Anda di halaman 1dari 186

Buku Saku Penyuluh

PUSAT PENYULUHAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
TAHUN 2015 Buku Saku Penyuluh | i
ii | Buku Saku Penyuluh
Mars Penyuluh

Kita Penyuluh Kehutanan


Terus berjuang tanpa henti
Kita membina, mendampingi
Jadikan hutan tetap lestari

Ref:
Bersatu padu, bergandeng tangan
Untuk tunaikan tugas kita
Halang rintangan, segala tantangan
Hadapi dengan suka cita
Karena kita menghabdi bagi ibu pertiwi
Agar rakyat sejahtera …
Tingkatkanlah semangat berkarya

Kita penyuluh yang sejati


Menyuluh rakyat dengan hati
Kita bekerja dengan jujur
Jadikan rakyat makin makmur

Buku Saku Penyuluh | iii


iv | Buku Saku Penyuluh
Kata Pengantar

Dalam rangka menyediakan informasi bagi Penyuluh, Pusat


Penyuluhan menyusun Buku Saku Penyuluh. Buku ini berisi
informasi mengenai kegiatan strategis pembangunan yang
memerlukan pendampingan Penyuluh secara intensif dan
berkelanjutan. Informasi disajikan secara sederhana agar mudah
diingat dan dimengerti.
Kepada berbagai pihak yang telah berpartisipasi dalam
penyusunan Buku Saku ini kami ucapkan terimakasih.
Semoga bermanfaat.

Kepala Pusat,

Siti Aini Hanum

Buku Saku Penyuluh | v


vi | Buku Saku Penyuluh
Daftar Isi

Kata Pengantar .................................................................... v


Daftar Isi ................................................................................ vii
I. Penyuluhan .................................................................... 1
II. Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya ...................... 7
III. Pendampingan Kegiatan Pembangunan........................ 16
IV. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Unggulan .................. 24
V. Hutan Desa .................................................................... 38
VII. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL).................. 53
VIII. Kesatuan Pengelolaan Hutan ........................................ 67
IX. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) ....................................... 83
X. Penetapan Jenis Tanaman Hutan yang Benihnya
Wajib Diambil dari Sumber Benih Bersertifikat ............... 90
XI. Pedampingan Pencegahan Kebakaran Hutan dan
Lahan ............................................................................. 106
XII. Model Desa Konservasi (MDK)....................................... 114
XIII. Pembangunan Unit Percontohan Penyuluhan
Kehutanan (UUPK)......................................................... 120

Buku Saku Penyuluh | vii


XIV. Pedoman Pembinaan Kelompok Tani Hutan................ 130
XV. Pos Penyuluhan Kehutanan Pedesaan........................ 151
XVI. Koperasi Kelompok Tani Hutan..................................... 155
XVII. Lembaga Pelatihan Pemagangan Usaha Kehutanan
Swadaya (Wanawiyata Widyakarya)............................. 161
XVII. Pendampingan Peningkatan Kelas Kelompok ............. 165
Tani Hutan
Daftar Pustaka ....................................................................... 173

viii | Buku Saku Penyuluh


Kode Etik Penyuluh

1. Beriman dan Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa


2. Berperilaku Jujur, Tulus, Ikhlas, Terbuka, Komunikatif dan
Mampu Bekerjasama.
3. Memiliki Loyalitas Dedikasi dan Pengabdian Terhadap
Profesinya
4. Mengamalkan Ilmu Pengetahuan Untuk Kepentingan
Pelestarian Fungsi Dan Manfaat Hutan Guna Kesejahteraan
Masyarakat
5. Memelihara Kesetiakawanan dan Jiwa Korsa Penyuluh.
6. Menjaga Nama Baik dan Martabat Organisasi

Buku Saku Penyuluh | ix


x | Buku Saku Penyuluh
I. Penyuluhan

A. Latar Belakang
Penyuluh adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberikan tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh
pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan penyuluhan
kehutanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tugas pokok Penyuluh adalah melakukan kegiatan persiapan,
pelaksanaan, pengembangan, pemantauan, evaluasi dan
pelaporan penyuluhan kehutanan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Penyuluh tidak hanya dituntut
untuk profesional, tetapi kariernyapun harus berkembang. Oleh
karenanya, dalam rangka pengembangan karier dan peningkatan
profesionalisme Penyuluh telah diterbitkan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 27 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh
dan Angka Kreditnya, yang merupakan penyempurnaan dari
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
130/KEP/M. PAN/12/2002.
Dalam menjalankan fungsinya, Penyuluh dituntut untuk
melakukan pendampingan terhadap kegiatan-kegiatan
pembangunan kehutanan.

B. Maksud dan Tujuan


Buku saku ini disusun untuk para Penyuluh agar memudahkan
dalam melaksanakan kegiatan di lapangan.

Buku Saku Penyuluh | 1


Adapun tujuannya adalah agar:
1. Penyuluh dapat melaksanakan tugasnya dengan baik
2. Penyuluh dapat bekerja lebih professional
3. Karier Penyuluh dapat berkembang dengan baik.

C. Pengertian
1. Penyuluh adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh
pejabat yang berwenang untuk melaksanakan melakukan
kegiatan penyuluhan kehutanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2. Penyuluhan Kehutanan adalah proses pengembangan
pengetahuan, sikap dan perilaku kelompok masyarakat
sasaran agar mereka tahu, mau dan mampu memahami,
melaksanakan dan mengelola usaha-usaha kehutanan
untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
sekaligus mempunyai kepedulian dan berpartisipasi aktif
dalam pelestarian hutan dan lingkungan.
3. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut
paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang
diselenggarakan secara terpadu.
4. Penyuluh Tingkat Terampil adalah pejabat fungsional
yang dalam pelaksanaan pekerjaannya mem-pergunakan
prosedur dan teknik kerja tertentu.
5. Penyuluh Tingkat Ahli adalah pejabat fungsional yang dalam
pelaksanaan pekerjaannya didasarkan atas disiplin ilmu
pengetahuan, metodologi dan teknik analisis tertentu.
6. Programa Penyuluhan Kehutanan adalah rencana tertulis
yang disusun secara sistematis untuk memberikan arah
dan pedoman pelaksanaan penyuluhan serta sebagai alat

2 | Buku Saku Penyuluh


pengendali pencapaian tujuan penyuluhan.
7. Rencana Kerja Penyuluh adalah jadwal kegiatan yang
disusun oleh para Penyuluh berdasarkan programa
penyuluhan kehutanan setempat, yang mencantumkan hal-
hal yang perlu disiapkan dalam berinteraksi dengan pelaku
utama dan pelaku usaha kehutanan.
8. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan
dan atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus
dicapai oleh Penyuluh dalam rangka pembinaan karier yang
bersangkutan.
9. Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional Penyuluh
yang selanjutnya disebut Tim Penilai adalah tim penilai yang
dibentuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan
bertugas menilai prestasi kerja Penyuluh.
10. Karya tulis/Karya llmiah adalah tulisan hasil pokok
pikiran, hasil penelitian, pengkajian, survey dan evaluasi
yang disusun oleh perorangan atau kelompok di bidang
penyuluhan kehutanan.
11. Penghargaan/Tanda Jasa adalah tanda kehormatan yang
diberikan oleh pemerintah berupa Satya Lencana Karya
Satya sesuai peraturan perundang-undangan.
12. Kompetensi adalah kemampuan yang disyaratkan untuk
dapat melakukan kegiatan penyuluhan kehutanan yang
menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau
keahlian, serta sikap kerja tertentu yang relevan dengan
tugas dan syarat jabatan.
13. Organisasi Profesi adalah organisasi profesi Penyuluh.
14. Pendamping adalah Penyuluh Pegawai Negeri Sipil
(PNS), Penyuluh Swadaya Masyarakat (PKSM), Penyuluh
Swasta dan pihak lain yang ditunjuk untuk melakukan

Buku Saku Penyuluh | 3


pendampingan kegiatan pembangunan kehutanan sesuai
dengan kompetensinya.
15. Institusi penyelenggara pembangunan kehutanan adalah
lembaga pemerintah, swasta, Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha
Milik Swasta (BUMS) maupun pihak lainnya yang melakukan
kegiatan pembangunan kehutanan dan melibatkan
partisipasi masyarakat.
16. Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan
membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan,
yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran,
daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan
dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan
atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta
perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
17. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan
kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan,
memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta
memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal
dan adil untuk kesejahteraan dengan tetap menjaga
kelestariannya.
18. Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk
memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi
hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan
dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga
kehidupan tetap terjaga.
19. Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau
memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang
rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan
peruntukannya.

4 | Buku Saku Penyuluh


20. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri
tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
21. Kebun bibit rakyat yang selanjutnya disebut KBR adalah
kebun bibit yang dikelola oleh kelompok masyarakat melalui
pembuatan/pengadaan bibit berbagai jenis tanaman hutan
dan/atau tanaman serbaguna (MPTS) yang pembiayaannya
dapat bersumber dari dana pemerintah atau non pemerintah.
22. Hutan tanaman rakyat yang selanjutnya disebut HTR
adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun
oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi
dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur
dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.
23. Model desa konservasi yang selanjutnya disebut MDK adalah
desa yang dijadikan model dalam upaya memberdayakan
masyarakat di dalam dan sekitar hutan konservasi dengan
memperhatikan aspek sosial, ekonomi, budaya, serta aspek
lainnya dan akan menjadi contoh dalam pemberdayaan di
tempat lain.
24. Pelaku utama adalah masyarakat di dalam dan di sekitar
kawasan hutan, petani, pekebun, peternak, nelayan,
pembudi daya ikan, pengolah ikan, beserta keluarga intinya.
25. Pelaku usaha adalah perorangan warganegara Indonesia
atau korporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia
yang mengelola usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan.
26. Penyuluh adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh
pejabat yang berwenang untuk melakukan penyuluhan
kehutanan.

Buku Saku Penyuluh | 5


27. Penyuluh swadaya masyarakat yang selanjutnya disebut
PKSM adalah penyuluh swadaya yang merupakan anggota
masyarakat dan secara aktif berperan melaksanakan upaya-
upaya penyuluhan kehutanan dalam rangka mendukung
pembangunan kehutanan.
28. Penyuluh swasta adalah penyuluh yang berasal dari dunia
usaha dan/atau lembaga yang mempunyai kompetensi
dalam bidang penyuluh.

6 | Buku Saku Penyuluh


II. Jabatan Fungsional Penyuluh
dan Angka Kreditnya

Dalam rangka peningkatan profesionalisme dan pengembangan


karir Penyuluh telah dilakukan revisi SK MENPAN NO.130/
KEP/M.PAN/12/2002 menjadi PERMENPAN DAN RB NO.27
TAHUN 2013 dengan pokok-pokok revisi sebagai berikut:

A. Syarat Pengangkatan Pertama


SK MENPAN NO. 130/KEP/M. PERMENPAN DAN RB NO.27
PAN/12/2002 TAHUN 2013
PENYULUH AHLI PENYULUH AHLI

1. Serendah-rendahnya berijazah 1. berijazah paling rendah Sarjana (S1)/


Sarjana (S1)/Diploma IV sesuai Diploma IV bidang Kehutanan atau
dengan kualifikasi yang ditentukan kualifikasi lain yang ditetapkan oleh
Menteri Kehutanan
2. Lulus pendidikan dan pelatihan -
fungsional di bidang peyuluhan
kehutanan

PENYULUH TERAMPIL PENYULUH TERAMPIL


1. berijazah serendah-rendahnya 1. berijazah paling rendah Sekolah
Diploma II sesuai dengan kualifikasi Menengah Kejurusan (SMK)
yang ditentukan Kehutanan, serta kualifikasi lain yang
ditetapkan oleh Menteri Kehutanan
2. lulus pendidikan dan pelatihan
fungsional di bidang penyuluhan
kehutanan

Buku Saku Penyuluh | 7


B. Pendidikan dan Pelatihan
SK MENPAN NO. 130/KEP/M. PERMENPAN DAN RB NO.27
PAN/12/2002 TAHUN 2013
1. Syarat pengangkatan Pertama dalam 1. Diangkat dulu baru mengikuti diklat.
Jabatan harus lulus pendidikan dan Pegawai Negeri Sipil yang diangkat
pelatihan (diklat) fungsional bidang dalam jabatan fungsional Penyuluh
penyuluhan kehutanan (lulus diklat paling lama 2 (dua) tahun setelah
dulu baru diangkat) diangkat dalam jabatannya harus
mengikuti dan lulus diklat fungsional
dibidang penyuluhan. Jika tidak lulus
diklat dasar fungsional di bidang
penyuluh maka diberhentikan dari
jabatannya
2. Syarat perpindahan dari Tingkat 2. Penyuluh tingkat terampil yang akan
Terampil ke Ahli naik jabatan ke tingkat Ahli harus
mengikuti dan lulus diklat fungsional
bidang penyuluhan tingkat ahli

C. Jenjang Jabatan
SK MENPAN NO. 130/KEP/M. PERMENPAN DAN RB NO.27
PAN/12/2002 TAHUN 2013
1. Belum ada jenjang Pelaksanaan 1. Ada Penambahan jenjang Pelaksana
Pemula dan Utama Pemula dan Utama

2. Jenjang Pemula dengan pangkat II/a


3. Jenjang Utama dengan pangkat
IV/d-e

D. Uji Kompetensi
SK MENPAN NO. 130/KEP/M. PERMENPAN DAN RB NO.27
PAN/12/2002 TAHUN 2013
1. Belum mengatur uji kompetensi 1. Penyuluh yang akan naik jenjang
jabatan setingkat lebih tinggi harus
mengikuti dan lulus uji kompetensi
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai Uji
Kompetensi diatur lebih lanjut oleh
Menteri Kehutanan

8 | Buku Saku Penyuluh


3. Selain mengikuti dan lulus uji
kompetensi, Penyuluh Madya yang
akan naik jabatan ke jenjang utama
harus mempresentasikan karya tulis/
karya ilmiah

E. Kewajiban Pengembangan Profesi


SK MENPAN NO. 130/KEP/M. PERMENPAN DAN RB NO.27
PAN/12/2002 TAHUN 2013
1. Madya (IV/a) ke Madya (IV/b) = 12 1. Pertama (III/b) ke Muda (III/c) = 2
2. Madya (IV/b) ke Madya (IV/c) = 12

Belum mengatur kewajiban 2. Muda (III/c) ke Muda (III/d) = 4


pengumpulan angka kredit minimum dari 3. Muda (III/d) ke Madya (IV/a) = 6
unsur pengembangan profesi
4. Madya (IV/a) ke Madya (IV/b) = 8
5. Madya (IV/b) ke Madya (IV/c) = 12
6. Madya (IV/b) ke Madya (IV/d) = 16
7. Madya (IV/b) ke Madya (IV/e) = 20

F. Kewajiban Pengumpulan Angka Kredit


SK MENPAN NO. 130/KEP/M. PERMENPAN DAN RB NO.27
PAN/12/2002 TAHUN 2013
1. Penyuluh yang telah mencapai 1. Penyuluh pada tahun pertama telah
angka kredit untuk kenaikan memenuhi atau melebihi AK yang
pangkat/jabatan pada tahun dipersaratkan untuk kenaikan pangkat
pertama, pada tahun berikutnya dalam masa pangkat yang didudukinya,
wajib mengumpulkan sekurang- maka pada tahun kedua diwajibkan
kurangnya 20% AK dari jumlah AK mengumpulkan paling kurang 20% dari
yang dipersyaratkan untuk kenaikan jumlah AK yang dipersyaratkan untuk
pengkat/jabatan setingkat lebih kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi
tinggi dari KEGIATAN persiapan dan yang berasal dari kegiatan Penyuluh.
pelaksanaan penyuluhan
2. Penyuluh Penyelia, pangkat Penata 2. Penyuluh Penyelia, pangkat Penata
Tingkat I, golongan ruang III/d setiap Tingkat I, golongan ruang III/d, setiap
tahun sejak menduduki pangkat/ tahun sejak menduduki pangkat dan
jabatannya wajib mengumpulkan jabatan wajib mengumpulkan paling
sekurang-kurangnya 10AK dan kurang 10 AK dari TUGAS POKOK
kegiatan penyuluhan kehutanan dan/ Penyuluh
atau pengembangan profesi.

Buku Saku Penyuluh | 9


3. Penyuluh Madya, pangkat Pembina 3. Penyuluh Utama, pangkat Pembina
Utama Muda, golongan ruang IV/c, Utama, golongan ruang IV/a setiap
setiap tahun sejak menduduki pangkat/ tahun sejak menduduki pangkat dan
jabatannya wajib mengumpulkan jabatan wajib mengumpulkan paling
sekurang-kurangnya 20 AK dari kurang 25 AK dari TUGAS POKOK
kegiatan penyuluhan kehutanan dan/ DAN PENGEMBANGAN PROFESI
atau pengembangan profesi

G. Penyusunan Karya Ilmiah


SK MENPAN NO. 130/KEP/M. PERMENPAN DAN RB NO.27
PAN/12/2002 TAHUN 2013
1. Penyuluh yang secara bersama- 1. Penyuluh yang secara bersama-
sama membuat karya tulis/karya sama membuat karya tulis ilmiah
ilmiah di bidang Penyuluhan di bidang Penyuluhan Kehutanan,
Kehutanan, diberikan angka kredit diberikan angka kredit dengan
dengan ketentuan sebagai berikut ketentuan sebagai berikut :
: a. 2 orang penulis 60% AK bagi
a. 60% AK bagi penulis utama penulis utama dari 40% AK untuk
b. 40% AK bagi penulis pembantu; penulis pembantu;
b. 3 orang penulis: 50% bagi penulis
utama dan masing-masing 25%
AK untuk penulis pembantu; dan
c. 4 orang penulis: 40% AK bagi
penulis utama dan masing-masing
20% AK untuk penulis pembantu
2. Jumlah penulis pembantu paling 2. Jumlah penulis pembantu paling
banyak 3 orang banyak 3 orang.

10 | Buku Saku Penyuluh


H. Kewajiban Pengusulan Dupak
SK MENPAN NO. 130/KEP/M. PERMENPAN DAN RB NO.27
PAN/12/2002 TAHUN 2013
Secara hirarkhi Penyuluh dapat Setiap Penyuluh mengusulkan secara
mengajukan usul penilaian dan penetapan hirarkhi Daftar Usulan Penilaian Angka
angka kredit apabila dari hasil catatan kredit (DUPAK) PALING SEDIKIT SATU
atau inventarisasi seluruh kegiatan KALI DALAM SETAHUN
dipandang sudah dapat memenuhi jumlah
angka kredit yang ditentukan untuk
kenaikan pangkat/ jabatan

I. Ketentuan Alih Tingkat


SK MENPAN NO. 130/KEP/M. PERMENPAN DAN RB NO.27
PAN/12/2002 TAHUN 2013
1. Penyuluh tingkat terampil yang 1. Penyuluh terampil yang memperoleh
memperoleh ijazah Sarjana (S1)/ ijasah Sarjana (S1)/ Diploma IV dapat
Diploma IV dapat diangkat dalam diangkat dalam jabatan Penyuluh
Jabatan Fungsional Penyuluh tingkat Ahli, apabila memenuhi persyaratan
ahli apabila : sebagai berikut:
a. Ijazah sesuai dengan kualifikasi a. Tersedia formasi untuk jabatan
yang ditentukan untuk Jabatan fungsional Penyuluh ahli;
Fungsional Penyuluh tingkat ahli; b. Ijazah sesuai dengan kualifikasi
b. lulus diklat fungsional Penyuluhan yang ditentukan untuk jabatan
Kehutanan Ahli; dan Penyuluh Ahli;
c. memenuhi jumlah angka kredit c. telah mengikuti dan lulus diklat
yang ditentukan fungsional Penyuluh tingkat ahli
d. memenuhi jumlah angka kredit
kumulatif yang ditentukan

2. Penyuluh tingkat Terampil yang akan


beralih menjadi PK Ahli diberikan
Angka Kredit (AK) sebesar 65%
AK kumulatif dari diklat, tugas
pokok dan pengembangan profesi
ditambah angka kredit ijazah sarjana
(S1)/Diploma IV (DIV) yang sesuai
dengan kompetensi dengan tidak
memperhitungkan angka kredit dari
unsur penunjang

Buku Saku Penyuluh | 11


J. Formasi
SK MENPAN NO. 130/KEP/M. PERMENPAN DAN RB NO.27
PAN/12/2002 TAHUN 2013
belum diatur 1. Format jabatan fungsional Penyuluh
di lingkungan BP2SDMK:
- Tingkat Ahli : 12-24 orang
2. Formasi jabatan fungsional Penyuluh
di lingkungan UPT PHKA:
- Tingkat Terampil : 6-18 orang
- Tingkat Ahli : 5 – 9 orang
3. Formasi jabatan fungsional Penyuluh
di lingkungan Provinsi:
- Tingkat Ahli : 1 – 12 orang
4. Formasi jabatan fungsional Penyuluh
di lingkungan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
- Tingkat Terampil : 6-99 orang
- Tingkat Ahli : 7 – 38 orang

K. Pengangkatan Kembali
SK MENPAN NO. 130/KEP/M. PERMENPAN DAN RB NO.27
PAN/12/2002 TAHUN 2013
Belum mengatur pengangkatan kembali 1. Pengangkatan kembali maksimal usia
setelah dibebaskan sementara karena 54 tahun untuk jenjang Pelaksana
ditugaskan penuh diluar jabatan Pemula, Pelaksana, Pelaksana
fungsional Penyuluh Lanjutan dan Pertama.
Untuk madya dan Utama usia 58
tahun
2. Untuk Penyelia dan Muda:
a. Yang sudah menduduki jabatan
sebelum Perpres BUP maksimal
usia 58
b. Yang menduduki jabatan setelah
perpres BUP maksimal usia 54
tahun

12 | Buku Saku Penyuluh


L. Penghargaan Sebagai Penyuluh Teladan
SK MENPAN NO. 130/KEP/M. PERMENPAN DAN RB NO.27
PAN/12/2002 TAHUN 2013
belum mengatur 1. Penyuluh Teladan Tingkat Nasional
= 50% angka kredit yang disyaratkan
untuk kenaikan jenjang/ pangkat
setingkat lebih tinggi
2. Penyuluh Teladan Tingkat Provinsi
37,5% angka kredit yang disyaratkan
untuk kenaikan jenjang/ pangkat
setingkat lebih tinggi
3. Penyuluh Teladan Tingkat Kabupaten
/Kota 25% angka kredit yang
disyaratkan untuk kenaikan jenjang/
pangkat setingkat lebih tinggi

M. Pejabat Penetapan Angka Kredit


SK MENPAN NO. 130/KEP/M. PERMENPAN DAN RB NO.27
PAN/12/2002 TAHUN 2013
1. Sekjen Diphut atau pejabat lain yang 1. Kepala Badan yang membidangi
ditunjuk bagi Penyuluh Madya di penyuluhan kehutanan bagi
lingkungan Dephut Penyuluh Madya (IV/b) sampai
Penyuluh Utama (IV/e) di lingkungan
Kementerian Kehutanan, Provinsi
dan Kabupaten/Kota
2. Kapusbinluh bagi Penyuluh 2. Sekretaris Badan yang membidangi
Pelaksana sampai Penyelia dan penyuluhan kehutanan bagi Penyuluh
Penyuluh Pertama sampai Muda di Pelaksana Pemula (II/a) sampai
lingkungan Dephut dengan Penyuluh Penyelia (III/d)
dan Penyuluh Pertama (III/a) sampai
dengan Penyuluh Madya (IV/a) di
lingkungan Kementerian Kehutanan.

3. Kadishut Provinsi atau Pejabat 3. Sekretaris Daerah Provinsi atau


Eselon II yang membidangi Pejabat Eselon II yang ditunjuk
kehutanan di provinsi bagi Penyuluh yang membidangi penyuluhan
Pelaksana sampai Penyelia dan kehutanan provinsi bagi Penyuluh
Penyuluh Pertama sampai dengan Pelaksana Pemula (II/a) sampai
Madya di lingkungan masing-masing dengan Penyuluh Peyelia (III/d) atau
Penyuluh Madya (IV/a) di lingkungan
provinsi

Buku Saku Penyuluh | 13


4. Kepala Dinas Kehutanan 4. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota atau pejabat atau Pejabat Eselon II yang ditunjuk
Eselon II yang membidangi yang membidangi penyuluhan
kehutanan di kabupaten/kota kehutanan Kabupaten/Kota bagi
bagi Penyuluh Pelaksana sampai Penyuluh Pelaksana Pemula (II/a)
dengan Penyuluh Penyelia dan sampai dengan Penyuluh Penyelia
Penyuluh Pertama sampai dengan (III/d) dan Penyuluh Pertama (III/a)
Penyuluh Madya di lingkungan sampai dengan Penyuluh Madya
masing-masing (IV/a) di lingkungan Kabupaten/Kota

N. Tim Penilai Angka Kredit


SK MENPAN NO. 130/KEP/M. PERMENPAN DAN RB NO.27
PAN/12/2002 TAHUN 2013
1. Tim Penilai Sekretariat Jenderal: 1. Tim Penilai Pusat:
Tim Penilai Angka Kredit Penyuluh Tim Penilai bagi Kepala Badan yang
Sekretariat Jenderal Departemen membidangi penyuluhan kehutanan
Kehutanan bagi Sekretaris Jenderal
Departemen Kehutanan

2. Tim Penilai Pusat 2. Tim Penilai Unit Kerja:


Tim Penilai Angka Kredit Penyuluh Tim Penilai bagi Sekretaris Badan
Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan yang membidangi penyuluhan
bagi Kepala Pusat Bina Penyuluhan kehutanan
Kehutanan
3. Tim Penilai Provinsi 3. Tim Penilai Provinsi:
Tim Penillai Angka Kredit Penyuluh Tim Penilai bagi Sekretaris Daerah
Provinsi bagi Kepala Dinas Provinsi atau Pejabat Eselon II yang
Kehutanan Provinsi atau pejabat membidangi penyuluhan kehutanan
Eselon II yang membidang kehutanan provinsi
di provinsi

14 | Buku Saku Penyuluh


4. Tim Penilai Kabupaten/Kota 4. Tim Penilai Kabupaten/Kota
Tim Penilai Angka Kredit Penyuluh Tim Penilai bagi Sekretaris Daerah
Kabupaten/ Kota bagi Kepala Dinas Kabupaten/Kota atau Pejabat Eselon
Kehutanan /Kabupaten/Kota atau II yang ditunjuk yang membidangi
pejabat Eselon II yang membidangi penyuluhan kehutanan Kabupaten/
kehutanan di kabupaten/Kota Kota

Buku Saku Penyuluh | 15


16 | Buku Saku Penyuluh
III. Pendampingan Kegiatan
Pembangunan

A. Apa Itu Pendampingan?


Pendampingan adalah aktivitas penyuluhan yang dilakukan
secara terus-menerus pada kegiatan pembangunan
kehutanan untuk meningkatkan keberhasilan dan
keberlanjutan pembangunan kehutanan serta keberdayaan
dan kesejahteraan masyarakat.

B. Mengapa Perlu Pendampingan?


Salah satu kebijakan Kementerian Kehutanan adalah
memfasilitasi masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan pembangunan kehutanan seperti: Hutan
Rakyat (HR), Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan
(HKM), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Model Desa
Konservasi (MDK), dll.
Pendampingan oleh Penyuluh sangat diperlukan untuk
mempersiapkan dan meningkatkan kapasitas masyarakat
pada tingkat tapak agar dapat berpartisipasi aktif dalam
pembangunan kehutanan. Dengan demikian, diharapkan
akan meningkatkan keberhasilan dan keberlanjutan
pembangunan kehutanan serta kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat.

C. Kegiatan Yang Perlu Pendampingan


Kegiatan-kegiatan pembangunan kehutanan yang memerlu-
kan pendampingan Penyuluh adalah kegiatan yang

Buku Saku Penyuluh | 17


melibatkan partisipasi masyarakat yaitu:
1. Pemetaan partisipatif
2. Hutan Kemansyarakatan
3. Hutan Tanaman Rakyat
4. Hutan Desa
5. Hutan Rakyat
6. Rehabilitasi Hutan dan Lahan serta Kebun Bibit Rakyat
7. Model Desa Konservasi
8. Pencegahan kebakaran hutan
9. Pengembangan daerah penyangga
10. Pemanfaatan jasa lingkungan
11. Program kemitraan pelaku usaha dengan kelompok
masyarakat

D. Siapa Yang Mendampingi?


Tenaga pendamping kegiatan pembangunan kehutanan
terdiri dari:
1. Penyuluh PNS;
2. Penyuluh Swasta;
3. Penyuluh Swadaya Masyarakat;
4. Tenaga lain yang memiliki kompetensi untuk
melakukan pendampingan (dapat berasal dari lembaga
swadaya masyarakat, yayasan, perguruan tinggi atau
perorangan).
Tenaga pendamping Penyuluh PNS dapat berasal dari:
1. Institusi penyelenggara penyuluhan kehutanan
kabupaten/ Kota;

18 | Buku Saku Penyuluh


2. Dinas yang mengurusi kehutanan kabupaten/kota;
3. UPT Kementerian Kehutanan.

E. Tugas Tenaga Pendamping


1. menggerakkan dan memotivasi masyarakat untuk
ber-partisipasi aktif dalam kegiatan pembangunan
kehutanan di wilayahnya agar kegiatan pembangunan
kehutanan dapat berhasil dengan baik;
2. melakukan bimbingan teknis pelaksanaan kegiatan
pembangunan kehutanan;
3. memfasilitasi penguatan kelembagaan keiompok
masyarakat;
4. membantu masyarakat mengembangkan kapasitasnya
agar dapat menangani masalah yang dihadapi secara
efektif dalam kegiatan pembangunan kehutanan di
wilayahnya;
5. memfasilitasi kelompok masyarakat dalam mengakses
informasi, pasar, teknologi, kemitraan, permodalan dan
sumberdaya lainnya dalam kegiatan pembangunan
kehutanan di wilayahnya;
6. memfasilitasi kegiatan pengelolaan hutan secara
lestari dan berkelanjutan yang dilakukan oleh kelompok
masyarakat; dan
7. membuat laporan tertulis setiap semester kepada
institusi yang menetapkan sebagai tenaga pendamping
dengan tembusan institusi penyelenggara penyuluhan
kehutanan provinsi dan kabupaten/kota serta unit kerja
asal pendamping.

