Anda di halaman 1dari 14

FILSFAT ILMU

“Budaya Ilmiah”

Penulis

Athalia Anastasia Talaway 012018036301


Asri Laksitarini 012018136305
Syadza Zahrah Shedyta 012018176303
Andy Anthony Parung 012018066313
Alifferdi Rahman Wiyono 012018066303
Dionisius Nico Oetomo 012018066309
Andre Ansyah Halim 012018156305
Dhinta Feritsya Chita 012018166313
Arie Novrianda Nasir 012018166308
Nieko Caesar Agung Martino 012018166310

Dosen Pengajar :

Dr. Achmad C. Romdhoni dr SpTHT-KL(K)

MKDU 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
BAB 1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Budaya atau buddhayah dalam bahasa Sanskerta , merupakan bentuk jamak dari
buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.1
Budaya ilmiah ialah segala aktivitas akademik yang dalam pelaksanaannya
didasarkan dari hasil-hasil penelitian ilmiah. Budaya ilmiah sendiri menempatkan
perkataan dan perbuatan dengan landasan ilmiah. Manusia berbudaya ilmiah adalah
orang yang pada setiap pikiran, sikap dan perilaku didasarkan pada logika dan akal.
Budaya ilmiah dapat diartikan budaya yang mengedepankan suatu proses obyektifitas,
berkomunikasi secara sehat dan konstruktif yang tendensi pergulatan pemikirannya
sangat dipengaruhi oleh khasanah yang ilmiah.2 Dalam Budaya ilmiah ini terdapat
pedoman cara berpikir, bersikap dan berperilaku serta bertindak sesuai dengan etika dan
kaidah-kaidah keilmuan.
Usaha untuk membudayakan berpikir ilmiah dalam masyarakat pada hakikatnya
mempunyai dua tujuan. tujuan yang pertama ialah mengembangkan nilai-nilai dan tata
hidup dalam masyarakat agar selaras dengan peningkatan berpikir ilmiah. sedangkan
tujuan yang kedua adalah memanfaatkan sarana-sarana kebudayaan agar lebih fungsional
sebagai sarana pendidikan3. Salah satu tolak ukur kemajuan ilmu dapat dikaitkan dengan
berapa jauh cara berpikir ilmiah diterapkan dalam masyarakat. Dalam hal ini dapat
disebutkan bahwa suatu masyarakat berorientasi kepada ilmu kalau sampai tahap tahap
tertentu cara berpikirnya merujuk kepada hakikat ilmu. Cara berpikir disini bukan saja
mencakup kegiatan ilmiah yang bersifat formal seperti pendidikan dan penelitian tetapi
sekaligus mencakup pencerminan keilmuwan dalam kegiatan sehari-hari. Sehingga,
peningkatan pendidikan keilmuan dalam sistem pendidikan harus disertai dengan usaha
untuk membudayakan berpikir ilmiah dalam masyarakat kita.
Budaya ilmiah sudah selayaknya kita kembangkan dalam pendidikan seperti
budaya keterbukaan, budaya kejujuran, budaya berpikir dan berbicara secara relevan,
budaya penghargaan, dan rasa ingin tahu dan memiliki ilmu. Hal inilah yang menjadi
tantangan karena sebagian besar dari kita hanya menganggap budaya ilmiah sebagai
suatu proses memandang suatu kebenaran tanpa menempatkan perilaku dan tindakan
ilmiah. Maka sangat penting bagi kita, terutama di Indonesia untuk menanamkan budaya
ilmiah sejak dini sehingga budaya ilmiah ini menjadi karakter individu masyarakat
Indonesia dan menjadi suatu budaya bangsa dalam lingkup yang lebih luas. 4

