dalam ritual atau kepercayaan adat.
Rumah adat suku ende Lio dilihat dari struktur dan konstruksinya, yakni struktur
rangka berupa rumah panggung, dan pondasi umpak dari susunan batu alam untuk
berdirinya sebuah rumah adat tersebut. Rumah adat suku Ende Lio biasanya memiliki bahan
bangunan yang digunakan umumnya terbuat dari bahan lokal yang ada disekitar wilayah
tersebut terutama kayu, batu, dan bambu sebagai bahan struktur dan konstruksi. Sedangkan
biasanya sebagai bahan penutup atap berupa rumput alang-alang dan ijuk.
1. Tidak ada panduan yang jelas dalam membangun Rumah adat suku Ende Lio
2. Penggunaan jenis Material yang tidak sesuai dengan unsur lokal di Ende Lio.
3. Hilangnya bentuk atap rumah tradisional suku Ende Lio.
1.3 Tujuan
1. Membuat panduan yang jelas dalam membanguan Rumah tradisional suku
Ende Lio.
2. Penerapan kembali jenis material lokal pada Rumah tradisional suku Ende
Lio.
3. Penerapan kembali bentauk Atap pada Rumah tradisional suku Ende Lio.
2. Manfaat Pelaksanaan
Bagi masyarakat, terutama generasi muda agar penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi tentang Arsitektur Tradisional Ende merupakan sebuah
warisan leluhur agar selalu mempertahankan tradisi dan kepercayaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
A. Pengertian Vernakular
Definisi luas dari arsitektur vernakular adalah teori arsitektur yang mempelajari
struktur yang dibuat oleh masyarakat lokal tanpa intervensi dari arsitek profesional.
Arsitektur vernakular bergantung pada kemampuan desain dan tradisi pembangunan lokal.
Namun, sejak akhir abad ke-19 telah banyak arsitek profesional yang membuat karya dalam
versi gaya arsitektur vernakular ini.
Bentuk bangunan vernakular bersifat kasar, asli Lokal, jarang menerima inovasi dari luar,
karena didasarkan pada kebutuhan manusia dan ketersediaan material bangunan setempat.
Sehingga fisik dan kualitas estetika, bentuk dan struktur, serta tipologi bangunan
dipengaruhi oleh kondisi geografis (Masnar,1993).
Arsitektur yang yang tanpa dirancang bangunan oleh pengerajin, tanpa peran seorang
arsitek profesional, dengan teknik dan material lokal, lingkungan lokal, iklim, tradisi ekonami
(Rudolfsky,1965)
Istilah vernakular berasal dari kata vernaculus di Bahasa Latin, yang berarti "domestik,
asli, pribumi", dan dari Verna, yang berarti "budak pribumi" atau "budak rumah-lahir".
Dalam linguistik, vernakular mengacu pada penggunakan bahasa tertentu pada suatu
tempat, waktu, atau kelompok. Dalam arsitektur, vernakular mengacu pada jenis arsitektur
yang asli pada waktu atau tempat tertentu (tidak diimpor atau disalin dari tempat lain).
Arsitektur vernakular ini paling sering digunakan untuk bangunan tempat tinggal.
Gambar 1.1
Merupakan sebuah upacara adat yang telah dilangsungkan sejak berabad-abad silam sebagai
warisan leluhur masyarakat Suku Ende. Suku Ende merupakan salah satu suku yang terdapat di
Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang menempati dua wilayah kabupaten di
Pulau Flores. Sebagian Suku Ende menempati wilayah barat Kabupaten Sikka (Ata Lio Sikka:
Orang Lio Sikka) dan sebagiannya masuk dalam wilayah Kabupaten Ende (Ata Lio Ende: Orang Lio
Ende). Dalam Suku Ende, baik yang menempati wilayah Sikka maupun Ende masing-masingnya
memiliki gaya dan dialek bahasa yang sedikit berbeda satu sama lainnya.
Upayara yang biasa dilakukan adalah upacara perkawinan, kemaitian, kelahiran,dan upacara
lain yang berkaitan dengan sukuran atas panen.