Buku Saku Penyuluh | 19


F. Fungsi Tenaga Pendamping
Dalam melaksanakan tugas pendampingan kegiatan
pembangunan kehutanan, tenaga pendamping mempunyai
fungsi sebagai:
1. Edukator dalam memberikan pendidikan kepada
masyarakat Pendamping sebagai edukator berperan
dalam memberikan ruang gerak bagi berkembangnya
pemikiran dan kreativitas masyarakat untuk secara aktif
belajar dan berlatih atas dasar kesadaran yang tumbuh
dari dalam;
2. Motivator:
Pendamping sebagai motivator berperan daiam ;
menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan diri
masyarakat, melalui pengembangan usaha, pelestarian
lingkungan, membangun kelompok, memupuk modal,
dan menabung;
3. Fasilitator:
Pendamping sebagai fasilitator berperan dalam
memberikan fasilitasi untuk memperlancar proses
kegiatan, melalui diskusi kelompok, pelatihan,
konsultasi atau bantuan teknis lainnya;
4. Dinamisator:
Pendamping sebagai dinamisator berperan dalam
mendorong masyarakat dan kelompok untuk
melakukan aktivitas sesuai dengan yang dibutuhkan
oleh masyarakat;
5. Inspirator:
Pendamping sebagai inspirator berperan dalam
memberikan inspirasi kepada masyarakat untuk

20 | Buku Saku Penyuluh


mengembangkan potensi yang dimilikinya. Hal ini
dapat dilakukan melalui penyampaikan informasi dan
inovasi yang berkaitan dengan peraturan perundang-
undangan, pengetahuan, dan teknologi;
6. Konselor:
Pendamping sebagai konselor berperan dalam
memberikan bimbingan dan alternatif pemecahan
masalah yang dihadapi masyarakat dalam kegiatan
pembangunan kehutanan yang berkaitan dengan
aspek teknis, sosial budaya dan ekonomi;
7. Mediator:
Pendamping sebagai mediator berperan menjembatani
masyarakat dan kelompok dengan instansi teknis,
lembaga keuangan, mitra usaha dalam rangka kegiatan
pembangunan kehutanan;
8. Advokator:
Pendamping sebagai advokator berperan memberikan
saran/pertimbangan serta dapat melakukan pembelaan
kepada masyarakat dalam batas-batas kebenaran dan
kewajaran dalam penyelesaian sengketa atau konflik
kawasan.

G. Penetapan Tenaga Pendamping


1. Tenaga Pendamping dari Penyuluh PNS dan PKSM
Penetapan tenaga pendamping yang berasal dari
Penyuluh PNS dan PKSM, dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a. Institusi penyelenggara kegiatan pembangunan
kehutanan menyampaikan permohonan rencana
kebutuhan tenaga pendamping kegiatan

Buku Saku Penyuluh | 21


pembangunan kehutanan di wilayah kerjanya
kepada institusi penyelenggara penyuluhan
kehutanan kabupaten/kota, dilampiri dengan
rincian kegiatan dan lokasi kegiatan;
b. Berdasarkan rencana kebutuhan tenaga pendamping
sebagaimana dimaksud pada butir a, institusi
penyelenggara penyuluhan kehutanan kabupaten/
kota melakukan pencermatan, yang meliputi:
1. ketersediaan jumlah tenaga Penyuluh;
2. kesesuaian wilayah kerja Penyuluh dengan
lokasi kegiatan yang diusulkan.
c. Institusi penyelenggara penyuluhan kehutanan
kabupaten/kota mengkoordinasikan hasil pen-
cermatan sebagaimana dimaksud pada butir b dengan
instansi penyelenggara kegiatan pembangunan
kehutanan, dan selanjutnya menyampaikan usulan
tenaga Penyuluh PNS dan/atau PKSM yang akan
ditugaskan sebagai pendamping;
d. Institusi penyelenggara kegiatan pembangunan
kehutanan menetapkan tenaga pendamping sesuai
usulan sebagaimana dimaksud pada butir c.
2. Tenaga Pendamping Dari Penyuluh Swasta
Penetapan tenaga pendamping yang berasal dari
Penyuluh swasta dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a. BUMN, BUMD, dan BUMS penyelenggara
pembangunan kehutanan menetapkan
penyuluh swasta sebagai pendamping kegiatan
pembangunan kehutanan di wilayah kerjanya;

22 | Buku Saku Penyuluh


b. BUMN, BUMD, dan BUMS penyelenggara
pembangunan kehutanan dapat bekerjasama
dengan LSM dan pihak lainnya dalam
pendampingan kegiatan pembangunan kehutanan
dengan pembiayaan dari BUMN, BUMD, dan
BUMS;
c. Hasil penetapan sebagaimana dimaksud pada
butir a dan b disampaikan kepada institusi
penyelenggara penyuluhan tingkat kabupaten/
kota;
3. Tenaga Pendamping Dari Pihak Lain
Apabila jumlah tenaga pendamping dari Penyuluh PNS,
PKSM atau Penyuluh Swasta tidak mencukupi, maka
institusi penyelenggara pembangunan kehutanan dapat
menetapkan pihak lain sebagai tenaga pendamping;
Hasil penetapan pendamping dari pihak lain ini
disampaikan kepada institusi penyelenggara
penyuluhan kehutanan kabupaten/kota dengan
tembusan kepada institusi penyelenggara penyuluhan
kehutanan provinsi.

H. Pembiayaan
Institusi penyelenggara pembangunan wajib mengalokasikan
pembiayaan untuk kegiatan pendampingan.
Pembiayaan pendampingan kegiatan pembangunan
kehutanan bersumber dari:
1. anggaran pendapatan dan belanja negara;
2. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan
3. sumber lainnya melalui institusi penyelenggara
pembangunan kehutanan.

Buku Saku Penyuluh | 23


Pembiayaan pendampingan kegiatan pembangunan
kehutanan yang dialokasikan bagi tenaga pendamping,
antara lain meliputi biaya:
1. insentif;
2. bantuan transport;
3. fasilitasi pertemuan masyarakat, dan
4. penguatan kelembagaan masyarakat.
Selain pembiayaan tersebut di atas, institusi penyelenggara
pembangunan kehutanan dapat mengalokasikan biaya
untuk pendidikan dan pelatihan bagi pendamping. Besaran
biaya setiap komponen mengacu pada standar biaya yang
telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

24 | Buku Saku Penyuluh


IV. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Unggulan

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik
nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya
kecuali kayu yang berasal dari hutan.
HHBK merupakan sumber bahan pangan (alternatif), sumber
bahan obat-obatan, penghasil serat, penghasil getah-getahan
dan benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa
yang berasal dari hutan yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Berdasarkan produk-produk yang dihasilkan, HHBK dapat
dikelompokkan menjadi: 1) kelompok resin; 2) minyak atsiri; 3)
minyak lemak, pati dan buah-buahan; 4) tannin, bahan pewarna
dan getah; 5) tumbuhan obat dan tanaman hias; 6) palma dan
bambu; 7) alkaloid; dan 8) hasil hewan.
Upaya pengembangan HHBK perlu dilakukan secara
berkelanjutan, maka strategi pengembangannya dengan memilih
jenis prioritas yang diunggulkan berdasarkan pada kriteria,
indikator dan standar sebagaimana tercantum dalam peraturan
perundangan yang berlaku.
Jenis-jenis HHBK unggulan yang ada di Indonesia yaitu:

Buku Saku Penyuluh | 25


1. 1. JERNANG
JERNANG (Daemonorops sp)
(Daemonorops sp)

Gambar: Buah Jernang jenis "Dragon's Blood


Gambar: Buah Jernang jenis “Dragon’s Blood

Jernang
Jernang merupakan
merupakan hasil ekstraksi
hasil ekstraksi buah beberapa
buah beberapa jenisdari
jenis rotan
rotan dari kelompok Daemonorops. Jernang
kelompok Daemonorops. Jernang adalah suatu padatan yang adalah suatu
padatan yang mengkilat, bening atau kusam, rapuh, meleleh
mengkilat, bening atau kusam, rapuh, meleleh bila dipanaskan dan
bila dipanaskan dan mudah terbakar dengan mengeluarkan
mudah terbakar
asap.
dengan mengeluarkan asap.
Getah
Jernang bermanfaat
Getah Jernang sebagai
bermanfaat bahan
sebagai bakubaku
bahan baikbaik
di dunia
di
kesehatan maupun
dunia perindustrian
kesehatan sebagai berikut:
maupun perindustrian sebagai berikut:
• Bahan
• baku
Bahanobat-obatan: obat diare,
baku obat-obatan: disentri,
obat diare, pembeku
disentri, pembekudarah
karena luka,
darahsakit
karenagigi, asma,
luka, sakit sipilis dan sipilis
gigi, asma, berkhasiat aphrodisiac
dan berkhasiat
(meningkatkan libido);
aphrodisiac (meningkatkan libido);
• Bahan
• baku
Bahan baku vernis,
pewarna pewarna vernis,porselen,
keramik, keramik,marmer,
porselen,
batu,
marmer, batu, kayu, rotan,
kayu, rotan, bambu, cat dan kertas;bambu, cat dan kertas;
• Bahan
• penyamakan
Bahan penyamakan
kulit; kulit;
• Bahan baku kosmetik/lipstik dan lain-lain.
• Bahan baku kosmetik/lipstik dan lain-lain.
2. KEMIRI (Alleurites mollucanna)
2. KEMIRI
Kemiri(Alleurites mollucanna)
adalah tumbuhan yang bijinya dimanfaatkan sebagai,
sumber minyak dan rempah-rempah.
Kemiri adalah tumbuhan yang bijinya dimanfaatkan sebagai ,
sumber minyak dan rempah-rempah.
26 | Buku Saku Penyuluh
Gambar: Pohon
Gambar: dandan
Pohon buah Kemiri
buah Kemiri

Biji buah kemiri mengandung 60% - 66% minyak sehingga


Biji buah
dapat kemiri
diolahmengandung 60% -atau
menjadi minyak 66%lemak
minyakkemiri
sehingga
yang
dapatdigunakan
diolah menjadi minyakobat-obatan,
sebagai bahan atau lemak kemiri sabun,
kosmetik, yang
digunakan sebagai
pernis, dan bahan
industri cat. obat-obatan, kosmetik, sabun,
pernis,
dan industri cat.
Biji kemiri banyak digunakan oleh masyarakat untuk bumbu
Biji kemiri
masak banyak
karena digunakan
mengandung oleh masyarakat
banyak untuk bumbu
kalori, protein, lemak,
masak karena mengandung
karbohidrat, kalsium, fosfor, banyak kalori, protein,
besi, vitamin lemak,
B, dan air. Kulit
karbohidrat,
biji kemirikalsium,
(cangkangfosfor, besi,
atau vitamin B,
batoknya) dan dimanfaatkan
dapat air. Kulit biji
untuk
kemiri bahan obat
(cangkang atau nyamuk
batoknya)bakar ataudimanfaatkan
dapat arang untuk untuk
bahan
bahanbakar.
obat Sedang
nyamuk ampas bakar ataudari arang
pengolahan minyakbakar.
untuk bahan dapat
digunakan untuk pakan ternak dan pupuk
Sedang ampas dari pengolahan minyak dapat digunakan tanaman karena
untukmengandung
pakan ternak unsur
dan NPKpupukyang cukup karena
tanaman tinggi. mengandung
unsur
NPK yang
Selain buah cukup tinggi. kayu tanaman kemiri yang ringan
dan bijinya,
dapat digunakan
Selain buah dan bijinya, untukkayubahan bakukemiri
tanaman pembuatan kertas
yang ringan
(pulp), perabotan (peralatan) rumah tangga,
dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan kertas (pulp), dan bahan
baku industri
perabotan lainnya
(peralatan) seperti
rumah kotakdan
tangga, danbahan
batangbaku
korekindustri
api.
lainnya
Kulit seperti
batangkotak dan batang
kemiri dapat korek api.dan air rebusannya
direbus
Kulit batang kemiri dapat direbus dan air Sedang
dapat dipakai sebagai obat disentri. gabah
rebusannya dari
dapat
kulit batangnya jika dicampur dengan
dipakai sebagai obat disentri. Sedang gabah dari kulitsantan kelapa dapat
batangnya jika dicampur dengan santan kelapa dapat
Penyuluh | 27
digunakan untuk obat sariawan. SementaraBuku
itu Saku
seduhan daun

26  Buku Saku Penyuluh Kehutanan


digunakan
kemiri yang untuk
masih obat
mudasariawan.
dapat Sementara
digunakan itu seduhan
untuk obat
daun kemiri
scorpholosis. yang masih muda dapat digunakan untuk obat
scorpholosis.
3. 3. JELUTUNG
JELUTUNG (Dyera costulata)
(Dyera costulata)
Jelutung
Jelutungadalah suatu
adalah spesies
suatu spesiesdaridari
pohon
pohonyangyang
termasuk sub
termasuk
family
sub oleander. Pohon Pohon
family oleander. ini dapatini mencapai tinggi 60-80
dapat mencapai meter
tinggi 60-80
dengan
meterdiameter 2-3 m, dengan
dengan diameter 2-3 m, batang
denganbebas
batangcabang
bebas setinggi
cabang
30 setinggi
meter. Bentuk batang
30 meter. silindris
Bentuk tanpasilindris
batang banir, tanpa
tekstur banir,
kayu
halus, warna
tekstur putih
kayu danwarna
halus, seratnya
putihsearah. Umur tanaman
dan seratnya dapat
searah. Umur
mencapai
tanaman 70 dapattahun sehingga
mencapai 70 tahun cocok
sehinggauntukcocoktanaman
untuk
konservasi. Tanaman jelutung
tanaman konservasi. Tanamandapat dibudidayakan
jelutung dengan
dapat dibudidayakan
sistem
dengan tumpang sari untuk
sistem tumpang dapat
sari untuk dapatlebih meningkatkan
lebih meningkatkan
kesejahteraan
kesejahteraan masyarakat,
masyarakat, menjagamenjaga kelestarian
kelestarian dandan
keberadaan
keberadaan hutan.
hutan.

Gambar:Pohon
Gambar: PohonJelutung
Jelutung

Manfaat
Manfaat daridari
jelutung antara
jelutung lain:
antara lain:
• • Kayunya
Kayunya sebagai bahan
sebagai bahanbaku
bakuindustri
industri plywood, pensil,
plywood, pensil,
mainan
mainandandanmoulding;
moulding;
• Getahnya merupakan bahan baku permen karet;
28 | Buku Saku Penyuluh

Buku Saku Penyuluh Kehutanan  27



• Kayunya
Getahnyadapat
merupakan bahan
dipanen baku permen
setelah pohon karet;
tidak mampu
• menghasilkan
Kayunya dapat dipanen
getah. Kayusetelah
jelutungpohon tidak
memiliki mampu
kualitas dan
menghasilkan
harga getah.
setara dengan Kayu
kayu jelutung memiliki kualitas
meranti.
dan harga setara dengan kayu meranti.

4.4. SAGU
SAGU (Metroxylon
(Metroxylon spp)
spp)
Sagu
Sagu merupakan
merupakantanaman
tanaman penghasil karbohidrat
penghasil yangyang
karbohidrat cukup
tinggi
cukup dibandingkan dengan tanaman
tinggi dibandingkan penghasil penghasil
dengan tanaman karbohidrat
lainnya.
karbohidrat lainnya.
Sagu
Sagudapat
dapattumbuh
tumbuh di daerah
di daerah dataran rendah
dataran sampai
rendah dengan
sampai
ketinggian 700 m dpi.700
dengan ketinggian Ketinggian
m dpi. tempat yangtempat
Ketinggian optimal yang
adalah
400 m dpi.
optimal Sagu400
adalah tumbuh
m dpi.diSagu
lahantumbuh
gambut,di rawa,
lahan payau
gambut,atau
rawa,sering
yang payautergenang
atau yang air,sering tergenang
dan variasi air, sagu
genetik dan divariasi
Papua
genetik sagu
merupakan di Papua
yang merupakan
terbesar di dunia. yang terbesar di dunia.

Gambar:pohon
Gambar: pohonsagu
sagu

Di wilayah
Di wilayah Indonesia
Indonesia Bagian
Bagian Timur.
Timur. sagusagu sejak
sejaklama
lama
dipergunakan sebagai makanan pokok Ol«hsebagian
dipergunakan sebagai makanan pokok Oleh sebagian
penduduknya, terutama
penduduknya, terutama didiMaluku
Malukudan Irian
dan Jaya.
Irlin Disamping
Jtya. Disamping
itu, manfaatnya yang lain adalah:
itu, manfaatnya yang lain adalah:

• Pelepahnya dipakai sebagai dinding Buku


atauSaku
pagar rumah;
Penyuluh | 29

28  Buku Saku Penyuluh Kehutanan


• Pelepahnya dipakai sebagai dinding atau pagar rumah;
• • Daunnya
Daunnya untuk atap;
untuk atap;
• • Kulit atau
Kulit batangnya
atau merupakan
batangnya kayu bakar
merupakan kayu yang
bakarbagus;
yang
• bagus;
Aci sagu (bubuk yang dihasilkan dengan cara
• mengekstraksi
Aci sagu (bubuk pati dariyang
umbi atau empulurdengan
dihasilkan batang) cara
dapat
diolah menjadi berbagai
mengekstraksi makanan;
pati dari umbi atau empulur batang)
• dapat
Serat diolah
sagu menjadi
dapat dibuatberbagai makanan;
hardboard atau bricket bangunan
• bila dicampur
Serat sagusemen;
dapat dibuat hardboard atau bricket

bangunan
Dapat diolahbila dicampur
menjadi semen;
bahan bakar metanol-bensin dan
• lain-lain.
Dapat diolah menjadi bahan bakar metanol-bensin dan
lain-lain.
5.5. KAPULAGA
KAPULAGA (Amomum (Amomumcardamomum)
cardamomum)
Kapulaga adalah salah satu rempah
Kapulaga adalah salah satu tertua di
rempah tertua di dunia.
dunia. DiDi
Indonesia,
Indonesia,kapulaga
kapulagaadaiah
adalah tumbuhan
tumbuhan asli dandan endemik
endemikdidi
wilayah
wilayahperbukitan
perbukitandidiJawa
JawaBarat
Baratdan
danSumatra
SumatraSelatan.
Selatan.
Tanaman
Tanamaniniinitumbuh
tumbuhbaikbaik pada wilayah dengan
pada wilayah dengankelembaban
kelembaban
yang tinggi, curah hujan
yang tinggi, curah hujan antara 2.500-4.000 mm pertahun,
2.500-4.000 mm pertahun,
suhu
suhutahunan
tahunanyang
yangkurang
kuranglebih
lebihhangat
hangat dan
dan stabil (23-28
(23-28 °C).
°C).

Gambar Rumpun dan buah Kapulaga


Gambar Rumpun dan buah Kapulaga

30 Manfaat
| Buku Saku Penyuluh
dan kapulaga adalah:

Buku Saku Penyuluh Kehutanan  29


Manfaat dan kapulaga adalah:
•• Sebagai
Sebagaibumbu
bumbumasakan;
masakan;
• • Untuk membersihkan
Untuk membersihkan mulut mulutdaridari kuman
kuman dandan bakteri
bakteri serta
serta menguatkan gigi
menguatkan gigi dan gusi;dan gusi;

• Sebagai
Sebagaiobat
obatbatuk
batukdan
danflu;
flu;
• Sebagai bahan untuk membuat minuman tradisional
• Sebagai bahan untuk membuat minuman tradisional atau
atau jamu, menghangatkan tenggorokan dan
jamu, menghangatkan tenggorokan dan pernapasan;
pernapasan;
• Sebagai deodoran penghilang bau badan dan juga
• Sebagai deodoran penghilang bau badan dan juga
sebagai parfum dan lain-lain.
sebagai parfum dan lain-lain.

6.6. PORANG (Amorphopallusoncophilus)


PORANG (Amorphopallus oncophilus)
Porang
Porangatau
atauiles-iles
iles-iles adalah
adalah sejenis
sejenis tanaman
tanaman penghasil
penghasil .
. umbi
umbi yang dapat dimakan. Porang di daerah Jawa
yang dapat dimakan. Porang di daerah Jawa dikenal dengan dikenal
dengan
nama nama suweg.
suweg. Termasuk Termasuk tumbuhan
tumbuhan semaksemak (herba)
(herba) yang
yang memiliki tinggi 100-150 cm dengan umbi
memiliki tinggi 100-150 cm dengan umbi yang berada yang beradadi
di dalam
dalam tanah.
tanah. Batangtegak,
Batang tegak, lunak,
lunak, batang
batang halus
halusberwarna
berwarna
hijau atau hitam belang-belang (totol-totol) putih.
hijau atau hitam belang-belang (totol-totol) putih.Batang
Batang
tunggal memecah menjadi tiga batang sekunder dan akan
tunggal memecah menjadi tiga batang sekunder dan akan
memecah lagi sekaligus menjadi tangkai daun.
memecah lagi sekaligus menjadi tangkai daun.

Gambar Porang
Gambar Porang

Buku Saku Penyuluh | 31


Tanaman porang mempunyai sifat khusus yaitu mempunyai
toleransi yang sangat tinggi terhadap naungan atau tempat

30  Buku Saku Penyuluh Kehutanan


Tanaman porang mempunyai sifat khusus yaitu mempunyai
toleransi yang sangat tinggi terhadap naungan atau tempat
teduh (tahan tempat teduh). Tanaman porang membutuhkan
cahaya maksimum hanya sampai 40%. Tanaman porang
dapat tumbuh pada ketinggian 0-700 M dpl. Namun
yang paling bagus pada daerah yang mempunyai ketinggian
100-600 M dpl.
Untuk hasil yang baik, tanaman porang menghendaki tanah
yang gembur/subur serta tidak becek (tergenang air).
Tanaman porang mempunyai prospek yang menjanjikan
karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Permintaan
porang relatif tinggi, terutama untuk industri kecantikan
dan kesehatan, karena kandungan zat Glucomanan di
dalamnya.
Manfaat umbi porang adalah sebagai berikut:
• Bahan lem atau perekat;
• Bahan makanan (bahan baku pembuatan chips dan
tepung porang)
• Perekat tablet;
• Pembungkus kapsul;
• Penguat kertas;
• Campuran bahan baku industri dan lain-lain.

7. BAMBU (Bambusa sp)


Tanaman bambu dapat tumbuh dan berkembang baik di
hampir seluruh kondisi lahan yang subur maupun kurang
subur/lahan kritis di Indonesia. Disamping manfaat ekonomi
secara langsung, tanaman bambu secara ekologis dapat
dimanfaatkan untuk penanaman lahan kritis dan penahan
erosi.

32 | Buku Saku Penyuluh


Gambar.
Gambar.Bambu dan
Bambu hasil
dan hashkerajinan dari
kerajinan bambu
dari bamboo
Tanaman bambu memiliki daur panen relatif pendek
(4Tanaman
tahun) dan sekali
bambu ditanamdaur
memiliki bambu dapat
panen dipanen
relatif berkali-
pendek (4 tahun)
kali tanpa harus menghilangkan seluruh tegakan rumpunnya.
dan sekali ditanam bambu dapat dipanen berkali-kali tanpa
Bambu dapat dimanfaatkan
harus menghilangkan seluruhsecara
tegakanluas untuk berbagai
rumpunnya.
keperluan seperti:
Bambu dapat dimanfaatkan secara luas untuk berbagai
• keperluan
Bahan seperti:
bangunan/kontruksi (80% hasil bambu);
• • Bahan baku industri kerajinan
Bahan bangunan/kontruksi (80% rakyat (Tasikmalaya,
hasii bambu);
Dl Yogya, Bali);
• Bahan baku industri kerajinan rakyat (Tasikmalaya, Dl
• Bahan
Yogya,industri
Bali); meubel;
• • Bahan
Bahan baku industri
industri chopstick, toothstick;
meubel;
• • Bahan baku industri
Bahan baku industrichopstick,
pulp dantoothstick;
kertas (pulp, kertas,
papan panel bambu, particle board, serta ply bambu);
• Bahan baku industri pulp dan kertas (pulp, kertas, papan
• Bahan pangan particle
panel bambu, (rebung)board,
dan lain-lain.
serta ply bambu);

8. MADU Bahan pangan (rebung) dan lain-lain.
Madu adalah cairan yang menyerupai sirup, lebih kental dan
8. berasa
MADUmanis, dihasilkan oleh lebah dan serangga lainnya
dari
Madunektar bunga.
adalah cairan yang menyerupai sirup, lebih kental dan
berasa manis, dihasilkan oleh lebah dan serangga lainnya
dari nektar bunga.

Buku Saku Penyuluh | 33

32  Buku Saku Penyuluh Kehutanan


Gambar Lebah
Gambar Madu
Lebah dan
Madu Sarang
dan Madu
Sarang Madu
Semua lebah masuk dalam suku atau familia Apidae
Semua
(ordo lebah masukserangga
Hymenoptera: dalam suku
bersayapatau selaput).
familia ApidaeDi dunia (ordo
Hymenoptera:
terdapat serangga
kira-kira bersayap
20.000 spesies selaput). Di dunia terdapat
lebah.
kira-kira
Lebah 20.000
hutan spesies
(Apis lebah.merupakan salah satu jenis
dorsata)
penghasil
Lebah hutan madu yang
(Apis cukup merupakan
dorsata) potensial. Kurang
salah satu lebihjenis
produksi
penghasilmadumaduIndonesia
yang cukup dihasilkan
potensial.olehKurang
lebah lebihini. Lebah
produksi
hutan
madu biasa hidupdihasilkan
Indonesia menggantung pada dahan
oleh lebah ini. Lebahpohon hutanyang
biasa
tinggi. Jenis pohon yang
hidup menggantung pada biasa
dahandihunipohonlebah yang initinggi.
antaraJenis
lain:
pohon kempas,
yang jelutung, pudaklebah
biasa dihuni air, ara
ini dan lain-lain.
antara lain: Pada
kempas,
daerah
jelutung,yang banyak
pudak air, pakan
ara danlebahnya (nektar
lain-lain. Padadan pollen)yang
daerah
satu Pohon bisa dihuni 50-100 koloni. Setiap
banyak pakan lebahnya (nektar dan pollen) satu Pohon koloni lebahbisa
hutan dapat menghasilkan madu rata-rata
dihuni 50-100 koloni. Setiap koloni lebah hutan dapat 10-15 kg setiap
kali pemungutan,madu
menghasilkan pada koloni yang besar
rata-rata 10-15dapat kg mencapai
setiap kali
50 Kg Pemungutan madu lebah hutan dilakukan oleh para
pemungutan, pada koloni yang besar dapat mencapai 50 Kg
Pemungut madu (pawang lebah) yang pelaksanaannya
Pemungutan madu lebah hutan dilakukan oleh para
dilakukan 3-4 kali/tahun/pohon.
Pemungut madu (pawang lebah) yang pelaksanaannya
Manfaat
dilakukan dari
3-4madu dan lebah madu adalah:
kali/tahun/pohon.
• Manfaat
Madu, tepungsari
dari madu dan(bee pollen),
lebah maduroyal
adalah:jelly, lilin, propolis
sebagai bahan dasar industri obat-obatan, bahan
• Madu, tepungsari (bee pollen), royal jelly, lilin, propolis
kosmetik;
sebagai bahan dasar industri obat-obatan, bahan
kosmetik;
34 Meningkatkan
•| Buku Saku Penyuluh daya tahan tubuh dan mengobati berbagai

Buku Saku Penyuluh Kehutanan  33


• Meningkatkan daya tahan tubuh dan mengobati
berbagai jenis penyakit (seperti: sariawan, sakit
jenis penyakit (seperti: sariawan, sakit tenggorokan, batuk,
tenggorokan, batuk, gatal-gatal, luka bakar, rematik,
gatal-gatal, luka bakar, rematik, sakit di usus besar);
sakit di usus besar);
• Memperlancar fungsi otak;
• Memperlancar fungsi otak;
• Memperkuat fungsi ginjai;
• Memperkuat fungsi ginjal;

• Antiseptik dandan
Antiseptik antibakteri;
antibakteri;

• Peranan lebah dalam membantu
Peranan iebah dalam proses penyerbukan
membantu proses penyerbukan
bunga tanaman buah-buahan dan biji-bijian.
bunga tanaman buah-buahan dan biji-bijian.

9. 9. ROTAN
ROTAN(Calamus
(Calamussp) sp)
Rotan
Rotanadalah
adalah tumbuhan
tumbuhan yang
yang tergolong Palmae seperti
tergolong Palmae seperti
Korthalsia spp, Ceratalobus spp, Daemonorops spp,
Korthalsia spp, Ceratalobus spp, Daemonorops spp,Calamus
Calamus
spp, Plectocoma spp, Cornera spp dan Ptectomiopsis spp.
spp, Plectocoma spp, Cornera spp dan Ptectomiopsis spp.
Rotan tumbuh secara alami, baik di dalam kawasan hutan
Rotan turnbuh secara alami, baik di dalam kawasan hutan
maupun di luar kawasan hutan.
maupun di iuar kawasan hutan.

Gambar.Rotan
Gambar. Rotansetelah
setelahdipanen
dipanen
Batang rotan biasanya langsing dengan diameter 2-5 cm,
beruas-ruas
Batang panjang, tidak
rotan biasanya berongga,
langsing dengan dan banyak2-5yang
diameter cm,
dilindungi oleh duri-duri panjang, keras, dan
beruas-ruas panjang, tidak berongga, dan banyak tajam. Duri
yang
dilindungi oleh duri-duri panjang, keras, dan tajam. Duri ini
Saku Penyuluh | 35
berfungsi sebagai alat pertahanan diri danBuku
herbivora sekaiigus
membantu pemanjatan, karena rotan tidak dilengkapi dengan

34  Buku Saku Penyuluh Kehutanan


ini berfungsi sebagai alat pertahanan diri dan herbivora
sekaiigus membantu pemanjatan, karena rotan tidak
dilengkapi dengan sulur. Suatu batang rotan dapat mencapai
panjang ratusan meter.
sulur. besar
Sebagian Suatu rotan
batangberasal
rotan dapat mencapai
dari hutan panjang seperti
di Indonesia, ratusan
meter.
Sumatra, Jawa, Borneo, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
Sebagian
Indonesia besar rotan
memasok 70% berasal dari hutan
kebutuhan di Indonesia,
rotan seperti
dunia. Kotan
Sumatra, Jawa, Borneo, Sulawesi, dan
di Indonesia ada 316 jenis, berasal dari 7 genus. RotanNusa lenggara.
Indonesia
tumbuh memasok
berasosiasi 70% kebutuhan
dengan rotan yang
tegakan hutan dunia.berperan
Kotan di
Indonesia ada 316 jenis, berasal dari 7 genus. Rotan tumbuh
sebagai inang, tempat memanjat atau bersandarnya batang
berasosiasi dengan tegakan hutan yang berperan sebagai
rotan.
inang, tempat memanjat atau befsandarnya batang rotan.
Manfaat rotan
Manfaat antara
rotan antaralain:
lain:
• •Bahan
Bahan bangunanpengganti
bangunan pengganti kayu;
kayu;
• •Bahan Furniture;
Bahan Furniture;
• •Bahan
Bahankerajinan
kerajinan(Handicraft)
(Handicraft) dan barang-barang
dan barang-barang seni;
seni;
• •Bahan obat-obatan, dan lain-lain.
Bahan obat-obatan, dan lain-lain-

10. AREN (Arenga pinnata)


10. AREN (Arenga pinnata)
Tanaman
Tanamanarenaren
termasuk suku
termasuk Aracaceae
suku (pinang-pinangan),
Aracaceae (pinang-pinangan),
batang tidak berduri, tidak bercabang tinggi
batang tidak berduri, tidak bercabang tinggi dapat
dapatmencapai
mencapai
25 meter dandan
25 meter diameter
diameterbatang
batangdapat
dapat mencapai
mencapai 65 65cm.
cm.