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.2.1. Apakah yang dimaksud dengan budaya ilmiah?
1.2.2. Apa saja ciri-ciri dan perspektif budaya ilmiah?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan masyarakat ilmiah?
1.2.4 Apa yang dimaksud dengan sikap ilmiah?
1.2.5. Apa saja aplikasi dan implementasi budaya ilmiah pada mahasiswa?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui yang dimaksud dengan budaya ilmiah
1.3.2 Tujuan Khusus
- Mengetahui definisi budaya ilmiah
- Mengetahui ciri dan perspektif budaya imiah
- Mengetahui masyarakat ilmiah, sikap ilmiah
- Mengetahui implementasi budaya ilmiah pada mahasiswa
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Budaya Ilmiah


Budaya ilmiah dapat diartikan sebagai segala cara berpikir, cara bersikap dan
berperilaku serta cara bertindak manusia yang berkecimpung dalam dunia ilmu, sesuai
dengan kaidah-kaidah keilmuan dan etika ilmu. Karena budaya ilmiah adalah budaya
yang sesuai dengan kaidah-kaidah, maka budaya ilmiah sangat erat kaitannya dengan
filsafat ilmu dan etika ilmiah.4
Dapat dikatakan bahwa budaya ilmah, filsafat ilmu dan etika ilmiah adalah tiga
hal yang tidak dapat dipisah tetapi dapat dibedakan. Filsafat ilmu adalah kegiatan
berpikir yang berupaya untuk memahami secara mendasar dan mendalam tentang ilmu,
termasuk di dalamnya kaidah-kaidah dan etika ilmu. Sedangkan etika ilmiah
membicarakan kepribadian seorang individu manusia apakah sesuai atau tidak hati
nurani, ucapan atau perbuatannya dengan budaya ilmiah, etika ilmu dan kaidah
keilmuan.4
Bicara tentang budaya terbesit dalam pikiran tentang suatu kebiasaan yang turun
temurun, bisa dikatakan budaya merupakan tradisi bertahun-tahun yang diwariskan dari
generasi sebelumnya, dan biasanya dipegang teguh oleh suatu kelompok masyarakat
yang menghargai para pendahulunya. Namun bagaimana bila dihubungkan dengan
istilah ilmiah, kata ilmiah biasanya merujuk kepada sesuatu yang empiris atau sudah
melalui proses pembuktian fakta dan teruji kebenarannya dan terpercaya sebelum
terungkap fakta-fakta baru, sesuatu yang bersifat ilmiah akan terus menjadi hal yang
dianggap benar. Jadi budaya ilmiah bisa diartikan suatu tradisi atau kebiasaan yang
dicirikan dengan adanya pembuktian – pembuktian rasionalitas manusia, sebab akibat
yang dibuktikan dengan sebuah data, analisa dan pengecekan atau pemeriksaan terhadap
benar dan tidaknya suatu fakta.4
2.2 Ciri-Ciri dan Perspektif Budaya Ilmiah
2.2.1. Ciri Budaya Ilmiah4
Budaya ilmiah dicirikan dengan adanya pembuktian-pembuktian
rasionalitas manusaia, sebab akibat yang dibuktikan dengan sebuah data, Analisa
dan pengecekan atau pemeriksaan terhadap benar atau tidaknya suatu fakta.
Contohnya:
1. Bermetoda saintifik
2. Penilaian dari rekan sejawat (peer-reviewed system)
3. Akumulasi dari pengetahuan yang dipublikasikan dalam peer-reviewed
journal dan disimpan untuk bahan rujukan.
4. Buku catatan laboratorium – (Catatan: Saya mengamati bahwa kawan-kawan
saya juga dosen, walaupun mereka lulusan dari perguruan tinggi ternama,
mereka tidak mempunyai buku ini, walaupun ada – tetapi tidak ditulis dengan
cara yang betul)

2.2.2 Perspektif Budaya Ilmiah4


Budaya ilmiah bukan hanya sekedar bagaimana kita memandang sebuah
kebenaran, tapi lebih pada bagaimana kita menempatkan sebuah pemikiran yang
orisinil yang membudayakan kebenaran. Sehingga budaya itu mempunyai nilai
yang luhur yang merupakan hasil karya manusia. Budaya biasanya erat
hubungannya dengan dunia pendidikan.

