NIM: 11201020000059
Kelas: B
RESUME
Kemanusiaan Universal 2
Perspektif Teoritis-Komparatif
Pentinya merawat persaudaraan antarbangsa terbukti dari andil bangsa-
bangsa lain dalam mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia secara de
facto dan de jure. Kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia pun didukung oleh
berbagai negara bahkan sebelum proklamasi dilakukan, seperti Arab dan
Palestina. Setelah diproklamasikan, Mesir disusul oleh negara-negara Liga Arab
(Irak, Libanon, Arab Saudi, Syria, Yaman, Yordania, dan Mesir) mengakui
Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Pada saat Belanda melakukan agresi
militer Belanda I, banyak negara mendukung Indonesia hingga di diskusikan
bersama masalah tersebut dalam sidang Dewan Keamanan.
Dengan kesadaran akan pentingnya solidaritas internasional, segera setelah
Belanda mengakui ekdaulatan Indonesia, Indonesia lebih erat melakukan
pergaulan antarbangsa dengan resmi menjadi anggota PBB pada 28 September
1950.
1
sekutunya (Blok Timur) sebagai negara komunis pertama di dunia. Persaingan
yang sengit di antara kedua blok mencakup koalisi militer seperti ideologi,
psikologi, dan telik sandi, kemudian bidang industri, pengembangan teknologi,
persenjataan, perlobaan nuklir, dll. Selama perang dingin, pelaksanaan proyek
HAM PBB mengalami hambatan yang serius yang ditimblkan oleh kombinasi
konflik Timur-Barat serta pembelahan Utara-Selatan.
2
penentuan waktu atau penahapan implementasi HAM dan penegaknya. Perbedaan
perspektif itu diantaranya disebut universalisme dengan partikularisme.
Kaum universalis menegaskan bahwa HAM adalah hak semua orang.
Karena HAM itu hak alami, tidak ada alsan bagi negara atau penguasa untuk
mengasingkan HAM dari warga negaranya. Disisi lain, kaum partikularis (kultur
relativis) memersepsi bahwa norma-norma HAM tidak muncul dari ruang hampa
melainkan dibentuk oleh seperangkat pengalaman masyarakat tertentu. Karena
setiap masyarakat memiliki kondisi sejarahnya sendiri, hanya aspek-aspek HAM
tertentu yang dapat diterapkan pada masyarakat tertentu dan akan berbeda dari
suatu masyarakat ke masyarakat lain (Hernandez, 1995: 5).
Kaum universalis (Barat) menuduh pemerintah negara Dunia Ketiga
mengeksploitasi argumen partikularis untuk membenarkan kuatnya negara
sehingga melahirkan kebijakan represif dan menerapkan tujuan-tujuan nasional
demi kesejahteraan masyarakat (Cohen, 1996). Sementara itu, kaum partikularis
(pemerintah-pemerintah negara Dunia Ketiga) mengklaim bahwa alasan
universalis digunakan pemerintah-pemerintah Barat sebagai senjata politik guna
menekan daya kompetitif ekonomi dalam pembangunna ekonomi.
3
Globalisasi memang meningkatkan kesadaran akan HAM di Dunia Ketiga,
namun sekaligus juga memasok hambatan baru yang membuat HAM sulit
diimplementasikan dalam pembangunan. Dengan perluasan pasar tanpa
kepedulian sosial, globalisasi pasar meningkatkan ketidaksetaraan di dalam
negara. Organisasi-organisasi supranasional dan perusahaan-perusahaan
multinasional dengan kekuatan modal raksasa memang semakin menyurutkan
peran pemerintah dalam suatu negara-bangsa, namu peran pemerintah ditengah
arus globalisasi ini tentunya masih banyak. Negara-bangsa juga masih memiliki
peran sentral dalam penegakkan HAM internasional. Peran negara pun masih
penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dan juga akan tetap
berperan sebagai lokus utama bagi identitas warganya.
Dengan demikian, harus ada keseimbangan antara komitmen
internasionalisme dan nasionalisme, pemberdayaan international governance dan
pemberdayaan negara-bangsa. Pada titik ini, antisipasi sila kedua Pancasila seperti
dikemukakan oleh Soekarno sudah tepat, yaitu “Internasionalisme tidak dapat
hidup subur kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme
tidak dapat hidup subur, kalau tidak ada dalam tamansariya internasionalisme’
4
DAFTAR PUSTAKA