Anda di halaman 1dari 159

LAPORAN HASIL AKTUALISASI

PESERTA PELATIHAN DASAR CPNS


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
ANGKATAN XII TAHUN 2019

Disusun oleh :
Nama : Alfian Herdi Feisal, S.K.H.
NIP : 19950714 201902 1 001
Jabatan : Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Pertama
Instansi : Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa
Tenggara Timur

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM
PUSAT DIKLAT SDM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
2019
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, nikmat, dan hidayahNya
yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
laporan hasil aktualisasi. Laporan hasil aktualisasi ini disusun guna memenuhi syarat
untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) lingkup Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (KLHK).

Penulisan laporan hasil aktualisasi ini dapat terlaksana dengan baik berkat
bantuan, dorongan, doa, serta bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Novia Widyaningtyas, S.Hut, M.Sc selaku Kepala Pusat Diklat SDM


Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah mengijinkan penulis
melaksanakan penulisan laporan hasil aktualisasi ini;
2. Ir. Timbul Batubara, M.Si selaku Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya
Alam Nusa Tenggara Timur yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melaksanakan aktualisasi dan menyusun laporan hasil
aktualisasi;
3. B. Prabani Setiohindrianto selaku Widyaiswara dan Coach yang telah
meluangkan waktu, tenaga, serta pikiran dalam membimbing penulisan
laporan hasil aktualisasi ini;
4. Dr. Ir. I Nyoman Yuliarsana, M.Agr., Sc selaku Penguji yang telah
memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan laporan hasil
aktualisasi ini;
5. Agustinus Djami Koreh, S.S.T., M.Si selaku Mentor yang telah memberikan
arahan dan saran yang sangat baik selama penulis melaksanakan kegiatan
aktualisasi dan menyusun laporan hasil aktualisasi ini;
6. Heri Suheri, S.Hut., M.Sc selaku Kepala Bidang Konservasi Wilayah II
BBKSDA NTT yang telah memberikan arahan dan dukungan dalam
pembuatan laporan hasil aktualisasi ini;
7. Pieter Robert Ebenhaezar Didok, SST. selaku Kepala Seksi Konservasi
Wilayah IV BBKSDA NTT yang telah memberikan arahan dan dukungan
teknis dalam laporan hasil aktualisasi ini;

iii
8. Rita Widianingsih, S. Hut selaku Ketua Panitia Diklatsar CPNS KLHK Tahun
2019 beserta jajarannya atas kerja kerasnya demi terlaksana seluruh
rangkaian diklatsar CPNS KLHK tahun 2019;
9. Seluruh staf BBKSDA NTT yang telah sangat membantu penulis dalam
melaksanakan kegiatan aktualisasi serta menyusun laporan hasil aktualisasi;
10. Seluruh Widyaiswara, pelatih serta staff Pusdiklat SDM KLHK dan Yonif 315
Garuda yang telah meluangkan segenap waktu, tenaga, serta pikirannya
demi kelancaran seluruh rangkaian diklatsar CPNS KLHK tahun 2019;
11. Seluruh rekan-rekan CPNS angkatan XI dan XII atas kerja samanya dalam
melalui rangkaian diklatsar CPNS KLHK tahun 2019 serta seluruh pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu
Penulis berharap semoga laporan hasil aktualisasi ini dapat
memberikan manfaat bagi setiap yang membacanya.

Kupang, 19 November 2019


Penulis

Alfian Herdi Feisal, S.K.H


NIP. 19950714 201902 1 001

iv
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ....... ................................................................... ii

KATA PENGANTAR................................................................................... iii

DAFTAR ISI .............................................................................................. v

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vi

I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
1. Tupoksi Organisasi ..................................................................... 1
2. Tupoksi Pengendali Ekosistem Hutan ......................................... 2
3. Deskripsi Isu ............................................................................... 3
a) Kondisi saat ini ....................................................................... 3
b) Dampak jika tidak diselesaikan .............................................. 4
c) Dukungan teoritik .................................................................... 5
d) Rumusan isu .......................................................................... 5
B. Nilai-Nilai Organisasi ...................................................................... 5
C. Tujuan ............................................................................................. 6

II. CAPAIAN PELAKSANAAN AKTUALISASI ........................................... 7


A. Penjelasan Perubahan .................................................................... 7
B. Capaian Pelaksanaan Aktualisasi ................................................... 7
C. Manfaat ........................................................................................... 9
D. Tantangan/Hambatan...................................................................... 10

III. JADWAL PELAKSANAAN AKTUALISASI ........................................... 11

IV. PENUTUP ............................................................................................ 14


A. Kesimpulan ..................................................................................... 14
B. Saran .............................................................................................. 14

v
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Matriks Pelaksanaan Aktualisasi ....... .................................... 17

Lampiran 2. Bukti Pengendalian Pembelajaran Aktualisasi oleh Mentor ... 30

Lampiran 3. Bukti Pengendalian Pembelajaran Aktualisasi oleh Coach .... 33

Lampiran 4. Bukti – Bukti Pendukung Kegiatan ........................................ 38


Kegiatan 1. Mengumpulkan referensi tentang pengelolaan satwa .. 38
Kegiatan 2. Melakuckan diskusi dengan ahli mengenai manajemen
Pengelolaan satwa ....................................................... 66
Kegiatan 3. Melakukan pendataan kesehatan satwa di penangkaran
rusa............................................................................... 81
Kegiatan 4. Melakukan pendataan kesehatan satwa di kandang
Penampungan di BBKSDA NTT ................................... 115
Kegiatan 5. Menyusun draft SOP pengelolaan satwa...................... 134

vi
BAGIAN I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1. Tupoksi Organisasi
Organisasi dan tata kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) diatur dalam PermenLHK No. P.18/MenLHK-II/2015
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. KLHK dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di
bidang pengelolaan konservasi sumber daya alam dan ekosistem dibantu
oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem
(KSDAE).
Di dalam lingkup Direktorat Jenderal KSDAE sendiri kemudian
Kementerian LHK menerbitkan PermenLHK No. P.8/MenLHK/
Setjen/OTL.0/2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis Konservasi Sumber Daya Alam. Unit Pelaksana Teknis (UPT)
KSDA merupakan unit pengelola konservasi sumber daya alam dan
ekosistemnya yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Dirjen
KSDAE. UPT KSDA Dipimpin oleh seorang Kepala Balai.
UPT KSDA mempunyai tugas penyelenggaraan konservasi sumber
daya alam dan ekosistemnya di cagar alam, suaka margasatwa, taman
wisata alam dan taman buru serta koordinasi teknis pengelolaan taman
hutan raya dan kawasan ekosistem esensial. Dalam melaksanakan
tugasnya, UPT KSDA menyelenggarakan fungsi :
a. Inventarisasi potensi, penataan kawasan dan penyusunan rencana
pengelolaan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan
taman buru;
b. Pelaksanaan perlindungan dan pengamanan cagar alam, suaka
margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru;
c. Pengendalian dampak kerusakan sumber daya alam hayati;
d. Pengendalian kebakaran hutan di cagar alam, suaka margasatwa,
taman wisata alam, dan taman buru;

1
e. Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa liar besera habitatnya
serta sumberdaya genetik dan pengetahuan tradisional;
f. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan;
g. Evaluasi kesesuaian fungsi, pemulihan ekosistem dan penutupan
kawasan;
h. Penyiapan pembentukan dan operasional Kesatuan Pengelolaan
Hutan Konservasi (KPHK);
i. Penyediaan data dan informasi, promosi dan pemasaran konservasi
sumber daya alam dan ekosistemnya;
j. Pengembangan kerjasama dan kemitraan bidang konservasi
sumberdaya alam dan ekosistemnya;
k. Pengawasan dan pengendalian peredaran tumbuhan dan satwa
liar;
l. Koordinasi teknis penetapan koridor hidupan liar;
m. Koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan kawasan
ekosistem esensial;
n. Pengembungan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumber
daya alam dan ekosistemnya;
o. Pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan konservasi;
p. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga serta kehumasan.

2. Tupoksi Pengendali Ekosistem Hutan


Menurut PermenKehutanan No. P.10/Menhut-II/2014 Tentang
Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan dan
Angka Kreditnya menyatakan bahwa tugas pokok PEH yaitu
melaksanakan pengendalian ekosistem hutan yang kegiatannya meliputi
menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan, memantau dan
mengevaluasi kegiatan pengendalian ekosistem. Segala tugas pokok
PEH terbagi dalam unsur dan sub unsur kegiatan PEH yang dapat dinilai
angka kreditnya.
Dalam PermenKehutanan No. P.10/Menhut-II/2014 terdapat 75
Teknis Pelaksanaan Unsur Kegiatan PEH bagi PEH Ahli, diantaranya
adalah :
a. Menyusun rencana kerja PEH;

2
b. Penangkaran/Budidaya;
c. Pembinaan habitat dan satwa liar;
d. Pengelolaan Keanekaragaman Hayati;2
e. Kelembagaan Masyarakat;
f. Menyusun bahan informasi teknis;
g. Melakukan penyusunan/pengembangan draft kebijakan PEH;
h. Membuat karya tulis/karya ilmiah
i. Menerjemahkan/menyadur buku atau karya ilmiah.

3. Deskripsi Isu
Isu yang diangkat : Pengelolaan satwa di penangkaran rusa dan kandang
penampungan di BBKSDA NTT.
a) Kondisi saat ini
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara
Timur (BBKSDA NTT) merupakan Unit Pelaksana Teknis dari Direktorat
Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem yang
mempunyai fungsi untuk melaksanakan pengelolaan jenis tumbuhan
dan satwa liar beserta habitatnya serta sumberdaya genetik dan
pengetahuan tradisional.
Sebagai salah satu bentuk pengelolaan satwa adalah adanya
kandang penampungan satwa pada BBKSDA NTT. Kandang satwa
tersebut berfungsi sebagai kandang untuk menampung sementara
satwa hasil serahan masyarakat atau evakuasi di lapangan sebelum
dilepasliarkan kembali ke alam. Di Provinsi NTT, kasus konflik antara
buaya dan manusia tertinggi di seluruh Indonesia, terutama selama 8
tahun terakhir sehingga sebagian besar satwa yang ada di BBKSDA
NTT terutama yang di Kota Kupang merupakan buaya muara/air asin
(Crocodylus porosus) yang mengalami konflik di masyarakat. BBKSDA
NTT di Kota Kupang sejauh ini menampung 13 ekor buaya muara, 7
ekor di kantor Balai Besar, 6 ekor di kantor Seksi Konservasi Wilayah II
(SKW II) Kupang. Selain itu, di kantor Balai Besar terdapat pula burung
Kakatua berjumlah 5 ekor (Cacatua sulphurea, C. gallerita, dan C.
goffini) serta 2 ekor burung nuri. Meskipun keberadaan satwa di
kandang penampungan sifatnya sementara, namun belum ada

3
pengelolaan satwa yang optimal di BBKSDA NTT, dan seringkali satwa
ditampung hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun karena
keterbatasan anggaran untuk melepasliarkan (terutama untuk satwa
dari luar provinsi) ataupun belum menemukan tempat yang cocok dan
masyarakat yang mau menerima dilepasliarkannya satwa konflik di
lingkungan sekitar mereka. Kondisi ini sebenarnya merupakan kondisi
umum hampir seluruh UPT KSDAE di Indonesia. Bahwa belum ada
standar operasional prosedur satwa yang baik dan berbasis pada
kesejahteraan hewan (animal welfare). Pengelolaan dalam hal ini
berada dalam lingkup perawatan, pemeriksaan, dan pengangkutan
satwa.
BBKSDA NTT juga memiliki fungsi untuk mengatur serta
mengawasi peredaran satwa liar dan dilindungi yang ada di Provinsi
NTT, salah satunya adalah penangkaran rusa. BBKSDA NTT
mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan izin penangkar serta
melakukan pengawasan pada penangkaran rusa. Namun sejauh ini
pengawasan yang dilakukan masih terbatas pada izin penangkar dan
naik turunnya populasi rusa dalam penangkaran, belum pernah
dilakukan evaluasi kesehatan rusa yang ada di penangkaran.

b) Dampak jika tidak diselesaikan


Dampak apabila tidak terdapat standar operasional prosedur
dalam pengelolaan satwa baik adalah tidak adanya acuan bagi petugas
yang melaksanakan pengelolaan satwa, apalagi apabila yang
melaksanakan tugas pengelolaan satwa bukan merupakan orang yang
berkompeten (dokter hewan atau orang yang berpengalaman) maka
akan muncul resiko keamanan dan keselamatan bagi petugas maupun
satwa itu sendiri. Pengelolaan satwa tanpa dilandasi oleh prinsip
kesejahteraan hewan justru akan menyiksa hewan itu sendiri.
Pada tingkat penangkaran rusa pun juga sama bahwa perlu
adanya evaluasi kesehatan terhadap rusa di penangkaran. Apabila
tidak pernah dilakukan evaluasi kesehatan, tidak ada yang mengetahui
ketika munculnya wabah penyakit atau kelainan lainnya yang dapat
menular ke rusa-rusa lainnya. Evaluasi kesehatan berfungsi selain

4
untuk mengobati (kuratif) juga untuk mencegah (preventif) suatu
penyakit.

c) Dukungan teoritik
Peningkatan mutu pengelolaan satwa yang baik akan menjawab
keresahan masyarakat maupun pihak tertentu mengenai buruknya
pengelolaan satwa di instansi milik pemerintah, sehingga dapat
mendapatkan kepercayaan dari publik kembali (Pelayan Publik).
Diharapkan pula standar operasional prosedur ini dapat menjadi acuan
bagi UPT yang lain dalam mengelola satwa ataupun oleh penangkaran
satwa terhadap satwa mereka (Whole of Government), dan apabila
standar operasional prosedur ini dapat dilaksanakan dan terdapat
output yang bermanfaat dalam lingkup BBKSDA NTT, maka dapat oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dijadikan acuan dalam
membentuk aturan yang lebih tinggi lagi dengan lingkup nasional
(Manajemen ASN).

d) Rumusan isu
Penilaian kualitas isu dilakukan dengan metode analisis APKL
yang menilai isu dengan menggunakan kategori aktual, problematika,
kekhlayakan, dan kelayakan. Isu prioritas dipilih berdasarkan skor yang
muncul paling besar setelah dilakukan analisis APKL. Berdasarkan
analisis yang telah dilakukan, serta diskusi dan pertimbangan oleh
mentor maka isu prioritas yang dipilih adalah isu “Pengelolaan satwa
di penangkaran rusa dan kandang penampungan di BBKSDA NTT”
dengan rumusan isu “Belum adanya SOP dalam pengelolaan satwa
(perawatan, pemeriksaan, pengangkutan) di BBKSDA NTT”.

B. Nilai-Nilai Organisasi
BBKSDA NTT tidak memiliki nilai-nilai organisasi tingkat UPT dan
menerapkan nilai-nilai yang tercantum dalam Permen LHK No.
P.64/MenLHK/Setjen/Kum.1/7/2016 tentang Kode Etik Revolusi Mental
Aparautr Sipil Negara Lingkup KLHK. Adapun nilai yang dimaksud adalah nilai
integritas, etos kerja, dan gotong royong. Nilai integritas mencakup disiplin,

5
jujur, dan ikhlas; etos kerja mencakup profesional, dan tanggung jawab; dan
gotong royong berupa kerja sama. Ketiga nilai tersebut merupakan nilai
strategis revolusi mental yang wajib ditaati dan dipedomani semua PNS,
CPNS, dan PPPK dalam lingkup KLHK.

C. Tujuan
Tujuan dari dilaksanakannya aktualisasi ini adalah untuk menyelesaikan
permasalahan/isu yang ada dengan menerapkan nilai-nilai dasar ASN yaitu
ANEKA (Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen Mutu, dan Anti
Korupsi). Isu prioritas yang telah dipilih adalah isu “Pengelolaan satwa di
penangkaran rusa dan kandang penampungan di BBKSDA NTT” dengan
rumusan isu “Belum adanya SOP dalam pengelolaan satwa (perawatan,
pemeriksaan, pengangkutan) di BBKSDA NTT”, maka tujuan dari aktualisasi
ini adalah adanya SOP Pengelolaan Satwa di BBKSDA NTT, untuk mencapai
tujuan tersebut, dilakukan kegiatan-kegiatan untuk memecah permasalahan
yang ada, antara lain :
1) Mengumpulkan referensi tentang pengelolaan satwa
2) Melakukan diskusi dengan ahli mengenai mengenai manajemen
pengelolaan satwa
3) Melakukan pendataan kesehatan satwa di penangkaran rusa
4) Melakukan pendataan kesehatan satwa di kandang penampungan
di BBKSDA NTT
5) Menyusun draft SOP Pengelolaan Satwa.

6
BAGIAN II
CAPAIAN PELAKSANAAN AKTUALISASI

A. Penjelasan Perubahan
Pada kegiatan aktualisasi yang telah dirancang sebelumnya terdapat
beberapa perubahan, antara lain :
1. Adanya perubahan penyebutan istilah kandang penampungan milik
BBKSDA NTT menjadi kandang penampungan milik BBKSDA NTT karena
istilah ‘kandang penampungan’ sesuai dengan penamaannya di kantor
BBKSDA NTT.
2. Adanya perubahan fokus pada kegiatan 4 tahapan kegiatan 3 yang
awalnya melakukan pendataan kesehatan satwa di kandang BBKSDA NTT
menjadi melakukan pendataan dan pengukuran morfometri buaya di
kandang BBKSDA NTT dengan mempertimbangkan asas kebermanfaatan,
pengukuran morfometri buaya merupakan tahap dasar pengelolaan buaya
namun belum pernah dilaksanakan sebelumnya.
3. Adanya perubahan fokus pada Draft SOP Pengelolaan Satwa yang
awalnya akan dibuat secara general menjadi spesifik pada satwa buaya
dan rusa mengikuti kegiatan-kegiatan sebelumnya yang terfokus pada
satwa rusa dan buaya.
4. Adanya perubahan output pada kegiatan 5 tahapan 2 yaitu SPT Tim
Penyusunan SOP Pengelolaan Satwa menjadi Draft SK Tim Penyusunan
SOP Pengelolaan Satwa.
5. Adanya perubahan pada kegiatan 5 yang awalnya 9 tahapan kegiatan
menjadi 5 tahapan kegiatan dengan pertimbangan efisiensi waktu penulis
dan staf BBKSDA NTT karena kondisi kantor sedang fokus pada kegiatan
lain yang sifatnya nasional dan kegiatan akhir tahun lainnya

B. Capaian Pelaksanaan Aktualisasi


Pelaksanaan kegiatan ke-1 dilaksanakan sepanjang pelaksanaan
aktualisasi, yaitu mencari referensi baik sumber berasal dari Indonesia maupun
dari luar negeri (Bahasa Inggris). Sumber yang berasal dari bahasa asing
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, Referensi-referensi tersebut
dirangkum untuk kemudian digunakan sebagai dasar membuat SOP
7
Pengelolaan Satwa. Beberapa referensi dipakai untuk menyusun formulir
satwa yang digunakan pada kegiatan ke-3 dan ke-4.
Pelaksanaan kegiatan ke-2 terjadi perubahan yang cukup jauh antara
jadwal rancangan dan realisasi. Berdasarkan rancangan seharusnya
dilaksanakan pada minggu ke-2 namun karena urusan administrasi serta
konsep kegiatan, dan kesibukan narasumber maka kegiatan baru dapat
dilaksanakan pada minggu terakhir. Pakar satwa liar yang kami jadikan
narasumber adalah dosen dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa
Cendana. Diskusi dilaksanakan di meeting room FKH Undana pada hari Jumat,
15 November 2019 pada pukul 09.30-12.30 WITA. Diskusi dilaksanakan
dengan pemaparan dari pihak BBKSDA NTT lalu dilanjutkan dari pihak FKH
Undana, kemudian setelah itu dilanjutkan dengan diskusi.
Pelaksanaan kegiatan ke-3 terjadi kemunduran pelaksanaan dari yang
hanya satu minggu menjadi dua minggu akibat kesibukan petugas yang
bertugas menemani ke penangkaran rusa. Penangkaran rusa yang didatangi
sebanyak enam penangkar di seluruh Kota Kupang. Terdapat satu penangkar
yang belum didatangi akibat ketidakjelasan keberadaan dari penangkar.
Dengan pertimbangan waktu dan atas persetujuan mentor, maka data yang
diolah hanyalah enam penangkar. Enam penangkar didatangi dalam waktu
empat kali pelaksanaan.
Pelaksanaan kegiatan ke-4 terjadi perubahan setelah diskusi dan
konsultasi dengan Kepala Seksi P3 yang memiliki kewenangan dalam
pengelolaan satwa di BBKSDA NTT. Kepala Seksi P3 memberitahu bahwa sulit
untuk melakukan pengukuran seluruh buaya yang ada di BBKSDA NTT karena
tim penanganan satwa yang ada sebagian besar sedang Dinas Luar (DL)
sehingga sulit jika harus menangani buaya yang berukuran besar (buaya
berukuran paling besar memiliki panjang hampir 4,5 meter). Akhirnya setelah
berkoordinasi dengan tim penanganan satwa maka untuk tahap awal dilakukan
pengukuran morfometri buaya yang berukuran kecil dan dilanjutkan pada
buaya berukuran besar pada waktu lain. Pelaksanaan pengukuran morfometri
dilaksanakan selama dua hari, karena pada hari pertama terdapat buaya yang
mati sehingga penulis yang merupakan dokter hewan harus melakukan
nekropsi terlebih dahulu pada buaya yang mati.