2.3. Masyarakat Ilmiah


Masyarakat ilmiah memiliki ciri – ciri antara lain sebagai berikut:5
1. Kritis
2. Objektif
3. Analits
4. Kreatif dan konstruktif
5. Terbuka untuk menerima kritik
6. Menghargai waktu dan prestasi ilmiah/akademik
7. Bebas dari prasangka
8. Kesejawatan/kemitraan khusus
9. Dialogis
10. Memiliki dan menjunjung tinggi norma dan susila akademik serta tradisi ilmiah
11. Dinamis
12. Berorientasi ke masa depan

Beberapa budaya ilmiah yang perlu dikembangkan dalam kehidupan ilmiah di perguruan
tinggi antara lain:4
1. Budaya untuk meragukan sesuatu yang tidak dapat diinderanya;
2. budaya keterbukaan;
3. budaya kejujuran;
4. budaya keberanian;
5. budaya berpikir dan berbicara seca rarelevan;
6. budaya universalisme ilmu;
7. budaya kesetaraan;
8. budaya penghargaan; dan
9. sifat memiliki ilmu.

2.4. Sikap Ilmiah


Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus ada pada diri seorang ilmuwan atau
akademisi ketika menghadapi persoalan-persoalan ilmiah. Sikap ilmiah ini perlu dibiasakan
yang dimulai dari pembelajaran di dalam kelas sampai pada berbagai forum ilmiah,
misalnya dalam seminar, diskusi, loka karya, sarasehan, dan penulisan karya ilmiah.6
Sikap ilmiah yang perlu dimiliki para ilmuwan menurut Abbas Hamami M., (1996)
sedikitnya ada enam yaitu :7
1. Tidak ada rasa pamrih (disinterstedness), artinya suatu sikap yang diarahkan untuk
mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektif dengan menghilangkan pamrih atau
kesenangan pribadi.
2. Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan mampu mengadakan
pemilihan terhadap pelbagai hal yang dihadapi. Misalnya hipotesis yang beragam,
metodologi yang masing-masing menunjukkan kekuatannya masing-masing, atau , cara
penyimpulan yang satu cukup berbeda walaupun masing-masing menunjukkan akurasinya.
3. Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun terhadap alat-alat indera
serta budi (mind).
4. Adanya sikap yang berdasar pada suatu kepercayaan (belief) dan dengan merasa pasti
(conviction) bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian.
5. Adanya suatu kegiatan rutin bahwa seorang ilmuwan harus selalu tidak puas terhadap
penelitian yang telah dilakukan, sehingga selalu ada dorongan untuk riset, dan riset sebagai
aktivitas yang menonjol dalam hidupnya.
6. Seorang ilmuwan harus memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak untuk
mengembangkan ilmu untuk kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia, lebih khusus
untuk pembangunan bangsa dan negara.

2.5. Aplikasi dan Implementasi Budaya Ilmiah Pada Mahasiswa


2.5.1. Aplikasi Budaya Ilmiah pada Mahasiswa
Budaya ilmiah di Indonesia dapat terbilang masih lemah dan minim.
Dikarenakan hal tersebut, DIKTI memberikan keputusan dalam upaya
membangun Kembali budaya ilmiah di kalangan perguruan tinggi, yang mana
keputusan ini delaiknya didukung oleh semua pihak. Keputusan tersebut yakni,
penelitian menjadi syarat kelulusan program sarjana, magister, dan doktor.
Keputusan ini tak ayal menjadi pembicaraan hangat di kalangan perguruan tinggi.
Ditjen Dikti membuat keputusan ini pun tentu bukan tanpa alasan dan
pertimbangan. Di satu sisi, kebijakan tersebut merupakan terobosan bagus demi
meningkatkan produktivitas karya ilmiah para akademisi Perguruan Tinggi (PT)
di negeri ini. Mungkin bisa dikatakan Dikti gerah dengan minimnya publikasi
jurnal ilmiah Indonesia jika dibandingkan dengan Negara lain. Saat ini, di jajaran
pendidikan tinggi ada perbincangan ‘yang cukup hangat’ dengan keluarnya surat
edaran bernomor 152/E/T/2012 terkait publikasi karya ilmiah. Alasan
dikeluarkannya surat itu karena jumlah karya ilmiah perguruan tinggi di Indonesia
masih sangat rendah. Bahkan, hanya sepertujuh dari jumlah karya ilmiah
perguruan tinggi di Malaysia (Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan).
Diantara bunyi ketentuan itu adalah:8

