Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS DAN PENILAIAN EKUITAS

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisa Keuangan dan Pasar Modal

Dosen Mata Kuliah:


Ismawati Haribowo, SE., M.Si

Disusun Oleh:
Ihsan Kamil 11190820000056
Fajar Wiransyah 11190820000059
Fikri Azhar Iswanto 11190820000066
Miftah Rahman Amir 11190820000067

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................................i
A. PERSISTENSI LABA..........................................................................................................................1
1. Penyusunan Ulang dan Penyesuaian Laba.................................................................................1
2. Penyusunan Ulang Laba dan Komponen Laba...........................................................................1
3. Penyesuaian Laba dan Komponen Laba.....................................................................................2
4. Faktor Penentu Persistensi Laba................................................................................................2
5. Mengukur Persistensi Laba........................................................................................................3
B. PENILAIAN EKUITAS BERBASIS LABA..............................................................................................6
1. Hubungan Antara Harga Saham dengan Data Akuntansi...........................................................6
2. Perkalian Penilaian Dasar...........................................................................................................7
C. KEKUATAN LABA DAN PERAMALAN UNTUK TUJUAN PENILAIAN................................................10
1. Kekuatan Laba.........................................................................................................................10
2. Peramalan Laba.......................................................................................................................12
3. Laporan Interim untuk Pengawasan dan Revisi Estimasi Laba.................................................14
Kesimpulan..........................................................................................................................................17
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................18

i
ii
A. PERSISTENSI LABA

Analisis ini membantu menghasilkan ramalan kekuatan laba untuk penilaian


yang andal. Analisis keuangan yang baik dapat mengenali komponen laba yang stabil
dan dapat diprediksi atau komponen yang mampu “bertahan” (persistent).

1. Penyusunan Ulang dan Penyesuaian Laba

Salah satu aktivitas analisis ekuitas adalah untuk menyusun laba dan
komponen laba sehinggga dapat memisahakan elemen yang stabil, normal, dan
terus-menerus dengan elemen acak, tidak tentu, tidak biasa dan tidak berulang.
Penyusunan ulang juga berguna untuk mengetahui elemen laba kini yang
seharusnya dicakup dalam hasil operasi pada satu atau beberapa periode
sebelumnya. Informasi mengenai Persistensi Laba

Analisis hasil operasi untuk menyusun dan menyesuaikan laba membutuhkan


informasi yang relevan dan andal. Sumber informasi ini yaitu:

a) Laporan laba rugi


b) Laporan keuangan lainnya dan catatan atas laporan keuangan

c) Management Discussion and Anaysis

Informasi relevan mencakup informasi yang mempengaruhi kemampuan


laba untuk dapat dibandingkan dan diinterpretasikan. Misalnya, perubahan
kombinasi produk, inovasi teknologi, penghentian kerja dan keterbatasan bahan
baku.

2. Penyusunan Ulang Laba dan Komponen Laba

Penyusunan ulang dan penyesuaian laba dapat membantu menetapkan


kekuatan laba suatu perusahaan. Penyusunan ulang bertujuan untuk menyusun
komponen laba guna menyajikan klasifikasi yang lebih berarti dan format yang
relevan untuk analisis. Komponen dapat dibagi, diatur atau dihilangkan pengaruh
pajaknya, tetapi totalnya harus direkonsiliasi terhadap laba bersih untuk tiap
periode. Perlakuan yang sama diterapkan pada komponen seperti ekuitas dalam
laba (rugi) anak perusahaan atau afiliasi yang belum direkonsiliasi. Komponen
yang dilaporkan setelah pajak harus dikeluarkan bersamaan dengan dampak pajak
mereka jika diklasifikasi ulang terpisah dari laba operasi yang berlanjut.

1
3. Penyesuaian Laba dan Komponen Laba

Proses penyesuaian menggunakan data dari laporan laba rugi yang disusun
ulang dan informasi yang tersedia untuk meletakkan komponen laba pada periode
yang lebih layak. Untuk perubahan prinsip atau estimasi akuntasi, seluruh jumlah
tahun yang dianalisis harus disesuaikan dalam basis yang dapat dibandingkan.
Perubahan estimasi dalam praktek diterapkan secara prospektif dengan sedikit
pengecualian.