36 | Buku Saku Penyuluh

Buku Saku Penyuluh Kehutanan  35


a. Tempat Tumbuh
Di Indonesia tanaman aren banyak terdapat dan
tersebar hampir di seluruh wilayah Nusantara,
khususnya di daerah perbukitan dan lembah.
Tanaman aren sesungguhnya tidak membutuhkan
kondisi tanah yang khusus sehingga dapat tumbuh
pada tanah-tanah liat, berlumpur dan berpasir,
tetapi aren tidak tahan pada tanah yang kadar
asamnya tinggi (pH tanah terlalu asam). Aren
dapat tumbuh pada ketinggian 9-1.400 meter di
atas permukaan laut. Namun yang paling baik
pertumbuhannya pada ketinggian 500-800 meter
di atas permukaan Iaut dengan curah hujan lebih
dari 1.200 mm setahun atau pada iklim sedang dan
basah menurut Schmidt dan Ferguson.
b. Manfaat
Pohon aren dapat dimanfaatkan, baik berfungsi
sebagai konservasi, maupun fungsi produksl yang
menghasilkan berbagai komoditi yang mempunyai
nilal ekonomi.
• Fungsi Konservasi
Pohon aren dengan perakaran yang dangkal
dan melebar akan sangat bermanfaat untuk
mencegah terjadinya erosi tanah. Demikian
pula dengan daun yang cukup lebat dan batang
yang tertutup dengan lapisan ijuk, akan sangat
efektif untuk menahan turunnya air hujan yang
langsung ke permukaan tanah. Disamping
itu pohon aren yang dapat tumbuh baik pada
tebing-tebing, akan sangat baik sebagai pohon
pencegah erosi longsor.
Buku Saku Penyuluh | 37
• Fungsi Produksi
Fungsi produksi dari pohon aren dapat
diperoleh mulai dari akar, batang, daun, bunga
dan buah. Di Jawa akar aren digunakan untuk
berbagai Obat Tradisional. Akar segar dapat
menghasilkan arak yang dapat digunakan
sebagai obat sembelit, obat disentri dan obat
penyakit paru-paru.
Batang yang keras digunakan sebagai bahan
pembuat alat-alat rumah tangga dan ada pu!a
yang digunakan sebagai bahan bangunan.
Batang bagian dalam dapat menghasilkan
sagu sebagai sumber karbohidrat yang dipakai
sebagai bahan baku dalam pembuatan roti,
soun, mie dan campuran pembuatan lem.
Sedangkan ujung batang yang masih muda
(umbut) yang rasanya manis dapat digunakan
sebagai sayur mayor.
Daun muda, tulang daun dan pelapah
daunnya, juga dapat dimanfaatkan untuk
pembungkus rokok, sapu lidi dan tutup botol
sebagai pengganti gabus. Tangkai bunga bila
dipotong akan menghasilkan cairan berupa
nira yang mengandung zat gula dan dapat
diolah menjadi gula aren atau tuak. Buahnya
dapat diolah menjadi bahan makanan seperti
kolang-kaling yang banyak digunakan untuk
campuran es. Kolak atau dapat juga dibuat
manisan kolang-kaling.

38 | Buku Saku Penyuluh


V. Hutan Desa

Hutan Desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan
dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani
izin/hak.
Penyelenggaraan hutan desa dimaksudkan untuk memberikan
akses kepada masyarakat setempat melalui lembaga desa
dalam memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari.
Tujuan penyelenggaraan hutan desa adalah miningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanjutan.
Pelaku utama hutan desa adalah Lembaga Desa yang dalam hal
ini lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan Peraturan
Desa (Perdes) secara fungsional berada dalam organisasi desa
dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa dan diarahkan
menjadi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Prinsip utama hutan Desa
• Tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan
• Ada keterkaitan masyarakat terhadap sumber daya hutan
Kriteria kawasan hutan desa
• Hutan lindung dan hutan produksi
• Belum dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfaatan
• Berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan

Buku Saku Penyuluh | 39


Perijinan Hutan Desa

Identifikasi UPT Calon Areal Bupati/ Menteri


dan Koordinasi Kerja Hutan Walikota Kehutan
Inventarisasi dgn PEMDA Desa

Verifikasi

UPT Fasilitasi Desa


Areal Kerja
Desa
Permohonan
Lembaga
Desa Gubernur

HP Hutan
Desa

Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD)


• Hak yang diberikan kepada desa untuk mengelola hutan
negara dalam batas waktu dan luasan tertentu.
• Bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan
dan dilarang memindahkan, mengangunkan serta merubah
status dan fungsi kawasan hutan.
• Dilarang digunakan untuk kepentingan lain diluar rencana
pengelolaan hutan dan harus dikelola berdasarkan kaedah-
kaedah pengelolaan hutan lestari.
• Ditetapkan dengan Surat Keputusan Pemberian Hak
Pengelolaan Hutan Desa oleh Gubernur dengan tembusan
kepada Menteri dan Bupati/Walikota.
• Jangka waktu hak pengelolaan hutan desa paling lama 35
tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan evaluasi yang
dilakukan paling lama setiap 5 tahun 1 kali oleh pemberi hak.

40 | Buku Saku Penyuluh


Iziri Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)
• Izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan
berupa kayu dalam hutan desa pada hutan produksi melalui
kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan
pemasaran.
• Lembaga Desa pemegang HPHD dapat mengajukan
IUPHHK dalam hutan desa yang terdiri dari IUPHHK Hutan
Alam atau IUPHHK Hutan Tanaman.
• IUPHHK Hutan Alam atau IUPHHK Hutan Tanaman dalam
Hutan Desa hanya dapat diajukan pada areal kerja Hak
Pengelolaan Hutan Desa yang berada dalam hutan produksi.
• Jangka waktu IUPHHK Hutan Desa berlaku sejak diterbitkan
sampai berakhirnya Hak Pengelolaan Hutan Desa kecuali
dicabut oleh pemberi izin dan dievaluasi paling sedikit satu
kali setiap satu tahun.
Pemegang HPHD berhak:
a. Pada Hutan Lindung:
• memanfaatkan kawasan (budidaya tanaman obat,
budidaya tanaman bias, budidaya jamur, budidaya
Iebah, penangkaran satwa liar, budidaya hijauan
makanan ternak)
• jasa lingkungan (pemanfaatan jasa aliran air,
pemanfaatan air, wisata dalam, perlindungan
keanekaragaman hayati, penyelamatan dan
perlindungan lingkungan, penyerapan dan/atau
penyimpanan karbon)
• pemungutan hasil hutan bukan kayu (rotan, madu,
getah, buah, jamur, sarang walet).

Buku Saku Penyuluh | 41


b. Pada Hutan Produksi
• memanfaatkan kawasan (budidaya tanaman obat,
budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya
lebah, penangkaran satwa, budidaya sarang burung
walet)
• jasa lingkungan (pemanfaatan jasa aliran air,
pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan
keanekaragaman hayati, penyelamatan dan
perlindungan lingkungan, penyerapan dan/atau
penyimpanan karbon)
• pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu
 rotan, sagu, nipah, bambu, yang meliputi
kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan,
pengamanan dan pemasaran hasil
 getah, kulit kayu, daun, buah atau biji, gaharu
yang meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan,
pemanenan, pengamanan dan pemasaran hasil.
• pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu
(pemnungutan rotan, madu, getah, buah atau biji, daun
gaharu, kulit kayu, tanaman obat dan umbi-umbian
dengan ketentuan paling banyak 20 ton untuk setiap
lembaga desa.

Fasilitasi Hutan Desa


Fasilitasi diartikan sebagai upaya membuat sesuatu hal menjadi
lebih mudah. Fasilitasi kepada kelompok masyarakat dilakukan
melalui proses pendampingan, artinya pemberi fasilitasi
hidup bergaul erat dengan masyarakat yang difasilitasinya.
Dan pendamping masyarakat tinggal bersama masyarakat
dampingannya minimal 2 tahun.

42 | Buku Saku Penyuluh


Fasilitasi bertujuan untuk:
• Meningkatkan kemampuan masyarakat setempat
dalam mengelola organisasi kelompok,
• Membimbing masyarakat mengajukan permohonan izin
sesuai ketentuan yang berlaku,
• Meningkatkan kemampuan masyarakat setempat
dalam menyusun rencana kerja pemanfaatan hutan
kemasyarakatan,
• Meningkatkan kemampuan masyarakat setempat dalam
melaksanakan budidaya hutan melalui pengembangan
teknologi yang tepat guna dan peningkatan nilai tambah
hasil hutan,
• Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
masyarakat setempat melalui pengembangan
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan,
• Memberikan informasi pasar dan modal dalam
meningkatkan daya saing dan akses masyarakat
setempat terhadap pasar dan modal,
• Meningkatkan kemampuan masyarakat setempat
dalam mengembangkan usaha pemanfaatan hutan dan
hasil hutan.
Jenis fasilitasi yang dilakukan minimal meliputi:
• pengembangan kelembagaan kelompok masyarakat
setempat/lembaga desa,
• pengajuan permohonan izin,
• penyusunan rencana kerja hutan kemasyarakatan,
• teknologi budidaya hutan dan pengolahan hasil hutan,
• pendidikan dan latihan,

Buku Saku Penyuluh | 43


• akses terhadap pasar dan modal,
• pengembangan usaha
Fasilitasi wajib dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/
Kota yang dapat dibantu oleh Pemerintah dan Pemerintah
Provinsi. Pelaksanaan fasilitasi dapat dibantu oleh pihak
lain, antara lain perguruan tinggi/lembaga penelitian dan
pengabdian masyarakat, lembaga swadaya masyarakat,
lembaga keuangan, Koperasi dan BUMN/BUMD/BUMS.
Kewajiban
a. Pemegang HPHD berkewajiban:
• Melaksanakan penataan batas hak pengelolaan
hutan
• Menyusun rencana kerja hak pengelolaan hutan
desa selama jangka waktu berlakunya hak
pengelolaan hutan desa
• Melakukan perlindungan hutan
• Melaksanakan rehabilitasi areal kerja hutan desa
• Melaksanakan pengkayaan tanaman areal kerja
hutan desa
b. Pemegang IUPHHK berkewajiban:
• IUPHHK Hutan Tanaman dalam Hutan Desa,
sebagaimana pemegang izin IUPHHK Hutan
Tanaman sesuai peraturan perundang-undangan
• IUPHHK Hutan Alam dalam Hutan Desa,
sebagaimana pemegang izin IUPHHK Hutan Alam
sesuai peraturan perundang-undangan

44 | Buku Saku Penyuluh


Sanksi
a. Sanksi administrasi berupa penghentian sementara
kegiatan di lapangan apabila pemegang hak melanggar
• Tidak menyusun rencana kerja
• Tidak melaksanakan penataan batas
• Tidak melakukan perlindungan hutan
b. Sanksi administrasi berupa pencabutan izin apabila
pemegang hal melanggar
• Memindahtangankan atau mengagunkan serta
meng-hapus status dan fungsi kawasan
• Menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan
lain di luar rencana pengelolaan hutan
• Tidak mengelola berdasarkan prinsip-prinsip
pengelolaan hutan lestari Tidak melaksanakan
penatausahaan hasil hutan
Hak Pengelolaan Hutan Desa Terhapus, bila:
• Jangka waktu pengelolaan telah berakhir
• Hak pengelolaan dicabut oleh pemberi hak sanksi yang
dikenakan kepada pemegang hak, sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
• Hak pengelolaan diserahkan kembali oleh pemegang
hak pengelolaan dengan pernyataan tertulis kepada
pemberi hak sebelum jangka waktu pengelolaan berakhir
• Pemegang hak pengelolaan tidak memenuhi kewajiban
sesuai ketentuan.
• Proses penghapusan dilakukan berdasarkan hasil
evaluasi yang dilakukan bersama antara pemberi dan
pemegang hak.

Buku Saku Penyuluh | 45


VI. Hutan Kemasyarakatan

Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan


utamanya ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat setempat.
Pemberdayaan masyarakat setempat adalah upaya untuk
meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat
letempat untuk mendapatkan manfaat sumberdaya hutan
secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan
pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat setempat.
Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari
warga Negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan/
atau di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan/atau di
sekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosial dengan
kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan
aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan
Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak
dibebani hak atas tanah.
Penyelenggaraan hutan kemasyarakatan dimaksudkan untuk
pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap
masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari
guna menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat
setempat untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial
yang terjadi di masyarakat.
Hutan kemasyarakatan bertujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan
secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga
kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup.
46 | Buku Saku Penyuluh
Prinsip-prinsip Hutan Kemasyarakatan
• Tidak Mengubah status dan fungsi kawasan
• Pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dapat dilakukan dari
hasil kegiatan penanaman
• Mempertimbangkan keanekaragaman hayati dan keaneka-
ragaman budaya
• Menumbuhkembangkan keanekaragaman komoditas dan
jasa
• Meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan
• Memerankan masyarakat sebagai pelaku utama
• Adanya kepastian hukum
• Transparansi dan akuntabilitas publik
• Partisipatif dalam pengambilan keputusan

Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan


Areal kerja hutan kemasyarakatan adalah satu kesatuan
hamparan kawasan hutan yang dapat dikelola oleh kelompok
atau gabungan kelompok masyarakat setempat secara lestari.
Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan
kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan
hutan produksi.
Kawasan hutan lindung dan hutan produksi dapat ditetapkan
sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan dengan ketentuan:
a. belum dibebani hak atau izin dalam pemanfaatan hasil
hutan; dan
b. menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat.
Izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan (lUPHKm)
adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan

Buku Saku Penyuluh | 47


sumber daya hutan pada kawasan hutan lindung dan/atau
kawasan hutan produksi. IUPHKm bukan merupakan hak
kepemilikan atas kawasan hutan.
lUPHKm dilarang dipindahtangankan, diagunkan, atau
digunakan untuk untuk kepentingan lain di luar rencana
pengelolaan yang telah disahkan, serta dilarang merubah
status dan fungsi kawasan hutan.
lUPHKm dapat diberikan kepada kelompok masyarakat
setempat yang telah mendapat fasilitasi pada kawasan
hutan yang telah ditetapkan sebagai areal kerja hutan
kemasyarakatan dengan surat Keputusan Menteri.

PERIJINAN HUTAN KEMASYARAKATAN

Identifikasi UPT Calon Areal Bupati/ Menteri


dan Koordinasi Kerja Hutan Walikota Kehutan
Inventarisasi dgn PEMDA Desa

Verifikasi

UPT Fasilitasi Desa


Areal Kerja
Desa
Permohonan
Lembaga
Desa Gubernur

HP Hutan
Desa

1. Permohonan masyarakat setempat diajukan oleh Ketua


Kelompok atau Kepala Desa atau Tokoh Masyarakat kepada
Bupati/Walikota, dengan melampirkan:
a. Sketsa lokasi areal yang dimohon; dan

48 | Buku Saku Penyuluh


b. Daftar nama-nama masyarakat setempat calon anggota
kelompok hutan kemasyarakatan yang diketahui oleh
Camat dan Kepala Desa/Lurah.
2. Berdasarkan permohonan masyarakat setempat dan atau
hasil penentuan calon areal kerja hutan kemasyarakatan,
Bupati/Walikota mengajukan usulan penetapan areal kerja
hutan kemasyarakatan kepada Menteri dilengkapi dengan:
a. Peta digital lokasi calon areal kerja hutan
kemasyarakatan dengan skala paling kecil 1: 50.000;
b. Deskripsi wilayah, antara lain keadaan fisik wilayah,
sosial ekonomi, dan potensi kawasan.
c. Daftar nama-nama masyarakat setempat calon anggota
kelompok hutan kemasyarakatan yang diketahui oleh
amat dan kepala Desa/Lurah.
Kelompok masyarakat yang telah memiliki lUPHKm dan akan
melanjutkan untuk mengajukan permohonan IUPHHK HKm
wajib membentuk koperasi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
setelah diberikannya izin. lUPHKm diberikan untuk jangka
waktu 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang
sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5 (lima) tahun.

Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan:


a. Pemanfaatan HKm pada hutan lindung:
1. pemanfaatan kawasan (budidaya tanaman obat, budi-
daya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya lebah,
budidaya pohon serbaguna, budidaya burung walet,
penangkaran satwa liar, rehabilitasi hijauan makanan
ternak)
2. pemanfaatan jasa lingkungan (pemanfaatan jasa aliran
air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati,

Buku Saku Penyuluh | 49


penyelamatan dan perlindungan lingkungan atau
penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.)
3. pemungutan hasil hutan bukan kayu (rotan, bambu,
madu, getah, buah atau jamur)
b. Pemanfaatan HKm pada hutan produksi:
1. pemanfaatan kawasan (budidaya tanaman obat,
budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya lebah,
penangkaran satwa dan budidaya sarang burung walet)
2. penanaman tanaman hutan berkayu (tanaman sejenis
dan tanaman berbagai jenis)
3. pemanfaatan jasa lingkungan (pemanfaatan jasa
aliran air, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan
keanekaragaman hayati, penyelamatan dan
perlindungan lingkungan dan penyerapan dan/atau
penyimpanan karbon)
4. pemanfaatan hasil hutan bukan kayu:
• rotan, sagu, nipah, bambu, yang meliputi
kegiatan penanaman, pemanenan, pengayaan,
pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil;
• getah, kulit kayu, daun, buah atau biji, gaharu
yang meliputi kegiatan pemanenan, pengayaan,
pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil
5. pemungutan hasil hutan kayu
diberikan hanya untuk memenuhi kebutuhan pem-
bangunan fasilitas umum kelompok masyarakat setempat
dengan ketentuan paling banyak 50 (lima puluh) meter
kubik dan tidak untuk diperdagangkan, dan dikerjakan
selama jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

50 | Buku Saku Penyuluh


6. pemungutan hasil hutan bukan kayu
pemungutan rotan, madu, getah, buah atau biji, daun,
gaharu, kulit kayu, tanaman obat, dan umbi-umbian,
dengan ketentuan paling banyak 20 (dua puluh) ton
untuk setiap pemegang izin.
Kegiatan pemanfaatan hasil hutan dalam hutan kemasyarakatan
dilakukan secara terintegrasi dalam pola wanatani (agroforestry)
dengan stratifikasi tajuk untuk menjamin kesinambungan
manfaat dan kelestarian fungsi hutan.
Hak pemegang lUPHKm:
a. mendapat fasilitasi
b. memanfaatkan hasil hutan non kayu,
c. memanfaatkan jasa lingkungan
d. memanfaatkan kawasan
e. memungut hasil hutan kayu
Kewajiban pemegang lUPHKm:
a. melakukan penataan batas areal kerja;
b. menyusun rencana kerja;
c. melakukan penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan;
d. membayar provisi sumberdaya hutan sesuai ketentuan;
e. menyampaikan laporan kegiatan pemanfatan hutan
kemasyarakatan kepada pemberi izin
lUPHKm terhapus apabila:
a. jangka waktu izin telah berakhir;
b. izin dicabut oleh pemberi izin sebagai sanksi yang dikenakan
kepada pemegang izin;
c. izin diserahkan kembali oleh pemegang izin dengan

Buku Saku Penyuluh | 51


pernyataan tertulis kepada pemberi izin sebelum jangka
waktu izin berakhir;
d. dalam jangka waktu izin yang diberikan, pemegang izin
tidak memenuhi kewajiban sesuai ketentuan;
e. secara ekologis, kondisi hutan semakin rusak;

Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan


kemasyarakatan (IUPHHK HKm)
adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil
hutan berupa kayu dalam areal kerja lUPHKm pada hutan
produksi. IUPHHK HKm pada hutan produksi diberikan untuk
kegiatan pemanfaatan hasil hutan tanaman berkayu yang
merupakan hasil penanamannya.
1. Permohonan IUPHHK HKm diajukan oleh pemegang
lUPHKm yang telah berbentuk koperasi kepada Menteri.
2. Berdasarkan permohonan Menteri dapat menerima atau
menolak.
3. Terhadap permohonan yang ditolak Menteri menyampaikan
surat pemberitahuan.
4. Terhadap permohonan yang diterima sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) Menteri mengeluarkan IUPHHK HKm.
5. Menteri dapat menugaskan penerbitan IUPHHK HKm
kepada Gubernur.
Hak pemegang IUPHHK HKm:
a. menebang hasil hutan kayu yang merupakan hasil
penanamannya untuk jangka waktu 1 tahun sesuai dengan
rencana kerja tahunan IUPHHK HKm.
b. menebang hasil hutan kayu yang merupakan hasil
penanamannya sesuai dengan rencana operasional.

52 | Buku Saku Penyuluh


c. mendapat pelayanan dokumen sahnya hasil hutan sesuai
ketentuan.
d. Apabila jangka waktu IUPHHK HKm telah berakhir, dan
dalam areal lUPHKm masih terdapat tanaman yang akan
ditebang, maka pemegang lUPHKm dapat mengajukan
permohonan IUPHHK HKm yang baru.
Kewajiban pemegang IUPHHK HKm:
a. membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH);
b. menyusun rencana kerja pemanfaatan hasil hutan kayu
selama berlakunya izin; melaksanakan penataan batas
areal pemanfaatan hasil hutan kayu;
c. melakukan pengamanan areal tebangan antara lain
pencegahan kebakaran, melindungi pohon-pohon yang
tumbuh secara alami (tidak menebang pohon yang bukan
hasil tanaman).
d. melaksanakan penatausahaan hasil hutan sesuai tata
usaha kayu hutan tanaman.
e. menyampaikan laporan kegiatan pemanfaatan hasil hutan
kayu kepada pemberi izin.

Buku Saku Penyuluh | 53


VII. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu
(SVLK) Dan Pengelolaan Hutan Produksi
Lestari (PHPL)

A. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu


Dewasa ini perdagangan international mempersyaratkan
bahwa hanya produk kayu yang memiliki bukti lagalitas yang
dapat diperdagangkan dalam pasar internasional, yang
mempersyaratkan bahwa kayu-kayu yang diimport haruslah
yang berasal dari sumber yang legal, USA memberlakukan
Amandemen Lacey Act yaitu menghindari import kayu-
kayu ilegal kenegaranya, Uni Eropa memberlakukan
timber regulation yaitu operator memiliki bukti yang cukup
meyakinkan bahwa produk perkayuan yang mereka
perdagangkan bukan berasal dari sumber yang ilegal.
Ketentuan sertifikasi mewajibkan semua unit kelola baik
Hutan Negara, Hutan Hak (hutan rakyat) serta industri untuk
menerapkan Standar Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK),
mengajukan permohonan Verifikasi Legalitas Kayu (V-LK),
memenuhi kewajiban kepemilikan Sertifikat Legalitas Kayu
(S-LK), sebagai syarat mendapatkan tanda V-Legal.
Dalam rangka keberpihakan kepada pemilik hutan
rakyat, maka Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan
menerbitkan surat nomor: S.575/VI-BPPHH/2012 tanggal
25 Juli 2012 dengan tujuan agar pemilik hutan hak siap
dalam proses verifikasi yang dilakukan Lembaga Verifikasi
Legalitas Kayu (LVLK), dialokasikan biaya pendampingan
kepemilikan S-LK secara kelompok dengan syarat:
54 | Buku Saku Penyuluh
1. Tergabung dalam kelompok hutan hak/koperasi,
2. Memiliki susunan pengurus kelompok, daftar anggota
dan, luas minimal 500 Ha atau dalam satu kabupaten,
lokasi, bukti kepemilikan dan diajukan oleh Kepala
Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Kehutanan
kepada Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan.
Kebljakan V-LK tersebut diatas perlu mendapat dukungan
semua stakeholder kehutanan, termasuk kelembagaan
punyuluhan kehutanan, sehingga sampai dengan batas
waktu yang ditentukan semua unit kelola Hutan Hak (Hutan
Rakyat) telah memiliki S-LK.
Manfaat
1. Dengan kepemilikan S-LK, maka kayu dijamin berasal dari
sumber yang legal jika industri pengolahan kayu ingin agar
produk kayu masuk ke pasar international maka dengan
mendapatkan bahan baku yang berasal dari sumber yang
legal, maka produk industri akan masuk pasar tanpa
hambatan terutama self endorsement (pengesahan sendiri)
terkait dengan PEB (Pemberitahuan Eksport Barang).
2. Pemilik kayu yang berasal dari sumber yang legal akan
memiliki posisi tawar yang kuat terutama dalam penentuan
harga jual karena tidak ada pilihan lain selain membeli bahan
baku yang legal.
3. Penerapan SVLK disamping merupakan pemenuhan
standar, kriteria, indikator dan norma penilaian, atau sebagai
alat untuk memastikan bahwa industri kayu mendapatkan
sumber bahan baku dengan cara legal tetapi lebih dari itu
adalah upaya untuk menerapkan tata kelola pemerintahan
yang akuntabel dan transparan, menyelamatkan hutan dari
pembalakan liar, menekan laju deforestasi, juga menekan

Buku Saku Penyuluh | 55


merosotnya cadangan karbon.
4. Melalui penerapan SVLK Hutan Hak memberikan
pengalaman pembelajaran pada proses Verifikasi Legalitas
Kayu (V-LK) sampai dengan kepemilikan Sertifikat Legalitas
Kayu (S-LK) secara berlanjut, memungkinkan anggota/
kelompok/gabungan/asosiasi/koperasi hutan hak (hutan
rakyat) dapat mandiri dalam kelola kelembagaan, mandiri
dalam kelola kawasan untuk menjamin legalitas areal/
kawasan, legalitas kayu dan legalitas peredaran secara
berkelanjutan serta mandiri dalam kelola usaha terutama
untuk melindungi kepentingan anggota agar terhindar
dari kemungkinan adanya praktek ijin, terutama untuk
menghindari tebang butuh mengupayakan dana talangan
untuk tebang tunda.

B. Standard
SVLK memiliki 2 (dua) dimensi yaitu dimensi Standar
atau Alat (tools) untuk menilai dan dimensi Sistem atau
Mekanisme yang harus diikuti.Dengan demikian SVLK
merupakan alat dan mekanisme untuk menilai/memverifikasi
legalitas kayu atau produk kayu.
1. Standar V-LK
Standar yang berlaku pada Hutan Negara meliputi 3
prinsip yang harus dipenuhi unit kelola yaitu:
a. Kepastian areal dan hak pemanfaatan,
b. Memenuhi sistem dan prosedur penebangan dan
c. Pemenuhan aspek lingkungan dan sosial (Amdal).
Sedangkan standar pada Hutan Hak hanya ada satu
prinsip yang harus dipenuhi yaitu: kepemilikan Kayu
dapat dibuktikan keabsahannya sesuai Lampiran 2.3

56 | Buku Saku Penyuluh


Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan
Nomor: P.8/VI-BPPHH/2011.
Keabsahan kayu pada hutan hak terdiri:
a. Legalitas kepemilikan areal hutan hak/hutan rakyat
dibuktikan dengan keberadaan sertifikat hak milik/
alas titel sesuai ketentuan Badan Pertanahan
Nasional (BPN).
b. Legalitas kayu dan produk kayu dibuktikan dengan
kebenaran asal usul kayu sesuai keabsahan
dokumen penatausahaan hasil hutan hak yaitu
SKAU, SKSKB Cap KR, Nota (sesuai Permenhut
Nomor P. 51 Tahun 2006 dan perubahannya),
SKAU yang dilampiri DKB/ DKO, Nota Angkutan,
Nota Angkutan Penggunaan Sendiri serta dokumen
SAP (sesuai Permenhut Nomor P. 30 tahun 2012).
2. SistemV-LK
Sistem atau mekanisme V-LK meliputi tahapan
penyampaian permohonan verifikasi, rencana verifikasi,
penunjukan manajemen representatif, pelaksanaan
verifikasi, tata cara verifikasi, norma penilaian dan
sertifikasi, re-sertifikasi.
a. Permohonan Verifikasi
Pemilik hutan hak mengajukan permohonan
verifikasi kepada Lembaga verifikasi dengan
tembusan kepada Dirjen Bina Usaha Kehutanan
Kementerian Kehutanan, dengan memuat
sekurang-kurangnya ruang lingkup verifikasi, profil
pemiliki hutan hak, dan informasi lainnya.
b. Rencana Verifikasi Lembaga Verifikasi.
Berdasarkan permohonan audetee maka lembaga

Buku Saku Penyuluh | 57


verifikasi menginformasikan kepada audetee
rencana verifikasi dan dokurnen yang dibutuhkan
serta penunjukan manajemen representatif.

Pelaksanaan Verifikasi
1) Pelaksanaan V-LK oleh LV & PI terdiri dari 3 tahap yaitu
tahap pertemuan pembukaan, tahap verifikasi dokumen dan
observasi lapangan serta tahap pertemuan penutupan.
2) Tahap pertemuan pembukaan yaitu pertemuan antara LV &
PI dengan auditee, LV & PI memberikan penjelasan tentang
tujuan, ruang lingkup, jadwal, metodologi dan prosedur
verifikasi, dan hasil pertemuan dimuat dalam BAP yang
ditandatangani kedua pihak.
3) Tahap Verifikasi dokumen dan observasi lapangan
dilaksanakan selambat-lambatnya 21 hari kalender.
4) Tahap pertemuan penutupan yaitu pertemuan dalam
rangka LV & PI memaparkan hasil verifikasi dokumen dan
observasi lapangan, kepada Auditee, dan hasilnya dimuat
dalam Notulensi yang ditandatangani kedua pihak.

Tata Cara Verifikasi


1) Verifikasi dilakukan tehadap dokumen audetee dalam kurun
waktu 12 (dua belas hari) terakhir, menggunakan kombinasi
metoda sensus dan sampling tergantung volume dokumen.
2) Dalam hal verifikasi dilakukan secara kolektif, maka
kelompok tersebut sekurang-kurangnya memiliki akte
notaris pembentukan kelompok (kelompok tani, koperasi
atau kelompok lainnya), memiliki kepengurusan kelompok,
memiliki aturan yang mengendalikan anggota, memelihara
seluruh dokumen yang ada dalam Standar-VLK (nama
anggota, bukti kepemilikan, peta, dokumen PUHH).

58 | Buku Saku Penyuluh


3) Verifikasi Legalitas Hasil Hutan Hak dilakukan oleh LP dan VI
terhadap V2 dari jumlah anggota, misalnya jumlah anggota
40 orang, maka akar 2 dari 40 adalah 7 orang (pembulatan
keatas) yang dipilih secara random sampling (acak).

Norma Penilaian dan Sertifikasi:


a. Setiap hasil tahapan Verifikasi wajib disampaikan oleh LP
dan VI kepada auditee dan apabila auditee berkeberatan
atas hasil tahapan penilaian, maka dapat menyampaikan
banding ke KAN.
b. Apabila audetee memenuhi syarat sesuai SVLK, maka
diterbitkan S-LK yang berlaku untuk 3 tahun dengan catatan
setiap tahun dilakukan penilikan (surveilance).
c. Apabila dalam verifikasi audetee tidak memenuhi syarat
maka belum dapat diterbitkan S-LK dan audetee diberi
kesempatan untuk memenuhi standar yang yang ditetapkan.

Re-Sertifikasi
a. Selambat-lambatnya 6 bulan sebelum berakhir masa
berlaku Serfikat-LK, maka pengurus kelompok mengajukan
permohonan re-sertifikasi kepada Lembaga Verifikasi dan
Penilai Independen.
b. Verifikasi kolektif tetap dilakukan secara random sampling
(acak) yaitu V2 dari jumlah anggota, itu berarti bahwa
terhadap anggota yang sudah diverifikasi pada tahap awal
ataupun tahap penilikan berpeluang sama untuk diverifikasi
dengan anggota yang belum diverifikasi pada tahap awal
ataupun pada tahap penilikan.

Buku Saku Penyuluh | 59


Transparansi Penilaian
a. Untuk menjamin transparansi dan independensi penilaian
VLK, maka pengelolaan informasi VLK (Licence Information
Unit) berkedudukan di Direktorat Jenderal Bina Usaha
Kehutanan.
b. Pemantau Independen dapat menyampaikan keberatan
atasdan
Verifikasi proses verifikasi
Penilai legalitas kayu yang dilakukan oleh
Independen.
Lembaga Verifikasi dan Penilai Independen.