8
Pelaksanaan kegiatan ke-5 terdapat perubahan yang cukup signifikan
yaitu pengurangan dari 9 tahapan kegiatan menjadi 5 tahapan kegiatan karena
banyak kegiatan yang melibatkan staf lain sedangkan di BBKSDA NTT sedang
ada persiapan pelaksanaan acara tingkat nasional yaitu ‘Festival Menipo’ yang
menyerap sebagian besar staf di BBKSDA NTT sehingga sulit untuk
dilaksanakan. Pembentukan tim penyusunan SOP masih pada draft Sk yang
sedang ditelaah oleh Kepala Balai Besar. Sembari menunggu tanda tangan
SK, tahapan lain tetap dilaksanakan sesuai dengan jadwal dan arahan mentor.
Kelengkapan capaian aktualisasi tertuang pada Lampiran 1. Matriks
Pelaksanaan Aktualisasi.

C. Manfaat
1) Individu Peserta
Manfaat yang didapat penulis selaku peserta diklat dalam kegiatan
aktualisasi adalah dapat meningkatkan kapasitas diri, dan dapat memulai
kegiatan-kegiatan yang awalnya belum tahu harus dimulai darimana, serta
meningkatkan hubungan kerja dengan orang-orang kantor karena bayak
kegiatan yang sifatnya melibatkan rekan kerja.
2) Pimpinan Langsung/Unit Kerja
Manfaat yang didapat pada pimpinan langsung/unit kerja tempat penulis
melaksanakan aktualisasi adalah banyak data baru yang sebelumnya
mungkin belum pernah digali seperti data kesehatan rusa di penangkaran
maupun data pengukuran morfometri buaya sehingga menambah
kekayaan data di tingkat unit kerja, pun membantu pimpinan langsung
dalam melihat gambaran lapangan.
3) Unit Organisasi (UPT)
Manfaat yang didapatkan oleh UPT dalam hal ini BBKSDA NTT adalah
adanya daftar draft SOP baru yang akan disahkan, karena ditingkat
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ada keharusan bagi setiap
UPT untuk membuat SOP mengenai hal administrasi maupun teknis.
4) Stakeholders
Manfaat yang didapatkan oleh stakoholder dalam hal ini adalah
penangkar rusa maupun FKH Undana adalah membuka ruang kerja sama

9
yang lebih dalam lagi guna bersama-sama meningkatkan pengelolaan
satwa di masing-masing instansi.

D. Tantangan/Hambatan
Tantangan yang dialami adalah penulis harus pintar mengatur waktu
antara tugasnya sebagai staf di BBKSDA NTT yang harus melaksanakan
tusinya dan sebagai peserta latsar yang haeus melaksanakan aktualisasinya.
Hambatan yang dialami adalah kesibukan yang dialami oleh peserta maupun
staf lain sehingga harus bisa mencari celah waktu ditengah kesibukan agar
dapat melaksanakan kegiatan aktualisasi, terutama kegiatan yang
membutuhkan kerja sama dari pihak lainnya.

10
BAGIAN III
JADWAL PELAKSANAAN AKTUALISASI

. Pelaksanaan kegiatan aktualisasi dilakukan mulai dari minggu ke-II Bulan


Oktober hingga minggu ke-II Bulan November. Terdapat beberapa perubahan jadwal
antara jadwal pada rancangan aktualisasi dan realisasi aktualisasi yang dikarenakan
oleh beberapa penyebab antara lain: melaksanakan tupoksinya, mengerjakan tugas
lain dari pimpinan, perjalanan dinas, serta terlaksananya beberapa kegiatan
bergantung pada kesediaan dan luangnya waktu staf lain maupun pihak ketiga.
Matrik Jadwal Rencana Kegiatan Aktualisasi
Kegiatan/ Oktober November
No.
Tahapan Kegiatan II III IV V I II
1. Mengumpulkan referensi tentang
pengelolaan satwa
a) Melakukan konsultasi dengan
mentor
b) Mengumpulkan referensi dari
berbagai sumber
c) Menerjemahkan referensi bahasa
asing ke Bahasa Indonesia
d) Merangkum referensi
pengelolaan satwa
e) Mendiskusikan hasil rangkuman
referensi kepada mentor
2. Melakukan diskusi dengan ahli
mengenai manajemen pengelolaan
satwa
a) Melakukan konsultasi dengan
mentor terkait narasumber yang
akan diajak berdiskusi
b) Mengontak narasumber
c) Mengadakan pertemuan dan
diskusi dengan narasumber
d) Melaporkan hasil diskusi dengan
mentor
3. Pendataan kesehatan satwa di
penangkaran rusa
a) Melakukan konsultasi dengan
mentor terkait pendataan satwa
di penangkaran rusa
b) Membuat alat bantu pendataan
kesehatan satwa (formulir)

11
c) Melakukan uji coba pengisian
formulir di penangkaran rusa
d) Melaporkan kepada mentor
mengenai pendatan kesehatan
rusa
e) Melakukan revisi terhadap
formulir disesuaikan dengan
arahan mentor sekaligus evaluasi
di lapangan
4. Pendataan kesehatan satwa di
kandang penampungan di BBKSDA
NTT
a) Melakukan konsultasi dengan
mentor terkait pendataan
kesehatan satwa di kandang
BBKSDA NTT
b) Melakukan koordinasi dengan
pihak yang memiliki kewenangan
mengelola satwa di kantor
c) Melakukan pendataan kesehatan
satwa di kandang BBKSDA NTT
d) Melaporkan hasil pendataan
kesehatan satwa di BBKSDA
NTT pada mentor
5. Menyusun draft SOP Pengelolaan
Satwa
a) Melakukan konsultasi dengan
mentor mengenai pengusulan
pembentukan tim penyusunan
SOP Pengelolaan Satwa
b) Membantu pembentukan tim
penyusunan SOP Pengelolaan
Satwa
c) Mengadakan diskusi dengan tim
penyusunan SOP Pengelolaan
Satwa
d) Melakukan konsultasi dengan
mentor terkait persiapan
penyusunan draft SOP
Pengelolaan Satwa
e) Menyusun draft SOP
Pengelolaan satwa
f) Meminta masukan dari tim

12
penyusunan SOP Pengelolaan
Satwa.
g) Melaporkan hasil draft SOP
Pengelolaan Satwa kepada
mentor
h) Melakukan perbaikan draft SOP
Pengelolaan Satwa.
i) Melaporkan hasil perbaikan draft
SOP Pengelolaan Satwa kepada
mentor.
6. Membuat laporan aktualisasi

Keterangan :

Rencana aktualisasi

Realisasi aktualisasi

Tidak dilaksanakan (atas persetujuan mentor)

13
BAGIAN IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
a) Kegiatan ke-1 : Mengumpulkan referensi tentang pengelolaan satwa.
Pada pelaksanaan kegiatannya mengaktualisasikan nila-nilai dasar PNS
yaitu etika publik, nasionalisme, akuntabilitas, dan komitmen mutu.
b) Kegiatan ke-2 : Melakukan diskusi dengan ahli mengenai mengenai
manajemen pengelolaan satwa.
Pada pelaksanaan kegiatannya mengaktualisasikan nila-nilai dasar PNS
yaituetika publik, komitmen mutu, nasionalisme, dan akuntabilitas ; serta
mengaktualisasikan kedudukan dan peran ASN yaitu whole of government.
c) Kegiatan ke-3 : Melakukan pendataan kesehatan satwa di penangkaran
rusa.
Pada pelaksanaan kegiatannya mengaktualisasikan nila-nilai dasar PNS
yaitu etika publik, akuntabilitas, Komitmen mutu, dan nasionalisme; serta
mengaktualisasikan kedudukan dan peran ASN yaitu pelayan publik, dan
manajemen ASN.
d) Kegiatan ke-4 : Melakukan pendataan kesehatan satwa di kandang
penampungan di BBKSDA NTT.
Pada pelaksanaan kegiatannya mengaktualisasikan nila-nilai dasar PNS
yaitu etika publik, nasionalisme, akuntabilitas, dan komitmen mutu; serta
mengaktualisasikan kedudukan dan peran ASN yaitu manajemen ASN.
e) Kegiatan ke-5 : Menyusun draft SOP Pengelolaan Satwa.
Pada pelaksanaan kegiatannya mengaktualisasikan nila-nilai dasar PNS
yaitu etika publik, akuntabilitas, komitmen mutu, nasionalisme, dan anti
korupsi; serta mengaktualisasikan kedudukan dan peran ASN yaitu
manajemen ASN.

B. Saran
1) Untuk panitia penyelenggara
Kegiatan latsar terlaksanana dengan baik dan tepat waktu, peserta
latsar pun dapat menangkap inti pembelajaran dari yang diberikan oleh

14
penyelenggara latsar CPNS ini. Perlu adanya pertimbangan durasi waktu
yang begitu padat sehingga terkadang peserta kelelahan dalam mengikuti
rangkaian latsar yang ada.

2) Untuk instansi
Pengelolaan satwa butuh perubahan pola pikir dari pimpinan dan
perbaikan fasilitaa terutama yang ada di BBKSDA NTT. Kandang
penampungan harusnya memiliki tujuan akhir yaitu melepasliarkan satwa di
habitat alaminya, namun seringkali sulit untuk dilakukan karena
keterbatasan anggaran dan fasilitas. Perlu adanya keseriusan dan
komitmen oleh BBKSDA NTT dalam melaksanaskan pengelolaan satwa
yang ada di BBKSDA NTT.
Agar kedepannya walau peserta latsar CPNS saat melaksanakan
kegiatan aktualisasi tidak berarti mengabaikan tusinya sebagai pegawai
namun terkadang masih perlu diberi keleluasaan waktu dan administrasi
yang berkaitan dengan aktualisasi. Peran mentor sangat membantu dalam
mencari solusi atas kendala yang ada, baiknya tetap dipertahankan dan
ditingkatkan lagi.

15
LAMPIRAN

16
Lampiran 1. Matriks Pelaksanaan Aktualisasi
Matrik Pelaksanaan Aktualisasi Peserta Pelatihan Dasar CPNS KLHK Tahun 2019
Pengelolaan satwa di penangkaran rusa dan kandang penampungan di BBKSDA NTT

Penguatan
Kontribusi Terhadap
Keterkaitan Substansi
No Kegiatan Tahapan Kegiatan Output / Hasil Tusi/Tujuan Nilai
Mata Pelatihan
Organisasi
Organisasi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
1. Mengumpulkan 1. Melakukan Catatan konsultasi Saya telah berkonsultasi Dengan melakukan Melakukan
referensi tentang konsultasi arahan dari mentor dengan mentor secara sopan pengumpulan referensi pengumpulan
pengelolaan satwa dengan mentor dan screenshot santun (Etika Publik) dan tentang pengelolaan satwa referensi
obrolan konsultasi dengan menggunakan Bahasa maka saya telah menambah pengelolaan satwa
Indonesia yang baik dan benar pengayaan ilmu pada diri dengan menerapkan
(Nasionalisme) mengenai saya selaku staf di kantor nilai dasar
kegiatan pengumpulan sehingga mendukung fungsi
Etika Publik,
referensi. BBKSDA NTT yaitu
Nasionalisme,
Pengelolan jenis Komitmen Mutu,
2. Mengumpulkan Referensi Saya telah mengumpulkan tumbuhan dan satwa liar Akuntabilitas
referensi dari (printscreen sampul referensi dari sumber yang beserta habitatnya serta
Telah menguatkan
berbagai sumber dan sitasi sumber) jelas sehingga dapat sumberdaya genetik dan
nilai KLHK yaitu
dipertanggungjawabkan isinya pengetahuan tradisional,
(Akuntabilitas) dan pengawasan dan Integritas : jujur,
pengendalian peredaran disiplin, ikhlas;
tumbuhan dan satwa liar. Etos kerja :
tanggung jawab
dan profesional;

17
3. Menerjemahkan Terjemahan Saya telah menerjemahkan Gotong royong :
referensi bahasa referensi dari bahasa inggris ke Kerja sama
inggris ke Bahasa Bahasa Indonesia
Indonesia (Nasionalisme) agar lebih
mudah dimengerti apabila
dibaca orang lain (Komitmen
Mutu) serta menyadur dengan
menyebutkan sumbernya
(Etika Publik)

4. Merangkum Rangkuman Saya telah merangkum


referensi referensi secara rapi sehingga
pengelolaan tingkat keterbacaannya tinggi
satwa apabila dibaca oleh orang lain
(Komitmen Mutu) dan
mempertanggungjawabkan
segala yang saya rangkum
(Akuntabilitas)

18
5. Menyerahkan Catatan hasil diskusi Saya telah menyerahkan hasil
dan dan dokumentasi rangkuman saya yang telah
mendiskusikan saya susun secara rapi (Etika
hasil rangkuman Publik) dan menggunakan
referensi kepada bahasa yang baik dan benar
mentor (Nasionalisme) dan
mendiskusikannya dengan
mentor sebagai bukti
pertanggungjawaban kegiatan
yang telah saya lakukan
(Akuntabilitas)

19
2. Melakukan diskusi 1. Melakukan Catatan konsultasi Saya telah berdiskusi dengan Dengan melakukan diskusi Melakukan diskusi
dengan ahli mengenai konsultasi arahan dari mentor, mentor dengan sopan dan dengan ahli/pakar mengenai dengan ahli/pakar
manajemen dengan mentor dokumentasi, surat santun (Etika Publik) manajemen pengelolaan mengenai
pengelolaan satwa terkait tugas aktualisasi di mengenai narasumber yang satwa maka semakin manajemen
narasumber yang Kupang, dan surat telah dipilih untuk melakukan bertambahnya ilmu serta pengelolaan satwa
telah diajak permohonan masukan konten pada kompetensi yang akan dengan menerapkan
berdiskusi bimbingan dan tanda pengelolaan satwa agar SOP mendukung fungsi BBKSDA nilai dasar
terima surat. yang telah dibuat lebih NTT yaitu
Etika Publik,
berbasis keilmuan dan
Pengelolan jenis Komitmen Mutu,
pengalaman ahli (Komitmen
tumbuhan dan satwa liar Nasionalisme,
Mutu)
beserta habitatnya serta Akuntabilitas,
sumberdaya genetik dan Whole of
pengetahuan tradisional, Government
dan pengawasan dan
2. Mengontak Screenshot obrolan Saya telah menghubungi maka telah
pengendalian peredaran
narasumber koordinasi narasumber dan mengadakan tumbuhan dan satwa liar. menguatkan nilai
janji dengan narasumber, KLHK yaitu
dalam menghubungi Integritas : jujur,
narasumber saya telah disiplin, ikhlas;
menggunakan bahasa yang Etos kerja :
sopan dan langsung pada inti tanggung jawab
pembicaraan mengenai skema dan profesional;
diskusi, tempat, dan waktu Gotong royong :
(Etika Publik) serta Kerja sama
menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar
(Nasionalisme)

20
3. Mengadakan Print out Powerpoint Saya telah bertemu dengan
pertemuan dan yang disajikan, daftar narasumber dengan tepat
diskusi dengan hadir, notulensi waktu, memakai pakaian yang
narasumber diskusi, dan pantas dan sopan dan telah
dokumentasi. aktif berdiskusi dengan
narasumber (Etika Publik).
Saya telah membuat daftar
hadir diskusi, notulensi diskusi
dan mendokumentasikan
kegiatan saya sebagai bentuk
laporan kepada atasan
(Akuntabilitas) dan saya telah
memastikan bahwa hal-hal
penting dalam diskusi telah
tercatat di dalam notulensi
(Komitmen Mutu). Berdiskusi
dengan pakar dari luar instansi
telah memunculkan hubungan
yang sehat antar instansi
(Whole of Government)
4. Melaporkan Catatan hasil diskusi Saya telah melaporkan hasil
hasil diskusi dan dokumentasi diskusi saya dengan
dengan mentor narasumber kepada mentor
agar mentor tahu
perkembangan kegiatan saya
(Akuntabilitas) secara sopan
dan santun (Etika Publik)
menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar
(Nasionalisme).