1. Untuk lulus program Sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada
jurnal ilmiah.

2. Untuk lulus program Magister harus telah menghasilkan makalah yang terbit
pada jurnal lmiah nasional, diutamakan yang terakreditasi Dikti.

3. Untuk lulus program Doktor harus telah menghasilkan makalah yang


diterima untuk terbit pada jurnal internasional.

Membiasakan berbudaya ilmiah itu harus dimulai sejak dini, sejak usia
TK/SD. Namun, masih rendahnya jumlah karya tulis ilmiah di Indonesia mungkin
disebabkan oleh budaya pendidikan di Indonesia, dimana budaya pendidikannya
berorientasi pada skor-tes sehingga tidak mampu mengasah keterampilan berpikir
dan kreativitas pelajar. Padahal menurut penuturan William K. Lim dari Universiti
Malaysia Sarawak, kedua kemampuan itulah yang menjadi dasar untuk bisa
menjadi ilmuwan yang berhasil.9

Oleh karena itu perlu dilakukan aplikasi budaya ilmiah di perguruan


tinggi sebagai istitusi yang selaiknya mampu menciptakan perubahan budaya
ilmiah, dituntut untuk dapat mengimplementasikan budaya ilmiah dalam berbagai
aktivitas pendidikannya. Bentuk budaya ilmiah di dunia Pendidikan muncul
sebagai fenomena yang unik dan menarik, karena pandangan, sikap serta perilaku
yang hidup dan berkembang di tempat Pendidikan mencerminkan kepercayaan
dan keyakinan yang mendalam dan khas, yang dapat berfungsi sebagai semangat
membangun karakter siswanya.10

Menurut Ajat Sudrajat (2011:13) mengutip pendapat Nursyam,


setidaknya ada tiga budaya yang perlu dikembangkan di dunia pendidikan, yaitu
kultur akademik, kultur sosial budaya, dan kultur demokratis. Ketiga kultur ini
harus menjadi prioritas yang melekat dalam lingkungan Pendidikan, yang
tentunya sudah dimulai sejak masa Pendidikan dasar.11
Pertama, kultur akademik. Kultur akademik memiliki ciri pada setiap
tindakan, keputusan, kebijakan, dan opini didukung dengan dasar akademik yang
kuat. Artinya merujuk pada teori, dasar hukum, dan nilai kebenaran yang teruji.
Budaya akademik juga dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan
kegiatan yang berhubungan dengan akademik yang dihayati, dimaknai dan
diamalkan oleh warga masyarakat akademik, di lembaga pendidikan tinggi dan
lembaga penelitian. Dengan demikian, kepala sekolah, guru, dan siswa selalu
berpegang pada pijakan teori dalam berpikir, bersikap dan bertindak dalam
kesehariannya. Kultur akademik tercermin pada keilmuan, kedisiplinan dalam
bertindak, kearifan dalam bersikap, serta kepiawaian dalam berpikir dan
berargumentasi. Ciri-ciri warga sekolah yang menerapkan budaya akademik yaitu
bersifat kritis, objektif, analitis, kreatif, terbuka untuk menerima kritik,
menghargai waktu dan prestasi ilmiah, memiliki dan menjunjung tinggi tradisi
ilmiah, dinamis, dan berorientasi ke masa depan. Kesimpulannnya, kultur
akademik lebih menekankan pada budaya ilmiah yang ada dalam diri seseorang
dalam berfikir, bertindak dan bertingkah laku dalam lingkup kegiatan akademik.11

