171-Article Text-370-1-10-20180202
171-Article Text-370-1-10-20180202
8 Kurnia Novianti
Abstract Abstrak
As a discipline, anthropology raised Sebagai sebuah disiplin ilmu, antropologi
‘culture’ as a central concept that is widely mengangkat “kebudayaan” sebagai sebuah
discussed. In the process, ‘culture’ has very konsep sentral yang dibahas secara luas.
Dalam prosesnya, “kebudayaan” memiliki
interesting dynamics, especially when used
dinamika yang sangat menarik, khususnya
as an analytical tool in assessing change and
ketika digunakan sebagai sebuah alat analisis
religion issues. This paper argues about the dalam menilai isu-isu perubahan sosial dan
dialectic of culture, change, and religion agama. Tulisan ini memaparkan dialektika isu-
issues so that can explain the phenomena isu kebudayaan, perubahan sosial, dan agama
that observed in our daily lives. Through untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang
literatures and observation method, this diamati dalam kehidupan kita sehari-hari.
paper aims to provide a perspective to Melalui metode kepustakaan dan pengamatan,
understand the meaning of a phenomenon tulisan ini bertujuan untuk memberikan sebuah
that observed and analyzed through the perspektif dalam memahami arti fenomena yang
reveal of ‘hidden transcript’ behind the diamati dan dianalisis melalui pengungkapan
phenomenon. “catatan tersembunyi” di belakang fenomena
itu.
Key words: culture, social change, religion,
anthropological perspective Kata Kunci: kebudayaan, perubahan sosial,
agama, perspektif antropologis
principle (sistem-sistem simbol) yang itu ‘subjektif, atau ‘objektif’, dan muncul
diorganisir oleh kumpulan manusia beragam istilah yang menyertainya.
(…the anthropological idea of culture Namun yang perlu dilihat adalah perilaku
is theory because it abstracts and manusia sebagai tindakan simbolis/
represents the ordering principle memunculkan simbol-simbol sehingga
(systems of symbols) of organized muncul pertanyaan apakah kebudayaan
human collectives). Lebih lanjut Boggs dibentuk secara terpola atau merupakan
mengatakan bahwa sistem yang dirujuk kerangka berpikir, atau kombinasi
oleh teori kebudayaan tidak langsung keduanya (Geertz, 1973: 10). Pada bagian
diturunkan oleh inherent properties yang selanjutnya, Geertz kembali menegaskan
dimiliki manusia, yang secara variabel bahwa kebudayaan adalah struktur
terhubung/relevant respects antara satu makna dari perilaku sebagai konspirasi
tradisi kebudayaan dengan yang lain, sinyal, dikatakan juga sebagai fenomena
tetapi melalui sistem-sistem simbol yang psikologis, karakteristik dari pikiran
bervariasi dan makna yang memberikan seseorang, personality, struktur kognitif,
bentuk kepada hal yang “nyata/real” dan sebagainya (Geertz, 1973: 12).
dan sistem-sistem bahasa, kekerabatan,
pertukaran ekonomi, dan politik yang Kebudayaan juga tidak bersifat
diperhatikan oleh antropologi. statis/ajeg tetapi dinamis menurut
Goodenough (1994). Untuk memahami
Sementara konsep kebudayaan sebuah kebudayaan, diperlukan
dalam pandangan Geertz lebih bersifat pemahaman mengenai bahasa yang
semiotic. Ia mengutip pernyataan Max digunakan oleh masyarakat yang diteliti
Weber bahwa manusia adalah seekor karena bahasa mengantarkan peneliti
binatang yang bergantung pada jaringan- untuk mengetahui praktek-praktek
jaringan yang dirajut/dipintalnya sendiri. sehari-hari, nilai-nilai, dan kepercayaan/
Berdasarkan hal itu, Geertz memaknai keyakinan –sebagai komponen dalam
kebudayaan sebagai jaringan-jaringan kebudayaan- yang dimiliki dan
yang terbentuk itu dan analisis yang memberikan fungsi bagi masyarakat
digunakan untuk menjelaskannya tidak pemiliknya. Goodenough menambahkan
menggunakan penelitian ilmiah untuk bahwa sebuah teori harus mampu
mencari hukum tetapi lebih kepada menjelaskan bagaimana kebudayaan
pendekatan interpretif untuk mencari dan bahasa berubah-ubah/dinamis dari
makna yang tersembunyi. Apabila waktu ke waktu. Ini tidak hanya dipelajari
ingin memahami apa itu science, bukan dari perkembangan emosi dan kognitif
melihat apa teori yang digunakan atau individu tetapi juga dari interaksi-
temuan-temuan yang dihasilkan tetapi interaksi sosial antaranggota masyarakat
lebih kepada apa yang dilakukan oleh (Goodenough, 1994: 266).
