MODUL
Sampul
HALAMAN SAMPUL…………………………………………………..1
KATA PENGANTAR…………………………………………………..4
SAMBUTAN KETUA PELAKSANA……………………………….....5
SAMBUTAN KETUA KOPRI……………………………………….…7
DAFTAR ISI………………………………………………………….....9
KONSEP DASAR ISLAM………………………………………….…10
A. Sumber Ajaran Islam…………………………………………………13
B. Islam Normatif dan Islam Historis…………………………………...15
C. Nilai-nilai universal dalam ajaran islam…………………………….16
GENDER PERSPEKTIF ISLAM………………………………….…20
A. Prinsip Gender Dalam Tauhid……………………………………….26
B. Gender Perspektif Al-Quran…………………………………………30
C. Gender Perspektif Hadits…………………………………………….36
D. Perspektif-Perspektif Perempuan……………….…………………..46
HUKUM ISLAM DI INDONESIA…………………………………….60
A. Sejarah masuknya islam di Indonesia………………...……………60
B. Saluran dan Cara-Cara Islamisasi di Indonesia……………….…..62
C. Pemgambilan hokum Islam Indonesia………………………….…..66
D. Aliran Islam di Indonesia………………………………………….….68
STRATEGI PENGEMBANGAN CITRA DAN KOPRI…………….74
KONSEP GENDER, SEKS DAN SEKSUALITAS…………………83
A. Gender………………………………………………………………….83
B. Seks…………………………………………………………………….85
C. Seksualitas…………………………………………………………….86
D. Analisis Sosial Budaya dan Agama…………………………………86
B. Gender Perspektif Al-Quran 2. Tentang kedudukan dan kesetaraan antara lelaki dan
Di dalam ayat-ayat Al-qur’an maupun sunnah yang perempuan
merupakan sumber utama ajaran Islam, terkandung nilai-nilai Pada Surat Ali-Imran ayat 195, surat An-nisa ayat
universal yang menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia dulu, kini 124, surat An-nahl ayat 97, surat At Taubah ayat 71-72, surat
dan akan datang. Nilai-nilai tersebut antara lain nilai kemanusiaan, Alahzab ayat 35. Ayat-ayat tersebut memuat bahwa Allah SWT
keadilan, kemerdekaan, kesetaraan dan sebagainya. Dalam secara khusus menunjuk baik kepada perempuan maupun lelaki
Kaitannya dengan nilai keadilan dan kesetaraan, Islam tidak untuk menegakkan nilai-nilai islam dengan beriman, bertaqwa
pernah mentolerir adanya perbedaan atau perlakuan diskriminasi dan beramal. Allah SWT. juga memberikan peran dan tanggung
diantara umat manusia. Berikut ini beberapa hal yang perlu jawab yang sama antara lelaki dan perempuan dalam
diketahui mengenai kesetaraan gender dalam AlQur’an. menjalankan kehidupan spiritualnya. Allah SWT. memberikan
Dalam Al-qur’an surat Al-Isra ayat 70 yang berbunyi Bahwa sanksi yang sama terhadap perempuan dan lelaki untuk semua
Allah SWT telah menciptakan manusia yaitu laki-laki dan kesalahan yang dilakukannya. Jadi pada intinya kedudukan dan
perempuan dalam bentuk yang terbaik dengan kedudukan yang derajat antara lelaki dan perempuan dimata Allah SWT. adalah
paling terhormat. Manusia juga diciptakan mulia dengan memiliki sama, dan yang membuatnya tidak sama hanyalah keimanan
akal, perasaan dan menerima petunjuk. Oleh karena itu Al-qur’an dan ketaqwaannya.
tidak mengenal pembedaan antara lelaki dan perempuan karena Menurut DR. Nasaruddin Umar dalam "Jurnal Pemikiran
dihadapan Allah SWT. lelaki dan perempuan mempunyai derajat Islam tentang Pemberdayaan Perempuan" (2000) ada beberapa
dan kedudukan yang sama, dan yang membedakan antara lelaki hal yang menunjukkan bahwa prinsip-prinsip kesetaraan gender
dan perempuan hanyalah dari segi biologisnya. ada di dalam Qur’an, yakni:
Adapun dalil-dalil dalam Al-qur’an yang mengatur tentang
kesetaraan gender adalah: 1. Perempuan dan Laki-laki Sama-sama Sebagai Hamba
1. Tentang hakikat penciptaan lelaki dan perempuan Menurut Q.51. al-Zariyat :56, Dalam kapasitas
sebagai hamba dalam Islam tidak ada perbedaan antara laki-laki
dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha
yang sama untuk menjadi hamba ideal. Hamba ideal dalam Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. al-An’am Ayat 165).
Qur’an biasa diistilahkan sebagai orang-orang yang bertaqwa Pada Ayat tersebut Allah yang menjadikan kalian
(mutaqqun), dan untuk mencapai derajat mutaqqun ini tidak penguasa-penguasa di muka bumi yang menggantikan umat
dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa atau manusia sebelum kalian, setelah Allah memusnahkan mereka
kelompok etnis tertentu, sebagaimana disebutkan dalam Q.49. dan menjadikan kalian pengganti mereka di muka bumi, untuk
al-Hujarat:13. Dalam Kapasitasnya sebagai hamba, laki-laki dan memamkmurkannya sepeninggal mereka dengan ketaatan
perempuan masing-masing akan mendapatkan penghargaan kepada tuhan kalian, dan Dia meninggikan sebagian dari kalian
dari Allah dengan kadar pengabdian, sebagaimana disebutkan dalam soal rizki dan kekuatan diatas sebagian yang lain
dalam Al-Quran. beberapa derajat, untuk menguji kalian terkait karunia-karunia
yang diberikan kepada kalian, sehingga akan tampak dalam
صالِحً ا مِّنْ َذ َك ٍر اَ ْو ا ُ ْن ٰثى َوه َُو م ُْؤ ِمنٌ َفلَ ُنحْ ِي َي َّن ٗه َح ٰيو ًة َط ِّي َب ۚ ًة َولَ َنجْ ِز َي َّن ُه ْم اَجْ َر ُه ْم َ َمنْ َع ِم َل pandangan manusia siapa orang yang bersyukur dan yang
ُ ُ
ِباَحْ َس ِن َما َكان ْوا َيعْ َمل ْو َن tidak. Sesungguhnya tuhanmu amat cepat siksaanNya terhadap
artinya: Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, orang-orang yang kafir dan bermaksiat kepadaNya. Dan
baik laki-laki dan perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya Dia maha pengampun bagi orang yang beriman
sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang kepadaNya dan beramal shalih serta bertaubat dari dosa-dosa
baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada besar, lagi maha penyayang terhadapnya. Alghafur dan Arrahim
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah adalah dua nama yang mulia dari nama-nama Allah yang bagus
mereka kerjakan. (Q.S. an-Nahl Ayat 97) (asmaul husna).
2. Perempuan dan Laki-laki sebagai Khalifah di Bumi ض َخلِي َف ًة ۖ َقالُوا أَ َتجْ َع ُل فِي َها َمنْ ُي ْفسِ ُد فِي َها ِ ُّْك ل ِْل َماَل ِئ َك ِة إِ ِّني َجاعِ ٌل فِي اأْل َر َ َوإِ ْذ َقا َل َرب
Islam mengajarkan kepada kita bahwa selain menjadi َ ك ۖ َقا َل إِ ِّني أَعْ لَ ُم َما اَل َتعْ لَم
ُون َ َك َو ُن َق ِّدسُ ل
َ ك ال ِّد َما َء َو َنحْ نُ ُن َس ِّب ُح ِب َح ْم ِد
ُ َِو َيسْ ف
hamba yang mengabdi kepada Allah SWT. juga menciptakan
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
manusia menjadi khalifah. Kapasitas manusia sebagai khalifah
para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
di muka bumi (khalifah fi al’ard) ditegaskan dalam Ayat Al-Quran
khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau
Beikut:
ٓ hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
ت لِّ َي ْبلُ َو ُك ْم فِى َمٓا
ٍ دَر ٰ َج
َ ض ٍ ْض ُك ْم َف ْو َق َبع َ ْع َبعeَ ض َو َر َف ِ ِْف ٱأْل َر َ َوه َُو ٱلَّذِى َج َعلَ ُك ْم َخ ٰلَئ membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
ب َوإِ َّنهُۥ لَ َغفُو ٌر رَّ حِي ۢ ٌم
ِ ك َس ِري ُع ْٱل ِع َقا َ َءا َت ٰى ُك ْم ۗ إِنَّ َر َّب padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa- mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku
penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Q.S. al-Baqarah: 30.
sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu Dari ayat tersbut Allah Berfirman: (Dan) ingatlah, hai
tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Muhammad! (Ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi") yang akan mewakili Aku dalam melaksanakan
hukum-hukum atau peraturan-peraturan-Ku padanya, yaitu sebagai khalifah, yang akan mempertanggungjawabkan tugas-
Adam. (Kata mereka, "Kenapa hendak Engkau jadikan di bumi tugas kekhalifahannya di bumi.
itu orang yang akan berbuat kerusakan padanya) yakni dengan
berbuat maksiat (dan menumpahkan darah) artinya mengalirkan 3. Perempuan dan Laki-laki Menerima Perjanjian Awal
darah dengan jalan pembunuhan sebagaimana dilakukan oleh dengan Tuhan
bangsa jin yang juga mendiami bumi? Tatkala mereka telah Perempuan dan laki-laki sama-sama mengemban
berbuat kerusakan, Allah mengirim malaikat kepada mereka, amanah dan menerima perjanjian awal dengan Tuhan, seperti
maka dibuanglah mereka ke pulau-pulau dan ke gunung-gunung dalam Q.S. al A’raf ayat 172 yakni ikrar akan keberadaan Tuhan
(padahal kami selalu bertasbih) maksudnya selalu yang disaksikan oleh para malaikat. Sejak awal sejarah manusia
mengucapkan tasbih (dengan memuji-Mu) yakni dengan dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi jenis kelamin.
membaca 'subhaanallaah wabihamdih', artinya 'Maha suci Allah Laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar
dan aku memuji-Nya'. (dan menyucikan-Mu) membersihkan-Mu ketuhanan yang sama. Al-Qur’an juga menegaskan bahwa Allah
dari hal-hal yang tidak layak bagi-Mu. Huruf lam pada 'laka' itu SWT. memuliakan seluruh anak cucu Adam tanpa pembedaan
hanya sebagai tambahan saja, sedangkan kalimat semenjak jenis kelamin. (Q.S. al-Isra’Ayat 70)
'padahal' berfungsi sebagai 'hal' atau menunjukkan keadaan dan
maksudnya adalah, 'padahal kami lebih layak untuk diangkat 4. Adam dan Hawa Terlibat secara Aktif Dalam Drama
sebagai khalifah itu!'" (Allah berfirman,) ("Sesungguhnya Aku Kosmis
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui") tentang maslahat Pernyataan-pernyataan pada semua ayat al-Qur’an
atau kepentingan mengenai pengangkatan Adam dan bahwa di yang menceritakan tentang drama kosmis, yakni cerita tentang
antara anak cucunya ada yang taat dan ada pula yang durhaka keadaan Adam dan Hawa di surga sampai keluar ke bumi,
hingga terbukti dan tampaklah keadilan di antara mereka. Jawab selalu menekankan keterlibatan keduanya secara aktif, dengan
mereka, "Tuhan tidak pernah menciptakan makhluk yang lebih penggunaan kata ganti untuk dua orang (huma), yakni kata ganti
mulia dan lebih tahu dari kami, karena kami lebih dulu dan untuk Adam dan Hawa sebagai pelaku dan bertanggung jawab
melihat apa yang tidak dilihatnya." Maka Allah Taala pun terhadap drama kosmis tersebut, seperti yang terlihat dalam
menciptakan Adam dari tanah atau lapisan bumi dengan beberapa kasus berikut:
mengambil dari setiap corak atau warnanya barang segenggam, 1) Keduanya diciptakan di surga dan memanfaatkan fasilitas
lalu diaduk-Nya dengan bermacam-macam jenis air lalu surga (Q.S.al-Baqarah Ayat 35)
dibentuk dan ditiupkan-Nya roh hingga menjadi makhluk yang 2) Keduanya mendapat kualitas godaan yang sama dari setan
dapat merasa, setelah sebelumnya hanya barang beku dan (Q.S.al-A’raf Ayat 20)
tidak bernyawa. 3) Sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni
Dalam kedua ayat tersebut, kata ‘khalifah" tidak Tuhan (Q.S.al A’raf Ayat 23)
menunjuk pada salah satu jenis kelamin tertentu, artinya, baik 4) Setelah di bumi keduanya mengembangkan keturunan dan
perempuan maupun laki-laki mempunyai fungsi yang sama saling melengkapi dan saling membutuhkan (Q.S.al Baqarah
Ayat 187).
menimbang. Sedangkan menurut istilah, ilmu kritik hadis adalah
5. Perempuan dan Laki-laki Sama-sama Berpotensi Meraih ilmu yang menyeleksi atau membedakan antara hadits Sahih
Prestasi dengan dhaif. lemah) dan meneliti rawinya apakah dapat dipercaya
Dalam peluang untuk meraih prestasi maksimum tidak serta kuat ingatannya. tsiqah) atau tidak. Jadi, karena tujuan kritik
ada pembedaan antara perempuan dan laki-laki ditegaskan hadis untuk menentukan Sahih tidaknya sebuah hadis, maka yang
secara khusus dalam 3 (tiga) ayat, yakni: Q.S. Ali Imran Ayat jadi objek kritiknya bukan saja materi. matan) hadis yang dikenal
195; Q.S.an-Nisa Ayat 124; Q.1S.an-Nahl Ayat 97. Ketiganya dengan kritik intern, tapi juga sistem isnad. penyandaran) yang
mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yang ideal dan melahirkan sanad. jalur transmisi) yang dikenal dengan kritik
memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam ekstern.
bidang spiritual maupun karier profesional, tidak mesti Dalam meneliti sanad, seorang kritikus hadis dituntut untuk
didominasi oleh satu jenis kelamin saja. Laki-laki dan menguasai ilmu Tarikh al-Ruwwat, al-Sabaqat, ilmu al-Jarh wa al-
perempuan memperoleh kesempatan yang sama dalam meraih Ta‟dil, dan ilmu-ilmu terkait lainnya. Bahkan sebelum menentukan
prestasi optimal. Secara umum jelas al-Qur’an mengakui adanya adil tidaknya keberadaan rawi, ia sendiri. si kritikus tersebut) harus
perbedaan (distinction) antara laki-laki dan perempuan, tetapi adil, bertaqwa dan tidak fanatik terhadap golongan tertentu.
perbedaan tersebut bukanlah pembedaan (discrimination) yang Demikian pula dalam melakukan kritik matn, ia harus menguasai
menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lainnya. ilmu-ilmu terkait seperti‚ „Ulum al-Matn, ilmu Mukhtalaf al-Hadits,
Perbedaan tersebut dimaksudkan untuk mendukung obsesi al ilmu Naskh wa al-Mansukh al-Hadits, ilmu Garib al-Hadits, dan
Qur’an, yaitu terciptanya hubungan harmonis yang didasari rasa lain-lain.
kasih sayang (mawaddah wa rahmah) di lingkungan keluarga Dari ilmu kritik hadis inilah, pertama, melalui kritik sanad,
(Q.S. Ar-Rum Ayat 21), sebagai cikal bakal terwujudnya akan diketahui hadits marfu’, mauquf, dan maqtu’, bahkan
komunitas ideal dalam suatu negeri yang damai penuh ampuna maudhu’, matruk, munkar, mu’allal, mudraj, mudhtarib, maqlub,
ALLah SWT. (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur) (Q.S. dan lain sebagainya. Begitu pula dengan kritik matn, yang
Saba’ Ayat 15). Konsep tentang relasi gender dalam Islam melaluinya akan diketahui hadis yang mahfs dan ma’ruf dengan
mengacu kepada ayat-ayat esensial yang sekaligus menjadi yang tidak. musahhaf, muharraf, syakh, mu’allal, dan mudraj).
tujuan umum syari’ah (maqa’aid al syari’ah), seperti Dengan demikian, jelas bahwa kritik hadis tidaklah cukup dengan
mewujudkan keadilan dan kebaikan (Q.S. an-Nahl Ayat 90), sanad saja, tetapi juga matn. Karena, seperti kata al-Daminidan
keamanan dan ketentraman (Q.S. an-Nisa’ Ayat 58), dan Azami, Sahihnya suatu sanad hanya merupakan salah satu syarat
menyeru kepada kebaikan dan mencegah keburukan (Q.S. al- keshahihan hadits. Dari sinilah kita mengenal hadits sahih. sanad
Imran Ayat 104) dan matn) dan hadits sahih al-isnad. sanadnya saja).