Gambar 1.2 Tarian tradisional suku Ende Lio Gambar 1.3 Acara Adat suku Ende
C. Penggunaan Material
Pada umumnya,struktur konstruksi bangunan rumah adat Ende-Lio tampak alamiah (natural)
karena semua jenis bahan bangunan dari pondasi hingga atap, semuanya diambil dari bahan
alam lewat suatu ritual adat."Tidak mudah mendapatkan bahan bangunan untuk mendirikan
rumah adat. Ada forum dan ritual adat khusus sebelum mengadakan bahan-bahan yang
dibutuhkan. Ada jenis kayu khusus untuk tiang utama, tiang penyangga, dinding hingga atap
yang umumnya dari bahan alang-alang atau ijuk enau. Meski berasal dari bahan alam, bangunan
rumah adat dapat bertahan hingga puluhan tahun. Jika sudah lapuk atau rusak guna direnovasi,
bentuk aslinya tidak dapat diubah kecuali dibuat ritual khusus dengan memohon restu leluhur.
Itu sudah menjadi keyakinan hingga sekarang. Jika diubah tanpa dibuat ritual, maka akan terjadi
malapetaka/bencana di kampung.
D. Sistem Struktur
Srtuktur dalam rumah teradisional suku Ende tidak jauh berbeda dengan struktur pada
umumnya dari rumah adat lainnya. Secara konstruksi rumah tradisional Ende dibangun dengan
menggunakan material lokal, yakni kayu yang kualitasnya dipilih sedemikian rupa sehingga
mempunyai ketahanan yang berumur panjang.
“teknik konstruksi rumah tradisinal suku Ende, tidak menggunakan paku, sepenuhnya bertumpu
pada sistem sambungan pasak, pen dan ikat pada sambungan sistem strukturnya.
Gambar 1.4
Konsep rumah adat suku Ende Berbentuk persegi empat dengan atap yang menjulang tinggi
sebagai simbol kesatuan dengan sang pencipta. Bentuk atap diyakini memiliki bentuk seperti layar
perahu sebagaimana diceritakan nenek moyang pertama Suku Ende Lio datang menggunakan
perahu.
Di puncak bagian atas terdapat dua ornamen yang memiliki simbol yaitu kolo Musalaki (kepala
rumah keda) dan kolo ria (kepala rumah besar) dimana diyakini kedua bangunan memiliki hubungan
spiritual.
Gamar 1.5 Konsep Rumah adat
G. Pola Pemukiman
Pola permukiman dan bentuk rumah adat tradisional bagi masyarakat suku Ende Lio dibangun
selalu berkaitan dengan konsep hubungan kekerabatan (Gemen scap), antisipasi terhadap alam
lingkungannya dan hubungannya dengan pencipta alam semesta yang dipercayanya.
Dalam pembangunan rumah adat dan perkampungan tradisional, pola pemukimannya ditata
mengikuti prinsip lintas orbit tata surya. Setiap kampung adat tradisional memiliki kedudukan dan
peran masing-masing, khususnya terhadap tempat dan kedudukan dengan kampung asal.
Sedangkan bentuk rumahnya mengikuti filosofi bentuk perahu. Berdasarkan struktur dan pola
permukiman tradisional Ende-Lio memiliki tiga kategori yaitu; Kampung asal (Nua Pu’u); kampung
ranting (kuwu ria) atau gubuk besar, kampung kecil (Kopo Kasa) yaitu tempat kediaman di luar
kampung asal dengan jumlah penghuni yang kurang (Aron Mbete, dkk 2006). Letak pola
permukiman adat selalu dilihat dalam hubungan dengan tempat asal manusia pertama Suku Ende
Lio yaitu gunung Lepembusu.
H. Bahan
Rumah Adat Ende tidak jauh berbeda dengan rumah adat suku lainnya di Nusantara. Rumah
adat ini umumnya memiliki bahan yang yang sangat sederhana yang terdapat di hutan iklim tropis,
dalam pembangunan Rumah adat suku Ende biasanya menggunakan Bahan yang memiliki daya
tahan terhadap iklim dan kelembapan udara yang relatif tinggi. Masyarakat suku Ende memilih
bahan rumah tradisinal, biasanya menggunakan bahan alam terutama ijuk untuk penutup atap,
bambu untuk dinding maupun lantai, dan bahan kayu untuk sistem struktur sebagai pengaku dalam
rumah tradisional.
Dalam tradisi suku Ende membangun rumah tradisional merupakan tradisi yang dianggap
sakral dan proses yang dilakukan menggunakan sebuah ritual adat dan biasanya kepala adat
pemberian makan para leluhur untuk meminta restu dan persetujuan dalam membanguan, yang
biasanya melibatkan masyarakat setempat.
BAB III
Kabupaten Ende adalah sebuah kabupaten di Pulau Flores, provinsi Nusa Tenggara Timur,
Indonesia. Luas kabupaten ini ialah 2.067,75 km² dan populasi 282.154 jiwa (2016). Ibukotanya ialah
Kota Ende.
