Anda di halaman 1dari 157

BAB I

ANAMNESA
Anamnesa adalah hasil wawancara yang diperoleh oleh dokter dari penderita; baik secara
langsung yang disebut auto anamnese ataupun dari orang-orang terdekat pada penderita seperti
suami/isteri/ibu/anak dll, yang jelas mengetahui keadaan tentang riwayat penyakit penderita,
yang disebut pula allo anamnese.
Anamneses itu suatu hal yang penting bagi seorang dokter untuk melaksanakannya dengan
sebaik-baiknya dan selengkapnya agar memudahkan dokter untuk menegakkan diagnose
sementaranya, merupakan titik tolak pemeriksaan Diagnostik Fisik selanjutnya.
Anamnese itu dapat kita bagi atas beberapa golongan, menurut urutannya mana yang lebih
dahulu perlu kita tanyakan pada penderita; yang umumnya meliputi:
1. Anamnese Peribadi
2. Anamnese Keluhan utama
3. Anamnese Penyakit sekarang
4. Anamnese Penyakit terdahulu
5. Anamnese Organ /System
6. Anamnese Riwayat Peribadi
7. Anamnese Famili
8. Anamnese Sosial/ Ekonomi
9. Anamnese Gizi
Baiklah disini kita mencoba untuk menjelaskan satu persatu anamneses yang akan kita lakukan
pada penderita menurut urutan yang lazim dilakukan oleh dokter pada prakteknya sehari-hari.
Dalam melaksanakan / melakukan anamneses terhadap penderita, sebaiknya dokter bersikap
tenang dan ramah, sehingga terbentuk hubungan pasien dokter yang serasi. Dan bila perlu dokter
mengulangi kembali keluhan-keluhannya tadi yang membuat penderita perlu mencari dokter
untuk pertolongan / pengobatan terhadap penyakitnya. Berdasarkan urutan anamneses yang biasa
yang lazim dilakukan oleh dokter pada prakteknya sehari-hari adalah sebagai berikut:
1. Anamnese Peribadi
Sebenarnya mengenai anamneses peribadi pada praktek sehari-hari sebagian besar dilakukan
oleh pembantu dokter/ juru rawat, tapi jika dokter tidak mempunyai pembantu, tentu hal tersebut
akan dilakukan oleh dokternya sendiri. Anamnese peribadi meliputi data-data yang tersebut
dibawah ini :

- Nama

- Agama

- Umur

- Bangsa/ suku

- Kelamin

- Kawin/ tidak kawin

- Alamat

- Pekerjaan

Data data diatas penting bagi para dokter yang merupakan identitas penderita pada suatu saat
dokter harus segera dapat berhubungan dengan penderita, ataupun ada hubungan antara data-data
tersebut dengan penyakit yang diderita oleh orang sakit pada saat dahulu atau sekarang. Setelah
anamneses peribadi, dokter meneruskan anamnesenya, mengenai keluhan utama
2. Anamnese Keluhan Utama
Anamneses mengenai keluhan utama adalah hal penting bagi dokter merupakan keterangan dari
penderita yang menyatakan apa sebenarnya keluhan-keluhan / gangguan-gangguan yang
membuat penderita hingga perlu berusaha mencari sokter dengan segera untuk mendapatkan
pengobatan, dalam hal tersebut dokter perlu memperjelas menanyakan kembali keluhan
penderita tersebut mengenai telah berapa lama dideritanya, dimana tempatnya, bagaimana
perkembangannya ataupun menanyakan lagi apakah masih ada keluhan-keluhan /gangguangangguan yang dianggap penderita masih merupakan keluhan yang penting sehubungan dengan
penyakit yang dideritanya sekarang. Keluhan utama adalah merupakan keluhan yang terpenting
dari penderita mengenai penyakitnya. Misalnya keluhan utama seorang penderita berupa:
-

sesak nafas

kaki bengkak

jantung berdebar-debar

Dari keluhan penderita tersebut sebenarnya dokter sudah dapat berpikir penyakit atau organ apa
kira-kira yang terlibat pada penyakit penderita. Dalam hal ini tentunya dokter berpendapat,
bahwa penderita mengalami penyakit system Kardiovaskuler, selanjut dokter harus lebih banyak
menanyakan keluhan-keluhan/ gangguan-gangguan yang ada hubungannya dengan system
Kardiovaskuler.
Jadi dari keluhan utama penderita, dokter telah dapat berfikir menentukan kira-kira organ mana
yang terlibat pada penyakitnya.
Dibawah ini kami buatkan contoh-contoh dari keluhan utama yang dapat mengarah ke organorgan yang terlibat.
Misalnya :

Organ terlibat

Keluhan utama

Paru-paru

Batuk-batuk

Sesak nafas

Batuk berdarah

Demam-demam

Nyeri dada

Debar-debar

Sesak nafas

Kaki bengkak

Lekas capek

Nyeri dada

Bibir biru

Berkali-kali b.a.k malam

Mual

Muntah-muntah

Muntah darah

Menceret-menceret

Berak darah

Sakit di hulu hati dll

Sakit perut kanan atas

Buang air kecil seperti teh dan pekat

Mata kuning

Buang air besar spt dempul dll.

Kardiovaskuler

Saluran pencernaan

Hati & saluran empedu

Ginjal dan saluran kencing

Sendi-sendi/ tulang

Endokrin

Muka sembab

Sakit pinggang

Kencing berdarah

Gangguan kencing

Ada perasaan sakit dari persendian

Bengkak dan merah

Gusi mudah berdarah

Pendarahan lama baru berhenti

Ada perdarahan
(hematoma)

Muka tambah pucat

Pembengkakan kelenjar-kelenjar

Gangguan sexual

Kuat makan badan kurus

Terlalu kuat minum

Banyak kencing

Tergantung pertumbuhan badan

di

bawah

kulit

Kemudian dokter meneruskan anamnesanya mengenai anamnesa penyakit sekarang.


3. Anamnese Penyakit Sekarang
Dalam hal ini dokter harus menelaah keluhan penderita dengan secermat-cermatnya,
umpamanya mengenai berapa lama keluhan itu sudah dideritanya, tempat keluhan tersebut,
beratnya keluhan, apakah keluhan semakin lama, semakin bertambah berat dan seterusnya.
Dan juga dokter harus menanyakan keluhan lain yang dapat merupakan keluhan tambahan dari
penyakit yang dideritanya, umpamanya sejak penderita mengidap penyakit sekarang, ia
mengalami kesulitan tidur/ nafsu makan berkurang dan lekas capek. Juga sebaiknya dokter
jangan lupa pula menanyakan apakah ada hal-hal/ faktor-faktor yang dapat mengakibatkan
memperberat atau pun yang memperingan keluhan penyakit yang dideritanya sekarang.

Misalnya bila penderita memakan makanan yang pedas-pedas keluhan sakit perutnya bertambah
ataupun bila penderita lapar perutnya rasanya menjadi panas, sakit seperti disayat-sayat, dsb.
Dan sebaliknya bila penderita meminum susu keluhan sakit perutnya menjadi berkurang.
Ataupun dapat juga penderita mengatakan keluhan sesak napasnya dapat berkurang jika
penderita mengabil sikap duduk sewaktu bernapas. Kemudian dokter meneruskan anamnesenya
mengenai penyakit terdahulu.
4. Anamnese Penyakit Terdahulu
Disini dokter menanyakan penderita tentang penyakit-penyakit yang telah dideritanya sejak
kanak-kanak sampai dewasa (saat sebelum dianya menderita penyakit yang sekarang).
Misalnya apakah penderita pernah menderita penyakit seperti: Tonsillitis, Malaria, Typus
abdominalis, Hepatitis, Dysentri, Nyeri-nyeri dan bengkak-bengkak pada sendi dll, yang
mungkin sekali mempunyai hubungan yang penting artinya bagi dokter tentang penyakit yang
dialami penderita pada saat sekarang.
Umpamanya: Nyeri-nyeri dan bengkak-bengkak pada sendi dengan penyakit jantung reumatik,
penyakit kuning dengan chirrosis hepatic.
5. Anamnese Organ/ Sistem
Anamnese tentang organ-organ/ sistem perlu bagi para dokter menanyakan apakah ada keluhankeluhan tsb bersangkutan dengan organ yang akan ditanyakan ataupun yang tersebut dibawah
ini, yang belum didapatkan dalam anamnese keluhan utama ataupun penyakit terdahulu, baik
keluhan mengenai penyakit penderita sekarang. Jika dapat keluhan-keluhan kelainan pada
organ/ sistem tersebut, dokter menuliskan tanda positif dan jika tidak dijumpai keluhan/
kelainan-kelainan tuliskan tanda negatif.
Kepala

: Trauma; nyeri kepala, pusing,


hoyong dan perasaan sakit pada
daerah sinus.

Mata

: Penglihatan jelas/ kabur, perasaan


nyeri, secret, berkaca mata, seperti
berpasir, diplopia, skotoma.

Telinga

: Sekret, keluar nanah dari liang


telinga, pendengaran terganggu,
tinnitus, nyeri tekan daerah mastoid.

Hidung dan sinus

: Sekret, epistaksis, pilek-pilek,


bersin-bersin, penciuman berkurang,
atau biasa.

Mulut

: Gigi abses karier, stomatitis, gusi


mudah berdarah, pengecapan rasa
biasa/ berkurang, lidah pecah-pecah,
bibir pecah-pecah atau luka-luka.

Tenggorokan

: Sakit menelan, serak suara, suara


hilang, tonsillitis, sulit menelan.

Leher

: pembesaran kelenjar gondok,


pembesaran kelenjar lympha, tandatanda radang.

Paru-paru

: Batuk-batuk, batuk berdarah,


dahak, serangan asma, sesak nafas,
sulit bernapas, keringat banyak pada
malam hari.

Jantung

: Nyeri di dada, sesak napas waktu


bekerja, sesak napas waktu istirahat,
orthopneu, udeme di kaki, debardebar jantung, cyanose.

Lambung / usus

: Muntah, muntah darah, mual,


menceret, berak darah, perut
kembung, sakit daerah epigastrium,
warna faeces, obstipasi, hemoroid.

Hati

: ikterus, mual-mual, gatal-gatal, di


kulit, buang air besar seperti dempul.

Ginjal /alat kelamin

: Kolik, hematuri, pyori, oligouri,


poliuri, anuri, inkontinensia urine,
disurine, muka sembab, buang air
kecil ada batu, luka-luka pada alat
kelamin.

Endokrin

: Poliuri, polidipsi, poliphagi, tremor,


banyak
keringat,
pertumbuhan
rambut terganggu, impotent.

Saraf/ Otot

: Lumpuh, kebas-kebas, parestesi,


anastesi, kejang-kejang, gerakan
terganggu, gerakan spontan, tremor,
disatria, ataksia.

Kejiwaan

: Gelisah, cepat marah, mudah sedih,


sulit tidur, cepat lupa, gangguan
ingatan, kecewa.

Seterusnya dokter melanjutkan pula anamnesanya mengenai riwayat peribadi penderita.


6. Anamnese Riwayat Peribadi
Mengenai riwayat hidup peribadi penderita, dokter menanyakan mengenai kebiasaan hidup
penderita, yaitu apakah penderita perokok, peminum alkohol, penjudi, sering terlambat tidur,
atau harus makan obat-obat penenang baru dapat tidur dll.
Dan bila penderitanya wanita jangan lupa tanyakan mengenai jamu-jamu apakah ia peminum
jamu. Begitu juga jangan lupa menanyakan mulai menstruasinya, teratur atau tidak, kapan
berhentinya. Kemudian berapa anaknya, bagaimana sewaktu melahirkan, apakah ada yang mati
sewaktu lahir, mati dalam kandungan atau mati setelah lahir dan apakah pernah keguguran
(abortus).
Begitu juga apakah penderita allergi (peka) terhadap perobahan udara, makanan tertentu,
ataupun obat. Perlu sekali ditanyakan juga mengenai keadaan rumah tangga penderita,
mengenai kerukunan, pekerjaan, penghasilan, dan keadaan anak-anak merepotkan atau tidak
yaitu semua persoalan-persoalan yang mungkin dapat mengganggu ketenangan jiwa penderita.
Selesai anamnese mengenai riwayat peribadi penderita, dokter meneruskan anamnesenya
mengenai keadaan family penderita.
7. Anamnese Famili
Mengenai family penderita, dokter menanyakan penyakit-penyakit yang pernah di derita oleh
keluarga dekat penderita terutama mengenai penyakit-penyakit yang merupakan penyakit
keturunan (family) seperti diabetes mellitus (penyakit gula), asma bronchial (bengek), penyakitpenyakit gangguan mental (penyakit jiwa) dll.
Juga dokter jangan lupa menanyakan penyakit-penyakit yang penularannya secara kontak
langsung. Seperti Tuberkulosa paru-paru (tbc), Lepra (Hansen), Sifilis (lues), hepatitis (penyakit
kuning), Dysentri (berak-berak darah + lendir) dll.
Bagaimana keluarga penderita sehat-sehat semua? Atau bila ada yang meninggal, tanyakan
penyebab kematiannya.
Setelah anamnese family dokter menjejaki pula mengenai kehidupan dan social ekonomi
keluarga penderita.
8. Anamnese Sosial & Ekonomi
Dalam hal ini dokter menanyakan mengenai kehidupan keluarga penderita terutama mengenai
perumahan, lingkungan dan daerah tempat tinggal keluarga penderita.
Apakah sering terjadi wabah penyakit di daerah tersebut?
Yang mana hal tersebut mungkin ada hubungan pula dengan penyakit yang diderita oleh
penderita. Kemudian sebagai anamnese terakhir dokter jangan lupa pula menanyakan tentang
keadaan gizi penderita sehari-hari.

9. Anamnese Gizi
Dalam hal ini dokter penting menanyakan pada penderita tentang bahan makanan dan porsi
serta frekwensinnya yang dimakan penderita sehari-hari.
Sekaligus juga dokter menentukan berat badan penderita apakah normal, berlebihan ataupun
berkurang dan apakah ada hubungannya dengan penyakit yang diderita oleh penderita.
Misalnya penyakit kronis menyebabkan berkurangnya berat badan ataupun berat badan
berlebihan dapat disebabkan penyakit system endokrin.
Dan akhirnya dari anamnese tersebut dokter sudah dapat membuat diagnose banding, atau
diagnose sementara mengenai penyakit penderita, dengan data-data yang diperolehnya dari hasil
anamnesenya berdasarkan organ-organ ataupun sistem terlibat pada pemeriksaannya.

BAB II
PEMERIKSAAN FIZIK
Secara inspeksi ditentukan keadaan yang terlihat dari tubuh os antara lain :

Anemia

Ikterus

Cyanosis

Oedema

Setelah pemeriksaan status present tersebut diatas barulah kita melakukan pemeriksaanpemeriksaan tubuh selanjutnya dengan urutan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan kepala dan leher
a. Pemeriksaan tengkorak
b. Pemeriksaan muka
c. Pemeriksaan mata
d. Pemeriksaan telinga
e. Pemeriksaan mulut dan tenggorokan
f. Pemeriksaan leher
2. Pemeriksaan thorax
a. Pemeriksaan sistem pernapasan

b. Pemeriksaan system cardiovascular


3. Pemeriksaan abdomen
4. Pemeriksaan anggota gerak
5. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
6. Pemeriksaan tulang belakang
Methode pemeriksaan

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

1. Inspeksi
Metode pemeriksaan dengan menggunakan indra penglihatan dimana kita melihat
perubahan-perubahan yang terjadi pada penderita. Sejak jaman hipokrates metode ini
mempunyai arti yang besar sehingga perobahan pada muka penderita dinamakan menurut
namanya yaitu fascies hipocratica, yang menunjukan adanya sakit yang berat.
Pemeriksaan inspeksi dibagi atas :

Inspeksi umum

Inspeksi lokal (setempat)

Pada inspeksi umum kita melihat perubahan-perubahan umum yang terjadi sehingga kita
dapat memperoleh kesan tentang keadaan penyakit penderita. Kesan umum ini penting
sebagai alat penolong pemeriksaan selanjutnya.
Kadang-kadang penderita terlihat seolah-olah sakit berat tapi pada pemeriksaan rutin
didapati sedikit kelainan ataupun tidak dijumpai. Untuk ini kita harus gigih mencari
kelainan yang mungkin ada tapi belum ditemui. Guna mencari kelainan yang belum
didapati pada pemeriksaan rutin tersebut, dapat dilakukan pemeriksaan tambahan berupa
pemeriksaan laboratorium, rontgen, elektrokardiografi, ultrasonografi dan lain-lain.
Pada inspeksi umum juga mempelajari gerakan-gerakan penderita seperti cara berjalan,
gerakan-gerakan tangan, gerakan-gerakan kepala, cara berbicara serta sikap (posisi)
duduk penderita.
Inspeksi lokal sangat penting dilakukan pada tiap-tiap organ tubuh. Pemeriksaan ini
dilakukan secara sistemik berdasarkan urutan pemeriksaan dimulai dari kelainan yang
tampak besar sampai yang sekecil-kecilnya.

Selalu diingat bahwa kita harus melihat (memeriksa) dengan seksama dan tidak
dipengaruhi oleh keterangan penderita.
Hal ini berlaku pada pemeriksaan semua organ, termasuk bagian-bagian yang tertutup
oleh pakaian dan atau pembalut. Dapat diberikan missal pada penderita yang kakinya
tertutup pembalut, ketika ditanya luka karena tertusuk duri, setelah dibuka dan dilihat
ternyata sudah mengalami gangrene, dan pada pemeriksaan selanjutnya ternyata pasien
tersebut menderita diabetes mellitus.
Inspeksi setempat ini juga dapat meluas pada organ-organ dalam dari tubuh dengan
adanya perkembangan dari alat-alat diagnostic seperti endoscopy (bronchoscopy,
gastroscopy, colonoscopy, rectoscopy, dan lain-lain).
2. Palpasi
Disamping inspeksi, palpasi juga sudah sejak lama menjadi salah satu metode
pemeriksaan yang penting. Dengan palpasi kita dapat menentukan bagian tubuh yang
memegang /merasakan organ-organ dengan tangan. Palpasi dilakukan pada banyak
tempat dimulai dari penentuan nadi sampai dengan pemeriksaan organ-organ tertentu
lainnya.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan pada umumnya kita dapat
menentukan :
a. Besar
b. Bentuk
c. Konsistensi
a. Besar
Penentuan besar organ secara palpasi harus dilakukan seteliti mungkin dan harus dengan
satuan ukuran, ataupun membandingkan nay dengan benda-benda seperti: kelereng, telur
ayam, jeruk, tinju, kepala bayi dan lain-lain. Harus diingat juga bahwa organ-organ yang
berada jauh didalam.
b. Bentuk
Dalam penentuan bentuk secara palpasi harus diperhatikan bentuknya secara umum yang
dapat diraba serta batasan dari organ tersebut.
c. Konsistensi
Pemeriksaan ini sangat besar manfaatnya untuk menentukan sifat dari organ tubuh. Kita
dapat membedakan konsistensi sebagai berikut :

Lembek

Kenyal (elastic)

Agak padat

Padat

Keras seperti tulang

Berfluktuasi

Fluktuasi kita dapati pada organ-organ yang berisi cairan perlunakan cairan (abses).
Palpasi untuk menentukan ini dilakukan dua jari telunjuk dimana tekanan pada jari yang
satu akan terasa pada jari yang sebelahnya.
Palpasi sangat berguna pada pemeriksaan abdomen. Dinding perut yang lemas
memberikan kemungkinan untuk dapat merasakan organ-organ didalam rongga perut dan
menentukan sifat-sifat organ tersebut.
Teknik-teknik khusus pemeriksaan abdomen akan dibahas pada pemeriksaan dari
abdomen. Disamping pemeriksaan abdomen dengan palpasi dapat ditentukan kelainan
bagian lain untuk :
1) Konfirmasi serta meluaskan pemeriksaan yang telah didapati pada inspeksi.
2) Data yang diperoleh dengan palpasi dapat menetapkan :

Nyeri :
Superficial (permukaan)
Dalam
Refered (nyeri hantaran)

Tonus dari otot-otot :


Meningkatnya tekanan
Rigiditas
Spasme

Adanya massa tumor :


Dari kelenjar lymph atau dari organ-organ dalam yang tidak dapat terlihat pada
inspeksi tapi dapat diraba. Bila didapati massa tumor maka secara palpasi
ditetapkan :
Lokasi dan hubungannya dengan struktur tubuh yang lain.
Bentuk, besar, simetris atau tidaknya, pinggirnya dan permukaannya.
Konsistensi/ fluktuasi

Nyeri, merah, panas


Gerakan dan perlekatannya.
Pulsasi
3. Perkusi
Yang dimaksud dengan perkusi adalah metode dimana dilakukan pengetukan dengan jari
pada bagian tubuh dan menentukan suara yang dihasilkan serta tekanan yang dijumpai.
Dasar akustik
Pada perkusi sebagaimana juga auskultasi dipergunakan dasar-dasar akustik. Semua
bunyi berasal dari getaran-getaran yang dihantarkan pada benda-benda padat, cair dan
gas.
Sumber bunyi menghasilkan getaran yang diteruskan oleh udara dan dapat sampai ke
telinga. Getaran-getaran yang dapat didengar telinga adalah pada frekuensi 15-20000 Hz
(cycle perdetik)
Frekuensi yang lebih rendah atau lebih tinggi dari batas-batas diatas tidak dapat didengar
telinga.
Frekuensi getaran tergantung dari beberapa faktor antara lain :

Besarnya benda
Umumnya makin kecil benda makin besar frekuensi getaran dan makin tinggi
nadanya.

Elastisitas dan tegangan benda


Pada nada yang besar timbul nada yang tinggi

Pada tubuh manusia faktor-faktor di atas selalu memegang peranan penting sifat dari
suara yang terdengar dari perkusi tergantung dari rongga udara yang terdapat di organ
dan dipengaruhi oleh keadaan jaringan sekitarnya (tebalnya lapisan yang terdapat
diantaranya, sifat elastisitasnya dan penghantarannya). Faktor yang belakangan ini
merupakan penyebab perubahan bunyi yang terdengar pada perkusi.
Teknik perkusi
Sejak lama telah dikenal orang cara-cara untuk melakukan perkusi ini. Cara melakukan
perkusi adalah :

1 jari sebagai pleximeter yaitu jari yang diletakan pada daerah yang akan
diperkusi

Jari lainnya, biasanya jari tengah sebagai plexor yang mengetok pada
pleximeter.

Diketuk pada phalang kedua pada jari pleximeter

Jari plexor dijaga tetap tegak lurus terhadap jari pleximeter, dan ketukan
dengan menggoyangkan pergelangan tangan. (lihat gambar)

Cara perkusi yang benar


1. Gerakan pada pergelangan tangan
2. Jari flexor tetap dalam posisi tegak lurus pada waktu menyentuh fleksimeter
Cara perkusi yang salah
A. Salah pleximeter tidak rapat pada daerah yang diperkusi
B. Benar letak pleximeter yang benar

Cara perkusi yang salah


A. Salah jari plexor tidak tegak lurus terhadap pleximeter
B. Benar
Bila organ yang akan diperkusi terletak di permukaan perkusi dilakukan lemah saja, tetapi bila
terletak lebih dalam atau menggetarkan massa atau organ yang besar maka perkusi dilakukan
lebih keras.

Pada perkusi yang lebih kuat dapat dilakukan dengan dua jari sebagi plexor tanpa pleximeter.
Kadang-kadang bisa saja digunakan pleximeter dan plexor buatan tetapi jarang digunakan karena
hasil yang didengar akan berbeda sedikit dengan pemeriksaan dengan menggunakan jari.
Pemeriksaan perkusi harus sering dilakukan agar mendapatkan hasil yang memuaskan.
Suara yang dapat didengar pada saat perkusi:
1. Perkusi sonor (Resonance)
Secara umum disebut sonor (resonance) bila suara timbul pada perkusi organ yang
mengandung udara. Sonor yang sesungguhnya hanya ditemukan pada perkusi diatas
jaringan paru-paru dimana terdapat udara dijutaan kantong udara.
Resonansi yang berlebihan disebut hipersonor, didapati bila rongga mengandung lebih
banyak udara dari pada biasanya seperti pada emphysema.
2. Perkusi tympani
Bunyi ini adalah suara yang hiper dari resonance (sonor) yang dijumpai diatas visceral
yang mengandung gas tanpa ruangan-ruangan kecil seperti pada lambung dan usus.
Pada keadaan patologis bunyi ini dijumpai pada pneumothoraks dimana kantong udara
berisi udara.
3. Perkusi beda
Suara perkusi beda (dullness) ialah suara yang tidak terdengar nada. Hal ini dijumpai
pada perkusi diatas organ dalam yang padat seperti hati dan jantung dimana frekuensi
vibrasi yang timbul sukar didengar telinga. Suatu suara perkusi beda yang lebih ekstrem
yaitu redam (flatness) yang dijumpai pada perkusi paha.
Keadaan patologis yang menunjukan keadaan seperti ini adalah efusi pleura
Diantara jenis-jenis suara perkusi diatas ada tingkatan-tingkatan suara perkusi antara
sonor dan beda. Bila suara perkusi sonor masih ada dan resonansinya memendek disebut
sonor memendek, umpama perkusi diatas paru yang berkurang volume udaranya.
Tujuan dari perkusi
1. Menentukan batas antara organ-organ yang mengandung udara dengan yang tidak
mengandung udara. Batas antara organ-organ dengan nada perkusi sonor (seperti
paru-paru terhadap organ-organ dengan nada perkusi beda dapat dipisahkan secara
teliti).
Batas antara organ dengan nada perkusi sonor terhadap organ dengan nada perkusi
tympani lebih sukar ditentukan.
Batas antara dua organ yang tidak mengandung udara pada perkusi sukar
menentukannya.

2. Menentukan kelainan organ-organ dengan perubahan nada perkusi. Hal ini penting
misalkan pada efusi pleura dimana jelas terdapat perubahan dari jaringan paru yang
belum terselubung dengan rongga pleura yang berisi cairan.
4. Auskultasi
Metode pemeriksaan ini adalah untuk menentukan kelainan yang dapat diketahui dengan
mendengarkan suara yang dihasilkan dari getaran organ yang diperiksa baik secara langsung
dengan telinga maupun secara tidak langsung dengan menggunakan stethoscope.
Sejak lama hipocrates telah dapat mendengar suara paru-paru dengan cara menempelkan telinga
pada dinding dada serta menetapkan prubahan-perubahan suara yang terjadi.
Dengan makin berkembangnya ilmu kedokteran sejalan ditemukannya alat-alat yang
dipergunakan untuk auskultasi yang langsung diperkenalkan Laenee pada tahun 1816 dengan
menggunakan stethoscope.
Pada masa itu telah dapat ditetapkan berbagai perbedaan suara yang dapat didengarkan pada
organ-organ seperti paru-paru, jantung, pembuluh darah dan peristaltic usus.
Stethoscope
Saat ini hampir setiap petugas kedokteran menggunakan alat ini yang mutunya semakin baik
sesuai dengan perkembangan teknologi kedokteran. Banyak alat-alat yang dibuat makin baik
dimulai dari stethoscope biasa sampai yang elektronik.
Pada dasarnya stethoscope adalah alat yang menghantarkan bunyi dari organ yang diperiksa ke
telinga pemeriksa.
Ada 2 jenis stethoscope yang dikenal :
1. Manural stethoscope
Yaitu suatu alat untuk mendengarkan suara dengan satu telinga, alat ini biasa digunakan
pada bagian obstetric untuk mendengarkan denyut jantung janin.

2. Binaural stethoscope
Alat ini yang lazim digunakan yaitu suatu alat yang terdiri dari corong atau corong yang
ditutupi oleh membrane plastic (diphragma) dihubungkan dengan pipa karet ke alat yang
telah dipasang pada kedua belah telinga.

Beberapa sifat dari stethoscope yang harus diperhatikan pada pemilihan jenis yang baik
adalah :

Alat yang mempunyai sifat penghantar yang baik dari suara-suara yang terdapat
pada organ yang diperkusi.

Tidak mengubah suara-suara yang terdengar dan tidak menambah bunyi lainnya.

Pada pemeriksaan organ-organ tertentu misalkan jantung kadang-kadang kita harus


mengganti corongnya dengan menggunakan membrane atau sebaliknya. Hal-hal lain
yang harus diperhatikan antara lain adalah ketenangan pada waktu melakukan auskultasi,
sebab suara-suara lain yang masuk dapat mengganggu hasil pemeriksaan.
Bulu-bulu pada dinding dada akan menghasilkan suara yang dapat disangkakan sebagai
suara tambahan demikian juga pakaian dan pada penderita yang menggigil, maka
diusahakan agar penderita ditenangkan terlebih dahulu. Yang terpenting adalah
membiasakan baik-baik suara yang normal dan tambahan sebagaimana pemeriksaan dua
tempat yang identik.
Tujuan auskultasi :
Secara umum auskultasi bertujuan untuk menetapkan perubahan-perubahan suara yang
timbul dari organ yang diperiksa dan ini dipelajari secara sistematik berdasarkan organorgan yang diperiksa.
Suara-suara yang perlu diketahui secara auskultasi adalah :
1. Paru-paru
a. Suara pernapasan :
i.