Adapun kritik sanad, baru mulai berkembang sejak
C. Gender Perspektif Hadits terjadinya “al-fitnah alkubra”. terbunuhnya Utsman), yang ditandai
Secara bahasa, naqd berarti kritik, penelitian, analisis, dengan lahirnya fanatisme kelompok politik, juga kemudian aliran
pengecekan dan pembedaan. Kata kritik itu sendiri berasal dari keagamaan yang mengakibatkan tersebarnya hadis palsu dalam
bahasa Latin yang berarti menghakimi, membandingkan, atau rangka menjustifikasi kelompoknya. Dari kenyataan itulah, kritik
matan tak lagi memadai, tapi harus pula disertai dengan meneliti berjihad di jalan Allah lebih aku cintai dari pada memerdekakan
identitas periwayat hadis. Para ulama ilmu hadis semenjak itu anak zina.
membuat persyaratan yang sangat ketat untuk rawi-rawi yang bisa Hadis tersebut merupakan salah satu hadis Ab-
diterima hadisnya. Pada masa. Tabi’in) ini, mazhab kritik hadis Hurairah yang dikritik oleh Aisyah. Menurutnya, hadis “Anak
regional pun bahkan telah lahir seperti mazhab Madinah dan Irak. zina merupakan yang terkeji di antara tiga orang”. Semestinya
Para kritikus. ulama) hadis zaman ini, sebagai periode tidak begitu penuturannya. Mulanya ada seorang munafik yang
pertumbuhan, adalah Sa’id bin Musayyab. W. 93 H), Qasim bin menyakitkan hati Nabi saw. lalu beliau bersabda: “Siapa yang
Muhammad bin Ab- Bakr. W. 106 H), Ali bin Husain bin „Ali. W.93 bisa mengemukakan alasan kepadaku mengenai orang itu?
H), dan lainlain. Sesudah mereka, muncullah di Madinah orang- Lalu dikatakan kepada beliau: “orang itu bersama anak zina”.
orang semacam al-Zuhri, Yahya bin Sa’id, dan Hisyam bin „Urwah. Kemudian beliau bersabda: “Dia adalah orang yang terkeji di
Di Irak juga muncul Sa’id bin Zubair, alSya’bi, Saw-s, Hasan al- antara tiga orang itu.”
BaSri. W. 110 H), dan Ibnu Sirin. W. 110 H). Allah SWT berfirman dalam Q.S. al-An’am ayat 164:
Dengan melakukan pelacakan dan penelusuran terhadap
literatur hadis, maka dapat ditemukan bahwa ada beberapa alasan س إِاَّل َعلَ ْي َها ۚ َواَل َت ِز ُرٍ قُ ْل أَ َغي َْر ٱهَّلل ِ أَ ْبغِى َر ًّبا َوه َُو َربُّ ُك ِّل َشىْ ٍء ۚ َواَل َت ْكسِ بُ ُك ُّل َن ْف
yang menyebabkan shahabiyat untuk mengkritisi hadis yang
berasal dari riwayat lain karena dianggap riwayat hadis menyalahi
َ ُم َف ُي َن ِّب ُئ ُكم ِب َما ُكن ُت ْم فِي ِه َت ْخ َتلِفeْ از َرةٌ ِو ْز َر أ ُ ْخ َر ٰى ۚ ُث َّم إِلَ ٰى َر ِّب ُكم مَّرْ ِج ُع ُك
ون ِ َو
prinsip-prinsip umum penilaian terhadap hadis. Adapun salah satu Artinya: “Katakanlah: "Apakah aku akan mencari
contoh prinsip-prinsip umum tersebut sebagai berikut: Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala
sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan
1. Riwayat Hadis Bertentangan dengan Alquran kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang
Contoh riwayat hadis yang bertentangan dengan yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian
Alquran dapat dilihat dari kesalahan penuturan. Ab- Hurairah kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya
yang dikritisi dan dibenarkan oleh Ummul Mu‟minin, Aisyah r.a. kepadamu apa yang kamu perselisihkan".
Rasulullah saw. bersabda: Dari ayat ini dipahami bahwa tidak mungkin dosa
seseorang dipikul oleh orang lain apatah lagi jika orang itu
َ َ hanya hasil dari hubungan gelap yang nota bene tidak tahu
ِصا ل ٍِح َعنْ أ ِب ْي ِه َعنْ أ ِبي َ ْْن ِأبي ِ ٌعنْ ُس َهي ِْل ب َ ر ْيرeِ اجَ أَ ْخ َب َر َنeَح َّد َث َنا إِب َْر َه ْي ُم بْنُ م ُْو َسى menahu tentang kesalahan yang diperbuat oleh orang tuanya
وeْ eا َل أَ ُبee ٍة َو َقeالثالَ َث َّ ُّرeاش َّ ُدeَ َول: لَّ ِمeصلُي هّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس
َ الز َن َ َق َل َرس ُْو ُل.ه َُر ي َْر َة َق َل yang melahirkan. Semestinya yang menanggung dosa tersebut
.ٍه َُري َْر َة أِل َنْ أ ُ َم ًت َع ِب َس ْوطٍ فِى َس ِبي ِْل هَّللا ِ َع َّز َو َج ًل اَ َحبُّ إِ لَيَّ مِنْ أَنْ أُعْ ت َِق َولَ ُد ِز ْن َية adalah hanyalah orang yang melakukan tindakan asusila
perzinahan bukan yang terlahir dari hubungan perzinahan.
Artinya; Kami diceriterakan oleh Ibrahim bin M-sa. Kami
Jadi hadis yang dikemukakan oleh Abu Hurairah sangat
diberitahukan oleh Jarir dari Suhail bin Abi saleh dari bapaknya
kontradiksi dengan bunyi teks ayat yang telah disebutkan
dan dari Ab- Hurairah berkata: Rasulullah saw. bersabda: Anak
sehingga matan hadis tersebut perlu kajian ulang untuk
zina merupakan terkeji di antara tiga person yaitu. dia dan
dilakukan pembenaran.
pelaku zina). Ab- Hurairah berkata: Merasakan cambukan ketika
2. Reinterpretasi Terhadap Teks-Teks Hadis yang Bias menjaga harta suaminya (Jalal al-Din al-Suyuthi, 1984 : 82-
Gender 84).
1) Hadis Tentang Larangan Wanita Menjadi Pemimpin Menurut pendapat Al-Ghazali, konteks sejarah pada
Hadis tentang larangan wanita menjadi pemimpin saat Hadis tersebut diturunkan perlu diperhatikan secara
menjadi argumen utama akan pelabelan negatif terhadap seksama, fakta sejarah bahwasanya Hadis di atas diucapkan
perempuanyang dianggap lemah dibandingkan dengan Nabi terkait dengan peristiwa suksesi di Persia pada tahun 9
lakilaki. Hadis tentang hal ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari, H yang menganut pemerintah monarki dan diambang
alTirmidzi, al-Nasa‟i dan Ahmad bin Hanbal, adapun redaksi kehancuran. Sistem monarki tersebut tidak menggunakan
Hadis tersebut dapat dilihat dibawah ini: musyawarah dan tidak pula menghormati pendapat yang
berlawanan serta tidak terjalinnya hubungan antara rakyat
ُ َح َّد َث َناع ُْث َمانُ بْنُ ْال َه ْي َث ِم َح َّد َث َنا َع ْوفُ َعنْ ْال َح َس ِن َعنْ أَ ِبيْ َب ْك َر َة َقالَلَ َق ْد َن َف َعنِي هَّللا dan penguasa. Oleh karena itu menurut Al-Ghazali Hadis di
َ atas secara spesifik ditunjukkan kepada ratu Kisra di Persia,
eارسً ا َملَّ ُكواا ْب َن َة كِسْ َرى ِ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أنَّ َفَ َِّب َكلِ َم ٍة أَيَّا َم ْال َج َم ٍل لَمَّا َبلَ َغ ال َّن ِبي karena seandainya sistem pemerintahan di Persia
ُم ام َْرأَةeْ َق َل لَنْ ًي ْفلِ َح َق ْو ُم َولَّ ْواأَم َْر ُه. menggunakan musyawarah dan seandainya pula wanita
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Utsman menduduki singgasana kepemimpinan mereka seperti Golda
bin Al Haitsam telah menceritakan kepada kami 'Auf dari Al Meir yang memimpin Israel, mungkin komentar Nabi akan
Hasan dari Abu Bakrah mengatakan; Dikala berlangsung hari- berbeda (Muhammad Al-Ghazali, 1989 : 56-57).