Sebelum menilai persistensi laba, kita perlu memperoleh angka laporan


keuangan dengan beberapa penyesuaian. Seluruh komponen laba harus
dipertimbangkan, jika kita telah menetapkan bahwa suatu komponen akan
dikeluarkan dari periode pelaporannya, komponen tersebut dapat dipindahkan
pada hasil operasi periode-periode sebelumnya dan disebar sepanjang periode-
periode yang sedang dianalisis, meskipun penyebarannya dapat membantu dalam
penentuan kekuatan laba, hal ini tidak membantu dalam penentuan tren laba.

4. Faktor Penentu Persistensi Laba


Setelah menyusun dan menyesuaikan laba, analisis berikutnya akan
menentukan persisten laba. Manajemen laba, keragaman, tren, dan insentif
merupakan penentuan persisten laba yang potensial. Kita juga sebaiknya menilai
persisten laba baik sepanjang siklus usaha maupun untuk jangka panjang.

a. Tren dan Persistensi Laba

Tren laba dapat dinilai melalui metode statistik atau dengan pernyataan
tren. Tren laba sering kali mengungkapkan petunjuk mengenai kinerja
perusahaan saat ini dan masa depan serta menilai kualitas manejemen.
Mungkin salah satu motivasi utama manajemen laba adalah untuk
mempengaruhi tren laba karena dalam praktik manajemen laba
mengasumsikan tren laba penting bagi penilaian.

b. Manajemen dan Persistensi Laba

Terdapat beberapa persyaratan untuk memenuhi definisi manajemen


laba. Persyaratan ini penting karena akan membedakan manajemen laba
dengan salah saji dan distorsi. Manajemen laba menggunakan prinsip

2
pelaporan akuntansi yang diterima dengan tujuan untuk melaporkan hasil
tertentu.

Beberapa bentuk manajemen laba yang harus diwaspadai mencakup:

 Perubahan metode atau asumsi akuntansi


 Menghapus keuntungan dan kerugian luar biasa (dan tidak biasa).
Praktik ini memidahkan dampak terhadap laba yang tidak biasa dan
tidak diperkirakan yang dapat berpengaruh buruk pada tren laba.
 “Big Bath”, teknik ini mengakui beban periode masa depan pada masa
kini, jika kinerja periode masa kini sangat buruk. Praktik ini
melepaskan beban masa depan dari laba masa depan.
 Penurunan nilai, penurunan nilai aktiva operasi seperti pabrik dan
peralatan dan aktiva tak berwujud seperti goodwill saat hasil operasi
sedang buruk merupakan alat manajemen laba lainnya.
 Menentukan waktu pengakuan pendapatan dan beban. Teknik ini
mengatur waktu pengakuan pendapatan dan beban untuk melakukan
menajemen laba, termasuk manajemen tren.
c. Insentif dan Persisten Manajemen

Analisis harus mengakui insentif bagi manajer terkait dengan laba.


Manajemen laba sering kali awalnya dicapai dengan pelaporan laba yang
terlalu rendah. Hal ini menciptakan cadangan untuk dapat digunakan pada
periode dengan laba rendah dimasa depan. Dengan adanya insentif kinerja
bagi manajer, dan penggunaan angka akuntansi untuk mengendalikan dan
mengawasi kinerja mereka, analisis harus menyadari adanya potensi
manajemen laba dan bahkan salah saji. Analisis harus mampu mengenali
perusahaan yang memiliki dorongan kuat untuk melakukan manajemen
laba, dan kemudian meneliti praktik akuntansi perusahaan untuk
memastikan integritas laporan keuangan.