para peneliti/praktisinya (what the
practitioners of it do) (Geertz, 1973: 5). Dengan demikian, teori kebudayaan
dapat menjelaskan mengenai kelompok-
Kebudayaan dalam pandangan kelompok sosial dan aktivitas mereka,
Geertz adalah dokumen yang bergerak, sebagai bahasan selanjutnya. Salah
bersifat publik, meskipun bersifat satu kritik Goodenough mengenai
ide/ideational tetapi ia tidak sekedar pandangan kebanyakan antropolog
tersimpan di kepala seseorang, adalah keyakinan bahwa kebudayaan
meskipun tidak bersifat fisik, kebudayaan dan bahasa bertalian dengan masyarakat
bukanlah entitas yang gaib. Perdebatan atau komunitas secara keseluruhan.
yang kemudian muncul diantara para Untuk itu, ia menekankan bahwa lebih
intelektual adalah apakah kebudayaan penting berpikir bahwa komunitas atau
memetakan jalan cerita ritual yang sumber-sumber kita, juga simbolis untuk
berlangsung, ia dapat memahami makna mengungapkan emosi-emosi seperti gerak
di balik simbol-simbol yang digunakan hati, nafsu, sentimen, afeksi, perasaan, di
di dalamnya. Inilah yang disebut dalam suatu konsep yang serupa tentang
dengan aspek “emphatetic” yang Turner suasana umum yang meliputi, dan nada
tekankan untuk meneliti aspek religi serta sifat yang melekat pada suasana itu
dalam masyarakat. (Geertz, 1977).
yang paling spesifik di dalam konteks- yang lain dan dari individu yang satu ke
konteks eksistensi manusia yang paling individu lainnya namun kecenderungan
umum. untuk mengeinginkan sejenis basis
faktual tertentu bagi komitmen-komitmen
Dua konsep lain yang dikaitkan seseorang agaknya secara praktis bersifat
dengan konsep agama adalah etos dan universal.
world view. Etos suatu bangsa adalah sifat,
watak, dan kualitas kehidupan mereka, Bila dibandingkan antara
moral, gaya estetis, dan suasana-suasana pemikiran Turner dan Geertz, Turner
hati mereka. Etos juga merupakan sikap menitikberatkan pada bagaimana di
mendasar terhadap diri mereka sendiri dalam struktur, setiap aktor menjalankan
dan dunia yang direfleksikan dalam perannya sehingga makna di balik simbol
kehidupan. Sedangkan world view adalah yang dianalisis mengarah pada fungsi
gambaran tentang kenyataan apa adanya, dari ritual upacara yang dilakukan
konsep mereka tentang alam, diri, dan dalam kehidupan nyata masyarakat yang
masyarakat. World view mengandung menjalaninya. Sedangkan pengamatan
gagasan-gagasan yang paling dan analisis yang dilakukan Geertz
komprehensif mengenai tatanan. Agama, lebih bersifat interpretive. Meskipun
dalam hal ini adalah sebagian usaha ada kemiripan antara apa yang dilihat
untuk membincangkan kumpulan makna keduanya, yaitu bahwa keyakinan harus
umum bagi individu untuk menafsirkan ditanamkan terlebih dahulu di benak
pengalaman dan mengatur tingkah setiap anggota masyarakat (yang menjadi
lakunya. Konsep lain yaitu simbol-simbol aktor dalam “drama ritual” tersebut)
sakral, yang menghubungkan sebuah sehingga fungsi itu kemudian benar-
ontologi dan kosmologi dengan estetika benar bisa dirasakan secara nyata (dalam
dan moralitas, di mana kekuatan khasnya pandangan masyarakat itu sendiri/native)
berasal dari kemampuan mereka yang dalam kehidupannya.
dianggap ada untuk mengidentifikasikan
fakta dengan nilai pada taraf yang paling
fundamental untuk memberikan pada Isu Kekuasaan dalam Diskusi tentang
sesuatu yang bagaimanapun juga bersifat Kebudayaan, Perubahan Sosial, dan
faktual murni, suatu muatan normatif Agama
yang komprehensif (Geertz, 1977).