LINGKUP SVLK

1. Hutan
Negara Produk Akhir

4. Industri V-Legal
3. Industri Sekunder &
Primer Barang Jadi

Ekspor /
Lokal
2. Hutan Hak
/ Hutan Milik
Gambar Ruang Lingkup V-LK.
a. Pemberian Tanda V-Legal
Gambar Ruang Lingkup V-LK.
Berdasarkan Lampiran 6 Peraturan Menteri Kehutanan Rl
Nomor P. 38 Tahun 2009 Jo P. 68 2011, maka pedoman
a. Pemberian Tanda V-Legal
penggunaan tanda V-legal sebagai berikut:
1. Pemilik
Berdasarkan tanda V-legal
Lampiran adalah Menteri
6 Peraturan Kementerian Kehutanan
Kehutanan Rl
yang penetapannya didasarkan pada
Nomor P. 38 Tahun 2009 Jo P. 68 2011, maka pedoman SK Menteri
penggunaanKehutanan Nomor
tanda V-legal SK. 641/Menhut-ll/2011
sebagai berikut: tanggal 10
November 2011.
1. Pemilik tanda V-legal adalah Kementerian Kehutanan yang
penetapannya didasarkan pada SK Menteri Kehutanan
60 | Buku Saku Penyuluh
Nomor SK. 641/Menhut-ll/2011 tanggal 10 November 2011.
2. Kementerian Kehutanan memberikan Kuasa kepada KAN
untuk menggunakan tanda V-Legal dan sebagai pemegang
kuasa KAN dapat memberikan hak/ lisensi penggunaan
2. Kementerian Kehutanan memberikan Kuasa kepada
KAN untuk menggunakan tanda V-Legal dan sebagai
pemegang kuasa KAN dapat memberikan hak/lisensi
penggunaan tanda V-Legal kepada Lembaga Verifikasi
Legalitas Kayu (L-VLK) yang telah diakreditasi
selanjutnya L-VLK pemegang lisensi dapat memberikan
hak/sub liesensi kepada unit kelola yang telah memilik
kepada
S-PKPLunit kelola
atau S-LKyang telah memilik S-PKPL atau S-LK
3. Tanda
3. Tanda V-Legal dibubuhkan langsung
V-Legal dibubuhkan langsungpada
pada
kayukayu
atauatau
produk
produk kayu atau kemasan, dibubuhkan pada tempatyang
kayu atau kemasan, dibubuhkan pada tempat
mudah
yang dilihatdengan
mudah dilihat ukuran proposional
dengan ukuransehingga tanda V-
proposional
Legal dan Informasi pelengkap dapat dibaca
sehingga tanda V-Legal dan Informasi pelengkap dapat dengan
mudah menggunakan bahan yang tidak mudah
dibaca dengan mudah menggunakan bahan yang tidak rusak.
mudah rusak.

Gambar Tanda V-Legal


Gambar Tanda V-Legal

B. Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL.)


Buku Saku Penyuluh | 61
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL).
Sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (S-PHPL) adalah
surat keterangan yang diberikan kepada pemegang izin atau
B. Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL.)
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL).
Sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (S-PHPL)
adalah surat keterangan yang diberikan kepada pemegang
izin atau pemegang hak pengelolaan yang menjelaskan
keberhasilan pengelolaan hutan lestari. Lembaga Penilai
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (LPPHPL) adalah
LP&VI berbadan hukum Indonesia yang melakukan
penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL).
Manfaat sertifikasi PHPL antara lain:
1. Untuk memenuhi persyaratan produk kehutanan yang
ramah sosial dan lingkungan bagi pasar internasional
Green Buyers.
2. Mengurangi tekanan lembaga keuangan terhadap para
investor untuk membangun Green Image,
3. Adanya jaminan pasar bagi produsen produk kehutanan
4. Mengurangi resiko dampak sosiai dan lingkungan
dalam jangka panjang.
5. Memperbaiki dan meningkatkan kinerja unit pengelola
bidang kehutanan.
Bagi pengelola PHPL, sertifikasi berguna untuk:
1. Meningkatkan nilai produk hutan, dengan adanya
premium harga produk-produk berlabel dan
meningkatkan jaminan/peluang pasar.
2. Meningkatkan nilai pengelolaan hutan yang disertifikasi
ke arah kepastian hak dan batas areal.
3. Memberikan “bimbingan” ke arah pengelolaan hutan
yang lestari, adil, bertanggung-gugat, produktif efisien.
4. Secara lebih luas akan mendorong kebijakan pemerintah

62 | Buku Saku Penyuluh


ke arah lebih serius dengan memperhatikan kepastian
hak, anggaran, perlindungan, dan bantuan-bantuan
lainnya).
Manfaat sertifikasi PHPL bagi industri produk-produk hutan.
sertifikasi membuka kesempatan yang lebih luas untuk memilih
bahan baku, sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.
Manfaat sertifikasi PHPL bagi Pemerintah, sertifikasi dapat
digunakan untuk menunjukkan adanya perhatian dan upaya
untuk memperbaiki pengelolaan hutan. Adanya produk-produk
atau unit-unit pengelolaan hutan yang tersertifikasi bisa
memperlihatkan kualitas pengelolaan hutan Indonesia secara
umum.
Manfaat Sertifikasi PHPL bagi komunitas lokal, dapat mendorong
pola-pola hubungan sosial yang terbangun sehubungan dengan
keberadaan pengelolaan hutan (antara pemilik, pengelola,
pekerja dan anggota komunitas lebih luas) yang lebih kohesif
dengan solidaritas sosial tinggi.

Peran Penyuluh dan Instansi dalam pen-dampingan SVLK


dan PHPL
1. Tugas Utama penyuluh dalam penguatan kapasitas
kelembagaan dan organsiasi masyarakat bertolak pada 2
pemikiran yaitu: (1) Organisasi yang sehat adalah memiliki
identitas, aktivitas-aktivitas sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai, pencapaian tujuan, pemeliharaan organisasi,
kepemimpinan dan penguatan organisasi dan (2)
Menguatkan kohesivitas kelompok, masyarakat, identitas
dan integritas anggotanya, fasilitasi teknis, manajemen
dan jaringan (Didik Darmaji, 2011, Departemen Manajemen
Hutan IPB; Makalah Penguatan Kelembagaan Masyarakat),

Buku Saku Penyuluh | 63


2. Penyuluh berfungsi sebagai jembatan yang menyampaikan
berbagai informasi dan kebijakan pemerintah, dalam
hal ini kementerian Kehutanan serta pengetahuan dan
keterampilan untuk merubah perilaku masyarakat sasaran
yaitu masyarakat didalam dan sekitar kawasan hutan.
3. Peran Penyuluh dalam program pembangunan kehutanan
pada intinya dikelompokan dalam 3 kelompok yaitu: a).
Membangun motivasi masyarakat, b). Pengembangan
kemandirian masyarakat dan c). Mendukung pembangunan
fisik sektor kehutanan.
4. Pengembangan kemandirian masyarakat dilakukan oleh
Penyuluh melalui pendampingan baik pendampingan
kegiatan usaha produktif maupun pendampingan untuk
mendukung keberhasilan program pembangunan kehutanan
melalui pendampingan kegiatan pembangunan hutan
rakyat, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM),
HTR, HKm, Hutan Desa, One Billion Tress, termasuk
pendampingan dalam rangka Verifikasi Legalitas Kayu (V-
LK) Hutan hak atau lazimnya disebut hutan rakyat.
6. Sesuai dengan fungsi, peran dan tugas Penyuluh
sebagaimana tersebut diatas serta pengalaman dibeberapa
tempat antara lain pengajuan V-LK oleh pengurus APHR
Wonosobo maka alur pelaksanaan pendampingan verifikasi
legalitas kayu hutan hak (hutan rakyat) yang dapat
dipedomani Penyuluh dalam pelaksanaan pendampingan.

64 | Buku Saku Penyuluh


Tahapan Pendampingan
Tahapan pendampingan meliputi identifikasi wilayah, sosialisasi
SVLK dan PHPL, Pendampingan penyiapan lembaga pengaju
verifikasi legalitas kayu rakyat, Pendampingan penyiapan
dokumen verifikasi legalitas kayu rakyat.
1. Identifikasi Wilayah.
Identifikasi wilayah diperlukan sebagai langkah awal bagl
seorang Penyuluh untuk mengetahui gambaran suatu
wilayah, mengetahui potensi hutan rakyat serta mengetahui
alur peredaran kayu pada suatu wilayah.
2. Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi merupakan aktivitas memberikan
input berupa informasi kebijakan pemberlakukan SVLK
pada hutan hak (hutan rakyat) serta informasi batas waktu
kepemilikan S-LK serta informasi fasilitasi dari pemerintah
(kementerian Kehutanan) untuk percepatan kepemilikan
S-LK.
Substansi Materi Sosialsasi SVLK Hutan Hak yaitu Latar
Belakang, Dasar Hukum, Proses Verifikasi Legalitas Kayu
atau hal-ha! apa saja yang perlu dipersiapkan dalam rangka
proses verifikasi legalitas kayu rakyat.
Ouput (keluaran) yang diharapkan dari sosialisasi adalah
penyamaan persepsi tentang SVLK, adanya komitmen
untuk menerapkan SVLK serta kemauan membentuk
kelompok agar pengajuan dokumen V-LK dilakukan
secara kolektif sesuai ketentuan/standar yang ditetapkan
sehingga dalam proses verifikasi legalitas kayu hutan
hak maka pendampingan oleh Penyuluh difokuskan
pada pendampingan penyiapan lembaga pengaju V-LK,
pendapingan penyiapan dokumen wajib V-LK dan

Buku Saku Penyuluh | 65


pendampingan penyiapan dokumen pendukung V-LK.
3. Pendampingan Penyiapan Penguatan Kelembagaan
Penyuluh mendampingi dalam penyiapan kelembagaan
pengaju verifikasi. Pendampingan meliputi Penguatan
Kelembagaan Masyarakat, penguatan kapasitas individu,
kelompok, organisasi dan masyarakat.
Lembaga pengaju sebagai wadah para pemilik hutan rakyat
dapat berbentuk Asosiasi Pemilik Hutan Hak, Gabungan
Kelompok Tani Pemilik Hutan Hak, Koperasi Pemilik Hutan
Hak, yang terpenting berbadan hukum (akte notaris),
memiliki aturan kelompok yang jelas (AD/ART) yang
mengatur kedudukan, hak dan kewajiban anggota dan
pengurus.
4. Pendampingan Penyiapan Dokumen Wajib Verifikasi
Dokumen Wajib yang harus dipersiapkan yaitu:
a. Akta Lembaga Pengaju (Akta Notaris);
b. Dokumen Tanah (sertifikat/SPT/Lettre C);
c. Blanko Inventarisasi;
d. Peta Lokasi (peta batas desa, peta sebaran hutan hak
pada setiap desa, peta blok kepemilikan);
e. Dokumen penataan batas yang dibuktikan dengan
penataan batas secara jelas dilapangan, koordinat
dipeta sama dengan batas di lapangan;
5. Pendampingan Penyiapan Dokumen Pendukung Verifikasi.
a. Data rekapitulasi jumlah anggota dan luas lahan
kepemilikan hutan hak;
b. Data AD/ART, Data Aturan Organisasi, data Pengurus;
c. Data hasil inventarisasi potensi hutan hak dari masing-
masing pemilik, masing-masing desa.

66 | Buku Saku Penyuluh


Peran Instansi dalam Pendampingan SVLK dan PHPL.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Rl NomorP. SSTahun
2009 Jo P. 68 2011, maka ada beberapa lembaga pemerintah
dan non pemerintah yang berperan dalam proses verifikasi
legalitas kayu yaitu:
1. Kementerian Kehutanan berperan sebagai pembuatan
kebijakan dan pembinaan, menetapkan LV & PI, Pengelola
Informasi V-LK.
2. Komite Akreditas Nasional (KAN) berperan mengakreditasi
kepada BUMS/BUMN lembaga LP-PHPL sebagai penilai
independen atas kinerja PHPLserta mengakreditasi
lembaga LP-VL sebagai pemverifikasi independen atas
Legalitas Kayu.
3. Auditee adalah organisasi kolektif dari pemilik hutan hak
yang dibentuk berdasarkan kesepakatan pemilik hutan hak,
berbadan hukum, dan berperan mewakili pemilik hutan hak
untuk mengajukan permohonan V-LK kepada LV & PI.
4. LV & PI berperan sebagai penilai independen atas
pengajuan dokumen V-LK oleh auditee dan jika dokumen
V-LK yang diajukan auditee memenuhi norma penilaian
maka menerbitakan S-LK yang berlaku kolektif untuk semua
anggota auditee.
5. Pemantau Independen (PI) berperan ikut memantau
pelaksanaan verifikasi maupun proses penerbitan Sertifikasi
Legalitas Kayu oleh LV & PI.
6. Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Kehutanan adalah
Dinas yang mengajaukan dokumen V-LK dari kelompok
pemilik hutan hak yang ada di wilayah kerjanya kepada
Dirjen BUK Kementerian Kehutanan.

Buku Saku Penyuluh | 67


VIII. Kesatuan Pengelolaan Hutan

Pengertian KPH
Unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil
sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola
secara efisien dan lestari, yang kemudian disebut KPH, antara
lain dapat berupa Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL),
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), dan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK).
Seluruh kawasan hutan di Indonesia terbagi habis dalam wilayah
KPH. Dalam satu wilayah KPH dapat terdiri lebih dari satu fungsi
pokok hutan yang penamaannya ditentukan oleh fungsi hutan
yang luasnya dominan. KPH dikelola oleh organisasi pemerintah
yang menyelenggarakan fungsi pengelolaan hutan. KPH
berperan sebagai penyelenggara pengelolaan hutan di lapangan
atau di tingkat tapak yang harus menjamin bahwa pengelolaan
hutan dilakukan secara lestari sesuai dengan fungsinya.

Mengapa KPH harus ada?


1. Untuk menuju pengelolaan hutan lestari harus ada organisasi
tingkat tapak sebagai organisasi teritory (wilayah). Organisasi
tingkat tapak tersebut adalah Kesatuan Pengelolaan Hutan
(KPH) yang benar-benar menjalankan fungsi menagemen/
pengelolaan pada wilayahnya;
2. Pembentukan KPH telah menjadi amanat peraturan per-
undangan bidang kehutanan (mulai dari UU, PP dan
Permen).

68 | Buku Saku Penyuluh


3. KPH berbeda dengan Dinas yang ada di Provinsi/Kab/Kota
yang menangani kehutanan.

Landasan Pembangunan KPH


Semua hutan di wilayah Republik Indonesia, termasuk kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam rangka
penguasaan tersebut, negara memberikan kewenangan kepada
Pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang
berkaitan dengan hutan. Pengelolan hutan bertujuan untuk
memperoleh manfaat sebesar-besarnya serta serbaguna dan
lestari untuk kemakmuran rakyat.
Untuk kepentingan pengelolan hutan agar terwujud
keberlangsungan fungsi ekonomi, lingkungan dan sosial, seluruh
kawasan hutan akan dibagi menjadi unit-unit kewilayahan dalam
skala manajemen dalam bentuk KPH (Pasal 17 UU Nomor 41
tahun 1999). Kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukan KPH
meliputi:
1. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;
2. Pemanfaatan hutan dalam hal pemantauan dan
pengendalian terhadap pemegang izin,
3. Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu,
4. Rehabilitasi hutan dan reklamasi, dan
5. Perlindungan hutan dan konservasi alam.
Unit-unit Pengelolaan Hutan terdiri dari Kesatuan Pengelolaan
Hutan Konservasi (KPHK), Kesatuan Pengelolaan Hutan
Lindung (KPHL), dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
(KPHP) tergantung pada fungsi hutan dominan yang terdapat
dalam kawasan. Pada setiap Kesatuan Pengelolaan Hutan
dibentuk isntitusi pengelola. Menteri Kehutanan menetapkan

Buku Saku Penyuluh | 69


organisasi KPHK, sedangkan untuk KPHP dan KPHL ditetapkan
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.61 Tahun
2010. Untuk KPHP dan KPHL yang penetapan wilayahnya
lintas kabupaten ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah
Provinsi dan bertanggun jawab kepada Gubernur, sedangkan
untuk KPHP dan KPHL yang berada dalam wilayah kabupaten
ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten dan
bertanggung jawab kepada Bupati.
Sebuah organisasi pengelola hutan diharapkan:
a. Mampu menyelenggarakan pengelolaan yang dapat
menghasilkan nilai ekonomi dari pemanfaatan hutan dalam
keseimbangan dengan fungsi konservasi, perlindungan dan
sosial dari hutan;
b. Mampu mengembangkan investasi dan menggerakkan
lapangan kerja;
c. Mempunyai kompetensi menyusun perencanaan dan
monitoring/evaluasi berbasis spasial;
d. Mempunyai kompetensi untuk melindungi kepentingan
hutan (termasuk kepentingan public dari hutan);
e. Mampu menjawab jangkauan dampak pengelolaan hutan
yang bersifat lokal, naisonal dan sekaligus global (misalnya:
peran hutan dalam mitasi perubahan iklim global/climate
change); dan
f. Berbasis pada profesionalisme kehutanan

Tugas Pokok dan Fungsi KPH - Dinas Kehutanan


Organisasi KPH mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan pengelolaan hutan, meliputi:
a. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan

70 | Buku Saku Penyuluh


b. Pemanfaatan hutan dalam hal pemantauan dan
pengendalian terhadap pemegang ijin
pengendalian terhadap pemegang ijin
c. Penggunaan kawasan hutan dalam hal pemantauan dan
c. Penggunaan kawasan hutan dalam hal pemantauan
pengendalian terhadap pemegang ijin
dan pengendalian terhadap pemegang ijin
d.d. Pemenfaatan
Pemenfaatan hutan di wilayah
hutan tertentu
di wilayah tertentu
e. Rehabilitasi hutan dan reklamasi
e. Rehabilitasi hutan dan reklamasi
f.
f. Perlindungan
Perlindungan hutan dandan
hutan konservasi alam.
konservasi alam.
2. Menjabarkan kebijakan kehutanan nasional,
2. Menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, provinsi, provinsi,
kabupaten/kota untuk diimplementasikan
kabupaten/kota untuk diimplementasikan
3.
3. Melaksanan
Melaksanankegiatan
kegiatanpengelolaan
pengelolaanhutan di wilayahnya
hutan mulai
di wilayahnya
dari
mulaiperencanaan, pengorganisasian,
dari perencanaan, pelaksanaan
pengorganisasian, dan
pelaksanaan
pengawasan
dan pengawasanserta pengendalian;
serta pengendalian;
4.
4. Melaksanakan
Melaksanakanpemantauan
pemantauandan dan penilaian atas pelaksanaan
penilaian atas pelaksanaan
kegiatan
kegiatanpengelolaan
pengelolaan hutan
hutandi di
wilayahnya.
wilayahnya.
Perbedaanu Pengurusan/Administrasi dengan
Perbedaanu Pengurusan/Administrasi dengan Pengelolaan
Pengelolaan didi
Tingkat Tapak
Tingkat Tapak

PENGURUSAN/ADMINISTRASI PENGELOLAAN DI TINGKAT TAPAK


(Diselenggarakan oleh Kementerian, (diselenggarkan oleh KPH)
Dinas Provinsi, Dinas
Kabupaten/Kot a)
Perencanaan : Perencanaan di wilayah KPH
• Inventarisasi nasional, provinsi, • Inventarisasi di wilayah KPH
kab/kota
• Pengukuhan hutan (penunjuk an,
penataan batas pemetaan,
penetapan kawasan hutan)
• Pembentukan wilayah KPH
• Penyusunan Rencana Kehutanan

Buku Saku Penyuluh | 71


70  Buku Saku Penyuluh Kehutanan
Pengelolaan Pelaksanaan pengelolaan di wilayah
• Tata hutan dan penyusunan KPH:
rencana pengelolaan hutan • Penyelenggaraan tata hutan
(penyusunan NSPK dan dan penyusunan rencana
pengesahan terhadap rencana pengelolaan hutan
pengelolaan) • Penyelenggaraan pemanfaat an
• Pemanfaatan dan penggunaan hutan dan penggunaan
kawasan hutan (pemberian ijin-ijin) kawasan hutan
• Rehabilitasi dan reklamasi termasuk • Penyelenggaraan rehabilitasi
pemberdayaan masyarakat, dan reklamasi
perbenihan (jika ada KPH, • Penyelenggaraan perlindungan
dilaksanakan oleh KPH) dan kons ervasi alam
• Perlindungan dan konservasi alam
(jika ada KPH, dilaksanakan oleh
KPH
litbang, Diklat dan Penyuluhan Lokasi penelitian, pendidikan dan
latihan sert a penyuluhan
pengawasan Melaksanak an pengawasan pada
lingkup wilayah KPH

Dengan demikian, keberadaan KPH dapat mendukung kegiatan


Dengan
Kabupatendemikian, keberadaan
di wilayah KPH dapat mendukung
KPH sekurang-kurangnya dalam hal:kegiatan
Kabupaten di wilayah
1. Menyiapkan lokasi ijin KPH sekurang-kurangnya dalam hal:
1. Menyiapkanlokasi
2. Menyiapkan lokasirehabilitasi
ijin hutan serta pemeliharaan hasil
2. rehabilitasi
Menyiapkan hutan
lokasi rehabilitasi hutan serta pemeliharaan
hasil rehabilitasi
3. Pelaksanaan hutan hutan di wilayah kerjanya
perlindungan
3. Pelaksanaankelembagaan
4. Penguatan perlindungan masyarakat
hutan di wilayah kerjanya
bersama lembaga
penyuluhan
4. Penguatan kelembagaan masyarakat bersama lembaga
5. Pemantauan,
penyuluhan evaluasi dan pengawasan di wilayah kerjanya
6. Menyiapkan
5. Pemantauan,usulan penunjukkan
evaluasi kawasan
dan pengawasan hutan produksi,
di wilayah kerjanya
lindung dan konservasi, hutan dengan tujuan khusus,
6. Menyiapkan usulan penunjukkan kawasan hutan produksi,
perubahan status dan fungsi hutan, serta tukar-menukar
lindung hutan
kawasan dan konservasi, hutan dengan tujuan khusus,
perubahan status dan fungsi hutan, serta tukar-menukar
7. Menyiapkman bahan untuk pertimbangan dalam pengesahan
kawasan
rencana hutan
pengelolaan DAS dan rehabilitasi hutan
7. Menyiapkman bahan
8. Menyiapkan bahan untuk untukpertimbangan
pertimbangan dalam
dalam pengesahan
pengesahan

72 | Buku Saku Penyuluh


Buku Saku Penyuluh Kehutanan  71
rencana pengelolaan DAS dan rehabilitasi hutan
8. Menyiapkan bahan untuk pertimbangan dalam pengesahan
rencana pengelolaan DAS dan rehabilitasi hutan
9. Menyiapkan bahan untuk pertimbangan teknis perijinan
yang menjadi kewenangan pemerintah atau pemerintah
provinsi
10. Mengelola wilayah KPH tertentu yang ditetapkan oleh
Menteri, setelah menempatkan
setelah menerpakan polaBadan
pola pengelolaan pengelolaan Badan
Layanan Umum
Layanan
(BLU) Umum (BLU)
Perbedaan antara
Perbedaan antara Administrasi
Administrasi Pemerintahan
Pemerintahan dan
dan Administrasi
Administrasi
Pembangunan dalam Pembangunan
Pembangunan dalam Pembangunan KPH KPH

No Hirarki Adm Pemerintahan Adm Pembangunan


1 Provinsi Layanan dalam proses: Pengurusan hut an
(infrastruktur) • Perijinan • Perencanaan Kehutanan
Distributor (HP) pemanfaatan • Admin. Pengelolaan
BPKK (HL, HK) • Peredaran hasil hutan
hutan • Litbang, Diklat dan
• Penggunaan Penyuluhan
kawasan • Pengawasan
• Perubahan status
kawasan
2 Kabupaten/Kot a Layanan dalam proses: Pengurusan hut an
(Infrrastruktur) • Perijinan • Perencanaan kehutanan
Dinas pemanfaatan • Admin pengelolaan
Kabupaten/Kot a • Peredaran hasil hutan
hutan • Penyuluhan dan
pendampingan
• Pengawasan

Buku Saku Penyuluh | 73

3 Unit Prakondisi usaha: Pengelolaan hutan


Pengelolaan • Tata hutan • Perencanaan
3 Unit Prakondisi usaha: Pengelolaan hutan
Pengelolaan • Tata hutan • Perencanaan
(struktur) KPH • Pemanfaatan pengelolaan
• Rehabilitasi • Pengorganisasian
• • Perlindungan
Perlindungan • •Pelaksanaan
Pelaksanaan
• • Konservasi pengelolaan
pengelolaan
Konservasi
• •Pengendalian
Pengendaliandandan
pengawasan
pengawasan
Dalam
Dalampelaksanaan
pelaksanaan
manajemen
manajemenhutan:
hutan:
• •Kegiatan
Kegiatanproduksi
produksi(bibit,
(bibit,
tanaman,
tanaman,tebangan,
tebangan,
pemasaran)
pemasaran)
• •Kegiatan
Kegiatanpenunjang
penunjang
(manajemen
(manajemenSDM,SDM,
keuangan,
keuangan,pengadaan)
pengadaan)

Gambaran
Gambaran untuk
untuk membedakan
membedakan fungsi
Gambaran untuk membedakan fungsimanajemen
fungsi manajemen dan
manajemen danfungsi
dan fungsi
fungsi
administrasi
administrasidijelaskan
dijelaskandalam
dalamGambar
Gambar1 1
administrasi dijelaskan dalam Gambar 1

Fungsi manajemen pengelolaan KPH dan administrasi/kewenangan pemerintah/


pemerintah daerah

Buku Saku Penyuluh Kehutanan  73


74 | Buku Saku Penyuluh

Buku Saku Penyuluh Kehutanan  73


Peran Strategis KPH
Peran Strategis Organisasi Tingkat Tapak (lapangan)
berupn satuan pengelolaan Hutan (KPH) dalam mendukung
peyelenggaraan pembangunan kehutanan secara keseluruhan;
1. Optimalisasi akses masyarakat terhadap hutan serta
merupakan salah satu jalan bagi resolusi konflik. Keberadaan
KPH di tingkat lapangan yang dekat masyarakat, akan
memudahkan pemahaman permasalahan rill di tingkat
lapangan, untuk sekaligus memposisikan perannya dalam
penetapan bentuk akses yang tepat bagi masyarakat serta
saran solusi konflik
2. Menjadi salah satu wujud nyata bentuk desentralisasi
sektor kehutanan, karena organisasi PHL dan KPHP adalah
organisasi perangkat daerah.
3. Keberadaan KPH mempunyai nilai Strategis bagi kepentingan
Nasional, antara lain mendukung komitmen pemerintah untuk
menurunkan emisi karbon sebesar 26% pada tahun 2020
(dimana 14%nya adalah sumbangan sektor kehutanan),
karena KPH merupakan organisasi tingkat tapak (lapangan)
yang akan berperan dalam penerapan pengelolaan hutan
lestari, penurunan tingkat degradasi hutan, peningkatan
rehabilitasi hutan, penurunan hotspot, serta dapat
menjalankan fungsi Measurement, Reporting, Verification
(MRV) yang merupakan salah satu indikator penting dalam
penilaian keberhasilan penurunan emisi tersebut.
4. Menjamin penyelenggaraan pengelolaan hutan akan tepat
lokasi, tepat sasaran, tepat kegiatan, tepat pendanaan.
5. Menjembatani Optimalisasi pemanfaatan potensi pendanaan
penanganan iklim sektor kehutanan untuk kepentingan
pembangunan masyarakat.

Buku Saku Penyuluh | 75


6. Kemudahan dalam investasi pengembangan sektor
kehutanan, karena ketersediaan data/informasi detail tingkat
lapangan.
7. Peningkatan keberhasilan penanganan rehabilitasi hutan
dan reklamasi, karena adanya organisasi tingkat lapangan
yang mengambil peran untuk menjamin penyelenggaraan
rehabilitasi hutan dan reklamasi. Sekaligus akan
menjalankan peran penanganan pasca kegiatan seperti:
pendataan, pemeliharaan, perlindungan, monev.

KPH Model
Dalam rangka persiapan menuju Organisasi KPH yang
sesunggguhnya, telah dilakukan pengembangan KPH Persiapan
di 28 Provinsi berupa KPH Model. Berdasarkan Permenhut
No.P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah KPH, pasal
13 ayat (4) menyatakan bahwa dalam rangka persiapan untuk
mewujudkan kelembagaan KPH, Menteri dapat menetapkan
wilayah KPH Model yang merupakan salah satu bagian dari
wilayah KPH Provinsi. Oleh karena itu pada beberapa wilayah
yang telah berkomitmen untuk mempersiapkan embrio KPH
melalui KPH Model, Menteri Kehutanan menetapkan KPH Model
tersebut. Telah ditetapkan 90 KPH model di seluruh Indonesia,
yaitu terdiri dari 60 KPHL dan KPHP dan 30 KPHK.

76 | Buku Saku Penyuluh


Buku Saku Penyuluh | 77
78 | Buku Saku Penyuluh
Buku Saku Penyuluh | 79
80 | Buku Saku Penyuluh
Buku Saku Penyuluh | 81
Peran Penyuluh dalam pembangunan KPH
1. Menyiapkan masyarakat di dalam dan sekitar KPH sebagai
pelaku utama kegiatan pembangunan kehutanan yang ada
di dalam KPH
2. Mendampingi KTH dalam melaksanakan kegiatan
pemnbangunan kehutanan
3. Memfasilitasi masyarakat di dalam dan sekitar KPH dalam
memperoleh akses informasi, teknologi, modal dan pasar.
4. Membangun percontohan kegiatan penyuluhan kehutanan
sebagai sarana dan proses pembelajaran bagi masyarakat
di dalam dan sekitar KPH.

Percontohan Pemberdayaan Kelompok Tani Hutan (KTH)


dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan
Kegiatan Percontohan Pemberdayaan KTH di KPH ini dilaksana-
kan secara swakelola oleh Penyuluh bersama kelompok tani hutan,
dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan sekaligus mendukung upaya peningkatan konservasi dan
rehabillitasi sumber daya hutan. Kegiatan ini diharapkan menjadi
stimulan bagi daerah dalam upaya peningkatan program
pemberdayaan masyarakat di KPH. Selanjutnya diharapkan
akan terbangun lebih banyak Percontohan Pemberdayaan KTH
di KPH baik yang didanai pemerintah pusat, pemerintah daerah
dan kelembagaan penyuluhan swadaya.
Pemberdayan masyarakat dalam pembangunan kehutanan
perlu didukung kelembagaan masyarakat yang kuat. Untuk itu
diperlukan strategi penguatan kelembagaan masyarakat melalui
kegiatan penyuluhan dan pendampingan yang dilakukan oleh
Penyuluh, sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dan
produktifitas kearah kemandirian.

82 | Buku Saku Penyuluh


Kegiatan dalam Pembangunan Percontohan Pemberdayaan KTH
di KPH secara umum terdiri atas: 1) Penguatan kelembagaan
seperti administrasi kelompok, pertemuan kelompok dan
penguatan kapasitas SDM kelompok melalui pelatihan teknis,
manajemen kelompok, dll; 2) Fasilitasi kegiatan fisik meliputi
bibit, penanaman, bangunan Konservasi Tanah dan Air (KTA),
sarana produksi, sarana pengolahan hasil, dll), 3) Fasilitasi
sarana dan prasarana seperti pondok kerja, papan nama, dan
kelengkapan lainnya; dan 4) Pengendalian kegiatan meliputi
konsultasi, pelaporan dan dokumentasi.
Penentuan lokasi Pembangunan Percontohan Pemberdayaan
KTH di KPH mengacu pada perkembangan pembangunan
dan operasionalisasi KPH Model dan hasil verifikasi terhadap
calon lokasi. Pada tahun 2013 pembangunan Percontohan
Pemberdayaan KTH di KPH tersebar di 16 KPH, 11 Provinsi
dan 18 Kabupaten. Jenis kegiatan pada Hutan Desa (HD),
Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Tanaman Rakyat
(HTR). Pelaksanaan kegiatan dikelola oleh kelompok tani hutan/
lembaga/Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang didampingi
oleh Penyuluh.