5. Mengukur Persistensi Laba


a. Pos Laba Persisten dan Sementara

Perusahaan memberikan laporan keuangan kepada beragai stakeholder


dengan tujuan untuk memberikan informasi yang relevan dan tepat waktu

3
agar berguna dalam pengambilan keputusan investasi, monitoring
penghargaan kinerja, dan pembuatan kontrak. Agar dapat memberikan
informasi yang handal maka laba harus persisten. Persistensi laba menjadi
pusat perhatian bagi para pengguna laporan keuangan, khususnya bagi
mereka yang mengharapkan psersistensi laba yang tinggi, karena
persistensi laba mencerminkan keberlajutan laba di masa depan, karena
laba persisten adalah laba operasi. Penyusunan ulang dan penyesuaian laba
untuk penaksiran ekuitas bergantung pada pemisahaan komponen laba
yang stabil dan bertahan (persistent) dengan komponen acak dan
sementara (transitory). Penilaian persistensi sangat penting dalam
penentuan kemampuan laba (earning power). Perkiraan laba (earning
forecasting) juga mengandalkan persistensi. Bagian penting dalam analisis
adalah menilai persistensi komponen keuntungan dan kerugian dalam laba
(earning).

b. Analisis dan Interpretasi Pos Sementara

Tujuan analisis dan interpretasi pos luar biasa adalah:

1 Menentukan apakah suatu pos bersifat sementara (tidak bertahan).


Proses ini melibatkan penilaian apakah pos tersebut tidak biasa,
bukan pos operasi, atau tidak berulang.
2 Menentukan penyesuaian yang diperlukan setelah penilaian
persistensi. Sering kali diperlukan penyesuaian khusus untuk
evaluasi maupun perkiraan laba.
c. Menentukan Persistensi (Sifat Sementara) Suatu Pos

Adanya insentif bagi manajer terkait dengan pelaporan pos sementara,


membuat kita harus melakukan evaluasi independen mengenai apakah
suatu keuntungan atau kerugian bersifat sementara terlebih dahulu,
kemudian juga harus ditentukan bagaimana menyesuaikan pos-pos
tersebut. Untuk tujuan ini pos tersebut dibagi dalam dua kategori besar:
operasi yang tidak berulang berulang dan nonoperasi yang tidak berulang.

1) Keuntungan dan kerugian operasi tidak berulang

Keuntungan dan kerugian ini terkait dengan aktivitas operasi


tetapi jarang terjadi atau tidak dapat diprediksi. Pos operasi yang
4
dimaksud adalah pos yang berhubungan dengan aktivitas normal
bisnis. Peristiwa rutin yang menghasilkan keuntungan/kerugian
dikategorikan peristiwa berulang (recurring) sementara kejadian
yang tidak terduga dan jarang terjadi dikategorikan tidak berulang
(nonrecurring). Analisis keuntungan dan kerugian operasi yang
tidak berulang ini harus mengakui sifat jarang terjadi dan pola tidak
berulang keuntungan/kerugian tersebut. Contoh pos ini: kegiatan
normal pabrik roti adalah membuat roti dan kue, namun mungkin
saja diprediksi bahwa pabrik akan membeli atau menjual saham
atau akan menjual mesin roti guna menggantinya dengan mesin
yag lebih efisien. Tujuan dari pos ini adalah untuk meningkatkan
nilai ekuitas dan saham. Analisis pos operasi yang tidak berulang
tidak hanya berkaitan dengan aturan mekanis.

2) Keuntungan dan kerugian nonoperasi yang tidak berulang

Pos ini tidak berulang dan tidak dapat diprediksi dan terjadi
diluar operasi normal. Ciri-ciri kejadian dari pos ini biasanya “tidak
ada hubungan dengan kegiatan operasi” (extraneous), “tidak
diinginkan” (unintended), dan “tidak direncanakan” (unplanned),
namun tidak selalu seluruhnya tidak diharapkan. Aktivitas usaha
terkait dengan resiko kejadian yang merugikan atau kejutan yang
tiba-tiba terjadi, apakah sifatnya alami atau buatan manusia.

d. Penyesuaian Pos Luar Biasa yang Mencerminkan Persistensi

Langkah kedua dalam menganalisis pos sementara adalah


mempertimbangkan dampaknya terhadap sumber daya perusahaan dan
evaluasi manajemen.

1) Dampak pos sementara terhadap sumber daya perusahaan.