21
3. Melakukan 1. Melakukan Screenshot obrolan Saya telah berkonsultasi Dengan melakukan Melakukan
pendataan kesehatan konsultasi kosultasi, catatan dengan mentor terkait pendataan kesehatan satwa pendataan
satwa di dengan mentor hasil konsultasi dan pendataan satwa di kandang di penangkar rusa milik kesehatan satwa di
penangkaran rusa terkait pendataan dokumentasi penangkaran dengan bahasa masyarakat di sekitar penangkaran satwa
satwa di yang baik dan benar serta kawasan balai maka dapat milik masyarakat
penangkaran mendengarkan dengan baik mendukung fungsi BBKSDA yang dilakukan
rusa apabila ada arahan (Etika NTT yaitu dengan
Publik) mengaktualisasikan
Pengelolan jenis
nilai dasar
tumbuhan dan satwa liar
beserta habitatnya serta Etika Publik,
sumberdaya genetik dan Komitmen Mutu,
pengetahuan tradisional, Nasionalisme,
pengawasan dan Akuntabilitas,
pengendalian peredaran Pelayan Publik,
tumbuhan dan satwa liar, Manajemen ASN
2. Membuat alat Formulir Saya telah membuat formulir dan pemberdayaan
telah menguatkan
bantu pendataan untuk pengisian data masyarakat di dalam dan
nilai KLHK yaitu
kesehatan satwa kesehataan satwa, saya telah sekitar kawasan
(formulir) memastikan bahwa butir-butir konservasi. Integritas : jujur,
penilaian sederhana namun disiplin, ikhlas;
mencakup segala yang Etos kerja :
dibutuhkan (Etika Publik) tanggung jawab
agar data yang didapatkan dan profesional;
bermanfaat untuk kantor saya Gotong royong :
(Komitmen mutu) Kerja sama

22
3. Melakukan uji Press release, formulir Saya telah mencoba mengisi
coba pengisian yang telah diisi, surat formulir kesehatan satwa di
formulir di tugas, dan penagkaran rusa yang ada di
penangkaran dokumentasi kota Kupang, dalam melakukan
rusa pengisian formulir saya telah
menggunakan pakaian yang
sopan dan rapi sesuai dengan
status saya sebagai pegawai
pemerintah (Etika Publik),
saya juga tidak telah membeda-
bedakan pemilik penangkaran
rusa dalam rangka menjaga
persatuan di tengah
masyarakat (Nasionalisme),
saya juga telah memastikan
bahwa formulir telah diisi data
sebaik mungkin (Komitmen
Mutu). Pendataan ini juga
merupakan bentuk pelayanan
bagi pemilik penangkaran rusa
untuk memonitor kesehatan
rusanya (Pelayan Publik), dan
pelaksanaan pemeriksaan
kesehatan ini sesuai dengan
gelar dan jabatan saya
(Manajemen ASN)

23
4. Melaporkan Catatan hasil Saya telah melaporkan hasil
kepada mentor melaporkan, rekap formulir kesehatan
mengenai dokumentasi, dan satwa kepada mentor sebagai
pendataan laporan pemeriksaan bentuk tanggung jawab yang
kesehatan rusa rusa di kandang telah saya lakukan
penangkaran. (Akuntabilitas)

5. Melakukan revisi Formulir yang siap Saya telah merevisi rekap


terhadap formulir dipakai (sudah formulir berdasarkan arahan
disesuaikan direvisi) dari mentor dan evaluasi di
dengan arahan lapangan, saya telah
mentor sekaligus memastikan bahwa revisi yang
evaluasi di saya lakukan sudah
lapangan disesuaikan dengan kebutuhan
yang ada (Komitmen Mutu).

24
4. Melakukan 1. Melakukan Catatan hasil Saya telah berkonsultasi Dengan melakukan Melakukan
pendataan kesehatan konsultasi konsultasi dan dengan mentor terkait pendataan kesehatan satwa pendataan
satwa di kandang dengan mentor dokumentasi pengisian formulir kesehatan di kandang milik BBKSDA kesehatan satwa di
penampungan di terkait pendataan satwa di kandang milik NTT maka telah mendukung kandang milik
BBKSDA NTT kesehatan satwa BBKSDA NTT dengan fungsi BBKSDA NTT yaitu BBKSDA NTT
di kandang menggunakan bahasa dengan
Pengelolan jenis
BBKSDA NTT Indonesia yang baik dan benar mengaktualisasikan
tumbuhan dan satwa liar
(Etika Publik, Nasionalisme) nilai dasar
beserta habitatnya serta
sumberdaya genetik dan Nasionalisme,
pengetahuan tradisional, Etika Publik,
dan pengawasan dan Akuntabilitas,
pengendalian peredaran Komitmen Mutu,
tumbuhan dan satwa liar. Manajemen ASN

maka telah
menguatkan nilai
KLHK yaitu

Integritas : jujur,
disiplin, ikhlas;
Etos kerja :
2. Melakukan Catatan hasil Saya telah berkonsultasi dan
tanggung jawab
konsultasi konsultasi, screenshot koordinasi dengan pegawai
dan profesional;
dengan pihak obrolan konsultasi kantor yang memiliki
Gotong royong :
yang memiliki dan koordinasi, serta kewenangan dalam mengelola
Kerja sama
kewenangan dokumentasi satwa di kantor, dalam
mengelola satwa berkoordinasi saya telah
di kantor menerapkan etiket sopan dan
.
santun menyesuaikan waktu
dan diri saya dengan kesibukan
beliau (Etika Publik)

25
3. Melakukan Formulir yang sudah Saya telah melakukan
pendataan terisi dan pendataan formulir di kandang
kesehatan satwa dokumentasi penampungan milik BBKSDA
di kandang NTT. Dalam mengisi formulir
BBKSDA NTT tersebut saya telah melakukan
kerjasama dengan pegawai lain
yang ahli dalam menangani
satwa sehingga keamanan
operator dan satwa dapat
terjaga (Akuntabilitas,
Komitmen Mutu). Pendataan
kesehatan satwa ini sesuai
dengan gelar dan jabatan saya
(Manajemen ASN)

4. Melaporkan hasil Catatan hasil laporan Saya telah melaporkan hasil


pendataan dan dokumentasi pendataan kesehatan satwa
kesehatan satwa kepada mentor sebagai bentuk
di BBKSDA NTT pertanggungjawaban saya
pada mentor sebagai staf (Akuntabilitas)

26
5. Menyusun draft SOP 1. Melakukan Catatan hasil Saya telah berkonsultasi Dengan menyusun draft SOP Menyusun draft SOP
Pengelolaan Satwa konsultasi konsultasi dan dengan mentor mengenai Pengelolaan Satwa sebagai Pengelolaan Satwa
dengan mentor dokumentasi pembentukan tim penyusunan bahan dasar untuk untuk diterapkan di
mengenai SOP Pengelolaan Satwa dengan standardisasi pengelolaan lingkup BBKSDA
pengusulan sopan santun (Etika Publik) satwa maka telah NTT dengan
pembentukan tim mendukung fungsi BBKSDA mengaktualisasikan
penyusunan SOP NTT yaitu nilai dasar
Pengelolaan
Pengelolan jenis Etika Publik,
Satwa
tumbuhan dan satwa liar Akuntabilitasm
beserta habitatnya serta Komitmen Mutu,
sumberdaya genetik dan Nasionalisme, Anti
pengetahuan tradisional, Korupsi ,
dan pengawasan dan Manajemen ASN
2. Membantu Draft SK Tim Saya bersama dengan mentor
pengendalian peredaran
membentuk tim Penyusunan SOP membentuk tim penyusunan maka telah
tumbuhan dan satwa liar.
penyusunan SOP Pengelolaan Satwa SOP Pengelolaan Satwa sebagai menguatkan nilai
Pengelolaan bentuk kerja sama yang baik KLHK yaitu
Satwa antara staf (Akuntabilitas)
dengan pemilihan anggota tim Integritas : jujur,
berdasarkan asas disiplin, ikhlas;
profesionalisme (Komitmen Etos kerja :
Mutu). Pembentukan tim ini tanggung jawab
telah berbasis keilmuan dan dan profesional;
kompetensi para anggotanya Gotong royong :
(Manajemen ASN) Kerja sama

27
3. Menyusun draft Draft SOP Saya telah menyusun draft SOP
SOP Pengelolaan menggunakan bahasa
satwa Indonesia yang sesuai EYD
(Nasionalisme) dan format
yang mengacu pada peraturan
perundang-undangan
(Komitmen Mutu). Dalam
menyusun dan mencetak draft
SOP Pengelolaan Satwa saya
telah menggunakan fasilitas
negara secara bertanggung
jawab (Etika Publik) sehingga
negara tidak dirugikan dengan
pemakaian yang sia-sia (Anti
Korupsi)

4. Meminta Daftar hadir diskusi, Saya telah melakukan diskusi


masukan dari notulensi diskusi, dan dengan calon tim penyusunan
tim penyusunan dokumentasi SOP Pengelolaan Satwa dengan
SOP mendengarkan setiap saran
Pengelolaan dam masukan dari tiap-tiap
Satwa. individu (Etika Publik)

28
5. Melaporkan Catatan hasil diskusi Saya telah menyerahkan hasil
hasil draft SOP dan dokumentasi. draft SOP kepada mentor
Pengelolaan sebagai bentuk
Satwa kepada pertanggungjawaban kegiatan
mentor yang telah saya lakukan
(Akuntabilitas)

29
30
31
32
Lampiran 3. Bukti Pengendalian Pembelajaran Aktualisasi oleh Coach
Nama Peserta : Alfian Herdi Feisal, S.K.H.
NIP : 19950714 201902 1 001
Unit Kerja : Balai Besar Konservasi Sumber Daya
Jabatan : Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Pertama
Rumusan Isu : Pengelolaan satwa di penangkaran rusa dan kandang
penampungan di BBKSDA NTT

1) Kegiatan 1: Mengumpulkan referensi tentang pengelolaan satwa

Waktu dan
Penyelesaian Kegiatan Catatan Coaching Media
Coaching
Tahapan Kegiatan
Output Kegiatan Terhadap
Pemecahan Isu
Keterkaitan Substansi Mata
Pelatihan
Kontribusi Terhadap Tusi
Organisasi

17 November
2019 melalui
aplikasi
whatsapp

Penguatan Nilai Organisasi

33
2) Kegiatan 2: Melakukan diskusi dengan ahli mengenai mengenai manajemen
pengelolaan satwa

Waktu dan
Penyelesaian Kegiatan Catatan Coaching Media
Coaching
Tahapan Kegiatan
Output Kegiatan Terhadap
Pemecahan Isu
Keterkaitan Substansi Mata
Pelatihan
Kontribusi Terhadap Tusi
Organisasi

17 November
2019 melalui
aplikasi
whatsapp

Penguatan Nilai Organisasi

34
3) Kegiatan 3: Melakukan pendataan kesehatan satwa di penangkaran rusa

Waktu dan
Penyelesaian Kegiatan Catatan Coaching Media
Coaching
Tahapan Kegiatan
Output Kegiatan Terhadap
Pemecahan Isu
Keterkaitan Substansi Mata
Pelatihan
Kontribusi Terhadap Tusi
Organisasi

7 November
2019 melalui
aplikasi
whatsapp
Penguatan Nilai Organisasi

35
4) Kegiatan 4: Melakukan pendataan kesehatan satwa di kandang penampungan
di BBKSDA NTT

Waktu dan
Penyelesaian Kegiatan Catatan Coaching Media
Coaching
Tahapan Kegiatan
Output Kegiatan Terhadap
Pemecahan Isu
Keterkaitan Substansi Mata
Pelatihan
Kontribusi Terhadap Tusi
Organisasi

7 November
2019 melalui
aplikasi
whatsapp
Penguatan Nilai Organisasi

36
5) Kegiatan 5: Menyusun draft SOP Pengelolaan Satwa

Waktu dan
Penyelesaian Kegiatan Catatan Coaching Media
Coaching
Tahapan Kegiatan
Output Kegiatan Terhadap
Pemecahan Isu
Keterkaitan Substansi Mata
Pelatihan
Kontribusi Terhadap Tusi
Organisasi

17 November
2019 melalui
aplikasi
whatsapp
Penguatan Nilai Organisasi

37
Lampiran 4 : Bukti-Bukti Pendukung Kegiatan
Kegiatan 1 : Mengumpulkan referensi tentang pengelolaan satwa
1. Melakukan konsultasi dengan mentor
• Konsultasi pertama (8 Oktober 2019) – via aplikasi Whatsapp dan
telepon

Catatan :
Sedang dibuatkan SPT pelaksanaan aktualisasi yang dikoordinasikan
dengan kepala bagian TU, nantinya akan dikeluarkan untuk semua CPNS.
Sedang dicarikan dukungan anggaran oleh Balai. Laksanakan kegiatan
sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan.
• Konsultasi kedua (11 Oktober 2019) – via telepon
SPT pelaksanaan aktualisasi mengikuti SPT latsar yang pertama dikeluarkan
dari Balai karena sudah mencakup off campus.

2. Mengumpulkan referensi dari berbagai sumber


Terlampir
(Referensi)
3. Menerjemahkan referensi Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia
Terlampir
(Terjemahan)

38
4. Merangkum referensi pengelolaan satwa
Terlampir
(Rangkuman)
5. Menyerahkan dan mendiskusikan hasil rangkuman referensi kepada mentor

Catatan :
Sudah baik hanya saja perlu diperhatikan untuk tanda tangan pada hasil
rangkuman, terjemahan, dan referensi harus ada tanda tangan dari
penyusun dan diketahui oleh mentor

39
DAFTAR REFERENSI YANG DIGUNAKAN
Crocodiles: Biology, Husbandry and Diseases. E.W. Huechzermeyer. 2003.
Morphometric Analysis of Crocodylus porosus from the North Coast of Arnhem Land,
Northern Australisa. Grahame J. W. Webb dan Harry Messel. 1978.
Mader’s Reptile and Amphibian Medicine and Surgery. Stephen J. Divers dan Scott J.
Stahl. 2019.
Size estimation, morphometrics, sex ratio, sexual size dimorphism, and biomass of
Crocodylus acutus in the coastal zone of Belize. Steven G. Platt, dkk. 2011.
Here be a Dragon: Exceptional Size in a Saltwater Crocodile (Crocodylus porosus)
Estimation of Total Length from Head Length of Saltwater Crocodiles (Crocodylus
porosus) in the Northern Territory, Australia. Yusuke Fukuda. 2013.

Morpmetric analysis of the Australian freshwater crocodile (Crocodylus johnstoni).


Glenn Edwards dan Grahame Webb. 2017.

Struktur Anatomi Musculus Caudofemoralis Longus Buaya Muara (Crocodylus


porosus). Masthuri. 2015.

Teknik Penangkaran Buaya Muara (Crocodylus porosus) di Penangkaran Taman


Buaya Indonesia Jaya, Serang, Bekasi, Jawa Barat. Raden Yuli Nuryanti. 2013.

Analisis Serangan Buaya Muara (Crocodylus porosus) di Indonesia melalui Eksplorasi


Database CrocBITE berbasiskan citizen science. Ardiantiono. 2014.

Status Survey and Conservation Action Plan: Crocodiles. James Perran Ross (IUCN).
1998.

Pembesaran dan Penangkaran Buaya Jenis Buaya Muara Crocodylus porosus dan
Buaya Air Tawar Irian Crocodylus novaeguineae, Hellen Kurniati. 2008.

Perilaku Harian Buaya Muara (Crocodylus porosus) di Pusat Penyelamatan Satwa


Jogja. Purwo Setio I. 2010.

Gambaran Anatomi Komparatif Vertebrae caudales buaya muara (Crocodylus


porosus), bunglon jawa (Bronchocela jubata) dan klarap (Draco volans). Aidha Rosel.
2017.

Code of Practice on the humane treatment of wild and farmed australian crocodiles.
Natural Resource Management Miniaterial Council. 2009.

Petunjuk Penangkaran Rusa Timor. BBKSDA NTT. 2015.

Teknologi dan Pengelolaan Rusa Indonesia. Adji Santoso Dradjat. 2014.

Code of Practice on Deer Management. Scottish Natural Heritage. 2011.

40
41
42
43
44
45
46
TERJEMAHAN REFERENSI
Dari Buku Crocodiles: Biology, Husbandry and Diseases (2003)

Pemeriksaan fisik Buaya yang dikendalikan


Tanpa buaya dikendalikan Buaya yang dikendalikan dapat
Buaya yang tidak dikendalikan diperiksa secara lebih dekat. Buaya
dapat dilakukan pemeriksaan secara juga dapat dibalik untuk pemeriksaan
jarak jauh di kandangnya. Panjang pada kulit perut dan kloaka. Mata sulit
tubuh buaya diestimasi dan status untuk diperiksa, karena mata akan
nutrisi buaya dinilai berdasarkan tertutup saat kelopak mata tersentuh.
ketebalan pada lehernya, ketebalan Namun, pemeriksaan pupil dan
leher yang pucat dan kurus merupakan responnya terhadap cahaya tetap
tipikal kondisi tubuh hewan yang jelek. mungkin dilakukan, sama halnya
Otot yang cekung pada fossae dengan pemeriksaan kelopak mata
supertemporal juga dapat untuk menlihat gejala konjuntivitis.
mengindikasikan kondisi nutrisi tubuh Diskolorasi berwarna keputihan pada
yang jelek. kelopak mata dan daerah disekitar

Buaya Nil dapat ditandai secara lubang hidung dapat dikaitkan pada

individu berdasarkan sebaran corak kondisi penyakit yang sudah kronis.

hitam pada kedua sisi ekornya, dan Warna putih gigi pada buaya
kemungkinan dapat juga diterapkan yang baru menetas dan buaya yang
pada jenis buaya yang lain. Ekor yang lebih tua mengindikasikan status nutrisi
tergeletak dalam posisi tegak atau kalsium buaya. Buaya yang mengalami
datar menyamping dapat defisiensi kalsium mempunyai gigi yang
mengindikasikan status kesehatan tampak seperti ‘kaca’, bersih, dan
buaya, posisi yang terakhir tembus cahaya, dan pada buaya yang
menandakan kondisi kesehatan buaya baru menetas harus diuji kekakuan dari
yang jelek, namun masih dapat tulang mereka dengan secara lembut
diragukan. Hewan selanjutnya membengkokkan moncong atas
diperiksa berdasarkan abnormalitas mereka.
yang jelas, luka, lesi kulit lainnya atau
Pada buaya yang baru menetas,
adanya dekolorasi ada kondisi mata.
mulut dapat dibuka, dengan secara

47
lembut membukanya dari bagian membengkokkan ekor pada
hidung, untuk memeriksa gingiva, lidah posisi yang berlawanan dapat
dan dua lipatan pada valva gular. membuka ruang antara tulang
chevron panjang yang menutupi
Koleksi Sampel
kanal hemal. Vena dorsal dapat
Darah dicapai pada jarak yang sama

Darah dapat didapatkan dari dari pangkal ekor, dan pada

beberapa lokasi: sudut yang sama karena ada


spinal dorsal. Ini juga
• Pada vena jugularis internal
merupakan lokasi untuk
mengalir pada bagian dorsal di
melakukan injeksi lethal/etanasi.
dalam kolom vertebral dan
• Punctur kardiak: Jantung dapat
posisi paling baik untuk ditusuk
ditemukan dengan menahan
pada sambungan antara atlas
buaya secara rebah dorsal dan
dan axis. Dengan melenturkan
mengamati naik turunnya
kepala agak kebawah dapat
dinding perut yang diikuti detak
membantu untuk mencapai
jantung. Pada Alligator Amerika,
vena. Harus dilakukan secara
jantung terletak pada midline
hati-hati agar tidak menyentuh
pada baris ke-11 dan 12 sisik
vena.
atas, dihitung mundur dari broad
• Vena caudal mengalir pada
band di atas kaki depan. Karena
bagian ventral dan dorsal
perbedaan ukuran dari sisik,
sepanjang kolom vertebral
perhitungan nomor baris dapat
(ventral dan dorsal dari vena
berbeda antara spesies. Maka
koksigeal). Untuk mengakses
dari itu perlu untuk memastikan
vena ventral, buaya harus
posisi dari jantung dengan
diletakkan secara rebah dorsal.
pertama - tama memeriksa
Tempat tebaik untuk mengambil
spesimen mati pada spesies
darah adalah seperlima dari
yang sama. Buaya diletakkan
panjang kloaka hingga ujung
pada rebah dorsal dan jarum
ekor. Jarum harus cukup
ditusukkan secara perlahan,
panjang untuk ditusukkan ke
hingga darah masuk ke dalam
arah cranial dengan sudut 45o
jarum.
dari vertikal. Sedikit

48
• Jumlah darah yang sedikit untuk untuk selanjutnya dikeringkan kembali.
apus darah dapat didapatkan Untuk mempersiapkan spesimen apus
melalui memotong ujung kuku darah yang permanen makan perlu
buaya, ujung dari sisik atas diberi pengecatan oleh cat Giemsa.
buaya, dan ujung dari ekor
Urin
buaya.
Pada coprodeum, urin tercampur
MENDAPATKAN APUS DARAH.
dengan feses sehingga membuatnya
Sejumlah sedikit darah diteteskan pada
tidak mungkin untuk mengoleksi urin
salah satu ujung gelas objek dan ujung
yang bersih untuk pemeriksaan klinik.
dari gelas objek satunya atau kaca
Namun, urin yang bersih bisa
penutup diletakkan di atas tetesan
didapatkan untuk kepentingan
darah. Darah akan menyebar
penelitian dengan melakukan
sepanjang gelas objek, sebelum
kateterisasi pada ureter.
didorong sepanjang gelas objek
sehingga menyebar dalam bentuk yang Feses

tipis. Gelas objek dapat ditandai Feses bercampur dengan urin bisa
dengan menggunakan pensil. Sel didapatkan pada kloaka buaya yang
darah merah buaya berinti, dan inti diletakkan secara rebah dorsal. Untuk
tersebut cenderung mengaburkan sampel bakteriologikal dari feses bisa
pengecatan apus darah jika apus darah didapatkan dengan melakukan swab
tersebut terlalu tebal. Maka dari itu kloaka, untuk kemudian ditaruh pada
diperlukan kehati-hatian dalam kontainer steril (tabung), atau media
menyiapkan apus darah yang sangat transport, dan diletakkan pada
tipis. pendingin hingga diperiksa di

Apus darah dibolehkan untuk laboratorium.

dikeringkan pada udara bebas. Apus Sperma


darah dapat diletakkan menghadap ke
Selama masa kawain, sperma bisa
bawah di antara dua pensil untuk
didapatkan dnegan melakukan swab
menjauhkan lalat dari darah. Ketika
lekukan seminal penis yang keluar.
kering, difiksasi dengan menggunakan
Untuk ini buaya perlu diimobilisasi dan
membenamkannya pada methanol
diletakkan secara rebah dorsal.