hari perang jamal, aku telah memperoleh pelajaran dari Hadis diatas bertentangan dengan Q.S. al-Naml Ayat
pesan baginda Nabi, tepatnya ketika 23:
beliauShallallahu'alaihiwasallam tahu kerajaan Persia
mengangkat anak perempuan Kisra sebagai raja, beliau ْ دت ٱم َْرأَ ًة َت ْملِ ُك ُه ْم َوأُو ِت َي
ت مِن ُك ِّل َشىْ ٍء َولَ َها َعرْ شٌ عَظِ ي ٌم ُّ إِ ِّنى َو َج
langsung bersabda: "Tak akan baik keadaan sebuah kaum Artinya: “Sesungguhnya aku menjumpai seorang
yang mengangkat wanita sebagai pemimpin urusan mereka." wanita yang memerintah mereka, dan Dia dianugerahi segala
(Imam Bukhari 1981 M/ 1401 H: 1467). sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar”
Latar belakang munculnya Hadis tersebut terkait (Departemen Agama RI, 2009: 379).
dengan suksesi kepemimpinan di Persia, sesuai dengan Ayat di atas menerangkan tentang ratu Balqis yang
tradisi pada saat itu yang diangkat menjadi pemimpin adalah memerintah kerajaan Saba‟iyah pada masa Nabi Sulaiman.
laki-laki, tetapi yang terjadi adalah wanita yang bernama Menurut Al-Ghazali, untuk menghadapi problem tersebut,
Buwaran binti Syairawaih bin Kisra bin Barwaiz diangkat seharusnya umat Islam kembali kepada pilar-pilar yang
menjadi pemimpin menggantikan ayahnya, setelah terjadi menyangga hubungan antara pria dan wanita, sesuai dengan
pembunuhan dalam rangka suksesi tersebut. Menurut jumhur, Firman Allah berikut:
atas dasar Hadis di atas perempuan dilarang menjadi kepala
negara, hakim dan berbagai jabatan lainnya, karena wanita ُ ْر أَ ْو أُن َث ٰى ۖ َبعe
ُكمe ض ٍ eل مِّن ُكم مِّن َذ َكe ٍ eم أَ ِّنى ٓاَل أُضِ ي ُع َع َم َل ٰ َع ِمeْ اب َل ُه ْم َر ُّب ُه
َ َفٱسْ َت َج
menurut petunjuk syara‟ hanya diberi tanggung jawab untuk ۟ ُ ِبيلِى َو ٰ َق َتلeeوا فِى َس ُ ُ ر ِه ْم َوأeeوا مِن ِد ٰ َيeeُ
واee e۟ وذ ِ e۟ ُوا َوأ ُ ْخ ِرج
e۟ اجرee
َ ِين َه َ ض ۖ َفٱلَّذ ٍ ْم ِّۢن َبع
ٍ ات ِِه ْم َوأَل ُ ْد ِخلَ َّن ُه ْم َج ٰ َّنeََٔوا أَل ُ َك ِّف َرنَّ َع ْن ُه ْم َسئِّـ
اee ُر َث َوا ًبeا ٱأْل َ ْن ٰ َهee ِرى مِن َتحْ ِت َهeْت َتج e۟ َُوقُ ِتل 2) Hadis Tentang Orang Tua yang Memaksa Anak Perempuan
َّ ُمِّنْ عِ ن ِد ٱهَّلل ِ ۗ َوٱهَّلل ُ عِ ن َدهُۥ حُسْ ن untuk Menikah
ب
ِ ٱلث َوا Hadis yang secara tekstual mengungkap tentang hak penuh
Artinya: “Maka Tuhan mereka memperkenankan bagi orang tua untuk memaksa anak perempuannya
permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku menjalani pernikahan kepada seorang laki-laki menjadi salah
tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di satu argumen bahwasanya perempuan tidak diberi hak untuk
antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) memilih pasangannya sendiri dan hadis ini terdapat dalam
sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka kitab Shahih Muslim, adapun redaksinya sebagai berikut:
orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung
halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang
dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan- ِلeض ْ ْن ْال َف ِ ِد هَّللا ِ بeبن َسعْ ٍد َعنْ َع ْب ِ َح َّد َث َنا قُ َت ْي َب ُة يْنُ َس ِع ْي ٍد َح َّد َث َنا ُس ْف َيانُ َعنْ ِز َيا ِد
kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke َلeلَّ َم َقe ِه َو َسeْلَّى هَّللا ُ َعلَيeص َ ََّّاس أَنَّ ال َّن ِبي
ٍ ْن َعب ِ ُر َعنْ ابeر ي ُْخ ِبeْ ٍ َسم َِع َناف َِع ب َْن ُج َبي
dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, اب َْنe َّد َث َناeا ْو َحee ُك ْو ُت َهeا ُسee ُر َوإِ ْذ ُن َهe َتأ ُ َمeالثيُبُ أَ َح ُّق ِب َن ْفسِ َها مِنْ َولِ َّي َها َوا ْل ِب ْك ُر ًت ْسَّ
sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala
yang baik". (Q.S. Ali Imran ayat 195). اeeا َو ُر َّب َمee َما ُت َهeص ُ َهeذ أًب ُْو َها فِيْ َن ْفسِ َها َوإِ ْذ ُنeِ أَ ِبيْ ُع َم َر َح َّد َث َنا ُس ْفيًانُ ِب َه َذا اإْل ِسْ َنا
. إِ ْق َرا ُر َهاeص ْم ُت َها
َ َق َل َو
صلِحً ا مِّن َذ َك ٍر أَ ْو أُن َث ٰى َوه َُو م ُْؤ ِمنٌ َفلَ ُنحْ ِي َي َّنهُۥ َح َي ٰو ًة َط ِّي َب ًة ۖ َولَ َنجْ ِز َي َّن ُه ْمَ ٰ َمنْ َع ِم َل Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id
۟ أَجْ َرهُم ِبأَحْ َس ِن َما َكا ُن telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Ziyad bin Sa'ad
َ ُوا َيعْ َمل
ون
dari Abdullah bin Fadll bahwa dia mendengar Nafi' bin Jubair
Artinya: “Barang siapa yang mengerjakan amal mengabarkan dari Ibnu Abbas bahwasannya Nabi shallallahu
shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang janda lebih berhak atas
beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya dirinya daripada walinya, sedangkan perawan (gadis) harus
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri dimintai izin darinya, dan diamnya adalah izinnya." Dan telah
balasan kepada mereka dengan pahala yang baik dari apa menceritakan kepada kami Ibnu Abi Umar telah menceritakan
yang telah mereka kerjakan”. (Q.S. al-Nahl ayat 97) dan kepada kami Sufyan dengan isnad ini, beliau bersabda:
Hadis Nabi tentang kedudukan wanita yang seimbang dengan "Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya,
laki-laki sedangkan perawan (gadis), maka ayahnya harus meminta
Berdasarkan ketentuan dari dua ayat di atas, menurut persetujuan atas dirinya, dan persetujuannya adalah
Muhammad Al-Ghazali seorang wanita boleh saja berkarir di diamnya." Atau mungkin beliau bersabda: "Dan diamnya
dalam atau di luar rumah, dengan syarat tidak melanggar adalah persetujuannya." (Imam Muslim, t.t : 593-594).
kode etik kesopanan yang diajarkan syari‟at serta tidak Menurut Muhammad AlGhazali, hadis di atas
mempertontonkan hiasan dan kecantikan kepada orang lain, bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan melalui Ibn
tidak mengumbar nafsu, tidak melakukan pergaulan bebas, Abbas dan Aisyah bahwa Nabi menyerahkan sepenuhnya
dan semisalnya (Muhammad Al-Ghazali, 1989: 52-53). kepada gadis untuk memilihnya, sebagaimana hadts yang
artinya: “(Dari Ibn Abbas bahwa seorang anak gadis
menghadap Rasulullah SAW. Dan mengatakan kepada Harb, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin
beliau bahwa ayahnya hendak menikahkannya, sedangkan ia Mahdi telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari
sendiri tidak ingin untuk menikah. Maka Rasulullah SAW, Daud bin Abdullah Al Audi dari Abdurrahman Al Musli dari Al
menyerahkan kepadanya agar ia memilih (antara menerima Asy'ats bin Qais dari Umar bin Al Khathab dari Nabi
keinginan ayah atau menolaknya)” {Imam Abu Dawud: No. shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Seorang laki-
1794}. laki tidaklah ditanya kenapa ia memukul isterinya."