Kedua, kultur sosial budaya. Kultur sosial budaya tercermin pada


pengembangan sekolah yang memelihara, membangun, dan mengembangkan
budaya bangsa yang positif dalam kerangka pembangunan manusia seutuhnya
serta menerapkan kehidup sosial yang harmonis antar warga sekolah. Sekolah
akan menjadi benteng pertahanan terkikisnya budaya akibat gencarnya serangan
budaya asing yang tidak relevan seperti budaya hedonisme, individualisme, dan
materialisme. Di sisi lain sekolah terus mengembangkan seni tradisi yang berakar
pada budaya nusantara. Kultur sosial budaya merupakan bagian hidup manusia
yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan
manusia tidak terlepas dari unsur sosial budaya. Kultur sosial meliputi suatu sikap
bagaimana manusia itu berhubungan dan berinteraksi satu dengan yang lain dalam
kelompoknya dan bagaimana susunan unit-unit masyarakat atau sosial di suatu
wilayah serta kaitannya satu dengan yang lain. Sedangkan kultur budaya adalah
totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum,
moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
diperoleh dari turun temurun oleh suatu komunitas. Kesimpulannnya kultur sosial
budaya lebih menekankan pada interaksi yang berhubungan dengan orang lain,
alam dan interaksi yang cakupannnya lebih luas lagi yang diperoleh berdasarkan
kebiasaan atau turun-temurun.11

Ketiga, kultur demokratis. Kultur demokratis menampilkan corak


berkehidupan yang mengakomodasi perbedaan untuk secara Bersama membangun
kemajuan suatu kelompok maupun bangsa. Kultur ini jauh dari pola tindakan
disksriminatif serta sikap mengabdi atasan secara membabi buta. Warga sekolah
selalu bertindak objektif dan transparan pada setiap tindakan maupun keputusan.
Kultur demokratis tercermin dalam pengambilan keputusan dan menghargai
keputusan, serta mengetahui secara penuh hak dan kewajiban diri sendiri, orang
lain, bangsa dan negara.11

2.5.2. Implementasi Budaya Ilmiah

Implementasi budaya ilmiah dalam perguruan tinggi ditunjukkan dengan


berkembangnya kebiasaan ilmiah seperti: mengunjungi perpustakaan untuk
membaca buku maupun penambahan ilmu dan wawasan. Kebiasaan lainnya
seperti keaktifan menulis mahasiswa, gemar berdiskusi dan senang mengikuti
organisasi kemahasiswaan yang mendukung kemampuan diluar akademik.4

Pihak Universitas juga tak ketinggalan dalam menyokong budaya ilmiah di


kampus, dengan menerapkan aspek-aspek pendidikan berbudaya yang merupakan
arah tujuan atau sasaran yang diperhatikan dan dibina serta dijadikan panduan
dalam pelaksanaan segala aktivitas yang bersifat pendidikan yang sesuai, yang
disesuaikan dengan pedoman padanan Pendidikan dan budaya sebagai berikut:12

1. Pendidikan merupakan proses pembinaan tingkah laku perbuatan agar


anak belajar berpikir, berperasaan dan bertindak lebih sempurna dan baik
dari pada sebelumnya. Untuk tujuan tersebut maka pendidikan diarahkan
pada seluruh aspek pribadi meliputi jasmani, mental kerohanian dan moral.
Sehingga akan tumbuh kesadaran pribadi dan bertanggung jawab akibat
tingkat perbuatannya.
2. Pendidikan diarahkan kepada keseluruhan aspek kebudayaan dan
kepribadian. Pendidik dan lembaga pendidikan harus mengakui
kepribadian dan menggalang adanya kesatuan segala aspek kebudayaan, di
sini manusia membutuhkan latihan dalam menggunakkan kecerdasannya
dan saling pengertian. Aspek intelek menghasilkan manusia teoritis, sosial
manusia pengabdi, estetis manusia seni, politik manusia kuasa, agama
manusia kuasa dan ekonomi manusia serta sebagai tambahan aspek
keluarga menjadikan manusia memiliki cinta kasih.