49
Buku Code of Practice on The Humane Treatment of Wild and Farmed
Australian Crocodiles (2009)

Transportasi Buaya Hidup regular dibutuhkan jika buaya tidak


kontak dengan air dalam waktu yang
Metode yang digunakan untuk
lama (lebih dari 1-2 hari). Untuk
transportasi buaya hidup dibedakan
transportasi buaya pada kondisi dingin
berdasarkan ukuran buaya yang akan
(<24 oC), kontainer hangat dengan
dipindahkan. Kehati-hatian harus selalu
lubang ventilasi direkomendasikan.
diterapkan untuk menghindari
dehidrasi, kepanasan (>34oC), Buaya dengan panjang 0,6 m hingga
1,5 m
kedinginan yang berlebihan (<24 oC),
dan untuk meniminalkan waktu Buaya dengan ukuran sedang

transportasi. Permukaan yanf halus dapat ditransportasikan dengan

pada kontainer dan diberikan lapisan berbagai cara. Pipa PVC tertutup

sekitar moncong buaya untuk dengan diameter yang disesuaikan

meminimalisir cedera pada moncong. dengan ukuran buaya salah satu media

Transportasi buaya tanpa diikat di yang efisien, walaupun membutuhkan

dalam peti kayu memudahkan untuk ventilasi dan perlu pencegahan dari

memasukkan dan mengeluarkan kepanasan dan kedinginan yang

buaya. berlebihan dan tidak memiliki sudut


yang tajam. Buaya dapat pula
Pavulon® dapat digunakan
ditransportasikan dalam karung besar;
untuk menenangkan hewan dan
walaupun kehati-hatian harus
meminimalisir kesulitan selama
diperhatikan supaya buaya tidak
transportasi, terutama pada buaya
diletakkan saling tindih satu sama lain,
dengan ukuran besar.
yang dapat menyebabkan buaya di
Buaya dengan panjang <0,6 m bagian bawah sesak nafas. Buaya juga
dapat ditambatkan dengan berbagai
Buaya dengan ukuran kecil
cara, atau diviarkan untuk bersembunyi
dapat ditransportasikan dalam
pada jaring yang dilonggarkan. Jika
beberapa jenis kontainer yang
ada beberapa buaya yang dipindahkan
bervariasi, termasuk peti plastik, kotak
bersamaan, moncong mereka harus
kayu, dan karung. Material basah
ditali untuk mencegah gigitan satu
seperti karung pada bagian dasar
sama lain, dan mereka harus
kontainer, dan pemberian air secara

50
dipisahkan agar buaya yang yang memastikan rahang buaya
berdekatan tidak melukai satu sama agak terbuka.
lain dengan giginya yang menonjol di • Stop memberi makan
samping rahang. setidaknya tiga hari sebelum
dilakukan transportasi.
Buaya dengan panjang >1,5 m
• Memastikan tali sekitar tubuh
Terdapat beberapa cara untuk
terkunci, (bukan tali simpul yang
memindahkan buaya dengan ukuran
dapat mencekik buaya), juga
besar, dan cara tersebut berdasarkan
memsatikan sirkulasi darah
ukuran buaya, pergerakan buaya (area
serta nafas tidak terganggu.
sempit atau lebar), logistik yang
• Mengikat buaya pada papan
tersedia, dan jarak dan/atau waktu
untuk mencegah kesulitan yang
transit buaya di perjalanan. Kunci
tidak perlu selama transportasi,
keberhasilan selama transportasi
dan agar buaya dapat dibawa
adalah untuk mencegah kesulitan yang
dengan lebih mudah masuk atau
tidak perlu, mencegah resiko muntah
turun kendaraan, pesawat, dll,
dan tersedak, mengurangi stimulasi
atau ke dalam kandang.
visual, pendengaran, dan mekanik
• Meminimalisir syok dan
selama transportasi, mencegah
guncangan selama transportasi.
kemungkinan orang yang menangani
• Meminimalisir stimulasi visual
terluka melalui gigitan, dan
dengan menutup mata buaya
memastikan buaya tidak mengalami
atau menjaga buaya pada
kepanasan yang berlebihan, dingin
kontainer yang gelap.
yang berlebihan atau dehidrasi. Maka
• Jika kesulitan yang berlebihan
dari itu perlu diperhatikan:
belum terjadi, imobilisasi kimia
• Memastikan bahwa kepala tidak dapat dipertimbangkan.
lebih rendah dari tubuh sehingga • Secara teratur berikan buaya
cairan regurgitasi dapat masuk dengan air selama transportasi.
kembali ke dalam esofagus • Lindungi buaya dari kepanasan
daripada menggenang pada atau kedinginan yang
bukaan glottis, dan/atau berlebihan.
memakai tali yang tebal,
Buaya yang besar dapat
potongan pipa, atau material lain
ditransportasikan dalam peti yanf

51
sengaja dibangun berventilasi (dengan
ujung yang dapat dilepas/diangkat).
Buaya yang akan dirilis sesegera
mungkin setelah diangkut tidak perlu
diikat kaki dan moncongnya sehingga
buaya tidak kesulitan untuk melawan
ikatan selama perjalanan. Namun,
kehati-hatian harus dilakukan untuk
memastikan buaya tidak memiliki ruang
yang cukup di dalam kotak untuk
membalikkan badam, kebanyakan luka
atau kematian terjadi ketika buaya
tersangkut di kotak. Pada jalanan yang
kasar, peti transportasi harus
diletakkan pada material untuk
meredakan vibrasi dan syok akibat
benda tajam dalam kotak (contohnya
matras yang dilapisi kanvas). Ini juga
menyekat peti dengan panas dari
kendaraan (jika sesuai).

52
Buku Guidelines for the Transport of Farmed Deer (2004)

Pedoman Transportasi Rusa • Seluruh pejantan di atas 24


bulan selama masa kawin.
Rusa yang akan diangkut harus
diseleksi mana yang sehat dan pada Seluruh pejantan di bawah usia 24
kondisi tubuh yang baik. bulan yang untuk disembelih
sebaiknya, ketika ditransportasikan
Rusa dalam face tumbuh
bersama-sama, sebelumnya dibiarkan
ranggah atau rusa betina pada bulan-
merumput dalam satu kelompok dan
bulan akhir kebuntingan sebaiknya
tidak diperlihatkan rusa betina secara
tidak ditransportasikan, kecuali alasan
tiba-tiba sebelum atau selama
darurat untuk perawatan dokter hewan
perjalanan.
dimana transportasi menjadi penting.
Rusa harus dikurung secara individu Sangat membantu jika rusa
dan diperlakukan secara hati-hati. terbiasa pada ruang yang terbatas
Seluruh pejantan di atas 24 bulan sebelum ditransportasikan. Rusa yang
sebaiknya tidak ditransportasikan kurang penurut harus dirumahkan
selama masa kawin kecuali tindakan selama lebih dari seminggu.
pencegahan diberikan. Tidak boleh ada
Rusa dengan ranggah keras
spesies hewan lain yang dibawa
sebaiknya dihilangkan ranggahnya
bersamaan dengan rusa.
beberapa hari sebelum
Rusa dalam kondisi ini tidak ditransportasikan. Dimana tidak
seharusnya diangkut untuk dibawa ke memungkinkan rusa untuk diletakkan
RPH : pada kurungan individu.

• Rusa berumur kurang dari 5 Menaikkan dan menurunkan


bulan;
Dimana rusa dirumahkan
• Rusa yang sedang tumbuh
merupakan hal esensial untuk
ranggah;
menyediakan fasilitas untuk menaikkan
• Rusa dalam fase kebuntingan
dan menurunkan dan untuk keamanan
akhir;
terhubung pada bangunan dan ke dan
• Lemah, sakit, terluka, atau dari kandang.
terkena penyakit;
Menyediakan waktu yang
banyak untuk menaikkan dan

53
menurunkan. Tenang, percaya diri, Pembagian dalam kurungan
penanganan yang kompeten sebaiknya padat dan sebaiknya pada
dibutuhkan. Rusa harus dinaikkan dan ketinggian yang cukup tinggi untuk
diturunkan secara perlahan dan tenang mencegah rusa loncat melewatinya.
pada satu kurungan pada satu waktu,
Rusa yang bising dipisahkan
tanpa menggunakan tongkat atau
atau dikurung tersendiri.
penghalau. Hal yang penting adalah
rusa perlu didampingi perjalanannya Anak rusa dalam usia yang

oleh penangan yang berpengalaman. sangat muda sebaiknya dikurung


terpisah dari kelompoknya.
Rusa sebaiknya dipisahkan
berdasarkan jenis, usia, jenis kelamin Rusa lebih dari 100 kg

dan ukuran sebaik pengenalan sebaiknya tidak diangkut pada

sebelumnya. Mereka harus mendapat kendaraan bertingkat kecuali rusa

ruang yang cukup untuk berbaring, mendapatkan ruang yang cukup untuk

bangun, dan berputar secara mudah. berdiri pada posisi alaminya.

Selanjutnya adalah area lantai Dimana terdapat keadaan yang


minimum yang disarankan : dikecualikan diberikan penenang,

• Rusa jantan dewasa – 1 m2 termasuk rusa jantan pada musim


kawin yang ditransportasikan, mereka
• Rusa betina dewasa dan jantan
harus dikurung secara individu.
masa sapih – 0,5-0,6 m2
Petugas yang bertanggung jawab
• Anak rusa umur 3 bulan dan
harus ikut mendampingi atau bersama
betina masa sapih – 0,3-0,5 m2
dengan pendamping ikut menemani
Ruang antara lantai dan atap rusa tersebut, yang harus melakukan
harus cukup bagi rusa untuk berdiri pemeriksaan dengan interval jam.
pada posisi alaminya. Ketinggian
Rusa sebaiknya diturunkan
minimum yang direkomendasikan
secara tenang dan tanpa terburu-buru
adalah:
sehingga mereka menjadi familiar pada
• 1,53 m untuk rusa 75-100 kg lingkungan baru mereka. Rusa tidak
• 1,22 m untuk rusa 45-74 kg sebaiknua diturunkan pada jarak dekat
• 1 m untuk rusa dengan berat pada kandang terbuka karena ada
badan kurang dari 45 kg. risiko rusa lari. Penanganan lebi mudah
jika rusa dilepaskan pada tingkat

54
55
RANGKUMAN REFERENSI

Peraturan Dirjen PHKA No. P.9/IV-SET/2011 Tentang Pedoman Etika dan


Kesejahteraan Satwa di Lembaga Konservasi.
Bab I Ketentuan Umum, Bag. Kesatu Pengertian, Pasal 1.
Kesejahteraan satwa (hewan) adalah keberlangsungan hidup satwa yang perlu
diperhatikan oleh pengelola agar satwa hidup sehat, cukup pakan, dapat
mengekspresikan perilaku secara normal, serta tumbuh dan berkembangbiak dengan
baik dalam lingkungan yang aman dan nyaman.
Lembaga konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan
dan atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), baik berupa lembaga pemerintah
maupun lembaga non pemerintah.
Standar Perawatan satwa adalah spesifikasi teknis sebagai patokan dalam
melakukan perawatan satwa untuk mencapai kesejahteraan kehidupannya.
Perawatan satwa adalah upaya atau perlakuan pemeliharaan satwa terhadap
penyediaan tempat tinggal, pakan, pemeliharaan kesehatan dan kebersihan
lingkungannya untuk mencapai kesejahteraan satwa.
Penandaan satwa, euthanasia, kontrasepsi, amputasi.

Bab II Etika Pengelola dan Prinsip Kesejahteraan Satwa, pasal 4.


Etika pengelolaan dan prinsip kesejahteraan satwa meliputi: prinsip pengelolaan
satwa, prinsip kesejahteraan satwa, etika hubungan antar pengelola, etika hubungan
manusia-satwa.
Bagian kedua prinsip kesejahteraan satwa, pasal 6.
Prinsip kesejahteraan satwa menjadi bagian prioritas dalam pengelolaan satwa di
Lembaga Konservasi. Standar minimum kesejahteraan satwa meliputi:
a. Bebas dari rasa lapar dan haus;
b. Bebas dari ketidaknyamanan lingkungan;
c. Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit;
d. Bebas dari rasa takut dan tertekan; dan
e. Bebas untuk mengekspresikan perilaku alami.
Pasal 8.
Tempat tinggal satwa memenuhi kriteria :
a. Tempat tinggal disesuaikan dengan habitat alaminya;
b. Perlindungan dari kondisi cuaca buruk;
c. Ketersediaan akan udara segar;

56
d. Tempat yang teduh dan hangat serta terjangkau sinar matahari jika memang
diperlukan;
e. Ketersediaan lorong bawah tanah yang sesuai bagi satwa yang suka menggali
tanah;
f. Ketersediaan pohon, fasilitas untuk memanjat dan bahan lainnya yang
memungkinkan penggunaan ruang vertikal bagi hewan yang suka memanjat
atau terbang; dan
g. Ketersediaan kualitas air sesuai dengan kebutuhan satwa.
Pasal 9.
Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit antara lain:
a. Ketersediaan ruang yang cukup;
b. Ketersediaan sarana untuk hidup sosial berkelompok satwa, guna mencegah
konflik antar satwa;
c. Sanitasi yang sesuai;
d. Makanan yang cukup;
e. Perawatan kesehatan dari dokter hewan dan paramedik untuk mencegah,
mengobati luka dan penyakit yang diderita oleh satwa;
Pasal 10.
Bebas dari rasa takut dan tertekan disebabkan oleh:
a. Luka fisik dan intimidasi dari satwa yang hidup dalam kelompok sosial yang
berlebihan atau tidak normal;
b. Ancaman predator (pemangsa) dari luar dan penyakit;
c. Kurangnya perhatian pengelola satwa terhadap frustasi dan kebosanan;
d. Masalah kegaduhan dan kebisingan; dan
e. Penciuman dan rangsangan penglihatan.

BAB III Standar Pemeliharaan, Perawatan dan Pemanfaatan Satwa, Pasal 14


Terdiri atas:
a. Pengelolaan Perawatan Satwa (Husbandry Management);
b. Kesehatan Satwa dan Fasilitasnya;
c. Karantina; dan
d. Pemanfaatan Satwa.
Pasal 15.
Dan harus memerhatikan:
a. Tempat Tinggal Satwa dan Kelengkapannya;
b. Pakan dan Air Minum; dan
c. Sanitasi Higienis.

57
Pasal 16
Tempat tinggal satwa dan kelengkapannya harus dirancang sesuai dengan kebutuhan
biologis, fisik dan perilaku satwa, sehingga dapat membuat satwa merasa nyaman
dan aman. Tempat tinggal satwa harus memerhatikan:
a. Persyaratan tempat tinggal satwa;
b. Luas tempat tinggal;
c. Bahan/materi tempat tinggal;
d. Kenyamanan tempat tinggal dan kebutuhan dasar satwa;
e. Peralatan tempat tinggal, kurungan, akuarium, kolam; dan
f. Pencegahan stres atau penganiayaan satwa.
Pasal 17.
Persyaratan tempat tinggal satwa harus cukup luas untuk melakukan kegiatan rutin
satwa agar dapat menunjang kesejahteraan sesuai jenisnya, dan harus memerhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Terhindar dari dominasi individu tertentu dalam suatu kelompok satwa;
b. Terhindar dari resiko yang persisten dan konflik yang tidak dapat diselesaikan
antara anggota kelompok satwa atau antara
Pakan rusa

Penyediaan pakan pada sistem penangkaran rusa yang ekstensif ini dilakukan
secara alamiah melalui perbaikan habitat. Lokasi semacam ini akan membuat rusa
berperilaku sebagaimana satwa liar, sehingga cocok sebagai satwa buru. Contoh
beberapa jenis rumput yang disukai oleh rusa timor. Andropogon contortus, Eragrostis
bahiensis, Andropogon fastigiatus, Desmodium capitulum, Micrilaena stipoides,
Paspalum scrobiculatum, Eragrostis uniloides, Remirea maritama, Pollinia fulva,
Indigofera glanddulosa, Mollugo petaphyla, Euphorbia reniformis, Botriochloa globa,
Setaria adhaerens, dan Choris barbata.

Cekaman pada rusa

Rusa adalah hewan yang rentan terhadap cekaman, kematian dapat terjadi
akibat prosedur penanganan yang menimbulkan trauma dan cekaman yang
menyebabkan perubahan pathologi pada alat dalam dan otot yang oleh para ahli
disebut dengan enteropathy dan capture myopathy, Cekaman yang dimaksud pada
keadaan ini adalah suatu perubahan dimana kemampuan tubuh untuk mengatur
keseimbangan (homeostatik) terganggu, akibatnya mekanisme fisiologi yang
mengatur keseimbangan tidak berfungsi. Gangguan keseimbangan pada rusa

58
disebabkan oleh cekaman primer, cekaman sekunder, dan akibat keracunan
obat/toksik.