Setiap keuntungan/kerugian memiliki dampak ganda, sebagai


contoh: ketika mencatat keuntungan, perusahaan juga mencatat
peningkatan sumber daya, sebaliknya ketika mencatat kerugian,
perusahaan juga mencatan pengurangan sumber daya. Keuntungan atau
kerugian akan menaikan atau menurunkan sumber daya. Karena

5
pengembalian investasi modal mengukur hubungan laba bersih
terhadap sumber daya, keuntungan atau kerugian sementara
mempengaruhi pengukuran ini. Semakin besar pos sementara, semakin
besar dampaknya terhadap pengembalian. Dalam prediksi profitabilitas
dan pengembalian investasi, analis harus mempertimbangkan dampak
pencatatan pos sementara dan kemungkinan kejadian masa depan yang
menyebabkan pos sementara.

2) Dampak pos sementara dalam evaluasi manajemen.

Salah satu implikasi yang sering dikaitkan dengan keuntungan


dan kerugian sementara ialah kurangnya keterkaitan mereka dengan
aktivitas usaha normal. Karenanya, pos ini jarang digunakan untuk
mengevaluasi manajemen.

B. PENILAIAN EKUITAS BERBASIS LABA

Penilaian perusahaan merupakan tujuan penting bagi banyak pengguna


laporan keuangan. Karena estimasi nilai yang dapat diandalkan dapat digunakan
untuk membuat keputusan. Deskripsi penilaian ekuitas perusahaan tradisional
dilakukan berdasarkan metode diskonto arus kas (discounted cash flow – DCF).
Berdasarkan metode ini, nilai ekuitas perusahaan dihitung berdasarkan prediksi arus
kas yang tersedia bagi investor ekuitas. Prediksi ini lalu didiskonto menggunakan
biaya modal perusahaan.

1. Hubungan Antara Harga Saham dengan Data Akuntansi

Dalam melihat hubungan antara harga saham dengan data akuntasi dapat
menggunakan model evaluasi akuntansi berdasarkan ekuitas:

BV merupakan book value nilai buku pada akhir periode t, RI adalah residual
income pendapatan sisa pada periode t + n, dan k adalah biaya modal. RI pada

6
periode t didefenisikan sebagai pendapatan net komprehensif dikurangi biaya pada
nilai buku awal, sehingga RIt = NIt – (k x BVt-1). Model ini menggambarkan sangat
pentingnya profitabilitas masa depan dalam menilai perusahaan, dengan
menggunakan estimasi laba bersih dan nilai buku masa depan. Estimasi yang
akurat atas ukuran ini hanya dapat dilakukan setelah mempertimbangkan kualitas
dan persistensi laba serta kekuatan laba (earning power) perusahaan. Metode
penilaian berbasis akuntansi memungkinkan adanya manipulasi dan distorsi laba
oleh manajemen untuk kepentingan pribadi. Sehingga, analisis yang dibutuhkan
bukan hanya sekedar analisis terhadap angka-angka. Karena, potensi manipulasi
data akuntansi tersebut “bisa atau tidak” mempengaruhi peramalan nilai
perusahaan.

2. Perkalian Penilaian Dasar

Dua pengukuran penilaian yang sering digunakan adalah rasio ‘harga terhadap
nilai buku’ (price to book- PB) dan rasio ‘harga terhadap laba’ (price to earning-
PE). Pengguna sering kali membuat keputusan investasi berdasarkan nilai rasio
ini. Berikut dijelaskan bagaimana seorang analis mendapatkan rasio “dasar” PB
dan PE tanpa mengacu pada harga pasar saham suatu perusahaan. Melaui
perbandingan rasio dasar ini dengan angka implisit pada harga pasar saham
terkini, kita dapat mengevaluasi nilai investasi suatu perusahaan milik publik.
Untuk perusahaan yang sahamnnya tidak diperdagangkan secara aktif, rasio dasar
ini dapat digunakan sebagai alat untuk mengestimasi nilai ekuitas.

a. Rasio Harga terhadap Nilai Buku

Rasio harga terhadap nilai buku (price-to-book PB ratio) dihitung sebagai


berikut:

7
Dengan mengganti perhitungan nilai ekuitas berbasis akuntansi pada
pembilangnya,rasio PB dapat dinyatakan dalam akuntansi sebagai berikut:

Penghitungan ini menghasilkan beberapa pemahaman penting. Jika


ROCE masa depan dan/atau pertumbuhan nilai buku meningkat, maka rasio
PB meningkat. Selain itu ketika biaya (resiko) modal ekuitas, k, meningkat,
rasio PB turun. Rasio PB tidak sama dengan satu jika pasar mengharapkan
laba sisa residual earning (baik positif maupun negatif) di masa depan. Jika
nilai sekarang laba residual masa depan bernilai positif (negatif), maka rasio
PB akan lebih besar (lebih kecil) dari 1.

b. Rasio Harga terhadap Laba

Rasio harga terhadap laba (price to earning-PE ratio) dihitung sebagai


berikut:

Ohlson and Juettner-Nauroth (2000) memperlihatkan bahwa ratio PE


dapat disajikan sebagai fungsi dari pertumbuhan jangka pendek (short term
growth STG) dan pertumbuhan jangka panjang (long term growth - LTG) atas
laba per saham (earning per share - EPS) sebagai berikut:

8
Dimana k merupakan biaya modal ekuitas, STG (LTG) adalah perkiraan
perubahan persentase laba per saham jangka pendek (jangka panjang) relatif
terhadap taksiran pertumbuhan “normal”. Jika STG>LTG dan LTG < k2. STG
dapat dianggap sebagai konsensus analis terhadap tingkat pertumbuhan selama
lima tahun dan LTG merupakan tingkat inflasi jangka panjang yang melewati
horizon perkiraan.

Persamaan ini memberikan dua pemahaman penting: 1) rasio PE


berbanding terbalik dengan biaya modal, yaitu rasio ini lebih rendah untuk
biaya modal ekuitas yang lebih tinggi dan sebaliknya, dan 2) rasio PE
berbanding lurus dengan taksiran pertumbuhan laba per saham relatif terhadap
pertumbuhan normal. Rasio PE tidak berarti tingkat laba absolut (apakah laba
per saham tinggi atau rendah), hanya memperlihatkan tingkat dimana laba per
saham diharapkan meningkat relatif terhadap taksiran pertumbuhan.

Hubungan Rasio PB dan Rasio PE

Tabel berikut memberikan ringkasan implikasi berbagai rasio PB dan rasio PE:

Perusahaan dengan rasio PB dan PE yang tinggi (kolom I) adalah perusahaan


yang memiliki harapan laba sisa positif dan laba bersih yang diharapkan akan naik
dibandingkan saat ini. Ini merupakan perusahaan dengan kinerja baik (pertumbuhan
yang tinggi). Sebaliknya, rasio PB dan PE yang rendah (kolom IV) menunjukkan
taksiran laba sisa negatif dan laba masa depan yang lebih kecil daripada laba saat ini.
Jelas bahwa perusahaan ini mengalami kesulitan serius karena investasi mereeka saat
ini diperkirakan tidak menghasilkan pengembalian yang lebih besar dari biaya modal,

9
dan profitabilitas ditaksir lebih rendah dari saat ini. Perusahaan dengan rasio PB
tinggi dan PE rendah (kolom II) diharapkan melaporkan laba sisa positif, meskipun
laba menurun. Perusahaan ini masih menghasilkan investasi produk (nilai sekarang
yang positif) namun dalam tahap penurunan. Dan perusahaan dengan rasio PB rendah
dan PE tinggi (kolom III) tidak mampu menghasilkan nilai investasi sekarang yang
positif, namun profitabilitas diharapkan akan meningkat dibandingkan saat ini.
Perusahaan ini sedang memperbaiki operasi mereka,tetapi belum menyelesaikan
kesulitan operasinya.

C. KEKUATAN LABA DAN PERAMALAN UNTUK TUJUAN PENILAIAN

1. Kekuatan Laba

Kekuatan Laba (earning power) mengacu pada tingkat laba perusahaan yang
diharapkan akan terjadi pada masa depan. Dengan sedikit pengecualian, kekuatan
laba di akui sebagai faktor utama dalam penilaian perusahaan. Model penilaian
berbasis akuntansi mencakup kapitalisasi kekuatan laba, dimana kapitalisasi ini
melibatkan penggunaan suatu faktor atau penggandaan yang mencerminkan biaya
modal dan taksiran risiko dan pengembalian masa depan. Banyak analisis laba dan
laporan keuangan yang ditujukan untuk menentukan kekuatan laba.