3. Pendidikan harus diarahkan kepembinaan cita-cita hidup yang luhur. Bila


pendidikan dimasukkan ke dalam tingkah laku perbuatan manusia maka
pendidikan harus menyesuaikan diri dengan tujuan hidup manusia,
selanjutnya tujuan hidup tersebut ditentukan oleh filsafat hidup yang
dianut seseorang, maka tujuan pendidikan manusia harus bersumber pada
filsafat hidup individu yang melaksanakan pendidikan. Tujuan pendidikan
manusia tidak dapat terlepas dari tujuan hidup manusia yang didasarkan
pada filsafat hidup tertentu.

Dalam merealisasikan pendidikan pada era otonomi daerah sekarang ini,


sewajarnya pendidikan yang dilaksanakan memperhatikan aspek budaya,
misalnya konsep life skill dalam pendidikan untuk peningkatan keterampilan
siswa setelah menamatkan jenjang pendidikannya. Pendekatan budaya merupakan
cara tepat dalam membina moralitas pendidikan bangsa yang mulai ambruk, hal
ini karena budaya memuat berbagai aspek, seperti agama, etika dan lingkungan.12
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Budaya lmiah dan sikap ilmiah perlu dimiliki dan diimplementasikan dalam kehidupan
khususnya dalam penelitian dan pendidikan, di mana ketika menghadapi persoalan-
persoalan ilmiah dapat melakukan pembuktian-pembuktian rasionalitas manusia, sebab
akibat yang dibuktikan dengan sebuah data, analisa dan pengecekan atau pemeriksaan
terhadap benar atau tidaknya suatu fakta.

3.2. Saran
Diharapkan para pembaca dapat membiasakan budaya ilmiah sejak dini, sehingga menjadi
karakter yang kuat pada diri setiap individu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Human Communication: Konteks-konteks Komunikasi


2. Heri Kuswara. Budaya Ilmiah Mewujudkan Generasi Muda Bangsa Cerdas dan Unggul.
http://www.garutkab.go.id/download_files/article/Budaya%20Ilmiah%20Mewujudkan
%20Generasi%20Muda%20Bangsa%20Cerdas%20dan%20Unggul.pdf . Diakses pada
21 Januari 2020
3. Jujun Suriasumantri. 1986. Ilmu dalam Prespektif Moral, Sosial, dan Politik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
4. Ilham. 2012. Penerapan Budaya Ilmiah dalam Dunia Pendidikan. Jambi : Cerdas Sifa ed
1
5. Mada Sutapa. 2010. Sebuah Refleksi Kebebasan Akademik dalam Masyarakat Ilmiah
Perguruan Tinggi. Jurnal Manajemen Pendidikan No.02 Th VI Oktober 2010: 5.
Available at : https://media.neliti.com/media/publications/112964-ID-sebuah-refleksi-
kebebasan-akademik-dalam.pdf
6. Syarifah Widya Ulfa. 2018. Mentradisikan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Biologi.
Jurnal Biolokus FITK-UIN Sumatera Utara Vol.1 No.1 2018. Available at :
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/biolokus/article/view/314
7. Abbas Hamami M. (1996). Kebenaran Ilmiah dalam Filsafat Ilmu. Tim Dosen Filsafat
Ilmu Fak. Filsafat UGM, Liberty bekerja sama dengan YP Fak. Filsafat UGM,
Yogyakarta.
8. Kemdiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter. Jakarta:Depdiknas.
Kemdiknas. 2011. Pendidikan Karakter untuk Membangun Karakter Bangsa.
Jakarta:Dirjen Diknas.
9. Zamroni. 2010. Paradigma Pendidikan Indonesia. Yogyakarta : Griya Publishing Zamroni.
2011. Dinamika Peningkatan Mutu. Gavin Kalam Utama : Yogyakarta
10. Ahyar. 2009. Jurnal Ilmiah Kreatif :”Sekolah Sehat Sebuah Tinjauan Akademis”. UNY :
Yogyakarta
11. Arifin, H. M., Ilmu Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
12. Normina, 2017. Pendidikan dalam Kebudayaan. Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI
Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017

Anda mungkin juga menyukai