1. Cekaman primer yaitu stres yang disebabkan oleh rasa ketakutan dan/atau
kesakitan bila berlanjut sehingga rusa dapat mengalami pembesaran pembuluh
darah (vasodilatasi) yang dapat mengurangi efektivitas volume darah yang
beredar dan bila berlangsung lama dapat mengakibatkan hipertermi. Apabila rusa
sudah mengalami cekaman atau penanganan rusa berlangsung lebih dari 5
hingga 10 menit maka sebaiknya rusa dilepas pada tempat yang luas dan jauh
dari keramaian dan digabungkan dengan rusa-rusa yang lain. Apabila hal ini tidak
dilakukan maka rusa dapat mengalami kematian akibat cekaman primer ini.
2. Cekaman sekunder adalah cekaman yang disebabkan oleh trauma, pendarahan,
kehilangan darah dalam jumlah besar yang disebabkan oleh perkelahian antar
rusa jantan. Kematian dapat terjadi tergantung dari berat ringannya trauma atau
banyak sedikitnya perdarahan.
3. Cekaman toksik adalah cekaman yang disebabkan oleh obat seperti obat anastesi
yang dapat menekan pernapasan dan menurunkan tekanan darah apabila dosis
berlebihan. Biasanya efek toksin ini terjadi apabila pendugaan berat badan rusa
dan penentuan dosis, terutama pada rusa yang ketakutan dan kelelahan.
Cekaman toksik ini terjadi pada saat pemberian obat bius, rusa yang tercekam
akan melawan dan berusaha untuk tetap berdiri tegak, sebagian rusa berhasil
melawan. Pada keadaan seakan-akan obat bius tidak berfungsi atau dosisnya
kurang, tetapi apabila dosisnya ditambah akan mengalami overdosis.

Restrain fisik untuk rusa

Teknik penanganan pertama yaitu menggunakan kandang jepit khusus untuk


rusa, Kandang jepit ini dirancang agar rusa dapat dimasukkan ke kandang jepit,
kemudian dinding digeser sehingga rusa badannya terjepit, berikutnya lantai dilepas
sehingga rusa tidak mempunyai tempat berpijak.Selanjutnya penekan punggung
dipasangkan sehingga rusa terlepas dari lantai kandang jepit, badan tersangkut di
kandang jepit sehingga rusa tidak dapat bergerak lagi. Pada kondisi tersebut akan
memudahkan untuk memeriksa, menyuntik, inseminasi buatan, dll. Sebelum
penanganan secara fisik ini dilakukan, rusa harus dilatih masuk ke dalam kandang
jepit, tanpa dijepit hanya dilewatkan saja, kemudian dimasukkan ke kandang jepit

59
tanpa diberi perlakuan berkali-kali. Melatih rusa secara berulang-ulang akan
menjadikan kegiatan tersebut kebiasaan bagi mereka, dan dengan ini resiko
cekaman akan berkurang. Metode ini akan mengedepankan melatih rusa yaitu
dengan membiasakan dan melakukannya berkali-kali. Melatih rusa pada cekaman
yang ringan, yang berlangsung berulang-ulang, diikuti dengan cekaman yang lebih
berat secara berulang-ulang, dapat menstimulasi rusa beradaptasi pada stressor
tersebut. Bila tanpa membiasakan, rusa akan mendapat cekaman berlangsung lama
dan terus menerus, bisa saja tidak menimbulkan efek langsung tetapi rusa menjadi
lemah dan rentan terhadap infeksi penyakit endemik yang ada di sekelilingnya.

Dampak lain dari cekaman pada rusa yaitu dapat mempengaruhi


perkembangbiakan, yaitu berupa hambatan ovulasi dan penurunan kesuburan.
Pengaruh pada perkembangbiakan ini terjadi dengan mekanisme sebagai berikut:
pada rusa yang mengalami cekaman, kelenjar adrenal menghasilkan hormon
progresteron. Bila kadar progresteron ini tinggi pada saat hewan akan ovulasi maka
akan terjadi terhadap ovulasi, pembuahan, dan kegagalan kebuntingan. Dengan
demikian cekaman pada rusa luar dapat mengakibatkan kegagalan
perkembangbiakan dan menurunkan reproduktivitasnya.

♦♦♦♦

Kandang karantina dan isolasi

Kandang karantina diperuntukkan bagi anakan buaya yang baru datang dari
alam. Anakan yang baru datang dari alam biasanya dalam kondisi stress. Anakan
yang baru datang dan dalam kondisi stress biasanya membawa enyakit yang dapat
menular pada individu buaya lainnya yang dalam kondisi sehat di kandang. Penyakit
yang biasa dibawa adalah infeksi jamur dan bakteri. Yang harus diperhatikan dalam
kandang karantina adalah:

1. Kepadatan anakan buaya: kepadatan yang ideal adalah 5 individu/m 2 ukuran


anakan 50-80 cm panjang total tubuh.
2. Bentuk kolam: tepi kolam landai dengan ketinggian air tidak lebih dari 20 cm.
3. Kebersihan air dan kandang: Pada waktu anakan datang dari alam, kondisi
kandang dan air harus dalam kondisi bersih. Air yang terdapat dalam kandang-
kandang karantina tidak boleh berhubungan satu sama lain. Hal ini
menghindari penularan penyakit dari satu kandang ke kandang lainnya.

60
Kandang isolasi mempunyai fungsi untuk pengobatan dan penyembuhan
penyakit buaya sakit. Penyakit yang umum dijumpai adalah infeksi yang disebabkan
oleh jamur dan bakteri, infefksi dapat terjadi di dalam maupun di luar tubuh. Selain
penyakit, luka-luka pada tubuh buaya akibat perkelahian dapat menyebabkan infeksi
pada kuit. Yang perlu diperhatikan dalam kandang isolasi adalah:

1. Kepadatan buaya sakit: untuk individu ukuran panjang total tubuh 1-1,5
meter, 1 kandang hanya diperuntukkan untuk satu individu. Banyaknya
buaya dalam satu kandang isolasi tergantung pada besarnya buaya dan
jenis penyakitnya. Individu dengan macam penyakit sama dan pengobatan
sama dapat disatukan dalam 1 kandang isolasi.
2. Bentuk kolam: Kolam dengan bagian tepi landai pada salah satu sisi kolam
untuk mempermudah penangkapan dan pemeriksaan buaya.

Kebersihan air dan kandang: Air dan dasar kolam pada kandang isolasi harus selalu
bersih untuk mempercepat penyembuhan buaya sakit.

Suhu tubuh buaya

Buaya merupakan hewan yang bersifat ektoternik dan poikiloternik sehingga


berjemur merupakan hal yang mutlak dilakukan oleh buaya untuk mengoptimalkan
metabolisme dan mengintegrasikan antara lingkungan, perilaku, dan fungsi seluler
supaya dapat berjalan semestinya. Buaya mendapat panas yang berasal dari
lingkungan dengan tiga mekanisme yaitu radiasi, konveksi, dan konduksi. Lamanya
berjemur dari tiap-tiap jenis akan berbeda. Hal tersebut terkait dengan ukuran tubuh
serta suhu lingkungan saat itu. Selain itu terdapat perbedaan suhu antara buaya yang
menyelam (22-26oC) dan berjemur (40-45 oC).

Perilaku berjemur buaya umumnya dilakukan di daratan dan apabila telah


mendapatkan panas yang cukup akan kembali masuk ke ari untuk mengurangi panas
yang berlebih. Selain itu, dapat juga dengan cara membuka rahangnya. Buaya
meningkatkan suhu tubuh dengan cara mengalirkan darah melalui kulit yang telah
hangat supaya membawa panas ke pusat tubuh.

Penyakit yang dialami buaya

Penyakit pada buaya dibagi menjadi 3, yaitu:

61
1. Penyakit infeksi;
2. Penyakit karena kekurangan nutrisi penting pada makanan (malnutrisi);
3. Penykait karena lingkungan tidak sesuai.

Penyakit infeksi umumnya disebabkan oleh parasit dan mikroba. Buaya yang
terserang penyakit yang disebabkan oleh agen infeksi harus segera diisolasi di
kandang isolasi.

Virus yang banyak menyerang buaya adalah Poxvirus dan Adenovirus


umumnya menyerang anakan buaya yang baru menetas dan menyebabkan kematian.
Gejala yang timbul akibat virus ini adalah nekrosis pada jaringan hati dan lapisan
epithelium usus. Pengobatan yang efektif untuk virus belum ditemukan, pemisahan
individu yang sakit merupakan langkah terbaik.

Bakteri yang umum menginfeksi adalah Aeromonas hydrophila dan Salmonella


spp. Bakteri Aeromonas hydrophila menyerang liver, menyebabkan liver menjadi
bengkak dan bila dibiarkan akan menyebabkan kematian. Sedangkan bakteri
Salmonella spp. Hanya menyebabkan anakan buaya sakit, tidak sampai menimbulkan
kematian. Pengobatan yang dilakukan pada anakan buaya sakit karena infeksi bakteri
tersebut adalah dengan menyuntikkan antibiotik sprektum luas, seperti gentamisin
dengan dosis 2,5-5,0 mg/kg berat badan disuntikkan sub kutan (di bawah kulit).
Beberapa antibiotik yang umum digunakan dengan pengobatan secara oral dengan
mencampur dengan makanan adalah chlortetrasiklin dengan dosis 200 mg/kg berat
badan untuk buaya dewasa atau 30 mg/kg berat badan untuk buaya pradewasa;
diberikan 2 kali sehari. Oral antibiotik lain adalah bubuk oksitetrasiklin hidroklorida 25
mg/kg berat badan, diberikan 3 kali sehari. Antibiotik yang diberikan secara oral
melalui makanan sangat baik diberikan pada anakan buaya yang stress.

Jamur umrumnya menyerang kulit, jaringan mukosa kulit, liver dan paru-paru..
Gejala infeksi jamur pada kulit atau jaringan mukosa (mata, anus, mulut) dapat terlihat
apabila pada kulit terdapat bulatan-bulatan putih. Penyakit yang menyerang pada
buaya di kandang penangkaran adalah penyakit jamur kulit. Jamur kulit merupakan
penyakit yang menular, menyebabkan kerusakan pada kulit buaya sehingga merusak
dalam artian kualitas kulit buaya yang akan dikomersialkan. Biasanya jamur ini
disebabkan oleh air kolam yang kotor dan kurang bersihnya pembersihan kandang,
dan pakan yang terlalu banyak mengandung lemak, hingga rendahnya suhu air kolam

62
di bawah 24oC. Apabila dibiarkan, jamur itu akan masuk semakin jauh ke dalam
jaringan kulit dan membentuk borok. Pengobatan untuk penyakit jamur kulit sendiri
dapat menggunakan potassium permanganat pada air kolam dan copper sulphate
dalam air yang bertujuan untuk mengangkut fungi pada dasar kolam sebelum
diberikan air baru, pengobatannya dapat menggunakan bakterisidal dan fungisidal
spektrum luas.

Protozoa yag umumnya menginfeksi bauya adalah kelompok coccidiosis dan


haematogregarines. Coccidiosis menginfeksi saluran pencernaan buaya dan akan
menyebabkan mencret. Apabila tidak cepat ditangani akan menyebabkan kematian.
Haematogregarines adalah protozoa yang menyerang darah. Protozoa ini dijumpai
pada buaya sakit dan juga buaya sehat. Pada kebanyakan kasus, haematogregarines
tidak menyebabkan kematian. Pengobatan dengan menggunakan oral antibiotik
sulphachloropyrazine pada dosis 1,5g/kg berat badan, diberikan 1 kali/hari selama
tiga hari berturut-turut.

Berbagai cacing dapat menginfestasi buaya. Jenis cacing yang umum


menyerang buaya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok nematoda dan
trematoda. Nematoda : cacing dari kelompok ascaridia, yaitu Dujardinascarid spp.
(nama lainnya Gedoelstascaris spp) umum dijumpai pada lambung anakan dan
pradewasa buaya. Keberadaan cacing ini di lambung cenderung oportunistik. Cacing
dari kelompok trichuroid, yaitu Paratrischoma crocodilus (nama lainnya Capillaria
crocodilus) umumnya menginfeksi kulit buaya, termasuk jaringan kulit pada bagian
perut. Cacing akan membuat trowongan pada jaringan kulit buaya yang menyebabkan
penampakan kulit seakan melepuh berisi air. Satu-satunya pengobatan adalah
dengan pembedahan pada jaringan kulit yang terinfestasi. Cacing filarid, yaitu jenis
Micropleura vivipera, juga menginfeksi jaringan kulit buaya. Trematoda : Cacing jenis
Deurithitrema gingae umumnya menginfeksi ginjal dan usus buaya, yang
menyebabkan adanya lesi pada organ yang terinfestasi. Kerap ditemukan pada buaya
dewasa. Cacing jenis Sebekia spp. dan Leiperia spp. dapat menyebabkan
pentastomiasis yaitu kerusakan paru-paru. Infeksi ini akan menyebabkan infeksi
sekunder yang dapat menyebabkan pneumonia. Kasus ini kerap ditemukan di anakan
buaya di Papua. Pengobatan karena infestasi cacing umumnya menggunakan :
Febendazole (Panacur) dengan dosis 100-200 mg/kg berat badan, diberikan secara
oral sehari sekali selama dua hari. Ivermectin dengan dosis 200 mg/kg berat badan,

63
diberikan oral atau injeksi untuk sehari sekali selama dua hari. Mebendazole dengan
dosis 20-25 mg/kg berat badan diberikan secara oral untuk sehari sekali selama dua
hari. Pengobatan untuk pentastomiasis belum ada yang efektif, perlakuan dengan
mendinginkan makanan pada suhu 10oC selama 72 jam sebelum diberikan kepada
buaya merupakan tindakan yang dapat menurunkan jumlah kasus.

Penyakit karena kekurangan malnutrisi. Penyakit karena malnutrisi hanya


ditemukan pada buaya yang ada di penangkaran dan hampir tidak pernah dijumpai
pada buaya yang ada di alam. Penyakit malnutrisi yang sering ada pada buaya antara
lain : Gout (asam urat). Penyakit ini disebabkan karena pemberian protein yang
berlebihan pada makanan. Gejala dari penyakit ini dapat terlihat adanya endapan
kristalin berwarna putih pada sendi dan organ-organ tertentu terutama ginjal. Penyakit
ini dapat bersifat permanen dan mengakibatkan nafsu makan menurun hingga
kematian. Pengobatan pada asam urat hanya berhasil pada tahap awal penyakit, yaitu
dengan tidak memberi makan buaya selama beberapa minggu. Osteomalacia.
Penyakit ini disebabkan oleh kurangnya kandungan kalsium pada makanan. Gejala
yang timbul dari penyakit ini adalah rahang buaya tumbuh melengkung. Gigi yang
lentur dan pertumbuhan tulang dan anggota badan bengkok. Pengobatan hanya bisa
dilakukan pada anakan buaya. Steatitis (Defisiensi Vit E). Disebabkan kekurangan
vitamin E dari makanan, penyakit ini timbul apabila buaya hanya makan ikan saja
tampa ada variasi jenis makanan. Gejala penyakit ini terlihat pada waktu buaya dikuliti,
bagian otot akan terlihat melepuh. Defisiansi Vit B. Penyakit ini banyak dijumpai pada
anakan buaya yang memakan ikan beku. Gejala yang terlihat adalah buaya jadi tidak
aktif dan cenderung menyendiri. Pengobatan yang diberikan adalah pemberian
thiamin hidroklorida dengan dosis 30 mg/kg berat badan yang diberikan sekali sehari
selama dua hari. Pada kondisi akut, penyakit ini permanen. Defisiensi Vit C.
Kekurangan vitamin C akan menyebabkan luka-luka pada jaringan mukosa seperti
gusi, usus, dan kloaka. Penyakit ini hanya bisa disembuhkan pada tahap awal.

64
65
Kegiatan 2 : Melakukan diskusi dengan ahli mengenai manajemen pengelolaan
satwa
1. Melakukan konsultasi dengan mentor terkait narasumber yang akan diajak
berdiskusi

Catatan :
Kegiatan akan bersifat formal/resmi (bersurat dari instansi), nantinya surat
akan berbunyi untuk meminta pendampingan dari Universitas Nusa Cendana
(Undana) terkait penyusunan SOP Pengelolaan satwa. Kegiatan sebaiknya
dilakukan dengan personil BBKSDA NTT yang datang ke Undana. Buat surat
permohonan pendampingan ke Undana, setelah itu baru dibuat surat tugas.
Membuat surat tugas selama di Kupang dalam rangka pelaksanaan
aktualisasi.
Terlampir
(Surat Tugas aktualisasi di Kupang)
Terlampir
(Surat permohonan bimbingan dan tanda terima surat)

66
2. Mengontak narasumber
• Kontak pertama (11 Oktober 2019) – Via aplikasi line

Catatan :
Konsultasi akan berbentuk formal atau informal, jika formal dapat
bertemu dengan plt Dekan Fakultas Kedokteran Hewan sekaligus
Wakil Rektor 1 Undana. Ada usulan untuk mengundang narasumber
ke BBKSDA NTT untuk melihat dan menilai secara langsung kandang
di BBKSDA NTT dengan output berupa rekomendasi-rekomendasi.

67
• Kontak kedua (7 November 2019) – Via aplikasi line

Catatan :
Konsultasi akan dilaksanakan tanggal 15 November 2019 di Fakultas
Kedokteran Hewan Undana mengikuti jadwal dari narasumber.
• Kontak ketiga (13 November 2019) – Via aplikasi line

Catatan :
Diskusi akan dilaksanakan pada tanggal 15 November 2019 pukul
09.00 WITA.

68
3. Mengadakan pertemuan dan diskusi dengan narasumber

Terlampir
(Print out Powerpoint yang disajikan, daftar hadir, notulensi diskusi (pada
halaman 151))

69
4. Melaporkan hasil diskusi dengan mentor

Catatan :
Karena sambutan yang positif dari Undana, kerja sama dapat ditindaklanjuti
untuk ke depannya.

70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
Kegiatan 3 : Melakukan pendataan kesehatan satwa di penangkaran rusa
1. Melakukan konsultasi dengan mentor terkait pendataan satwa di
penangkaran rusa
• Konsultasi pertama (13 Oktober 2019) – via aplikasi Whatsapp

• Konsultasi kedua (14 Oktober 2019)

Catatan :
Lakukan kegiatan dengan menyesuaikan waktu di lapangan, walau
kegiatan 1 belum selesai, tidak apa-apa lanjut ke kegiatan 2.

81
2. Membuat alat pendataan satwa (formulir)
Terlampir
(Formulir pemeriksaan kesehatan satwa)
3. Melakukan uji coba pengisian formulir di penangkaran rusa

Penangkaran rusa milik Bapak Kurniawan

82
Penangkaran rusa di Balai Besar Pelatihan Peternakan Kupang

Press release pemeriksaan rusa di BBPPK oleh BBKSDA NTT

83
Penangkaran rusa di TNI AU El Tari Kupang

84
Penangkaran rusa milik Yulius Lau

Penangkaran rusa milik Ali Amran

85
Penangkaran rusa di Balai Litbang KLHK Kupang
Terlampir
(Surat tugas, formulir yang telah diisi)

86
4. Melaporkan kepada mentor mengenai pendataan kesehatan rusa

Catatan :
Sudah baik, berikan perubahan sesuai dengan apa yang didapat ke
lapangan.
Terlampir
(Laporan pemeriksaan kesehatan rusa di kandang penangkaran)

87
5. Melakukan revisi terhadap formulir disesuaikan dengan arahan mentor
sekaligus evaluasi di lapangan

Catatan :
Jangan lupa beri penjelas untuk setiap kategori pemeriksaan formulir dapat
dipergunakan untuk semua pegawai yang bertugas walaupun bukan dokter
hewan.
Terlampir
(Formulir pemeriksaan kesehatan satwa yang sudah direvisi)

88
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM NUSA TENGGARA TIMUR
JL. SK Lerik Kelapa Lima Kotak Pos 1014, Kupang 85228 (0380) 832211

Tanggal : ………………………………………….
No Nama/ Spesies Jenis Umur Ekspresi Pernapasan Kulit Feses Nafsu Aktivitas Respon BCS Diagnosis Ket.
Kode Kelamin Muka Makan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.