Buku Saku Penyuluh | 83


IX. Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

Apa yang dimaksud HTR?


Hutan Tanaman Rakyat, yang selanjutnya disebut HTR adalah
hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh
perorangan atau koperasi untuk meningkatkan potensi dan
kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam
rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan (PP 6/2007
Bab 1 Pasal 1:19)
Hutan Tanaman Rakyat (HTR) berbeda dengan Hutan
Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Rakyat (HR). HTR hanya
dikembangkan pada areal kawasan hutan produksi yang tidak
dibebani hak, HKM dimungkinkan dikembangkan di hutan
konservasi (kecuali Cagar Alam dan zona inti Taman Nasional),
kawasan hutan produksi dan hutan lindung. Sedangkan HR
dibangun di luar kawasan hutan negara atau berada pada hutan
hak (hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas
tanah).

Prinsip penyelenggaraan HTR


1. Masyarakat mengorganisasikan dirinya berdasarkan
kebutuhannya yang berarti pembangunan hutan tanaman
rakyat bukan digerakkan oleh proyek atau pun bantuan
luar negeri. Prinsip ini dikembangkan dalam kelembagaan
kelompok sehingga ada tanggung renteng atas kewajiban
terhadap lahan atau hutan, keuangan dan kelompok.
2. Kegiatan pembangunan HTR harus bersifat padat karya;

84 | Buku Saku Penyuluh


3. Pemerintah memberikan pengakuan atau rekognisi dengan
memberikan aspek legal berupa SK Ijin Usaha Pengelola
Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) HTR sehingga kegiatan
masyarakat yang tadinya informal di sektor kehutanan dapat
masuk ke sektor formal ekonomi kehutanan.

Sasaran Program HTR


1. Masyarakat yang menjadi sasaran program hutan tanaman
rakyat adalah masyarakat yang berada di dalam dan atau di
sekitar hutan yang merupakan kesatuan komunitas sosial
yang didasarkan pada persamaan mata pencaharian yang
bergantung pada hutan, kesejarahan, keterikatan tempat
tinggal, serta pengaturan tata tertib kehidupan bersama
dalam wadah kelembagaan;
2. Kawasan hutan yang dapat menjadi sasaran lokasi HTR
adalah kawasan hutan produksi yang tidak produktif, tidak
dibebani izin atau hak lain, letaknya diutamakan dekat dengan
industri hasil hutan dan telah ditetapkan pencadangannya
sebagai lokasi HTR oleh Menteri Kehutanan. Dalam hal ini
tidak dibenarkan adanya kegiatan IPK dari hutan alam dan
atau IPK dari hasil reboisasi;
3. Kegiatan yang menjadi sasaran program HTR berupa
fasilitasi yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya antara lain
melakukan pengakuan status legalitas, penguatan
kelembagaan, bimbingan dan penyuluhan teknis, pendidikan
dan latihan, akses ke pembiayaan, akses terhadap pasar;
4. Kegiatan IUPHHK-HTR adalah pemanfaatan hasil hutan
kayu pada hutan tanaman yang meliputi tahapan kegiatan
penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan,
pemanenan dan pemasaran hasil hutan kayu dari HTR.

Buku Saku Penyuluh | 85


Pola Penyelenggaraan HTR
HTR diselenggarakan dengan tiga pola yaitu:
1. HTR Pola Mandiri adalah HTR yang dibangun oleh Kepala
Keluarga pemegang IUPHHK-HTR;
2. HTR Pola Kemitraan adalah HTR yang dibangun oleh Kepala
Keluarga pemegang IUPHHK-HTR bersama dengan
mitranya berdasarkan kesepakatan bersama dengan
difasilitasi oleh pemerintah agar terselenggara kemitraan
yang menguntungkan kedua pihak;
3. HTR Pola Developer adalah HTR yang dibangun oleh
BUMN atau BUMS dan selanjutnya diserahkan oleh
Pemerintah kepada Kepala Keluarga pemohon IUPHHK-
HTR dan biaya pembangunannya menjadi tanggung jawab
pemegang ijin dan dikembalikan secara mengangsur sejak
Surat Keputusan IUPHHK-HTR diterbitkan.

Mekanisme Penetapan Pencadangan Lokasi HTR


1. Alokasi dan Penetapan Areal Pembangunan HTR dilakukan
oleh Menteri Kehutanan dengan Kriteria: Kawasan HP yang
tidak produktif, tidak dibebani izin/hak dan diutamakan dekat
dengan Industri Hasil Hutan;
2. Untuk pembangunan HTR, Kepala Baplan atas nama
Menteri Kehutanan menyampaikan peta arahan indikatif
lokasi HTR per provinsi kepada Bupati dengan tembusan
kepada: Dirjen BPK, Sekjen, Gubernur, Kepala Dinas
Kehutanan Provinsi, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/
Kota dan Kepala Balai BPKH;
3. Dirjen BUK melakukan sosisalisasi program Pembangunan
HTR dan peta arahan indikatif lokasi HTR kepada Gubernur
dan Bupati/Walikota;

86 | Buku Saku Penyuluh


4. Sekjen Kemenhut melaksanakan sosialisasi tentang
Pembiayaan Pembangunan HTR melalui BLU cq. Pusat
Pembiayaan Pembangunan Kehutanan kepada Gubernur
dan Bupati/Walikota;
5. Kepala BPKH memberikan asistensi teknis kepada Dinas
Kehutanan provinsi/kabupaten/kota berdasarkan petunjuk
teknis dari Kepala Baplan;
6. Kepala Dinas Kehutanan kabupaten/kota menyampaikan
pertimbangan teknis kawasan areal tumpang tindih
perizinan, rehabilitasi dan reboisasi, program pembangunan
daerah kepada Bupati/Walikota dilampiri dengan peta lokasi
HTR Skala 1: 50.000;
7. Bupati/Walikota menyampaikan usulan rencana
pembangunan HTR kepada Menteri Kehutanan dilampiri
peta usulan lokasi HTR Skala 1: 50.000 yang ditembuskan
kepada Dirjen BUK dan Dirjen Planologi;
8. Dirjen Planologi melakukan verifikasi peta usulan lokasi
HTR lalu menyiapkan lokasi pencadangan areal HTR dan
hasilnya disampaikan kepada Dirjen BUK;
9. Dirjen BUK melakukan verifikasi administrasi dan teknis lalu
menyiapkan konsep keputusan Menteri Kehutanan tentang
penetapan lokasi pencadangan areal HTR dan dilampiri peta
pencadangan areal HTR serta mengusulkannya kepada
Menteri Kehutanan;
10. Menteri Kehutanan menerbitkan pencadangan areal untuk
pembangunan HTR dan disampaikan kepada Bupati/
Walikota dengan tembusan Gubernur;
11. Bupati/Walikota menyampaikan sosialisasi ke desa/
masyarakat, bisa melalui LSM pusat, provinsi atau
kabupaten/ kota.

Buku Saku Penyuluh | 87


Mekanisme Penetapan Perizinan Pembangunan HTR
Pemohon ijin pembangunan HTR dapat diajukan oleh
perorangan, kelompok tani maupun koperasi.
1. Pemohon (perorangan atau kelompok tani) mengajukan
permohonan IUPHHK-HTR kepada Bupati/Walikota melalui
Kepala Desa. Sedangkan koperasi permohonan IUPHHK-
HTR kepada Bupati/Walikota pada areal yang telah
dialokasikan dan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan;
2. Persyaratan permohonan yang diajukan oleh Pemohon
yakni Foto copy KTP, Surat Keterangan dari Kepala Desa
bahwa benar pemohon berdomisili di desa tersebut dan
Sketsa areal yang dimohon dilampiri dengan susunan
anggota Kelompok. Untuk koperasi dilampirkan Foto copy
Akte Pendirian koperasi, Surat Keterangan dari Kepala Desa
bahwa benar Koperasi dibentuk di desa tersebut dan Peta
areal yang dimohon dilampiri dengan Skala 1:5000 atau
1:10.000 serta dilampiri dengan susunan anggota Koperasi;
3. Kepala Desa melakukan verifikasi keabsahan persyaratan
permohonan oleh perorangan atau Kelompok Tani dan
membuat rekomendasi kepada Bupati/Walikota dengan
tembusan kepada Camat dan Kepala BP2HP;
4. Kepala BP2HP melakukan verifikasi persyaratan administrasi
dan sketsa/peta areal yang dimohon hasilnya disampaikan
kepada Bupati sebagai pertimbangan teknis;
5. Kepala BPKH atau pihak lain yang mewakili melakukan
pengukuran, verifikasi lahan dan perpetaan dan hasilnya
disampaikan kepada Bupati sebagai pertimbangan teknis;
6. Bupati/Walikota menerbitkan Keputusan IUPHHK-HTR
kepada perorangan atau Kelompok atas nama Menteri
Kehutanan yang dilampiri peta areal kerja skala 1: 50.000

88 | Buku Saku Penyuluh


dengan tembusan Menteri Kehutanan, Dirjen BUK, Dirjen
Planologi dan Gubernur;
7. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang menangani bidang
kehutanan melaporkan kepada Menteri Kehutanan,
rekapitulasi penerbitan Keputusan IUPHHK-HTR secara
periodik tiap 3 (tiga) bulan.

Mekanisme Pancadangan Areal HTR

Bagaimana Mekanisme Pencadangan Area HTR ?

KawHP Tidak Produktif


Tidak dibebani Hak

KADISKAB/KEP. KPHP
(Menyiapkan Pert. Teknis Kwsn)
Info areal, penutupan lahan,
BUPATI/WALIKOTA Tumpang Tindih Perizinan lain
atau Kepala KPHP Tan. Reb & Rehabilitasi, Daftar nama masy.
Calon pmg Izin diketahui oleh Camat
dan Kades sesuai KTP,
Pernyataan aksesibilitas tidak sulit
Peta Usulan 1 : 50.000
USULAN
SK RENC HTR
PENCADANGAN/ DIRJEN BUK
DIRJEN PLANHUT
TOLAK
Hasil
MENTERI verif

Buku Saku Penyuluh | 89


Tata cara Permohonan IUPHH

Bagaimana Tata Cara Permohonan IUPHHK-HTR ?

Pencadangan areal HTR

PERMOHONAN PERORANGAN PERMOHONAN OLEH KOPERASI


(Bentuk KTH) Persyaratan
Persyaratan - Fotocopy akte pendirian
Fotocopy KTP - Keterangan dari Kepala Desa yang
Keterangan Domisili dari Kepala menyatakan bahwa Koperasi
Desa setempat dibentuk oleh masyarakat desa
Sketsa areal yang dimohon setempat
- Peta areal yang dimohon untuk
luasan diatas 15 Ha dengan
Kepala Desa skala min 1 : 10.000
(Verifikasi dan -Susunan Anggota Koperasi
rekomendasi) -

CAMAT BPPHP Verifikasi dan Bupati/Walikota,


berkoordinasi dgn Ka KPHP
BPKH sbg pertimbangan
Teknis

Izin HTR oleh Bupati/Walikota


atau Kepala KPHP a.n. Menteri
Tembusan

90 | Buku Saku Penyuluh


X. Penetapan Jenis Tanaman Hutan Yang Benihnya Wajib
Diambil dari Sumber Benih Bersertifikat

Menteri Kehutanan menetapkan 5 (lima) jenis tanaman hutan yang benihnya wajib
diambil dari sumber benih bersertifikat. Penetapan jenis tanaman hutan menjadi acuan
dalam penggunaan benih disetiap kegiatan :
1. Pengadaan benih;
2. Pengedaran benih; dan/atau
3. Penanaman untuk kepentingan public pada kaasan hutan/dan atau tanah Negara.
Daftar jenis tnaaman hutan dan lokasi sumber benih tercantum pada tabel di bawah ini :

A. JATI (Tectona grandis)


Nomor
No Sumber Kelas SB Provinsi Kabupaten Kecamatan Desa Luas
Benih
1 2 3 4 5 6 7 8
1 11.08.005 Tegakan benih Nangroe Aceh Besar Indrapuri Kruang Lam 2,50
Teridentifikasi Aceh D. Kareung
2 30.01.089 Kebun Pangkas Jawa Barat Bogor Citereup Puspasari 0,08
3 33.12.065 Tegakan Benih Jawa Tengah Pemalang Bantarbolang Kebon Gede 24,50
Teridentifikasi

Buku Saku Penyuluh |


4 33.18.053 Tegakan Benih Jawa Tengah Pati Kayen Duren Sawit 0,82
Teridentifikasi

91
92
5 35.10.072 Tegakan Benih Jawa Timur Banyuwangi Wongsorejo Watukebo 36,20
Terseleksi
6 35.10.073 Tegakan Benih Jawa Timur Banyuwangi Tegaldimo Kalipait 32,30
Teridentifikasi
7 35.18.093 Tegakan Benih Jawa Timur Nganjuk Gondang Balong Gobang 2,50
Teridentifikasi
8 35.22.019 Tegakan Benih Jawa Timur Bojonegoro Kasiman Batokan 0,62
Teridentifikasi
9 35.26.087 Tegakan Benih Jawa Timur Bangkalan Geger Togobang 2,50

| Buku Saku Penyuluh


Teridentifikasi
10 35.04.001 Tegakan Benih NTB Sumbawa Labuan Bodas Labuan Badas 4,00
Teridentifikasi
11 52.04.003 Tegakan Benih NTB Sumbawa Moyo Hilir Olat Rawa 10,74
Teridentifikasi
12 52.04.005 Tegakan Benih NTB Sumbawa Plampang Sepakat 44,50
Teridentifikasi
13 52.04.019 Tegakan Benih NTB Sumbawa Labuan Badas Labuan Badas. 8,01
Teridentifikasi Dusun Kayu
Madu
14 53.02.002 Tegakan Benih NTT Sumba Timur Kota Waingapu Kelurahan 1,25
Teridentifikasi Kambajawa
15 53.03.003 Tegakan Benih NTT Kupang Fatufeu Ekateta, Dusun 0,48
Teridentifikasi 4, Lokasi
16 53.04.006 Tegakan Benih NTT Timor Tengah Amanuban Amanuban 8,61
Teridentifikasi Selatan Barat Barat
17 53.04.008 Tegakan Benih NTT Timor Tengah Batu Putih Oebobo 17,27
Teridentifikasi Selatan
18 53.04.021 Tegakan Benih NTT Timor Tengah Batu Putih Oehela 5,04
Teridentifikasi Selatan
19 53.05.001 Tegakan Benih NTT Timor Tengah Kota Bansone 1,69
Teridentifikasi Utara Ketamenanu
20 53.05.004 Tegakan Benih NTT Timor Tengah Noemuti Bijoli 3,81
Teridentifikasi Utara
21 53.06.001 Tegakan Benih NTT Belu Tasifelo Barat Nekasa 16,30
Teridentifikasi
22 53.07.005 Tegakan Benih NTT Alor Teluk Mutiara Kelurahan 6,02
Teridentifikasi Kalabahi Kota,
Lokasi Landola
23 53.08.004 Tegakan Benih NTT Lembata Nubatukan Kelurahan 3,76
Teridentifikasi Lawoleba Barat
24 53.08.005 Tegakan Benih NTT Lembata Omasuri Wallolong 0,50
Teridentifikasi
25 53.09.008 Tegakan Benih NTT Flores Timur Lewolema Painapang, 6,48
Teridentifikasi Dusun Welo
26 53.14.001 Tegakan Benih NTT Role Nidao Lobalain Oematambali 6,76
Teridentifikasi
27 53.14.002 Tegakan Benih NTT Role Nidao Rote Barat Temas 1,82
Teridentifikasi Laut
28 53.15.006 Tegakan Benih NTT Manggarai Sano Golo Tantong 1,50
Teridentifikasi Barat Nggoang
29 53.17.003 Tegakan Benih NTT Sumba Barat Laura Weelonda 4,82
Teridentifikasi Daya
30 64.03.046 Tegakan Benih Kalimantan Kutai Tenggarong Bukit Pariaman 0,7
Teridentifikasi Timur Kartanegara Seberang
31 64.09.028 Tegakan Benih Kalimantan Panajam Paser Sepakau Maridan 0,95
Teridentifikasi Timur Utara

Buku Saku Penyuluh |


32 71.74.001 Tegakan Benih Sulawesi Kota 2,00
Teridentifikasi Utara Kotamabaou

93
94
33 73.04.018 Tegakan Benih Sulawesi Jeneponto Bangkala Barat Barana 7,00
Teridentifikasi Selatan
34 73.10.020 Tegakan Benih Sulawesi Barru Mallusetasi Nepo 2,00
Teridentifikasi Selatan
35 73.13.016 Tegakan Benih Sulawesi Wajo Gilireng Lamata 2,40
Teridentifikasi Selatan
36 73.13.018 Tegakan Benih Sulawesi Wajo Gilireng Lamata 1,00
Teridentifikasi Selatan
37 73.14.014 Tegakan Benih Sulawesi Sidanreng Kulo

| Buku Saku Penyuluh


Madenra 5,00
Teridentifikasi Selatan Rappang
38 73.14.040 Tegakan Benih Sulawesi Sidanreng Kulo Kulo 5,48
Teridentifikasi Selatan Rappang
39 74.01.021 Tegakan Benih Sulawesi Buton Gu Banlea 24,19
Teridentifikasi Tenggara
40 74.01.025 Tegakan Benih Sulawesi Buton Sampolawa Todong Bulu 50,05
Teridentifikasi Tenggara
41 72.02.013 Tegakan Benih Sulawesi Muna Lawa Berangka 7,50
Teridentifikasi Tenggara
42 74.02.020 Tegakan Benih Sulawesi Muna Kontukowuna Bahutara 1,00
Teridentifikasi Tenggara
43 74.03.011 Tegakan Benih Sulawesi Konawa Pondidaha Pondidaha 4,00
Teridentifikasi Tenggara
44 74.04.009 Tegakan Benih Sulawesi Kolaka Kolaka Lalombaa 0,50
Teridentifikasi Tenggara
45 74.06.001 Tegakan Benih Sulawesi Boalemo Malaoleo Lora 27,00
Teridentifikasi Tenggara
46 74.72.001 Tegakan Benih Sulawesi Kota Baubau Sorawolio Kaisabu baru 2,00
Teridentifikasi Tenggara
47 75.01.001 Tegakan Benih Gorontalo Bombana Dulupi Polohungu 1,00
Teridentifikasi
48 75.02.004 Tegakan Benih Gorontalo Gorontalo 12,97
Teridentifikasi
49 75.04.010 Tegakan Benih Gorontalo Bone Bolango Kabila Panggulo 5,00
Teridentifikasi
50 61.04.001 Kebun Pangkas Maluku Buru Wae Apu Wae Flan 0,36

Jumlah 417,45

B1. MAHONI (Swietenia macrophylla)


Nomor
No Sumber Kelas SB Provinsi Kabupaten Kecamatan Desa Luas
Benih
1 2 3 4 5 6 7 8
1 13.03.011 Tegakan Benih Sumatera Solok IX Koto Sungai Nagari Indudur 0,50
Teridentifikasi Barat Lesi
2 13.06.001 Kebun Pangkas Sumatera Padang 2 x 11 Kayu Nagari Kayu 1,00
Barat Pariaman Tanam Tana
3 13.08.001 Tegakan Benih Sumatera Lima Puluh Larah Sago Nagari Sitanang 1,00
Teridentifikasi Barat Kolo Halaban
4 13.76.001 Tegakan Benih Sumatera Kota Payakumbuh Ngalau, 1,50
Teridentifikasi Barat Payakumbuh Selatan Kelurahan Balai
Panjang
5 16.03.004 Tegakan Benih Sumatera Muara Enim Talang Ubi Sungai Baung 11,00
Terseleksi Selatan

Buku Saku Penyuluh |


6 17.71.003 Tegakan Benih Bengkulu Kota Bengkulu Gading Jalan Mangga 0,50
Terseleksi Cempaka

95
96
7 18.03.007 Tegakan Benih Lampung Lampung Kalibung Tanjung Agung 1,00
Terseleksi Selatan
8 32.02.097 Tegakan Benih Jawa Barat Sukabumi Bojong Lopang Sindang Resmi 2,00
Terseleksi
9 32.05.080 Tegakan Benih Jawa Barat Garut Kadungora Harumansari 1,47
Terseleksi
10 32.05.088 Tegakan Benih Jawa Barat Cianjur Cikalong Kulon Cigunung 1,60
Terseleksi Herang
11 32.06.105 Tegakan Benih Jawa Barat Tasikmalaya Cipatujah Lebak Saat

| Buku Saku Penyuluh


3,00
Terseleksi
12 33.06.114 Tegakan Benih Jawa Tengah Purworejo Loano Karangrejo 0,50
Terseleksi
13 33.18.055 Tegakan Benih Jawa Tengah Pati Tambakromo Maitan 0,52
Terseleksi
14 35.07.091 Tegakan Benih Jawa Timur Malang Kasembon Pait 8,50
Terseleksi
15 35.26.086 Tegakan Benih Jawa Timur Bangkalan Geger Kombangan 2,00
Terseleksi
16 51.01.002 Tegakan Benih Bali Jembaran Melaya Melaya, Dusun 6,97
Terseleksi Melaya Tengah
Kaja
17 51.04.003 Tegakan Benih Bali Gianyar Payangan Kerta 0,48
Terseleksi
18 52.01.002 Tegakan Benih NTB Lombok Barat Batu Layar Lembah Sari 0,98
Terseleksi
19 52.01.003 Tegakan Benih NTB Lombok Barat Narmada Sesaot 1,47
Terseleksi
20 52.01.008 Tegakan Benih NTB Lombok Barat Lembar Maraje Timur, 1,06
Terseleksi Dusun Lendang
Dame Timur
21 52.02.001 Tegakan Benih NTB Lombok Batukliang Alk Berik 8,72
Terseleksi Tengah Utara
22 52.02.008 Tegakan Benih NTB Lombok Pringgarata Pemepek,
Terseleksi Tengah Dsun Repuk 5,00
Pidendang
23 52.04.014 Tegakan Benih NTB Sumbawa Labuan Badas Batu Lanteh/
Terseleksi Kayu Madu 4,90
24 53.04.005 Tegakan Benih NTT Timor Tengah Kota SoE Cendana 2,58
Terseleksi Selatan
25 53.04.012 Tegakan Benih NTT Timor Tengah Mollo Utara Nelpala 4,40
Terseleksi Selatan
26 53.05.002 Tegakan Benih NTT Timor Tengah Noemuti Bijeli 0,61
Terseleksi Utara
27 53.05.003 Tegakan Benih NTT Timor Tengah Noemuti Nibaat 0,52
Terseleksi Utara
28 53.06.002 Tegakan Benih NTT Belu Atambua Fatukbot 1,30
Terseleksi Selatan
29 53.07.006 Tegakan Benih NTT Belu Atambua Fatukbot 1,69
Terseleksi Selatan
30 53.09.003 Tegakan Benih NTT Flores Timur Wulanggilang Boru Kedong, 1,75
Terseleksi lokasi Waiba
31 53.13.006 Tegakan Benih NTT Manggarai Weirli Ndehes, 0,42
Terseleksi Dusun Wetok
32 53.17.002 Tegakan Benih NTT Sumba Barat Wamewa Barat Waimangura 1,56

Buku Saku Penyuluh |


Terseleksi Daya

97
98
33 53.18.003 Tegakan Benih NTT Nagekeo Aesesa Rendu Butowe 0,80
Terseleksi Selatan
34 53.18.005 Tegakan Benih NTT Nagekeo Boawae Raja 0,45
Terseleksi
35 53.18.007 Tegakan Benih NTT Nagekeo Aesesa Tengaliba, 0,45
Terseleksi Selatan Dusun Bonat,
Lokasi Padugoa
36 53.19.001 Tegakan Benih NTT Manggarai Borong Sita 0,96
Terseleksi Timur

| Buku Saku Penyuluh


37 63.01.046 Tegakan Benih Kalimantan Tanah Laut Panyipatan Sukaramah 1,50
Terseleksi Selatan
38 64.03.045 Tegakan Benih Kalimantan Kutai Tenggarong Giri Agung 0,48
Terseleksi Timur Kartanegara Seberang
39 64.09.026 Tegakan Benih Kalimantan Penajam Paser Sepaku Maridan 1,48
Terseleksi Timur Utara
40 71.02.017 Tegakan Benih Sulawesi Minahasa Langoan Barat Tumaratas 10,00
Terseleksi Utara
41 71.05.001 Tegakan Benih Sulawesi Minahasa Tareran Koreng 0,80
Terseleksi Utara Selatan
42 71.05.016 Tegakan Benih Sulawesi Minahasa Mololing Matoling 2 0,50
Terseleksi Utara Selatan
43 71.05.032 Tegakan Benih Sulawesi Minahasa Suluun Tareran Pinapalengko 0,40
Terseleksi Utara Selatan
44 71.09.002 Tegakan Benih Sulawesi Minahasa Ratahan Lowu II 1,10
Terseleksi Utara Tenggara (M)
45 71.73.030 Tegakan Benih Sulawesi Kota Tomohon Tomohon Tumatangtang 1,24
Terseleksi Utara Selatan
46 73.09.001 Tegakan Benih Sulawesi Pangkajene Tondong Bonto Birao 10,00
Terseleksi Selatan Kepulauan Tallasa
47 73.09.021 Tegakan Benih Sulawesi Pangkajene Ma’rang Padalampe 10,00
Terseleksi Selatan Kepualauan
48 73.13.017 Tegakan Benih Sulawesi Wejo Pemmana Lempa 5,00
Terseleksi Selatan
49 73.16.032 Tegakan Benih Sulawesi Enrekang Maiwa Lebani 1,60
Terseleksi Selatan
50 75.02.003 Tegakan Benih Gorontalo Gorontalo Bongomeme Tohupo 5,00
Terseleksi
51 75.02.015 Tegakan Benih Gorontalo Gorontalo Telaga Dulamayo Barat 10,00
Terseleksi
52 75.004.008 Tegakan Benih Gorontalo Bone Bolango Botupinggae Buata 3,50
Terseleksi
53 75.04.009 Tegakan Benih Gorontalo Bone Bolango Kabila Panggulo 2,00
Terseleksi
54 75.04.020 Tegakan Benih Gorontalo Bone Bolango Suwawa Huluduolamo 20,00
Terseleksi
55 75.05.001 Tegakan Benih Gorontalo Gorontalo Kwandang Bualemo 1,00
Terseleksi
Jumlah 168,76

B2. MAHONI DAUN KECIL (Swietenia mahagoni)

Buku Saku Penyuluh |


99
100
C. SENGON (Paraserianthes falcataria atau Falcataria mollucana)

| Buku Saku Penyuluh


Buku Saku Penyuluh | 101
102 | Buku Saku Penyuluh
D. GMELINA (Gmelina arborea)
Nomor
No Sumber Kelas SB Provinsi Kabupaten Kecamatan Desa Luas
Benih
1 2 3 4 5 6 7 8
1 32.04.091 Tegakan Benih Jawa Barat Bandung Nagrek Nagreg 11,11
Teridentifikasi
2 32.06.104 Tegakan Benih Jawa Barat Tasikmalaya Pagerageung Tanjungkerta 1,0
Teridentifikasi
3 51.08.007 Tegakan Benih Bali Buleleng Tejakula Panuklukan, 5,23
Teridentifikasi Dusun Kangi-
nan Yanti Kauh
4 52.04.002 Tegakan Benih NTB Sumbawa Moyo Hilir Olat Rawa
Teridentifikasi 16,47
5 52.72.001 Tegakan Benih NTB Kota Bima Mpunda Kelurahan
Teridentifikasi Matakando 1,63
6 53.01.005 Tegakan Benih NTT Sumba Barat Lamboya Watukarere
Teridentifikasi 0,32
7 53.04.013 Tegakan Benih NTT Timor Tengah Kota SoE Nunumeu
Teridentifikasi Selatan 0,10
8 53.04.014 Tegakan Benih NTT Timor Tengah Kota SoE Nunumeu
Teridentifikasi Selatan 1,90
9 53.04.023 Tegakan Benih NTT Timor Tengah Noebeba Teas
Teridentifikasi Selatan 0,58
10 53.12.007 Tegakan Benih NTT Ngada Aimere Desa Aimere
Teridentifikasi Timur, Dsn Bojawa 1,42

Buku Saku Penyuluh |


11 53.14.005 Tegakan Benih NTT Rola Ndeo Rote Tengah Suebela,Dusun 1,95
Teridentifikasi Ho

103
12 53.17.004 Tegakan Benih NTT Sumba Barat Wawema Barat Waimangura 1,64

104
Teridentifikasi Daya
13 53.18.004 Tegakan Benih NTT Nagekeo Boawae Raja 0,26
Teridentifikasi
14 64.09.022 Tegakan Benih Kalimantan Penajam Paser Sepaku Maridan 1,08
Teridentifikasi Timur Utara
15 71.01.022 Tegakan Benih Sulawesi Utara Bolaang Lolayan Bakan 2,00
Teridentifikasi Mengondow

| Buku Saku Penyuluh


16 71.06.036 Tegakan Benih Sulawesi Utara Minahasa Utara Likupang Kaweruan 0,20
Teridentifikasi Selatan
17 72.08.017 Tegakan Benih Sulawesi Parigi Moulong Kasimbar Posona 0,50
Teridentifikasi Tengah
18 73.02.001 Tegakan Benih Sulawesi Bulukumba Ganlareng Bukit Harapan 1,00
Teridentifikasi Selatan
19 73.05.001 Tegakan Benih Sulawesi Takalar Patalassang Maradekaya 1,00
Teridentifikasi Selatan
20 73.06.030 Tegakan Benih Sulawesi Gowa Tinggi Gatlareng 1,75
Teridentifikasi Selatan Moncong
21 73.07.001 Tegakan Benih Sulawesi Sinjai Bulupoddo Duampanuse 1,00
Teridentifikasi Selatan
22 73.07.023 Tegakan Benih Sulawesi Sinjai Bulupoddo Lamalti 3,60
Teridentifikasi Selatan Riawang
23 73.07.028 Tegakan Benih Sulawesi Sinjai Sinjai Timur Maccini 1,00
Teridentifikasi Selatan Deceng
24 73.15.001 Tegakan Benih Sulawesi Pinrang Lembang Sa’bang Paru 1,00
Teridentifikasi Selatan
25 74.03.008 Tegakan Benih Sulawesi Konawe Abui Asolu 1,00
Teridentifikasi Tenggara
26 74.03.010 Tegakan Benih Sulawesi Konawe Abuki Epeea 0,34
Teridentifikasi Tenggara
27 75.01.002 Tegakan Benih Sulawesi Boalemo Dulupi Polohungu 1,00
Teridentifikasi Tenggara
28 75.02.005 Tegakan Benih Gorontalo Gorontalo Bungalo Ulu 2,24
Teridentifikasi
29 75.04.018 Tegakan Benih Gorontalo Bone Bolango Kwandang Mongoilo 12,00
Teridentifikasi
30 75.05.003 Tegakan Benih Gorontalo Gorontalo Maba Tengah Titidu 1,00
Teridentifikasi Utara
31 82.06.004 Tegakan Benih Maluku Utara Halmahera Miaf 2,00
Teridentifikasi Timur
Jumlah 77,30

E1. JABON PUTIH (Antocephallus cadamba)


Nomor
No Sumber Kelas SB Provinsi Kabupaten Kecamatan Desa Luas
Benih
1 2 3 4 5 6 7 8
1 16.10.001 Tegakan Benih Sumatera Ogan Ilir Rantau Kota Daro 5,00
Teridentifikasi Selatan Panjang
2 32.05.092 Tegakan Benih Jawa Barat Garut Pakenjeng Talaga Wangi 4,52
Teridentifikasi
35.07.090 Tegakan Benih Jawa Timur Malang Kasemban Pait 4,60
Teridentifikasi
72.03.022 Tegakan Benih Sulawesi Morowali Lembo Lawangke 25,40
Teridentifikasi Tengah

Buku Saku Penyuluh |


75.02.013 Tegakan Benih Sulawesi Gorontalo Telaga Dulamayo Barat 4,00
Teridentifikasi Tenggara

105
Jumlah 43,52
E2. JABON MERAH atau SAMAMA (Antocephallus macrophylla)

106
Nomor
No Sumber Kelas SB Provinsi Kabupaten Kecamatan Desa Luas
Benih
1 2 3 4 5 6 7 8
1 71.07.001 Tegakan Benih Sulawesi Utara Bolaang Mon- Bolangitan Nunuka 5,00
Teridentifikasi gondow Utara Timur
2 71.07.002 Tegakan Benih Sulawesi Utara Bolaang Mon- Kaidipang Inomunga 2,00
Teridentifikasi gondow Utara

| Buku Saku Penyuluh


3 72.02.001 Tegakan Benih Sulawesi Banggai Toili Barat Bumi Harapan 10,00
Teridentifikasi Tengah
4 72.09.001 Tegakan Benih Sulawesi Tojo Una-Una Una-una Lembanya 50,00
Teridentifikasi Tengah
5 73.17.042 Tegakan Benih Sulawesi Luwu Bupon Tampumia 10,30
Teridentifikasi Selatan
6 73.17.043 Tegakan Benih Sulawesi Luwu Bajo Barat Tumbu Barak 1,00
Teridentifikasi Selatan
7 73.025.001 Tegakan Benih Sulawesi Luwu Timur Towuti Asuli 3,38
Teridentifikasi Selatan
8 74.04.001 Tegakan Benih Sulawesi Kolaka Kolaka Sabilambo 1,00
Teridentifikasi Tenggara
9 81.03.004 Tegakan Benih Maluku Maluku Tengah Leihitu Wakkal 5,40
Teridentifikasi
10 81.04.003 Tegakan Benih Maluku Buru Airbuaya Waepure 22,93
Teridentifikasi
11 82.06.006 Tegakan Benih Maluku Utara Halmahera Maba Tengah Miaf 2,00
Teridentifikasi Timur
12 82.72.001 Tegakan Benih Maluku Utara Kota Tidore Oba Utara Bukit Durian 14,00
Teridentifikasi Kepulauan
Jumlah 127,01
XI. Pendampingan Pencegahan
Kebakaran Hutan dan Lahan

1. Pengertian dan Ruang Lingkup


Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan
dimana hutan dan lahan dilanda api baik yang disebabkan
oleh manusia maupun faktor alam sehingga mengakibatkan
kerusakan hutan dan lahan atau hasil hutan dan hasil
pertanian yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau
nilai lingkungan serta merupakan sala satu penyebab
deforestasi dan degradasi hutan. Sesuai UU Nomor 41 tahun
1999 dan Peraturan Pemerinah Nomor 45 Tahun 2004,
maka ruang lingkup pengendalian kebakaran hutan terdiri
dari ; komponen pencegahan, komponen pemadaman dan
komponen penangan pasca kebakaran meliputih rehabilitasi
dan penegakan hukum.
Penyuluh lebih terfokus pada komponen pencegahan
kebakaran hutan dan lahan, melalui penguatan kelembagaan
masyarakat (KTH), maupun pengembangan aspek teknik
sesuai wilayah kerja msing-masing.