Vesicular
Suara pernapasan ini terdengar halus dan berasal dari udara yang melalui
jutaan alveoli

ii.

Bronchial (laryngeal)

Suara pernapasan jenis ini lebih kasar dan kuat, berasal dari getaran
(vibrasi) dari pita suara dan struktur sekitarnya. Disebut bronchial dan
bukan laryngeal karena gelombang suara yang melalui bronchus sedikit
kurang intensitasnya.
Pada keadaan normal suara pernafasannya hampir semua daerah dada adalah vesicular dan
kadang-kadang terlalu lemah sehingga sukar sekali terdengar kecuali dengan inspirasi dalam.
Suara inspirasi selalu lebih panjang daripada ekspirasi, malah kadang-kadang yang terakhir tidak
terdengar.
Pada daerah interscapula dan apex kanan, dimana trakea dan bronchial dekat ke permukaan,
suara vesicular yang terdengar agak kasar, mempunyai masa berhenti antara inspirasi dan
ekspirasi dan sedikit pemanjangan ekspirasi.
Tempat-tempat suara ini perlu diingat agar jangan salah menafsirkan sebagai suatu suara yang
berasal dari proses konsolidasi.
Pada anak-anak suara pernafasan sedikit lebih kasar daripada dewasa dan jenis suara ini juga
dapat timbul akibat exercise.
Pada keadaan patologi suara pernafasan bronchial disebabkan supressi suara vesicular dan lebih
baiknya hantaran dari element laryngeal.
Suara tambahan :
Ronkhi :
Suara tambahan ini selalu abnormal baik ronkhi basah maupun rhonki kering.
Keadaan patologis ini akan dibicarakan tersendiri dalam bab sistem saluran pernafasan.
Hanya yang perlu dikenal :
-

Ronki basah (coarse rales) yang ditimbulkan oleh adanya cairan di saluran pernafasan.
Ronki kering yang disebabkan selain oleh secret di lumen bronchus juga oleh terjadinya
spasme dari bronchus.

2. Jantung :
Auskultasi dari suara jantung harus dipelajari secara bed side terhadap pasien. Berbagai
alat baik phonocardiogram dan alat-alat pembantu lainnya tidak dapat menggantikan
kedudukan auskultasi ini untuk mendapatkan pengalaman daripadanya.
Dibutuhkan pengalaman serta pengetahuan dasar yang cukup untuk mengetahui keadaankeadaan normal dan abnormal dari suara jantung.

Secara umum yang perlu didengar pada auskultasi jantung adalah :


Pada normal :
Bunyi I : Bersifat kuat, lebih pendek dan nada lebih rendah dari bunyi II di apex.

Bunyi I ini ditimbulkan oleh penutupan dari katub mitral dan tricuspidal.
Bunyi II : Bunyi ini timbul oleh penutupan dari katub-katub aorta dan pulmonal. Sifatnya
kadang-kadang lebih keras bila didengar di basis jantung.
Bunyi III : Secara physiologis tidak jarang dapat didengar pada daerah apex dengan nada
rendah.
Terbaik di dengar denyut posisi miring ke kiri.

Bunyi IV : Jarang didengar dan terutama pada anak-anak.

Suara Tambahan :
Desah-desah :
Berbagai penyakit yang mempengaruhi sistem sirkulasi dapat menimbulkan suara tambahan
berupa desah. Yang dapat terjadi baik pada fase sistolis maupun diastolis. Secara terperinci hal
ini dibicarakan di bab sistem cardiovascular.
IV. Status Presens :
Secara sistematis pada semua penderita sebelum dilakukan pemeriksaan khusus pada organorgan, dilakukan dahulu pemeriksaan untuk menentukan keadaan penderita secara umum.
Pemeriksaan ini meliputi keadaan hemodinamik, respiratori, neurologi. Keadaan yang diperoleh
pada waktu penderita diperiksa disebut status presens.
Didalam menentukan status presens ini termasuklah didalamnya :
-

Menetapkan keadaan umum

Menetapkan tingkat kesadaran

Menetapkan keadaan gizi

Menetapkan keadaan penyakit

Menetapkan bentuk badan dan habitus

Menetapkan tanda-tanda vital

1. Menetapkan keadaan umum


Keadaan umum dapat ditetapkan sejak mulai kita melakukan anamnesa. Dari kontak
pertama ini dan dari pembicaraan yang didengar kita dapat menetapkan apakah penderita
ini keadaan umumnya baik, sedang ataupun jelek.
Selain dari itu, kita secara inspeksi dapat juga menetapkan keadaan umum ini dengan
melihat wajah serta sikap (posisi) penderita.
Berdasar pemeriksaan tanda-tanda vital, secara objektif dapatlah penetapan keadaan
umum ini lebih jelas lagi.
2. Menetapkan keadaan gizi
Pada setiap penderita hendaklah selalu dilakukan pengukuran Berat Badan (BB) dan
Tinggi Badan (TB). Banyak sekali kelainan yang dapat mempengaruhi kelainan pada
kelainan gizi.
Misalnya seorang menjadi kurus sekali bukan karena kekurangan makanan tetapi oleh
penyakit-penyakit berat seperti tumor-tumor ganas, tuberkulosa baik paru-paru ataupun
organ lain, penyakit-penyakit oleh gangguan metabolism dan lain-lain.
Disamping itu gangguan keadaan gizi dapat juga menjadi kegemukan yang sering oleh
penyakit-penyakit metabolism juga.
Bentuk-bentuk badan :
Kita bedakan 3 jenis bentuk tubuh, yaitu :
1. Jenis endomorph ialah bentuk tubuh yang gemuk dan lunak. Pada jenis ini perut
merupakan bagian tubuh yang menonjol. Hal ini disebabkan oleh besar dan lanjutnya
pertumbuhan organ-organ intestinalis yang berasal dari lapisan endoderm embrional.
2. Jenis mesomorph ialah bentuk tubuh yang tampan tegap, karena pertumbuhan tulang,
otot, dan jaringan ikat yang semuanya berasal dari mesoderm terjadi secara teratur dan
harmonis.
3. Jenis ektomorf ialah bentuk tubuh yang kurus ramping. Dalam perbandingan, jenis ini
mempunyai permukaan tubuh yang lebih luas oleh karena ectoderm embrional
berkembang lebih pesat daripada mesoderm dan endoderm.
Meskipun tidak ada hubungan erat antara bentuk tubuh dengan keperibadian dan penyakit,
korelasi yang tidak begitu erat memang ada. Orang-orang bentuk endomorph lebih mudah
mendapat beberapa jenis penyakit tertentu seperti diabetes mellitus, atheroma, batu empedu,
dan osteoarthritis.

Umumnya sifat mereka suka bicara dan tertawa, senang berkelakuan dan suka makan &
minum. Bila terserang penyakit jiwa kebanyakan mereka menunjukkan sindroma depresif.
Orang-orang yang berbentuk mesomorf sikapnya tenang, tidak terlalu ramah akan tetapi tidak
mengasingkan diri. Lawan jenis endomorph adalah jenis ektomorf yang berwatak pesimis,
sering termenung, mudah tersinggung dan cepat mengasingkan diri.
Banyak diantara mereka yang menderita ulkus peptikum, colitis ulcerosa dan thyrotoxicosis.
Penyakit jiwa sering dijumpai pada orang-orang ektomorf adalah skizofrenia.
Tinggi badan :
Pada masa pertumbuhan, bentuk badan ditentukan oleh aktifitas hormone-hormon, oleh
karena itu antara bentuk, tinggi dan berat badan dengan penyakit endokrin ada hubungan
yang erat. Orang yang tampak tinggi atau pendek belum dapat dianggap abnormal, badan
bertambah dengan cepat, barulah kita menganggap pertambahan tinggi badan itu patologis.
Keadaan demikian disebabkan oleh karena hormone pertumbuhan dibuat secara berlebihan.
Tinggi badan yang patologis selalu disertai pertumbuhan abnormal dibagian-bagian tertentu,
yaitu lengkung supraorbitalis, tulang-tulang bawah, tulang pipih, tulang hidung dan tulangtulang kaki dan tangan.
Pada penyakit pertumbuhan raksasa (gigantismus) tulang-tulang tersebut tumbuh secara
berlebihan. Orang yang pendek belum dapat dikatakan kerdil apabila tidak disertai tandatanda pertumbuhan abnormal yang khas. Pendek yang patologis atau kerdil akan disertai oleh
tanda-tanda pertumbuhan abnormal misalnya jarak dari tangan ke tangan (span) yang
dibentangkan lebih pendek daripada jarak antara vertex-tumit, dahi yang menonjol atau
tulang hidung yang datar atau pesek.
Ciri-ciri pertumbuhan semacam ini didapati pada penyakit tulang yang dinamakan
achondroplasia. Jenis kerdil lainnya menunjukkan perbandingan yang wajar dan sempurna
antara badan dan anggota gerak, akan tetapi semuanya lebih kecil. Bahwa bentuk badan yang
pendek ini juga patologis tampak dari tanda-tanda lain yaitu muka yang menunjukkan mental
terbelakang, rambut yang kasar serta kulit dahi dan bibir yang tebal.
Ciri-ciri seperti diatas adalah khas untuk penyakit cretinismus.
Tinggi badan pasien dianggap abnormal bila tinggi badan orang tua dan adik-adiknya jauh
lebih besar atau jauh lebih kecil daripada tinggi badan pasien sendiri.
Pertumbuhan badan dapat dihambat oleh berbagai penyakit seperti tuberculosis, penyakit
katup jantung rheuma, diabetes mellitus dan penyakit ginjal. gangguan-gangguan
pertumbuhan tersebut mengakibatkan tanda-tanda cretinismus atau achondroplasia.
Gaya jalan :
Gaya jalan dapat mencerminkan keadaan jiwa dan badan seseorang. Orang yang berkemauan
keras cara jalan serba gagah, sedangkan cara jalan orang yang kemauannya lemah adalah
serba lesu dan lemah. Seorang pria yang jalannya lenggak-lenggok menunjukkan bahwa ia
juga mempunyai cirri kewanitaan dalam berbagai segi kehidupan lainnya.

Lebih erat lagi adalah hubungan antara cara jalan dan penyakit : penderita penyakit
Parkinson mempunyai cara jalan yang khas yaitu tubuhnya agak membungkuk, lengannya
setengah dilipat pada sendi siku dan melekat pada badannya, tungkainya agak dilipat pada
sendi lutut dan langkahnya sangat lambat dan kaku, cara jalan seorang penderita
arteriosklerosis cerebra ada kalanya khas pula yaitu dengan langkah yang pendek-pendek
sambil setengah menyeret kakinya yang berusaha untuk maju ke depan, tetapi hasilnya
mengecewakan. Cara jalan seperti orang mabuk nampak pada orang penderita penyakit
cerebellum dan tabes dorsalis, sedangkan seorang hemiparesis akibat infarctio cerebri
menyeret setengah badannya ke depan. Penderita yang pincang oleh karena poliomyelitis
cara jalannya berbeda dengan pincang akibat patah tulang seorang penderita polyneuritis
berjalan seperti seekor ayam yaitu mengangkat tinggi-tinggi kakinya waktu melangkah
supaya ujung kakinya tidak menyentuh tanah, jalan membungkuk sambil lengannya
memeluk perut tampak pada orang yang sakit perut dan absess hepatis.
Sikap badan :
Sikap penderita yang tidak tenang dapat disebabkan oleh karena perasaannya tidak tenang,
oleh karena sakit perut atau gatal-gatal pada kulit yang mengganggu.
Orang yang sakit keras tidak dapat duduk tegak karena badannya lemah.
Kepala yang selalu miring ke satu sisi dapat menandakan adanya kontraktur pada otot atau
tulang leher (torticollis). Bila sikap ini disertai letak bahu yang lebih tinggi pada sisi ke arah
mana kepala dimiringkan, maka gejala ini menunjukkan adanya gangguan pada cerebellum.
Sikap badan yang kaku sehingga leher dan seluruh badan harus diputar apabila hendak
melihat ke samping dijumpai pada penderita penyakit ankylospondylosis.
Menetapkan tanda-tanda vital :
1. Penilaian dari nadi
Cara meraba nadi (pols).
Dengan meletakan jari kedua, ketiga, keempat dari tangan kanan diatas arteri radialis dextra,
dan ibu jari memegang dari bawah maka dapat dinilai nadi penderita.
Bagian perifer dari nadi ini kita tekan sedikit dengan jari manis dan 2 jari lainnya dapat
merasakan pulsasi nadi.
Penilaian yang diambil adalah :
-

Frekuensi

Rythme (irama)

Tegangan

Gelombang

Volume

Frekuensi denyut nadi :


Frekuensi denyut nadi ditentukan dengan menghitung jumlah denyut dalam satu menit. Untuk ini
perlu digunakan alat penentu waktu (jam tangan, stopwatch)
Frekuensi nadi pada dewasa normal adalah 60-90 kali permenit. Pada anak-anak denyut ini
sedikit lebih cepat, demikian juga pada keadaan berdiri, sedang makan dan faktor emosi
menambah denyut nadi.
Frekuensi nadi yang dianggap normal adalah lebih dari 60 dan kurang dari 100. Nadi yang cepat
dinamakan tachycardia atau pulsus frequens dan nadi yang lambat dikenal sebagai bradychardia
atau purarus.
Pulsus frequens dijumpai pada demam tinggi, thyrotoxicosis, infeksi streptococcus, diphtheria
dan berbagai jenis penyakit jantung, seperti supratricular tachycardia paroximalis (atrium
fibrilasi dan atrium flutter) dan ventricular tachycardia. Nadi yang lambat terdapat pada penyakit
myxoedema, penyakit kuning, demam enteritis dan typhoid.
Rythme (irama) :
Setelah frekuensi nadi diketahui maka kita menentukan irama nadi. Denyut nadi sifatnya teratur
pada orang yang sehat, akan tetapi nadi yang tidak teratur belum tentu berarti abnormal.
Arrhythmia sinus adalah gangguan irama nadi, dimana frekuensi nadi menjadi cepat pada waktu
inspirasi dan melambat pada ekspirasi. Hal ini adalah normal dan mudah dijumpai pada anak.
Jenis nadi tak teratur lainnya adalah abnormal. Gangguan hantaran impuls jantung (secara
singkat dinamakan gangguan hantaran jantung), terasa keadaan dimana tiap-tiap dua denyut
jantung dipisahkan sesamanya oleh waktu yang lama karena satu antara tiap-tiap dua denyut
menghilang.
Nadi semacam ini dinamakan pulsus bigeminus. Kalau tiap-tiap tiga denyut jantung diceraikan
oleh masa antara denyut nadi yang lama, nadi semacam ini dinamakan pulsus trigeminus.
Masa antara denyutan nadi (interval) yang memanjang dapat ditemukan juga jika terdapat satu
denyut tambahan yang timbul lebih dini daripada denyutan-denyutan lain yang menyusulnya.
Denyutan semacam ini dinamakan denyutan ekstra-sistolis.
Nadi yang sama sekali tidak teratur dikenal sebagai pulsus irregularis totalis dan nadi ini
merupakan gejala dari fibrilasi atrium.
Tiap denyut dapat dilukiskan sebagai satu gelombang yang terdiri dari bagian yang meningkat,
bagian yang menurun dan puncaknya. Dengan palpasi dapat kita menafsirkan gelombang
tersebut.
Gelombang nadi yang lemah mempunyai puncak yang tumpul dan rendah, dan denyut nadi itu
sifatnya seolah-olah merangkak. Nadi semacam ini dinamakan pulsus anakrot, dan khas terdapat
pada stenosis aortae.

Sebaliknya denyutan yang terasa seolah-olah meloncat tinggi, yaitu denyutan yang melompat
tinggi dan menurun secara cepat sekali adalah khas untuk insufisiensi aorta. Nadi semacam ini
dinamakan pulsus celer.
Ada lagi jenis nadi yang dinamakan pulsus paradoxus, yaitu denyut nadi yang semakin lemah
selama inspirasi bahkan menghilang sama sekali pada bagian akhir inspirasi untuk timbul
kembali pada ekspirasi. Nadi semacam ini menunjukan adanya pericarditis efusi pericardium.
Pulsus alterans adalah nadi yang mempunyai denyut nadi yang kuat dan lemah berganti-ganti.
Pulsus alterans menandakan adanya kerusakan pada otot jantung.
Pada tiap denyut nadi sejumlah darah melalui bagian tertentu daripada arteri. Banyaknya jumlah
darah ini dicerminkan oleh tingginya puncak gelombang nadi. Jika suatu denyutan terasa
mendorong dari yang mengerjakan palpasi, kita katakana bahwa nadi itu besar (pulsus magnus).
Sebaliknya pada gelombang nadi yang kecil (pulsus parvus), jumlah darah yang melalui arteri
tersebut adalah kecil.
Nadi yang besar dijumpai pada waktu orang mengeluarkan tenaga atau jika demam tinggi yang
akut. Pada pulsus celer didapati denyut yang curam datang dan hilangnya denyutan pada pulsus
celer adalah cepat sekali.
Pulsus parvus menyertai perdarahan, infarctio cordis, dan stenosis aortae. Isi nadi juga
mercerminkan perbedaan antara tekanan sistolis dan diastolis yang dikenal sebagai tekanan nadi.
2. Pengukuran tekanan darah :
i.

Alat :

Untuk melakukan pengukuran tekanan darah dapat digunakan sphygmomanometer (tensimeter)


yang sekarang banyak jenisnya dimulai dari sphygmomanometer air raksa sampai ke tensimeter
elektronik.
Yang biasa digunakan adalah sphygmomanometer air raksa yang terdiri dari sebuah manometer
dengan kalibrasi dari 0 s/d 300 mmHg. Cuff (karet pembalut yang dapat diisi tekanan), pompa
karet dan pipa karet.
ii.

Cara :

Penderita yang akan diperiksa dapat didudukkan dengan tenang ataupun berbaring. Usahakan
agar pakaian tidak terlalu ketat dan menghalangi tempat pengukuran cuff (manset) dari
tensimeter dibalutkan pada lengan atas yang sedikit abduksi.
Dengan memompa pompa karet tekanan dinaikkan sampai 250 ataupun 300 mmHg dari arteri
radialis di pergelangan tangan di palpasi (cara palpasi). Palpasi yang pertama diraba di
pergelangan tangan ini dicatat sebagai tekanan darah sistolis.
Cara ini selalu dilakukan terlebih dahulu dan lalu untuk lebih jelas kita lakukan cara auskultasi.
Tekanan pada cuff (manset) dinaikkan lagi dengan ceoat s/d 250 atau 300 mmHg dan dengan

stethoscope diletakkan pada sekitar arteri brachialis pada daerah antecubiti dibawah cuff,
didengarkan suara korotkov.
Kita kenal suara korotkov ada 4 phase (lihat diagram).

Tekanan pada cuff perlahan-lahan diturunkan sampai terdengar suara pertama (awal phase I).
tekanan pada suatu saat ini pada sphygmomanometer dicatat sebagai tekanan sistolis.
Pada waktu tekanan diturunkan lagi perlahan-lahan suara akan berubah dari suara mengentak
kuat kepada suara menghembus/ mendesis. Dengan menurunkan lagi tekanan suara akan berubah
lagi menjadi tajam yang tidak sekuat fase I (fase III). Akhirnya suara berubah lagi menjadi
menghembus dengan intensitas lebih lama (fase IV). Bila tekanan diturunkan lagi suara makin
lemah sampai menghilang sama sekali (fase V).
Menghilangnya suara ini dapat terjadi secara mendadak, bertahap ataupun tidak menghilang
sama sekali pada individu-individu tertentu.
Pengukuran tekanan diastolis ini diukur oleh beberapa klinis pada saat berubah dari fase III
menuju fase IV. Penulis lain, termasuk di Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RS Dr. Pirngadi
Medan. Mencatat tekanan diastolis pada saat perubahan dari fase ke IV dan ke V, yaitu dimana
secara akhirnya menghilang sama sekali.
Kadang-kadang dilakukan juga pencatatan kedua, tekanan yang diperoleh seperti 160/90/80
mmHg.
160 = tekanan darah sistolis
90 = tekanan darah diastolis pada awal fase ke IV
80 = tekanan darah diastolis pada awal fase ke V
Pada penderita dimana suara tidak menghilang dapat ditentukan pada saat suara pada fase ke IV
berubah intensitasnya.

Suatu hal yang penting adalah mencatat dan menilai pengukuran darah dengan sebaik-baiknya.
Selalu diingat bahwa tekanan darah ini selalu berubah dengan keadaan. Pengukuran pada suatu
saat menunjukan tekanan darah arterial pada saat itu saja, misalnya di kamar praktek. Tetapi hal
ini belum tentu sama dengan tekanan darahnya pada waktu mengalami perubahan emosi, sedang

berlari-lari, bekerja berat, tidur nyenyak. Sayangnya tidak semua orang dapat diukur tekanan
darahnya secara terus menerus tanpa mengganggu kegiatannya sehari-hari.
Tekanan darah yang hanya meninggi bila seseorang sedang terganggu emosinya dan merendah
pada waktu tidur (manusia mempunyai suara tidur sepertiga dari usianya) hanya berpengaruh
sedikit bukan terhadap jantungnya dibanding dengan seseorang yang mempunyai tekanan yang
tetap tinggi siang dan malam. Selanjutnya tekanan darah 160/80 pada penderita arteriosklerosis
dapat dianggap tidak apa-apa bila diukur di klinik, tetapi bila orang ini sedang mengejar bis
misalnya, tekanan darahnya dapat mencapai 280/100 atau lebih, suatu tekanan yang cukup tinggi
untuk dapat memecahkan pembuluh darah yang lemah. Para dokter perlulah menilai segala
kemungkinan ini untuk dapat mencegah terjadinya kardiovaskuler accidents.
Untuk mendapatkan pengukuran tekanan darah yang baik penderita hendaknya dibuat setenang
mungkin, dan ini membutuhkan waktu serta kesabaran.
Kesalahan-kesalahan teknis yang mungkin terjadi pada waktu pengukuran tekanan darah adalah :
a. Auscultary Gap :
Pada beberapa kasus, suara menghembus pada fase kedua tidak terdengar. Hilangnya
suara ini dapat terjadi oleh karena cuffnya tidak dipompa cukup tinggi sehingga kalau
diturunkan tekanannya akan dicatat sebagai tekanan darah systolis.
b. Cuff terlalu kecil :
Bila cuff terlalu kecil akan tercatat kesalahan pengukuran yang terlalu tinggi. Hal ini
sering terjadi pada orang-orang gemuk.
c. Penderita kurang tenang :
Pada umumnya penderita agak sungkan bila berkunjung ke dokter, lebih-lebih bila
kunjungan itu baru yang pertama sekali. Maka hendaknya penderita sebelum diukur
tekanan darahnya, diterangkan lebih dahulu dan pada setiap kunjungan penilaian ini
dilakukan lagi.
d. Penurunan tekanan cuff yang terlalu cepat :
Selalu diingat bahwa cardiac cycle atau gelombang nadi pada denyut nadi rata-rata adalah
0,8 detik. Jadi bila tekanan didalam cuff diturunkan secara cepat beberapa denyut akan
hilang secara auskultasi sehingga pengukuran akan mengalami kesalahan.

Pernafasan
Tanda vital lain yang penting adalah pernafasan. Penentuan keadaan ini penting sehubungan
dengan beratnya penyakit. Dalam menentukan keadaan pernafasan ini diperhatikan frekuensi
pernafasan serta type pernafasan.
Frekuensi pernafasan
Cara yang termudah untuk menentukan frekuensi pernafasan adalah dengan meletakkan tangan
di atas dinding dada dan menentukan frekuensi berkembangnya toraks dalam 1 menit. Frekuensi
pernafasan pada orang dewasa adalah antara 16-24x per menit.
Banyak faktor yang mempengaruhi frekuensi pernafasan ini secara physiologis. Salah satu yang
terpenting adalah olahraga/ latihan jasmani dimana didapati percepatan parnafasan. Demikian
juga bila sedang bekerja fisik yang berat.
Perubahan-perubahan frekuensi pernafasan :
Polynoe
Polynoe disebut juga pernafasan yang cepat yang dapat terjadi pada beberapa keadaan patologis
seperti penyakit-penyakit infeksi, gangguan sistem sirkulasi dan respirasi.
Disamping itu polynoe ini dapat juga timbul oleh pengaruh psikis.
Pada keadaan sehari-hari polynoe ini disebut dyspnoe (sesak nafas).
Pernafasan diperlambat (Oligopnoe)
Setiap kali selalu kita dapatkan perlambatan pernafasan. Gejala ini sangat lebih jarang kita
dapatkan daripada polipnoe. Perlambatan yang penting kebanyakan menunjukkan suatu kelainan
yang berat dan dapat timbul pada proses-proses cerebral, uremia dan keracunan lainnya.
Pernafasan yang diperlambat kadang-kadang teratur, kadang-kadang tidak teratur. Pada pasien
dengan uremia kita dapatkan pernafasan yang diperlambat yang sama sekali tidak teratur dengan
frekuensi 8x permenit.
Dalam-dangkalnya pernafasan
Pernafasan dapat dangkal atau dalam. Pernafasan cepat dan dangkal yang mendadak kita
dapatkan amat sering pada radang paru-paru yang akut. Sign (gejala) ini dapat member petunjuk
yang paling tepat dan penting bagi penentuan penyakit ini.
Bila kita dapatkan pernafasan mendadak dalam dan juga cepat, maka kita berhadapan dengan
beberapa type pernafasan yang timbul pada keracunan asam. Kita temukan juga terutama pada
koma diabetikum, kadang-kadang sebenarnya juga pada bentuk-bentuk lain dari keracunan asam
(gangguan ginjal, intoksikasi dengan salicyl,dsb)
Kita sebut type pernafasan ini Pernafasan Kausmall.

Pernafasan tidak teratur


Keadaan tidak beraturan ygn terpenting yang dapat kita jumpai dalam klinik adalah pernafasan
Cheyne-Stokes.
Kita dapatkan disini period pernafasan dalam, yang bergantian dengan periode-periode dari
pernafasan dangkal yang hampir menghilang.
Periode-periode ini berubah perlahan bergantian satu dengan lain. Bilamana kita perhatikan
pasien dengan sungguh-sungguh, ternyata mereka itu pada periode pernafasan dalam sangat
sesak nafasnya dan sukar mengambil nafas, sementara itu sesudah waktu yang singkat
pernafasan menjadi perlahan/ tenang dan kadang-kadang berhenti sama sekali (apnoe).
Pernafasan Cheyne-Stokes adalah gejala yang berat dan mempunyai prognosis yang jelek yang
harus digambarkan sebagai suatu kerusakan dari pusat pernafasan, mungkin dapat disebabkan
keracunan ataupun oleh sirkulasi yang tidak sempurna. Yang paling jelas pernafasan CheyneStokes itu kebanyakan dalam istirahat (waktu tidur) sedangkan bentuk-bentuk ringan dapat
menghilang bila perhatian pasien sungguh-sungguh. Ini terutama sering terlihat pada penyakitpenyakit yang berat dari jantung dan ginjal.
Keadaan tidak beraturan yang penting dari pernafasan dapat timbul pada proses-proses cerebral,
terutama pada meningitis. Disini secara periodic pernafasan menghilang dan kita temukan
pernafasan mendadak secara tidak teratur. Dalam hal jarang terjadi ialah disini terdapat
pernafasan yang tidak teratur, yang tiba-tiba diselangi oleh pernafasan berhenti yang lebih
panjang. Kita sebut ini dengan type pernafasan dari Biot.
DYSPNOE
Seperti yang telah disebut diatas, dapatlah dyspnoe dijumpai pada keadaan fisiologis sesudah
bekerja berat. Pada anamnesa telah dibicarakan bahwa juga pada orang sehat juga dapat
dijumpai, dalam hal ini dapat sangat bervariasi.
Suatu dyspnoe deffort yang tidak menyenangkan selalu patologis, bila ini kita jumpai sesudah
bekerja yang ringan, bila dikerjakan oleh orang yang sehat dengan tanpa keluhan.
Dalam banyak hal dyspnoe deffort yang patologis menunjukkan akan adanya kegagalan jantung.
Kadang-kadang pada sejumlah orang dimana kita dapatkan dyspnoe deffort yang berat dan
meski begitu tidak terdapat kelainan yang penting pada jantung, seperti ternyata pada
pemeriksaan dan keadaan selanjutnya. Keadaan ini terutama dipelajari oleh LEWIS dan olehnya
disebutnya sebagai EFFORT SYNDROM.
Keadaan ini jangan dicampur adukkan dengan penyalahan/ penyakit organis dari jantung.
Pada tingkat yang berat dari kegagalan jantung, pada istirahat terdapat juga dyspnoe. Lebih
lanjut dyspnoe pada istirahat ditemui pada kelainan paru-paru dan jalan pernafasan. Tekanan
pada trakea dan bronki yang besar dapat menyebabkan pernafasan yang dipersukar dengan
perasaan sesak nafas. Kebanyakan dalam hal ini frekuensi pernafasan hanya naik sedikit.
Stenosis dari jalan pernafasan yang berat kebanyakan juga dikenal oleh suara yang dari jauh
terdengar pada waktu inspirasi kita sebut ini sebagai stridor inspirator.