89
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM NUSA TENGGARA TIMUR
JL. SK Lerik Kelapa Lima Kotak Pos 1014, Kupang 85228 (0380) 832211

Nama : ……………………………………………………………………………………………
Bulan : ……………………………………………………………………………………………
No Ekspresi Pernapasan Kulit Feses Nafsu Aktivitas Respon BCS Diagnosis Tanggal Ket.
Muka Makan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.

90
91
92
93
94
95
96
LAPORAN HASIL KEGIATAN

I. PELAKSANAAN
Dasar Pelaksanaan : ST.602/K.5/TU/PEG/KSA/10/2019
Tempat : Penangkaran Rusa Timor di Kota Kupang
Hari/tanggal : Selasa-Jumat/15 Oktober-22 Oktober 2019
Kegiatan : Pemeriksaan kesehatan rusa timor pada penangkaran
rusa timor di Kota Kupang
II. PELAKSANAAN
1. Alfian Herdi Feisal, S.K.H/NIP. 19950714 201902 1 001
2. Irvan Stefanus Taraama, S.P./NIP. 19881014 201902 1 001
III. PENDAHULUAN
Rusa timor adalah rusa asli Indonesia yang lebih kecil dari rusa sambar.
Klasifikasi rusa timor sebagai berikut: Famili: Cervidae, Genus: Cervus, Spesies:
Cervus timorensis. Di Indonesia terdapat enam subspesies rusa timor yang diberi
nama subspesies sesuai dengan nama daerah asalnya, untuk yang berasal dari
Provinsi NTT terdapat dua subspesies yaitu: Cervus timorensis timorensis (Pulau
Timor), dan C. timorensis floresiensis (Pulau Flores) (Dradjat, 2014). Dalam
perkembangan terbaru, genus rusa timor berkembang menjadi Rusa sehingga
nama latin untuk rusa timor adalah Rusa timorensis.
Rusa timor berasal dari Pulau Jawa, Lombok, Sumbawa, pulau-pulau di Nusa
Tenggara Timur dan Sulawesi. Rusa timor di habitatnya bersifat nokturnal, yaitu
aktif di malam hari. Rusa timor tidak mempunyai musim kawin dan melahirkan
anak kapan saja dalam satu tahun (Dradjat, 2014). Rusa timor merupakan satwa
yang dilindungi oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservesi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo PP No. 7 Tahun 1990 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Berdasarkan CITES, rusa timor
termasuk kategori Appendix I. Keberadaannya harus dijaga dan tidak dibenarkan
melakukan perburuan apalagi memperjualbelikan dagingnya. Satwa yang telah
masuk kategori Appendix I CITES pemanfaatannya hanya bisa dari hasil
penangkaran (F2) (BBKSDA NTT, 2015).

IV. PELAKSANAAN
Pada tanggal 15 – 22 Oktober 2019 telah diadakan kegiatan pemeriksaan
kesehatan rusa timor pada penangkaran rusa timor yang ada di Kota Kupang.
Tujuan dari pemeriksaan rusa adalah untuk mengontrol kesehatan rusa sebagai

97
salah satu satwa yang dilindungi undang-undang, menerapkan prinsip
kesejahteraan hewan (animal welfare) serta sebagai tindakan preventif dari
adanya kemungkinan penyakit menular/wabah yang dapat menyerang populasi
rusa. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh tenaga dokter hewan (Alfian Herdi
Feisal, S.K.H.) yang ada di BBKSDA NTT. Penangkaran yang didatangi berjumlah
7 penangkar, antara lain:
1) Bapak Kurniawan;
2) Balai Besar Pelatihan Peternakan Kupang;
3) Pangkalan TNI Angkatan Udara El Tari;
4) Bapak Yulius Lau;
5) Bapak Ali Amran; dan
6) Balai Penelitian dan Pengembangan KLHK Kupang.
Kegiatan yang dilakukan adalah pengamatan dan pendataan kesehatan rusa
yang ada pada penangkaran rusa timor di Kota Kupang. Kegiatan ini dilakukan
bersamaan dengan kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Seksi
Pemanfaatan dan Pelayanan (P2) serta Seksi Konservasi Wilayah II (SKW II)
BBKSDA NTT yang membawahi wilayah di sekitar Kota Kupang.
Pemeriksaan kesehatan rusa yang dilaksanakan dibatasi pada pemeriksaan
yang dapat dilakukan melalui pendekatan observasi (mengamati) bukan
pemeriksaan secara kontak fisik dikarenakan tidak semua rusa timor di
penangkaran jinak, namun kebanyakan masih memiliki sifat liarnya. Adapun rusa
timor jantan dewasa ketika pada masa kawin atau ranggah utuh berbahaya untuk
didekati. Tidak adanya kandang jepit pada penangkaran juga menyulitkan dalam
proses restrain rusa timor. Pemeriksaan kesehatan rusa yang dilakukan adalah
pemeriksaan ekspresi muka, pernapasan, kulit, feses (kotoran), nafsu makan,
aktivitas, respon, BCS (skor kondisi tubuh), dan diagnosis.
Pemeriksaan kesehatan rusa juga dimaksudkan untuk uji coba formulir di
lapangan. Formulir berbentuk tabel tabulasi yang berisi kategori pemeriksaan dan
diisi dengan menggunakan variabel-variabel yang telah ditentukan (untuk lebih
jelasnya lihat Lampiran).

98
Jumlah rusa yang diperiksa berjumlah 72 ekor, dengan rincian dapat dilihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah rusa yang diperiksa.


No. Penangkar Jumlah
1. Kurniawan (PK) 23
2. Balai Besar Pelatihan Peternakan Kupang (BBPPK) 14
3. Pangkalan TNI Angkatan Udara El Tari (AURI) 5
4. Yulius Lau (Yulius L) 6
5. Ali Imran (AI) 2
6. Balai Penelitian dan Pengembangan KLHK Kupang (Litbang) 22
Total 72

Hasil pemeriksaan kesehatan rusa berdasarkan kategori pemeriksaannya


dapat dilihat pada Tabel 2-9.

Tabel 2. Hasil pemeriksaan kesehatan (ekspresi muka) rusa.


No. Penangkar Pemeriksaan ekspresi muka
1 2 3 4
1. PK - - - 23
2. BBPPK - - - 14
3. AURI - - - 5
4. Yulius L - - - 6
5. AI - - - 2
6. Litbang - - - 22

Tabel 3. Hasil pemeriksaan kesehatan (Pernapasan) rusa.


No. Penangkar Pemeriksaan ekspresi muka
-1,5 -1 -0,5 2 4 6
1. PK - - - - - 23
2. BBPPK - - - - - 14
3. AURI - - - - - 5
4. Yulius L - - - - - 6
5. AI - - - - - 2
6. Litbang - - - - - 22

Tabel 4. Hasil pemeriksaan kesehatan (kulit) rusa.


No. Penangkar Pemeriksaan kulit
1 2 3
1. PK - 23 -
2. BBPPK 1 13 -
3. AURI - 5 -
4. Yulius L - - 6
5. AI - 1 1
6. Litbang - 7 15

99
Tabel 5. Hasil pemeriksaan kesehatan (feses) rusa.
No. Penangkar Pemeriksaan feses
1 2 3 4
1. PK - - - 23
2. BBPPK - - - 14
3. AURI - - - 5
4. Yulius L - - - 6
5. AI - - - 2
6. Litbang - - - 22

Tabel 6. Hasil pemeriksaan kesehatan (nafsu makan) rusa.


No. Penangkar Pemeriksaan nafsu makan
1 2 3 4 5
1. PK - - - - 23
2. BBPPK - - - 14 -
3. AURI - - - 5 -
4. Yulius L - - - - 6
5. AI - - - 2 -
6. Litbang - - - - 22

Tabel 7. Hasil pemeriksaan kesehatan (aktivitas) rusa.


No. Penangkar Pemeriksaan aktivitas
1 2 3 4
1. PK - - - 23
2. BBPPK - - - 14
3. AURI - - - 5
4. Yulius L - - - 6
5. AI - - - 2
6. Litbang - - - 22

Tabel 8. Hasil pemeriksaan kesehatan (respon) rusa.


No. Penangkar Pemeriksaan respon
1 2 3
1. PK - - 23
2. BBPPK - - 14
3. AURI 4 1 -
4. Yulius L 2 4 -
5. AI 2 - -
6. Litbang - - 22

100
Tabel 9. Hasil pemeriksaan kesehatan (BCS) rusa.
No. Penangkar Pemeriksaan BCS
1 2 3 4 5
1. PK - - 23 - -
2. BBPPK - - 14 - -
3. AURI - - 4 - -
4. Yulius L - - 5 1 -
5. AI - - 1 1 -
6. Litbang - - 22 - -

Pemeriksaan ekspresi muka, pernapasan, feses, dan aktivitas rusa tidak


terdapat kelainan/tergolong normal.
Pemeriksaan kulit rusa, dari 72 ekor rusa hanya 22 ekor (30,5%) yang
kulitnya tidak mengalami kerontokan/normal, 49 ekor (68,1%) mengalami alopesia
(kerontokan rambut), dan 1 ekor (1,4%) mengalami alopesia dan terdapat ruam-
ruam pada kulitnya. Kerontokan kulit rusa ini menurut pengalaman para penangkar
disebabkan oleh cuaca panas, kebetulan pemeriksaan kesehatan ini dilakukan saat
musim kemarau/panasi di Kota Kupang. Kerontokan yang lain dapat disebabkan
akibat luka bertarung atau ditanduk oleh rusa lainnya. Rusa dengan kondisi kulit
yang baik biasanya dipelihara pada tempat yang teduh.
Pemeriksaan nafsu makan rusa, secara umum rusa mempunyai nafsu
makan yang baik dengan variabel bahwa setiap pakan yang diberikan kepada rusa
habis sama sekali atau masih ada sisa hingga 25% dari jumlah awal pakan
diberikan. Beberapa penangkaran juga memberikan pakan tambahan seperti
konsentrat (Pak Kurniawan), ampas tahu dan gilingan jagung (Pak Yulius Lau), dan
garam batu (Litbang LHK Kupang).
Pemeriksaan respon rusa, sebagian besar rusa (59 ekor atau 81,9%) masih
memiliki sifat liarnya dimana menghindar apabila didekati manusia, 5 ekor (6,9%)
diam saat didekati manusia, sedangkan 8 ekor (11,2%) mendekat saat didekati
manusia. Rusa yang sudah terlanjur jinak dengan manusia akan sulit untuk
dilepaskan di alam liar karena berisiko besar untuk diburu.
Pemeriksaan BCS rusa, sebagian besar mempunyai kondisi tubuh yang
normal (tidak terlalu gemuk dan kurus) yaitu sebanyak 70 ekor (97,2%), ada dua
ekor (2,8%) yang termasuk kategori agak gemuk yaitu pada rusa milik Yulius Lau
dan Ali Imran.

101
Secara umum, hampir seluruh rusa di penangkaran rusa didagnosa sehat,
hanya ada satu ekor yang mengalami alopesia (kerontokan rambut) yang cukup
parah, yaitu rusa pada BBPPK.

V. KESIMPULAN
1. Rusa pada penangkaran rusa di Kota Kupang tergolong dalam keadaan
sehat, kecuali satu ekor mengalami alopesia (kerontokan rambut) yang cukup
parah;
2. Kondisi ekspresi muka, pernafasan, feses (kotoran), dan aktivitas rusa pada
penangkaran rusa di Kota Kupang tergolong normal/tidak ada kelainan;
3. Nafsu makan rusa di penangkaran rusa di Kota Kupang tergolong normal
dengan pakan yang diberikan selalu habis atau sisa 25% dari pemberian awal;
4. 69,5% rusa pada penangkaran rusa di Kota Kupang mengalami kerontokan
rambut;
5. 81,9% rusa pada penangkaran rusa di Kota Kupang masih memiliki sifat liar
(menjauh apabila didekati);
6. 97,2% rusa pada penangkaran rusa di Kota Kupang memiliki kondisi tubuh
yang normal (tidak terlalu gemuk atau kurus).

VI. SARAN
Musim kemarau/panas di Kota Kupang seringkali membuat rusa mengalami
kerontokan rambut yang berlebihan maka dari itu perlu adanya manajemen rusa
dalam hal kesediaan air minum/air untuk berendam dan tempat berteduh rusa di
kandang penangkaran.
Pemeriksaan kesehatan rusa perlu dilakukan secara rutin (minimal 3 bulan
sekali) oleh tenaga medis dokter hewan karena termasuk di dalam rangka
pengelolaan konservasi keanekaragaman hayati dan memenuhi prinsip
kesejahteraan hewan.
Uji coba formulir sudah cukup efektif dalam mengumpulkan informasi
mengenai kesehatan rusa dengan sedikit perubahan berupa:
1. Pengisian untuk kolom jenis kelamin sebaiknya menggunakan variabel
seperti jantan (1), betina (2);
2. Judul formulir tidak hanya kesehatan satwa namun ditambah “tingkah
laku” satwa;

102
3. Menambah kolom kondisi ranggah khusus untuk pemeriksaan rusa
jantan;
4. Kolom nama/kode diganti nama pemilik/penangkar.

Demikian laporan hasil kegiatan ini dibuat sebagai laporan dalam


pelaksanaannya.

Yang Melaporkan,

Alfian Herdi Feisal, S.K.H.


NIP. 19950714 201902 1 001

103
LAMPIRAN

104
Dokumentasi Kegiatan

Penangkaran rusa Bapak Kurniawan Penangkaran rusa di BPPK

Penangkaran rusa di TNI AU El Tari Penangkaran rusa Bpk. Yulius Lau

Penangkaran rusa Bpk. Ali Amran Penangkaran rusa di Litbang Kupang

105
Variabel
A. Jenis Kelamin
Jantan 2
Betina 1
B. Ekspresi Muka
Sehat 4
Lemah/lesu 3
Tertekan 2
Kesakitan 1
C. Pernafasan
Normal (Inspirasi-ekspirasi dibedakan) 6
Nafas dangkal, frekuensi meningkat 4
Nafas dalam, frekuensi menurun 2
Leleran serous dari hidung -0,5
Leleran mucous dari hidung -1
Leleran pulurent dari hidung -1,5
D. Kulit
Normal 3
Alopesia 2
Alopesia dan urtikaria 1
E. Feses
Normal 4
Lembek 3
Kataral 2
Melena 1
F. Nafsu makan
Pakan habis 5
Pakan sisa 25% 4
Pakan sisa 50% 3
Pakan sisa 75% 2
Pakan utuh 1
G. Aktivitas
Normal, gerak aktif 4
Lesu, kurang aktif 3
Lemah, tidak aktif 2
Diam, ataxia 1
H. Respon (sifat liar)
Responsif, menjauh ketika didekati 3
Kurang responsif, diam ketika didekati 2
Mendekat ke manusia bila didekati 1
I. Body Conditon Score (BCS)
Gemuk 5
Agak gemuk 4
Normal 3
Agak kurus 2
kurus 1

106
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM NUSA TENGGARA TIMUR
JL. SK Lerik Kelapa Lima Kotak Pos 1014, Kupang 85228 (0380) 832211

Tanggal : 15 Oktober 2019


No Nama/ Spesies Jenis Umur Ekspresi Perna Kulit Feses Nafsu Aktivitas Respon BCS Diagno Ket.
Kode Kelamin Muka pasan Makan sis
1. PK Rusa Timor ♂ <1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat
2. PK Rusa Timor ♂ 1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat Ranggah
belum
tumbuh
3. PK Rusa Timor ♂ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat Pakan:
4. PK Rusa Timor ♂ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat kangkung,
5. PK Rusa Timor ♂ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat kol/ kubis,
6. PK Rusa Timor ♂ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat batang
7. PK Rusa Timor ♂ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat jagung,
8. PK Rusa Timor ♂ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat daun
9. PK Rusa Timor ♂ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat nangka,
10. PK Rusa Timor ♂ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat daun waru,
11. PK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat daun
12. PK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat angsana,
daun
13. PK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat
lamtoro
14. PK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat
(pates),
15. PK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat
daun kelor,
16. PK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat
konsentrat.
17. PK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat
18. PK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat
19. PK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat
20. PK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat
21. PK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat
22. PK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat
23. PK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 sehat
24. BBPPK Rusa Timor ♂ >1 thn 4 6 2 4 4 4 3 3 sehat Pakan:
25. BBPPK Rusa Timor ♂ >1 thn 4 6 2 4 4 4 3 3 sehat King grass,
26. BBPPK Rusa Timor ♂ >1 thn 4 6 2 4 4 4 3 3 sehat lamtoro

107
No Nama/ Spesies Jenis Umur Ekspresi Perna Kulit Feses Nafsu Aktivitas Respon BCS Diagno Ket.
Kode Kelamin Muka pasan Makan sis
27. BBPPK Rusa Timor ♂ >1 thn 4 6 2 4 4 4 3 3 sehat
28. BBPPK Rusa Timor ♂ >1 thn 4 6 2 4 4 4 3 3 sehat
29. BBPPK Rusa Timor ♀ <1 thn 4 6 2 4 4 4 3 3 sehat
30. BBPPK Rusa Timor ♀ <1 thn 4 6 2 4 4 4 3 3 sehat
31. BBPPK Rusa Timor ♀ 1 thn 4 6 1 4 4 4 3 3 Alopecia Kalung biru
cukup
parah
32. BBPPK Rusa Timor ♀ 1 thn 4 6 2 4 4 4 3 3 sehat
33. BBPPK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 4 4 3 3 sehat
34. BBPPK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 4 4 3 3 sehat
35. BBPPK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 4 4 3 3 sehat
36. BBPPK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 4 4 3 3 sehat
37. BBPPK Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 4 4 3 3 sehat

108
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM NUSA TENGGARA TIMUR
JL. SK Lerik Kelapa Lima Kotak Pos 1014, Kupang 85228 (0380) 832211

Tanggal : 16 Oktober 2019


No Nama/ Spesies Jenis Umur Ekspresi Perna Kulit Feses Nafsu Aktivitas Respon BCS Diagno Ket.
Kode Kelamin Muka pasan Makan sis
1. AURI Rusa Timor ♂ 1 thn 4 6 2 4 4 4 1 3 sehat Ranggah
paku
2. AURI Rusa Timor ♂ >1 thn 4 6 2 4 4 4 1 3 sehat Ranggah
asimetris.
agak
pincang
3. AURI Rusa Timor ♂ >4 thn 4 6 2 4 4 4 1 3 sehat Ranggah
sempurna
4. AURI Rusa Timor ♀ <1 thn 4 6 2 4 4 4 2 3 sehat Pakan:
5. AURI Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 2 4 4 4 1 3 sehat kangkung
6. Yulius L Rusa Timor ♂ 10 thn 4 6 3 4 5 4 2 4 sehat Ranggah 5
cabang
7. Yulius L Rusa Timor ♂ >1 thn 4 6 3 4 5 4 2 3 sehat Ranggah
lepas
8. Yulius L Rusa Timor ♂ >1 thn 4 6 3 4 5 4 2 3 sehat Ranggah
lepas
9. Yulius L Rusa Timor ♀ 10 thn 4 6 3 4 5 4 1 3 sehat Bunting
10. Yulius L Rusa Timor ♀ 10 thn 4 6 3 4 5 4 1 3 sehat Pakan :
Kangkung,
ampas
tahu,
jagung
11. Yulius L Rusa Timor ♀ >1 thn 4 6 3 4 5 4 2 3 sehat Bunting
12.
13.
14.
15.