Topografi
Curah Hujan Di Kabupaten Ende Tercatat Lebih Signifikan Pada Bulan Nopember Hingga
Bulan April. Dengan Curah Hujan Rata-Rata Pertahun 2.171 Mm. Perbedaan Amplitudo Suhu Harian
Rata-Rata Juga Tidaklah Terlampau Signifikan, Berada Dalam Ambang 6,0 °C. Di mana Suhu Terpanas
Pada Siang Hari Adalah 33 °C Dan Suhu Udara Malam Hari Memiliki Suhu Terendah Pada Titik 23 °C.
Kelembaban Nisbi Kabupaten Ende Berada Dalam Kisaran Rata-Rata 85 %.
Batas Wilayah
Berbagai tempat wisata yang cukup menarik untuk dikunjungi antara lain:
Budaya
Penduduk asli orang Ende biasa disebut orang Lio- Ende. Mata Pencaharian
masyarakat Lio-Ende sebagian besar adalah bertani dan nelayan. Sebagai petani, mereka
menanam bermacam-macam tanaman, dari tanaman yang pendek umurnya, hingga
tanaman tahunan dan tanaman perdagangan. Sebelum menanam dan melakukan panen,
mereka melakukan upacara seremonial adat. Upacara itu dipimpin oleh tokoh adat atau
pemangku adat yang dalam bahasa setempat disebut Mosalaki bersama masyarakatnya
yang dalam bahasa setempat disebut fai walu ana kalo.
Orang Lio – Ende sebagian besar hidup dari bertani. Mereka menanam padi. Padi ladang
paling banyak ditemukan. Padi ladang ditanam satu tahun sekali dan padi sawah dapat
ditanam dua kali setahun. Sebelum ditanam selalu ada upacara. Upacara itu berhubungan
dengan cerita ine Mbu atau Ine Pare. Bagi orang Lio – Ende, padi ladang sangat dihormati.
Selain padi, di ladang juga di tanam jagung, sorgun (lolo, orho), jewawut (wete), ubi kayu,
umbi-umbian, sayur-sayuran, kacang da sebagainya. Sedangkan penduduk diwilayah pesisir
pantai biasanya mereka bermatapencarian nelayan.
Struktur adalah sebagai sarana untuk menyalurkan beban dan akibat pengaruhnya
dan atau kehadiran bangunan kedalam tanah (scodek,1998). Dalam Rumah tradisional suku
Ende Struktur berkaitan erat dengan pemahaman suatu bangunan, yang dikategorikan
dalam 2 kategori yaitu, sub structure ( struktur bawah ) dan upper struktur ( struktur atas ).
Kostruksi berhubungan dengan metode, teknik atau cara, misalnya; mengikat, manyambung
dll. Berikut ini adalah struktur dan konstruksi bangunan tradisional suku Ende Lio.
KEPALA/MAKOTA
BADAN
KAKI/PONADSI
A. Struktur Pondasi
Struktur bagian bawah bangunan berupa landasan utama berdirinya sebuah bangunan
yang dikenal istilah pondasi. Pondasi pada bangunan rumah adat Ende menggunakan kayu
yang berbentuk trapesium yang tinggi + 1 meter dan lebar + 25 cm sebagai penopang, yang
berdiri secara vertical. Pondasi dalam bahasa lio disebut dengan leke lewu berartikan tiang
kolom pondasi.
Bentuk dari pondasi dari rumah Ende yang unik yaitu kolom bangunan hanya diletakkan di
atas sebuah batu datar. Tujuan pembuatan pondasi seperti ini adalah untuk menghindari
keretakan pada kolom bangunan. Dan juga terdapat pen yang terbuat dari kayu yang
berukuran 5/7 yang berfungsi untuk mengikat antar pondasi agar tidak terjadi pergeseran.
Bilah bambu(ndawa)
Pada bangunan tradisional Ende struktur atas lantai mempunyai empat buah wisu (tiang
kolom) penyangga yang dipotong dari kogo laba ( balok kayu palang bagian atas) ± 310 cm
yang ditopang juga isi boko ( balok kayu palang bagian bawah) yang panjang ± 470 cm.