Muhammad Al-Ghazali dalam melihat kontradiksi Secara sepintas hadis di atas tampak
antara satu hadis dan lainnyadikembalikan kepada al-Qur‟an memperbolehkan laki-laki untuk memukul perempuan dengan
yang memberikan hak sepenuhnya kepada perempuan untuk tanpa memperbolehkan untuk ditanya terkait dengan
menikahkan dirinya sendiri, sebagaimana dalam QS. Al- perbuatannya, sedangkan menurut Al-Ghazali terkait dengan
Baqarah ayat 148 yang berbunyi: hadis di atas adalah:“Adakah seorang istri yang dipukuli
suaminya lebih tidak berharga dalam pandangan Allah Swt
ِ ْوا َيأ
ۚ اe ًت ِب ُك ُم ٱهَّلل ُ َج ِميع e۟ ت ۚ أَي َْن َما َت ُكو ُن ۟ ُ ۖ َفٱسْ َت ِبقeَولِ ُك ٍّل ِوجْ َه ٌة ه َُو م َُولِّي َها
ِ وا ْٱل َخي ٰ َْر daripada seekor domba yang ditanduk secara zalim”.
Hadis di atas bertentangan dengan QS. al-Nisa ayat
إِنَّ ٱهَّلل َ َعلَ ٰى ُك ِّل َشىْ ٍء َقدِي ٌر
40:
Artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya
(sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba- ت مِن لَّ ُد ْن ُه أَجْ رً ا ُ إِنَّ ٱهَّلل َ اَل َي ْظلِ ُم م ِْث َقا َل َذرَّ ٍة ۖ َوإِن َت
َ ٰ ك َح َس َن ًة ُي
ِ ض ِع ْف َها َوي ُْؤ
lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja
kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian
عَظِ يمًا
Artinya “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya
(pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan
segala sesuatu.”
sebesar zarrah, niscaya Allah Swt akan melipat gandakan
dan memberikan dari sisi- Nya pahala yang besar.”
3) Hadits Tentang Suami Tidak Boleh Ditanya Mengapa Ia
Selain itu, hadis di atas mengesankan bahwasanya
Memukul Istrinya
agama Islam dituduh sebagai agama yang anti HAM dan
Hadis yang menerangkan tentang suami tidak boleh
secara khusus tidak menghargai kehormatan pribadi kaum
ditanya mengapa ia memukul istrinya terdapat di kitab Sunan
wanita. Dengan demikian, tujuan Muhammad Al-Ghazali
Abu Dawud nomor 1835 yang berbunyi:
dalam mengangkat hadis-hadis yang tampak bertentangan
dengan al-Qur‟an tersebut bukan berarti melemahkan hadis
ْ َة َعنeا أَب ُْو َع َوا َنe َّد َث َنe دِيَّ َحeْرَّ حْ َم ِن بْنُ َمهee ُد الeا َع ْبe َّد َث َنeب َح
ٍ َْح َّد َث َنا ُز َه ْي ُربْنُ َحر yang shahih, tetapi benar-benar berkeinginan agar setiap
ْْس َعن ٍ ْن َقي ِ ثب ِ َعeeليَّ َعنْ اأْل َ َشee دِالرَّ حْ َم ِن ْالم ُْسeeْْن َع ْب ِدهَّللا ِ اأْل َ ْودِيَّ َعنْ َعبِ دَاوُ َدب hadis harus dipahami dalam makna-makna yang ditunjukkan
َ هَّللا َّ al-Qur‟an baik secara langsung maupun tidak langsung.
اee ُل فِ ْي َمeأ ُل الرَّ ُجe َل اَل ي ُْسe لَّ َم َقe ِه ِو َسeلَّى ُ َعلَ ْيe ص َ ِّْن ْال َخطا ِب َعنْ ال َّن ِبي ِ ر بeَ eُع َم
.ُب ام َْرأض َته َ ض َر َ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin
D. Perspektif-Perspektif Perempuan malah sebagai obyek an sich sebagai perhiasan seni yang bernilai
Perempuan adalah sosok manusia multidimensional yang tinggi.
tidak pernah habis dibicarakan dan didiskusikan dari berbagai Konsepsi termarginalisasikannya perempuan tersebut
perspektif: biologi, sosiologi, psikologi, politik, budaya bahkan berlangsung sampai pada abad modern, di mana sejalan dengan
sampai agama. Ia sering diimajinasikan sebagai sosok manusia semakin ditinggalkannya gereja oleh penganut sekularisme, maka
yang senantiasa tidak pernah diperhitungkan dalam kancah lahir pulalah gerakan emansipasi wanita di dunia barat. Gerakan
kehidupan sosial maupun politik. Perempuan lebih banyak emansipasi atau feminisme ini didasarkan pada pengertian bahwa
dijadikan obyek ketimbang subyek, sehingga jika dihadapkan perempuan dan laki-laki memiliki peran yang sama, kedudukan
dengan kaum pria, mereka tidak lebih hanya sebagai pelengkap yang sama (equality). Gema emansipasi ini nampaknya tersahuti
penderita. Itulah sebabnya mengapa sejak berabad-abad silam pula di dunia Islam, sehingga cukup menyibukkan para ulama
muncul tindakan missogini terhadap perempuan, dan nampaknya untuk menetapkan standar hukum mengenai status perempuan di
hal ini mendapatkan legitimasi teologis dalam berbagai agama. hadapan laki-laki. Maka muncullah diskusi dan polemik mengenai
Tidak terkecuali di dalam Islam, di mana sebagian para pakar dan hal ini; sebagian tetap mempertahankan status quo bahwa
ulama masih menonjolkan supremasi kaum pria yang superior, perempuan berada di bawah supremasi laki-laki, sebagian lainnya
sehingga perempuan senantiasa berada dalam posisi marginal menyatakan berstatus sama, terutama yang berkaitan dengan
yang inferior, baik dalam ranah pemimpin agama maupun spiritual. hak-hak sipil. Secara kultural posisi perempuan pada masyarakat
Ungkapan istilah wanita dan perempuan nampaknya Islam tidak jauh berbeda dengan non muslim: tetap termarginalkan,
memang hanya semata persoalan sinonim. Namun jika dirunut bahkan di beberapa negara Islam malah dijadikan harem yang
lebih dalam, ternyata memiliki konotasi dan makna yang berbeda, terkungkung dalam tembok istana.
kendati bagi kaum Hawa sendiri rasanya lebih enak menggunakan
ungkapan kata wanita ketimbang perempuan. Padahal, dalam 1. Perspektif Filsafat
bahasa Sanskerta kata wan itu artinya nafsu, sehingga wanita Dalam tradisi pemikiran filsafat Islam, manusia
artinya yang dinafsui, atau obyek seks; jadi wanita itu obyek nafsu perempuan tidak dibedakan dengan laki-laki, tapi justru
atau seks. Sedangkan perempuan berasal dari kata empu yang disetarakan, sepanjang ia mempunyai kemampuan lebih.
artinya dihargai. Maka, secara simbolik menggunakan istilah Stressingnya adalah kemampuan intelektual dan bukan jenis
perempuan rasanya lebih pas ketimbang wanita, lantaran kelamin. Karena itu, ketika berbicara tentang puisi, al-Farabi
konotasinya yang negatif tersebut. (670-950 M), secara tegas menyatakan bahwa kriteria ungulan
Dalam berbagai kebudayaan lama, perempuan senantiasa sebuah puisi tidak ditentukan oleh siapa yang menyampaikan,
diposisikan sebagai pelayan dan pemuas laki-laki, sehingga oleh laki-laki atau perempuan, melainkan oleh keindahan
karenanya dijadikan barang komoditas yang layak jual. Itulah susunannya.
sebabnya, pada masa pra Islam perempuan diperjual-belikan, Pernyataan tegas al-Farabi tersebut juga dapat dilihat
sedangkan yang berumah tangga sepenuhnya berada di bawah dalam kriteria yang dibuatnya untuk memimpin negara utama.
kekuasaan suaminya. Mereka tidak memiliki hak-hak sipil, bahkan Menurutnya, seorang pemimpin negara utama harus memiliki 12
hak waris pun tidak ada. Dalam peradaban Yunani, perempuan sifat, antara lain: sehata jasmani, kesempurnaan intelektual dan
suka keilmuan, kemampuan berbicara (orator), bermoral baik, Ibn Rusyd. Ibn Sina (980 – 1037 M), salah seorang illuminatif
bijak, memahami tradisi dan budaya bangsanya, dan Islam, juga menyatakan demikian.