Dapat juga timbul dyspnoe oleh penyempitan dari sejumlah banyak bronki kecil-kecil, disini
dapat juga kita dengar suatu stridor akan tetapi pada waktu ekspirasi (ekspiratoir stridor). Suatu
contoh yang baik disini ialah asma bronchial.
Dyspnoe dapat juga timbul pada kelainan paru-paru yang luas, seperti pneumonia.
Juga pada yang kronis, misalnya tuberculosis paru-paru yang luas, gejala ini dapat kita jumpai.
Lebih lanjut ini dapat timbul pada kompresi pada paru-paru misalnya pada pleuritis eksudativa,
apalagi bila terjadi kompresi pada kedua belah paru sehingga terjadilah dyspnoe yang berat.
Faktor-faktor lain yang mendesak pernafasan hingga menimbulkan dyspnoe seperti diafragma
meninggi, gangguan mekanis dari pernafasan, berkurangnya elastisitas (kekenyalan) dari paruparu dan sebagainya.
Dyspnoe seperti yang telah dikatakan, ditandai oleh karena disertai sensasi subyektif yang tak
menemu. Disamping itu tak jarang dapat diketahui perubahan yang obyektif dari pernafasan.
Disini kita lihat turut bekerja otot-otot pernafasan auxiliair dan terutama pada leher (Mm.
Scaleni). Disamping itu pada hidung terutama pada pernafasan yang cepat dan teratur sering kita
dapatkan gejala dari pernafasan cuping hidung. Disini lubang hidung melebar pada waktu
inspirasi, sedangkan menyempit selama ekspirasi.
Pada tingkat yang berat dari dyspnoe kebanyakan pasien-pasien tidak mungkin lagi meletakan
badannya horizontal, mereka dalam keadaan kaku dengan mengangkat bagian atas dari
tubuhnya. Beberapa dari mereka merasa yang enteng sudah bila bagian atas badannya sedikit
diangkat. Pada bentuk-bentuk yang berat dari gangguan ini pasien dalam keadaan kaku
(compulsary), sehari semalam terus menerus tetap dalam sikap duduk tegak. Keadaan ini kita
sebut ortopnoe.
3. Mengukur suhu
Alat :
Untuk pemantauan suhu digunakan thermometer air raksa dan lazim digunakan disini adalah
dengan satuan celcius (0C).
Kita kenal berbagai jenis thermometer sekarang ini dimulai dari thermometer biasa sampai
dengan thermometer elektronik yang dapat dibaca secara digital. Untuk tugas di ruangan
cukuplah kita menggunakan thermometer biasa.
Sebelum melakukan penentuan suhu tubuh hendaknya temperature sebelumnya adalah dibawah
suhu tubuh dengan cara membiarkan thermometer tersebut ditempat biasa ataupun diusahakan
menurunkannya dengan pendinginan.
Cara pengukuran
Pengukuran suhu dapat dilakukan pada beberapa tempat tubuh seperti :
-

Axilla

Mulut

Rectum

Vagina

Pengukuran yang paling baik adalah pada rectum atau vagina dimana thermometer benar-benar
berada di dalam tubuh sehingga benar-benar dapat memindahkan suhu tubuh ke thermometer.
Pengukuran di axilla juga dapat dipercaya hanya memerlukan kecermatan dan membutuhkan
waktu yang lebih panjang (lebih kurang 10 menit) sedangkan pengukuran di rectum dan vagina
dapat dilakukan dengan waktu yang sedikit lebih singkat.
Suhu normal
Umumnya temperature normal pada rectal adalah antara 36,5-37C, demikian juga pada
pengukuran di tempat lainnya namun sering terdapat variasi normal dari suhu rata-rata.
Beberapa yang mempengaruhi suhu normal seperti :
1. Sesudah makan suhu akan meningkat sedikit.
2. Terdapat perbedaan suhu sehubungan dengan waktu, suhu pada waktu pagi lebih rendah
daripada suhu siang hari (circadian).
3. Kenaikan suhu secara fisiologis seperti sehabis olahraga (gerak badan) dan lain-lain.
4. Perubahan suhu sehubungan dengan menstruasi, dimana biasanya suhu lebih tinggi juga
pada masa ovulasi.
Perubahan suhu
Pada penentuan suhu tubuh akan dilihat berbagai perubahan suhu seperti :
-

Subfebril : terdapat kenaikan suhu dari normal sampai lebih kurang 38C.

Febris (demam) : suhu meningkat lebih dari 38C.

Hiperpireksi : terdapat peningkatan suhu yang sangat tinggi lebih dari 41C.

Perubahan suhu ini selalu dicatat pada daftar/ kurve demam dan diukur setiap hari pada penderita
yang dirawat dan bila perlu beberapa kali sehari pada penderita demam.
Naiknya suhu dapat terjadi pada berbagai keadaan penyakit terutama sekali oleh karena infeksi
baik bacterial maupun parasit lain-lain.
Type demam
Dikenal beberapa type (jenis) dari demam :
1. Febris intermitten
Demam type ini kita temui suhu yang tinggi diselangi dengan menggigil (rasa dingin).

Keadaan seperti ini ditemui pada penderita malaria atau sepsis.


2. Febris remitens
Demam seperti ini suhu meninggi dan diselangi dengan sedikit menggigil (rasa dingin)
dengan sedikit. Tetapi kenaikan dengan penurunan tidak lebih dari 1C.
Febris remitens ini tidak khas untuk sesuatu jenis penyakit tetapi bisa didapati pada
berbagai penyakit infeksi.
3. Febris continue
Pada demam type ini temperature meninggi dan tidak menunjukkan penurunan atau
penaikkan yang nyata (kurang dari 1C) pada kurve temperature.
Jenis demam ini dapat juga untuk penyakit-penyakit misalnya demam typhoid disamping
dapat juga untuk penyakit-penyakit berat lainnya.
4. Febris hektica
Tipe demam ini menunjukkan temperature yang sangat tidak teratur dan kadang-kadang
berlangsung lama. Demam ini terjadi pada penyakit yang sangat berat.
5. Temperature/ suhu inversus
Tipe perubahan suhu ini berupa demam yang pada pagi hari lebih tinggi dari sore hari,
kebalikan dari yang biasa. Demam ini biasanya terdapat pada penderita tuberculosis paru.

BAB III
PEMERIKSAAN KEPALA
Metode pemeriksaan yang penting adalah inspeksi, palpasi dan perkusi yang meliputi
pemeriksaan terhadap :
1. Muka
2. Bentuk kepala
3. Keadaan rambut
4. Mata
5. Hidung
6. Telinga, bibir dan mulut

1. Muka
Memperhatikan muka penderita penting sekali bagi seorang dokter untuk melihat
pancaran atau eksperi wajah penderita yang dapat menggambarkan keadaan penderita
apakah dalam :
-

Emosi

Cemas

Gembira

Kesakitan

Depresi

Sedih

Dan lain-lain

Dan sekaligus pula wajah seseorang dapat memperlihatkan wataknya. Begitu pula
diperlihatkan apakah muka itu simetri atau asimetri yang disebabkan kelumpuhan N VIII
yang disebut Fascialis Parase.
Juga harus diperhatikan bentuk muka yang lain, yang mungkin berupa :
-

Muka myxodem (muka bengkak, bulat, lidah tebal, dan seperti orang mau tidur).

Moon face (muka bulat seperti bulan penuh)

Mongolisme (mata sipit, hidung pesek dan lebar, bibir tebal)

Muka singa (leomine fasies)

Pada dahi dan pipi serta dagu subcutan menebal, hidung lebar dan pesek.

2. Bentuk kepala
Kepala dapat berbentuk :
-

Normal

Abnormal

Abnormal dapat berupa :


-

Hydrosefalus (sangat membesar)

Microsefalus (sangat mengecil)

Empat segi (pada rakhitis)

Yang perlu menjadi perhatian dokter apakah pada kepala terdapat adanya :
-

Tumor

V.V mekar

Tanda-tanda radang

Tanda-tanda trauma

Nyeri tekan

3. Rambut
Kita perhatikan pertumbuhannya apakah lebat atau jarang, merata atau tidak. Bagian
yang tidak ditumbuhi rambut disebut alopesia. Begitu pula mengenai warnanya, harus
kita perhatikan apakah :
-

Hitam

Coklat

Putih

Pirang

Dan lain-lain

4. Mata
Perhatikan letak bola mata apakah menonjol keluar yang disebut exophtalmus atau
tertarik ke dalam yang disebut endophtalmus.

Kemudian perhatikan gerakan bola mata apakah terbatas pada satu arah yang disebut
dengan strabismus atau mata juling karena kelumpuhan otot-otot mata tertentu hingga
ada :
-

Strabismus divergen (melihat ke lateral) arah telinga.

Strabismus konvergen (melihat ke arah medial) arah hidung.

Nystagmus (gerakan bola mata yang terus menerus dengan arah bolak-balik
karena gangguan ekstra pyramidal)

Deviation conjugae (keadaan bola mata terjatuh karena gangguan ekstra


pyramidal)

KELOPAK MATA
-

Apakah ada ptosis yaitu kelopak mata jatuh karena kerusakan N.III.

Xanthelasme (bercak-bercak kuning pada kulit kelopak mata yang disebabkan peninggian
kadar lemak dalam darah)

Blefaritis (radang kelopak mata)

Oedema (kelopak mata yang membengkak) selalu disebabkan penyakit ginjal.

Tekanan bola mata harus juga diperiksa. Tekanan bola mata meninggi pada glaucoma.
Tekanan bola mata menurun pada koma diabetikum.

Tumor bola mata harus juga diperiksa. Tekanan bola mata menurun pada koma
diabetikum.

Tumor-tumor jinak dan ganas.

Pendarahan karena trauma.

PUPIL
Pada pemeriksaan pupil yang pertama kita perhatikan :
-

Bentuknya :

- sama (isokor)
- tak sama (anisokor)

Besarnya :

- normal
- mengecil (miosis)
- amat mengecil (pin point)
- membesar (midriasis)

Reflex pada pupil


-

Direk (cahaya langsung pada mata tersebut)

Indirek (cahaya tidak langsung pada mata tersebut hanya pada mata lainnya)

CONJUNGTIVA
Pada pemeriksaan conjungtiva perlu kita perhatikan apakah ada tanda-tanda yang berupa :
-

Anemia

: bila conjungtiva berwarna pucat karena kurang darah

Radang

: bila conjungtiva terlihat hiperemis dan adanya tanda-tanda infeksi

Bitot spot

: bercak keabu-abuan selalu berbentuk segi tiga didapat pada kedua sisi
kornea disebabkan kekurangan vitamin A.

Pinguecula

: bercak-bercak putih kekuning-kuningan pada kedua sisi kornea, terdiri


dari jaringan ikat.

Phlycten

: penonjolan kecil-kecil warna abu-abu kekuning-kuningan pada


conjungtiva dan kornea.

CORNEA
Pertama-tama kita lihat apakah ada arcus senilis, yaitu garis putih keabuan yang melingkari
kornea. Secara fisiologis ditemukan pada usia tua, tapi juga dapat pada usia muda umpamanya
pada penderita diabetes mellitus.
Ulkus

: yaitu adanya perselubungan seperti awan dengan adanya tanda-tanda radang.

Xerophtalmia : kornea menjadi kering dan lunak pada kekurangan vitamin A yang lebih berat
Xeratomalasia : kornea hancur
LENSA
Lihat apakah lensa berwarna keruh yang disebut katarak dijumpai pada usia lanjut. Pada sklera
palpebra lihat ada atau tidaknya ikterus yaitu sklera yang berwarna kuning.
FUNDUS
Diperiksa dengan alat ophtalmoskop dan disebut Funduskopi yang dilihat pada fundus apakah
ada :
-

Vena-vena melebar pada papil

Udem pada papil

Pendarahan pada papil

VISUS
Pada pemeriksaan dokter sehari-hari perlu diadakan pemeriksaan secara umum terhadap daya
penglihatan penderita dengan memakai kartu snellen dan penderita berada 6 meter dari jarak
kartu snellen dan disuruh membaca huruf-huruf yang terdapat pada kartu tersebut, dengan
bergantian mata kanan dan kiri yang ditutup.
Dari pemeriksaan ini dokter mengetahui apakah penderita :
-

Emetrop

: yaitu mata normal, bayangan benda tepat jatuh pada retina.

Hypermetrop / mata jauh : yaitu bayangan benda jatuh di belakang retina.

Myop / mata dekat

: yaitu bayangan benda jatuh di depan retina.

Gangguan lain pada penglihatan dapat berupa :


-

Presbyop : yaitu penglihatan terganggu karena kurangnya daya akomodasi, sehingga


bayangan benda jatuh di belakang retina.

Buta warna : yaitu bila penderita tidak dapat membedakan warna yang ada pada spectrum
dan ini diperiksa dengan cara yang menyuruh penderita melihat lembaran test yang dibuat
untuk itu. Kemudian dokter meneruskan pemeriksaannya terhadap lapangan penglihatan
penderita apakah ada gangguan atau tidak.

PHARYNX
-

Lihat tanda-tanda radang

Periksa reflex

Bau pernafasan :
Aseton

: pada koma diabetikum ketoasidosis

Amoniak : pada koma urenikum


Bau busuk pada abses paru
Anyir

: pada koma hepatikum

Atau tanyakan langsung penderita bagaimana pendengarannya biasa atau berkurang.

Perhatikan apakah ada pada :


Bibir :
-

Luka-luka (rahgaden)

Warnanya :

Pucat (anemia)

Biru (cyanosa)

Herpes labialis : gelembung-gelembung kecil yang dapat mongering dalam beberapa hari
dan meninggalkan krusta didapat pada keadaan demam.

Selaput lendir :
-

Stomatitis

Aphtoe : luka-luka kecil pada selaput lendir pipi yang kemusian disertai infeksi dan
membentuk ulkus.

Leukoplakia : bercak-bercak putih keabuan yang terdapat pada selaput lendir pipi dan
lidah karena epitel mongering, menebal dan fissure.

Gigi :
-

Jumlahnya dan bentuknya

Caries (radang gigi)

Abses alveoli

Gusi :
-

Pendarahan

Pembengkakan

Lidah :
-

Besarnya

Gerakannya

Tremor (bergetar) sewaktu dikeluarkan

Permukaannya basah atau kering (dehidrasi)

Papil-papil tidak jelas (atrofi) menyebabkan permukaan licin, merupakan gejala


pernisiosa anemia.

Lihat juga apakah ada luka-luka

Ranula (tumor jinak) kista kelenjar ludah/ kelenjar mukosa yang tertutup, letaknya di
dasar mulut/ pangkal lidah

Caranya :
Penderita duduk dan dokter berada didepannya dengan mata yang sama tinggi. Mata kanan
penderita menatap mata kiri dokter dan mata lainnya masing-masing ditutup.

Kemudian dokter menggerakkan 2 jari tangan kanannya sebagai objek, yang mana jarak dari
mata dokter, mata penderita sama jauh. Kemudian penderita disuruh memberitahukan dokter bila
ia sudah melihat jari-jari tersebut.
Bila dokter telah melihat jari-jari tersebut sedang penderita belum, artinya penderita mengalami
gangguan medan penglihatan, dan bila ini ditemukan, sebaiknya penderita harus dikonsulkan ke
dokter spesialis mata. Bila lapangan penglihatan penderita terganggu separuh disebut
hemianopsia.
5. Hidung
Lihat bentuknya apakah :
-

Mancung

Pesek

Sadle nose

Bagaimana letak septum nasi, apakah ada deviasi. Kemudian perhatikan lubang hidung,
apakah ada penyumbatan karena polip, atau pendarahan (epistaksis) atau adanya ingus
dan bagaimana pula keadaan selaput lendir hidung apa ada hiperemis dan lain-lain.
Terakhir perlu dokter menanyakan tentang penciuman penderita apakah baik atau
terganggu
6. Telinga
Lihat bagaimana keadaan daun telinga penderita biasa atau abnormal. Apakah ada
benjolan atau benjolan pada daerah lobus yang merupakan tophus/ tophi, yang
disebabkan penimbunan Na-Nitrat yang dijumpai pada penderita gout atau pirai.
Kemudian perhatikan liang telinga, apakah ada keluar secret yang berupa nanah ataupun
serumen.
Apakah ada nyeri tekan pada Processus mastoideus yang merupakan tanda-tanda
mastoiditis. Terakhir lakukan test pendengaran yang dilakukan dengan suara berisik
dengan jarak 6 meter.

BAB IV
PEMERIKSAAN LEHER
Pemeriksaan leher terdiri dari inspeksi, palpasi dan auskultasi. Pemeriksaan pertama adalah
dengan inspeksi melihat kelainan berupa asimetri, pulsasi-pulsasi, tumor atau pembengkakan dan
pembatasan pergerakan. Dengan meregangkan dan pembengkokan leher ke lateral otot
sternocleidomastoideus menjadi tegang dan membuat batas yang jelas antara triangular anterior
dan posterior. Dengan begini pembesaran thyroid, pembesaran kelenjar limfe atau kelainan
struktur yang lain menjadi lebih jelas. Leher penderita Turner sindrom dan Klipel sindrom
mempunyai karakteristik lipatan-lipatan kulit seperti fan yang terentang ke lateral dari leher ke
bahu. Kelainan ini disebut webbed neck.
Pemeriksaan selanjutnya ialah palpasi untuk mengenal tulang rawan thyroid, kelenjar thyroid,
oto sternocleidomastoideus, a.carotis, kelenjar limfe, v.jugularis dsb.
Palpasi struktur submandibularis dilakukan dengan meletakan satu jari di dalam mulut. Dasar
mulut dan kelenjar ludah submandibular dan kelenjar limfe dapat diraba dengan mudah. Batu
pada saluran kelenjar ludah juga dapat diraba dengan cara ini.
Pada palpasi thyroid yang normal didapatkan satu massa yang licin, keras, bergerak bila
penderita menelan. Pemeriksaan dilakukan dengan cara pemeriksa berdiri di belakang penderita.
Ujung-ujung jari kedua tangan diletakkan pada jaringan thyroid sedangkan trakea memisahkan
tangan pemeriksa. Kemudian penderita disuruh menelan dan thyroid menggelincir diantara jarijari tangan pemeriksa memberi kesan tentang besarnya, batasnya, dan keras lunaknya thyroid.
Untuk memeriksa setiap lobus dan polenya dilakukan pemeriksaan sebagai berikut : pemeriksa
menarik otot sternocleidomastoideus dan dengan tangan yang satu lagi mempalpasi lobus atau
pole thyroid.
Jika pole di bawah tidak dapat teraba mungkin pole ini terletak di bawah sternum dan dapat
diperiksa dengan perkusi. Pembesaran thyroid dapat disebabkan oleh Graves disease, colloid
goiter, cyste thyroid dll.
Auskultasi thyroid pada Graves Disease didapati systolic bruit. Bruit ini juga didapati pada
penyakit jantung dengan cardiac murmur yang dirambatkan melalui a.carotis. Systolic thrill yang
synchronous dengan bruit dapat diraba pada beberapa penderita.
Thyroid bruit dan thrill hampir pathognomonis Graves disease dan arang didapati pada colloid
goiter dan penyakit thyroid lain.
Arteri carotis dapat berpulsasi yang disebabkan oleh :
-

Aorta insufisiensi

Anemi

Hipertiroidism

Aneurisma a.carotis

Kelainan-kelainan jantung seperti

Premature contraction

Auricular fibrillation

Pada auskultasi a.carotis bisa didapati systolic bruit yang disebabkan oleh obstruksi
karena arteriosklerosis.
Tempat auskultasi ini adalah di atas dan di daerah clavicula setentang a.innominate dan
subclavian, kemudian di atas a.carotis dan bifurcation. Kalau didengar daerah sistolik
harus dibedakan dengan desah aorta.
Pada inspeksi penting diperhatikan adanya pulsasi-pulsasi v.jugularis yang dapat
disebabkan :
-

Obstruksi karena tumor di dalam rongga dada

Cardiac failure

Pembesaran kelenjar limfe cervical dapat disebabkan oleh :


-

Hodgkin disease

Tuberkulous limfeadenitis atau scrofula

Lymphative leukemia

Pediculous capitis

Pada Hodgkin pembesaran kelenjar pada mulanya terpisah-pisah dan keras dan selalunya
bilateral membentuk horse collar yaitu suatu massa disekitar leher. Pembengkakan
kelenjar ini sering unilateral. Pada scrofula kelenjar limfa yang membesar itu melekat
satu sama lain dan dapat berfluktuasi dan pecah.
Pada lymphatic leukemia pembesaran kelenjar terpisah.
Pembesaran kelenjar pada pediculous capitis dan infeksi scalp menyebabkan pembesaran
kelenjar dibagian posterior.
Pembesaran di leher dapat juga disebabkan oleh :
-

Lymphoma

Tumor seperti :

Branchial cyst tumor

Tumor carotid body

Sarcoma

Asimetri daripada leher dapat disebabkan oleh torticollis atau wryneck yang
menyebabkan deviasi yang karakteristik dari kepala ke satu sisi. Torticollis ini dapat
disebabkan oleh :
-

Dislokasi vertebra cervicalis bagian atas

Kelainan congenital

Tuberculous cervical vertebrae dapat menyebabkan keadaan yang sama

Poliomyelitis dapat menyebabkan atrofi otot trapezius pada satu sisi dan menyebabkan
asimetri yang jelas pada permukaan belakang leher.
Cervical rib kadang-kadang dapat diraba pada leher dan rigidity selalu dijumpai pada
meningitis.

BAB V
PEMERIKSAAN SALURAN PERNAFASAN
Pendahuluan
Pemeriksaan thorax terdiri dari anamnesa, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Dengan pemeriksaan
fisik ini kita hanya dapat menentukan kelainan susunan jaringan atau diagnosis structural, yang
berupa kelainan infiltrate, kelainan jaringan ikat, dan kelainan cairan atau yang serupa dengan
itu. Untuk menegakkan diagnose maka gejala-gejala yang didapat pada pemeriksaan fisik ini
dianalisa dengan hasil-hasil pemeriksaan lain misalnya pemeriksaan foto thorax, pemeriksaan
fungsi paru, pemeriksaan fungsi pleura dan lain-lain.
Gejala-gejala pernafasan yang menunjukkan tempat penyakit seperti batuk, dyspnoe, nyeri dada,
hemoptyisis, dan lain-lain sering dikeluhkan penderita. Tetapi tak jarang pula tanda-tanda klinis
seperti cyanosis dan clubbing jari-jari yang dikeluhkan penderita yang seharusnya jadi
pengamatan dokter yang memeriksa.
Tanda-tanda klinis seperti tidak hanya berasal dari penyakit paru tetapi dapat juga disebabkan
oleh penyakit kardiovaskular, penyakit saraf, dan penyakit darah. Tetapi sebaliknya tanda-tanda
itu dapat sebaiknya diperhatikan lebih dahulu sebelum pemeriksaan thorax secara sistematis.
Anatomi paru
Paru-paru terdiri dari paru kanan dan paru kiri yang masing-masing terdiri dari beberapa lobus.
Paru kanan terbagi atas 3 lobus yaitu lobus atas, tengah dan bawah, sedangkan paru kiri terdiri
dari 2 lobus yaitu lobus atas dan bawah serta lingula.
Tiap lobus paru terdiri pula atas beberapa segmen dan masing-masing segmen ini menerima
percabangan bronkus tersendiri (bronchial tree), arteri pulmonalis, dan vena pulmonalis.
Segmen brnchopulmonal :
Paru kanan : Lobus atas terdiri dari

1. Segmen apical
2. Segmen anterior
3. Segmen posterior

Lobus tengah terdiri dari :

1. Segmen lateral
2. Segmen medial

Lobus bawah terdiri dari :

1. Segmen apical
2. Segmen medial basal
3. Segmen anterior basal
4. Segmen lateral basal
5. Segmen posterior basal

Paru kiri :

Lobus atas terdiri dari :

Superior division
1. Apical segmen
2. Posterior segmen
3. Anterior segmen
Inferior division
1. Superior lingular
2. Inferior lingular segmen

Lobus bawah :

1. Apical segmen
2. Antero-basal segmen
3. Lateral-basal segmen
4. Posterior-basal segmen

Anatomi Topografi
Ada beberapa garis-garis dan tulang-tulang yang dapat dipakai sebagai orientasi :
Beberapa garis-garis :
1. L. Midsternalis

: garis vertical yang ditarik pada pertengahan sternum dan pr.


Xiphoideus.

2. L. Medioclavicularis : garis sejajar dengan L.Midsternalis yang melalui pertengahan


clavicula vertical ke bawah
3. L.Axillaris anterior

: garis yang ditarik vertical ke bawah melalui lipat ketiak depan

4. L.Axillaris posterior

: garis yang ditarik vertical ke bawah melalui lipat ketiak belakang

5. L.Midaxillaris

: garis vertical yang melalui tengah ketiak

6. L. Sternalis

: garis yang melalui pinggir sternum kiri atau kanan

7. L. parasternalis

: antara sternalis dan Inc

Beberapa tulang-tulang yang perlu untuk orientasi :


1. Sternum dan angulus costae
2. Clavicula
3. Arcus costae dan angulus costae
4. Scapula yang berbentuk segi tiga
5. Costae
6. Tulang punggung
Angulus ludovici adalah :
a. Tempat costae kedua melekat pada sternum dan manubrium
b. Kira-kira setinggi ruas dada ke tempat (thoracal 4)
c. Setinggi batas atas dari aurikel jantung
d. Setinggi bifurcation trakea
e. Tempat pertemuan kedua paru depan
Papilla mammae pada seorang pria biasanya ada pada sela iga ke empat. Batas atas scapula
setinggi costae 2 dan 3, batas bawah setinggi costae 7, sesuai dengan ruas thoracal 8 atau 9. Hilus
berada pada perbatasan ruas thoracal ke 7 dan ke 8 atau setinggi tempat costae 3 melekat pada
sternum.
Anamnesa
Sebelum dilakukan pemeriksaan fisik ditanyakan terlebih dahulu mengenai riwayat penyakit
kepada penderita atau familinya yang disebut anamnesa guna mengarahkan pemeriksaan fisik
yang akan dilakukan.
Pertanyaan-pertanyaan disusun secara sistematis sebagai berikut :

Keluhan utama

Keluhan selanjutnya mengenai penyakit yang diderita

Keterangan alat-alat tubuh lain

Keterangan keadaan rohani

Keadaan penyakit yang pernah diderita si sakit

Mengenai keturunan

Keadaan social, ekonomi, dan makanan

Mengenai lingkungan dan pekerjaan.

Dalam melakukan anamnesa kita mengenal 6 gejala pernafasan yang utama, yaitu :
-

Dyspnoe

Batuk

Sputum

Hemopthysis

Nyeri dada

Wheezing

Dyspnoe
Dyspnoe adalah keluhan yang baru kita ketahui jika ditanyakan ataupun diberitahukan penderita
kepada kita. Dyspnoe ini merupakan perasaan tidak enak sehubungan dengan kebutuhan
pernafasannya bertambah. Dyspnoe ini dapat disebabkan penyakit paru-paru, penyakit jantung,
anemi, dan juga gangguan psikis. Bentuk dyspnoe, lamanya dyspnoe, gejala-gejala ikutan dan
waktu timbulnya dyspnoe merupakan informasi yang penting untuk diagnose.
Dyspnoe dapat terjadi pada waktu istirahat maupun waktu bekerja. Dyspnoe pada waktu istirahat
jelas tidak normal, sedangkan dyspnoe setelah exercise harus ada hubungannya dengan beratnya
pekerjaan.
Batuk
Batuk dapat merupakan batuk kering (tidak dengan sputum) dan batuk produktif yaitu dengan
sputum. Selain daripada itu mengenai waktu batuk dapat terjadi dalam waktu yang pendek
ataupun paroxysmal dan selanjutnya perlu diperhatikan juga karakter suara batuk.
Batuk kering terjadi bila selaput lendir larynx, trakea, atau bronki mengalami pembendungan
(congested) baik dengan eksudat ataupun tanpa eksudat oleh karena infeksi, iritasi debu, atau
asap rokok dsb. Batuk yang produktif menunjukkan ada eksudat yang bebas di dalam saluran
pernafasan seperti pada bronchitis kronis dan bronkiektasis dan caverna.