2. Kebijakan dan Strategi


a. Kebijakan Pengendalian Kebakaran Hutan :
(1) Membangun kelembagaan ; berupa Brigade
Pengendalian Kebakaran Hutan.
(2) Pemantapan operasional pengendalian kebakaran
hutan (pencegahan, pemadaman dan penanganan

Buku Saku Penyuluh | 107


pasca kebakaran).
(3) Peningkatan peran serta dan pemberdayaan
masyarakat.
b. Strategi
(1) Pemantapan kelembagaan ; Pengembangan
sistem informasi peringatan dini melalui sipongi@
yahoogroup.com, www.dephut.go.id, http://indofire.
dephut.go.id; Meningkatkan kerjasama para pihak,
Peliputan dan Publikasi.
(2) Pemantapan Operasional: Meningkatkan
koordinasi antar Instansi Pusat, Daerah dan
Pemangku Kepentingan, Inventarisasi areal bekas
kebakaran serta Penegakan hukum
(3) Pemantapan Peran Masyarakat melalui
Pemberdayaan Masyarakat seperti : Sosialisasi,
Penyuluhan dan Kampanye, Sosialisasi dan
Pendampingan Pembukaan Lahan Tanpa Bakar
(PLTB), Pelatihan dan pembentukan Masyarakat
Peduli Api (MPA), Penyegaran dan peningkatan
peran serta MPA, Pelatihan dan pembentukan
Brigade Pengendalian Kebakaran pada Pengelola
Hutan dan Lahan Bidang Kehutanan dan
Perkebunan.

3. Penyebab Kebakaran Hutan


a. Kebakaran karena faktor alam ;
Kebakaran hutan karena faktor alam sangat
kecil peluangnya, karena 90-95% disebabkan karena
kelalaian dan kecerobohan manusia.

108 | Buku Saku Penyuluh


Kebakaran karena faktor alam dapat terjadi jika adanya
sumber panas/api sebagai penyulut, bahan bakar yang
tersedia dan adanya oksigen dalam waktu yang bersamaan,
seperti pada gambar segitiga api berikut ini.
Gambar 1 : Segitiga Api
Gambar 1 : Segitiga Api

Walaupun kecil kemungkinan akan tetapi api dapat


Walaupun
ditimbulkan kecil panas
oleh sumber kemungkinan akandan
berupa batu tetapi api dapat
gesekan
ditimbulkan oleh sumber panas
benda - benda alam yang dapat menyimpan danberupa batu dan gesekan
mengantarkan panas, dipicu suhu yang panas karena dan
benda - benda alam yang dapat menyimpan
mengantarkan
kemarau panjang, panas,
periode dipicu suhu yang
hujan yang pendek,
panas karena
kelembaban permukaan hutan menurun, daun kelembaban
kemarau panjang, periode hujan yang pendek, yang
permukaan ranting
berguguran, hutan menurun,
yang daun yang berguguran,
patah, tumbuhanranting
yang patah, dan
liana/merambat tumbuhan liana/merambat
vegetasi yang mengering, dansehingga
vegetasi yang
mengering, sehingga rentan terbakar, adanya
rentan terbakar, adanya angin/udara kering yang memicu angin/udara
kering yang memicu lompatan bola api dari tajuk ke tajuk,
lompatan bola api dari tajuk ke tajuk, dari pohon ke
dari pohon ke pohon, mempermudah api menjakar, serta
pohon, merpemudah api menjakar , serta pelepasan gas
pelepasan gas metan pada lahan gambut.
metan pada lahan gambut.
Pada lahan gambut, selain faktor kemarau panjang dan
Padalahangambut, selain faktor kemarau
vegetasi yang mengering juga dipicu oleh adanya deposit
panjangdan vegetasi yang mengering juga dipicu oleh
batubara sebagai sumber api seperti nampak pada gambar
adanya deposit
berikut ini. batubara sebagai sumber api seperti
nampak pada gambar berikut ini.

Buku Saku Penyuluh | 109


Gambar 2 : Tipe Kebakaran Bawah/Ground Fire
Gambar 2 : Tipe Kebakaran Bawah/Ground Fire

b. Kebakaran
hutan karena
b. Kebakaran hutan Faktor
karena Manusia
Faktor Manusia
Pembukaan lahan dengan
Pembukaan lahanmembakar
dengan dapatmembakar dapat
dilakukandilakukan
oleh perorangan, kelompok, ataupun
oleh perorangan, kelompok, ataupun
perusahaan, karena pilihan
perusahaan, karenapembersihan lahan usaha
pilihan pembersihan lahan usaha
dengan
dengan biaya biaya
murah danmurah
praktis,dan praktis,
baika baik pada usaha
pada usaha
kebun/ladang masyarakat,
kebun/ladang masyarakat, usaha perkebunan HGU,usaha perkebunan HGU,
Transmigrasi, kesengajaan untuk
Transmigrasi, kesengajaan untuk menduduki kawasan menduduki kawasan
hutan dan hutan dan mendapatkan
mendapatkan hak tanpa ijin,hakataupun
tanpa ijin, ataupun
kesengajaan
kesengajaan lainnya. lainnya.
Api unsur
Api sebagai sebagai unsur penyulut
penyulut kebakarankebakaran
hutan danhutan dan
lahan oleh agen manusia dikelompokan dalam api dalam api
lahan oleh agen manusia dikelompokan
sebagai sebagai alatdan
alat (tools) (tools) dan api sebagai
api sebagai senjata (weapon).
senjata (weapon).
1) Api 1) Api sebagai
sebagai alat (tools)
alat (tools) dalam dalam aktivitas/kebiasaan
aktivitas/kebiasaan
perladangan berpindah (shivting
perladangan berpindah(shivting cultivation), ataupun cultivation),
ataupun konversi lahan hutan
konversi lahan hutan untuk perkebunan, juga untuk perkebunan,
pembersihanjuga lahan
pembersihan
usaha dan lahan usaha
ataupun dan ataupun
pembukaan
pembukaan lahan usaha baru,
lahan usaha baru, karena dianggap praktis dan karena dianggap
murah bahkan diyakini akan menyuburkan tanah, akan
praktis dan murah bahkan diyakini
menyuburkan tanah, tanpa mempertimbangkan
tanpa mempertimbangkan kerugian pembersihan
lahan dengan cara membakar.
110 | Buku Saku Penyuluh

Buku Saku Penyuluh Kehutanan  113


kerugian pembersihan lahan dengan cara
membakar.
2) Api sebagai senjata (weapon) yaitu jika hutan
terbakar, maka terbuka akses untuk menguasai/
menduduki lahan kawasan hutan, jika kawasan
hutan masih tertutupi vegetasi hutan maka sulit
untuk mewujudkan niat menguasai/menduduki
kawasan hutan.
Penyebab kebakaran hutan dan lahan adalah
fenomena, tetapi akar permasalahannya adalah:
faktor Kebutuhan manusia yang memaksa
melakukan pembakaran lahan, lemahnya
kelembagaan masyarakat yang nampak dari
rendahnya kesadaran/kurangnya kepedulian
masyarakat akan bahaya kebakaran hutan dan
lahan, belum terbentuk kelompok masyarakat,
lemahnya pengaktifan kelompok masyarakat yang
sudah terbentuk serta keberadaan kelembagaan
kelola kawasan hutan di tingkat tapak yang masih
terbatas karena umumnya KPHP/KPHL belum
beroperasi, yang ada baru BBKSDA/ BKSDA/ BBTN/
BTN sebagai pemangku kawasan konservasi.

4. Pola Musim dan Deteksi Dini


Data dan informasi Pola Musim dan Hotspot (titik
panas) diperlukan secara periodic dalam rangka upaya
pencegahan.
Secara umum pola waktu kebakaran hutan di Indonesia
(Buku Indef 2012 halaman 217) selalu mengikuti pola musim,
walalupun polanya fluktuatif tetapi biasanya api dimulai
pada saat lingkungan kering, Misalnya P. Sumatera dan P.

Buku Saku Penyuluh | 111


Kalimantan ; Juli – Juni awal musim kemarau ; Juli – Agustus;
kebakaran hutan dan lahan mulai berlangsung ; September-
Oktober ; kabut-asap di P.Sumateradan Kalimantan ;
dan bias merambat sampai ke Negara tetanggga ; Bulan
Desember – Maret ; musim penghujan, kebakaran reda tetapi
bencana baru sebagai dampak kebakaran hutan dan lahan
mulai mengancam yaitu erosi, sedimentasi, banjir, longsor.
Kegunaan data Hotspot adalah untuk mendeteksi
kebakaran hutan dan lahan secara cepat, sehingga
dengan deteksi dini tersebut dapat dilakukan pemadaman
awal secara cepat, tepat, mencegah terjadinya kebakaran
yang lebih luas.Hotspot (titik panas) adalah indikator awal
kebakaran hutan dan lahan yang mendeteksi suatu lokasi
yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
suhu disekitarnya, dan Satelit yang digunakan adalah Satelit
NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration),
yang dikelolah US of Commerce dan Tera dan Aqua dikelolah
NASA (National Aeronautics and Space Administration)

5. Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan


(1) Hilangnya Sejumlah Species, karena memusnahkan
berjenis-jenis pohon, juga habitat satwa karena terjebak
asap, serta berbagai jenis endemik punah sebelum
diteliti
(2) Memicu Terjadinya Perubahan Iklim : kebakaran hutan
dan lahan penyebab meningkatnya kadar CO2 di udara,
material dan gas buangan yang berpengaruh terhadap
perubahan iklim
(3) Kerusakan Tanah : kebakaran hutan dan lahan
menyebabkan tanah menjadi kering, retak, terbakar dan
saat musim hujan ; lapisan permukaan tanah terbawa

112 | Buku Saku Penyuluh


ke sungai, mengendap, terjadi sedimentasi serta sungai
menjadi dangkal dan menjadi penyebab banjir ; terjadi
kerusakan fisik tanah sehingga infiltrasi air menurun,
akar tanaman tidak berkembang, meningkatnya laju
erosi, ketersediaan udara dan air untuk tanaman
berkurang, kapasitas tanah untuk menahan air menjadi
berkurang ; kerusakan kimia tanah yaitu Kesuburan
tanah berkurang, Kadar C berkurang/menurun dan
keseimbangan unsur hara terganggu berkurang ;
kerusakan bilogys Tanah yaitu mikro-organik yang mati,
C-mikro-organik yang menurun, keragaman mikro-
organik berkurang
(4) Ancaman Erosi : kebakaran hutan terutama di daerah
lereng dan bukit, menyebabkan vegetasi rusak, tidak
bisa menahan tanah dan saat hujan terjadi erosi, longsor.
(5) Penurunan Fungsi Hutan sebagai Cathment Area :
hutan merupakan wilayah tangkapan (cathsmant area)
sekaligus penyimpan air dan penyerap karbon dengan
rusaknya hutan sebagai akibat dari kebakaran, maka
hutan tidak berfungsi lagi secara baik sebagai wilayah
tangkapan
(6) Penurunan Kualitas Air : Kebakaran hutan menjadi
penyebab erosi dan karena erosi maka kualitas air
menurun, mulai nampak dari kekeruhan sungai.
(7) Terganggunya Ekosistim Terumbuh Karang : Kebakaran
hutan menyebabkan asap tebal, sinar matahari sulit
menembus dalamnya lautan, sehingga terumbuh
karang terhalang proses fotosintesa, termasuk
sedimentari dari muara sungai ke laut
(8) Sedimentasi : Akibat dari kebakaran hutan dan lahan
maka pada saat musim penghujan tanah permukaan

Buku Saku Penyuluh | 113


dan material sisa kebakaran terbawa ke sungai,
mengalir sampai ke hilir sungai, mengendap dan
menjadi sedimentasi yang menyebabkan meluapnya
air sungai karena menyempitnya bagian hilir/muara
sungai.
Gambar 3 : Ilustrasi Kerusakan Hutan Akibat Kebakaran Hutan
Gambar 3 : Ilustrasi Kerusakan Hutan Akibat Kebakaran Hutan

6. Beberapa Teknik Pendampingan Pencegahan kebakaran


6. Beberapa Teknik Pendampingan Pencegahan kebakaran
hutan
hutan
(1) Identifikasi Kelompok;
(1) Identifikasi
(2) Kelompok;
Pengaktifan Kelompok;
(2)(3)
Pengaktifan
SosialisasiKelompok;
Hasil Pemantauan Hotspot;
(3)(4)
Sosialisasi Hasil Pemantauan
Pendampingan PembuatanHotspot;
Peta Desa;
(4)(5) Pendampingan
Pendampingan Pembuatan
Pembuatan Peta
Peta Rencana Kelola Lahan;
Desa;
(6) Pendampingan Penyusunan dan Publikasi Peraturan
(5) Pendampingan Pembuatan Peta Rencana Kelola Lahan;
Desa tentang Larangan Pembakaran Hutan dan Lahan;
(6) Pendampingan Penyusunan dan Publikasi Peraturan
(7) Sosialisasi TeknikPLTB
Desa tentang Larangan Pembakaran Hutan dan Lahan;
(7) Sosialisasi TeknikPLTB
114 | Buku Saku Penyuluh
XII. Model Desa Konservasi (MDK)

A. Apa itu Model Desa Konservasi ?


Adalah desa yang dijadikan model/contoh bagi desa
lain di sekitar kawasan hutan konservasi dalam upaya
memberdayakan masyarakat di sekitar kawasan hutan
konservasi, dengan memperhatikan aspek konservasi,
sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat.
Kegiatan Model Desa Konservasi meliputi :
1. Pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui sembilan
tahapan yaitu :
a. Membangun Kesepahaman dengan pihak terkait
b. Membangun/mengembangkan kelembagaan di
tingkat desa
c. Menyiapkan fasilitator/pendamping
d. Pelatihan PRA perangkat desa
e. Melaksanakan PRA di lokasi desa dan sekitarnya
f. Peningkatan kapasitas SDM/pelatihan ketrampilan
produktif
g. Pengembangan kegiatan usaha ekonomi produktif
masyarakat
h. Membangun kemitraan dan jejaring usaha produktif
i. Monitoring dan evaluasi.
2. Penataan Ruang/Wilayah Pedesaan Berbasis Konservasi
3. Pengembangan Ekonomi Pedesaan Berbasis Konservasi

Buku Saku Penyuluh | 115


B. Kriteria
1. Desa yang berbatasan dengan kawasan hutan
konservasi/daerah penyangga desa enclave dan
masyarakatnya mempunyai interaksi langsung dengan
kawasan hutan konservasi
2. Desa yang letaknya strategis, mudah dilihat oleh
masyarakat dari desa lain
3. Desa yang berada di dalam kawasan hutan konservasi,
diakui sebagai masyarakat adat atau penduduknya
bermukim di lokasi tersebut sebelum ditetapkan
sebagai kawasan hutan konservasi
4. Desa yang kehidupan masyarakatnya bergantung pada
kawasan hutan konservasi
5. Desa yang mempunyai potensi sumber daya alam yang
dapat dikembangkan
6. Desa yang secara umum mempunyai permasalahan
yang sama dengan desa-desa lainnya di sekitar
kawasan hutan konservasi
7. Telah dilakukan koordinasi dengan Pemerintah daerah
setempat

C. Kebijakan dan Strategi


1. Kebijakan
Pembangunan Model Desa Konservasi sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan No.19/
Menhut-II/2004 yang mengatur bahwa:
a. Pembangunan kawasan hutan konservasi harus
tetap memperhatikan pembangunan masyarakat
didalam dan sekitar hutan.

116 | Buku Saku Penyuluh


b. Pembangunan Model Desa Konservasi sebagai
upaya kongkrit pemberian contoh kepada
masyarakat mengenai pemberdayaan masyarakat.
c. Pemberdayaan pada desa-desa di sekitar kawasan
hutan konservasi/daerah penyangga yang
masyarakatnya mempunyai interaksi langsung
dengan kawasan hutan konservasi dan berpotensi
mengancam kelestarian kawasan.
d. Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan
hutan konservasi/daerah penyangga dilakukan
secara terintegrasi dalam pengelolaan kawasan
secara partisipatif melalui pelibatan masyarakat
dalam pengelolaan kawasan unit management
Balai Besar/Balai TN dan Balai Besar/Balai KSDA
dan dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah
setempat.
e. Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan
hutan konservasi/daerah penyangga dilakukan
melalui optimalisasi potensi pemanfaatan jasa
lingkungan dan TSL (hasil hutan non kayu).
f. Pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan dan kemandiriannya
yang dilakukan melalui pembangunan desa
model di sekitar kawasan hutan konservasi.
g. Pemberdayaan masyarakat harus mengarah
kepada kegiatan peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan pelestarian sumber daya hutan.
2. Strategi :
a. Pengembangan aspirasi dan partisipasi
masyarakat

Buku Saku Penyuluh | 117


b. Pengembangan Kelembagaan Masyarakat
c. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat
d. Pendekatan lintas sektoral (koordinasi)
e. Menerapkan teknologi tepat guna dan ramah
lingkungan

D. Pola Pembangunan
Pola Pembangunan Model Desa Konservasi harus mengacu
pada :
1. Pedoman Penyusunan Master plan Pemberdayaan
Masyarakat di sekitar kawasan konservasi
2. Rencana pengelolaan kawasan dan program
pembangunan daerah setempat;
3. Ruang kelola Model Desa Konservasi merupakan desa
di sekitar kawasan konservasi yang letaknya di dalam
daerah penyangga atau desa enclave dan desa-desa
adat yang ditetapkan dengan peraturan daerah
4. Rencana program Model Desa Konservasi sudah
dikoordinasikan dengan instansi teknis terkait dan
pemerintah daerah setempat.

E. Peran Penyuluhan Kehutanan


Peran penyuluhan kehutanan antara lain memfasilitasi
pelatihan bagi pendamping Model Desa Konservasi di tingkat
Pusat/UPT/Desa, bekerja sama dengan Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, LSM
serta Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP).
Disamping itu instansi penyelenggara Penyuluh
diharapkan dapat berperan juga dalam :

118 | Buku Saku Penyuluh


1. Meningkatkan koordinasi dengan Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dan para
pihak, terkait.
2. Memberdayakan Penyuluh baik yang berada di Badan
Pelaksana penyuluhan maupun di UPT Kementerian
Kehutanan sebagai pendamping kegiatan.
3. Memfasilitasi Materi Penyuluhan sesuai dengan
kebutuhan di lapangan antara lain terkait dengan :
a. Pengembangan Kelembagaan Masyarakat/
Kelompok Tani
b. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat dll
4. Fasilitasi pembentukan dan pengembangan Sentra
Penyuluhan Kehutanan (SPKP) di Model Desa
Konservasi.
5. Fasilitasi sarana prasarana bagi Penyuluh pendamping
Model Desa Konservasi.

F. Indikator Keberhasilan Pendampingan


1. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistem
2. Adanya pendampingan/fasilitator bagi masyarakat yang
memadai
3. Mulai berfungsinya kelembagaan masyarakat yang ada
4. Masyarakat mulai berpartisipasi dalam pembangunan
kelembagaan
5. Terjadi interaksi positif antar kelompok dan antar desa
6. Meningkatnya roda perekonomian dan kesejahteraan
masyarakat
7. Berkurangnya gangguan terhadap kawasan konservasi

Buku Saku Penyuluh | 119


8. Meningkatnya peran dan fungsi kawasan konservasi
9. Meningkatnya kesehatan masyarakat dan menurunnya
jumlah orang sakit
10. Mulai terjalinnya hubungan dengan dunia luar untuk
kepentingan bisnis

120 | Buku Saku Penyuluh


XIII. Pembangunan Unit Percontohan
Penyuluhan Kehutanan (UPPK)

A. Pengertian Unit Percontohan Penyuluhan Kehutanan


(UPPK)
Adalah lokasi yang ditetapkan untuk memperagakan
berbagai aktifitas kehutanan yang berfungsi sebagai sarana
penyuluhan kehutanan, tempat pembelajaran, model
penguatan kelembagaan usaha kelompok masyarakat/
kelompok tani hutan serta model peningkatan kapasitas
penyuluhan kehutanan.

B. Maksud dan Tujuan


Pembangunan UPPK dimaksudkan sebagai sarana dan
prasarana penyuluhan kehutanan, tempat pembelajaran
dan tempat memperagakan berbagai aktivitas kehutanan.
Adapun tujuannya adalah sebagai model dalam meningkatan
kapasitas penyuluhan kehutanan serta model penguatan
kelembagaan usaha kelompok tani hutan sehingga
memberikan dampak dan manfaat terhadap kelompok tani
hutan di sekitarnya.

C. Penetapan Lokasi
Penetapan lokasi dilakukan melalui tahapan kegiatan:
1. Sosialisasi
Sosialisasi calon lokasi UPPK dilakukan oleh Penyuluh
yang wilayah kerjanya meliputi calon lokasi UPPK
kepada kelompok tani hutan dengan melibatkan kepala
Buku Saku Penyuluh | 121
desa dan tokoh masyarakat setempat mengenai :
a. rencana lokasi pembangunan UPPK;
b. rencana kegiatan yang akan dilakukan;
c. para pihak yang terlibat;
d. pembiayaan
2. Pemilihan calon lokasi
a. Calon lokasi pembangunan UPPK dipilih dengan
persyaratan:
1) Memiliki akses yang mudah dijangkau dan
strategis;
2) Berada di dalam atau di luar kawasan hutan;
3) Terdapat kelompok tani hutan yang
mempunyai usaha atau melaksanakan
kegiatan di bidang kehutanan;
4) Luas lahan : untuk lahan di dalam kawasan
hutan minimal 5 (lima) hektar berada dalam
satu hamparan; atau dipilih pada kawasan yang
sudah dibebani Izin Hutan Kemasyarakatan,
Hak Pengelolaan Hutan Desa, atau Izin Hutan
Tanaman Rakyat.
5) Untuk lokasi di luar kawasan hutan minimal
5 (lima) hektar dalam pengelolaan kelompok
tani hutan ; atau dipilih pada lahan milik atau
lahan adat.
3. Pengusulan dan penetapan lokasi.
a. Di dalam kawasan hutan
1) Lokasi yang berada dalam kawasan hutan yang
telah dibebani izin pemanfaatan, calon lokasi
diusulkan oleh Penyuluh kepada pemegang
122 | Buku Saku Penyuluh
IUPHKm, HPHD dan Izin HTR.
2) Penyusunan rancangan pembangunan UPPK
oleh Penyuluh dan pemegang izin
3) Rancangan pembangunan UPPK memuat
antara lain:
a) risalah dan sketsa lokasi;
b) rencana kegiatan;
c) identitas anggota kelompok tani hutan;
d) jangka waktu
e) pembiayaan.
a) Rancangan pembangunan UPPK disetujui
oleh instansi penyelenggara pembangunan
kehutanan kabupaten/kota setempat.
b. Di luar kawasan hutan
1) Calon lokasi yang berada di luar kawasan
hutan, calon lokasi diusulkan oleh Penyuluh
kepada kelompok tani hutan pemilik lahan atau
lahan adat.
2) Dalam hal usulan lokasi pembangunan UPPK
disetujui oleh kelompok tani hutan pemilik
lahan atau lahan adat, maka disusun perjanjian
kerjasama antara instansi penyelenggara
penyuluhan kehutanan kabupaten/kota dengan
ketua kelompok tani pemilik lahan atau lahan
adat.
3) Perjanjian kerjasama, memuat antara lain :
a) letak dan luas lokasi UPPK
b) jenis kegiatan

Buku Saku Penyuluh | 123


c) sarana penunjang yang akan dibangun
d) jangka waktu
e) pembiayaan

D. Rancangan
Rancangan pembangunan UPPK, setidaknya berisi :
1. Isi rancangan
Untuk menentukan keberhasilan pembangunan
UPPK diperlukan rancangan pembangunan UPPK yang
disusun oleh Penyuluh bersama dengan kelompok tani
hutan secara partisipatif dan dibahas bersama instansi
terkait meliputi kegiatan:
a. Pengumpulan data
1) Pengumpulan data dapat dilakukan secara
primer dan sekunder.
2) Data primer, meliputi antara lain luas dan
status lahan, topografi lahan, kondisi vegetatif/
penutupan lahan dan potensi sumber air.
3) Data sekunder antara lain data agroklimat, titik
koordinat, data sosial ekonomi masyarakat,
kelompok tani hutan, informasi pasar, jenis
tanah, jumlah penduduk dan kelembagaan
lainnya.
b. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan dengan cara
mengolah data melalui tahapan rekapitulasi,
tabulasi, analisis, dan pembuatan peta lokasi
dengan skala 1 : 10.000.

124 | Buku Saku Penyuluh


Rancangan pembangunan UPPK yang telah
disusun oleh Penyuluh bersama kelompok tani hutan
dinilai oleh kepala bidang yang menangani penyuluhan
kehutanan pada instansi penyelenggara penyuluhan
kehutanan kabupaten/ kota. Hasil penilaian disahkan
oleh kepala instansi penyelenggara penyuluhan
kabupaten/kota.
2. Jangka Waktu
Pembangunan UPPK dirancang untuk jangka waktu
selama 5 (lima) tahun, terdiri dari tahapan :
a. Tahun pertama untuk kegiatan sosialisasi,
penetapan lokasi kegiatan serta penyusunan
rancangan pembangunan UPPK.
b. Tahun kedua untuk kegiatan penguatan
kelembagaan, peningkatan kapasitas
masyarakat dan Penyuluh, kegiatan teknis
dan penyediaan sarana prasarana, monitoring
dan evaluasi.
c. Tahun ketiga sampai dengan tahun kelima,
untuk kegiatan lanjutan tahun kedua, kegiatan
pengembangan usaha, kemitraan dan monitoring
dan evaluasi, serta untuk pembelajaran bagi
kelompok tani hutan lainnya.
3. Pembiayaan
Pembiayaan dalam pembangunan UPPK dialokasikan
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang bersumber
pada :
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Buku Saku Penyuluh | 125


c. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat
Pembiayaan pembangunan UPPK dilakukan dengan
mengacu pada peraturan perundang-undangan
mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah dan
digunakan untuk kegiatan:
a. Fasilitasi penguatan kelembagaan, kelompok tani
hutan dan penyuluh
b. Fasilitasi kegiatan teknis dan pengembangan
usaha bidang kehutanan
c. Fasilitasi sarana dan prasarana UPPK
d. Fasilitasi peningkatan kapasitas masyarakat dan
Kelompok Tani Hutan

E. Pelaksanaan Kegiatan
1. Penguatan kelembagaan Kelompok Tani Hutan, antara
lain :
a. Penguatan administrasi Kelompok Tani hutan
b. Peningkatan kapasitas Kelompok Tani Hutan,
yang dilakukan antara lain dalam bentuk sekolah
lapangan, pelatihan, magang, dan studi banding
c. Peningkatan kelembagaan usaha Kelompok
Tani Hutan menjadi badan usaha atau koperasi
Kelompok Tani Hutan
2. Pelaksanaan kegiatan teknis dan pengembangan
usaha, antara lain :
a. Penyediaan sarana dan prasarana produksi
b. Pengembangan usaha
c. Kemitraan dan jejaring usaha dll

126 | Buku Saku Penyuluh


3. Penyediaan sarana dan prasarana, antara lain :
a. Pondok kerja
b. Perpustakaan
c. Papan nama dan papan aktifitas kelompok dll

F. Para Pihak
1. Pelaku
1. Penyuluh
Berperan sebagai pendamping kelompok tani
hutan dalam pelaksanaan pembangunan UPPK
sesuai dengan rancangan pembangunan UPPK
yang telah ditetapkan, bertugas memfasilitasi
pengembangan organisasi kelompok tani hutan,
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, akses
informasi (modal, pasar dan teknologi) serta
membangun kemitraan.
2. Kelompok Tani
Berperan sebagai pelaksana pembangunan
UPPK, wajib mengembangkan dan memperkuat
organisasi, melaksanakan kegiatan fisik sesuai
dengan rancangan pembangunan UPPK yang
telah ditetapkan.
3. Pelaku Usaha
Berperan sebagai mitra kelompok tani hutan dan
Penyuluh dalam proses produksi, paska panen dan
akses sumber daya (modal, pasar dan teknologi.