kemampuan melahirkan peraturan yang tepat. Semuanya
kriteria mengacu pada hal-hal yang bersifat intelektual dan 2. Persepektif Tasawuf
spriritual. Al-Farabi sama sekali tidak mensyaratkan jenis Sementara itu, dalam perspektif Tasawuf (spiritualitas
kelamin tertentu, harus lakilaki seperti dalam kebanyakan fiqih, Islam), relasi laki-laki perempuan juga tampak adil dan setara.
misalnya. Hal ini disebebkan ajaran utama tasawuf adalah kebersihan hati
Kesetaraan laki-laki perempuan dalam khazanah filsafat dalam upaya mencapai kedekatan dengan Tuhan. Persoalan
Islam juga dapat dibuktikan dalam pemikiran Ibnu Rusyd utamanya adalah bagaimana mencapai Tuhan sedekat-
(11261198 M), tokoh yang dikenal sebagai komentator dekatnya dan bahwa Dia semakin dirindukan dan dicintai. Untuk
Aristoteles. Ketika mengomentari buku Republic karya Plato, di mencapai tingkat tersebut tidak ada syarat laki-laki, karena
mana Plato menyatakan bahwa perempuan adalah makhluk masing-masing orang, laki-laki maupun perempuan, mempunyai
imitasi, Ibn Rusyd secara tegas menolak statemen tersebut kesempatan yang sama. Apalagi jika dikaitkan dengankonsep
dengan menyatakan bahwa hal itu sangat menyesatkan. Sebab, Ibn Arabi (1165 1240 M) yang kontroversial, yaitu wahdat al-
menurutnya, perempuan pada kenyataannya bukan hanya wujud (kesatuan wujud) dan wahdat al-adyan (kesatuan agama).
makhluk yang sekedar pintar berdandan, melainkan juga Dalam konsep ini, Ibn Arabi menyatakan adanya kesatuan
mempunyai kemampuan berbicara yang baik dan juga Tuhan dengan semesta dan kesatuan agama-agama. Ketika
intelektual yang mumpuni. diyakini bahwa tidak ada bedanya Islam dengan agama lain dan
Namun demikian, ketika berkaitan dengan dengan bahkan tidak ada jarak antara Tuhan dengan semesta, lalu apa
hukum fiqih, Ibn Rusyd agaknya berhati-hati dan tidak perbedaan laki-laki dan perempuan?
memperikan tanggapan secara tegas. Dalam kasus imamah Lebih jauh, dalam upaya penyatuan diri dengan Tuhan,
shalat bagi perempuan, misalnya, Ibn Rusyd tidak memberi Ibn Arabi tidak melihat perempuan sebagai sumber maksiat,
hukum karena baginya hal itu tidak ada aturannya dalam nash. melainkan sebagai sarana mencapai Tuhan. Cinta laki-laki
Begitu pula dalam soal jabatan sebagai hakim bagi perempuan, kepada perempuan dan keinginan bersatu dengannya adalah
Meski demikian, Ibn Rusyd masih menjelaskan adanya simbol kecintaan dan kerinduan manusia kepada Tuhan dan
perbedaan pendapat lain yang memperbolehkan perempuan sebaliknya. Dalam esensi cinta perempuan terdapat cinta
perempuan menjadi imam shalat bagi laki-laki dan menjadi kepada Tuhan, dan esensi cintanya kepada Tuhan. Dalam
hakim. Al-Thabari (836-922 M) adalah tokoh yang sebuah hadits juga diriwayatkan, tiga hal yang menjadi
memperbolehkan perempuan menjadi hakim dan imam shalat kesenangan Nabi: perempuan, parfum dan shalat.
bagi makmum laki-laki. Artinya, perempuan sesunguhnya tidak Tidak adanya strata antara laki-laki dan perempuan
ditempatkan sebagai sub-ordinat laki-laki dalam fiqih Ibn Rusyd. dalam tasawuf Islam tersebut tidak hanya dalam konsep,
Penilaian laki-laki perempuan yang tidak didasarkan atas jenis melainkan juga dalam pergaulan sehari-hari. Dalam kisah-kisah
kelamin melainkan pada kemampuan intelektual dan spiritual sufis, laki-laki bukan mahram secara rutin berkunjung kepada
seperti di atas, tidak hanya dalam pemikiran Al-Farabi maupun wanita sufi di rumahnya, menemui mereka di berbagai tempat
dan berdiskusi tentang masalah spiritual bersama mereka. seputar boleh tidaknya perempuan menjadi imam (pemimpin),
Begitu pula perempuan mengunjungi laki-laki, duduk bersama terutama bagi laki-laki. Berbagai pendapat pun mengemuka,
mereka dan menyuarakan perasaan batin mereka. Selain itu, baik yang pro maupun yang kontra, disertai dengan berbagai
perempuan sufi juga mengikuti pertemuan-pertemuan kaum argumentasinya. Bagi yang setuju, berargumen: 1) tidak ada
sufis dalam majlis zikir dan mengadakan kegiatan-kegiatan satu teks pun dalam al-Qur’an dan Hadits yang melarang
tersebut di rumah mereka yang dihadiri laki-laki. perempuan memimpin laki-laki dalam shalat serta yang menolak
Kebersamaan mereka dilakukan secara wajar dan tanpa hak mereka untuk memberikan khutbah, 2) al-Qur’an
halangan. Fathimah istri Ahmad ibn Khazruya (w. 864 M) menegaskan kapasitas perempuan untuk memimpin komunitas,
dikisahkan sering bertemu dengan Abu Yazid al-Busthami (w. baik dalam bidang politik maupun spiritual, 3) kondisi yang
877) dan berdiskusi tentang spiritual dengannya tanpa dibutuhkan untuk memberikan khutbah adalah memiliki
menggunakan kerudung dan tutup tangan, sehingga perhiasan pengetahuan tentang al-Qur’an, sunnah, ajaranajaran islam, dan
dan cat kukunya tampak. Suaminya cemburu dan mengecam beriman kepada Allah, dan 4) Nabi saw dulu juga pernah
Fathimah, tetapi Fathimah menjawab bahwa dalam hatinya memberikan izin Ummu Waraqah untuk menjadi imam dalam
hanya ada Tuhan. Namun, menurut Roded, bebasnya pergaulan keluarganya yang jamaahnya tidak hanya perempuan, tapi juga
lakilaki dan perempuan sufi tersebut telah menyebabkan mereka laki-laki dengen pertimbangan kelebihan ilmu agama yang
dituduh melakukan tindakan yang tidak pantas dan kebanyakan dimilikinya.
penulis biografi sufi meragukan apakah pertemuan mereka Sementara kalangan yang yang kontra, seperti Syeikh
benarbenar karena persoalan spiritual. Sayed Tantawi (seorang mufti besar Saudi Arabia, Imam para
ulama Makkah dan Madinah), Yusuf Qardhawi (presiden the
3. Perspektif fiqh European Council for Fatwa and Research), dan beberapa
Pada 18 Maret 2005, terjadi peristiwa yang cukup ulama di seluruh dunia, mengecam tindakan Amina sebagai
menghebohkan dunia Islam. Adalah Amina Wadud Muhsin, bid’ah. Dalam statementnya yang dipublikasikan di Islam online,
seorang feminis Islam dari Amerika Utara, memimpin shalat Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa yang boleh menjadi imam
Jum’at yang diikuti 100 orang jamaah, baik laki-laki maupun hanya laki-laki. Shalat merupakan sebuah ritual dengan
perempuan di sebuah gereja Anglikan, Manhattan, New York. beberapa gerakan yang tidak memungkinkan wanita menjadi
Peristiwa ini mendapatkan kecaman publik, tidak hanya di imam karena secara natural kondisi fisiknya dapat
Amerika, tapi juga di seluruh dunia, bahkan sekelompok orang di membangkitkan nafsu lakilaki sehingga akan mengganggu
Amerika mengancam akan meledakkan bom di tempat perhatian dan konsentrasi mereka, serta menghilangkan
berlangsungnya shalat Jum’at yang sedianya akan dilakukan di atmosfer spiritual yang dibutuhkan dalam shalat. Pendapat yang
Sundaram Tagore Gallery. Namun, dengan pertimbangan senada juga dinyatakan oleh the Assembly of Moslem Jurist of
keamanan, akhirnya dipindahkan di gereja. Berbagai reaksi pun america.