Bangunan sao tua. Tinggi masing masing tiang kolom bangunan sao tua ± 200 cm dimana
bentuk dari kolom bebeda dengan kolom bangunan lainya.diantara tiang kolom samping
kanan dan samping kiri sao tua terdapat leke raja yaitu satu tiang badan rumah yang
panjangnya 200 cm. Letaknya dibagian tengah yang menghubungkan dengan tiang mangu
yang panjangnya ± 400 cm untuk menahan bubungan yang membentuk atap rumah atau
ubu sao.a
C. STRUKTUR ATAP
Struktur Atap pada bangunan rumah adat Ende terbuat dari kayu, bambu, dan penutup
atap dari bahan alang-alang serta ijuk sebagai pengikat. Dalam teradisi suku Ende Lio pada
bagian ruang Atap Bangunan terdapat tempat penyimpanan barang pusaka atau hasil panen
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ilmiah faktor metodologi memegang peranan penting guna mendapatkan
data yang obyektif, valid dan selanjutnya digunakan untuk memecahkan permasalahan yang telah
dirumuskan. Pengertian Metode adalah cara yang telah teratur dan telah berfikir secara baik-baik
yang digunakan untuk mencapai tujuan (W.J.S Poerwodarminto 1987 :649).
Jadi pengertian metode adalah salah satu cara yang digunakan ketika mencapai suatu tujuan dengan
menggunkan teknik tertentu untuk memperoleh suatu keberhasilan dalam penelitian maka harus
dilaksanakan dengan menggunkan metodologi yang tepat, istimewa dan tujuan mengadakan
penelitian berdasarkan fakta – fakta yang ada untuk menguji kebenaran sesuatu secara ilmiah.
A. Tujuan Penelitian
Studi tentang bentuk atap,struktur,konstruksi,dan hubungan masyarakat terhadap rumah
adat suku Ende Lio.
1. Kuesioner
Lembar observasi atau kuesioner yang sifatnya open euded (terbuka) dan lentur,
sehingga dapat menggali data sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
2. Pedoman wawancara
Teknik wawancara dilakukan dengan akrab dan terbuka serta mendalam, dengan ini
diharapkan dapat menangkap informasi secara utuh oleh karena itu, teknik wawancara
itu sering disebut wawancara mendalam (in-depth-interviewing (HB. Sutopo, 2002)
3. Kamera dan Alat ukur
Adalah alat yang digunakan diwaktu mengukur dan mendokumentasi disaat terjadi
penelitian.
Pengambilan data dilakukan terhadap masyarakat kebupaten Ende, Flores NTT, Desa Saga,
kecamatan Detusoko. Sumber data diperoleh dari instrumen penelitian yang dirancang secara
khusus oleh peneliti. Data tentang bentuk atap,struktur,konstruksi,dan hubungan masyarakat
terhadap rumah adat suku Ende Lio.
Dalam penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan teknik analisis deskriptif dan uji hipotesis
dengan analisis korelasional. Sebelum melaksanakan analisis korelasional, dilakukan terlebih
dahulu uji normalitas dan uji linearitas.
Tujuan melakukan uji normalitas adalah untuk mengetahui dari masing-masing variabel.
Sedangkan uji linearitas untuk mengetahui apakah hubungan antara varibel bersifat linear yang
merupakan syarat untuk uji korelasi.
Daftara Pustaka
http://www.indonesiasatu.co/detail/lebih-dekat-mengenal-rumah-adat-ende-lio
https://www.arsitag.com/article/apa-itu-arsitektur-vernakular
Ching ,1984. proporsi-proporsi material dan struktur konstruksi, skala dan irama mempengaruhi
terbentuknya karakteritik pada suatu bangunan.
Rapoport, 1969 menyatakan bahwa arsitektur vernakular adalah permukiman yang merupakan
perwujudan hasil karya manusia secara turun-temurun dari seluruh lapisan masyarakat dalam batas-
batas teritorial tertentu.
Masnar,1993. Bentuk bangunan vernakular bersifat kasar, asli Lokal, jarang menerima inovasi dari
luar, karena didasarkan pada kebutuhan manusia dan ketersediaan material bangunan setempat
Rudolfsky, 1965 Arsitektur yang yang tanpa dirancang bangunan oleh pengerajin, tanpa peran
seorang arsitek profesional, dengan teknik dan material lokal, lingkungan lokal, iklim, tradisi ekonami
W.J.S Poerwodarminto 1987 :649 Pengertian Metode adalah cara yang telah teratur dan telah
berfikir secara baik-baik yang digunakan untuk mencapai tujuan.
JUDUL TUGAS
BIDANG KEGIATAN:
LAPORAN PENELITIAN
Sebagai Syarat Menempuh mata
Kuliah Metode Ilmiah
Diusulkan oleh :
Patrisius Sado 16043000023
Dosen Pembimbing :
Pindo Tutuk, ST,MT,PhD.