Buku Saku Penyuluh | 127


4. Lembaga/instansi pembina
a. Bupati/Walikota
Berperan sebagai pembina dan penggerak
instansi terkait
b. Sekretariat dan Koordinasi Penyuluhan/dinas
yang membidangi kehutanan Provinsi
Berperan dalam mengkoordinasikan, integrasi,
sinkronisasi kegiatan dan pendanaan dengan
instansi terkait, melakukan pembinaan,
meningkatkan kapasitas penyuluh dan
kelompok tani hutan, menyalurkan sumber
dana APBN (dekonsentrasi), monitoring dan
evaluasi pembangunan UPPK.
c. Instansi Pelaksana Penyuluhan/dinas yang
membidangi kehutanan Kabupaten/Kota
Berperan mengalokasikan sumber dana,
pembinaan teknis dan administrasi, koordinasi
dengan instansi terkait, meningkatkan
kapasitas penyuluh dan kelompok tani,
monitoring dan evaluasi dalam pembangunan
UPPK, pembinaan teknis, monitoring dan
evaluasi dalam pembangunan UPPK.
d. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian
Kehutanan
Berperan dalam memberikan bimbingan teknis,
dukungan kegiatan dan dukungan dana sesuai
tugas dan fungsi UPT.

128 | Buku Saku Penyuluh


e. Badan P2SDM Kehutanan.
Berperan dalam menyiapkan dukungan
pendanaan, pedoman, materi penyuluhan,
sarana dan prasarana, meningkatkan kapasitas
penyuluh, serta melakukan pembinaan dan
pengendalian pembangunan UPPK.
5. Pihak Pendukung Lainnya
Pihak pendukung lainnya terdiri dari instansi/
lembaga yang mendukung pembangunan UPPK,
antara lain :
a. Otoritas Jasa Keuangan
b. Koperasi
c. Instansi lain yang terkait

G. Pengendalian
1. Pemantauan
Mengumpulkan data dan informasi pelaksanaan
kegiatan pembangunan UPPK secara terus menerus
atau berkala
2. Evaluasi
Melakukan penilaian terhadap hasil pelaksanaan
pemantauan pembangunan UPPK sesuai dengan
target-target yang telah ditetapkan dan mengidentifikasi
hambatan serta solusi pemecahannya. Pengendalian
pembangunan UPPK dilakukan oleh kelompok tani
hutan, instansi penyelenggara penyuluhan kehutanan
kabupaten/kota, instansi koordinasi penyuluhan
provinsi dan Badan
3. Pelaporan

Buku Saku Penyuluh | 129


a. Penyuluh menyampaikan laporan bulanan, triwulan
dan tahunan
b. Laporan disampaikan kepada instansi pelaksana
penyuluhan kehutanan kabupaten/ kota dan/atau
dinas kehutanan kabupaten/kota.
c. Instansi pelaksana penyuluhan kehutanan
kabupaten/kota dan/atau dinas kehutanan
kabupaten/kota menyampaikan laporan
pengendalian tahunan pembangunan UPPK dan
laporan pengendalian akhir pembangunan UUPK
kepada badan koordinasi penyuluhan/ dinas
kehutanan provinsi dengan tembusan ke Badan
P2SDM Kehutanan.

130 | Buku Saku Penyuluh


XIV. Pedoman Pembinaan
Kelompok Tani Hutan

A. Pengertian Kelompok Tani Hutan


Kelompok Tani Hutan (KTH) adalah kumpulan petani atau
perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya
yang mengelola usaha di bidang kehutanan di dalam dan di
luar kawasan hutan yang meliputi usaha hasil hutan kayu,
hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan, baik di hulu
maupun di hilir sebagaimana dalam Permenhut No. 57
tahun2014.

B. Karakteristik KTH
1. KTH memiliki Azas :
1) kekeluargaan
2) kerjasama
3) kesetaraan
4) partisipatif
5) keswadayaan
2. KTH memiliki fungsi sebagai media :
a. pembelajaran masyarakat
b. peningkatan kapasitas anggota
c. pemecahan permasalahan
d. kerjasama dan gotong royong
e. pengembangan usaha produktif, pengolahan dan
pemasaran hasil hutan
Buku Saku Penyuluh | 131
f. peningkatan kepedulian terhadap kelestarian
hutan
3. Kegiatan KTH
a. Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
b. Hutan Kemasyarakatan (HKm)
c. Hutan Rakyat (HR)
d. Pembibitan tanaman kehutanan
e. Penanaman, pemeliharaan dan pemanenan
tanaman kehutanan
f. Agroforestry / silvopasture/ silvofishery
g. Pemanfaatan jasa lingkungan
h. Pemanfaatan kawasan hutan
i. Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar
j. Pemungutan hasil hutan bukan kayu
k. Pemanfaatan hutan mangrove dan hutan pantai

C. Pembentukan Kelompok Tani Hutan


KTH dibentuk melalui proses identifikasi yang dilakukan
oleh Penyuluh dalam Wilayah Kerja Penyuluh Kehutanan
(WKPK) meliputi :
1. Individu pelaku utama
Identifikasi data individu pelaku utama, meliputi nama,
alamat, tempat dan tanggal lahir, pendidikan, mata
pencaharian, jumlah anggota keluarga, jenis usaha
kehutanan, luas dan status lahan usaha petani hutan.
2. Ekonomi, sosial dan budaya masyarakat
a. Identifikasi kondisi ekonomi, antara lain meliputi
jenis mata pencaharian, jumlah dan jenis lembaga

132 | Buku Saku Penyuluh


usaha, dan tingkat pendapatan petani.
b. Identifikasi kondisi sosial, antara lain meliputi
kelembagaan informal masyarakat, tokoh
masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat.
c. Identifikasi kondisi budaya, antara lain meliputi
kearifan lokal, adat istiadat, norma dan kebiasaan
masyarakat.
3. Kelembagaan KTH yang sudah ada
Identifikasi kelembagaan KTH yang sudah ada, meliputi
nama, alamat, jumlah anggota, stuktur organisasi,
nama pengurus, aturan organisasi, legalitas dan kelas
KTH, jenis kegiatan dan kapasitas usaha kelompok.
4. Potensi wilayah kerja Penyuluh
a. Identifikasi potensi wilayah kerja penyuluh
Kehutanan, meliputi luas kawasan hutan, luas
hutan milik/adat, luas lahan kritis, potensi unggulan
bidang kehutanan dan bentuk hak atau izin yang
membebani kawasan hutan atau tanah.
b. Hasil identifikasi potensi dituangkan dalam Peta
Wilayah Kerja Penyuluh.
c. Peta Wilayah Kerja Penyuluh digunakan sebagai
bahan menyusunan perencanaan pembinaan
dan pendampingan KTH.

D. Mekanisme Pembentukan KTH


1. KTH dibentuk dengan ketentuan:
a. paling sedikit terdiri dari 15 orang
b. pelaku utama berdomisili dalam satu wilayah
administrasi desa yang dibuktikan dengan kartu

Buku Saku Penyuluh | 133


tanda penduduk (KTP)
c. melakukan kegiatan pembangunan kehutanan
atau usaha komoditas kehutanan yang sama
2. Pembentukan KTH dapat dilakukan :
a. Atas inisiatif pelaku utama dilakukan melalui
tahapan:
1) kesepakatan bersama beberapa pelaku utama
2) kesepakatan nama KTH
3) pemilihan pengurus KTH
4) pembentukan struktur organisasi KTH
5) pembuatan berita acara pembentukan KTH
6) penyampaian usulan penetapan KTH kepada
kepala desa/lurah setempat
b. Difasilitasi oleh Penyuluh/ pendamping dengan
tahapan:
1) telah dilakukan kajian data hasil identifikasi
2) dilakukan koordinasi dan komunikasi dalam
rangka memperoleh dukungan dari aparat
desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh
adat, pelaku usaha;
3) diadakan pertemuan musyawarah mufakat
yang dihadiri pelaku utama, pelaku usaha,
aparat desa, tokoh masyarakat/tokoh agama/
tokoh adat, dan Penyuluh dengan tujuan :
a) menyepakati nama KTH
b) membentuk struktur organisasi KTH
c) memilih pengurus KTH
d) membuat dan menandatangani berita

134 | Buku Saku Penyuluh


acara pembentukan KTH yang diketahui
oleh Penyuluh/pendamping
e) menyampaikan usulan penetapan KTH
kepada kepala desa/lurah setempat

E. Klasifikasi KTH
Klasifikasi KTH digunakan sebagai dasar pembinaan
untuk peningkatan kemampuan dan kemandirian KTH,
didasarkan pada hasil penilaian kemampuan KTH dalam
melaksanakan kelola kelembagaan, kelola kawasan dan
kelola usaha, terdiri atas :
1. Kelas Pemula
2. Kelas Madya
3. Kelas Utama
Penilaian kemampuan KTH dilakukan dalam bentuk
skoring dengan menggunakan instrumen kriteria penilaian
kemampuan KTH, dengan ketentuan :
a. di bawah 350 : Kelas Pemula
b. 350 – 700 : Kelas Madya
c. di atas 700 : Kelas Utama
Penilaian kemampuan KTH, dilakukan oleh Tim Penilai
Kemampuan KTH yang dibentuk oleh instansi pelaksana
penyuluhan kehutanan kabupaten/kota. Tim Penilai
Kemampuan KTH menyampaikan hasil penilaian kepada
kepala instansi pelaksana penyuluhan kehutanan
kabupaten/kota.
Penilaian KTH dilakukan setiap tahun, berdasarkan hasil
penilaian, kepala instansi pelaksana penyuluhan kehutanan
kabupaten/kota menyampaikan usulan penetapan kelas

Buku Saku Penyuluh | 135


KTH kepada pejabat yang ditunjuk sesuai dengan tingkatan
kelas.
Tim Penilai Kemampuan KTH sekurang-kurangnya
berjumlah 3 (tiga) orang, terdiri dari unsur pejabat struktural
dan pejabat fungsional Penyuluh pada instansi pelaksana
penyuluhan kehutanan kabupaten/kota. Pejabat yang
ditunjuk, diatur sebagai berikut :
1. Kepala Desa/Lurah untuk penetapan Kelas Pemula
2. Camat untuk penetapan Kelas Madya
3. Bupati/Walikota untuk penetapan Kelas Utama

F. Pelaksanaan Pembinaan KTH


1. Penyuluh meliputi :
a. kelola kelembagaan
b. kelola kawasan
c. kelola usaha
Prioritas pembinaan, diatur sebagai berikut :
a. Kelas Pemula dengan prioritas pembinaan pada
aspek kelembagaan KTH dilakukan melalui
pendampingan dalam kegiatan :
1) Pembagian tugas, peran, tanggung jawab dan
wewenang masing-masing pengurus KTH
2) Penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga (AD/ART) dan/atau aturan
kelompok
3) Penetapan lokasi dan kelengkapan serta
pengaktifan fungsi secretariat
4) Penyusunan kelengkapan administrasi
kelompok

136 | Buku Saku Penyuluh


5) Pembuatan rencana kegiatan KTH
6) Peningkatan kapasitas SDM KTH
7) Peningkatan kepedulian sosial, semangat
kebersamaan, gotong royong, kejujuran, dan
keterbukaan dalam pengambilan keputusan
dan pengelolaan kelompok
8) Pembagian peran, pembentukan kader dan
regenerasi kepemimpinan dalam kelompok;
9) Penyusunan laporan kemajuan KTH setiap
akhir tahun.
b. Kelas Madya dengan prioritas pembinaan
pada aspek kelola kawasan, dilakukan melalui
pendampingan dalam kegiatan :
1) pemahaman terhadap batas-batas wilayah
kelola dan batas kawasan hutan disekitarnya
2) penataan dan pemetaan partisipatif wilayah
kelola
3) pengenalan terhadap potensi dan daya dukung
wilayah kelola
4) identifikasi dan pemetaan permasalahan
wilayah kelola dan kawasan hutan disekitarnya
5) aktivitas kelompok dalam melakukan
rehabilitasi (penanaman lahan kritis/kosong/
tidak produktif, turus jalan, kanan kiri sungai,
dan lain-lain)
6) pemanfaatan wilayah kelola sesuai dengan
potensi
7) peningkatan kesadaran, kemauan dan
kemampuan dalam pelestarian hutan dan

Buku Saku Penyuluh | 137


konservasi sumber daya alam
8) penyebarluasan informasi tentang kelestarian
hutan dan lingkungan kepada masyarakat luas
9) pencapaian pengelolaan hutan lestari yang
antara lain perolehan sertiflkat pengelolaan
hutan lestari (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu,
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
Lestari).
c. Kelas Utama dengan prioritas pembinaan
pada aspek kelola usaha, dilakukan melalui
pendampingan dalam kegiatan:
1) pengumpulan modal awal KTH
2) penyusunan rencana dan analisis usaha tani
bidang kehutanan;
3) penguatan manajemen usaha tani
4) pengembangan diversifikasi usaha produktif
kehutanan lainnya
5) penguatan dan pengembangan modal
kelompok
6) penyelenggaraan temu usaha KTH dengan
pelaku usaha
7) pengembangan kerjasama, jejaring kerja dan
kemitraan dengan pelaku usaha
8) peningkatan akses informasi dan teknologi dari
berbagai sumber pada instansi teknis, lembaga
penelitian, perguruan tinggi, lembaga swadaya
masyarakat dan pelaku usaha
9) peningkatan pendapatan kelompok,
penambahan penyerapan tenaga kerja dari

138 | Buku Saku Penyuluh


usaha kelompok serta peningkatan kontribusi
usaha kelompok
2. Instansi Pembina KTH meliputi :
a. Balai Penyuluhan Kecamatan, pembinaan KTH
meliputi :
1) menyusun database KTH tingkat kecamatan
2) memantau perkembangan KTH
3) memfasilitasi peningkatan kapasitas KTH
4) memfasilitasi pengembangan usaha
5) memfasilitasi akses informasi, teknologi, modal
dan pasar
6) melaksanakan pelaporan
b. Instansi pelaksana penyuluhan kehutanan
Kabupaten/ Kota, pembinaan KTH meliputi :
1) menyusun dan mengelola database KTH
tingkat kabupaten;
2) memantau perkembangan KTH;
3) menetapkan nomor registrasi KTH;
4) melaksanakan penilaian kemampuan KTH;
5) memfasilitasi pengembangan usaha;
6) memfasilitasi akses informasi, teknologi, pasar
dan permodalan;
7) melaksanakan monitoring, supervisi, evaluasi,
dan pelaporan.
c. Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan Provinsi, pembinaan
KTH meliputi :

Buku Saku Penyuluh | 139


1) menyusun dan mengelola database KTH
tingkat provinsi;
2) memantau perkembangan KTH
3) memfasilitasi pengembangan usaha
4) memfasilitasi akses informasi, teknologi, pasar
dan permodalan
5) melaksanakan monitoring, supervisi, evaluasi,
dan pelaporan
d. Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM
Kehutanan, pembinaan KTH meliputi :
1) menyusun kebijakan yang terkait dengan KTH
2) menyediakan sistem informasi KTH
3) mengelola database KTH tingkat nasional
4) memfasilitasi pengembangan usaha
5) memfasilitasi akses informasi, teknologi, pasar
dan permodalan
6) melaksanakan monitoring, supervisi, evaluasi,
dan pelaporan
e. Dinas Kehutanan provinsi/kabupaten/kota/UPT
bertindak sebagai instansi pembina untuk kegiatan
tertentu berupa fasilitasi :
1) Pemanfaatan jasa lingkungan
2) Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar
3) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
4) Pemetaan, perencanaan dan pengamanan
partisipatif
5) Sertiftkasi Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat Lestari (PHBML)

140 | Buku Saku Penyuluh


6) Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)
7) Tersedianya benih bersertifikasi dan pembinaan
sumber benih
8) Penguatan pembentukan sentra hasil
hutan bukan kayu unggulan
9) Penguatan kelembagaan melalui pembentukan
koperasi KTH

Instrumen Kriteria Penilaian Kemampuan Kelompok Tani


Hutan Kriteria Penilaian Kemampuan Kelompok Tani Hutan
Instrumen
NILAI NILAI
NO ASPEK DAN INDIKATOR MAKS MAKS
BUKTI
PENILAIAN KEMAMPUAN FISIK
ASPEK INDIKATOR
I KELOLA KELEMBAGAAN 400

1. Dasar hukum pendirian 30


Kelompok Tani Hutan
a. Akte notaris 30
b. Surat keput usan 20
c. Berita Acara 10
d. Belum memiliki dasar 0
hukum

2. Kepengurusan 30
a. Lengkap (Ketua, Sekretaris, 30
Bendahara, Seksi-seksi
dengan uraian tugas dan
semua berjalan sesuai
fungsinya)
b. Cukup (Ketua, Sekretaris, 20
Bendahara, Seksi-seksi
dengan uraian tugas dan
semua berjalan sesuai
fungsinya)

142  Buku Saku Penyuluh Kehutanan

Buku Saku Penyuluh | 141


c. Tidak lengk ap (Ket ua, 10
Sekretaris, Bendahara,
Seksi-seksi tanpa uraian
tugas)
3. Keikutsertaan kaum wanita 20
dalam kepengurusan dan
anggota kelompok
a. > 20% 20
b. 10% - 20% 15
c. < 20% 10
d. Tidak ada sama sekali 0

4. Perencanaan Kegiatan 20
Kelompok (RKK)
a. Rencana Tahunan, 20
Rencana Jangka
Menengah (5 Tahun)
b. Rencana Tahunan 15
c. Rencana tidak tertulis 10
d. Belum memiliki rencana 0
kegiatan kelompok

5. Keterlibatan pengurus dan 20


anggota dalam setiap
pelaksanaan kegiatan
kelompok
a. > 75% anggota hadir 20
b. 50% - 75% anggota hadir 15
c. < 50% anggota hadir 10
d. Hanya dihadiri pengurus 0

6. Pemantauan dan evaluasi 20


kegiatan kelompok
a. Dilakukan oleh pengurus 20
dan anggota secara
partisipatif dan terencana
periodik
b. Dilakukan oleh pengurus 15
dan anggota secara
partisipatif dan tidak
terencana periodik
c. Dilakukan oleh pengurus 10
d. Tidak dilakukan 0

142 | Buku Saku Penyuluh Buku Saku Penyuluh Kehutanan  143


pemantauan

7. Penetapan lokasi dan 20


kelengkapan serta pengaktifan
fungsi secretariat (papan nama
KTH, papan informasi, pondok
pertemuan, perpustakaan, peta
wilayah kelolo dll)
a. Lengkap (> 5 unsur) 20
b. Cukup lengk ap (3-5 hari) 15
c. Tidak lengk ap (< 3 unsur) 10
d. Belum memiliki 0
8. Aturan dalam kelompok yang 20
mengikat
a. Memiliki aturan tertulis yang 20
tertuang dalam AD/ART
dan aturan lain tert ulis dan
tidak tertulis
b. Memiliki aturan kelompok 15
yang tertuang dalam
AD/ART
c. Belum memiliki aturan atau 0
norma kelompok
9. Kelengkapan administrative 20
kelompok dibuktikan dengan
adanya: buku tamu, buku daftar
anggota, buku daftar hadir
pertemuan, notulen rapat, buku
kas, buku tabungan, buku
simpan pinjam, buku inventaris,
buku informasi, buku catatan
hasil kegiatan
a. Lengkap (> 5 buku) 20
b. Cukup lengk ap (3-5 buku) 15
c. Tidak lengk ap (< 3 buku) 10
d. Belum memiliki buku 0
administrasi kelompok

10. Frekuensi pert emuan/ 20


musyawarah kelompok tani
a. > 1 kali dalam sebulan 20
b. 1 kali dalam sebulan 15
c. tidak rutin, sesuai 10

144  Buku Saku Penyuluh Kehutanan Buku Saku Penyuluh | 143


kebutuhan
d. sangat jarang (1 tahun 0
sekali)

11. Partisipasi dan kehadiran 30


anggota kelompok
a. >75% anggota 30
b. 50%-75% anggota 20
c. <50% anggota 10
d. Hanya anggota 0

12. Keikutsertaan 20
pengurus/anggota dalam
kegiatan peningkatan kapasitas
(pelatihan/kursus/magang)
dalam 3 tahun terakhir
a. >20% dari jumlah anggota 20
b. 10% - 20% dari jumlah 15
anggota
c. <10% dari jumlah anggota 10
d. Belum ada yang pernah 0
mengikuti pelatihan

13. Jenis pelatihan yang diikuti 20


pengurus/anggota (bidang
teknis, kelembagaan,
manajemen usaha,
administrasi)
a. > 3 jenis 20
b. 2 – 3 jenis 15
c. 1 jenis 10
d. Belum ada yang pernah 0
mengikuti pelatihan

14. Keterlibatan Kelompok Tani 30


Hutan dalam program
pemerintah/LSM/lembaga
lainnya (kegiatan lomba,
kampanye, gerakan-gerakan)
a. > 5 kegiatan 30
b. 2 – 5 kegiatan 20
c. 1 kegiatan 10

144 | Buku Saku Penyuluh Buku Saku Penyuluh Kehutanan  145


d. Tidak ada yang terlibat 0

15. Jumlah kearifan lokal yang 20


dikembangkan dalam kegiatan
KTH
a. > 3 jenis 20
b. 2 – 3 jenis 15
c. 1 jenis 10
d. Belum ada 0

16. Jumlah kelompok baru yang 20


terbentuk
a. > 3 kelompok 20
b. 2 – 3 kelompok 15
c. 1 kelompok 10
d. Belum ada 0

17. Jumlah PKSM yang terbentuk 20


a. > 3 orang 20
b. 2-3 orang 15
c. 1 orang 10
d. Belum ada 0

18. Jumlah kader pemimpin KTH 20


(keterlibatan generasi muda
dalam KTH)
a. >10% keanggota KTH 20
b. 5% - 10% keanggota KTH 15
c. <5% keanggota KTH 10
d. Tidak ada 0

II. KELOLA KAWASAN

1. Pemahaman terhadap bat as- 30


batas wilayah kelola dalam
batas kawasan hut an
disekitarnya
a. Dipahami dengan benar 30
oleh pengurus dan seluruh
anggota KTH
b. Dipahami dengan benar 20
oleh pengurus dan

146  Buku Saku Penyuluh Kehutanan Buku Saku Penyuluh | 145


sebagian anggota KTH
c. Dipahami dengan benar 10
oleh pengurus KTH
d. Belum dipahami dengan 0
benar oleh pengurus dan
seluruh anggot a KTH

2. Penataan dan pemetaan 30


wilayah kelola
a. Dilakukan secara 30
partisipatif oleh seluruh
anggota
b. Dilakukan secara 20
partisipatif oleh sebagian
anggota
c. Dilakukan oleh pihak lain 10
(tidak partisipatif)
d. Belum dilakukan 0

3. Pengenalan potensi dan daya 30


dukung wilayah kelola
a.. Diidentifikasi, dipetakan 30
dan didokumentasikan
dengan baik
b. Diidentifikasi dan dipetakan 20
belum didokumentasikan
dengan baik
c. Diidentifikasi tetapi belum 10
dipetakan dan
didokumentasikan
d. Belum diidentifikasikan 0

4. Identifikasi dan pemetaan 30 pengurus


permasalahan wilayah kelola dan
dan kawasan hutan di anggota
sekitarnya diminta
menye-
butkan
perma-
salahan
kawasan
a. Diidentifikasi, dipetakan 30
dan didokumentasikan

146 | Buku Saku Penyuluh Buku Saku Penyuluh Kehutanan  147


dengan baik
b. Diidentifikasikan dan 20
dipetakan belum
didokumentasikan dengan
baik
c. Diidentifikasi tetapi belum 10
dipetakan dan
didokumentasikan
d. Belum diidenifikasikan 0

5. Pemanfaatan wilayah kelola 30


sesuai dengan potensi
a. Terdapat rencana 30
pemanfaatan tertulis sesuai
dengan potensi dan
diketahui oleh para pihak
b. Terdapat rencana 20
pemanfaatan tertulis sesuai
dengan potensi
c. Rencana pemanfaatan 10
masih dalam proses
d. Belum ada rencana 0

6. Aktifitas kelompok dalam 30


melakukan rehabilitasi
(penanaman lahan
kritis/kosong/tidak produktif,
turus jalan, kanan kiri sungai
dll)
a. >3 kegiatan 30
b. 2-3 kegiatan 20
c. 1 kegiatan 10
d. Tidak ada 0

7. Aktifitas kelompk dalam 30


melakukan konservasi sumber
daya hut an (perlindungan mat a
air, penangkaran flora dan
fauna, pemanfaatan jasa
lingkungan, dll)
a. > 3 jenis 30
b. 2-3 jenis 20
c. 1 jenis 10

148  Buku Saku Penyuluh Kehutanan Buku Saku Penyuluh | 147


d. Tidak ada 0

8. Dampak terhadap peningkatan 30


kesadaran dan kepedulian
masyarakat terhadap
kelestarian hutan dan
lingkungan (terbent uknya
kelompok/organisasi peduli
kehutanan)
a. > jenis 30
b. 2-3 jenis 20
c. 1 jenis 10
d. Belum ada 0

9. Dampak terhadap lingkungan 30


(penambahan sumber mata air,
pengurangan lahan kritis,
pelestarian keanekaragaman
hayati, pengurangan kebakaran
hutan dll)
a. > dari 4 dampak 30
b. 2-4 dampak 20
c. 1 dampak 10
d. Belum ada 0

10. Perolehan sertifikat 30


pengelolaan hutan lestari
(PHBML/SVLK)
a. Sudah memperoleh 30
sertifikat
b. Dalam pros es penilaian 20
c. Dalam pros es pengajuan 10
d. Belum ada proses 0

III KELOLA USAHA

1. Modal awal kelompok 30


a. Swadaya murni 30
b. Bantuan swasta 20
c. Bantuan Pemerintah 10
d. Belum ada 0

148 | Buku Saku Penyuluh Buku Saku Penyuluh Kehutanan  149


2. Pertambahan modal usaha 40
dalam 3 tahun
a. >50% dari modal usaha 40
awal
b. 25%-50% dari modal usaha 25
awal
c. <25% dari modal usaha 10
awal
d. Belum ada penambahan 0
modal

3. Sumber penambahan modal 30


usaha
a. Lembaga keuangan 30
b. Mitra usaha 20
c. Pemerintah 10
d. Belum ada modal usaha 0

4. Penambahan jenis usaha 30


dalam 3 tahun
a. Bertambah >2 jenis usaha 30
b. Bertambah 2 jenis usaha 20
c. Bertambah 1 jenis usaha 10
d. Tidak bertambah jenis 0
usaha

5. Penyelenggaraan temu usaha 30


KTH dengan pelaku usaha
a. > 2 hari 30
b. 2 kali 20
c. 1 kali 10
d. Tidak pernah 0

6. Pertambahan kemitraan 40 Sebutkan


dengan perjanjian/MoU dalam pasangan
3 tahun kemitraan
ya/
lampiran
MoU nya
a. Bertambah >2 kemitraan 40
b. Bertambah 2 kemitraan 25
c. Bertambah 1 kemitraan 10

150  Buku Saku Penyuluh Kehutanan Buku Saku Penyuluh | 149


d. Tidak bertambah kemitraan 0

7. Cakupan tujuan pemasaran 40


hasil usaha kelompok
a. Provinsi 40
b. Kabupaten/Kot a 25
c. Kecamatan 10
d. Belum ada penawaran 0

8. Peningkatan pendapatan 40
kelompok
a. > 50% 40
b. 25% - 50% 25
c. < 25% 10
d. Belum ada 0

9. Pemanfaatan akses informasi 40


dan teknologi dari berbagai
sumber (instansi teknis,
lembaga penelitian)
a. > 5 sumber 40
b. 2 – 5 sumber 25
c. 1 sumber 10
d. Tidak ada 0

10. Penambahan penyeraoan 40


tenaga kerja dari usaha
kelompok
a. > 10% 40
b. 5% - 10% 25
c. < 5% 10
d. Belum ada 0

JUMLAH TOTAL NILAI

Skoring penilaian kemampuan KTH dengan ketentuan:


a. di bawah 350 : Kelas Pemula
b. 350 – 700 : Kelas Madya
c. di atas 700 : Kelas Utama

150 | Buku Saku Penyuluh Buku Saku Penyuluh Kehutanan  151


XV. Pos Penyuluhan Kehutanan Pedesaan

Pos Penyuluhan Kehutanan Pedesaan, yang selanjutnya


disingkat Posluhutdes, merupakan salah satu upaya percepatan
proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha
dalam memperoleh akses informasi, teknologi, pasar untuk
meningkatkan produktivitas, pendapatan, kesejahteraan serta
kesadaran dalam pelestarian fungsi kelestarian lingkungan
hidup.
Pembentukan dan pengembangan Posluhutdes dimaksudkan
untuk meningkatkan peran kelembagaan masyarakat di
pedesaan dalam kegiatan pembangunan kehutanan. Tujuan
pembentukan dan pengembangan Posluhutdes adalah :
1) Meningkatkan kegiatan pembelajaran dan penyebarluasan
informasi pembangunan kehutanan bagi masyarakat di
pedesaan;
2) Menguatkan jejaring kerja penyuluhan kehutanan di
pedesaan;
3) Meningkatkan keswadayaan dan kemandirian masyarakat
di pedesaan dalam pembangunan kehutanan.
Posluhutdes berfungsi sebagai tempat pertemuan para penyuluh,
pelaku utama dan pelaku usaha dengan ruang lingkup kegiatan
antara lain:
1. Menyusun rencana kegiatan penyuluhan kehutanan
2. Menginventarisasi permasalahan dan upaya pemecahan
permasalahan dalam masyarakat khususnya yang berkaitan
dengan pembangunan kehutanan.

Buku Saku Penyuluh | 151


3. Melaksanakan penyuluhan di desa/kelurahan
4. Memfasilitasi layanan informasi, konsultasi, dan pelatihan
bagi pelaku utama dan pelaku usaha dalam pembangunan
kehutanan
5. Melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan
dan pengembangan model usaha kehutanan.
6. Menumbuhkembangkan kepemimpinan, kewirausahaan,
serta kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha, meliputi
kegiatan :
7. Memfasilitasi forum penyuluhan kehutanan di pedesaan

A. Perencanaan
1. Kriteria Lokasi
a. Diprioritaskan desa hutan yang berada di dalam dan
sekitar hutan dan belum terdapat pos penyuluhan
desa;
b. Masyarakat desa tersebut mempunyai
ketergantungan terhadap sumber daya hutan;
c. Terdapat kelompok tani hutan aktif di bidang
kehutanan;
d. Terdapat PKSM dan atau calon PKSM;
e. Terdapat penyuluh kehutanan PNS sebagai
pendamping;
f. Lokasi mudah dijangkau oleh masyarakat;
g. Perangkat desa memiliki kepedulian terhadap
pembangunan kehutanan;
h. Tersedia lahan untuk pembangunan Posluhutdes
dan percontohan pengembangan usaha
kehutanan.