Sejumlah kasus yang mengandung
Dari pemikiran Geertz, hal-hal isu agama banyak bermunculan beberapa
penting yang perlu dicatat adalah tahun belakangan ini. Diantara kasus-
pertama, kekuatan sebuah agama dalam kasus tersebut, isu terorisme menjadi
menyangga nilai-nilai sosial kemudian salah satu yang paling banyak menghiasi
terletak pada kemampuan simbol- ‘ruang diskusi’ banyak pihak –baik politisi,
simbolnya untuk merumuskan sebuah ekonom, ahli hubungan internasional,
dunia tempat nilai-nilai itu, dan juga maupun ahli-ahli yang lain- karena telah
kekuatan-kekuatan yang melawan menjadi isu yang mengglobal. Terlebih
perwujudan nilai-nilai itu menjadi bahan ketika terjadi pemboman gedung World
dasarnya. Agama melukiskan kekuatan Trade Center (WTC) pada tanggal
imajinasi manusia untuk membangun 11 September 2001 yang berdampak
sebuah gambaran kenyataan. Kedua, pada diskriminasi terhadap orang-
kebutuhan akan pendasaran metafisik orang beragama Islam (Muslim) karena
untuk nilai-nilai tersebut tampaknya tindakan anarkisme tersebut dinilai
sangat bervariasi dalam intensitasnya dari identik dengan Islam. Para pelaku atau
kebudayaan yang satu ke kebudayaan pengorganisir rencana pemboman yang
yang begitu rumit sehingga mampu ruang diskusi para akademisi masa kini.
memberikan justifikasi atas tindakan yang
dilakukan. Proses tersebut menunjukkan Dalam evaluasi singkat ini pula,
adanya perubahan cara pandang sebagai penulis ingin menyampaikan bahwa
hasil ‘interaksi’ manusia/individu dengan isu-isu kekuasaan tidak lagi didominasi
lingkungan sosial-budaya di mana ia oleh disiplin ilmu politik tetapi juga
hidup. Proses itu menjadi semakin menjadi sangat menarik dan bermanfaat
kompleks ketika individu-individu ketika ‘dipertemukan’ dengan isu-
(kelompok) yang memiliki kepentingan isu kebudayaan yang menjadi fokus
dan tujuan tertentu berhadapan dengan kajian antropologi. Kebudayaan yang
kelompok-kelompok lain yang berbeda di dalamnya juga membahas interaksi
kepentingan dan tujuan. Di sinilah manusia dan lingkungannya (baik sosial,
terjadi upaya memodifikasi kebudayaan ekonomi, politik, maupun budaya)
melalui konstruksi, rekonstruksi, atau menjadi sangat kompleks karena
dekonstruksi pengetahuan. senantiasa mengalami perbaikan atau
modifikasi sebagai wujud dari perubahan
yang dialaminya.
Penutup Dengan demikian, kebudayaan
menjadi satu konsep yang semakin
Pemikiran-pemikiran terdahulu
menarik dibahas ketika dihubungkan
para antropolog yang menghasilkan
dengan isu-isu lain seperti perubahan
teori-teori kebudayaan yang statis, tetap,
dan agama. Dengan mengamati dinamika
dan bounded akan sulit menjelaskan
yang terjadi di masyarakat sehari-hari,
fenomena-fenomena yang menjadi hasil
keterkaitan antara ketiganya semakin
dari dinamika kehidupan masyarakat
jelas terlihat. Sementara isu kekuasaan
yang berinteraksi dengan masyarakat-
yang menjadi fokus kajian dalam
masyarakat lain, baik dalam lingkup
perkuliahan ini, juga mewarnai analisis
nasional, internasional, ataupun
fenomena yang diamati. Perspektif ini
global. Kebudayaan yang dianggap
memberikan pandangan dan wawasan
homogen dan lestari sepanjang masa
yang berbeda dengan disiplin ilmu politik
juga mendapat banyak revisi dari
yang menempatkan kekuasaan pada
pelbagai pihak. Antropolog kemudian
struktur sosial yang ada di masyarakat.
merekonstruksi atau mendekonstruksi
Sehingga dalam penelitiannya, seorang
pemikiran-pemikirannya dengan
antropolog dapat lebih memahami makna
meminjam pemikiran-pemikiran dari
dari fenomena yang ditelitinya dengan
disiplin-disipilin ilmu yang lain sehingga
cara menguak ‘hidden transcript’ yang
menghasilkan teori-teori kebudayaan
tersembunyi di balik fenomena tersebut.
yang banyak digunakan dalam ruang-
Referensi
Boggs, James P., 2004, The Culture Concept as Theory, in Context. CURRENT
ANTHROPOLOGY, 45(2): 187-209.
Foucault, Michel. 2000, Power, Penguin Book Ltd, London.
Foucault, Michel. 1980, Power / Knowledge: Selected Interview & Other Writing,
Pantheon, New York.