a. Mengukur Kekuatan Laba

Kekuatan laba merupakan konsep yang berasal dari analisis keuangan,


bukan akuntansi. Konsep ini melihat stabilitas dan persisten laba serta
komponen laba. Laporan keuangan digunakan untuk menghitung kekuatan
laba. Perhitungan ini membutuhkan pengetahuan, penilaian, pengalaman, dan
perspektif. Laba merupakan pengukuran yang paling handal dan relevan untuk
tujuan penilaian. Meskipun penilaian berorientasi masa depan, kita harus
mengakui relevansi kinerja perusahaan saat ini dan sebelumnya untuk
mengestimasi kinerja masa depan. Laba periode akhir yang melampaui siklus
usaha mencerminkan kinerja operasional aktual dan memberikan kita suatu
perspektif atas aktivitas operasi dimana kita dapat mengestimasi kinerja masa
depan. Penilaian sangat penting untuk beberapa keputusan (seperti investasi,
pemberian pinajaman, perencanaan apajak, keputusan pengendalaian atas

10
peselisihan penilaian). Karenanya, estimasi penilaian harus kredibel dan harsu
dipertahankan, dan kita harus meneliti jika terdapat penyimpangan dari norma.

b. Rentang Waktu kekuatan Laba


Periode satu tahun seringkali terlalu singkat untuk mengukur laba
dengan andal. Hal ini disebabkan karena sifat aktivitas investasi dan aktivitas
pendanan yang sebagian besar jangka panjang, dampak siklus usaha, dan
adanya berbagai faktor yang tidak berulang. Pengukuran terbaik kekuatan
laba suatu perusahaan adalah dengan menggunakan laba rata-rata (komulatif)
selama beberapa tahun. Rentang waktu untuk menghitung laba ratarata
umumnya adalah 5 tahun (biasanya hingga 10 tahun). Perpanjangan periode
ini menugurangi distrosi, ketidakteraturan , dan dampak sementara lainnya
yang mengurangi relevansi laba satu tahun. Perhitungan laba lima tahun
sering kali menekankan pengalaman terakhir sekaligus menghindari kinerja
yang tidak relevan.
Tren Laba merupakan faktor penting dalam perhitungan kekuatan laba.
Jika laba memperlihatkan tren yang bertahan, kita dapat menyesuaikan proses
rata-rata untuk memberikan bobot yang lebih berat atas laba terkini.

c. Menyesuaikan Laba per Saham

Kekuatan laba dihitung dengan menggunakan seluruh komponen laba.


Setiap pos pendapatan dan beban merupakan bagian dari pengalaman operasi
perusahaan. Masalahnya adalah pada tahun yang mana kita menempatkan pos
tersebut saat menghitung kekuatan laba. Pada kasus tertentu analisis laba kita
mungkin terbatas pada jangka pendek, pos-pos pada serangkaian laba jangka
pendek disesuaikan jika lebih terakait pada periode sebelumnya.

Jika hal ini dilakukan dengan basis per saham, setiap pos harus
disesuaikan terhadap dampak pajak dengan menggunakan tarif pajak
perusahaan kecuali jika terdapat tarif pajak tertentu. Seluruh pos juga harus

11
dibagi dengan jumlah saham yang digunakan untuk menghitung laba per
saham

Contoh Penyesuaian Laba per Saham

Pos Tahun 2 Tahun 1

Perubahan tarif pajak efektif +$0,02


Penyelesaian tuntutan hukum +0,07 +
$0,5
7
Perubahan menjadi penyusutan garis lurus +0,02
Cadangan kerugian aset luar negeri +0,02 -
0,15
Kerugian dari penjualan divisi -0,19
Perubahan menjadi LIFO -0,07
Beban penyelesaian tuntutan hukum -0,09 -
0,12
Translasi valuta asing -0,03 -
0,04
Pengeluaran litbang yang melebihi periode -0,11
sebelumnya
Persentase cadangan piutang tak tertagih -0,02

yang lebih tinggi


+ Dampak laba per saham
-$0,38 $1,7
Laba per saham yang dilaporkan 1
Ditambah dampak negatif ( - ) ke tahun 2 0,38