Batuk yang pendek didapati pada infeksi seperti common cold dan pada pleuritis karena nyeri
pada waktu bergerak. Batuk panjang atau paroxysmal adalah karakteristik bronchitis dan
whooping cough.
Karakter suara batuk harus diperhatikan. Pada tumor di dalam thorax seperti aneurysma dapat
menekan trakea menyebabkan batuk yang sifatnya metallic keraw disebut brassy cough. Jika
tumor itu melibatkan recurrent laryngeal nerve menyebabkan batuk yang hilang sefat
eksplosivenya dan menjadi panjang dan wheezing seperti lembu. Batuk seperti ini disebut
bovine cough.
Sputum
Sputum merupakan bahan informasi yang penting. Sputum harus dikumpulkan didalam sputum
cup selama 24 jam dan dinilai mengenai jumlah, konsistensi, dan warna sputum. Sputum dalam
jumlah yang banyak didapati pada bronkiektasis, abses paru, dan empyema yang pecah ke dalam
bronkus. Sputum yang encer tidak berwarna dalam jumlah banyak didapati pada keadaan yang
jarang yaitu alveolar cell carcinoma paru.
Berdasarkan konsistensinya sputum dibagi dalam beberapa jenis :
1. Mucoid sputum : yaitu sputum yang bahannya seperti gel, berwarna abu-abu hitam
disebabkan campuran dengan carbon dari udara.
2. Pus, yang hanya terjadi pada abses paru empyema.
3. Mucopus adalah satu jenis sputum yang paling sering. Sputum ini ditandai dengan
bentuknya seperti gel berwarna kuning atau hijau akibat dari infeksi saluran pernafasan.
4. Haemorrhagic sputum yang dapat berupa darah seluruhnya atau hanya diolesi oleh darah.
Pada pneumonia campuran sedikit darah dengan sputum memberikan bentuk yang klasik
yaitu rusty.
Pada oedema paru akut sputumnya merah jambu dan berbuih. Begitu pula sputum dari
tumor paru yang terdiri dari campuran darah dan lendir merupakan agar merah kismis.
Dalam keadaan lain darah sedikit hanya merupakan garis pada sputum.
5. Pus yang menyerupai coklat yang berasal dari abses amuba hati yang dikeluarkan bila
ada hubungannya dengan bronkus.
6. Bahan padat yang merupakan lendir yang kental yang didapati pada asthma.
7. Sputum yang cair yang sering disebabkan oedema pulmonum akut merupakan sputum
yang encer berbuih berwarna merah muda.

Haemoptysis
Membatukkan darah merupakan haemoptysis. Jumlahnya dari berupa garis sampai beberapa liter
dan dapat berupa darah murni atau campuran sputum atau cairan air ludah.
Dari anamnesa penderita tidak selalu mudah untuk menentukan apakah darah yang dibatukkan
atau dimuntahkan. Jika sudah jelas darah keluar dari mulut maka harus diperiksa mulut dan
tenggorokan untuk melihat kelainan-kelainan lokal seperti epistaksis, pendarahan gusi atau
pembendungan pharynx yang dapat menyebabkan pendarahan sedikit di dalam mulut.
Penyebab yang sering menimbulkan haemoptoe adalah tuberculosis paru, mitral stenosis dan
bronkiektasis, tetapi juga pada orang setengah umur karsinoma bronkus sering jadi penyebab.

Perbedaan antara haemoptysis dan haematemesis sbb :


Haemoptysis

Haematemesis

Didahului batuk

Didahului mual dan muntah

Darah berbuih bercampur air

Umumnya tidak mengandung udara

Sputum berwarna merah muda

Warna berubah karena cairan lambung


Menjadi merah tua atau coklat

Ada riwayat penyakit paru

Ada riwayat gangguan pencernaan

Konfirmasi bronkoscopy

Konfirmasi gastroscopy

Wheezing :
Wheezing adalah suara pernafasan yang dapat didengar tanpa bantuan alat. Wheezing biasanya
lebih keras pada waktu ekspirasi daripada inspirasi dan menunjukkan penyempitan saluran nafas
perifer seperti pada asthma, bronchitis kronis dan emphysema. Udara yang mengandung asap
rokok dan debu dapat mengakibatkan wheezing pada penderita asthma.
Kebanyakan penderita asthma terbangun dari tidurnya karena serangan sesak nafas dan
wheezing. Perasaan tercekik di dada jika berhubungan dengan wheezing, lebih besar
kemungkinan disebabkan asthma daripada ischemi heart disease. Lebih-lebih jika didapati pada
orang muda.
Nyeri dada :
Nyeri dada dapat dibagi dalam dua bagian yaitu nyeri dada bagian tengah dan nyeri dada bagian
lateral. Nyeri dada bagian tengah biasanya substernal dan karakteristiknya ialah bertambah berat
pada waktu batuk seperti trakeitis, kelainan mediastinal dan Ca bronkus yang melibatkan
kelenjar para trakeal.
Nyeri dada yang dirasakan dibagian lateral dada sifatnya menusuk dan bertambah pada waktu
bernafas seperti pleuritis sicca. Nyeri dada yang lain disebabkan oleh pneumonia, infarct paru,
trauma dada dan keganasan.
Pemeriksaan umum :
Tanda-tanda diagnostic dapat diperoleh dari gejala-gejala umum dan gejala-gejala spesifik dari
pemeriksaan thorax. Gejala-gejala umum terdiri atas :
-

Clubbing jari-jari

Hypertrophic pulmonary osteoarthropathy

Flapping tremor

Cyanosis

Stridor

Clubbing jari-jari ditandai dengan hilangnya sudut antara kuku dan nail bed. Tanda-tanda ini
pertama kali dapat dilihat di jari telunjuk.
Hypertrophic pulmonary osteorthopathy adalah gejala ikutan clubbing yang jarang berupa
pembengkakan yang sakit daripada pergelangan tangan dan sendi kaki yang diikuti dengan
pembentukan tulang baru subperiosteal pada tulang-tulang panjang.
Clubbing didapati pada :
-

Bronchialcarcinoma

Bronkiektasis

Abses paru dan systic fibrosis

Fibrosing alveolitis dan pulmonary fibrosis yang lain

Empyema

Pulmonary tuberculosis yang lama

Mesothelioma dan tumor mediastinum

Congenital heart disease yang cyanose

Primary billiary cirrhosis

Flapping tremor jelas kelihatan dengan memflexikan jari-jari tangan ke arah punggung tangan
dan didapati pada penderita dengan retensi carbon dioxide akut. Tetapi tanda ini juga didapati
pada encephalopathy.
Cyanosis dapat berupa perifer dan central. Cyanosis central adalah tanda biru yang penting dan
dapat dilihat pada lidah warna biru yang abnormal. Cyanosis central ini baru kelihatan jika
kejenuhan 50%. Hal ini lebih jelas pada polycythaemia daripada anemi. Sulphaemoglobinaemia
dan methemoglobinaemia yang merupakan pigmen darah yang abnormal juga menyebabkan
cyanosis sentral. Cyanosis perifer biasanya mengikuti cyanosis sentral.
Stridor adalah suara yang bersifat musical yang kedengaran pada waktu inspirasi akibat dari
penyempitan glottis, trakea atau bronki besar. Hal ini akan lebih jelas jika penderita disuruh
batuk dan sesudah itu bernafas dalam dengan mulut terbuka. Penyempitan ini biasanya
disebabkan oleh tumor didalam atau diluar nafas.
Pemeriksaan thorax :
Sebaiknya penderita diperiksa dalam keadaan duduk. Jika berbaring maka pemeriksaan tidak
dapat sempurna dilakukan sebab paru-paru tidak dapat berkembang dengan sempurna dan bisa
terjadi asimetris. Selain daripada itu dengan berbaring maka suara perkusi yang sonor bisa
menjadi beda.
Jadi sedapat-dapatnya harus mendudukkan penderita walaupun harus dengan membantu
mendudukkannya.
Inspeksi :
Inspeksi adalah pemeriksaan pertama yang dapat dilakukan dengan hanya melihat penderita.
Kelainan paru-paru atau diluar paru-paru dapat menyebabkan kelainan respirasi. Sebaliknya
kelainan paru dapat menyebabkan kelainan di luar paru, misalnya clubbing daripada jari,
cyanose, pembendungan pembuluh darah di leher, dada, perut dan kaki, oedema di muka dan di
kaki dan ascites dapat terjadi karena tumor mediastinum.
Dengan inspeksi kita dapat meramalkan kelainan-kelainan pada pemeriksaan-pemeriksaan
selanjutnya, misalnya thorax emfisematus, thorax paralitikus ataupun pectus excavatum.

Kelainan-kelainan inspeksi thorax dapat berupa :


1. Kelainan bentuk thorax
2. Kelainan simetri thorax
3. Kelainan pergerakan thorax
4. Kelainan-kelainan lokal
Kelainan bentuk thorax :
Bentuk thorax dapat normal dan dapat pula tidak normal dapat diketahui dari pengalaman yang
berupa thorax yang diameter lateral ke kiri dan kanan lebih besar daripada diameter anteroposterior dan pergerakan pernafasan iga-iga bagian bawah bergerak ke atas dan lateral.
Thorax paralitik ialah kecil pada saluran diameter, sela iga sempit, tulang-tulang iga lebih miring
daripada biasa, dan angulus costae kurang dari 90 darejat.
Thorax empisema : adalah sebaliknya, besar pada seluruh diameter dan diameter sagital besar.
Sternum menonjol ke depan, tulang-tulang iga horizontal, angulus costae lebih dari 90 derajat.
Thorax tersebut ditemukan pada penderita emphysema sedangkan thorax paralitikus ditemukan
pada penderita tuberculosis paru.
Kelainan simetri thorax :
Kelainan simetri thorax dapat terjadi karena kelainan-kelainan dinding thorax, pleura, rongga
pleura, jaringan paru maupun kelainan pada bronkus. Kelainan dinding thorax misalnya cacat
karena mastectomy, kelainan pleura misalnya efusi pleura dan pneumothorax.
Kelainan pergerakan thorax :
Pernafasan normal : pada pernafasan normal terjadi gerakan thorakal, abdominal dan lebih sering
gerakan thoraco-abdominal daripada dinding thorax. Pada seorang wanita terjadi pernafasan
thoracal atau thoraco-abdominal, sedangkan seorang pria bernafas secara abdominal. Jadi bila
seorang wanita bernafas abdominal atau seorang laki-laki bernafas secara thoracal maka
waspadalah terhadap penyakit-penyakit di dalam alat pernafasan.
Frekuensi (kecepatan) pernafasan berkisar antara 16-24 tiap menit. Jadi bila frekuensi pernafasan
diluar batas tersebut, waspadalah terhadap kelainan-kelainan alat pernafasan, otak maupun
jantung.
Frekuensi pernafasan yang kurang pada 16 tiap menit disebut bradypneu, sedangkan pernafasan
diatas nilai normal disebut achypneu.
Dyspnoe adalah pernafasan yang disertai dengan perasaan sesak dan si sakit sadar akan
kekurangan udara (zat asam).
Pernafasan tidak teratur :

Pernafasan Cheyne Stokes yaitu satu type pernafasan apneu dandyspneu. Pada fase dyspnoe
mula-mula pernafasan lambat dan dangkal kembali caknya kemudian beransur-ansur lambat dan
dangkal kembali dan demikian seterusnya.
Pernafasan ini didapati pada kelainan otak atau pada keadaan coma.
Pernafasan Kausmall yaitu satu type pernafasan yang dalam dan cepat yang didapati pada
penderita koma diabetikum.
Pernafasan Biot adalah pernafasan yang tidak teratur diikuti dengan periode apneu yang lama.
Simetri thorax dalam pergerakan :
Simetri thorax dalam keadaan statis belum menjamin simetri dalam pergerakan. Misalnya
seorang dengan fibrosis dan emphysema yang dalam keadaan tidak bergerak simetris, tetapi
dalam pergerakan menjadi asimetri.
Kelainan local :
Kelainan-kelainan local dapat berupa kelainan pada kulit, subcutis, otot, tulang-tulang. Kelainan
kulit misalnya cacat karena luka bakar menghalangi pergerakan thorax.
Pembendungan darah vena dapat dijumpai pada tumor di dalam mediastinum. Pada tulang iga
dan sternum dapat dijumpai kelainan congenital, misalnya pectus excavatum dan pectus
carinatum. Pectus carinatum ialah penonjolan sternum seperti dada ayam.
Kedua kelainan tersebut familier. Bila pectus excavatum besar dapat mendorong jantung kanan
ke kiri dan bila kelainan itu besar dapat menyebabkan pernafasan penderita terganggu karena
mekanisme batuk terganggu.
Daerah supra clavicula dapat menjadi cekung karena schwarte dikutup pleura dan fibrosis
dipuncak pasti supraclavicula bisa menggelembung pada emphysema, pembesaran kelenjar dsb.
Sela iga menyempit seluruhnya pada thorax paralitik, dan menyempit sebagian dada schwarte,
fibrosis, dan kelainan-kelainan dinding thorax (bekas luka bakar, mastectomy). Sela iga melebar
pada emphysema.
Kelainan-kelainan tulang punggung dapat berupa kyphosis angualair, kyphosis arcuaie dan
scoliosis.
Kyphosis mencurigakan adanya spondylitis.
Kyphosis arcuair biasanya didapati pada orangtua.
Scoliosis ke kanan dan ke kiri karena kebiasaan duduk yang tidak benar dan karena trauma.
Kelainan tulang punggung dapat juga karena schwarte, fibrosis atau emphysema paru.
Pada inspirasi iga-iga tetap seperti biasa atau agak menggembung. Tetapi mulai dari sela iga 5 ke
bawah tampak pencekungan pada tiap inspirasi. Hal ini disebabkan oleh karena inertia
diaphragm merintangi perkembangan thorax bagian distal.

Rintangan ini bisa juga disebabkan oleh jaringan fibrosis. Pencekungan sela iga satu sampai ke
empat selalu menunjukkan kelainan jaringan paru.
Palpasi :
Palpasi adalah pemeriksaan dengan perabaan dengan tangan yang dapat menentukan :
1. Kelainan dinding thorax :
Kulit, subcutis, otot-otot, tulang, suhu badan, basah kering kulit, aliran pembuluh darah,
v.jugularis, sifat benjolan, radang dan tumor.
2. Kelainan yang lebih dalam :
-

Menentukan iktus jantung dan thrill

Kelenjar getah bening

Keadaan mamma

Letak trakea

Kelenjar thyroid, dan sebagainya

3. Pergerakan thorax :
Pergerakan thorax yang berkurang pada satu sisi menunjukkan keadaan patologis.
Pemeriksaan pergerakan thorax ini dilakukan dengan palpasi dengan jari-jari pada sisi
thorax sedangkan ibu jari diletakkan sejajar dekat garis tengah sehingga letakkan
simetris. Pergerakan yang asimetris dapat dilihat bila penderita duduk sedangkan si
pemeriksa duduk di tengah berhadapan sehingga dengan posisi ini dapat diperiksa bagian
depan dan belakang dari thorax.
4. Fremitus suara
Fremitus adalah pemeriksaan getaran suara yang dapat diraba pada dinding thorax bila si
penderita mengucapkan kata-kata misalnya 77. Pada palpasi ini kedua tangan diletakkan
simetris pada thorax kiri dan kanan dan getaran yang diraba itu dibandingkan kiri dan
kanan. Getaran tersebut dapat diraba lemah, normal atau mengeras.
Fremitus suara ini terjadi karena getaran dari pita suara yang merambat melalui bronkus
sampai ke dinding dada.
Dalam perambatan getaran ini melalui dua media yang daya hantarnya berbeda yaitu
udara yang terdapat didalam paru dan jaringan padat yaitu jaringan paru dalam suatu
keseimbangan dalam batas-batas waktu tertentu. Udara mempunyai daya penghantar
yang kurang baik daripada benda padat. Jadi bila udara bertambah maka penghantaran
udara berkurang, sedangkan bila benda padat yang bertambah maka penghantaran getaran
akan bertambah baik, sehingga fremitus akan mengeras.
Keras atau lemahnya suara tergantung pada beberapa hal :

1. Kerasnya getaran yang dibuat dilarynx


2. Keadaan saluran-saluran (trakea-bronkus) yang menyalurkan getaran tersebut sampai
ke jaringan paru.
3. Tebalnya bantalan udara sebagai rintangan utama.
4. Daya penghambat media yang lain.
Fremitus yang mengeras didapati pada :
1. Pneumonia lobaris, karena dalam alveolus dan bronkiolus lenyap dan diganti dengan sel
radang.
2. Suatu cavitas atau kelainan yang serupa bila cavitas itu mempunyai hubungan terbuka
yang luas dengan sebatang bronkus yang besar sehingga getaran suara dapat disalurkan
sampai ke dinding thorax sehingga fremitus mengeras.
3. Atelektase kompressi, karena jaringan paru dikempiskan oleh sesuatu disekitarnya.
Dalam hal ini udara terlebih dahulu lenyap didalam bagian-bagian yang menyerupai
dinding lemah yaitu alveolus, bronchiolus dan bronchus-bronchus kecil.

Fremitus suara melemah didapati pada :


1. Pada orang gemuk, karena dinding thorax menebal sehingga penghantaran getaran
berkurang.
2. Penebalan pleura/schwarte memberi efek yang serupa.
3. Bila rongga pleura berisi cairan atau jaringan padat misalnya tumor, sehingga
penghantaran berkurang. Cairan dalam rongga pleura dapat berupa; efusi pleura, yaitu
exudat, transudat, empyema, haematothorax dan lain-lain.
4. Adanya penumpahan udara di dalam rongga pleura dan membesarnya volume udara
dalam jaringan paru menyebabkan penghantaran berkurang dan fremitus melemah.
5. Suatu cavitas bila hubungannya dengan bronchus tertutup.
6. Obstruction atelectase, terjadi karena penyumbatan total sehingga udara perifer dari
penyumbatan diresorbsi sehingga jaringan paru menjadi padat dan penghantaran
bertambah baik, tetapi oleh karena penyumbatan itu maka getaran suara tidak mencapai
dinding thorax dan fremitus melemah.
7. Pada radang kronik, misalnya pada tuberculosis kelainan yang didapat bermacammacam. Sebagian terdiri dari infiltrat sedangkan yang lain menunjukkan fibrosis, cavern
dan emphysema, dan sebagainya.
Dalam hal ini fermitus juga bermacam-macam, bisa normal lemah atau mengeras

Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan ketokan pada dinding dada baik langsung ataupun dengan
landasan yang disebut plessimeter. Ketokan dilakukan dengan jari tengah yang dibengkokkan
pada sendi kedua dari ujung jari tegak lurus sedangkan sebagai landasan dipergunakan dari
tangan kiri yang diletakkan rapat pada kulit. Perkusi langsung biasanya dilakukan pada tulangtulang iga sedangkan perkusi dengan landasan dilakukan pada sela iga.
Dengan perkusi ini dimaksudkan menimbulkan bising karena getaran udara dalam jaringan paru
perifer dengan perkusi yang perlahan sedangkan untuk jaringan paru yang lebih dalam dilakukan
perkusi yang lebih kuat. Dengan perkusi ini udara dalam jaringan paru turut bergetar atau
beresonansi sehingga menimbulkan bising. Jadi dengan perkusi ini kita sebenarnya ingin
mengetahui ada tidaknya resonansi ataupun derajat resonansinya. Dengan demikian perkusi ini
dapat menentukan adanya kelainan-kelainan paru ataupun menentukan batas paru-paru sebagai
organ yang mengandung udara dengan organ-organ lain yang padat dan tidak mengandung udara
seperti batas jantung dan batas paru hati.
Sebagai dasar perkusi ini adalah bising pada perkusi paru yang normal yang mengadung udara
dalam perbandingan tertentu dengan jaringan paru. Bising karena resonansi inilah yang disebut
sonor. Dalam keadaan penyakit, udara dalam paru bisa bertambah dan bisa pula berkurang dalam
perbandingannya dengan jaringan paru.
Jika udara dalam paru bertambah maka resonansi akan bertambah pula sehingga bising yang
terdengar disebut hiper resonan atau hipersonor yang didapati pada keadaan emphysema paru.
Sebaliknya jika udara dalam paru berkurang maka resonansi akan berkurang pula sehingga
bising yang terdengar disebut sonor memendek atau redup. Keadaan ini didapati pada kelainankelainan konsolidasi atau infiltrat misalnya pada pneumonia dan lain-lain.
Selanjutnya bila udara dalam paru hilang sama sekali maka tidak akan ada resonansi sehingga
pada perkusi terdengar suara beda (pekak). Hal ini juga didapati pada perkusi organ-organ
misalnya jantung dan hati. Jadi dengan perkusi ini kita bisa menentukan batas paru hati maupun
batas jantung.
Kelainan paru yang menyebabkan suara beda ialah efusi pleura, kolaps paru, fibrosis, penebalan
pleura (schwarte), peninggian diaphragma, dan tumor.
Batas paru hati dilakukan perkusi dengan ketokan pada garis medioclaviculer dari atas ke bawah.
Perubahan suara perkusi dari sonor menjadi sonor memendek dinamakan batas paru hati relatif.
Selanjutnya dengan perkusi agak lemah dilakukan ke bawah dari batas ini sampai perubahan
suara perkusi dari redup menjadi beda dinamakan batas paru hati absolute, yang biasanya pada
sela iga 6. Batas inipun tidak tetap oleh kerana berubah bersama pernafasan. Pada inspirasi paru
mengembang dan mengisi sinus diaphragmatika.

Rongga tersebut sekarang berisi jaringan paru yang bila diperkusi menimbulkan suara sonor.
Sebaliknya pada expirasi jaringan paru tidak mengisi sinus lagi sehingga suara perkusi menjadi
beda. Oleh karena itu batas paru hari berubah selama respirasi yang disebut peranjakan.

Auskultasi :
Dengan auskultasi dimaksud ialah pemerikasaan dengan mempergunakan alat stetoskop yang
diletakkan pada dada penderita dan mendengarkan bising pernafasan dan bising tambahan.
Bising pernafasan dan bising tambahan ini terjadi karena arus udara keluar masuk paru.
Pada bising pernafasan harus diperhatikan :
1. Lama inspirasi atau expirasi
2. Tingginya nada inspirasi atau expirasi
3. Sifat umum bising tersebut

Bising pernafasan ini terdiri dari :


1.
2.
3.
4.

Bising tracheal
Bising bronchial
Bising vesikuler
Bising amforik

Bising tracheal dapat didengar pada leher dan tidak dipergunakan secara klinik.
Bising vesikuler adalah bising karena arus udara keluar broncheolus dan alveolus dan dapat
didengar dengan stetoskop pada dada dan merupakan bising lemah pada inspirasi dan lebih
lemah lagi pada expirasi. Bising vesikuler ini adalah bising yang didapati pada orang sehat.
Bising bronchial adalah bising karena udara keluar masuk melalui bronchus dan dapat didengar
sekiranya stetoskop dapat diletakkan langsung pada bronkus.
Sifat bising ini adalah pada expirasi bising itu lebih lama dan nadanya lebih tinggi daripada
bising vesikuler yang normal. Bising bronchial ini dalam keadaan normal tidal dapat didengar
oleh karena ditutupi bising vesikuler.
Selain daripada itu bising bronchial ini untuk mencapai dinding dada harus melalui dua
penghantar yaitu udara dalam alveoli dan dinding dada. Udara dalam alveoli itu merupakan
penghantar yang buruk.

Bila jaringan paru itu oleh karena penyakit disebuk oleh sel misalnya pada infiltrat akut, maka
jaringan itu berubah menjadi penghantar yang lebih baik sehingga bising bronchial itu dapat
didengar, sedangkan bising vesikuler sendiri tidak akan terjadi.
Penyebab-penyebab bising bronchial yang sering ialah :
1. Kelainan-kelainan paru berupa konsolidasi atau infiltrat akut yang terdapat misalnya
pneumonia dsb
2. Kelainan berupa lapisan efusi pleura yang tipis
3. Kelainan yang berupa kolaps paru
Penyebab bising bronchial yang jarang ialah :
1. Pneumothoraks (kadang-kadang)
2. Rongga yang besar dekat permukaan atau dinding dada
Bising amforik yaitu bising yang terjadi ketika meniup botol yang terjadi ketika karena adanya
rongga yang besar yang letaknya perifer dan mempunyai hubungan terbuka yang luas dengan
bronchus.
Bising ini selalu didapati pada keadaan penyakit misalnya adanya kaverna.
Sebagai pegangan mengenai sifat bising pernafasan ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
Bising vesikuler didengar sebagai huruf F
Bising bronchial sebagai huruf KH
Bising tracheal sebagai huruf KH hanya nadanya lebih tinggi
Bising amforik sebagai huruf WU kadang-kadang nadanya lebih tinggi sekali dan nyaring
(metallic)
Bising tambahan :
Ada 4 macam suara tambahan yaitu :
1.
2.
3.
4.

Crepitatio
Ronchi basah
Ronchi kering
Gesekan pleura (pleura friction)

Crepitatio adalah bising yang terjadi karena terbukanya alveolus yang sebelumnya mengempis,
pada setiap inspirasi. Jadi bising ini hanya didengar pada waktu inspirasi. Jadi bising ini hanya
pada waktu inspirasi yaitu seperti rambut yang digesekkan diantara jari-jari tangan dekat telinga.

Ronchi basah terjadi karena terbukanya alveoli yang berisi cairan exudat atau gelembunggelembung udara melalui mucus dalam bronchi yang besarnya bermacam-macam.
Jadi bronchi basah ini merupakan suara yang terputus-putus yang terdengar pada waktu inspirasi
atau expirasi karena arus udara.
Ronchi basah ini dibagi 3 jenis menurut tempat kejadiannya, yaitu :
Ronchi basah halus (kecil)
Ronchi basah sedang
Ronchi basah besar

Ronchi basah yang sedang dan besar terjadi karena gelembung-gelembung udara melalui
bronchus sedang dan besar yang mengandung cairan mucus.
Suara ronchi ini juga seperti suara air mendidih yang sedang ataupun besar. Ronchi basah ini
dapat dijumpai pada :

Ronchi basah kecil pada : pneumonia, tuberculosis, kolaps paru, oedema paru, dan lain-lain.
Ronchi basah sedang : Bronchitis, fibrosis dan bronchiectasis
Ronchi basah besar : bronchiectasis

Ronchi kering adalah bising kontinu dan sifat musical dan terjadi karena udara melalui bronchus
yang basah dan menyempit oleh mucus yang liat. Bising ini biasanya terdengar pada waktu
expirasi dan sifatnya seperti siulan (sibilantes) bila penyempitan terjadi bronchus kecil dan
bisingnya menderu (sonores) bila penyempitan terjadi pada bronchus besar. Bising ini bisa
didapati :
-

Ronchi difus : pada bronchitis dan asthma


Ronchi kering local pada mucus pada bronchus local dan stenosis local karena neoplasma
atau benda asing maupun peradangan

Gesekan pleura terjadi ketika pleura mendapat radang sehingga permukaannya menjadi kasar.
Bising ini susah mengenalnya. Tetapi bila disamping itu juga ada pleuritic pain maka dengan
menunjukkan dengan satu jari tempat yang sakit dan melakukan auskultasi dengan hati-hati akan
dapat didengar bising gesekan pleura ini akan hampir sama dengan rhonchi basah terutama pada

waktu akhir inspirasi. Gesekan pleura ini dapat dibedakan dengan rhonchi basah karena rhonchi
basah selalu berubah bila batuk.
Bising-bising lain yang bisa didapati ialah :
Bising crepitatio pada emphysema subkutis yang terjadi karena subcutis mengandung udara
sehingga menimbulkan bising bila dipijat. Bising ini dapat didengar bila memijat dengan mulut
stetoskop. Dan bising ini dapat disamakan seoerti suara sepotong biskuit yang diremas dekat
telinga.
Bising derakan yaitu bising yang terjadi karena gerakan otot-otot atau sendi-sendi dari bagianbagian thorax. Bising ini mirip gesekan pleura.

Vocal resonance dan Whisper resonance :


Getaran suara selain dapat diraba, dapat juga didengar dengan stetoskop disebut vocal resonance
dan whisper resonance. Pemeriksaan vocal resonance yaitu dengan mengucapkan 77 lalu
didengar dengan stetoskop.
Vocal resonance itu bisa normal, melemah ataupun mengeras. Vocal resonance yang mengeras itu
disebut bronchophoni. Dan bronchophoni yang melengking disebut aegophoni yaitu seperti
suara kambing mengembek sehingga suara AAA kedengaran dengan stetoskop seperti EEE.
Bila si penderita tidak menyebut angka 77 tetapi angka 99 yang banyak suara SSS yang panjang
maka diperiksalah whisper resonance. Biasanya bisikan SSS tidak kedengaran dengan
stetoskop kecuali di dada kanan atas. Bila ia dapat didengar maka whisper resonance positif.

Keras dan lemahnya pernapasan :


Bising pernapasan yang melemah didapati pada :
-

Orang gemuk karena dinding toraks yang tebal


Pada emphysema dan schwarte karena alveoli tak dapat berkembang secara luas
Pada efusi pleura bahkan suara pernapasan tidak terdengar sama sekali juga karena
alveoli sudah terdesak dan tak dapat berkembang.

Bising pernapasan mengeras pada :


-

Pada anak-anak dan dewasa yang asthenis karena bronchus lebih kecil sehingga arus
udara lebih cepat.

Pada permulaan pneumonia sebab bronchiolus menyempit dan disebut bising vesikuler
keras.