muncul di kalangan para ulama, yang sekaligus menghadirkan Pandangan Yususf Qardhawi di atas mewakili pendapat
kembali polemik yang selama ini terkubur dalam peta pemikiran mainstream pemikir Islam terkait dengan kepemimpinan
umat Islam. Tindakannya ini memicu kembali kontroversi perempuan dalam ibadah. Dasar penolakannya terhadap imam
perempuan tersebut dengan alasan bahwa perempuan adalah bacaannya, kemudian yang paling baik bacaannya saja, dan jika
“pembangkit birahi kaum pria”. Hal itu menyiratkan pemikirannya tidak ada maka baru mereka yang paling paham tentang
bahwa eksistensi perempuan dikonsepsikan hanya sebagai masalah shalat. Namun, jika masih ditemukan ada yang sama,
makhluk sensual, di mana tubuhnya hanya dimaknai sebagai maka ditentukan melalui undian. Syafi’iyah memberikan
lokus perangsang nafsu laki-laku. Konsepsi ini kemudian persyaratan penguasa dan imam masjid lebih didahulukan
dijadikan legitimasi untuk membatasi gerak perempuan terbatas daripada mereka yang lebih paham terhadap masalah shalat
pada ruang-ruang domestik karena kebebasan untuk dan baru kemudian mereka yang paling baik bacaannya.
mengakses dunia publik justru akan menimbulkan fitnah. Berbeda dengan tradisi Sunni, kalangan Syi’ah lebih
Polemik mengenai kepemimpinan perempuan dalam mendahulukan para imam mereka. Apabila terdapat kesamaan,
ranah agama, telah lama dibicarakan dalam fiqih ibadah. Hal ini maka yang didahulukan adalah yang lebih paham terhadap
nampak pada adanya berbagai kriteria yang ditetapkan ulama ajaran agama, lebih baik bacaannya, yang lebih tua umurnya.
bagi orang-orang yang akan didaulat menjadi imam shalat. Para Secara umum, dari pendapat para ulama di atas
ulama saling berbeda pendapat dalam menetapkan syarat imam terdapat beberapa kriteria yang bersifat substansial, yang
shalat. Mainstream ulama memberikan beberapa kriteria, antara disepakati oleh mereka, yakni kemampuan bacaan dan
lain: Islam, berakal, baligh, pria, suci dari hadats dan kotoran, kapasitas ilmu agama yang baik. Hal ini didasarkan pada Hadis
bacaanya baik, alim, dan sebagainya. Secara terperinci, Abu Nabi. Sementara kriteria-kriteria lain, seperti umur, kedudukan,
Hanifah mendahulukan mereka yang lebih atas pengetahuan akhlak, dan lain sebagainya, menjadi tidak terlalu substansial
hukum-hukum, kemudian yang paling baik bacaannya, dibandingkan kedua kriteria di atas. Namun, beberapa ulama
kemudian mereka yang wara’, Islam, berumur, memiliki akhlak memberikan persyaratan khusus terkait dengan kriteria jenis
mulia, tampan wajahnya, baik nasabnya, dan paling bersih kelamin, yang hanya membolehkan laki-laki sebagai imam.
pakaiannya. Apabila terdapat sejumlah orang yang sama Sementara itu, perempuan hanya diperbolehkan imam bagi
kriterianya, maka diadakan undian untuk memilih salah seorang kaumnya saja.
yang berhak menjadi imam. Persoalan tentang boleh tidaknya perempuan menjadi
Senada dengan pandangan Hanafiyah, Malikiyah imam shalat, lebih jauh telah mewarnai pemikiran ulama sejak
memberikan syarat-syarat kepemimpinan shalat secara agak dahulu. Imam Malik dan Abu Hanifah, misalnya, tidak
luas, mencakup ke arah imamah kubro, dan memperluas memperbolehkan perempuan sebagai imam bagi laki-laki karena
syaratsyaratnya. Adapun persyaratan secara rinci yang imamah merupakan martabat yang agung. Oleh karenanya,
dikemukakan Malikiyah adalah lebih mendahulukan sultan hanya dapat dilakukan oleh laki-laki. Hal ini berlaku secara
(penguasa) atau wakilnya, imam masjid, penghuni rumah, yang mutlak. Berbeda dengan keduanya, al-Syaf’iy dan Ahmad bin
paling tahu tentang masalah shalat, yang paling adil, yang paling Hanbal membolehkan perempuan untuk mengimami sesama
baik bacaannya, yang lebih dulu Islamnya, dan jika sama akan perempuan saja dan menolak imam perempuan bagi laki-laki.
diadakan undian untuk menentukannya. Secara umum, ada beberapa argumentasi yang
Sementara itu, Hanabilah berpandangan bahwa yang digunakan para ulama untuk menolak imam perempuan bagi
berhak menjadi imam adalah yang paling paham dan paling baik laki-laki:
a. Surat an-Nisa’ ayat 34, menyatakan bahwa laki-laki adalah saw : “Wahai Rasulullah, izinkan aku ikut perang bersamamu,
pemimpin bagi perempuan. Kepemimpinan laki-laki dalam aku akan merawat meraka yang sakit. Mudah-mudahan Allah
ayat ini, kemudian dijadikan legitimasi haknya untuk menganugerahi aku sebagai orang yang mati syahid.” Nabi
memimpin dalam bidang apapun tak terkecuali ibadah menjawab, “Sebaiknya kamu tinggal di rumahmu saja. Allah
sehingga imamah menjadi privilege dan kewenangan laki- akan menganugerahimu mati syahid.”
laki. Konsekuensinya, perempuan hanya berhak menjadi Abdurrahman bin al-Khallad mengatakan, “Dia
makmum dalam semua aspek kehidupannya termasuk kemudian dipanggil syahidah.” Dia mengatakan, “Ummu
dalam shalat. Waraqah, setelah membaca al- Qur’an meminta izin kepada
b. Dalam Hadis riwayat Ibnu Majah, Rasulullah bersabda, Nabi saw agar diperkenankan mengambil seorang muadzin, dan
“Janganlah sekali-kali perempuan menjadi imam shalat bagi beliau mengizinkan.” Perempuan itu mengasuh seorang laki-laki
laki-laki, orang Arab Baduwi bagi orang-orang Muhajir, dan dan perempuan sebagai pembantunya.”
orang jahat bagi orang mukmin”. (Hadis Riwayat Ibnu Dalam Hadis lain dinyatakan bahwa Abdurrahman bin
Majah). Hadis pelarangan perempuan menjadi imam Khallad mengatakan bahwa Nabi saw pernah mendatangi
dijadikan dalil oleh para ulama untuk menolak imamah rumahnya dan memberinya muadzin dan menyuruhnya (Ummu
perempuan, namun menurut imam Nawawi, Hadis ini Waraqah) menjadi imam bagi penghuni rumahnya.
berkualitas da’if. Abdurrahman mengatakan, “Aku benar-benar melihat,
c. Argumentasi lain yang digunakan untuk menolak muadzinnya adalah seorang laki-laki tua”.
kepemimpinan perempuan dalam shalat adalah bahwa Meskipun hadis Ummu Waraqah di atas tidak diragukan
perempuan adalah “pembangkit birahi kaum pria”. Alasan ini kualitas kesahihannya, namun beberapa ulama berusaha
menyiratkan bahwa eksistensi perempuan dikonsepsikan memberikan interpretasi yang hakikatnya membatasi otoritas
hanya sebagai makhluk sensual, di mana tubuhnya hanya perempuan sebagai imam bagi laki-laki. Ibnu Qudamah, yang
dimaknai sebagai lokus perangsang nafsu laki-laki. Konsepsi terkenal dengan sebutan syeikhnya para pengikut Hanbali,
ini kemudian dijadikan legitimasi untuk membatasi gerak dalam Al- Mughni, menjelaskan penafsirannya atas Hadis
perempuan terbatas pada ruang-ruang domestik karena tersebut. Pertama. Ummu Waraqah diizinkan Nabi untuk
kebebasan untuk mengakses dunia publik justru akan mengimami jamaah perempuan. Hal ini, misalnya diperkuat oleh
menimbulkan fitnah. hadis riwayat Daraquthni. Kedua, kalaupun di antara jamaahnya
Berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya, Abu ada laki-laki, maka sesungguhnya peristiwa ini berkaitan dengan
Saur, salah satu eksponen mazhab Syafi’i; Imam Mazni tokoh shalat sunnah karena sebagian dari fuqaha mazhab Hanbali
besar yang menjadi murid utama Imam Syafi’i; Abu Dawud memang membolehkan perempuan menjadi imam dalam shalat
alIsfahani, pendiri mazhab Thahiri; serta Thabari, seorang ahli tarawih. Ketiga, apabila kisah Ummu Waraqah benar-benar
tafsir dan pencipta mazhab fiqh, membolehkan imam berkaitan dengan shalat wajib, maka ketentuan itu harus
perempuan atas laki-laki berdasarkan Hadis Ummu Waraqah dimaknai bersifat kasuistik dan khusus untuk Ummu Waraqah,
yang Artinya: Ketika Nabi saw akan berangkat perang Badar, sebab ketentuan tersebut tidak pernah disyari’atkan kepada
Ummu Waraqah mengatakan: Aku katakan kepada Rasulullah perempuan lain. Atas dasar analisis tersebut, Ibnu Qudamah
tetap berkesimpulan bahwa perempuan tidak boleh menjadi ditetapkan mereka atau tidak, tapi lebih pada kelemahan-
imam bagi makmum laki-laki. kelemahan yang dipandang inheren dalam perempuan, yang
Perdebatan para ulama tentang imam perempuan atas tidak memungkinkannya menduduki posisi sebagai imam.