12
Dikurang dampak positif ( + ) dari tahun 1 (00,
26)
Laba per saham disesuaikan $1,39 $1,45

2. Peramalan Laba
Bagian utama analisis laporan keuangan dan penilaian adalah peramalan laba.
Dari perpektif analisis, evaluasi tingkat laba sangat terkait dengan peramlan laba.
Hal ini disebabkan ramalan laba yang relevan melibatkan analisis komponen laba
dan penilaian mereka di masa depan. Peramalan laba mengikuti analisis
komponen laba dan melibatkan pembuatan pembuatan estimasi laba masa depan.

a. Mekanisme Peramalan Laba

Peramalan mengharuskan kita untuk menggunakan seluruh informasi


yang tersedia secara efektif, termasuk laba periode sebelumnya. Peramalan
juga mendapatkan manfaat dari pemisahan (disaggregation). Pemisahan
melibatkan penggunaan laba berdasarkan lini produk atau segmen dan
teruatam berguna jika segmen tersebut memiliki perbedaan risiko,
profitabilitas, atau pertumbuhan.

Penelitian analisis mengungkapkan berbagai karakteristik statistik


dalam laba. Peretumbuhan laba tahunan sering kali bergerak secara acak. Bagi
beberapa pengguna hal ini berarti pertumbuhan laba tidak dapat diramalkan,
tetapi penelitian ini mencerminkan perilaku keseluruhan dan bukan perilaku
perusahaan individu. Peramalan laba yang andal tidak dapat dihasilkan dari
ekstrapolasi sesderhana dari pertumbuhan atau tren laba masa lalu. Namun
dilakukan dengan mengananlisi komponen laba dan mempertimbangkan
seluruh informasi yang tersedia, baik kauntitatif. Juga melibatkan peramalan
komponen ini dan spekulasi mengenai kondisi usaha masa depan.

b. Elemen Peramalan Laba

Elemen pada peramalan laba adalah memeriksa kewajaran ramalan.


Untuk tujuan ini sering kali digunakan angka pengembalian investasi modal.
Jika ramalan laba menghasilkan pengembalian yang sangat berbeda dengan
pengembalian masa lalu atau pengembalian industri, kita harus menilai
kembali ramalan dan prosesnya. Perbedaan pengembalian ramalan dengan
13
yang sewajarnya terjadi harus dijelaskan. Pengembalian investasi modal
tergantung dari laba, sementara laba merupakan produk kualitas produk
manajemen dan manajemen aktiva.

 Kualitas manajemen. Dibutuhkan manajemen yang memilki akses ke


berbagai sumber daya untuk menghidupkan aktiva melalui penggunaan
yang efesien dan menguntungkan. Stabilitas hubungan dan tren dapat
diasumsikan stabil jika menunjukkan tidak ada perubahan besar atas
keahlian, kedalaman, dan kelangsungan manajemen. Disamping itu juga,
menunjukkan tidak adanya perubahan yang besar pada jenis usaha yang
sesuai dengan keahlian manajemen.
 Manajemen aktiva. Perusahaan membutuhkan aktiva untuk
mengembangkan operasi. Kelangsungan keberhasilan dan ramalan
pertumbuhan bergantung pada sumber pendanaan dan dampaknya
terhadap laba.

Kondisi keuangan suatu perusahaan merupakan elemen peramalan laba


lainnya. Kurangnya likuiditas dapat membatasi keberhasilan manajemen dan
struktur modal yang berisiko dapat membatasi tindakan manajemen. Semua ini
disertai faktor-faktor seperti ekonomi, industri, dan faktor kompetitif lain,
merupakan hal yang relevan terhadap peramalan laba.

c. Melaporkan Peramalan Laba

Peramalan manajemen berbeda dengan peramalan yang dilakukan analis


keuangan. Keandalan peramalan tergantung pada akses informasi dan
asumsinya. SEC menyarankan agar peramalan dilakukan dengan “itikad baik”
dengan landasan yang layak. SEC merekomendasi agar peramalan disajikan
dalam format laporan keuangan dan disertai dengan informasi yang cukup
bagi investor untuk menilai kendalan. SEC memiliki aturan safe harbor yang
melindungi perusahaan dari tuntutan hukum jika prediksi mereka tidak
menjadi kenyataan.