BAB VI
PEMERIKSAAN JANTUNG
1. Anamnesis/keluhan
2. Inspeksi

3. Palpasi
4. Perkusi
5. Auskulatasi

Anamnesis/keluhan :
Untuk mencurigai adanya kelainan jantung beberapa hal yang penting kita tanyakan :
-

Jantung berdebar-debar
Sakit di daerah dada terutama bagian kiri
Sesak nafas kalau berjalan (dyspnoe deffort). Kalau istirahat (dyspnoe drepos atau
harus mengambil posisi duduk kalau sesak (ortopnoe)
Batuk-batuk, sesak nafas yang tiba-tiba di tengah malam (paroxysmal nocturnal dyspnoe)
Mudah capek
Terasa denyut jantung makin kuat
Perubahan posisi suara makin kuat misalnya miring ke kiri, duduk dan lain-lain
Apakah sejak kecil sudah diberi tahu dokter ada kelainan jantung
Apakah ada riwayat sakit jantung pada keluarga
Apakah ada diantara keluarga darah tinggi, mati mendadak, lumpuh badan, perokok,
penderita DM, kegemukan

Inspeksi :
Syarat :
-

Pasien harus buka baju sehingga daerah thorax jelas


Posisi penderita terlentang
Dokter mengamati dari jarak kaki kemudian dari daerah kanan penderita
Cahaya cukup terang

Apakah yang harus dilihat :


-

Apakah thorax simetris/asimetris


Apakah ada cardiac bulging (vaus sure cardiagne)
Apakah ada thorax excavation, thorax pyramid, thorax emphysema
Apakah ictus ada/tidak; ictus ialah daerah proyeksi jantung bagian paling lateral dan
bawah merupakan suatu tendangan dari jantung bagian ventrikel kiri pada dinding thorax
pada masa kontraksi
Bagaimana letak ictus? Normal ICR V satu jari medial dari midclavicula kiri. Ictus
abnormal : lateral midclavicula/di dalam iga

Apakah ictus melebar/tidak

Normal : ictus hanya merupakan pulsasi yang terlokalisir pada daerah tertentu
Melebar : bila pulsasi ini melebar/menyebar, tidak terlokalisir lagi
Ictus +/- : Normal : ictus + artinya ictus/pulsasi ada bila terjadi sinkronis systole yang
dapat dibuktikan dengan perabaan pulsasi pada arteri radialis atau arteri carotis

Patologis : bila ictus (-) artinya ictus berlawanan dengan adanya systole jantung, dibuktikan
dengan tidak adanya sinkronisasi dengan pulsasi arteri. Hal ini terjadi pada percarditis.
Bila ictus tidak jelas : tidak kelihatan ictus baik waktu systole maupun diastole, mungkin pada
emphysema paru, orang gemuk,dan wanita.
Getaran-getaran = vibrasi fremissement di luar daerah ictus
-

Vibrasi pada fase sistolik


Vibrasi pada fase diastolik
Vibrasi pada fase sistolik dan diastolic

Ictus bisa tidak jelas lagi kelihatan bila vibrasi telah meluas sampai ke daerah ictus. Vibrasi ini
biasanya menunjukkan keadaan patologis terutama bila diastolic. Kelainan cardiologis yang
mungkin dijumpai adalah kelainan pada katup-katup jantung baik karena reuma enes ataupun
kelainan congenital.
Pada saat inspeksi daerah jantung perlu pula kita perhatikan daerah-daerah di luar jantung yang
kadang-kadang dapat menggambarkan kelainan-kelainan patologis pada jantung misalnya,
pulsasi yang kuat pada daerah suprasternalis, a. carotis, jari-jari , a. radialis, a. cubiti dan lainlain.

Palpasi
Tehnik : Untuk palpasi iktus dapat kita pakai jari ke 2 dan ke 3 phalanx II-III yang diletakkan
pada daerah ictus. Bila ictus ada,segera kita rasakan berupa tendanganpada jari-jari kita. Untuk
membedakan ictus +/- dapat kita bandingkan tendangan tadi pada tangan kanan dengan
bersamaan meraba pulsasi a.radialis/a.carotis dengan tangan kiri. Bila kedua tendangan dirasakan
bersamaan ini maka berarti ictus +, bila berlawanan nilai ictus -. Sedangkan bila tendangan kita
rasakan kita nilai ictus + yang arti klinisnya bisa normal atau patologis ictus apexbeat.
Kesan yang diambil :
a. Ictus + artinya normal
b. Ictus artinya patologis seperti pada pericarditis
c. Ictus tidak ada artinya normal pada orang gemuk dan patologis pada kelainan paru dan
dinding thoraks

d. Ictus kuat angkat : orang kurus, ada kelainan patologis pada jantung, fungsi jantung
bertambah, thyrotoxicosis, anemia, pembesaran, dll
e. Ictus melebar : getaran tendangan pada daerah ictus meluas ke daerah sekitarnya. Hal ini
dapat disebabkan kelainan organis pada jantung
Getaran=vibrasi=fremissement
Tehnik : Untuk merasakan getaran ini dapat kita gunakan ujung metatarsal dan phalanx I dari
jari-jari tangan kanan. Kita letakkan tangan kanan kita pada daerah precordial, dicari di daerah
mana ada getaran-getaran. Terjadinya getaran ini mungkin pada waktu systole dan diastole. Hal
ini dapat dipastikan dengan sinkronisasi vibrasi dengan pulsasi arteri. Sebaiknya pada saat ini
pasien disuruh tahan nafas untuk tidak mengaburkan getaran-getaran yang timbul akibat gerakan
pernapasan.
Vibrasi yang berasal dari jantung dapat disebabkan kerusakan aktup-katup ataupun kelainan
bawaan. Pada saat palpasi ini,kadang dapat juga teraba suatu gesekan pericard pada penderita
pericarditis.
Kita harus mencari lokalisasi-lokalisasi dari vibrasi pada setiap tempat di thoraks terutama yang
dapat menggamabarkan (refleksi) dari kelainan organ terutama bagian-bagian katup aorta, mitral,
tricuspidal, pulmonal yang dapat dicari sebagai berikut :
Mitral

------------------ daerah ICR IV kiri

Aorta

------------------ daerah ICR II-III kanan

Pulmonal

------------------ daerah ICR II-III kiri

Tricuspidal

------------------ daerah ICR IV parasternal kiri

Vibrasi ini sering teraba di bagian depan thoraks, jarang sampai ke daerah thoraks belakang.

Perkusi
Tehnik perkusi dengan jari-jari tangan serupa dengan pemeriksaan paru-paru. Umumnya tangan
kiri (jari II) phalanax III dipakai sebagai plessimeter (diletakkan pada dada) sedangkan jari III
dengan posisi bengkok dan gerakan pada pergelangan tangan merupakan percusser. Untuk
menentukan batas-batas jantung diperlukan ketokan/percussion yang lebih kuat dari pada perkusi
pada paru-paru.

Foto perkusi..
Batas-batas jantung terdiri dari :
-

Batas kanan linea parasternalis kanan


Batas kiri satu jari ke dalam linea midclavicularis kiri
Batas atas ICR II-III kiri
Batas bawah tidak ada oleh karena langsung berbatasan dengan diafragma

Tehnik penentuan batas-batas jantung :


Kiri

: Perkusi mulai dari lateral/sekitar l. midaxillaris kiri perlahan-lahan


beranjak ke medial bagian depan thoraks. Yang kita perhatikan adalah
perubahan-perubahan suara perkusi dari (sonor paru-paru) sampai terjadi
suara memendek/beda berakibat dari jantung yang sering diambil batas
kiri adalah bila suara perkusi sudah jelas beda.

Foto perkusi batas jantung.

Normal

: Batas kiri sedikit medial l. midclavicularis kiri dan ini hampir bersamaan
dengan terabanya ictus cordis.

Batas kanan

: Kita mulai perkusi dari daerah kanan sekitar l. midclavicularis kanan


setinggi batas paru hati perlahan-lahan ke medial. Batas jantung kanan

ditentukan oleh perubahan suara sonor beda. Penentuan agak sukar oleh
karena sternum ikut bergetar.
Normal : pada pertengahan sternum, l. midsternalis
Batas atas

: Perkusi pada thoraks kiri mulai dibawah clavicula perlahan-lahan


kebawah. Adanya perubahan suara sonor beda.
Normal : ICR III (sela iga III kiri)

Batas diatas adalah batas relatif. Untuk menentukan batas-batas absolut yaitu bagian jantung
yang sebenarnya langsung menempel pada dinding thoraks ialah dengan melakukan perkusi yang
lebih hati-hati dari daerah batas relatif kearah medial. Biasanya keadaan ini sukar ditentukan
pada banyak faktor-faktor yang mengganggu penilaian seperti adanya udara dalam paru-paru
antara jantung dan dinding thoraks, adanya peradangan-peradangan dalam paru-paru sehingga
nilai-nilai ini tidak rutin kita cari.

Auskultasi
Sebelum dipakai harus dicek stetoskop dengan cara menghembus atau mengetok pada ujung
stetoskop.
Syarat :
-

Pendengaran dokter harus baik


Tidak ada kerusakan pada selaput genderang telinga
Tidak cerumen prop yang dapat menghambat aliran suara ke telinga bagian tengah
Stetoskop yang baik tidak ada kebocoran maupun sumbatan-sumbatan
Tali tidak terlalu pendek dan tidak terlalu panjang 50 cm

Daerah-daerah auskultasi :
Untuk mendapatkan suara-suara dari jantung memang memerlukan latihan yang cukup tekun.
Yang kita harapkan adalah suara-suara yang di timbulkan oleh jantung sendiri.
Bunyi jantung

: - Dulu disebut systolic sound


- First heart sound

Terjadi pada saat

: - Permulaan Systolic Ventricle (dinding ventrikel berkontraksi)


- Akibat penutupan katup-katup Atrioventricular (mitral dan tricuspidal)
dimana katup mitral lebih dulu dari tricuspidal 0,02-0,03 detik.

Sifat

: - Low pitched

- Dull Longer dari pada BJ II


Bunyi jantung II

: Second Heart Sound

Terjadinya

: Segera setelah BJ I
- Oleh karena penutupan katup-katup aorta dan pulmonal pada akhir
sistolik.

Sifat

: - High Pitched, lebih panjang


- Antara BJ II dengan BJ berikutnya didapati pause yang lebih panjang
(diastolic)

Bunyi jantung III

: Suatu bunyi jantung pada fase diastolik segera setelah BJ II

Terjadinya disebabkan :
-

Sifat

Gerakan dari dinding ventrikel


Getaran dari Atrio Ventricular Valva akibat aliran darah dari
Atrium ke Ventrikel selama masa diastolik.
Sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa sehat.

Low Pitched insentitas lemah.


Jarang terdengar pada auskultasi.
Jelas direcord dengan fono kardiogram.

Bunyi jantung IV

Atrial Sound
-

Low pitched sering pada anak-anak


Terjadi karena kontraksi Atrium

Dimanakah didengar bunyi jantung ini ?


Bunyi jantung bisa kita dengar pada beberapa tempat yang merupakan refleksi penjelajahan
suara-suara dari katup-katup jantung namun bukan merupakan proyeksi dari tempat anatomis
didaerah dinding dada.
Daerah mitral Dapat didengar bunyi jantung I-II dinyatakan dengan MI dan MII pada
daerah Apex Cordia pada sela iga ke V dekat l. midclavicularis. Bunyi disini sering
memancarkan suara-suara dari katup mitral.
Normal MI lebih keras dari MII. M1 > M2

Daerah Pulmonal
Dapat didengar BJ I-II berasal/pancaran suara-suara dari katup pulmonal (P1 & P2) pada
daerah sela iga II kiri dekat sternum.
Normal : P2 > P1

Daerah Aorta
Dapat memancarkan suara-suara dari katup Aorta (A1,A2) pada daerah sela iga II kanan
dekat sternum
Normal : A2 lebih keras dari A1. A2 > A1
Daerah Tricuspidal
Suara-suara didaerah ini memancarkan suara-suara dari katup Tricsupidal pada daerah
Presternal kiri pada bagian bawah ( sela iga V-VI kiri).

Pemeriksaan Jantung Patologis


Inspeksi :
-

Gerakan pernapasan bertambah cepat, dalam dangkal.


Posisi yang dipilih penderita misalnya secara fawler. Ortopnoe, membungkuk dll.
Pembengkakan precordinal pada bagian kiri disebut Cardiac Bulging, menunjukkan suatu
proses intra thoracal (jantung) yang dalam perkembangan mendorong organ-organ thoraks
sehinga bentuk menonjol. Biasanya terdapat Congenital Heart Diasease dan adanya kelainan
katup Rheumatic (MS).
Pulsasi dari ictus yang melebar bertambah nyata pada proses-proses kelainan katup mitral
(MS,MI). Juga adanya pembesaran jantung oleh karena kelainan organis maupun
fungsional.
Pulsasi epigastrium yang sering menggambarkan pulsasi dari ventrikel kanan pada penderita
CPC.

Palpasi :
-

Ictus melebar kekiri tanpa kebawah, mungkin pergeseran jantung karena proses paru-paru
bagian kanan (pneumothorax) ataupun proses dibawah diafragma seperti ascites.
Ictus melebar kekiri dan kebawah disebabkan pembesaran jantung kiri.
Ictus kuat angkat, melebar dapat menggambarkan kelainan-kelainan pada katup-katup.

Fibrasi-fibrasi didaerah mitral baik systolic dan diastolic juga sering menggambarkan
kelainan-kelainan organis.
Getaran-getaran didaerah Pulmonal, Aorta, Tricuspidal juga menggambarkan kelainankelainan organis.
Gesekan preicard juga menggambarkan suatu preicarditis.
Kadang-kadang palpasi juga dapat member petunjuk adanya gangguan irama jantung yang
kencang (tachycardia), lambat (bradicardia) ataupun aritmia yang tidak teratur.
Pulsasi Epigastrium pada penderita penyakit paru-paru kronis dapat mencurigai adanya
pembesaran jantung kanan (CPC).

Perkusi :
Kemungkinan-kemungkinan :
a. Batas jantung bagian kiri melebar kekiri berarti :
- Pembesaran jantung kiri.
- Penarikan jantung kekiri.
- Pendorongan jantung kekiri.
b. Batas jantung kiri makin ke medial berarti :
- Pendorongan jantung kekanan (pneumothorax kiri)
- Penarikan jantung oleh proses intra thoracal dikanan
- Emphysema paru-paru bagian kiri
c. Batas jantung kanan bertambah kekanan :
- Pembesaran jantung kekanan
- Pendorongan jantung kekanan
- Penarikan jantung kekanan
d. Batas jantung sukar ditentukan :
- Emphysema paru-paru
- Orang yang terlalu gemuk
e. Batas jantung kanan makin kekiri :
- Pendorongan jantung kekiri (pneumothorax kanan)
Auskultasi :
Kelainan bunyi jantung
a. Bunyi jantung 1 : Mengeras s/d mengentak
- Pembesaran jantung
- Mitral stenosis
- Gangguan rytme jantung misalnya pada paroxysmal tachycardia, atrial flutter.
b. BJ I melemah
- Melemahnya fungsi Myocard (myocarditis, IMA)
- Kegagalan sirkulasi perifer
- Konduksi Atrio Ventricular bertambah panjang

c. BJ I berubah
- Gangguan rytme jantung misalnya prematurebeat, Atrial Fibrillasi, Heart Block.
Bunyi jantung premature ini bisa lebih berat atau lebih lemah dari bunyi jantung
normal.
d. Reduplikasi BJ I Splitted = Doubling pada daerah apex terdengar sebagai trupp = trupp
sulit dibedakan dengan irama gallop dan BJ III. Hal ini dapat dijumpai pada MS, AV
Block dab Bundle Branch Block.
Fotoo

Patologis BJ II.
Perubahan-perubahan BJ II sering kita jumpai pada Pulmonal dan Aorta.
Normal P2 > A2 pada orang muda. Pada umur pertengahan P2=A2.
Pada umur tua A2 > P2.
a. P2 mengentak (accentuated)
Pertanda peninggian tekanan dalam sirkulasi Pulmonal
- MS MI
- DC kiri
- Penyakit paru-paru (Lobar pneumonia), Emphysema paru-paru, Fibrosis paru-paru.
- Emboli paru-paru
- Penyakit jantung congenital
b. P2 melemah
- DC kanan
- Pulmonary stenosis
c. A2 mengentak
- Hypertension systemic
- Hilangnya elastisitas Ao (lues, arteriosclerosis)
d. A2 melemah (berkurangnya aliran darah dalam Ao)
- Ao stenosis

Mitral stenosis
DC kiri
Kegagalan sirkulasi perifer
Gangguan irama (AF, prematurebeat)
Systemic hypotension (anemia berat)
Penyakit-penyakit katup Aorta

e. A2 dan P2 mengentak
Bila ada peninggian tekanan sirkulasi perifer dan sirkulasi paru-paru
f. BJ II splitting = reduplikasi (terbelah) ini lebih sering pada BJ II dari pada BJ I.
Makna : BJ II terbelah
- Bila P2 splitted pada masa expirasi kuat ini adalah normal
- P2 splitted dinilai patologis pada :
Pulmonary hypertension
Systemic hypertension
Bundle branch block
BJ III : normal dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda, patologi pada orang tua, pericarditis
constrictive.
-

Pericarditis contrictiva

Fotoooooooo..

BJ IV : - dapat merupakan BJ splitted


- Aurico ventricular block ringan
- HHD (hypertensive heart disease)
- IHD (ischemic heart disease)
- Myocarditis
- keadaan overload systolic dalam ventricle overloading atrium.
Fotoo..

Hubungan antara BJ I & II digambarkan sbb :

______________________________________________ foto

GALLOP RYTHME = Irama gallop = congklang kuda. Terbaik didengar pada daerah ictus
kadang pada sela iga II-IV sekat sternum bagian kiri atau kadang harus dicari pada suatu lokasi
tertentu.
a. Proto diastolic = Early diastolic = veatricular gallop = BJ III
b. Prasystolic pada akhir diastolic
c. Kadang-kadang terjadi systolic gallop okfibrasi Aorta yang melebar waktu ejeksi
ventricle antara BJ I BJ II.
Irama diastolic gallop sering kita dengar pada :
-

Penyakit hipertensi
Penyakit jantung koroner
Myocarditis
Payah jantung

Irama sistolik gallop :


-

Suakr didengar
Irama timbul antara BJ I & BJ II
Paling baik didengar pada daerah apex
Irama ini jarang dan tidak mempunyai arti klinis

Opening Snap :
Adalah suara tambahan berasal dari katup jantung atriaventricular, di saat darah dari atrium
mengalir ke ventrikel.
-

Dapat didengar pada sela iga III dan IV kiri, kadang-kadang sela iga II kiri
Sifatnya high pitched

Fotooo

Terdapat pada : MS dan Tricuspidal stenosis, Fungsional opening snap dijumpai pada MS relatif
seperti terjadi pada MI, PDA, VSD.
Tricuspidal stenosis relatif pada ASD. Opening snap terdengar setelah BJ II. Maka dekat jarak
OS dengan BJ II makin besar stenosis dan sebaliknya.

BISING JANTUNG = DESAH JANTUNG (CARDIAC MURMUR)


Desah jantung juga berasal dari bunyi jantung tetapi karakternya berubah lebih lama. Desah ini
dapat terjadi pada fase systolic (antara BJ I & BJ II). Desah diastolic bila terjadi antara BJ II BJ
I berikutnya.
Desah systolic ini dapat sifatnya fungsional seperti nada : anemia, Thyrotoxicosis, dan demam.
Desah diastolic dapat bersifat patologis pada kelainan-kelainan dari katup, (MI). Desah diastolic
dapat bersifar fungsional misalnya pada penyakit jantung anemia.
Desah diastolic yang organis bersifat patologis pada kelainan katup mitral (MS). Umumnya
terjadinya desah ini adalah disebabkan gangguan aliran darah melalui satu jalan yang ada
hambatan. Biasanya desah ini menggambarkan adanya gangguan pada katup jantung sebaliknya
pada keadaan penyakit jantung yang berat bisa tidak kedengaran lagi desah-desah ini. Cara
terjadinya desah :

Foto..

Gambar I menunjukkan skema terjadinya desah pada stenosis katup. Aliran darah AB. Pada saat
melalui daerah stenosis terjadi gangguan aliran darah dan ini menimbulkan desah diastolic.
Gambar II menunjukkan skema pada suatu insuffisiensi dimana terjadi regurgitasi aliran yang
bertentangan dengan aliran yang sebenarnya. Jadi terjadi aliran BA. Dan ini menimbulkan desah
sistolik.
Sifat-sifat bising (desah).
Bila kita mendengar suatu desah harus kita pertanyakan 5 hal :
1.
2.
3.
4.
5.
1)

Terjadinya pada cyclus apa


Daerah terjadinya desah
Kualitas
Intensitasnya
Perubahan yang terjadi sehubungan dengan pergerakan badan, respirasi, posisi dari penderita.
Cyclus terjadinya desah : a. sistol
b. diastol
2) Daerah terjadinya desah :
- Mitral
- Pulmonal
- Aorta

Tricuspidal
Seluruh costae

Perlu dicari Punctum maximum dan penyebarannya.


3) Kualitas :
- Low pitched
- High pitched
4) Intensitas dipengaruhi oleh :
- Kecepatan aliran darah
- Cardiac output
- Besarnya jantung
- Berat ringannya perubahan pada ktup-katup
- Faktor lain yang belum diketahui
- Tebalnya jaringan antara jantung dengan permukaan dada
Intensitas dapat dibagi dalam 6 tingkatan (AHA) terutama pada desah sistol.
Tingkat I :
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.

Amat sukar didengar dengan stetoskop tapi dapat didengar jika dicari dengan teliti.
Sulit didengar dengan stetoskop tapi dapat didengar tanpa dicari dengan teliti.
Mudah didengar.
Desah sudah terdengar keras
Amat keras : stetoskop harus diletakkan pada dada
Amat keras : stetoskop tanpa diletakkan pada dada

Bising (desah) : Tk I II mungkin fisiologis III- IV patologis


5) Perubahan-perubahan yang terjadi sehubungan pergerakan dan perubahan posisi.

KLASIFIKASI DESAH :
A) 1. Fisiologi
2. patologis

Desah fisiologis

B) 1. Intra cordis
2. Extracardiac (cardiopulmonary)

:
-

hampir selalu desah sistol


kadang-kadang juga ada desah diastol

Desah patologis :
-

bisa sistol atau diastol

Contoh-contoh desah fisiologis didapati pada :


a. Penyakit katup : ghylitic heart disease
b. Dilatasi bagian-bagian jantung (atrium, ventricle) atau pembuluh besar missal : HHD =
Hypertensive Heart Disease terjadi pembesaran ventrikel kiri menyebabkan mitral
insufisien relatif. Arteriosclerosis Aorta, dilatasi Aorta Hyperdinamic sirkulasi (anemia,
thyrotoxicosis, demam)
c. Penyakit-penyakit jantung congenital (ASD, VSD, PS, PI)
d. Ruptur struktur intra kardiak :
- Perforasi katup
- Trauma jantung
- MCI
- Ruptur septum-septum intra ventricular intra arterial
e. Adanya vegetasi yang terdiri dari fibrin, sel darah dan karena yang tersangkut pada daun
katup (bacterial endocarditis).
DESAH SISTOLIK :
1.
2.
3.
4.
5.

Terjadinya pada fase sistol yaitu segera atau pertengahan (early systole dan mid systole)
Biasanya desah ini lemah dan halus menghembus dan menutupi BJ I
Tidak terlalu terikat pada tempatnya, bisa di apex, di ICR II
Biasanya bersifat fisiologis, bisa patologis
Biasanya tidak ada kelainan-kelainan irama nadi

Fotooo..

A. Pada apex : bisa fungsional


Bisa pula berasal dari MI (Mitral Insuffisiensi
Atau penjalaran dari desah berasal dari Aorta stenosis
B. Daerah pulmonal (sela iga III kiri)
Fisiologis
: sering didaerah ini terutama pada anak-anak, orang muda terutama bila
dada tipis (kurus)
Patologis
: * PS (Pulmonal Stenosis)
* PDA
* Penjalaran desah sistol dari Aorta

C. Daerah Aorta (sela iga II kanan)


Sebagian besar adalah patologis
Etiologi :
Dilatasi Aorta oleh karena Sclerosis, hioertensi, lues
Aorta stenosis (AS)
Aneurysma
Penyebaran desah dari tempat lain
D. Daerah sela III-IV kiri dekat sternum. Keadaan ini sering berasal dari efek pada inter
ventrikuler septum (VSD)
E. Daerah bawah sternum bisa berasal dari insuffisiensi tricuspidal : sebenarnya desah
sistolik terdiri dari 2 bagian besar.
a. Mayor Pattern
:
1. Late Systolic
2. Pansystolic Holosystole type
b. Minor Pattern:
1. Late Systolic
2. Circumscribe
3. Decrescendo
Fotoooo
Fotoooo
Fotoo

Tipe Ejektion :
1. Terjadi bila :
Jalan keluar ventrikel menyempit
Jalan keluar normal tetapi volume darah bertambah seperti pada AST, Anemia,
Thyrotoxicosis, Bradikardinal (low murmur)
Jalan keluar ventrikel normal serta volume darah normal namun pembuluh darah Aorta
dan Pulmonum melebar.
Volume darah menyebar tetapi katup Aorta Sclerosis
Tak diketahui penyebab (bising innocent)

Bising yang terjadi pada saat pengeluaran darah dari ventrikel (masa ejeksi) tetapi tidak segera
diambil setelah BJ I dan berakhir beberapa saat sebelum BJ II dan mencapai maksimal pada
pertengahan fase sistolik.
Pengeluaran darah dari ventrikel ini dapat pula menyebabkan suatu nada (sound) disebut
Ejection sound Ejection click seperti pada prolaps mitralis.
2. Pansystolic (Holosystolic)
Terjadi pada fase systolic dan seluruh fase ini, segera mulai setelah BJ I dan berakhir pada BJ
II.
Fotoooo.

Etiologi :
- Mitral Insuffisiensi
- Tricuspidal Insuffisiensi
- VSD
- PDA
- Ductus Arterius
3. Late Systolic

Fotooooooo..

Kelainan jantung berat


Hypertrofi sub-aorticostenosis
Coarctatio aortae
LBBB (Left Bundle Branch Block)
Pericarditis
Desah amamaria
4. Circumscrible systolic
Bisa tidak jelas terdengar, berlangsung pendek
Biasa terjadi pasa midsystolic
Dijumpai pada pericarditis
5. Decrescendo systolic
Mulai segera setelah BJ I berakhir pada pertengahan systolic
Terdapat pada :

MS murni terdengar di apex


VSD
PVR (Pulmonal Vascular Resistance) yang tinggi.

Jantung Normal
Desah Diastolic :
1. Terjadi pada fase diastolik
2. Sifatnya kasar terkadang mengeletar (disertai adanya fremissement pada palpasi)
3. Lokalisasinya lebih terikat pada suatu tempat dimana intensitas desah diastoliknya paling
tinggi
4. Desah diastolik selalu bersifat patologis
5. Biasanya disertai oleh irama yang tidak teratur
Dimana dapat didengar desah diastolik ?

Fotooo

1. Daerah Apex :
a) Kelainan struktur katup mitral (MS)
Biasanya desah ini keras.
Mungkin jelas bila pasien miring kekiri
Sering disertai Thrill diastolic
Kadang lokasi tidak di apex tetapi lebih medial lagi pada suatu tempat terlokalisir
dan ini harus dicari dengan cermat.
b) Aorta insuffisensi desah terdengar di ICR II kanan kadang-kadang terdengar desah
presistolik di apex tanpa MS (Austin Flint)
2. Daerah Pulmonal :
Pulmonal Insuffisiensi
Dilatasi Pulkonary arteri
Peninggian tekanan pada a. Pulmonalis
Aorta regurgitasi
Biasa disertai P2 mengeras/mengentak
Sering juga pada MS terdengar desah diastolic didaerah Pulmonal, oleh karena Pulmonal
Insuffisiensi relatif (Graham Steel)
3. Daerah Aorta :
a. Kelainan katup aorta (Rheumatic, Lues, Klasifikasi)
Sering dimulai segera setelah BJ II
b. Aorta Insuffisiensi Relatif yang terdapat pada keadaan :

Dilatasi Aorta (Lues, arteriosclerosis)


Thyrotoxicosis
Hypertension
Anemia berat
c. Penjalaran desah diastolik dari daerah lain-lain.
4. Daerah Tricuspidalis :
Tricuspidalis Stenosis
Secara umum desah diastolic dapat dibagi 3 :
a. Early diastolic : segera setelah BJ II
Sifatnya :
Kasar
Tak teratur
Kadang sukar dibedakan dari BJ II setelah (Splitted)
b. Pre systolic : pada akhir diastolic = Desah crescendo
Desah ini dengan cepat diikuti BJ I
c. Holodiastolic : Pandiastolik
Terjadi pada seluruh fase diastolik
Fotoooo.