lakilaki dalam shalat telah melahirkan dua kelompok yang Hal lain yang menunjukkan inkonsistensi ulama adalah
berseberangan. Pertama, kelompok kontra yang diwakili oleh sikap mereka terhadap hadis Ummu Waraqah. Hadis tersebut
para imam empat mazhab (Syafi’i, Maliki, Hanbali, dan Hanafi), dalam berbagai jalurnya telah memenuhi kualifikasi Hadis sahih.
yang kemudian berlanjut pada para ulama belakangan, seperti Oleh karenanya, ia dapat diterima sebagai hujjah atas
Yusuf Qardhawi, dan sebagainya. Kedua, adalah kelompok kebolehan perempuan menjadi imam laki-laki. Namun, sebagian
yang membolehkan imam perempuan bagi laki-laki, yang ulama menolak Hadis ini sebagai dalil, dengan mengajukan
diwakili oleh para ulama salaf seperti Tabari, Abu Saur, dan lain- Hadis lain yang melarang perempuan menjadi imam laki-laki.
lain, yang kemudian berlanjut pada ulama kontemporer, seperti Sementara Hadis tersebut, oleh Imam Nawawi dinilai berkualitas
Amina Wadud Muhsin. da’if. Sebagian ulama lain mengakui keotentikan Hadis tersebut,
Diskursus pemikiran ulama yang menolak namun mereka berupaya memberikan interpretasi yang
kepemimpinan perempuan dalam shalat tampaknya masih membatasi batasan dan otoritas imam perempuan, seperti
berada dalam kerangka tradisi patriarkhi, sehingga pembahasan tercermin dalam pandangan ibnu Qudamah di atas.
tentang perempuan dalam kajian fiqh selalu ditempatkan dalam Padahal, kalau dianalisis lebih jauh interpretasi Ibnu
posisi marginal atau ’berbeda’. Berbagai persyaratan khusus Qudamah terhadap Hadis Ummu Waraqah, dapat ditemukan
selalu diatributkan kepada perempuan dalam berbagai status beberapa kelemahan yang mendasar, yang sekaligus dapat
legalnya, yang kemudian dikaitkan dengan kelemahan- menggugurkan analisisnya. Analisis pertamanya bahwa Ummu
kelemahan yang dianggap inheren dalam diri perempuan, Waraqah hanya mengimami jamaah perempuan tidak berdasar,
seperti kurang akal, kurang agama, pembuat fitnah, dan sebab tingkat kesahihan Hadis Ummu Waraqah yang
sebagainya. menyebutkan bahwa di antara makmumnya ada laki-laki, diakui
Kecenderungan ini, pada gilirannya melahirkan oleh para sarjana Hadis. Analisis keduanya bahwa kebolehan
inkonsistensi dalam kajian-kajian fiqh perempuan. Tentang perempuan sebagai imam hanya sebatas pada shalat sunnah,
kualifikasi imam, misalnya keempat imam di atas, sepakat juga lemah, sebab shalat sunnah tidak disyari’atkan adanya
menjadikan kualitas pemahaman agama dan al-Qur’an sebagai adzan.
kualifikasi substansial yang harus dipenuhi imam, baru Sementara itu, dalam Hadis di atas, jelas-jelas
kemudian beberapa kualifikasi lain seperti umur, posisi, akhlak, dinyatakan bahwa Nabi menunjuk seseorang
dan lainlain. Sementara itu, kualifikasi tentang jenis kelamin mengumandangkan adzan. Lebih-lebih jika posisi imam harus
tidak disebutkan dalam persyaratan-persyaratan imam secara dibelakang makmum laki-laki, tentu bukan disebut sebagai imam
umum. Namun, di lain pihak, ketika muncul persoalan tentang lagi. Analisis ketiganya bahwa peristiwa Ummu Waraqah bersifat
boleh tidaknya perempuan menjadi imam, keempat ulama di khusus, juga memiliki kelemahan. Jika hanya karena terjadi
atas serta merta menolak. Akan tetapi, penolakan ini tidak pada Ummu Waraqah sendiri, bukankah banyak peristiwa
didasarkan pada apakah perempuan memenuhi kualifikasi yang hukum syari’ah yang diderivasi dari peristiwa tertentu. Dalam
kaidah ushuliyah dikenal suatu prinsip bahwa al-’ibrah bi ’umum pemikiran dan opini hukum Islam yang maju, namun tidak
al-lafdz la bi khusus al-sabab (ketentuan hukum itu diambil dari popular dan tidak muncul ke permukaan. Hal ini terjadi karena
keumuman lafadz, bukan dari kekhususan sebab). Islam yang kita warisi ini adalah Islam politik; selalu ada
Kerangka berpikir yang melandasi pandangan para kekuasaan-kekuasaan politik yang memihak
ulama dalam kajian-kajian tentang fiqh perempuan secara pandanganpandangan tertentu dan melenyapkan pandangan
umum, dan imam perempuan secara khusus cenderung lainnya. Pandangan-pandangan utama, yang tampil dan
memposisikan perempuan sebagai ’yang lain’ (the other), didukung penguasa (dinasti-dinasti) Islam yang berumur
sehingga perlakuanperlakuan yang berbeda dan lain selalu panjang, telah dengan jelas memperlihatkan bentuk wacana
diterapkan dalam pembahasan-pembahasan perempuan dalam yang patriarkhis.
fiqh. Hal ini juga ditegaskan secara jujur dan lugas oleh Ibnu
Rusyd dalam Bidayat al-Mujtahid, “Dalam tema ini, (perempuan
sebagai imam bagi laki-laki) banyak sekali persoalan yang
menyangkut sifat-sifat yang dipersyaratkan dalam diri seorang
imam. Kami memilih tidak menguraikannya secara panjang lebar
karena (seolah-olah) diredam dalam wacana hukum syari’ah”.
Konsekuensi lebih lanjut dari wacana pemikiran di atas adalah
tampilnya pemikiranpemikiran Islam yang sesuai dengan
ideologi mainstream para ulama yang mendukung kepentingan
patriarkhis.
Sementara itu, pandangan-pandangan yang minoritas,
seperti kebolehan perempuan sebagai imam shalat yang
dipegang Ibnu Jarir al-Thabari, Abi Tsaur, dan al-Mazini, tidak
tampil ke permukaan, bahkan hampir terkubur dalam pemikiran
dan kesadaran kolektif umat Islam. Ketika persoalan ini
dimuncul kembali, maka kemapanan pemikiran Islam yang
mainstream pun terusik. Oleh karenanya, kebanyakan para
ulama bersikap sangat reaksioner, bahkan menuduh Amina
Wadud Muhsin sebagai pembuat bid’ah dan murtad, dan
seakan-akan apa yang dilakukannya merupakan suatu hal yang
benar-benar baru.
Hal ini juga yang menjadi pertanyaan besar dalam diri
K.H. Husein Muhammad. Menurutnya, sejarah pemikiran Islam
yang sangat panjang ini banyak menyembunyikan sisi lain
pemikiran Islam yang tidak mainstream. Padahal, banyak sekali
HUKUM ISLAM DI INDONESIA India adalah sebagai sebuah bentuk propaganda, bahwa Islam
yang datang ke Asia Tenggara itu tidak murni.