Rizosfir adalah bagian tanah sekitar perakaran yang masih mendapatkan pengaruh
langsung dari akar karena adanya eksudat akar, sehingga pertumbuhan bakteri sangat
tinggi di daerah tersebut. Sering juga diartikan sebagai material atau bahan-bahan
berukuran mikro dan mikroorganisme yang menempel pada akar tanaman. Daerah rizosfIr
merupakan suatu kondisi tanah yang kegiatan metaboliknya selalu lebih aktif, berubah
dengan cepat dan lebih kompetitif dibandingkan dengan bagian tanah yang ada
disekelilingnya. Daerah rizosfIr baik bagi pertumbuhan bakteri karena memiliki eksudat
akar yaitu zat yang diproduksi oleh sel akar yang masih aktif, lisat akar yaitu zat yang
dihasilkan akibat autolisis sel akar, dan musigel yang merupakan substansi campuran
antara eksudat akar dan mikroba yang telah mati (Sylvia et al., 2005). Rizoplane yaitu
daerah sekitar perakaran yang tidak mendapatkan pengaruh langsung dari akar tanaman,
populasi bakteri tidak terlalu tinggi karena nutrisinya tidak sebanyak daerah rizosfir.
Rizoplane adalah bagian permukaan akar tanaman yang merupakan epidermis atau lapisan
terluar dari akar dan merupakan pembungkus terluar akar tanaman dimana partikel-partikel
halus tanah, bakteri dan akar-akar jamur menempel (Rodriguez et al., 2008).
Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) merupakan bakteri tanah yang
mampu mendukung pertumbuhan tanaman. PGPR menghasilkan senyawa pemacu
pertumbuhan tanaman (Plant Growth Promoting Substance / PGPS) serta memiliki
peranan penting bagi tumbuhan, misalnya sebagai pengendali biologi melalui kompetisi,
produksi antibiotik, induksi resistensi tanaman, produksi fitohormon, dan peningkatan
ketersediaan hara melalui fiksasi nitrogen dan melarutkan fosfat (Oktaviani et al., 2020).
PGPR menigkatkan pertumbuhan tanaman melalui dua mekanisme yaitu mekanisme tidak
langsung dan mekanisme langsung. Mekanisme secara tidak langsung adalah PGPR
berperan sebagai antagonis yang dapat mengendalikan penyakit tanaman melalui beberapa
cara yaitu produksi antibiotik, siderofor, enzim kitinase, sianida, dan parasitisme,
sementara mekanisme secara langsung adalah PGPR dapat memproduksi pengatur tumbuh
tanaman, seperti asam indolasetat (indoleasetic acid = IAA), asam giberelat, sitokinin, dan
etilen, sebagai penyedia hara dengan menambat N2 dari udara dan melarutkan fosfat
mineral (Khalimi & Wirya, 2020).
Keberadaan PGPR dalam tanah dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Kondisi
tanah contohnya, yang meliputi pH tanah dimana bakteri mempunyai rentang spektrum
keasaman atau pH yang sangat luas dimana mereka masih bisa hidup. Pengaruh dari
adanya perbedaan pH pada lingkungan rizosfir ini sangat berperan dalam menciptakan
kondisi dimana terjadinya keanekaragaman komunitas mikroorganisme dalam tanah.
Tekstur tanah juga mempengaruhi keberadaan PGPR. Tanah pasir mempunyai ukuran pori
yang lebih besar dibandingkan tanah lempung, sehingga pergerakan mikroorgasisme tanah
dan eksudatnya akan dapat bergerak lebih leluasa. Ukuran butir atau agregat tanah yang
semakin besar ukurannya, akan mengakibatkan terjadinya pengaruh rizosfir dan
mikroorganisme yang berassosiasi dengannya menjadi lebih meluas ke daerah tanah
sekelilingnya. Limbah juga mempengaruhi keberadaan PGPR, contohnya limbah yang
bersifat cair ataupun padat mengandung bahan-bahan organik yang dapat diurai oleh
mikroorganisme. Berkembangnya mikroorganisme secara berlebihan dapat mengakibatkan
berbagai macam penyakit dan pencemaran lingkungan. Kompetisi terhadap ruang dan
nutrisi sangat mempengaruhi laju penghambatan patogen. Selain itu, Jenis dan umur
tanaman serta teknik budidaya yang baik sangat mempengaruhi keberadaan PGPR.
Selanjutnya yang mempengaruhi keberadaan PGPR adalah rhizodeposit yang merupakan
bahan-bahan dalam berbagai bentuk yang mengandung berbagai unsur yang dihasilkan
oleh tanaman dan berperan dalam memberikan ketersediaan bahan karbon yang membuat
daerah rizosfir mampu menjadi tempat yang baik bagi berbagai macam mikroorganisme di
dalamnya. Bahan-bahan yang dihasilkan tanaman ini digolongkan ke dalam lima kategori
yaitu exudates, secretions, mucilages, mucigel, dan lysates (Sylvia et al., 2005).
Ihsanudin, Aidawati, N. & Liestiany, E., 2019. Uji Antagonis Pseudomonas berfluorescens
dan Bacillus sp. Dalam Menghambat Perkembangan Cendawan Fusarium
oxysporum Penyebab Layu Pada Tanaman Terong (Solanum melongena L).
Proteksi Tanaman, 2(2), pp. 118-122.
Kalay, M., Talahaturuson, A. & Rumahlewang, W., 2018. Uji Antagonisme Trichoderma
harzianum Dan Azotobacter chroococcum Terhadap Rhyzoctonia solani,
Sclerotium rolfsii dan Fusarium oxysporum secara in-vitro. Agrologia, 7(2), pp.
71-78.
Oktaviani, E., Lunggani, A. T. & Ferniah, R. S., 2020. Karakter Rhizobakteri Pelarut
Fosfat Potensial dari Rhizosfer Tumbuha Mangrove Teluk Awur Kabupaten
Jepara secara Mikrobiologi. Jurnal Ilmu Lingkungan, 18(1), pp. 58-66.
Prihatiningsih, N., Djatmiko, H. A. & Lestari, P., 2017. Aktivitas Siderofor Bacillus
subtilis Sebagai Pemacu Pertumbuhan dan Pengendali Patogen Tanaman Terung.
Jurnal HPT Tropika, 17(2), pp. 170-178.
Rodriguez, Rusty, J., Henson, J., Volkenburgh, E. V., Hoy, M. & Wright, L., 2008. Stress
Tolerance in Plants via Habitat-Adapted Symbiosis. The ISME Journal, 2(1), pp.
406-416.
Santoso, K., Rahmawati & Rafdinal, 2019. Eksplorasi Bakteri Penambat Nitrogen dari
Tanah Hutan Mangrove Sungai Peniti, Kabupaten Mempawah. Protobiont, 8(1),
pp. 52-58.
Sylvia, D., Fuhrmann, J., Hartel, P. & Zuberer, D., 2005. Principles and Applications of
Soil Microbiology. New Jersey: Pearson Education Inc.