PENYAKIT-PENYAKIT KATUP JANTUNG


Diagnosa penyakit jantung dibagi 2 :
A. Diagnose Organis
B. Diagnose Fungsional
Penyakit jantung organis
1. Aequista (Rheumatic, Lues, Atherosclerosis)
2. Kongenital
1. Penyakit jantung aequista, terutama mengenai katup-katup mitral, Aorta, Pulmonal,
Tricuspidal secara terpisah (single) maupun kombinasi.
2. Kelainan Kongenital biasa sudah dapat dikenal segera pada masa bayi atau kanak-kanak.

PENYAKIT-PENYAKIT KATUP MITRALIS


A. Stenosis (Inkompetensi)
B. Insuffisiensi (Regurgitasi)

MITRAL STENOSIS
Anamnesis

Inspeksi

Batuk-batuk, sesak nafas


Pernah batuk darah
Mudah dapat serangan infeksi saluran nafas bagian atas (pilek-pilek)
Tidak tahan olah raga
Ada/tidak riwayat penyakit demam reumatik

Cardiac Bulging (Voussure cardiaque)


Fibrasi pada daerah apex
Pulsasi epigastrik bila sudah ada pembesaran jantung kanan
Iktus normal

Palpasi

Perkulasi

Fibrasi pada daerah apex fase diastol


Pulsasi epigastrik ok pembesaran jantung kanan

Tidak ada kelainan

Pada apex BJ I mengeras (mengentak)


Pada pulmonal BJ II (P2) mengeras (mengentak)

Auskultasi

Terdengar opening snap pada apex atau lebih ke Medial lagi dekat sternum
Kadang-kadang ada gangguan irama jantung
Desah diastolic yang sifatnya kasar pada daerah apex atau terlokalisir pada suatu
temapt (presystolic atau middiastolic)
Desah tidak menjalar

MITRAL INSUFFISIENSI = MITRAL REGURGITASI


Anamnesis

:
-

Mudah capek

Inspeksi

Jantung berdebar-debar
Kadang-kadang batuk-batuk

: Iktus bergeser ke kiri kuat angkat melebar

Palpasi

:
-

Iktus bergeser ke kiri kuat angkat melebar


Thrill = fibrasi sistlik prekordial

Perkulasi

: Batas-batas jantung kiri melebar (jantung membesar)

Auskultasi

:
-

Apex BJ I (MI) melemah dan bersatu dengan desah sistolik


Desah holosistolik dengan punctum maksimal pada apex dan dapat menjalar
ke axilla, infraclavikula dan punggung.

AORTA STENOSIS
Anamnesis

: Keluhan-keluhan umum pada penyakit jantung

Inspeksi

: Iktus bergeser angkat, bergeser ke kiri dan bawah

Palpasi

:
-

Iktus kuat angkat, bergeser ke kiri dan kebawah


Thrill = fibrasi sistolik pada daerah aortam suprasternalis sampai daerah
karotis.

Perkulasi

: Batas-batas jantung membesar ke kiri dan bawah

Auskultasi

:
-

Daerah aorta BJ II (A2) melemah sampai hilang


Desah sistolik tipe ejection dengan PM di aorta menjalar ke medial (apex) ke
suprasternal.
Kadang dapat didengar ejection click sound

AORTA INSUFFISIENSI (AORTA REGURGITASI)

Inspeksi

:
-

Palpasi

Iktus kuat angkat, bergeser ke kiri, bawah


Tambahan dapat dilihat pulsasi kapiler pada kuku jari tangan
:

Iktus kuat angkat, bergeser ke kiri dan bawah


Walter hammber pulse

Perkulasi

: Pembesaran jantung ke kiri dan bawah

Auskulatasi

:
-

BJ II (A2) mengeras
Desah diastolik dengan punctum maksimum pada aorta atau sela iga III-IV
kiri dan menjalar ke apex
Sifat desahnya halus dan lembut

Pemeriksaan fisik Ao-Insuf dilengkapi oleh tanda-tanda perifer.


Antara lain :
-

Pulsus seller
Denyut kapiller
Bising durozier
Pistol short sound
Pulpasi pembuluh darah suprasternal, karotis

TRICUSPIDAL INSUFFISIENSI
Sebagai penyakit organis jarang dijumpai oleh karena Rheumatic namun sebagai efek sekunder
terhadap penyakit-penyakit katup lain (Mitral) yang menyebabkan pembesaran jantung kanan
mungkin sering sebagai penyerta. Sebagian juga kelainan-kelainan congenital pada katup-katup
Tricuspidal dapat dijumpai.
Inspeksi

:-

Perubahan-perubahan pada bagian kiri tidak jelas, sehingga iktus kordis tidak
berubah

Perubahan jantung kanan dimana terjadi pembesaran pada jantung kanan


sehingga dapat dilihat pulpasi di epigastrium yang kuat.
Tanda-tanda umum seperti pada penderita penyakit jantung organis (sesak
nafas, batuk-batuk, mudah capek dan lain-lain)
Yang lebih menonjol adalah ascites

Palpasi

:-

Perkulasi

:-

Auskulatasi

:-

Pulpasi vena-vena dileher tambah jelas


Iktus normal
Pulpasi di epigastrium
Thrill sistolik pada daerah tricuspidal
Pulpasi hepar (+) hepar membesar
Pulpasi vena-vena dileher
Batas-batas jantung kanan membesar ke kanan
Kadang-kadang di jumpai Hydrothorax
Ascites
Hepar membesar
Desah sistolik pada sela iga IV-V kanan atau daerah
Desah pembuluh darah pada hepar
Sering pula dapat didengar tanda-tanda kelainan pada daerah mitralis

TRIKUSPIDAL STENOSIS
1. Kongenital
: Atresia
2. Aquisita : - Organis oleh karena Rheuma sering bersamaan dengan kelainan mitral dan
aorta
- Fungsional berasal dari thrombus atau vegetasi bacterial yang menutup katup
trikuspidaslis
Inspeksi

: - Sesak nafas, mudah capek


-

Palpasi

Pembesaran vena-vena dileher


Tanda-tanda pembesaran jantung kanan
Cyanosis

: - Iktus normal kadang-kadang berubah bila disertai juag kelainan mitral


-

Perkusi

Thrill diastolik terutama presistolik pada daerah Tricuspidal


Pulpasi epigastrium
Hepar membesar
: - Batas jantung kanan membesar

Ascites
Hepar membesar

Auskultasi
pada MS

: Desah diastolik pada daerah tricuspidal yang sifatnya seperti desah diastolik

PENYAKIT JANTUNG KONGENITAL


ASD = ATRIAL SEPTAL DEFECT
Defek ini bisa terdapat pada beberapa tempat a.l :
1.
2.
3.
4.

Defek pada fossa ovalis atau ostium secundum


Defek sekitar V. cava inferior
Defek sekitar V. cava superior atau sinus Venosus
Defek Atrio-ventricularis = Ostium Primum

Inspeksi

: - Sianosis (-) bila Left to Right Shunt


-

Palpasi

: - Teraba fibrasi pulmonalis pada sela iga III kiri parasternal (akibat pelebaran
a.pulmonalis = Pulmonal Regurgitasi Relatif)
-

Perkulasi

Auskultasi

Sianosis (+) bila Right to Left Shunt


Pulpasi kuat pada epigastrium akibat pembesaran ventrikel kanan

Pulpasi yang kuat pada epigastrium/bawah sternum

: - Batas-batas jantung kanan dapat membesar


-

Tanda-tanda proses infiltrat pada paru-paru oleh karena sering terjadi


pneumonia

Desah sistolik type ejection pada sela iga II-III parasternal kiri disebabkan
bertambahnya aliran darah yang mengalir dalam a.pulmonalis (flow murmur)
Bila lobang (defek) besar dapat terdengar suatu bising middiastolik oleh
karena darah yang mengalir tadi masuk ke ventrikel (flow murmur)

Bila defek pada Ostium Primum :


-

Sering disertai dengan kelainan pada katup mitral atau tricuspidal


Klinis/inspeksi : bila dilihat tanda-tanda kelainan katup mitral atau tricuspidal seperti telah
dibicarakan diatas
Sering keluhan penyakit paru-paru sampai terjadi respiratory
Tachypnoe
Sianosis

Palpasi

: Thrill sistol dibagian apex mungkin oleh karena ada MI

Perkusi

:
-

Auskultasi

Mungkin tanda-tanda pembesaran jantung ke kiri oleh karena adanya kelainan


mitral (MI).
Juga ada pembesaran jantung ke kanan

: Desah Pansistolik

V.S.D : VENTRICLE SEPTAL DEFECT


Biasa defect terdapat pada 2 tempat :
1. Defek pars muscularis sering hanya kecil saja
2. Defek letak tinggi pada pars membranasea
Kebocoran ini menyebabkan aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan ( L to R Shunt)
dan mungkin pada suatu saat dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri ( R to L Shunt)
Inspeksi / keluhan :
-

Bila defek kecil keluhan tidak ada


Bila defek besar maka terjadi sesak nafas terutama waktu bekerja, mudah capek, jantung
berdebar-debar.
Dada seperti burung (Pigeon chest)
Sering terjadi keluhan adanya infeksi saluran pernafasan seperti pada ASD

Palpasi
-

Thrill sistolik pada sela iga III-IV parasternal


Iktus melebar kuat angkat ok kerja jantung kiri lebih kuat

Perkusi

: Tanda-tanda pembesaran jantung ke kiri, ke kanan

Auskultasi

Desah sistolik : pansistolik pada sela iga III-IV kiri parasternal


Kadang-kadang di apex terdengar desah diastolik o.k aliran cepat melalui katup mitralis

P.D.A : PATENT DUCTUS ASTERIUS


Normal dalam umur 2 minggu devtus botalli sudah menutup pada 2/3 kasus. Sampai 8 minggu
masih ada kira-kira 12% belum tertutup sampai 1 tahun hanya 1% masih terbuka. Bila masih
tetap terbuka maka hubungan antara aorta dan a.pulmonalis tetap berlangsung.
Inspeksi/keluhan :
-

Sering dijumpai pada anak-anak


Bisa keluhan timbul bila sudah ada payah jantung kiri (DC kiri)
Sesak nafas, batuk-batuk hampir menyerupai VSD

Palpasi
-

Iktus kuat angkat dengan / tanpa pergeseran ke kiri


Thrill sistolik pada daerah sela iga II kiri, suprasternal

Auskultasi
-

Desah sistolik
Gus seperti suara mesin (Machinery murmur) yang keras terdengar pada sela iga II-III kiri
murmur

Kadang-kadang dapat dilihat pula tanda-tanda posipher pada aorta sigusi

PULMONAL STENOSIS
Kelainan patologis pada katup pulmonal menurut penyelidikan halm toussing adalah jarang
terjadi.
Inspeksi

Palpasi

Perkusi

:
-

Mudah capek kalau bekerja


Sincope
Chest pain (nyeri dada)
Parasternal heaving (+) o.k pembesaran jantung kanan

Precordial heaving
Thrill systolic daerah sela iga III kiri (Pulmonal)

: - Tanda pembesaran jantung kanan

Auskultasi

:
-

Desah sistolik tipe ejection yang kasar dengan punctum maksimum pada sela
iga II parasternal kiri
P2 melemah
Daerah ini dapat menjalar ke clavicula ujung lateral (acromba)

Beberapa kombinasi dari kelainan-kelainan argenis jantung yang sifatnya congenital :


1. Tetralogi fallot :
a. Pergunaan muara aorta ke kanan sehingga muara Ao ke ventrikel kiri dan ventrikel kanan
b. VSD
c. Pulmonal stenosis
d. Hipertrofi
2. Sindroma Eisenmarger
a. Muara aorta ke ventrikel kiri dan kanan
b. VSD
c. Hipertrofi ventrikel kanan tanpa pulmonal stenosis
3. Syndrome Lutenbacker
a. ASD
b. MS

DIAGNOSA FUNGSIONAL
Payah jantung = Dekompensasi Kordis = DC
Dikenal beberapa bentuk klinis :
a. DC kiri
b. DC kanan
c. DC kiri + kanan = CHF = Congestive Heart Failure
DC Kiri :
Inspeksi/keluhan :
Palpasi

Sesak nafas kalau bekerja s/d sesak dalam keadaan istirahat


Posisi penderita dalam keadaan duduk sajapun masih sesak (orthopnoe)
Sianosis
Batuk-batuk
Sputum berbuih dan kadang-kadang berdarah
Os berkeringat dingin sampai baju basah
(PND) (+) = Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe (Asthma Cardiale)

Perkusi

Badan Os dingin dan berkeringat banyak


Ictus jelas melebar kekiri, kadang-kadang tidak jelas
Tanda-tanda penyakit bisa berupa fibrasi dapat diraba bila penyebab organis
ada
Irama jantung cepat teratur atau tidak teratur

:
-

Aukultasi

Batas jantung kiri melebar ke kiri dan mungkin ke bawah


Batas jantung kanan normal

:
-

Bunyi jantung I dan II bisa sukar dibedakan


Denyut jantung cepat
Kadang-kadang didengar Gallop rythme
Desah-desah sistolik pada daerah apex ataupun pada daerah-daerah tertentu
sesuai dengan penyebabnya
P2 mengeras kadang-kadang P2 splitted
Ronchi basah paru-paru kiri dan kanan

DC Kanan :
Inspeksi/keluhan :
Palpasi
-

Dapat terjadi sebagian lanjut dari DC kiri dimana semua penderita sesak-sesak tetapi bila
sudah ikut pula terjadi DC kanan maka sesak berkurang atau menghilang
Keluhan batuk-batuk, kadang berdarah
Keluhan-keluhan dari saluran pernafasan yang biasa yang sudah lama
Sianosis
Oedema pretibial, dorsum pedis, oedema yang luas (anasarca)
Ascites
Mudah kenyang dan rasa sakit pada bagian atau perut kanan, gembung-gembung, mualmual, nafsu makan berkurang
Pembendungan pada vena-vena dileher : V. Jugularis
:
Tanda-tanda pembesaran jantung tekanan (batas kanan)
Pulpasi kuat pada Epigastrium/bagian bawah sternum
Peninggian tekanan vena jugularis (TVJ meninggi)
Hepar membesar (hepatomegali)
Ascites
Oedema
Vibrasi / Thrill sesuai dengan penyebabnya missal MS
Jugularis Reflux (+)

Perkusi
-

:
Batas jantung kanan melebar ke kanan
Mungkin dijumpai tanda-tanda hydrothorax di paru-paru
Hepar membesar, ascites

Asukultasi
-

Bunyi jantung cepat, melemah, irregular


Desah-desah sesuai dengan penyebab organis
Kelainan-kelainan pulmonal berupa penyakit paru-paru kronis (ronchi kering, ronchi
basah, wheezing, suara pernafasan melemah)

PAYAH JANTUNG KIRI KANAN


Kriteria Sokolow

Kriteria mayor

:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Kriteria minor

PND atau orthopnoe


Sesak nafas batuk
Pembendungan vena-vena jugularis / vena-vena dileher
Ronchi basah pada paru-paru bagian basal atau difuse
Pembesaran jantung
Akut oedema paru
Gallop rhytme
Peninggian tekanan vena centralis (CVP) 16 cm H2O
Hydrothorax (pleural effusion)

:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Oedema pretibial atau dorsum pedis


Batuk-batuk pada malam hari
Hepatomegali
Pleural effusion
Berkurangnya vital capacity 1/3 dari maksimum
Tachycardia Hr 120 x/menit

Mayor dan Minor criteria : bila BB akan berkurang 4.5 kg dalam 5 hari setelah diobati
Diagnosa pasti : 2 kriteria mayor
1 kriteria mayor + kriteria 2 minor

PENYAKIT JANTUNG TANPA KELAINAN ORGANIS


1.
2.
3.
4.

PJI = PJK
HHD
PJT = THD
PJA

: Penyakit jantung ischemic, penyakit jantung koroner


: Hypertensive Heart Disease
: Penyakit jantung Thyroid, Thyroid Heart Disease
: Penyakit Jantung Anemia

PENYAKIT JANTUNG KORONER


Definisi

: penyakit jantung koroner adalah kelainan kantung yang disebabkan oleh


penyakit a. koronaria sehingga terjadi gangguan penyediaan darah pada miokard
secara akut atau menahun.

Ada beberapa tingkatan :


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Asimptomatik
Angina pectoris
Acute Koroner Insufisiensi
Myocardiac infarct
Gangguan irama jantung
DC

1. Asimptomatik : tak ada keluhan dan sering di abaikan


2. Angina pectoris
Definisi

: suatu sindroma klinik berupa nyeri dada mendadak pada waktu exercise yang
lokasinya terletak pada substernal dan dapat menjalar ke apex leher, dagu, tangan
kiri, yang dapat hilang setelah istirahat atau makan obat nitrit.

Keluhan nyeri dapat bermacam-macam :


-

Seperti tekanan
Seperti ditimpa beban berat
Rasa sesak
Rasa terbakar
Rasa masuk angin
Rasa ditusuk-tusuk

Dapat dipresipitasi oleh exercise, udara dingin, emosi, rokok, mengedan, bicara banyak,
gangguan pencernaan.
Inspeksi

Penderita gelisah ketakutan


Memegang daerah prekordinal
Susah bernafas
Berkeringat dingin

Palpasi

Tak ada yang khas kecuali penderita ini ada mengidap penyakit-penyakit organis (Ao Stenosis)
atau fungsional yang lain seperti hipertensi dsb.
Perkusi

: sesuai dengan penyakit dasar, baik adanya organis ataupun fungsional.

Auskultasi

: tak ada yang khas kecuali ada penyakit dasar

3. Akut Koroner Insufisiensi = Unstable angina = Pre Infark. Keadaan ini lebih parah dari
keadaan Angina pectoris baik dari segi keluhan, seringnya serangan, lamanya serangan.
Inspeksi
-

Penderita merasa sakit di dada (chest pain) yang mirip AP dengan lama serangan lebih
dari 15-30 menit.
Penderita berkeringat, ketakutan, pucat.
Memegang/menekan daerah precordial
Mual, muntah

Palpasi
-

:
Kadang-kadang disertai tanda-tanda shock dengan nadi halus dan cepat
Bunyi jantung lemah
Mungkin dapat diketahui adanya penyakit-penyakit dasar
Kadang-kadang demam

Perkusi

: analog dengan AP

Auskultasi

Bunyi jantung lemah dan seperti tak terdengar (sayup-sayup)


Kadang-kadang bunyi jantung seperti bunyi jantung bayi = tic tac =(Embryocardial)
Pericardial friction rub
Kelainan lain sesuai penyakit dasar

4. Myocard infarct
Gawat jantung ini segera mungkin dicurigai, dikenali, dan ditanggulangi oleh karena angka
kematian yang sangat tinggi
Inspeksi

Nyeri dada
Pucat, ketakutan
Sesak nafas
Berkeringat banyak
Mual,muntah kadang mencret
Kolik abdomen

Palpasi
-

:
Denyut jantung sangat lemah, kadang iktus tak teraba.
Badan dingin berkeringat
Kadang-kadang demam (sub-febris)
Nadi yang cepat, halus kadang lambat irregular

Perkusi

Analog dengan Akut Koroner Insufiensi. Kadang-kadang ada tanda-tanda DC kiri yang akut
dengan pembesaran ke kiri maupun DC kanan.
Aukultasi
-

Bunyi jantung halus seperti jauh kedengaran = muffle heart sound : bunyi jantung I dan II
sukar dibedakan.
Desah sistolik
Gallop rythme
Pericardial friction rub
Kadang-kadang edema paru (ronchi basah)

5. Gangguan irama jantung, dibicarakan kemudian


6. DC sudah dibicarakan
HHD = Penyakit Jantung Hipertensi.
Salah satu tarhet organ yang diperberat adalah jantung yang dapat berakibat :
1. Akut Koroner Insufisiensi Akut.
2. DC Kiri Akut
3. DC Kiri Kanan (CHF)
Semuanya telah dibicarakan diatas.
Kriteria :
1. Hipertensi (TD diastolik) 100 mmHg
2. Pembesaran jantung kekiri baik secara palpasi, perkusi, Ro ataupub EKG
3. Adanya DC/tidak adanya DC

Sering dipakai adanya gabungan antara PJK dengan PJH terutama pada Atherosclerosis Heart
Disease dimana kriteria PJH disertai dengan adanya AP, MCI.
PENYAKIT JANTUNG THYROID (PJT)
Pada penderita-penderita PJT terutama thyrotoxicosis dapat memperberat kerja jantung dengan
akibat-akibatnya.
Kriteria :
-

Jelas tanda-tanda struma toksik


Ada pembesaran jantung kekiri - ki+ka
Ada DC
Ada gangguan irama jantung

PENYAKIT JANTUNG ANEMI (PJA)


Anemia dengan kausa apapun terutama dengan Hb cukup rendah dan berlangsung cukup lama
akan memeperberat kerja jantung.
Kriteria
-

Hb rendah (5g%)
Ada tanda-tanda DC atau tidak

PENYAKIT JANTUNG PULMONIK = Cor Pulmonale Chronicum (CPC)


Definisi : suatu pembesaran jantung kanan yang disebabkan proses penyakit primer pada paru.
Inspeksi
Palpasi

Sesak nafas
Batuk-batuk, berdahak
Riwayat perokok berat
Sianosis
Asites
Pembendungan vena-vena dileher
Oedema
Kadang-kadang kesadaran menurun
:

Tekanan vena jugularis (TVJ) meninggi


Gerakan pernafasan menurun
Sela iga semakin menurun/melebar
Pulsasi kuat di epigastrium
Hepato-jugular reflux (+)
Hepar membesar
Asites / oedema

Perkusi
-

:
Batas paru hati menurun
Batas jantung makin sukar ditentukan
Pembesaran jantung kanan
Hepar membesar
Asites

Auskultasi

Kelainan jantung :
- HR sepat, kadang dijumpai aritmia
- P2 mengeras
- Bunyi jantung mungkin melemah

Kelainan paru :
- Emphysema paru dengan suara pernafasan melemah sampai menghilang
- Ronchi kering, basah, wheezing

GANGGUAN RYHTME (IRAMA) JANTUNG


Normal ryhtme jantung 60-100 x/menit
Rangsangan untuk ryhtme normal berasal dari SA node (nodus Keith-Flack) yang terletak pada
muara v.cava superior ke dalam atrium kanan ke dinding otot atrium kanan, kiri kontraksi
atrium ke nodus tawara (AV node bundle His bercabang ke 2 arah ventrikel kanan dan kiri
ke berkas Purkinje kontraksi ventrikel.
Gangguan irama jantung bisa berasal dari beberapa tempat :
-

SA node
Sistem konduksi
Sesuatu fokus ektopik pada atrium
Sesuatu fokus ektopik pada ventrikel

Secara diagnose fisik memang susah untuk mendiagnosa pasti jenis aritmia. Diagnosa pasti jenis
aritmia harus dibuktikan dengan EKG.

Secara diagnose fisik kita harus mampu mengenali adanya gangguan irama jantung.
Klasifikasi
I.
II.
III.
IV.

I.

Tachycardia
Bradicardia
Gangguan pada konduksi
Aritmia

Tachycardia
a. Sinus takikardi
b. Atrial takikardi (paroksismal, Flutter Fibrilasi)
c. Ventrikel takikardi (paroksismal, fibrilasi)

a. Sinus takikardi
- Biasanya HR > 100 x/menit
Anamnesis / inspeksi :
-

Jantung berdebar/bertambah kencang


Adanya penyakit-penyakit penyebab (anemia, demam, struma toksik, infeksi, ketakutan,
olahraga)

Palpasi
-

:
Denyut jantung cepat dengan iktus lebih kuat
Badan terasa panas/dingin berkeringat
Pols cepat/halus
Stimulasi n. vagus, HR menurun

Perkusi : Tergantung pada penyakit penyebab dan sampai sejauh mana keterlibatan jantung
Auskultasi
-

Denyut jantung cepat


Adanya desah-desah, sistol/fungsional
Bila HR cepat (130 x/menit) desah sulit ditentukan

b. Atrial takikardi
Serangan takikardi sering terjadi pada atrial berupa serangan mendadak cepat dan
berhenti mendadak.
Inspeksi / keluhan :

Tiba-tiba merasa debaran jantung cepat


Sakit dan sesak di dada
Badan lemah kadang pingsan

Palpasi
-

:
Debaran jantung cepat
Nadi cepat dan lemah
TD menurun

Perkusi
-

:
Tergantung pada penyakit dasar intra/extra cardial
Kadang-kadang dijumpai pembesaran jantung

Auskultasi

Denyut jantung cepat kadang tidak dapat dihitung. Untuk kepastian dibuat EKG pada saat
serangan.

Atrial Fibrilasi (kacau serambi)


Suatu jenis takikardi atrial yang sifatnya irregular. Klinis kita dapat mendengar (auskultasi)
adanya perbedaan jumlah HR dengan nadi yang disebut PULSUS DEFISIT dan pada palpasi
dapat juga dirasakan perbdeaan nadi yang lebih sedikit frekuensinya dibanding dengan HR.
Jika saja penderita ini kita kenal pemakan obat kardiotonika (digitalis) mungkin ini menunjukkan
tanda-tanda keracunan maka os. mengeluh sbb :
-

Gangguan traktus digestivus (mual,muntah)


Berdebar-debar
Hoyong, pening
Gejala-gejala ini mungkin jelas frekuensinya makin tinggi (AF rapid)
Sesak nafas
Kadang-kadang shock

Palpasi
: tergantung pada penyakit dasar (mungkin penyakit-penyakit katup jantung,
sclerotic heart disease, hipertensi, thyrotoxicosis)
Perkusi

: tergantung pada penyebabnya

Auskultasi

Dapat didengar pada daerah ictus suatu denyut jantung yang kacau disebut kacau serambi yang
menyebabkan VR (ventricle rate) cukup tinggi juga. Jika AF cepat biasanya desah-desah sebagai
tanda-tanda dari penyakit dasar organis tidak dapat didengar jelas.
Diagnose pasti jenis aritmia adalah EKG

Atrial Flutter (kepak serambi)


Secara klinis sama dengan fibrilasi tetapi iramanya regular. Diagnosa pasti adalah dengan EKG.

Ventricular Tachycardi
Adalah suatu takikardi ventrikel disebabkan oleh focus ektopik yang berkumpul dan asalnya dari
ventrikel.
Etiologi :
-

Komplikasi MCI yang lama


Keracunan digitalis yang lama
Penyakit RHD
Yang penyakit jantung (12%)

Keluhan :
-

Chest pain
Shock syndrome
Sesak nafas
Kesadaran menurun

Palpasi :
-

Denyut jantung dan nadi meningkat (160-180 x/menit)


Kalau ada DC bisa dijumpai tanda-tanda DC (liat tanda-tanda DC)
Kulit dingin dan basah

Perkusi : tergantung pada dasar penyebab


Auskultasi :
-

Denyut jantung yang cepat


BJ I-II sukar dibedakan
Bila dasar penyakit adalah MCI didapati muffled heart sound

Mungkin terdapat desah-desah sesuai dengan penyakit dasar

Ventricular Fibrilasi
Keadaan ini lebih berat daripada ventricular tachycardia. Hal ini disebabkan oleh ektopik beat
yang banyak dan tidak teratur datangnya sehingga respon dari ventrikel sudah tidak menentu lagi
dan ventrikel seperti bergetar saja. VR; 130-300 x/menit.
Etiologi : komplikasi
-

MCI
Sindroma Adams Stokes
Intoksikasi digitalis
Lanjutan ventricular tachycardia
Perangsang listrik
Katekolamin dosis tinggi

Klinis :
Inspeks/keluhan :
-

Kesadaran menurun s/d koma kadang-kadang kejang


Shok sindrom
Chest pain

Palpasi : shock syndrome


Perkusi : tergantung kepada penyakit dasar
Auskultasi : BJ I-II sulit didengar dan dibedakan
Biasanya penderita akan meninggi bila tak cepat ditanggulangi

II.

Sinus Bradikardia
Adalah suatu keadaan dimana irama jantung normal dari SA node tetapi dengan kecepatan
60 x/menit

Etiologi :
Fisiologis : pada waktu hamil, atlit

Patologis :
-

Lesi pada otak


Penyakit a. coronaria
Ikterus
Keracunan obat-obatan (digitalis, blocker, prokainamide)
Hipertensi
Tekanan intracranial meninggi
Typhus abdominalis
Myxedema

Klinis :
-

Keluhan umumnya tidak ada kalau HR 30 x/menit


Kalau HR rendah (30 x/menit) timbul keluhan-keluhan :
o Sakit di dada
o Hoyong
o Shok
o Pusing-pusing
o Sincope

Palpasi :
-

Iktus lambat
Tergantung pada penyakit dasar

Perkusi : tergantung pada penyakit dasar


Auskultasi :
-

HR lambat 60 x/menit
Tergantung pada penyakit dasar

Diagnosa pasti adalah EKG karena secara PD sukar membedakan dengan A-V block.

III.

