Anda di halaman 1dari 3

PEDOMAN WAWANCARA

1. Ekonomi

a. Berapa besar anggaran yang disediakan dan penyerapan anggaran pada kegiatan ini?
b. Apakah sarana dan prasarana untuk pelaksanaan kegiatan pada Dinas Lingkungan Hidup
dan Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan telah terpenuhi?
c. Apakah terdapat kendala atau hambatan dalam pelaksanaan anggaran?

2. Efisiensi

a. Apa target kegiatan ini?


b. Apakah hasil yang diperoleh sudah mencapai target atau rencana kegiatan?
c. Apakah waktu pelaksanaan kegiatan sudah terlaksana sesuai dengan rencana?
d. Apakah terdapat kendala atau hambatan dalam pelaksanaan kegiatan?

3. Efektivitas

a. Bagaimana kondisi lahan gambut di Desa Kuro dan Pulau Betung setelah terjadinya
kebakaran hutan pada tahun 2015?
b. Apakah kondisi tersebut mempengaruhi aktivitas dan mata pencaharian penduduk Desa
Kuro dan Pulau Betung?
c. Apakah masyarakat Desa Kuro dan Pulau Betung merasa terbantu dengan dibangunnya
sumur bor?
d. Apa yang terjadi pada titik lokasi pembangunan sumur bor yang belum dapat
dilaksanakan di beberapa daerah di provinsi Sumatera Selatan?
1. Ekonomis

a. Pagu anggaran kegiatan pembuatan sumur bor ini sebesar Rp.4.062.266.000 dengan
realisasi anggaran sebesar Rp.827.588.500. Dikarenakan kendala-kendala yang ada
menyebabkan penyerapan anggarannya tidak benar-benar sesuai dengan target, belum bisa
menyesuaikan dengan rencana yang sudah disusun sebelumnya.
b. Sarana dan prasarana seperti alat, bahan, fasilitas pendukung kegiatan sudah disediakan
lengkap terpenuhi dan digunakan sesuai kebutuhan pembangunan sumur bor. Dikarenakan
hanya 49 unit sumur bor yang bisa kita bangun di dua 2 desa, ya jadi penggunaan alat dan
bahannya juga sesuai kebutuhan, secukupnya saja dalam menggunakan dananya.
c. Sebenarnya banyak hambatan-hambatan dalam pelaksanaan anggaran kegiatan ini, mulai
dari keterlambatan terbitnya DIPA. DIPA terbitnya pada bulan Mei 2018, setelah
dilakukan revisi, RKAKL terbit pada pertengahan tahun kegiatan pada bulan Agustus
2018. Lalu juknis (petunjuk teknis) kegiatan juga keluar ditahun berjalan. Kalau juknisnya
sudah terbit sebelum tahun berjalan, dalam perencanaan kegiatannya pasti jauh lebih
matang, tapi karena juknisnya telat keluar jadi harus beberapa kali melakukan revisi
RKAKL biar bisa menyesuaikan dengan arahan dari Badan Restorasi Gambut. Makanya
proses pelaksanaan anggarannya jadi terhambat. Jadi waktu pelaksanaan anggaran kegiatan
terhitung hanya dalam waktu 5 (lima) bulan saja.

2. Efisiensi

a. Target kegiatan pembuatan sumur bor tahun 2018 ini yaitu tercapainya pembangunan
sumur bor sebanyak 360 unit di 5 KHG, di 9 desa, 4 kecamatan, 3 kabupaten.
b. Hasil yang diperoleh memang belum mencapai target kegiatan dikarenakan beberapa
kendala. Hanya 49 unit sumur bor yang dapat dibangun di 2 desa, yaitu desa kuro dan desa
pulau betung di kecamatan pampangan kabupaten OKI.
c. Waktu pelaksanaan seharusnya dimulai dari awal tahun kegiatan atau bulan januari 2018,
tetapi dikarenakan keterlambatan terbitnya DIPA sehingga kegiatan ini baru bisa dimulai
dari bulan agustus sampai desember.
d. 1. Pada beberapa titik koordinat lokasi pembuatan sumur bor berada di wilayah HGU (Hak
Guna Umum).
2. Belum ada study geolistrik untuk menentukan ada tidaknya air tanah.
3. Pada pelaksanaan disaat musim hujan dan lokasi terendam banjir sehingga
menghamabat dalam pelaksanaan pekerjaan
4. Kekurangan jumlah SDM (Sumber Daya Manusia)
5. Akses mobilisasi ke lokasi susah dijangkau
6. Waktu pelaksanaan yang sedikit
3. Efektivitas
a. Kondisi lahan gambut di desa kuro dan pulau betung sama-sama mengalami perubahan
semenjak kebakaran hutan terjadi. Desa kuro dan pulau betung memiliki lahan basah (rawa
dan gambut) yang luas. Area rawa peka terhadap terjadinya kebakaran. Penutupan lahan
berubah secara drastis dari hutan primer menjadi hutan sekunder gelam, savanna dan
padang rumput. Tetapi masyarakat secara cepat dapat beradaptasi terhadap perubahan
sumber daya alam tersebut.
b. Desa kuro dan pulau betung berada di daratan yang dikelilingi rawa gambut. Berdasarkan
domisilinya, mata pencaharian masyarakat di desa terbagi menjadi dua, yaitu masyarakat
yang hidup di didaerah laut dan daerah darat.
1. Masyarakat desa kuro merupakan masyarakat yang hidup di daerah laut. Masyarakat
‘laut’ yang tinggal didaerah sungai dan rawa gambut dengan mata pencaharian utama
yaitu mencari ikan dan pertanian padi, dan kerbau rawa. Dikarenakan lahan gambut
yang terdegradasi akibat kebakaran hutan, aktivitas masyarakat desa kuro cukup
terganggu. Kecenderungan kehidupan masyarakat ‘laut’ pada umumnya stagnan
bahkan cenderung menurun seiring kepunahan sumber daya alam hutan dan
menurunnya potensi ikan yang dieksploitasi melebihi daya dukungnya.
2. Masyarakat desa pulau betung merupakan masyarakat yang hidup didaerah darat.
Masyarakat daerah darat bermata pencaharian utama pertanian dan perkebunan
tradisional (didominasi kebun karet dan buah-buahan). Kecenderungan kehidupan
masyarakat pada daerah lahan darat dengan dukungan kebunan tanaman keras seperti
karet, kopi dan buah-buahan biasanya relatif stabil dan berkembang. Namun,
Dikarenakan lahan gambut yang terdegradasi akibat kebakaran hutan, aktivitas
masyarakat desa pulau betung cukup terganggu yang menyebabkan hasil dari kegiatan
pertanian dan perkebunan desa pulau betung mengalami penurunan.

c. Masyarakat desa kuro, merasa sangat terbantu dengan adanya pembangunan sumur bor,
khususnya para petani dalam menghasilkan padi. Sumur bor dapat membantu lahan
pertanian menjadi lebih subur, jadi tidak susah lagi untuk mencari sumber air terutama
pada musim kemarau. Pada saat musim kemarau, susah buat mencari air karena biasanya
pada musim kemarau, muka air tanah turun drastis dan sumber air seperti sungai dan danau
juga kering dan juga lokasinya jauh dari pertanian. Selain itu, air sumur bor bisa menjadi
sumber utama untuk memadamkan air jika terjadi kebakaran lagi. Begitu juga bagi
masyarakat desa pulau betung yang terbantu akan adanya pembangunan sumur bor.

Anda mungkin juga menyukai