109
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM NUSA TENGGARA TIMUR
JL. SK Lerik Kelapa Lima Kotak Pos 1014, Kupang 85228 (0380) 832211

Tanggal : 21 Oktober 2019


No Nama/ Spesies Jenis Umur Ekspresi Perna Kulit Feses Nafsu Aktivitas Respon BCS Diagno Ket.
Kode Kelamin Muka pasan Makan sis
1. Ali Rusa Timor ♂ 2 thn 8 4 6 3 4 4 4 1 4 Sehat Ranggah
bln dipotong
2. Ali Rusa Timor ♀ >2thn 4 6 2 4 4 4 1 3 Sehat Pakan
kangkung
setiap 3
hari sekali,
rusa
sangat
jinak
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

110
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM NUSA TENGGARA TIMUR
JL. SK Lerik Kelapa Lima Kotak Pos 1014, Kupang 85228 (0380) 832211

Tanggal : 22 Oktober 2019


No Nama/ Spesies Jenis Umur Ekspresi Perna Kulit Feses Nafsu Aktivitas Respon BCS Diagno Ket.
Kode Kelamin Muka pasan Makan sis
1. Litbang Rusa TImor ♂ 1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 Sehat Pakan:
2. Litbang Rusa TImor ♂ 1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 Sehat Daun
3. Litbang Rusa TImor ♂ 1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 Sehat lamtoro,
4. Litbang Rusa TImor ♀ 1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 Sehat gala-gala
5. Litbang Rusa TImor ♀ 1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 Sehat (turi)-daun,
6. Litbang Rusa TImor ♀ 1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 Sehat buah
7. Litbang Rusa TImor ♀ 1 thn 4 6 2 4 5 4 3 3 Sehat muda,
8. Litbang Rusa TImor ♂ >1 thn 4 6 3 4 5 4 3 3 Sehat bunga-,
9. Litbang Rusa TImor ♂ >1 thn 4 6 3 4 5 4 3 3 Sehat beringin.
10. Litbang Rusa TImor ♂ >1 thn 4 6 3 4 5 4 3 3 Sehat Tambahan
mineral
11. Litbang Rusa TImor ♂ >1 thn 4 6 3 4 5 4 3 3 Sehat
garam
12. Litbang Rusa TImor ♂ >1 thn 4 6 3 4 5 4 3 3 Sehat
batu.
13. Litbang Rusa TImor ♂ >1 thn 4 6 3 4 5 4 3 3 Sehat
Satu tahun
14. Litbang Rusa TImor ♂ >1 thn 4 6 3 4 5 4 3 3 Sehat
2x
15. Litbang Rusa TImor ♂ >1 thn 4 6 3 4 5 4 3 3 Sehat pemberian
16. Litbang Rusa TImor ♂ >1 thn 4 6 3 4 5 4 3 3 Sehat vitamin
17. Litbang Rusa TImor ♂ >1 thn 4 6 3 4 5 4 3 3 Sehat (injeksi)
18. Litbang Rusa TImor ♀ 0 thn 4 4 6 3 4 5 4 3 3 Sehat
bln
19. Litbang Rusa TImor ♀ >1 thn 4 6 3 4 5 4 3 3 Sehat
20. Litbang Rusa TImor ♀ >1 thn 4 6 3 4 5 4 3 3 Sehat bunting
21. Litbang Rusa TImor ♀ >1 thn 4 6 3 4 5 4 3 3 Sehat
22. Litbang Rusa TImor ♀ >1 thn 4 6 3 4 5 4 3 3 Sehat
23.
24.
25.
26.

111
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM NUSA TENGGARA TIMUR
JL. SK Lerik Kelapa Lima Kotak Pos 1014, Kupang 85228 (0380) 832211

Tanggal : ………………………………………….
No Pemilik/ Spes Jenis Umur Ekspresi Perna Kulit Feses Nafsu Aktivi Respon BCS Kondisi Diagno Ket.
penangkar ies Kelamin Muka pasan Makan tas Ranggah sis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.

112
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM NUSA TENGGARA TIMUR
JL. SK Lerik Kelapa Lima Kotak Pos 1014, Kupang 85228 (0380) 832211

Pemilik/penangkar : ……………………………………………………………………………………
Bulan : ……………………………………………………………………………………
No Ekspresi Pernapasan Kulit Feses Nafsu Aktivitas Respon BCS Kondisi Diagnosis Tanggal Ket.
Muka Makan Ranggah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.

113
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM NUSA TENGGARA TIMUR
JL. SK Lerik Kelapa Lima Kotak Pos 1014, Kupang 85228 (0380) 832211

Tanggal : ………………………………………….
No Pemilik/ Spesies Jenis Umur Ekspresi Perna Kulit Feses Nafsu Aktivi Respon BCS Diagnosis Ket.
penangkar Kelamin Muka pasan Makan tas
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.

114
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM NUSA TENGGARA TIMUR
JL. SK Lerik Kelapa Lima Kotak Pos 1014, Kupang 85228 (0380) 832211

Pemilik/penangkar : ……………………………………………………………………………………
Bulan : ……………………………………………………………………………………
No Ekspresi Pernapasan Kulit Feses Nafsu Aktivitas Respon BCS Diagnosis Tanggal Ket.
Muka Makan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.

115
Kegiatan 4 : Melakukan pendataan kesehatan satwa di kandang penampungan di
BBKSDA NTT
1. Melakukan konsultasi dengan mentor terkait pendataan kesehatan satwa di
kandang BBKSDA NTT

Catatan :
Kegiatan pemeriksaan buaya butuh koordinasi dengan seksi P3 yang
memiliki wewenang terhadap kandang buaya dan seksi konservasi wilayah
II Kupang yang mana sebagian buaya lokasinya berada di kantor SKW II

2. Melakukan konsultasi dengan pihak yang memiliki kewenangan mengelola satwa di


kantor
• Konsultasi dengan Kepala Seksi P3 (16 Oktober 2019)

Catatan :
Pada prinsipnya boleh namun perlu diperhatikan hal-hal teknis
lainnya, terutama pada kandang bawah dimana terdapat buaya-buaya

116
dengan ukuran besar (>3 meter). Harus menerjunkan tim Unit
Penanganan Satwa apabila akan melakukan pemeriksaan pada
buaya, nanti akan dikoordinasikan lebih lanjut. Kondisi sekarang
hampir seluruh pegawai sedang banyak kegiatan, alternatif kegiatan:
tidak seluruh buaya diperiksa, yang memungkinkan saja. Kegiatan
pemeriksaan kesehatan buaya dibarengi dengan kegiatan
pembersihan kandang.

• Konsultasi dengan staf yang punya tanggung jawab mengurus satwa


di BBKSDA NTT (21 Oktober 2019)

Catatan :
Pada dasarnya siap apabila diperlukan pengambilan data dan
pemeriksaan kesehatan buaya oleh dokter hewan. Pemeriksaan akan
sekalian dilakukan dengan pemasangan tagging buaya karena sudah
banyak yang lepas.

• Koordinasi dengan staf P3 sekaligus anggota unit penanganan


satwa BBKSDA NTT (31 Oktober 2019) – via aplikasi Whatsapp

117
Catatan :
Kegiatan pendataan buaya akan dibagi menjadi 2 tahap dikarenakan
kesibukan dari tim penanganan satwa, tahap pertama yaitu mengukur
buaya yang berukuran kecil di kantor balai, tahap kedua yaitu
mengukur buaya yang berukuran besar akan dilaksanakan apabila
personil tim penanganan satwa sudah lebih longgar waktunya.

118
3. Melakukan pendataan kesehatan satwa di kandang BBKSDA NTT

Kegiatan pemeriksaan morfometri buaya di kandang penampungan


BBKSDA NTT.
Terlampir
(Formulir pengukuran morfometri buaya yang sudah diisi)

119
4. Melaporkan hasil pendataan kesehatan satwa di BBKSDA NTT pada mentor

Catatan :
Kegiatan sudah terlaksana dengan baik.
Terlampir
(Laporan hasil pengukuran morfometri buaya)

120
121
122
123
124
125
126
LAPORAN HASIL KEGIATAN

I. PELAKSANAAN
Dasar Pelaksanaan : ST.672/K.5/TU/SET/11/2019
Tempat : Kandang penampungan buaya pada BBKSDA NTT
Hari/tanggal : Jumat dan senin/01 dan 04 November 2019
Kegiatan : Pengukuran morfometri buaya di kandang penampungan
buaya pada BBKSDA NTT
II. PELAKSANAAN
1. Alfian Herdi Feisal, S.K.H/NIP. 19950714 201902 1 001
2. Irvan Stefanus Taraama, S.P./NIP. 19881014 201902 1 001
3. Dita Adiati Fitriana, S.Si/NIP. 19950302 201902 2 006
4. Paulus Robinson Pinggadai Kama, S.P./NIP. 19720816 199903 1 005
5. Yohanis Timba/NIP. 19751005 199803 1 002
6. Theodorus Nim Tefa/NIP. 19700517 199703 1 002
7. Rofinus Rubin/NIP. 19660907 199703 1 002
8. Rafael Lena Nguru/NIP. 19750209 200604 1 006
9. Oktavianus Alvanaidi Sene/NIP. 19801026 200012 1 001
III. PENDAHULUAN
Buaya muara (Crocodylus porosus) merupakan satwa yang oleh pemerintah
Indonesia ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi dalam Peraturan Menteri LHK
No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan
Satwa Dilindungi. Buaya muara termasuk salah satu dari empat spesies Ordo
Crocodylidae yang dilindungi pemerintah bersama dengan buaya irian, buaya
siam, dan buaya sinyulong.
Persebaran Buaya Muara di Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Nusa Tenggara Timur, dan Irian Jaya. Nusa Tenggara Timur terutama Pulau
Timor merupakan habitat asli Buaya Muara, beberapa di antaranya bermukim di
kawasan konservasi antara lain TWA Menipo, TWAL Teluk Kupang, TB Bena, dan
CA Hutan Bakau Maubesi. BBKSDA NTT sendiri selama ini menampung 14 ekor
buaya muara di Kota Kupang. Buaya tersebut berasal dari serahan masyarakat
atau diamankan oleh tim Wildlife Rescue Unit (WRU) akibat adanya konflik
dengan manusia di alam.
Morfometri adalah suatu studi yang bersangkutan dengan variasi dan
perubahan dalam bentuk (ukuran dan bentuk) dari organisme, meliputi
pengukuran panjang dan analisis kerangka suatu organisme (Turan, 1998).

127
Morfometri atau pengukuran dapat dijadikan tanda-tanda untuk menduga
umur. Vertebrata mempunyai pertumbuhan ukuran morfologikal yang linier dan
sejalan dengan peningkatan umur. Ukuran tubuh akan berkembang sesuai
dengan bertambahnya umur hingga pada suatu titik akan mencapai kematangan
dan tidak akan membesar lagi. Parameter morfometrik merupakan bagian-bagian
tubuh yang mudah terlihat dan diukur (Santosa, et al., 2010).

IV. PELAKSANAAN
Pada tanggal 1 dan 4 November 2019 dilakukan pengukuran morfometri
pada sebagian buaya yang berada di kandang penampungan di Balai Besar
Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur (BBKSDA NTT), pengukuran
morfometri ini didasari oleh beberapa hal, yaitu :
1. Data mengenai pengukuran buaya yang ada di kandang penampungan
hanya dilakukan saat pertama kali buaya ditangkap dan pengukuran
yang dilakukan hanya pengukuran panjang tubuh saja;
2. Selama buaya ada di kandang penampungan, belum pernah dilakukan
pembaruan data terkait ukuran buaya; dan
3. Beberapa buaya sudah terlepas nomor tagging-nya dan perlu dilakukan
pendataan kembali.
Parameter morfometri yang dilakukan pada parameter morfomoetri buaya
meliputi pemeriksaan Panjang tubuh/Length body, panjang moncong-
kloaka/Snout-vent length, panjang kepala/Dorsal cranial length, lebar
kepala/Cranial width, panjang moncong/Snout length, lebar moncong/Snout width,
panjang moncong-mata/Snout-eye length, panjang mata-mata/interocular width,
panjang kaki depan/Anterior foot length (kiri dan kanan), panjang kaki
belakang/Posterior food length (kiri dan kanan), lebar badan/Body width, lebar
ekor/Tail width, panjang badan/Trunk length, dan panjang ekor/Tail length. Selain
itu dilakukan juga sexing jenis kelamin buaya.
Buaya yang diukur sebanyak 6 ekor dari 13 ekor yang ada di kandang
penampungan milik BBKSDA NTT. Enam ekor tersebut dipilih berdasarkan
ukurannya, yaitu buaya yang berukuran kecil hingga sedang, hal ini dikarenakan
personil Tim Penangananan Satwa yang dapat bertugas terbatas. Hasil dari
pengukuran morfomertri buaya dapat dilihat di Tabel 1.

128
Tabel 1. Hasil pengukuran morfometri buaya
Parameter 1 2 3 4 5 6
Nama Al Paradi Tuene Kualin Koelet
so kin e
Kode 01 02 03 04 05 06
Tanggal 01/11/ 04/11/ 04/11/ 04/11/ 04/11/ 04/11/
2019 2019 2019 2019 2019 2019
Spesies Buaya Buaya Buaya Buaya Buaya Buaya
muara muara muara muara muara muara
Sex ♂ ♀ ♂ ♂ ♀ ♂
Berat
Umur
Frek. Pulsus 60x/ 44x/ 58x/ 28x/ 40x/ 48x/
menit menit menit menit menit menit
Frek. Nafas - - - - - -
BCS ideal kurus ideal ideal ideal ideal
Panjang tubuh/LB (cm) 185 171 175 151 242 200
Panjang moncong- 84 83 84 73 114 98
kloaka/SVL (cm) 92 86 93 76 118 101
Panjang kepala/DCL 33 28 25 24 36 31
(cm)
Lebar kepala/CW (cm) 25 18 16 13 20 23
Panjang moncong/SL 26 16 18 15 24 20
(cm)
Lebar moncong/SW 9 13 12 10 15 15
(cm)
Panjang moncong- 16 16 19 15 23 21
mata/SEL (cm)
Panjang mata-mata/IOW 3 3 2 1 3 3
(cm)
Panjang kaki Kanan 24 29 27,5 25,5 38 35
depan/AFL
Kiri 23 29 28 23,5 39 36
(cm)
Panjang kaki Kanan 35 38 38 31 48 42
belakang/PFL
Kiri 33,4 40 34,5 32 44 41
(cm)
Lingkar badan (cm) 50 46 50 42 66 64
Lingkar ekor (cm) 46 38 45 37 60 54
Panjang badan/TL (LB- 152 143 150 127 206 169
DCL) (cm)
Panjang ekor/TiL (LB- 93 85 82 75 124 99
SVL) (cm)

Buaya dengan panjang tubuh terpanjang adalah buaya Kualin dengan


panjang tubuh mencapai 242 cm, dan buaya dengan panjang tubuh terpendek
adalah buaya Tuenekin dengan panjang tubuh 151 cm.

129
V. KESIMPULAN
1. Terdapat enam buaya yang diukur morfometrinya dari 13 ekor yang ada di
kandang penampungan BBKSDA NTT;
2. Dari keenam buaya, buaya dengan panjang tubuh terpanjang adalah buaya
Kualin dengan panjang tubuh mencapai 242 cm, dan buaya dengan panjang
tubuh terpendek adalah buaya Tuenekin dengan panjang tubuh 151 cm.

VI. SARAN
Pengukuran morfometri buaya perlu dilakukan secara rutin untuk
mengetahui perkembangan kondisi dari buaya yang ada di kandang penampungan
BBKSDA NTT.
Uji coba formulir morfometri buaya sudah cukup efektif dalam
mengumpulkan informasi mengenai data buaya dengan sedikit perubahan berupa:
5. Perubahan kolom No menjadi Kode;
6. Penghapusan kolom temperatur dan status hidrasi karena sulit dilakukan
pada reptil seperti buaya;
7. Perubahan dari lebar badan dan lebar ekor menjadi lingkar badan dan
lingkar ekor.

Demikian laporan hasil kegiatan ini dibuat sebagai laporan dalam


pelaksanaannya.

Yang Melaporkan,

Alfian Herdi Feisal, S.K.H.


NIP. 19950714 201902 1 001

130
LAMPIRAN

131
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM
NUSA TENGGARA TIMUR
JL. SK Lerik Kelapa Lima Kotak Pos 1014, Kupanh 85228 (0380) 832211

Nama : Spesies:
Kode : Sex :
Tanggal: Berat :
Umur :

DATA FISIOLOGIS :

• Frek. Pulpus :
• Frek. Nafas :
• BCS : □ kurus □ ideal □ gemuk/obesitas

PANJANG TUBUH :

• Panjang tubuh/Length body : cm


• Panjang moncong-kloaka/Snout-vent length : cm cm
• Panjang kepala/Dorsal cranial length : cm
• Lebar kepala/Cranial width : cm
• Panjang moncong/Snout length : cm
• Lebar moncong/Snout width : cm
• Panjang moncong-mata/Snout-eye length : cm
• Panjang mata-mata/interocular width : cm
• Panjang kaki depan/Anterior foot length : Kanan cm | Kiri cm
• Panjang kaki belakang/Posterior food length : Kanan cm | Kiri cm
• Lingkar badan/Body width : cm
• Lingkar ekor/Tail width : cm
• Panjang badan/Trunk length : cm
• Panjang ekor/Tail length : cm

132
Pengukuran kepala buaya (Webb dan Messel, 1978; Platt et al., 2011)

Length body

Pengukuran bagian dorsal buaya (Charles et al., 2012)

Tail width Snout-vent length


Body width

133
Dokumentasi

Gambar 1. Salah satu buaya di kandang penampungan BBKSDA NTT

Gambar 2-5. Kegiatan pengukuran morfometri buaya di kandang


penampungan BBKSDA NTT

134
Kegiatan 5 : Menyusun draft SOP Pengelolaan Satwa
1. Melakukan konsultasi dengan mentor mengenai pengusulan pembentukan
tim penyusunan SOP Pengelolaan Satwa

Catatan :
Tim penyusunan SOP Pengelolaan Satwa akan dibuat SK Tim. Tim
sebaiknya mengambil anggota dari pihak seksi konservasi wilayah II (tempat
kandang penampungan), seksi P3, dan subbag umum. Kontak Kepala Seksi
P3 terkait dengan pembentukan tim penyusunan SOP Pengelolaan Satwa.
Terlampir
(Perubahan Tahapan Kegiatan Aktualisasi)

2. Membantu pembentukan tim penyusunan SOP Pengelolaan Satwa


Terlampir
(Draft SK Tim Penyusunan SOP Pengelolaan Satwa)

3. Menyusun draft SOP Pengelolaan Satwa


Terlampir
(Draft SOP Pengelolaan Satwa)

135
4. Meminta masukan dari tim penyusunan SOP Pengelolaan Satwa

Terlampir
(Daftar hadir diskusi tim, Notulensi diskusi tim penyusunan SOP
Pengelolaan Satwa)
5. Melaporkan hasil draft SOP Pengelolaan Satwa kepada mentor

Catatan :
Draft SOP Pengelolaan Satwa selanjutnya akan diserahkan kepada
pimpinan untuk diberi masukan agar lebih sempurna.