Gangguan Sistem Konduksi


Gangguan sistem konduksi dapat terjadi pada tempat-tempat :
SA --- AV node --- Bundle of Hiss --- Purkinje Fiber
1. First degree AV Block (Prolonged conduction time)
Terjadi perlambatan penghantaran rangsang SA node ke AV node. Secara klinis tidak ada
tanda-tanda yang dapat ditunjukkan. Hanya dapat dibuktikan dengan pemeriksaan EKG.
Dimana dijumpai PR interval memanjang (> 0,21 detik)
2. Gangguan berasal dari AV node ----- ventrikel
a. Partial AV Block

b. Complete AV Block
Partial AV Block
Kerusakan biasanya pada Bundle of Hiss, sehingga hantaran rangsang dari atrium tidak sampai
ke ventrikel (terlambat). Sehingga dapat terjadI :
Block 2 : 1 = tiap 2 denyut atrium diikuti 1 denyut ventrikel
Block 3 : 1 = tiap 3 denyut atrium diikuti 1 denyut ventrikel
Block 4 : 1 = dst
Secara klinis pada auskultasi dengan hati-hati kita dapat mendengar bunyi jantung normal, tibatiba bunyi jantung hilang kemudian timbul lagi. Bila hal ini terjadi secara regular maka disebut :
Reguler Irregularity. Dengan pendengaran yang terlatih dapat didengar suatu denyut yang berasal
dari atrium yang berupa suara yang lemah diantara denyut ventrikel yang kuat.
Complete Heart Block
Semua rangsang SA node terlambat untuk mencapai ventrikel sehingga ventrikel berkontraksi
sendiri bebas dari pengaruh atrium. Sehingga timbul keadaan dengan denyut ventrikel rendah
sedangkan sebenarnya denyut atrium normal.
Klinis : penderita mengeluh lemah, pening, tiba-tiba tak sadar atau sincope, kejang, kadangkadang memberikan gejala Adams Stokes Syndrome.
Palpasi : denyut jantung lemah, lambat, pols lambat.
Perkusi : tergantung pada penyakit dasar.
Auskultasi :
-

Denyut jantung lambat


Bunyi jantung I bisa terbelah

Etiologi :
Biasanya menggambarkan suatu keadaan kerusakan serius dari myocard seperti pada penyakit
jantung koroner, penyakit jantung sistemik, diphtheria, lues, dan penyakit-penyakit infeksi lain.

Bundle Branch Block

Kerusakan terjadi pada cabang-cabang dari Bundle of Hiss ke daerah ventrikel kanan dan kiri.
Biasanya secara klinis tidak ada yang khas. Dan hanya dapat dipastikan dengan pemeriksaan
EKG.

IV.

Aritmia Jantung
1. Sinus Aritmia (Sinus Aritmia Respiratoir)
Keadaan ini adalah suatu gangguan irama jantung disebabkan pengaruh pernafasan
dimana terjadi penambahan denyut jantung selama fase inspirasi dan pengurangan denyut
jantung selama fase ekspirasi. Hal ini mungkin disebabkan peninggian pengaruh Vagus.
Hal ini dapat didengar bila kita perhatikan benar-benar frekuensi denyut jantung pada
saat kita suruh bernafas inspirasi dalam dan ekspirasi dalam.
Kita dapat merasakan denyut jantung pada saat inspirasi lebih tinggi bila dibandingkan
pada saat ekspirasi. Hal ini dapat kita bandingkan bila os kita suruh menahan nafas, maka
perbedaan tadi tidak dijumpai.
Secara klinis tidak ada artinya dan keluhan tidak ada.

PREMATURE BEAT (EXTRA SISTOLE)


Adalah denyut jantung yang disebabkan suatu fokus di luar fokus normal. Dapat berasal dari
atrium, ventrikel dan AV node. Premature beat dapat menyebabkan gangguan irama pada atrium
yang disebut sebagai Atrial Premature Beat (APB), dan jika pada Ventrikel disebut Ventrikel
Premature Beat (VPB) atau sering pula disebut Ventrikel extrasistole (VES)
Klinis : biasanya keluhan penderita berupa jantung berdebar / debaran jantung tidak teratur.
-

Rasa tertekan di dada


Rasa tidak enak di dada
Kadang-kadang berupa chest pain seperti angina pectoris

Palpasi :
-

Tergantung pada penyakit dasar


Nadi tidak teratur, diantara nadi yang teratur tiba-tiba ada nadi yang berbeda dari yang
biasa
Iktus = apex berat yang biasa tiba-tiba, timbul apex beat yang berbeda dari yang biasa.

Perkusi : tergantung pada penyakit dasar


Auskultasi :

Diantara denyut jantung yang regular, tiba-tiba ada denyut jantung yang lain dari yang biasa,
dengan compensatory pause yang lebih lama daripada sebelumnya.
Diagnose pasti adalah dengan pemeriksaan EKG.

Fotoooo.

BAB VII
PEMERIKSAAN SALURAN PENCERNAAN
A. PEMERIKSAAN MULUT
I.
Bibir :
Pada pemeriksaan bibir ini harus diperhatikan keadaan daripada bibir tersebut, antara lain :
- Warnanya : pada keadaan anemia bisa berwarna pucat. Sedangkan pada sianosis
berwarna pucat kebiruan.
- Ketebalannya : tampak sangat tebal pada penderita myxedema dan akromegali.
- Bibir menonjol terbalik : mukosa bibir berada disebelah luar ini khas pada penderita
miopati.
- Bibir pecah-pecah dan retak-retak : terutama pada penderita-penderita avitaminosis
atau demam.
Pada pemeriksaan rongga mulut selanjutnya sebaiknya dipakai penerangan dengan
senter/battery dan spatel lidah.
II.

III.

Gigi :
Terutama harus diperiksa mengenai :
- Jumlahnya, apakah lengkap atau berkurang
- Warnanya : discoloration sehubungan dengan dental hygiene
- Keadaannya : apakah ada caries / gigi yang busuk
- Dan lain-lain
Gusi :
Perlu diperhatikan :
- Tanda-tanda : mudah berdarah bila ditekan dengan memakai kapas
- Pus : dapat diketahui dengan menekan sisi daripada gusi tersebut akan keluar nanah

IV.

Warnanya : bisa pucat pada keadaan anemia dan bisa berupa kebiru-biruan pada
keracunan timah/Pb

Lidah :
Yang harus diketahui mengenai lidah :
- Kering/basah : kering/basahnya dapat menentukan keadaan hidrasi dari tubuh.
Kalau lidah kering menunjukkan keadaan dehidrasi.
- Warnanya : bisa kotor seperti lumpur pada perokok berat, oleh karena mempunyai
kebiasaan bernafas melalui mulut. Dan juga bisa dijumpai adanya beslag berwarna
putih atau kecoklatan yang sering dijumpai pada penyakit-penyakit infeksi (mis.
Tifus abdominalis).
- Permukaan : bisa menjadi licin sekali oleh karena atrofi dari papil-papil lidah, ini
bisa dijumpai pada penderita anemi pernisiosa atau anemia defisiensi besi dan
lainnya.
Juga penting diketahui fungsi persyarafan lidah. Mis. bila os disuruh mengeluarkan
lidahnya, ujung lidah akan menyimpang ke sisi lesi pada waktu lidah dikeluarkan,
ini menunjukkan kerusakan pada N. XII unilateral. Lidah juga bisa mengalami
tremor yang menunjukkan adanya kecemasan, delirium, tremens atau demensia
paralitika.

B. PEMERIKSAAN ESOFAGUS
Yang penting dalam hal ini adalah anamnesis dari keluhan si penderita. Missal adanya
kesulitan menelan/disfagia atau keluhan makanan yang keluar lagi tanpa ada rasa muntah
sama sekali yang disebut regurgitasi.
C. PEMERIKSAAN ABDOMEN
Untuk memudahkan pemeriksaan abdomen ini terlebih dahulu penting doketahui garis besar
anatomi organ-organ yang berada di dalam rongga abdomen ini.
Abdomen mencakup bagian tubuh mulai dari arkus kosta sampai garis lipat paha. Dan
abdomen ini terbagi atas 9 bagian yang dipisahkan oleh 2 garis vertical dan 2 garis
horizontal.
Dengan demikian abdomen terbagi atas :
- Bagian atas : Hipokondrium kanan
Epigastrium
Hipokondrium kiri
- Bagian tengah : Lumbal kanan
Umbilikal
Lumbal kiri
- Bagian bawah : Iliaka kanan
Hipogastrium
Iliaka kiri
Berdasarkan pembagian abdomen seperti ini maka secara garis besarnya kita dapat
memprojeksikan organ-organ pada permukaan abdomen yaitu :

Hati berada di daerah epigastrium dan hipokondrium kanan


Lambung berada di daerah epigastrium
Limpa berada di hipokondrium kiri
Kandung empedu sering berada pada perbatasan hipokondrium dan epigastrium
Kandung kencing yang penuh dan uterus wanita hamil berada didaerah hipogastrium
(dapat diraba)
Apendiks berada di daerah antara iliaka kanan, lumbal kanan dan bagian bawah
daerah umbilikal

Perlu diingat bahwa sikap tubuh dan pernafasan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap letak dari pada organ-organ tersebut. Sebaiknya pemeriksaan abdomen ini
penderita harus berada dalam keadaan kandung kencing yang kosong. Dan penderita
berbaring terlentang dengan bantal pada kepala ketaknya tidak terllau tinggi. Pada
pemeriksaan abdomen, yang terpenting adalah inspeksi dan palpasi, sedangkan perkusi
dan auskultasi kurang banyak kegunaannya.
Inspeksi abdomen
Yang perlu diperhatikan pada inspeksi ini adalah :
1.
2.
3.
4.

Bentuk perut
Keadaan dinding perut / permukaan perut
Gerakan dinding perut
Denyutan pada dinding perut

1. Bentuk perut
- Normal bentuk daripada perut adalah simetris. Bila terjadi penimbunan cairan di
dalam rongga peritoneum, perut akan membesar juga secara simetrik missal asites
(perut kodok)
- Pada kehamilan, tumor dalam rongga perut, tumor ovarium, dan lain-lain. Bentuk dari
perut menjadi membesar tidak simetrik
- Pada keadaan pembengkakan hati, limpa, ginjal, kandung empedu dan lain-lain
terlihat pembesaran setempat daripada abdomen
2. Keadaan dinding perut / permukaan perut
- Dalam hal ini yang pertama-tama harus diperhatikan adalah keadaan kulit daripada
abdomen.
- Kulit menjadi keriput/mengerut. Menunjukkan pernah ada distensi yang hebat dari
dinding perut, misalnya :
o Wanita yang berulang kali melahirkan
o Penderita asites yang telah sembuh
- Pelebaran daripada vena abdomen terlihat benjolan berliku-liku menyatakan adanya
penyumbatan pada vena porta atau vena cava inferior.

Pada penyumbatan vena porta, vena-vena melebar dan jalannya berliku-liku tampak
disekitar pusat dan semua mengarah ke pusat disebut kaput medusa.
Pada pembesaran perut (mis. oleh karena asites) perut menjadi tegang, licin dan tipis
dan berkilat.
Kalau ada ikterus, warna perut menjadi kuning, dan pada wanita yang telah berulang
kali melahirkan terdapat garis-garis bekas pembesaran perut yang disebut striae.
Daerah umbilikus yang berwarna biru atau agak kekuning-kuningan menunjukkan
adanya proses perdarahan di daerah intraperitoneal, mis. pankreatitis akut ini disebut
Cullen sign dan Brey Turner sign bila dijumpai dilipatan paha.
Sedangkan adanya benjolan-benjolan kecil disekitar umbilikus mungkinmerupakan
tanda adanya proses metastase keganasan dari intraabdominal.

3. Gerakan dinding perut


- Perut mengempis/mengecil pada waktu ekspirasi, dan mengembang atau membesar
pada inspirasi.
Pergerakan setempat pada dinding perut biasanya disebabkan oleh peristaltic usus
yang berada dibawahnya.
- Dinding perut menjadi tegang dan tidak bergerak pada peritonitis, seperti kuburan.
- Gerakan peristaltic kadang-kadang dapat terlihat pada orang tua dan kurus
- Kadang-kadang dapat terlihat pada orang tua dan kurus.
- Pergerakan peristaltic dinding perut akan menyerupai gelembung pada permukaan air
yang berjalan dari kiri ke kanan. Ini dapat dijumpai pada pylorus stenosis (darm
steifung/maag steifung)
4. Denyutan pada dinding perut
- Denyutan ini terutama dapat terlihat di daerah epigastrium, terutama pada orangorang kurus dan penderita pembesaran ventrikel kanan.
- Denyutan pada daerah hipokondrium kanan umumnya berasal dari denyutan vena
hati. Ini bisa dijumpai pada insufisiensi trikuspidalis. Denyutan ini sinkron dengan
denyut sistolik jantung.

PALPASI ABDOMEN
Pada pemeriksaan ini penderita harus berbaring terlentang dengan kepada sedikit ditinggikan (di
atas bantal), kedua lengan berada disisinya dan kedua lututnya ditekukkan dan bernafas tenang
dengan mulut terbuka.
Untuk pemeriksaan bagian bawah dari abdomen sebaiknya kedua tungkai diluruskan. Bila
penderita sudah bernafas dengan tenang dan dinding perut bergerak seirama dengan pernafasan
maka pemeriksaan secara palpasi ini dapat dimulai.

Mula-mula dilakukan palpasi dengan menggunakan satu tangan, diletakkan tangan-tangan dan
jari-jari harus sama kuatnya menekan dinding perut. Tekanan ini harus ringan saja. Jangan
menekan hanya dengan ujung jari saja, tetapi harus dengan telapak tangan dan juga sendi-sendi
metakarpo falangeal.

Dengan palpasi ini kita memperlihatkan :


a.
b.
c.
d.
e.

Nyeri tekan / tenderness


Ketegangan / rigid
Pembesaran organ-organ
Tumor dalam perut
Cairan bebsa didalam rongga perut

a. Nyeri tekan / tenderness


Palpasi untuk menentukan nyeri tekan haruslah dimulai dari daerah yang normal kemudian
dilanjutkan dengan secara bertahap mendekati daerah yang nyeri tekan.
Adanya nyeri tekan pada daerah-daerah teretentu di abdomen dapat menunjukkan kelainankelainan tertentu baik pada peritoneum, usus, atau organ lainnya.
b. Ketegangan / rigidity
Normal dinding perut tidak tegang, rileks dan disebut supel. Dinding perut dapat menjadi
tegang, yang terjadi oleh karena reaksi daripada dinding perut untuk melindungi daerah /
organ yang berada dibawahnya, ini merupakan otot tonik yang timbul secara reflektorik.
Ketegangan dinding perut seperti ini disebut defence muscular dapat kita temui pada
penderita peritonitis. Dalam hal ini palpasi harus juga dilakukan pada daerah yang normal
kemudian mengarah ke daerah yang tegang tersebut.
c. Pembesaran organ-organ
Palpasi hati :
Pada palpasi hati tangan diletakkan secara mendatar dengan ujung-ujung jari yang lembut
berada dibawah tepi iga. Sebaiknya palpasi dimulai dari bawah menuju keatas yaitu dari
daerah lumbal kanan kearah arcus aorta sebelah kanan, sampai sisi radialis jari telunjuk
menyentuh tepi hati yang membesar. Tepi hati ini akan teraba pada puncak inspirasi. Oleh
karena itu o.s disuruh menarik nafas panjang dan dalam sehingga tepi hepar mudah teraba.
Yang penting diperhatikan kalau hati teraba adalah :
- Tepi atau pinggirnya
- Permukaannya
- Derajat pembesaran

Nyeri tekan atau tidak


Konsistensinya

Umumnya pada hati yang normal tidak teraba pada palpasi, tepinya biasanya tajam,
permukaan rata, konsistensi keras kenyal.
Tepi hati
Tepi hati sukar diraba pada pembesaran hati oleh karena perlemakan. Tepi hati regular pada
pembesaran oleh karena dekompensasio. Sedangkan pada pembesaran hati oleh karena
neoplasma tepinya menjadi ireguler.
Permukaan hati
Permukaan hati menjadi tidak rata dan berbenjol-benjol kecil pada sirosis hepatis. Sedangkan
pada neoplasma hati permukaannya berbenjol-benjol besar.
Derajat pembesaran hati
Derajat pembesaran hati biasanya ditentukan dengan memakai ukuran beberapa sentimeter
teraba hati dibawah arkus kosta atau BAC atau prosessus xiphoideus (BPX) yaitu dengan
menarik garis lurus dari linea media clavicularis sampai ke tepi arkus kosta. Dari sini diukur
beberapa cm pembesaran hati yang dapat diraba tersebut.
Pembesaran hati yang sangat hebat kadang-kadang dapat kita jumpai pada kelainan :
-

Neoplasma
Abses hati
Sirosis hati
Dekompensatio kordis
Penyakit-penyakit darah

Sedangkan pembesaran hati yang ringan umumnya kita jumpai pada :


-

Hepatitis
Penyumbatan saluran empedu

Nyeri tekan
Rasa nyeri tekan pada hati dapat kita buktikan dengan memperhatikan muka penderita
apakah ia tampak kesakitan, selain menanyakan apakah timbul rasa sakit pada waktu hatinya
diraba.
Rasa nyeri dapat dijumpai keadaan :
-

Obstruksi saluran empedu

Sirosis hepatis, abses hati


Karsinoma hati
Limpoma hodkin
Leukemia
Malaria
Dan lain-lain

Konsistensi hati
Konsistensi hati menjadi lunak pada pembesaran hati oleh perlemakan, sedangkan pada
neoplasma, dekompensatio kordis konsistensinya keras. Pada abses hati bisa teraba fluktuasi.
Palpasi kandung empedu
Palpasi dilakukan dibawah arkus kosta kanan antara prosesus xiphoideus dan pinggang
kanan. Dan dilakukan dengan jari-jari yang menekan ringan pada dinding perut. Pada
keadaan peradangan kandung empedu, dengan palpasi empedu ini dapat diraba adanya
massa/nyeri tekan dan bila penderita disuruh menarik nafas dalam/panjang, sehingga
kandung empedu
Dan pada saat tersebut penderita akan menahan nafas secara tiba-tiba, ini disebut tanda
Murphy.
Palpasi limpa
Limpa dalam keadaan normal tidak teraba. Sebaiknya palpasi limpa dimulai dari daerah
hipogastrium menuju hipokondrium kiri. Bila sangat membesar sampai umbilikus atau iliaka
kanan. Bila dengan cara ini limpa tidak teraba, sebaiknya dilakukan palpasi secara bimanual,
yaitu telapak tangan kanan diletakkan di daerah hipokondrium kiri penderita dengan jari-jari
menuju ke samping atas.
Tangan kiri penderita diletakkan di pinggang kiri penderita, dengan tangan kanan pemeriksa
menekan sambil menggerakkan tangan itu sedikit demi sedikit ke bawah tulang iga. Pasien
disuruh tarik nafas dalam. Penekanan dilakukan pada puncak inspirasi. Tangan kiri pemeriksa
merupakan landasan bagi tekanan yang dilakukan oleh tangan kanan.
Dengan cara ini kita dapat menentukan : tepi, konsistensi, dan permukaan limpa yang
membesar tersebut.
Cara menentukan derjat pembesaran limpa :
Dipakai apa yang disebut garis schuffner. Garis ini menghubungkan titik potong antara linea
medioklavikularis dengan arkus kosta kiri dengan spina iliaka anterior superior kanan.

Garis ini dibagi dalam 8 bagian yang sama (S1-S8). Palpasi untuk mencari pembesaran limpa
dilakukan sepanjang garis ini. Bila pemeriksaan limpa sampai umbilikus mis. S4 dan bila
pembesaran limpa sampai spina iliaka anterior superior disebut S8 (Gb. 4)
Bila pembesaran limpa kearah bawah, sebaiknya dipalpasi dengan ukuran haccket yaitu
hacket 1 sampai dengan hacket VIII (H I H VIII)
Cara palpasi limpa juga dapat dilakukan memiringkan penderita ke kanan dan satu tangan
pemeriksa menarik tangan kiri penderita kearah kanan kemudian palpasi dilakukan dengan
tangan kanan penderita.
Dalam hal ini juga dapat dilakukan dengan tangan kiri pemeriksa di pinggang kiri penderita
dan penderita ditarik kearah kanan dan selanjutnya dilakukan palpasi.

Palpasi kolon
Biasanya kolon tidak bisa diraba kecuali bila berisi udara atau feces. Dalam hal ini palpasi
dapat teraba benjolan yang berbentuk sosis. Jika kolon descenden menjadi tegang (spastic
colon) akan teraba sebagai suatu pipa karet di daerah fosa iliaka kiri yang menjulur ke
daerah hipokondrium kiri.

d. Tumor dalam perut


Yang penting dalam pemeriksaan palpasi tumor didalam perut ini harus diperhatikan :
- Besarnya /ukuran
- Letak
- Konsistensi
- Bentuk
- Mobilitas
Besar / ukuran
Untuk menentukan besar / ukuran daripada tumor harus dilakukan dengan kedua tangan yaitu
meraba dan menekan sehingga batas-batas tumor tersebut dapat ditentukan, dengan demikian
besar dengan ukuran tumor tersebut jelas dapat diketahui. Dibawah tumor berada dibawah pusat,
palpasi dilakukan dari bawah ke atas.

Letak tumor
Umumnya letak tumor dan organ-organ di abdomen dapat diraba sesuai dengan letak daripada
organ tersebut di rongga abdomen, misalnya tumor hati dapat kita raba di daerah hipokondrium

kanan. Tumor lambung dapat diraba di daerah epigastrium.Akan tetapi dalam hal ini tidaklah
mudah untuk menentukan letak yang tepat dari suatu tumor di abdomen tersebut, oleh karena
tumor-tumor yang teraba tersebut merupakan sebagian saja dari tumor yang lokalisasinya dalam
sekali.Dengan palpasi ini harus ditentukan batas-batas benjolan-benjolan yang dijumpai sehingga
letaknya menjadi jelas.
Konsistensi
Biasanya konsistensi dari tumor adalah keras, kecuali tumor tersebut berupa kista. Demikian juga
halnya bila terjadi infiltrasi oleh sel-sel tumor pada limpa dan hati,maka konsistensinya menjadi
keras.
Bentuk
Bila dijumpai tumor pada hati,limpa atau ginjal akan menyebabkan pembesaran hati pada organorgan tersebut akan berubah bentuknya hingga sukar sekali untuk ditandai dengan palpasi.
Dalam keadaan seperti ini adalah sulit untuk dapat menentukan tempat asal tumor.
Mobilitas
Tumor-tumor yang berasal dari hati, limpa, lambung, kandung empedu, akan tergeser/bergerak
ke bawah oleh dorongan diafragma pada puncak inspirasi. Sebaliknya tumor-tumor: pancreas,
usus, uterus, ovarium tidak akan bergerak bila penderita bernafas dalam.
Tumor dalam dinding perut pergerakannya terbatas. Bila dinding perut sudah kendor, akan
timbul kesukaran menentukan letak tumor tersebut apakah intraabdominal atau pada dinding
perut.Dalam keadaan seperti ini, penderita disuruh mengangkat kepalanya. Sewaktu kepala
diangkat, dahi dari penderita ditekan, sehingga terangkatnya kepala menjadi agak tertahan
akibatnya otot-otot dinding perut menjadi tegang.
Bila tumor terdapat pada dinding perutmaka tumor akan tetap teraba waktu otot-otot perut
ditegangkan. Sebaliknya bila tumor tersebut terdapat dalam rongga abdomen, dengan
penegangan otot-otot tersebut tumor akan hilang.
e.

Cairan bebas dalam rongga perut


Adanya cairan dalam rongga perut akan mempersulit palpasi dari organ-organ hati dan limpa.
Untuk ini biasanya dipakai tekhnik palpasi dengan mempergunakan ujung-ujung jari. Cara
ini disebut dengan Dipping yaitu menekan dinding perut dengan cepat dan dalam dengan
ujung-ujung jari.
Cara pemeriksaan cairan bebas dalam rongga abdomen dengan palpasi dapat dilakukan
dengan meletakkan tangan si penderita atau seorang asisten dengan pinggir lateral kanan
pada linea alba. Kemudian tangan pemeriksa diletakkan pada bagian samping yang gunanya
untuk merasakan ada atau tidaknya getaran cairan bila dinding perut dan pada sisi lainnya

diketok-ketok oleh jari pemeriksa.Bila terdapat cairan bebas dalam rongga abdomen maka
akan teraba adanya getaran cairan yang disebut dengan undulasi. (Gb. 5)

Perkusi Abdomen
Dengan perkusi abdomen dpat diketahui :
Pembesaran organ
Adanya udara bebas
Cairan bebas dalam rongga abdomen

a. Seperti diketahui sura yang terdengar pada perkusi abdomen adalah timpani .kalau terjadi
pembesaran limpa dan hati bunyi perkusi akan terdengar redup pada daerah tersebut.
b. Daerah pekak hati (Liver demping) akan menghilang bila didapati udara bebas didalam
rongga abdomen (misalnya perforasi lambung atau duodenum).Dan bunyi perkusi yang
berlebihan akan dijumpai bilamana usus mengandung udara yang sangat banyak.
Sedangkan pekak hati tidak dapat menghilang.
c. Dengan perkusi kita dapat tentukan adanya cairan dalam rongga perut.Dalam hal ini
perkusi pada daerah banyak mengandung cairan akan menghasilkan bunyi pekak. Bila
penderita dalam keadaan berbaring telentang maka cairan akan terkumpul di tempat
terndah yaitu di kedua sisi perut.Dengan perkusi daerah ini akan menunjukkan bunyi
pekak yang dikenal dengan pekak sisis. Jika pekak ini disebabkan oleh cairan maka
dengan memiringkan penderita ke sisi lain bunyi perkusi akan menjadi timpani.Ini
terjadi keran berpindahnya cairan ke tempat lain yang lebih rendah.Bunyi perkusi pekak
yang bisa dihilangkan dengan merubah posisi penderita disebut Shifting dullnes yang
menunjukan adanya cairan dan tingginya didalam rongga abdomen.
Pemeriksaan dengan shifting dullness ini tidak akan ditemukan bila cairan bebas dalam
rongga perut terlau banyak (cross asites).Dalam hal ini perut membuncit terutama pada
kedua sisi.dan dengan perkusi penderita dalam sikap duduk,batas atas dari cairan tersebut
akan berbentuk konkaf .Untuk cairan asites yang sedikit dapat dilakukan knee chest.
Auskultasi Abdomen
Dengan aukultasi dapat ditentukan:
-Bunyi peristaltic
- Bunyi gerakan cairan
- Bising pembuluh darah
a. Bunyi peristaltic usus bisa menjadi hilang bila terjadi kelumpuhan usus (mis Ileus
paralitikus. Dan bunyi peristaltic menjadi keras dan lebih sering pada diare. Sedangkan

bunyi peristaltic usus menjadi bernada tinggi pada penyumbatan usus.(mis Obstruksi
ileus):metallic sound
b. Gerakan cairan dapat didengar dengan auskultasi pada daerah hipogastrium kiri sambil
menggerakkan kedua sisi penderita secara bergantian. Pada orang sehat 5jam setelah
menelan cairan lambung akan menjadi kosong.Bila setelah 5 jam lambung masih penuh
dengan cairan kemungkinan ini disebabkan adanya pylorus stenosis.
c. Bising pembuluh darah terdengar apabila ada lumen arteri menyempit atau aorta
abdominalis membesar setempat (aneurysma).Aneurysma aorta ini tampak sebagai
benjolan besar yang berdenyut dan terdengar sistolik.Pada aukultasi daerah hati kadang2
bisa didengar adanya bising pembuluh darah yang disebut sebagai arterial mur-mur atau
hepatic bruit. Hal ini sangat patognomonik untuk karsinoma hati (hepatoma) kadang2
dapat terdengar bising gesekan (friction rub) pada perihepatitis.