3. Laporan Interim untuk Pengawasan dan Revisi Estimasi Laba


Laporan keuangan interim merupakan sumber informasi yang berharga untuk
mengawasi kinerja. Laporan ini berguna untuk merevisi estimasi kekuatan laba
14
dan peramalan laba. Namun tetap harus disadari bahwa laporan keuangan interim
memiliki keterbatasan yang terkait dengan kesulitan untuk meletakan komponen
laba pada periode kurang dari satu tahun.

a. Penyesuaian Akuntansi Akhir Tahun

Menentukan hasil operasi untuk periode satu tahun membutuhkan


beberapa penyesuaian akrual dan estimasi. Penyesuain ini mencakup
pengakuan pendapatan, menentukan biaya persediaan, alokasi overhead,
mencari nilai pasar sekuritas, dan memperkirakan piutang tak tertagih.

b. Aktivitas Usaha Musiman

Beberapa perusahaan memiliki aktivitas usaha musiman.


Penjualan, produksi, dan aktivitas operasi lain sering kali tidak dapat
dibagi sama antar periode interim. Hal ini dapat mendistorsi perbandingan
laba interim. Selain itu juga dapat menimbulkan masalah pada alokasi
biaya-biaya yang sifatnya diskresioner, seperti iklan, penelitian,
pengembangan, perbaikan dan pemeliharaan.

c. Metode Pelaporan Menyeluruh

Laporan kuartalan merupakan bagian dari keseluruhan satu tahun dan


bukannya periode diskrit, mensyaratkan pengakuan pendapatan dan beban.
Hal ini mencakup penyusutan persediaan, diskon atas kuantitas, dan piutang
tak tertagih.

d. Persyaratan Pelaporan Interim SEC


1) Laporan interim komparatif dan laporan keuangan hingga tanggal
ini dapat diberi judul tidak diaudit tetapi harus dimasukan dalam
laporan tahunan.
2) Neraca komparatif.
3) Laporaan arus kas
hingga hari ini.

4) Informasi pro forma mengenai penggabungan usaha yang dicatat


sebagai pembelian.
5) Kesesuaian dengan prinsip akuntansi berlaku umumdan
pengungkapan perubahan akuntansi, termasuk surat dari auditor.

15
6) Analisis naratif manajemen mengenai hasil operasi.

7) Pengungkapan mengenai apakah Form 8-K diisi selama periode –


melaporkan apakah terdapat penyesuaian laba yang tidak biasa atau
pergantian auditor.

e. Analisis Implikasi Laporan Interim

Analisis harus waspada terhadap kesalahan estimasi dan diskresi yang


melekat pada laporan interim. Terbatasnya keterlibatan auditor pada
laporan interim mengurangi keandalan laporan interim relative terhadap
laporan tahunan yang diaudit. Peraturan pasar modal memberikan
sejumlah keyakinan, meskipun terbatas.

16
Kesimpulan
Dalam penggunaan analisa dan penilaian ekuitas didapatkan beberapa manfaat
diantaranya adalah dengan adanya ini membantu menghasilkan ramalan kekuatan laba untuk
penilaian yang andal. Analisis keuangan yang baik dapat mengenali komponen laba yang
stabil dan dapat diprediksi atau komponen yang mampu “bertahan” (persistent). Kemudian
untuk penilaian ekuitas berbasis laba dapat digunakan dua metode penghitungan yaitu yang
pertama adalah hubungan antara harga saham dengan data akuntansi kemudia yang kedua
yaitu perkalian penilaian dasar yang terdiri dari dua analisis rasio yang digunakannya yaitu
yang pertama menggunakan rasio harga terhadap nilai buku (price-to-book PB ratio) yang
dihitung dengan membagi antara nilai pasar ekuitas dengan nilai buku ekuitas, kemudian
yang kedua yaitu menggunakan rasio harga terhadap laba (price to earning-PE ratio) yang
dihitung dengan membagi antara nilai pasar ekuitas dengan laba bersih.

17
Daftar Pustaka
Wild, John J.; Subramanyam K.R.; dan Hasley, Robert F. Analisa Keuangan, Buku 2. Edisi 10. Jakarta:
Salemba Empat, 2005

18

Anda mungkin juga menyukai