152 | Buku Saku Penyuluh


2. Inventarisasi dan Identifikasi
Inventarisasi dan identifikasi dilakukan terhadap :
a. Potensi desa meliputi
b. Kelembagaan Masyarakat
c. Permasalahan kehutanan dan lingkungan hidup di
desa, antara lain
d. Sarana Prasarana

3. Penyusunan Rencana Kegiatan


Rencana kegiatan disusun oleh pengurus Posluhutdes
dan didampingi oleh penyuluh kehutanan PNS. Rencana
kegiatan disusun sesuai potensi, permasalahan dan
kebutuhan riil masyarakat meliputi :
a. Rencana penyediaan sarana dan prasarana
Posluhutdes
b. Rencana kegiatan penyuluhan

B. Pelaksanaan
1. Sosialisasi
2. Penetapan organisasi dan penyusunan pengurus
Penetapan struktur organisasi dan susunan
kepengurusan Posluhutdes dituangkan dalam surat
keputusan Kepala Desa.
3. Pembangunan Sarana Prasarana Posluhutdes
4. Peresmian Posluhutdes
5. Pelaksanaan Kegiatan Posluhutdes

Buku Saku Penyuluh | 153


C. Peran Para Pihak
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan, pembinaan dan
pengembangan Posluhutdes diharapkan peran para pihak
sebagai berikut :
1. Pelaku
a. Pengurus Posluhutdes
b. Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat
(PKSM)
c. Kelompok Tani Hutan (KTH).
d. Pelaku usaha
e. Penyuluh Kehutanan

2. Lembaga/Instansi Pembina
a. Kepala Desa/Lurah
b. Badan Perwakilan Desa (BPD)
c. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa
(LPMD)
d. Instansi penyelenggaraan penyuluhan kehutanan
daerah
e. Instansi pembangunan kehutanan daerah (UPT
pusat dan daerah, Dinas teknis terkait)
f. Lembaga non pemerintah (BUMD, BUMN,
Lembaga Pendidikan)
g. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
h. Instansi penyelenggara penyuluhan kehutanan
pusat.

154 | Buku Saku Penyuluh


XVI. Koperasi Kelompok Tani Hutan

Dalam rangka menumbuhkembangkan Kelompok Tani Hutan


menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi,
menerapkan tata kelola berusaha yang baik dan berkelanjutan,
maka perlu dibentuk Koperasi Kelompok Tani Hutan. Oleh
karena itu, salah satu bentuk upaya Pemerintah Pusat melalui
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam
menumbuhkembangkan koperasi yaitu melalui program kegiatan
fasilitasi dan pendampingan pembentukan Koperasi KTH.

A. Syarat-Syarat Pembentukan
Koperasi primer dihadiri oleh sekurang-kurangnya 20 orang;
Koperasi sekunder dibentuk dan didirikan oleh minimal 3
badan hukum koperasi; Pendiri koperasi primer adalah WNI,
cakap dan mampu melakukan perbuatan hukum; Pendiri
koperasi sekunder adalah pengurus koperasi primer yang
diberi kuasa untuk menghadiri rapat pembentukan koperasi
sekunder Usaha koperasi harus layak secara ekonomi,
dikelola secara efisien, memberikan manfaat ekonomi bagi
anggotanya; Modal sendiri harus cukup tersedia untuk
mendukung kegiatan usaha koperasi; Memiliki tenaga
terampil dan mampu untuk mengelola koperasi.

B. Tahap Rapat Persiapan


Rapat persiapan membahas semua hal berkaitan dengan
rencana pembentukan koperasi, meliputi penyusunan
AD, dan hal-hal lain yang diperlukan untuk pembentukan
koperasi. Selain itu, dalam rapat persiapan koperasi
dilakukan penyuluhan koperasi oleh pejabat dari instansi
yang membidangi koperasi kepada para pendiri.
Buku Saku Penyuluh | 155
D. Tahap Rapat Pembentukan
Beberapa hal yang perlu dipersiapkan yaitu daftar
hadir; notulis untuk mencatat jalannya rapat; rancangan
Anggaran Dasar (AD) koperasi; rancangan rencana kerja;
menyiapkan buku administrasi koperasi; khususnya buku
daftar anggota; daftar pengurus; dan daftar pengawas.
Kemudian hal-hal yang akan dibahas serta diputuskan
dalam rapat pembentukan meliputi: kesepakatan untuk
membentuk koperasi; pembahasan atas rancangan
AD untuk disahkan menjadi AD koperasi; pembahasan
rancangan Rencana Kerja untuk dijadikan RK koperasi;
pembahasan permodalan dan batas waktu penyerahan
modal terutama simpanan pokok; pemilihan pengurus dan
pengawas; pemberian kuasa kepada pengurus dan atau
orang lain yang dipilih oleh peserta rapat pembentukan
untuk menyiapkan rancangan AD/ART koperasi; pemberian
kuasa dan batasan kewenangannya kepada beberapa
orang yang ditunjuk oleh rapat pembentukan sebagai kuasa
pendiri untuk menanda tangani akta pendirian koperasi
apabila di wilayah setempat tidak terdapat notaris pembuat
akta koperasi dan mengajukan permintaan pengesahan
kepada pejabat terkait.
Point-point rapat pembentukan yaitu:
1. Rapat pembentukan koperasi primer minimal dihadiri
oleh 20 orang, sedangkan rapat pembentukan koperasi
sekunder dihadiri minimal 3 koperasi yang diwakili
orang yang telah diberi kuasa berdasarkan keputusan
rapat anggota koperasi yang bersangkutan;
2. Rapat dipimpin oleh seorang/beberapa orang dari
pendiri/kuasa pendiri;

156 | Buku Saku Penyuluh


3. Rapat pembentukan dihadiri oleh pejabat yang
berwenang yaitu:
l pembentukan koperasi sekunder dan primer
tingkat nasional dihadiri oleh pejabat Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
l pembentukan koperasi sekunder dan primer
tingkat provinsi dihadiri oleh pejabat Dinas/Instansi
yang membidangi koperasi tingkat provinsi;
l pembentukan koperasi sekunder dan primer
tingkat Kabupaten/Kota dihadiri oleh pejabat
Dinas/Instansi yang membidangi koperasi tingkat
Kabupaten/Kota.
4. Anggaran Dasar (AD) memuat sekurang-kurangnya
daftar nama pendiri, nama dan tempat kedudukan,
maksud dan tujuan, jenis koperasi, bidang usaha,
ketentuan mengenai keanggotaan, rapat anggota,
pengurus, pengawas, pengelola, permodalan, jangka
waktu berdirinya, pembagian sisa hasil usaha,
pembubaran dan ketentuan mengenai sanksi.
5. Pelaksanaan rapat anggota pembentukan koperasi
wajib dituangkan dalam berita acara rapat pendirian
koperasi, atau notulen rapat pendirian koperasi.

E. Pengesahan Akta Pendirian Koperasi


Pendiri koperasi mengajukan permintaan pengesahan
akta pendirian koperasi secara tertulis kepada pejabat
yang berwenang mengesahkan akta pendirian koperasi.
Kemudian permintaan pengesahan akta pendirian koperasi
diajukan dengan lampiran antara lain: dua rangkap
salinan akta pendirian koperasi dari notaris dimana satu
diantaranya bermaterai cukup; berita acara rapat pendirian
Buku Saku Penyuluh | 157
koperasi; daftar hadir rapat pendirian koperasi; foto copy
KTP pendiri; surat kuasa pendiri (pengurus terpilih) untuk
mengurus pengesahan pembentukan koperasi; surat bukti
tersedianya modal yang jumlahnya sekurang; kurangnya
sebesar simpanan pokok dan simpanan wajib yang wajib
dilunasi para pendiri (minimal 5 juta rupiah untuk koperasi
primer dan 15 juta rupiah untuk koperasi sekunder); rencana
awal kegiatan usaha koperasi minimal tiga tahun ke depan
dan rencana anggaran belanja dan pendapatan koperasi;
struktur organisasi koperasi; daftar susunan pengurus dan
pengawas; daftar sarana kerja koperasi; surat pernyataan
tidak mempunyai hubungan keluarga antara pengurus; surat
pernyataan status kantor koperasi dan bukti pendukungnya;
dokumen lain yang diperlukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Berbagai kemungkinan dalam keputusan pejabat terkait
permohonan pengesahan akta pendirian koperasi yaitu:
apabila permohonan diterima maka pengesahan selambat
lambatnya 3 bulan sejak berkas diterima lengkap; jika
permohonan ditolak maka Keputusan penolakan dan
alasannya disampaikan kembali kepada kuasa pendiri
paling lama 3 bulan sejak permohonan diajukan; mengenai
penolakan, para pendiri dapat mengajukan permintaan
ulang pengesahan akta pendirian koperasi dalam jangka
waktu paling lama 1 bulan. Keputusan terhadap permintaan
ulang tersebut diberikan paling lambat 1 bulan.

158 | Buku Saku Penyuluh


Cara Mendirikan Koperasi

Penyuluhan tentang Rapat Pembentukan


perkoperasian Koperasi

Mengajukan permohonan
Pembuatan akta
pengesahan secara tertulis
oleh notaris
kepada Pejabat berwenang

- Pejabat berwenang wajib melakukan


penelitian terhadap materi Anggaran
Dasar yang diajukan dan syarat
administrasi lainnya.
- Pejabat yang berwenang melakukan
pengecekan terhadap keberadaan
koperasi tersebut.

Pengesahan selambat-
PENERBITAN
lambatnya 3 bulan sejak
SK
berkas diterima lengkap

Buku Saku Penyuluh | 159


VII. Lembaga Pelatihan Pemagangan
Usaha Kehutanan Swadaya
(Wanawiyata Widyakarya)

Wanaloka Widyakarya adalah lembaga pelatihan dan magang


kegiatan usaha bidang kehutanan yang dimiliki dan dikelola
oleh kelompok masyarakat/perorangan secara swadaya.
Pembentukan wanaloka widyakarya dimaksudkan untuk
memberikan apresiasi dan motivasi kepada masyarakat yang
telah berhasil mengembangkan usaha bidang kehutanan dan
menyediakan sarana pembelajaran bagi masyarakat dibidang
usaha kehutanan yang berkualitas. Tujuan pembentukannya
adalah tersedianya sarana pembelajaran bagi masyarakat
dibidang usaha kehutanan, meningkatnya kapasitas kelompok
masyarakat/perorangan dalam mengembangkan dan mengelola
lembaga pelatihan dan magang, meningkatnya kapasitas
masyarakat dalam mengembangkan usaha dibidang kehutanan,
berkembangnya kegiatan usaha masyarakat di bidang
kehutanan. Sedangkan manfaat dan dampak keberadaan
Wanaloka Widyakarya bagi pelaku utama dan masyarakat
sekitar adalah percepatan penerapan teknologi maju di bidang
pembangunan kehutanan dan perdesaan.

A. Prinsip
l Keswadayaan; penyelenggaraan dilakukan dengan

mengutamakan kemampuan masyarakat.


l Kemanfaatan; harus memberikan nilai manfaat
bagi peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan
perubahan perilaku untuk meningkatkan produktivitas,
dan kesejahteraan masyarakat.

160 | Buku Saku Penyuluh


l Kerjasama; diselenggarakan secara sinergis dalam
kegiatan pembangunan kehutanan serta sector lainnya
yang merupakan tujuan bersama antara pemerintah
dan masyarakat.
l Partisipatif; harus melibatkan secara aktif masyarakat
serta penyuluh kehutanan sejak perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi.
l Kemitraan; dilaksanakan berdasarkan prinsip saling
menguntungkan, saling memperkuat dan saling
membutuhkan antara masyarakat dan pelaku usaha.
l Keberlanjutan; dilaksanakan dengan upaya secara terus
menerus dan berkesinambungan agar pengetahuan,
keterampilan, serta perilaku pelaku utama dan pelaku
usaha semakin baik dan sesuai dengan perkembangan
sehingga terwujud kemandirian.

B. Kriteria Calon Lokasi


l Kegiatan usaha bidang kehutanan dan atau lingkungan
hidup yang berhasil yang dikelola oleh kelompok
masyarakat/perorangan.
l Telah menjadi percontohan, pembelajaran/praktek,
kunjungan/studi banding bagi masyarakat.
l Memiliki SDM yang punya kapasitas sebagai fasilitator.
l Memiliki sarana pertemuan, ruang sekretariat dan

perlengkapannya.
l Terletak di desa yang memungkinkan tersedia fasilitas
akomodasi (masyarakat sekitar).
l Lokasi mudah dijangkau.

Buku Saku Penyuluh | 161


C. Tata Cara Pengusulan
l Mayarakat/perorangan dengan bimbingan Penyuluh

Kehutanan dan atau LH pendamping melakukan


inventarisasi & identifikasi calon Wanawiyata
Widyakarya sesuai kriteria.
l Calon lokasi yang memenuhi kriteria dituangkan dalam
bentuk proposal dan disampaikan kepada instansi
pelaksana penyuluhan di kabupaten/kota.
l Proposal memuat antara lain: pendahuluan, profil
calon wanawiyata widyakarya, rencana kegiatan,
pendampingan dan dilengkapi dokumentasi foto.
l Instansi pelaksana penyuluhan kabupaten/kota
menyampaikan calon wanawiyata widyakarya ke
instansi penyelenggara penyuluhan provinsi.
l Instansi penyelenggara penyuluhan provinsi melakukan
verifikasi terhadap usulan Instansi pelaksana
penyuluhan kab/kota.
l Instansi penyelenggara penyuluhan provinsi
mengusulkan calon Wanaloka Widyakarya yang
dinilai paling layak ke Pusat Penyuluhan Kehutanan,
BP2SDM, Kementerian LHK.

D. Verifikasi
l Legalitas dan kesiapan kelembagaan pengelola calon
Wanawiyata Widyakarya
l Jenis dan volume kegiatan usaha bidang kehutanan
dan aatau LH
l Kegiatan usaha unggulan yang menjadi percontohan/
magang/studi banding/kunjungan bagi masyarakat

162 | Buku Saku Penyuluh


l Ketersediaan sarana prasarana serta kapasitas sumber
daya manusia sebagai fasilitator
l Aksesibilitas dan Keswadayaan serta kemandirian

terkait dengan pembiayaan.


l Prestasi pengelola calon lokasi Wanawiyata
Widyakarya.

E. Penilaian
l Tim penilai.
Penilaian calon lokasi Wanawiyata Widyakarya
dilakukan oleh Tim Penilai yang ditetapkan Kepala
Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber
Daya Manusia, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
l Dasar penilaian, antara lain :
1. Hasil penilaian dari instansi penyelenggara
penyuluhan provinsi
2. Keragaman jenis usaha unggulan
3. Pemerataan/distribusi lokasi
4. Aksesibilitas
5. Dukungan pemda setempat
6. Keberadaan penyuluh pendamping

F. Penetapan
Hasil penilaian dilaporkan kepada Kepala BP2SDM, untuk
selanjutnya mendapatkan penetapan.

Buku Saku Penyuluh | 163


G. Fasilitasi
Fasilitasi dapat dilakukan oleh pemerintah pusat, daerah
dan pihak lain berupa bantuan untuk kelengkapan sarpras
pelatihan dan magang, peningkatan kapasitas SDM dan
pengembangan usaha.

H. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh penyuluh
kehutanan/lingkungan hidup, instansi penyelenggara
penyuluhan kehutanan di daerah, instansi penyelenggara
lingkungan hidup di daerah atau PPLHK Ekoregion, instansi
penyelenggara diklat kehutanan dan lingkungan hidup
dan instansi penyelenggara penyuluhan kehutanan dan
lingkungan hidup di pusat. Kemudian hasil monitoring dan
evaluasi dituangkan dalam laporan yang dibuat minimal
1 (satu) kali setahun dan disampaikan secara berjenjang
kepada instansi penyelenggara penyuluhan kehutanan atau
instansi penyelenggara lingkungan hidup.

164 | Buku Saku Penyuluh


VIII. Pendampingan Peningkatan
Kelas Kelompok Tani Hutan

Pendampingan adalah proses belajar bersama dalam


mengembangkan hubungan kesejajaran, hubungan pertemanan
atau persahabatan antara dua subyek yang dialogis untuk
menempuh jalan musyawarah dalam memahami dan
memecahkan masalah sebagai suatu strategi mengembangkan
partisipasi masyarakat menuju kemandirian (Permenhut No.
P03/Menhut-V/2004). Tujuan pembuatan buku kerja ini adalah
memberikan panduan kerja kepada penyuluh dalam pelaksanaan
kegiatan pendampingan peningkatan kelas KTH agar dapat
berjalan secara efektif dan efisien.

A. Ciri Kelompok Tani Hutan (Peraturan Menteri Kehutanan


No.P.57/Menhut-II/2014)
1. Ciri KTH Kelas Pemula
a. Kelola Kelembagaan
l Legalitas kelompok belum kuat (berita acara

pertemuan);
l Aturan kelompok belum ada dan atau belum

dijalankan;
l Manajemen kelompok (perencanaan,
pelaksanaan, monev) belum berjalan baik;
l Administrasi kelompok belum tertata rapi;
l Partisipasi anggota dalam kegiatan belum

maksimal;

Buku Saku Penyuluh | 165


Susunan pengurus belum lengkap dan belum
l

berperan maksimal.
l Peningkatan kapasitas SDM pengurus dan

anggota sangat kurang;


l Keterlibatan kelompok dalam diklat yang
diselenggarakan pihak lain sangat kurang;
l Belum ada kaderisasi dan regerasi pemimpin;
l Belum ada perhatian terhadap isu kearifan

lokal terkait pengelolaan hutan/ pelestarian


sumber daya alam dan kesetaraan gender.
b. Kelola Kawasan
l Batas wilayah kelola dalam batas kawasan

hutan belum dipahami, belum ditata dan


dipetakan (secara partisipatif);
l Potensi, daya dukung dan permasalahan
wilayah kelola belum diidentifikasi dan
dipetakan dengan baik;
l Wilayah kelola belum dimanfaatkan sesuai

dengan potensi;
l Kelompok menjalankan kegiatan bidang
rehabilitasi dan konservasi SDH sedikitnya
satu kegiatan untuk masing-masing bidang;
l Dampak kegiatan kelompok terhadap
kesadaran dan kepedulian masyarakat dan
lingkungan sekitar (berdampak minimal 1 jenis
kegiatan);
l Merintis kegiatan ke arah pengelolaan hutan

lestari (PHBM, SVLK).

166 | Buku Saku Penyuluh


c. Kelola Usaha
l Modal awal kelompok masih bersumber dari

bantuan pemerintah;
l Penambahan modal usaha kelompok belum

ada atau belum banyak;


l Penambahan jenis usaha kelompok belum ada
atau masih sedikit;
l Cakupan pemasaran usaha belum luas (tingkat
desa/keamatan);
l Upaya menjalin kemitraan belum maksimal;
l Penambahan pendapatan anggota dari usaha
kelompok masih minim.
2. Ciri KTH Kelas Madya
a. Kelola Kelembagaan
l Legalitas kelompok kuat (SK Kepala Desa);
l Aturan kelompok (AD/ART) sudah disusun dan
ditaati bersama;
l Manajemen kelompok (perencanaan,
pelaksanaan, monev) sudah dilaksanakan
tetapi belum dikelola dengan baik dan teratur;
l Administrasi kelompok sudah ditata rapi (3-5

buku administrasi);
l Partisipasi anggota dalam kegiatan cukup baik
(> 50% anggota aktif);
l Susunan pengurus lengkap dan pengurus

menjalankan tugasnya sesuai dengan


pembagian tugas yang sudah ditetapkan
bersama;

Buku Saku Penyuluh | 167


Peningkatan kapasitas SDM pengurus dan
l

anggota (10-20%) dilaksanakan dengan


berbagai kegiatan;
l Kelompok aktif atau banyak mengikuti kegiatan
pelatihan (1-2 jenis) dan kegiatan (2-3 jenis
kegiatan) yang diselenggarakan pihak lain;
l Sudah ada kaderisasi dan regerasi pemimpin

(pembentukan 1 kelompok baru/ 1 orang


PKSM/ < 5% keterlibatan generasi muda;
l Sudah ada perhatian terhadap isu kearifan

lokal terkait pengelolaan hutan/ pelestarian


sumber daya alam dan kesetaraan gender.
b. Kelola Kawasan
l Batas wilayah kelola dalam batas kawasan

hutan sudah dipahami, ditata dan dipetakan


(secara partisipatif);
l Potensi, daya dukung dan permasalahan
wilayah kelola sudah diidentifikasi dan dipetakan
tetapi belum didokumentasikan dengan baik;
l Wilayah kelola dimanfaatkan sesuai dengan

potensi;
l Kelompok menjalankan kegiatan bidang
rehabilitasi dan konservasi SDH sedikitnya 2-3
kegiatan untuk masing-masing bidang;
l Dampak kegiatan kelompok terhadap
kesadaran dan kepedulian masyarakat dan
lingkungan sekitar (2-3 jenis kegiatan);
l Melakukan kegiatan ke arah pengelolaan

hutan lestari (PHBM, SVLK) dan lainnya (tahap


penilaian pihak ketiga).
168 | Buku Saku Penyuluh
c. Kelola Usaha
l Modal awal kelompok masih bersumber dari

swasta dan pihak lainnya;


l Penambahan modal usaha kelompok (25%

lebih);
l Sumber penambahan modal usaha: mitra

usaha;
l Penambahan jenis usaha kelompok (minimal 2
jenis);
l Cakupan pemasaran usaha cukup luas
(kabupaten/kota);
l Upaya menjalin kemitraan dengan berbagai

pihak melalui berbagai media sudah berjalan


cukup baik (temu usaha, akses informasi
teknologi 2-5 sumber);
l Penambahan mitra usaha: 2 MoU;
l Peningkatan pendapatan anggota dari usaha

kelompok (minimal 25%).


3. Ciri KTH Kelas Utama
a. Kelola Kelembagaan
l Legalitas kelompok kuat (Akta Notaris);
l Aturan kelompok (AD/ART/ tertulis dan tidak

terulis) dipahami dan ditaati bersama;


l Manajemen kelompok (perencanaan,
pelaksanaan, monev) sudah dilaksanakan
dengan baik dan teratur;
l Administrasi kelompok sudah ditata rapi (> 5

buku administrasi lengkap);

Buku Saku Penyuluh | 169


Partisipasi anggota dalam kegiatan cukup baik
l

(> 75% anggota aktif);


l Susunan pengurus lengkap dan pengurus

menjalankan tugasnya sesuai dengan


pembagian tugas yang sudah ditetapkan
bersama;
l Peningkatan kapasitas SDM pengurus dan

anggota (> 20%) dilaksanakan dengan


berbagai kegiatan;
l Kelompok aktif atau banyak mengikuti kegiatan
pelatihan (> 3 jenis) dan kegiatan (> 5 jenis
kegiatan) yang diselenggarakan pihak lain;
l Sudah ada kaderisasi dan regerasi pemimpin

(> 3 kelompok baru/ > 3 orang PKSM/ > 10%


keterlibatan generasi muda;
l Perhatian terhadap isu kearifan lokal terkait

pengelolaan hutan/ pelestarian sumber daya


alam dan kesetaraan gender cukup besar
(keterlibatan wanita > 20%).
b. Kelola Kawasan
l Batas wilayah kelola dalam batas kawasan

hutan sudah dipahami dengan benar oleh


pengurus dan anggota, ditata dan dipetakan
(secara partisipatif);
l Potensi, daya dukung dan permasalahan

wilayah kelola diidentifikasi dan dipetakan


serta didokumentasikan dengan baik;
l Wilayah kelola dimanfaatkan sesuai dengan

potensi dan diketahui para pihak;

170 | Buku Saku Penyuluh


l Kelompok menjalankan kegiatan bidang
rehabilitasi dan konservasi SDH sedikitnya > 3
kegiatan untuk masing-masing bidang;
l Dampak kegiatan kelompok terhadap
kesadaran dan kepedulian masyarakat (> 3
jenis kegiatan) dan lingkungan sekitar (> 3
dampak);
l Memperoleh sertifikat pengelolaan hutan
lestari (PHBM, SVLK).
c. Kelola Usaha
l Modal awal kelompok masih bersumber dari

swadaya murni;
l Penambahan modal usaha kelompok (> 50%

dari modal usaha awal);


l Sumber penambahan modal usaha: lembaga
keuangan;
l Penambahan jenis usaha kelompok (> 2 jenis);
l Cakupan pemasaran usaha cukup luas
(provinsi);
l Upaya menjalin kemitraan dengan berbagai

pihak melalui berbagai media sudah berjalan


cukup baik (> 2 kali temu usaha, akses
informasi teknologi > 5 sumber);
l Penambahan mitra usaha > 2 MoU;
l Peningkatan pendapatan anggota dari usaha

kelompok (> 50 %) dan penyerapan tenaga


kerja dari kegiatan kelompok (> 10%).

Buku Saku Penyuluh | 171


B. Metode Penilaian
Penilaian kelas KTH dilakukan oleh Tim Penilai Kemampuan
KTH yang dibentuk oleh instansi pelaksana penyuluhan
kabupaten/kota. Tim Penilai Kemampuan KTH sekurang-
kurangnya berjumlah 3 (tiga) orang yang terdiri dari
unsur pejabat struktural dan pejabat fungsional penyuluh
kehutanan pada instansi pelaksana penyuluhan kabupaten/
kota. Metode penilaian kelas KTH dilakukan melalui
wawancara dengan ketua, pengurus dan anggota dalam
forum pertemuan kelompok. Wawancara menggunakan
butir-butir pertanyaan pada instrumen penilaian kemampuan
KTH sebagaimana Lampiran IV Peraturan Menteri
Kehutanan No. P.57 / Menhut-II/ 2014 tentang Pedoman
Pembinaan Kelompok Tani Hutan. Untuk menghindari
penilaian yang subjektif oleh Tim Penilai, maka untuk setiap
jawaban pertanyaan perlu dibuktikan dengan dokumen dan
bukti fisik di lapangan.

172 | Buku Saku Penyuluh


Daftar Pustaka

1. Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.


2. PERMAN DAN RB 27 TAHUN 2013 tentang jabatan
Fungsional Penyuluh dan Angka Kreditnya.
3. Permenhut Nomor: P.29/Menhut-ll/2013 tentang Pedoman
Pendampingan Kegiatan Pembangunan Kehutanan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo PP Nomor 3
tahun 2008 Peraturan Menteri Kehutanan No. P.35/Menhut-
II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu.
5. Permenhut Nomor P.23/Menhut-ll/2007 tentang Tata Cara
Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
Pada Hutan Tanaman Rakyat Dalam Hutan Tanaman.
6. Permenhut Nomor P.37/Menhut-ll/2007 tentang Hutan
Kemasyarakatan.
7. Permenhut Nomor P.5/Menhut-ll/2008 tentang Perubahan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.23/Menhut-ll/2007
tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat Dalam
Hutan Tanaman.
8. Permenhut Nomor P.9/Menhut-ll/2008 Tentang Persyaratan
Kelompok Tani Hutan Untuk Mendapatkan Pinjaman Dana
Bergulir Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat.
9. Permenhut Nomor P.18/Menhut-ll/2008 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-
II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan.
10. Permenhut Nomor P.62/MenhUt-ll/2008 Tentang Rencana
Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman
Industri dan Hutan Tanaman Rakyat.

Buku Saku Penyuluh | 173


11. Permenhut No. 49/menhut-ll/2008 tentang Hutan Desa.
12. Permenhut P.6/Menhut-ll/2009 tentang Pembentukan
Wilayah KPH.
13. Permenhut Nomor P.14/Menhut-ll/2009 tentang Perubahan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.62/Menhut-ll/2008
Tentang Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat.
14. Permenhut No. P.19/Menhut-ll/2009 tentang Strategi
Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Nasional.
15. Permenhut No. P.21/Menhut-ll/2009 tentang Kriteria
dan Indikator Penetapan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu
Unggulan.
16. Permenhut P.6/Menhut-l 1/2010 tentang Norma, Standar,
Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengelolaan Hutan pada
KPH Lindung (KPHL) dan KPH Produksi (KPHP).
17. Permenhut No. P.14/Menhut-ll/2010 tentang Perubahan
atas permenhut No. 49/Menhut-ll/2008 tentang Hutan Desa.
18. Permendagri No. 61/2010 tentang Pedoman Organisasi
dan Tata Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah.
19. Permenhut No. 52/Menhut-ll/2011 tentang Perubahan
Ketiga Atas Permenhut Nomor P.37/Menhut-ll/2007 tentang
Hutan kemasyarakatan.
20. SK MENPAN 130 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh
dan Angka Kreditnya.
21. Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.7O7/Menhut-ll/2013
tentang Penetapan Jenis Tanaman yang benihnya Wajib
Diambil dari Sumber Benih bersertifikat.

174 | Buku Saku Penyuluh


22. Keputusan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial
No. SK.22/V-BPS/2010 tentang Penetapan Jenis HHBK
Unggulan Nasional dan Lokasi Pengembangan Klaster.
23. Keputusan Dirjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan
Sosial No. SK.69A/-SET/2011 tentang Penetapan Jenis
HHBK Unggulan Nasional dan Lokasi Pengembangan
Klaster.
24. Keputusan Dirjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan
Sosial No. SK.65/V-BPS/2012 tentang Penetapan Jenis
HHBK Unggulan.
25. Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor
P.STahun 2011 Tanggal 30 Desember2011 tentang Standar
dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi
Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Ijin
atau pada Hutan Hak.
26. Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor
P.8 Tahun 2011 Tanggal 30 Desember 2011 tentang Standar
dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi
Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Ijin
atau pada Hutan Hak.
27. Peraturan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan
P.06/VI-BPHT/2008 tentang Perubahan Peraturan Menteri
Kehutanan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan
P.06/VI-BPHT/2007 tentang Petunjuk Teknis Pembangunan
Hutan Tanaman Rakyat (HTR).
28. Peraturan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan
P.02/VI-BPHT/2009 tentang Pedoman Pembangunan Hutan
Tanaman Rakyat Pola Kemitraan dan Pola Developer.
29. Peraturan Kepala Pusat Pembiayaan Pembangunan
Hutan Nomor P.02/Pusat P2H-1/2008 tentang Pedoman

Buku Saku Penyuluh | 175


Penyusunan Proposal Permohonan Pinjaman Dana Berfulir
Untuk Usaha Pembangunan Hutan Tanaman.
30. Permenhut Nomor : P.44 Menhut-II/2014 tentang
Pedoman Pembangunan Unit Percontohan Penyuluhan
Kehutanan(UUPK).
31. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 maka ruang
lingkup pengendalian kebakaran hutan terdiri dari komponen
pencegahan, komponen pemadaman dan komponen
penanganan pasca kebakaran meliputi rehabilitasi dan
penegakan hukum.
32. Permenhut Nomor : P.29/Menhut-II/2012, tentang Pedoman
Pendampingan Kegiatan Pembangunan Kehutanan.
33. Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.12/Menhut-
II/2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan.
34. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah Republik Indonesia Nomor 01 tahun
2006 (Permenkop UKM No. 01/2006) tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian
dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
35. Permenhut Nomor : P.57/Menhut-IV 2014 tentang Pedoman
Pembinaan Kelompok Tani Hutan.

176 | Buku Saku Penyuluh

Anda mungkin juga menyukai