136
137
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM
NUSA TENGGARA TIMUR

KEPUTUSAN KEPALA BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM


NUSA TENGGARA TIMUR
Nomor : SK. /K.5/BIDTEK/KSA/11/2019
TENTANG
PEMBENTUKAN TIM PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
(SOP) PENGELOLAAN SATWA DI KANDANG PENAMPUNGAN BALAI BESAR
KSDA NTT
KEPALA BALAI BESAR.
Menimbang : a. bahwa satwa liar yang berada di kandang penampungan pada
Balai Besar KSDA NTT terdiri dari beberapa jenis satwa dan
dalam jumlah yang cukup banyak. Satwa liar yang ada di
kandang penampungan Balai Besar KSDA NTT merupakan
satwa yang dilindungi sehingga perlu dikelola secara khusus
dengan prinsip kesejahteraan hewan;
b. bahwa fungsi Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya
Alam sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor :
P.8/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam
yaitu menyelenggarakan pengelolaan jenis tumbuhan dan
satwa liar beserta habitatnya serta sumberdaya genetik dan
pengetahuan tradisional;
c. bahwa untuk itu perlu dibentuk tim penyusunan SOP
Pengelolaan Satwa di Kandang Penampungan Balai Besar
KSDA NTT melalui Keputusan Kepala Balai Besar KSDA NTT.
Mengingat : a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
b. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa;
e. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor :
P.8/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam;

/ f. Peraturan …

138
f. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/
6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER
DAYA ALAM NUSA TENGGARA TIMUR TENTANG
PEMBENTUKAN TIM PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR (SOP) PENGELOLAAN SATWA DI KANDANG
PENAMPUNGAN BALAI BESAR KSDA NTT
KESATU : Membentuk susunan keanggotaan Tim Penyusunan SOP
Pengelolaan Satwa di Kandang Penampungan pada Balai Besar
KSDA NTT sebagaimana terdapat dalam lampiran keputusan ini.
KEDUA : Tim Penyusunan SOP Pengelolaan Satwa di Kandang
Penampungan Balai Besar KSDA NTT bertugas untuk menyusun
standar operasional prosedur terkait dengan:
a. Perawatan satwa di kandang penampungan BBSKDA NTT;
b. Pemeriksaan kesehatan satwa di kandang penampungan
BBKSDA NTT;
c. Pengambilan sampel satwa di kandang penampungan
BBKSDA NTT;
d. Pengangkutan satwa di kandang penampungan BBKSDA NTT.

KETIGA : Dalam melaksanakan tugas, Tim berpedoman pada ketentuan


peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bertanggung-
jawab kepada Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam
NTT melalui Kepala Bidang Teknis KSDA.
KEEMPAT : Biaya yang diperlukan sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan
tersebut dibebankan pada Anggaran DIPA Balai Besar KSDA NTT
serta sumber-sumber lain yang sah.
KELIMA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan
apabila ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan
diadakan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.
/ Ditetapkan …

139
Ditetapkan di : Kupang
Pada tanggal : Oktober 2019
Kepala Balai Besar,

Ir. Timbul Batubara, M.Si


NIP. 19610620198903 1 001

140
Lampiran : Keputusan Kepala Balai Besar KSDA
NTT
Nomor : SK. /K.5/BIDTEK/KSA/11/2019
Tanggal : November 2019

SUSUNAN TIM PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


PENGELOLAAN SATWA DI KANDANG PENAMPUNGAN BALAI BESAR KSDA
NTT

Jabatan
No Nama/NIP Pangkat/Golongan/Jabatan
dalam unit

A. Pembina/Pengarah
Ir. Timbul Batubara, M.Si Pembina Utama Muda, IV/C
1 NIP. 19610620 198901 1 Kepala Balai Besar KSDA Pembina
001 NTT
MHD. Zaidi, S.Hut. Pembina, IV/a
2 Pengarah
NIP. 197303251999031001 Kepala Bidang Teknis KSDA
Mulyo Hutomo, S.Pi
Pembina, IV/a
3 NIP. 19651201 199503 1 Pengarah
Kepala Bagian Tata Usaha
001
B. Tim Penyusun
1 Imanuel Ndun, S.S.T., M.Si. Penata Tk. I, III/d
NIP. 197006011998031005 Kepala Seksi Perencanaan,
Ketua tim
Perlindungan dan
Pengawetan
2 Selfanus Sostenes Malafu, Penata muda Tk. I, III/b
S.Sos. M.M. Analis Data Pada Sub Bagian Administrasi
NIP. 197609022007011003 Umum Bagian Tata Usaha
3 Marliana Chrismiawati, Penata muda Tk. I, III/b
S.Hut. Pengendali Ekosistem Hutan
NIP. 198503252009122004 pada Seksi Perencanaan, Anggota
Perlindungan dan
Pengawetan
4 Dita Adiata Fitriana, S.Si/ Penata muda, III/a
19950302 201902 2 006 Penyuluh Kehutanan pada
Seksi Perencanaan, Anggota
Perlindungan, dan
Pengawetan
5 Sindi Nursiamdini, S.Hut. Penata muda, III/a
NIP. 199104092015022002 Pengendali Ekosistem Hutan
Pada Seksi Konservasi Anggota
Wilayah II

/ 6. Siska…

141
6 Siska Kuscintari Amelia, Penata muda, III/a
S.Si/ Pengendali Ekosistem Hutan
Anggota
19920112 201902 2 002 Pada Seksi Konservasi
Wilayah II
7 Alfian Herdi Feisal, S.K.H./ Penata muda, III/a
19950714 201902 1 001 Pengendali Ekosistem Hutan
Ahli Pertama pada Seksi Anggota
Konservasi Wilayah II

8 Irvan Stefanus Taraama, Penata muda, III/a


S.P./ Polisi Kehutanan Ahli
Anggota
19881014201902 1 001 Pertama pada Seksi
Pelayanan dan Pemanfaatan

Kepala Balai Besar,

Ir. Timbul Batubara, M.Si


NIP. 19610620198903 1 001

142
NOMOR Dokumen DK. /K.5/BIDTEK/KSA/11/2019
TGL PEMBUATAN November 2019
TGL REVISI -
TANGGAL EFEKTIF November 2019
DISAHKAN OLEH KEPALA BALAI BESAR KSDA
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP NUSA TENGGARATIMUR,
DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA
ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR KSDA NUSA TENGGARA TIMUR Ir. TIMBUL BATUBARA, M.Si
NIP. 196106201989011001
NAMA DOKUMEN STANDAR OPERASI DAN PROSEDUR PENGELOLAAN SATWA DI KANDANG PENAMPUNGAN BBKSDA NTT
DASAR HUKUM: KUALIFIKASI PELAKSANA:
1. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan 1. Memiliki kualifikasi untuk menahan, mengekang, dan mengawasi satwa, serta mengetahui kondisi normal dan abnormal satwa.
Kehutanan Nomor ; P.8/Menlhk 2. Mengetahui tugas dan fungsi.
/Setjen/OTL.0/1/2016 Tentang Organisasi dan 3. Mengetahui pengetahuan di bidang medik satwa.
Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi
Sumber Daya Alam;
2. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-
II/2005 Tentang Penangkaran Tumbuhan dan
Satwa Liar
3. Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam No. P.9/IV-SET/2011
Tentang Pedoman Etika dan Kesejahteraan Satwa
di Lembaga Konservasi.
KETERKAITAN: PERALATAN PERLENGKAPAN:
1. SOP Penanganan Konflik Buaya 1. Formulir
2. Komputer/printer/scanner
3. Jaringan Internet
4. Peralatan yang mendukung pemeriksaan satwa
PERINGATAN: PENCATATAN DAN PENDATAAN:
- Pelaksana bertanggung jawab atas pelaksanaan Berkas-berkas terkait harus dimasukkan ke dalam satu map yang sama agar memudahkan perekaman satwa.
aktifitas yang telah dilaksanakan.
- Pelaksana wajib memperhatikan aspek
kesejahteraan satwa dan keselamatan baik bagi
satwa maupun pelaksana.

- -

143
SOP Pemasukan Rusa Baru

PELAKSANA MUTU BAKU


Kepala Kepala KETERA
No KEGIATAN Perawat Dokter WAK SATU
Seksi Bidang KELENG KAPAN KELUARAN NGAN
Satwa Hewan TU AN
P3 Teknis

Memasukkan rusa
kedalam kandang
karantina dan mencatat
data rusa yang baru
Formulir
masuk ke dalam Kandang
pendataan
1 kandang (asal, jenis karantina, formulir 1 hari
awal yang
rusa, jenis kelamin, pendataan awal
sudah terisi
umur, kode) serta
menyampaikan ke
dokter hewan dan
kepala seksi P3

Memeriksa kesehatan,
Formulir
pendataan morfometri Formulir
kesehatan dan
2 rusa (panjang tubuh, kesehatan dan 1 hari
morfometri
berat badan), dan morfometri rusa
rusa
memeriksa kondisi rusa

Mengevaluasi kondisi
rusa berdasarkan jenis
kelamin, usia, dan Laporan yang
3 Laporan tertulis 1 hari
musim kawin kemudian telah disi
melaporkannya ke
Kepala Seksi P3.

144
Memerintahkan perawat Laporan
satwa untuk memasuk tertulis yang
Laporan tertulis
5 kan rusa ke dalam 1 hari telah diisi dan
yang telah diisi
kandang sesuai dengan diparaf Kepala
evaluasi dokter hewan. Seksi P3

Memonitor interaksi
rusa baru dengan rusa
lainnya. Jika terdapat
perkelahian, Berkelahi
melaporkan kepada Laporan
6 dokter hewan dan Laporan tertulis 7 Hari tertulis yang
Kepala Seksi P3, jika telah diisi
tidak terdapat Tidak
perkelahian membuat berkelahi
laporan kepada Kepala
Seksi P3.

Meneruskan laporan Laporan


kepada Kepala Bidang tertulis yang
Laporan tertulis
7 Teknis 1 hari telah diisi dan
yang telah diisi
diparaf Kepala
Seksi P3
Total Waktu
12 hari

145
SOP Pemasukan Buaya Baru

PELAKSANA MUTU BAKU


Kepala Kepala KETERA
No KEGIATAN Perawat Dokter WAK SATU
Seksi Bidang KELENG KAPAN KELUARAN NGAN
Satwa Hewan TU AN
P3 Teknis

Memasukkan buaya
kedalam kandang
karantina dan mencatat
data buaya yang baru Formulir
Kandang
masuk ke dalam pendataan
1 karantina, formulir 1 hari
kandang (asal, jenis awal yang
pendataan awal
kelamin, umur, kode) sudah terisi
serta menyampaikan ke
dokter hewan dan
kepala seksi P3

Memeriksa kesehatan,
pendataan morfometri Formulir
Formulir
buaya (panjang tubuh, kesehatan dan
2 kesehatan dan 1 hari
berat badan), dan morfometri
morfometri buaya
memeriksa kondisi buaya
buaya

Mengevaluasi kondisi
buaya berdasarkan
Laporan yang
3 ukuran kemudian Laporan tertulis 1 hari
telah disi
melaporkannya ke
Kepala Seksi P3.

146
Memerintahkan perawat Laporan
satwa untuk memasuk tertulis yang
Laporan tertulis
5 kan buaya ke dalam 1 hari telah diisi dan
yang telah diisi
kandang sesuai dengan diparaf Kepala
evaluasi dokter hewan. Seksi P3

Memonitor interaksi
buaya baru dengan
buaya lainnya. Jika
terdapat perkelahian, Berkelahi
melaporkan kepada Laporan
6 dokter hewan dan Laporan tertulis 7 Hari tertulis yang
Kepala Seksi P3, jika telah diisi
tidak terdapat Tidak
perkelahian membuat berkelahi
laporan kepada Kepala
Seksi P3.

Meneruskan laporan Laporan


kepada Kepala Bidang tertulis yang
Laporan tertulis
7 Teknis 1 hari telah diisi dan
yang telah diisi
diparaf Kepala
Seksi P3
Total Waktu
12 hari

147
NOTULENSI DISKUSI

I. PELAKSANAAN
Tempat : Kantor Seksi Konservasi Wilayah IV Kupang
Hari/tanggal : Jumat/15 November 2019
Kegiatan : Diskusi tim penyusunan SOP Pengelolaan Satwa
II. PELAKSANA
1. Alfian Herdi Feisal, S.K.H/NIP. 19950714 201902 1 001
2. Irvan Stefanus Taraama, S.P./NIP. 19881014 201902 1 001
3. Dita Adiati Fitriana, S.Si/NIP. 19950302 201902 2 006
4. Siska Amelia Kuscintari, S.Si/NIP. 19920112 201902 2 002
III. NOTULENSI KEGIATAN
Pada hari Jumat, 15 November 2019, diadakan diskusi terkait dengan
pembentukan SOP Pengelolaan Satwa oleh tim penyusun. Diskusi merupakan
lanjutan dari kegiatan pertemuan dengan pakar satwa liar di Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Nusa Cendana yang diadakan pada hari yang sama.
Terdapat berbagai masukan dan tanggapan terkait draft SOP Pengelolaan
Satwa yang sedang dibuat bersama, antara lain :
• Melakukan sedikit studi terutama perihal nutrisi satwa, contohnya
burung, apakah pakan yang diberikan di kantor BBKSDA NTT sudah
memenuhi kebutuhan nutrisi burung-burung di kandang penampungan
BBKSDA NTT.
• Bentuk kandang apakah perlu dimasukkan ke dalam SOP, walau
kandang satwa sendiri secara peraturan telah diatur dalam Permen
LHK No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 Tentang Spesifikasi
Teknis Kandang Transpor dan Kandang Transit Satwa Liar.
• Memasukkan kegiatan preventif ke dalam SOP, salah satunya adalah
mewajibkan pemasangan plang/rambu-rambu dilarang memberi
makan satwa tanpa diketahui petugas agar menghindari adanya
pelemparan plastik /batu ke dalam kandang guna memberi makan
satwa.
• Penting memasukkan prinsip-prinsip kesejahteraan hewan/animal
welfare ke dalam SOP Pengelolaan Satwa.

148
• Perlu dimasukkan jangka waktu pemeriksaan rutin satwa yang ada di
BBKSDA NTT, apakah dua minggau sekali atau sebulan sekali agar
terpantau kesehatan satwa yang ada.

Kupang, 15 November 2019


Yang Melaporkan,

Alfian Herdi Feisal, S.K.H.


NIP. 19950714 201902 1 001

149
150
NOTULENSI DISKUSI

VII. PELAKSANAAN
Tempat : Fakultas kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana
Hari/tanggal : Jumat/15 November 2019
Kegiatan : Sanitasi dan kondisi kandang penampungan satwa
BBKSDA NTT
VIII. PELAKSANA
1. Alfian Herdi Feisal, S.K.H/NIP. 19950714 201902 1 001
2. Irvan Stefanus Taraama, S.P./NIP. 19881014 201902 1 001
3. Dita Adiati Fitriana, S.Si/NIP. 19950302 201902 2 006
4. Siska Amelia Kuscintari, S.Si/NIP. 19920112 201902 2 002
IX. NOTULENSI KEGIATAN
Kegiatan dilaksanakan pada hari Jumat, 15 November 2019 bertempat pada
meeting room di Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Nusa Cendana. Pada
kegiatan kali ini, narasumber adalah dosen FKH Undana pada Bagian Nutrisi yaitu
drh. Yeremia Y. Sitompul, M.Sc. Beliau adalah dosen lulusan Bristoll University
pada program S2 dengan kekhususan pada wildlife management.
Berikut adalah notulensi dari diskusi yang kami laksanakan :
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan satwa adalah
pengetahuan terkait perilaku satwa tersebut, misal satwa buaya maka yang harus
diperhatikan adalah kibasan ekor, gigitan dll. Dalam SOP yang pertama kali
diperhatikan adalah BIOSECURITY DAN BIOSAFETY. Biosafety disini yang
dimaksud adalah perlengkapan dari tim penangan satwa.
Satwa penampungan, five freedoms yang perlu diperhatikan adalah:
1. Bebas dari kelaparan
2. Kenyamanan/ lebih ke keadaan alami dalam habitat
3. Bebas dari luka/injure
4. From fear to distress
5. Perilaku alami di didalam kandang tidak terbatasi

Apakah satwa dalam penampungan yang telah ditampung hingga siap rilis
berdasarkan five freedoms, akankah dapat di rilis kembali ke alam ?
Tempat penampungan satwa yang ideal:
1. Ada 3 zona, aborial, terrestrial dan akuatik (Perhatikan kondisi seperti suhu;
cahaya; kelembapan; tipe air (asin/tawar))
2. Bahan kandang yang harus diperhatikan adalah dari bahan nya, mudah
dibersihkan, kuat dan tahan lama, tidak toksik, tidak berpotensi menciderai
3. Mendukung perilaku alami satwa seperti dialam
4. Menyediakan pangan terkait kebutuhan nutrisi pangan

151
5. Keamanan terkait akses dari dokter, pengunjung dan keeper (modifikasi
kandang misal ada 2 pintu di dua arah sehingga tidak ada tipe model balik
badan untuk keluar dan masuk kandang
6. Edukasi, konservasi dan entertainmen, mitigasi dengan serius terkait
pemberian makanan dari pengunjung ke buaya. Cari peraturan terkait satwa di
penampungan. Edukasi seperti papan informasi dan papan himbauan dibuat
dengan menarik dan mudah di pahami oleh anak-anak. Pendekatan ke kader
konservasi dini (anak-anak s/d dengan remaja). Terkait dalam pelaksanaan
SOP adalah animal welfare.
7. Para staf penangan satwa harus mau belajar / update ilmu terkait penanganan
satwa, status konservasi, peraturan-peraturan dan administrasi terakit
konservasi.

SOP terkait penerimaan satwa di penampungan :


1. Identifikasi jenis satwa
2. Pemerikasaan fisik dan satwa
3. Masa karantina
4. Pemindahan ke kandang penampungan
5. Siapa yang bertugas ?

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam SOP untuk perawatan :


1. Jadwal pemberian pakan dan suplement
2. Jadwal pemriksaan kesehatan regular
3. Jadwal pembersihan kandang
4. Kemungkinan euthanasia, boleh jika sangat tersiksa, sembuh tapi kondisi
sangat tidak memungkinkan, membawa penyakit yang carier
5. Kemungkinan satu kandang untuk lebih dari satu spesies
6. Perawatan untuk telur dan bayi
7. Siapa yang bertugas ?

Mangsa (hewan yang dijadikan pakan) sebaiknya diberi makan dahulu terkait
ketersedian nutrisi dan vitamin.
Metode rilis :
- Soft rilis untuk satwa yang lama di penampungan
- Hard rilis untuk satwa baru sebentar di penampungan dan secepatnya akan
rilis

Untuk satwa liar yang akan rilis kea lam, terkait kondisi steril/higenitas yang
harus diperhatikan adalah jangan terlalu tinggi dalam pengkondisian kandang.
Yang paling penting adalah bebas dari hewan pembawa penyakit misal PES
yang dibawa tikus, jamur/ fungi dll. Sisa makan yang harus diperhatikan.
Kupang, November 2019

152
Yang Melaporkan,

Dita Adiati Fitriana, S.Si.


NIP. 19950302 201902 2 006
Alfian Herdi Feisal, S.K.H.
NIP. 19950714 201902 1 001

153

Anda mungkin juga menyukai