BAB VIII
PEMERIKSAAN ANO-REKTAL
Pendahuluan:
Sesudah pemeriksaan abdomen kita kemudian memeriksa daerah inguinal,anus,rectum dan alat
kelamin. Pemeriksaan tidak sempurna bila tidak disertai pemeriksaan ano rectal dan alat kelamin
terutama bagian luar.
Hal ini seringkali dilupakan sehingga kadang2 terdapat kegagalan dalam pemeriksaan
fisis.umunnya indikasi pemeriksaan anorektal adalah seperti berikut.:
Adanya iritasi di region mucocutaneus seperti perasaan gatal /terbakar oleh kerana
kelainan lokal,sistemik ,kelainan kulit yang umum dan kelainan intestinal
Sakit sewaktu buang air besar ,tenesmus,adanya fissure fistula,hemorrhoid
abses,karsinoma rekti ,buang air besar yang keras, kelainan daerah pelvis seperti cystitis
dan prostatitis.
Perubahan dari buang air besar seperti mencret berisi darah , lendir dan lain2.
Melena dan hematochezia
Kelainan lokal/pembengkakan ,adanya massa ,pembengkakan dengan rasa sakit dan
memar.
Penyakit regional ,akut appendicitis ,prostatitis /hipertrofi prostate ,karsinoma kandung
kencing , kelainan organ kelamin wanita dan kelainan peritoneal.
Tiap keluhan mengenai daerah sekitar kelamin :hernia inguinalis ,nyeri didaerah inguinal
waktu bersetubuh,nyeri di daerah inguinal pruritus disekitar alat kelamin.
Tiap keluhan dan tanda yang dapat dihudungkan atau tidak adanya denyutan a.femoralis
seperti thrombosis arteri pada kaki ,claudicatio intermitens ,arteritis primer solid edeme
unilateral pada tungkai maupun ganggren pada jari kaki .
Tiap keluhan mengenai wazir,bisul sekitar anus,fistula ani,paraplegi inferior dan
incontinensia urin et alvi
Dalam rangka pemeriksaan klinis umum pemeriksaan kelamin dan sekitarnya dilkukan dengan
jalan inspeksi,palpasi dan kadang2 auskultasi.Untuk melakukan tindakan ini si pemeriksa boleh
memakai sarung tangan.Sebelum pemeriksaan seperti hal tersebut diatas,perlu juga diperhatikan

sesudah pemeriksaan abdomen adalh pemeriksaan kelenjar lipat paha/daerah inguinal yang
berhubungan erat dengan pemeriksaan anorektal
Pemeriksaan lipatan paha/region inguinale
1. Inspeksi
Disini perlu diperhatikan adanya pembengkakan dengan permukaan yang licin ataupun
berbenjol-benjol.
Biasanya kita menjumpai suatu hernia yang dapat terjadi pada satu sisi atau kedua sisi
dan bila penderita disuruh mengedan atau menutup daerah mulut benjolan bertambah
besar.
Pembengkakan yang lain adalah kelenjar limph lipat paha dengan benjolan tidak teratur
yang dapat ditetapkan dengan palpasi.hal ini dapat disebabkan oleh infeksi ,tumor ,abses.
2. Palpasi
A.Palpasi hernia
Bila dipalpasi umumnya lembek,biasanya terdiri dari jaringan omentum dan jaringan
lemak,tetapi bila terisi usus dapat ditetapkan dengan bantuan auskultasi (adanya
peristaltic usus)
Pada pria dapat dilakukan langsung palpasi untuk mengetahui keadaan kanalis inguinalis
(gambar 1)
Dengan jari teluntuk skrotum kita desak ke dalam arah canalis inguinalis yaitu arah
lateral dan atas dari a/v epigastric.Normal ring ini tidak tertembs oleh jari,tapi bila celah
melebar dapat dirasakan pelebarannya dan sangat lemah sehingga jari kit dapat masuk
B.Palpasi kelenjar getah bening
Dapat ditetapkan pembesaran kelenjar limfe misalnya oleh kerana infeksi
,keganasan,tuberkulose,penyakit alat kelamin dan lain2.
C. Palpasi/auskultasi a.Femoralis
Normal a.femoralis berdenyut dan denyutan terdengar keras terutama pada hipertensi
,aorta insufisiensi dan penyakit Basedow
Pada aorta insufisiensi dapat didengar dengan stetoskop adanya bising Durozoir
(sistolik) yang dengan penekanan yang perlahan-lahan bisisng bertambah keras pada
penekananan yang kuat bising menghilang.
Pada palpasi a/v femoralis terletak medial dari a.femoralis dan bila ada nyeri tekan pada
daerah v.femoralis menyangkakan adanya thrombophlebitis/thrombose dan jangan lupa
membandingkan denyut a/v femoralis kiri dan kanan.

Pemeriksaan Ano-Rectal
INSPEKSI
Inspeksi anorektal dapat dilakukan dgn pasien dalam keadaan berbaring telentang dengan kedua
lutut difleksikan dan saling berjauhan (litotomi position) atau pasien berbaring pada sisi kiri atau
kanan dengan kedua tungkai dalam keadaan fleksi maksimal disendi panggul dan lutut(Sims
position).(gb 2 dan 3)
Pada inspeksi ini perhatian ditujukan kepada:
adanya lubang anus (atresia ani pada bayi)
Hemoroid externa
Condylomata
Fissura Ani/fistel
Eczem/bekas garukan
Berbagai penggembungan pada perineum (abses)
Tanda-tanda abnormal disekitar anus atau dalamnya hendaknya dicatat dan lokasinya disebut
menurut arah jarum jam dengan jam 12 pada simfisis.
PALPASI
Palpasi pada pemeriksaan anorektal ini adalah palpasi biasa untuk menentukan bentuk,besar,
konsistensi, dan nyeri tekan pada setiap kelainan atau penggembungan setempat.
Tetapi di sini diperlukan pemeriksaan palpasi digital yang dilakukan dengan jari telunjuk yang
dimasukkan ke dalam rectum. Tindakan ini dinamakan juga rectal toucher /examination.
Rectal Toucher/ Examination
Sebelum tindakan ini dilakukan pasien harus diberitahukan lebih dahulu dan waktu si pemeriksa
hendak memasukkan jari telunjuknya pasien diminta bernafas dalam dengan mulut terbuka agar
perineum menjadi lemas dan tonus anus tidak keras. Posisi pasien dapat dalam Sims position
atau Lithotom position.
Dalam melakukan tindakan ini tangan pemeriksa bersarung tangan dan memakai alat pelincir
seperti vaselin, glycerin, dll.
Sewaktu rectal toucher ini hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Anal sphincter, untuk ini perlu kita tentukan tonus dari sphincter apakah terasa sempit
yang berhubungan dengan diare yang lama.

BAB IX
PEMERIKSAAN ALAT KELAMIN (GENITALIA)
1. Alat kelamin laki-laki.
Yang memegang peranan pada pemeriksaan fisik alat kelamin adalah inspeksi dan palpasi.
Inspeksi :
1. Inspeksi glans penis, kalau-kalau ada retraksi preputium yang selalu terjadi pada
stenosis meatus urethra, balanitis, kondiloma akuminata, dan Ca glans penis.
2. Meatus urethrae. Yang diperhatikan adalah peregangan bibir meatus yang terdapat
pada kondiloma akuminata intra urethra.
3. Inspeksi scrotum. Testis kiri biasanya lebih rendah dari testis kanan.

Palpasi :
1. Palpasi penis dan urethra untuk mengetahui adanya benjolan di permukaan dorsum
penis dan adanya indurasi pada urethra.
2. Palpasi kelenjar limfa inguinal. Pembesaran kelenjar inguinal dapat disebabkan oleh
Ca penis, chancroid, sifilis, balanitis, tumor-tumor scrotum, anus dan tungkai. Bisa
juga oleh sebab-sebab sistemik seperti limfoma dan leukemia.
3. Palpasi isi skrotum. Palpasi dilakukan pada waktu berdiri dan telentang. Varikokel
yang isinya tidak keluar pada posisi telentang menunjukan adanya obstruksi v.renalis
kiri. Urutan palpasi isi scrotum adalah mulai dari testis, epididymis, funikulus
spermatikus, dan canalis inguinalis externus (medialis).
4. Palpasi testis yang tidak turun. Palpasi dilakukan dengan tangan yang hangat dan
anak lebih baik berada di pangkuan ibunya. Testis kristorkismus yang sebesarnya,
testis retraktil dapat ditarik ke bawah sampai ke dasar scrotum. Testis retraktil adalah
testis yang turun normal tetapi letaknya sering tinggi tersangkut di canalis inguinalis
karena spasme muskularis kremaster atau letaknya tinggi di skrotum.

Auskultasi :
Auskultasi isi skrotum adalah untuk mendengarkan bunyi usus yang menunjukkan
adanya suatu hernia.

Pemakaian pencahar yang semberono, fisur ataupun radang, nervosiras dan penderitapenderita yang sensitif.
Sedangkan relaksasi sphincter berhubungan dengan perineum yang longgar sewaktu
persalinan, internal hemorrhoid atau prolapsus mukosa. Sedangkan pula keadaan yang
berat diduga kelainan neurologi.
2. Anal kanal, kekakuan dan fibrosis dari lingkaran anal disertai dengan penyempitan
kanal sering dijumpai oleh karena pembentukan jaringan ikat yang disebabkan proses
radang trauma. Hemorrhoid interna dapat ditentukan dengan terabanya seperti lipatan
mukosa yang berjalan longitudinal.
3. Rectal wall dan lumen, pada waktu ini dapat diraba keadaan-keadaan :
i.

Massa yang disebabkan feces ataupun benda asing.

ii.

Pengerasan /benjolan yang berhubungan dengan karsinoma dimana biasanya


permukaannya berbenjol-benjol

iii.

Polip rectal yang bertangkai ataupun tidak.

iv.

Penggembungan dari rectum sebagai tanda dari infeksi peritoneal.

v.

Karsinoma dengan permukaan yang nodular dan cauliflower kadang-kadang


sampai penyempitan yang partiel.

4. kelenjar prostat dan semiluna vesikales. Dapat diraba besar, konsistensi, bentuk, nyeri
tekan.
5. uterus dan adneksa. Dengan bantuan pemeriksaan bimanual dapat ditentukan posisi,
besar, bentuk, konsistensi, nyeri tekan dan pergerakan dari uterus. Terutama dipakai pada
penderita yang masih gadis. Dengan ini dapat juga ditentukan adanya peradangan pada
adnexa.
6. rongga pelvis. Sering digunakan untuk diagnose appendicitis ataupun abcess.
Pemeriksaan lainnya adalah dengan memakai alat Anuscopi dan Rectosigmoidoscopy.
Penyakit-penyakit anus dan rectum :
1. Pruritus ani, yang dapat disebabkan adanya parasit, infeksi jamur, hemorrhoid, fissure.
2. Hemorrhoid interna dan externa yang biasanya ditandai dengan berak darah.
3. Fissure in Ano

4. Polip dan lain-lain.

Pemeriksaan transiluminasi scrotum :


Sumber cahaya harus yang terang, seperti center kecil. Pemeriksaan lebih dikerjakan di kamar
gelap. Massa yang hasil transiluminasinya positif didapati pada hidrokel dan spermatokel.
Pada pengamatan bentuk penis dapat dilihat keadaan-keadaan sbb :
1. Infantilisme, selalu disebabkan oleh hipopituitarisme, yaitu penis yang sangat kecil.
Misalnya terdapat pada sindroma Frohlich, yang ditandai juga dengan tidak adanya
pubes.
2. Virilisme, yaitu keadaan yang sebaliknya dari infantilisme. Penis yang besar dan disertai
dengan pertumbuhan pubes yang seharusnya tidak terjadi pada umurnya. Keadaan ini
disebabkan oleh hiperadrenalisme.
3. Elephantiasis penis dan scrotum. Keadaan ini disebabkan oleh hiperadrenalisme.
4. Hermafroditisme. Terdapat kedua jenis kelamin.
Disamping adanya perubahan-perubahan bentuk, penis juga dapat mengalami kelainankelainan lain :
1. Phimosis yaitu preputium tidak bisa ditarik melewati glans penis. Bisa congenital, radang
dan sebagai komplikasi chancroid dan gonorea. Keadaan yang berat yaitu bila terjadi
paraphimosis dimana preputium tertarik melalui glans penis dan menjepit corona penis.
2. Balanitis, yaitu radang dari glans penis. Mukosa dari glans penis membengkak dan
kemerah-merahan. Selalu ada sekresi yang purulen di daerah corona. Sebab yang paling
sering adalah gonorea.
3. Oedema penis, bisa karena penyakit ginjal, jantung dan sirosis hati.
4. Herpes.
5. Kondiloma akuminata.
6. Ureteritis yang selalu disebabkan gonorea, adanya exudat yang purulen pada meatus.
7. Scabies.
8. Chancroid, merupakan penyakit kelamin yang sering sesudah gonorea dan lues.
Chancroid merupakan ulkus di penis yang disebabkan oleh Ducrey bacillus.
9. Chancre, lesi primer sifilis.
10. Granuloma inguinale.

11. Carcinoma penis.


12. Varikokel adalah dilatasi dan pengisian dari vena-vena plexus pampiniformis.
13. Testis yang tidak turun (undescended testicles).
14. Tumor testis.
15. Dan keadaan-keadaan lain seperti hidrokel, hematokel, dan lain-lain.
PEMERIKSAAN PROSTAT
Palpasi prostat dapat dilakukan pada posisi berbaring miring menghadap pemeriksa, bisa berdiri
ataupun posisi lutut-dada (knee chest). Harus dijelaskan prosedur pemeriksaan kepada penderita.
Oleskan pelumas pada anus dengan jari telunjuk yang bersarung karet. Dengan menekankan jari
tangan secara hati-hati dapat melemaskan sfingter ani. Periksalah seluruh sirkumferensia dinding
rectum, kemudian periksa kelenjar prostat. Yang diperiksa adalah konsistensi, kesimetrisan, nyeri
tekan, dan mobilitas.
PEMERIKSAAN ALAT KELAMIN WANITA
Pemeriksaan alat kelamin wanita agak berbeda sedikit dari pemeriksaan alat kelamin laki-laki.
Pada inspeksi biasa, juga dapat diinspeksi menggunakan speculum. Palpasi pada pemeriksaan
alat kelamin wanita adalah dengan periksa dalam (vaginal toucher).
Inspeksi :
1. Infantilisme dapat juga terjadi pada wanita.
2. Hipertrofi dari clitoris dengan tendensi untuk maskulinisasi.
3. Elephantiasis dari labia dan clitoris.
4. Oedema vulva dengan sebab yang sama dengan laki-laki.
5. Leukoplakia dan kondilomata yang mirip kutil.
6. Hernia inguinalis merupakan suatu pembengkakan pada satu atau kedua labia majora dan
kadang-kadang kantong peritoneal kistik dan hidrokel dalam kanalis Nuch.
7. Oedema vulva ter.
8. Melanoma
9. Herpes
10. Lipoma pada labia majora dan kista sebasea.

11. Erysipelas, peradangan yang meluas dengan cepat disertai demam dan menggigil,
genitalia kelihatan merah dan bengkak disertai perasaan berdenyut dan terbakar di daerah
tersebut.
12. Pruritus vulvae dapat terjadi pada vaginitis monilia, vaginitis trikomonas, lekoplakia, dan
likhen sklerosis et atropikans. Moniliasis sering ditemukan pada wanita yang menderita
diabetes, wanita hamil dan pemakai obat kontrasepsi oral.
13. Pedikulosis pubis dan scabies menyebabkan papula-papula kecil berwarna merah yang
khas.
14. Granuloma inguinale menyebabkan lesi papuler yang dapat mengalami ulserasi dan
meluas ke lipat paha.
15. Lomfogranula venerum oleh virus, mula-mula sebagai papula kecil yang akan menjadi
ulkus yang dapat menyerang vulva, lipa paha dan rectum.
16. Sifilis
17. Kondiloma akuminata
18. Karsinoma vulva.
Pemeriksaan dengan speculum :
Apabila dipandang perlu, maka pemeriksaan vagina berikut cervix uteri boleh dilakukan
dengan speculum, kecuali pada perawan. Pasien diatur sedemikian serupa sehingga inspeksi
dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Sebelumnya dilakukan dulu vaginal toucher sampai
tepat di belakang hymen dan tekan hati-hati ke bawah.
Pada saat yang sama suruh penderita mengedan. Perhatikan sejauh mana urethra dan
dinding belakang vagina menonjol dan apakah cervix dapat dilihat. Prolapsus urethra disebut
ureterokel, atau detached urethra, yang kalau penderita batuk air kemih bisa keluar. Penonjolan
dinding belakang vagina disebut rektokel dan kalau dinding depan yang menonjol disebut
sistokel.
Jika penderita mengedan ke bawah cervix terlihat pada introitus disebut prolapsus atau
prosidensia uterus. Sebelum memakai speculum, speculum harus dibasahi dulu dengan air
hangat. Air merupakan bahan pelican yang disukai oleh karena tidak mengganggu bila dibuat
sediaan Papanicolou.
Warna epitel vagina normal berubah-berubah sesuai dengan fase siklus haid. Lesi-lesi
pada mukosa vagina seperti endometriosis, vaginitis monilia, vaginitis trikomonas, Ca primer
vagina, Ca sekunder (metastase) sebagai perluasan dari Ca servix. Choriocarsinoma juga dapat
mengenai vagina. Sarcoma primer terutama pada anak-anak disebut sarcoma batrioldes.

Perhatikan bentuk cervix, jenis sekresi pada ostium externum, konfigurasi ostium
externum dan warna epitel biasanya berwarna pucat. Sekresi bergantung pada siklus haid. Lesi
yang sering dijumpai pada cervix adalah erosion cervix. Cervicitis gonoroika, peradangan yang
mencolok disertai dengan secret yang kental, bernanah, dan berwarna kuning.
Polip cervix merupakan penonjolan yang berbentuk seperti lidah keluar dari ostium
externum. Bisa dijumpai kelainan lain seperti endometriosis, lekoplakia, dan Ca sel skuamosa
cervix, yang merupakan kanker ginekologik yang sering ditemukan, disamping adenokarsinoma
cervix.
Palpasi :
Pemeriksaan ini dilakukan dengan vaginal toucher yaitu dengan memasukkan jari
telunjuk dan jari tengah pelan-pelan kedalam vagina. Kemudian dengan tangan kiri abdomen
ditekan ke bawah. Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui tentang dinding vagina, varikokel,
rektokel, ulserasi, dll. Dapat diketahui tentang besarnya cervix, posisinya, konsistensinya,
mobilitas, dan iregularitasnya. Demikian juga dapat diketahui tentang letak dari uterus, besarnya,
pergerakannya, dan adanya nyeri tekan. Juga untuk mengetahui tentang fornices dan rectum
apakah ada metastase, dll.

PEMERIKSAAN ALAT KELAMIN


INFEKSI KELAMIN
Rambut pubes
Rambut pubes pada pria tumbuh di daerah pubus dan bisa meluas sampai mendekati
umbilikus. Akan tetapi pada kebanyakan pria tidak mempunyai kumis dan jenggot yang tebal
rambut pubesnya terbatas hanya pada daerah pubis saja seperti halnya dengan pada wanita. Pada
Sindroma Froblich (lesi di hypothalamus atau hipofise) genitalia akan tetap kecil dan rambut
pubes tidak tumbuh. Sebaiknya pada anak-anak yang belum dewasa bisa juga didapati rambut
pubes beserta alat kelamin yang sudah dewasa.
Gejala ini lebih sering dijumpai pada anak-anak perempuan dibandingkan dengan anakank laki-laki dan hal ini menunjukkan kepada adanya tumor cortex gl. Adrenalis (sindroma
adregenital).
Penis
Infeksi lubang urethra merupakan suatu keharusan pada tiap kasus dengan kelainan
retensio urin, eneuresis, dan dysuria. Keluhan-keluhan tersebut bisa timbul oleh karena stenosis
meatus externa urethra. Kelainan bawaan ini sering kali berhubungan dengan phimosis. Kelainan
bawaan yang lain adalah hypospadia, dimana umumnya penderita datang oleh karena orang

tuanya khawatir mengenai bentuk penis dan preputiumnya yang tidak wajar. Demikian juga
dengan epispadi.
Kelainan preputium umumnya adalah phimosis dan paraphimosis. Radang dari glans
penis (Balanitis) sering berhubungan dengan adanya iritasi local.
Dysuria yang umumnya dianggap keluhan dari urethritis dan cystitis, bisa juga dijumpai
pada ulserasi meatus externa urethrae. Luka ini sering dijumpai pada orang-orang yang disunat
dan dapat menyebabkan stenosis.
Gonorrhoe adalah penyakit yang sering menyebabkan urethritis, sebagai kelanjutannya
dapat berkembang abscess periurethral yang akhirnya menimbulkan fistel. Tidak sering pula
dijumpai penderita dengan keluhan bahwa kulit depannya bengkak oleh karena ereksi penis yang
terlalu lama (priapismus) sehingga preputium tertarik.
Pada penis ini perlu juga diperhatikan adanya chancroid, granuloma inguinale,
lymphogranuloma venereum, cebaceous cyst, carcinoma, dan lain-lain.
Scrotum testis
Pada infeksi dapat diketahui pembengkakan, perubahan warna kulit dan penebalan atau
atropi kulit skrotum. Apabila skrotum longgar relief testis dapat dilihat.
Pemeriksaan skrotum dilakukan apabila ada keluhan nyeri di skrotum, pembengkakan
pada skrotum atau adanya luka. Nyeri dan pembengkakan beserta gejala kemerah-merahan pada
kulit skrotum yang timbul secara akut adalah gejala dari urethritis posterior akibat infeksi
gonococcus.
Apabila tidak disertai kencing nanah pada umumnya disebabkan komplikasi cystitis.
Nyeri pada skrotum dapat juga diartikan adanya nyeri pada testis. Terutama pada penyakit
demam dengan gejala exanthema akut, pemeriksaan skrotum dan testis harus dilakukan dengan
cermat. Membengkaknya testis sering berhubung dengan penyakit parotitis epidemika.
Orchitis adalah radang yang mengenai testis dapat disebabkan oieh infeksi dari gonorrhea
ataupun infeksi lainnya dan bila dibiarkan dapat menyebabkan atropi dari testis.
Pada kulit skrotum dapat juga ditemukan varises, dilatasi dab bertambahnya vena-vena.
Skrotum membesar ipsilateral menandakan adanya sumbatan pada aliran vena, misalnya oleh
tumor colon atau sigmoid ataupun di vena iliaka.
Varikokel yaitu plexus vena sekitar testis yang longgar umumnya mudah dikenal dengan
inspeksi saja. Skrotum yang mengandung varicocele kedudukannya lebih rendah dan relief, vena
dapat dilihat seperti sejumlah cacing berada di skrotum. Hal ini lebih jelas jika kta mengadakan
palpasi.

Pola vena pada skrotum lebih jelas tampaknya apabila skrotum membengkak oleh karena
adanya hydrocele dapat ditentukan lebih pasti dengan transiluminasasi. Juga dengan jalan
palpasi hydrocele dapat dipastikan dengan mudah. Pembesaran skrotum dapat terjadi oleh karena
hernia inguinalis yang turun ke dalam skrotum. Juga dikenal pembesaran lainnya oleh karena
tumor (lihat gambar).
Inspeksi alat kelamin wanita :
Dalam rangka pemeriksaan klinis umum inspeksi kelamin wanita dilakukan terhadap
introitus dan labia saja. Apabila dipandang perlu dan si pemeriksa mempunyai speculum maka
pemeriksaan vagina berikut cervix uteri boleh dilakukan jika penderita bukan seorang gadis.
Sebaiknya posisi penderita sedemikian rupa sehingga inspeksi dapat dilakukan dengan
cepat dan mudah. Lutut penderita satu dengan yang lain hendaknya ditempatkan berjauhan
sejauh mungkin. Apabila penderita tidak gemuk maka posisi ini dapat terlihat dengan mudah
clitoris, meatus urethrae, introitus, dan labia. Dengan membuka labia dapatlah dilakukan inspeksi
dengan jelas dalam hal ini peril diperhatikan adanya pembengkakan, perubahan warna,
perdarahan, pertumbuhan jaringan, dan lain-lain. Clitoris dapat membesar secara tidak wajar
pada sindroma hyperplasia glandula adrenalis.
Meatus urethra externa yang penting disini adanya keluhan disuria yang merupakan
keluhan utama adanya urethritis yang dapat disebabkan oleh gonorrhea yang menimbulkan
nanah pada meatus urethrae externa. Pada tria disuria, polakisuria, dan low back pain untuk
memeriksa meatus urethrae externa.
Kemungkinan lain dengan keluhan tersebut adalah prolaps urethra yang sering pada
orang tua, urethreocele pada orang tua yang telah banyak melahirkan yang dapat didiagnosa
dengan pertolongan palpsi, vulva, labia dan introitus. Dapat terjadi chancre atau condylomata
sekitar labia yang merupakan manifestasi syphilis stadium dua.
Cairan yang berada dari introitus dapat ditinjau warna dan viscositas kalau perlu
pemeriksaan mikrobilologis dan sitologi. Adanya peradangan dapat dilihat dengan pertolongan
penyinaran dengan lampu.
Apabila terdapat penggembungan daerah dinding anterior terutama sewaktu mengedan
kemungkinan adanya cystocele. Apabila dinding posterior yang menggembung kemungkinan
adanya rectocele.
Cervix, normal bervariasi dan besarnya tergantung dari umur dan melahirkan. Normal
terlihat silindikal, meruncing, dan secara kasar seperti ibu jari dengan axis memanjang dan
kebelakang. Pada inspeksi didapat kelainan seperti perdarahan, lacerasi, inflamasi, polip,
leukoplakia, dan carcinoma.
Palpasi

Dalam hal ini diperlukan pemeriksaan dalam (vaginal toucher) dengan memasukkan
telunjuk dan jari tengah pelan-pelan pada daerah vagina. Kemudian dengan tangan kiri daerah
abdomen ditekan ke bawah.
Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui dinding vagina, adanya varicocele, rectocele,
ulcerasi, dan lain-lain.
Cervix, besar, adanya konsistensi, mobilitas apakah ada irregularitas/noduler. Badan
uterus, untuk ini diperhatikan letak, besarnya pergerakan, nyeri tekan. Fornix, rectum, apakah
ada metastase dan lain-lain.

BAB X
PEMERIKSAAN PENYAKIT GINJAL DAN SALURAN KEMIH SERTA
PEMERIKSAAN PENDERITA HIPERTENSI
1. ANAMNESIS
A. Keluhan utama pada umumnya akan terdiri dari keluhan umum, rasa sakit, gangguan
miksi, perubahan jumlah dan bentuk urine.
Keluhan umum dapat berupa lemah, lekas merasa capek, lesu, anoreksia, mual
dan muntah serta rasa gatal dikulit. Gejala ini sering pula diikuti diare, dehidrasi
ataupun sembab baik dimuka ataupun juga dikaki dan diperut. Sakit kepala
terutama didaerah tengkuk dapat pula dijumpai pada penderita dengan hipertensi.
Rasa sakit didaerah pinggang dapat dikeluhkan pada keadaan perbendungan urine.
Kolik ginjal ditandai dengan rasa nyeri yang selalu di mulai didaerah lumbal,
pada sudut antara iga 12 dengan vertebra (sudut costovertebral), menjalar keperut
bagian bawah, sela paha, skrotum/labia dan tungkai atas. Rasa sakit ini selalu
berupa serangan yang dapat disertai rasa mual, muntah dan banyak keringat.
Gerakan tubuh akan memperberat rasa sakit. Di antara serangan masih dirasakan
berat di daerah pinggang.
Rasa sakit ini di daerah supra pubik atau urethra dapat terjadi peradangan
kandung kemih ataupun urethra seperti pada pengeluaran pus darah ataupun batu.

Rasa sakit ini menjalar ke bawah abdomen, perineum, dan glans penis. Kadangkadang rasa sakit ini timbul sewaktu, baik pada awal, selama ataupun pada akhir
miksi, yang menetes-netes dan sering seperti rasa terbakar. Keadaan ini disebut
stranguria yang sering dijumpai pada sistitis maupun urethritis.

Gangguan miksi dapat berupa perubahan frekuensi seperti polikisuria, sering


mendesak untuk miksi ataupun nokturia, sering harus bangun dari tidur malam
untuk miksi melebihi 3x, pancaran urin dapat melemah sampai menetes-netes
pada orang tua dengan hipertrofi prostat ataupun striktura uretra. Inkontinensia
urin berarti miksi yang tidak dapat ditahan keluarnya atau seakan akan tidak
disadari keluarnya. Disuria berarti miksi yang nyeri.
Perubahan jumlah urin dapat berupa polisuria, jumlah urin mencapai 2 liter atau
lebih /24 jam, oliguria kurang dari 400ml/24 jam ataupun anuria kurang dari
200ml/24jam. Perubahan bentuk urin dapat berupa hematuria, urin yang berwarna
merah, pyuria, berwarna putih seperti pus, maupun chyluria, putih seperti susu.

B. Riwayat penyakit dahulu


Penting sekali untuk diketahui adanya riwayat hematuria, kolik, keluar batu, pernah
mengalami katerisasi atau operasi, penyakit veneris, dll.
C. Riwayat penyakit keluarga
Perlu diketahui apakah dari anggota keluarga ada yang mengalami penyakit seperti yang
diderita ini atau penyakit yang lain seperti tuberculosis, batu saluran kemih, pirai, dll.
2. Pemeriksaan fisik
Diadakan pemeriksaan fisik secara sistematis dan menyeluruh untuk menghindari luputnya
tanda-tanda yang penting untuk diagnosa.
Kepala
Mata
Leher
Thorax

: edema kelopak mata, muka


: anemi, mata merah
: tekanan vena jugularis
: jantung : pembesaran, tanda-tanda payah jantung kiri, gesek perikard
Paru : edema paru, ronki basah, basis paru ataupun yang meluas.
Abdomen : palpasi ginjal : penderita berbaring terlentang dengan satu bantal. Pemeriksa
berdiri disebelah kanan penderita. Telapak tangan kiri diletakkan dibawah
pinggang dengan ujung jari pada pinggir arcus costae. Penderita diminta bernafas
dalam dan dilakukan sedikit tekanan dengan kedua belah tangan pada akhir
inspirasi ginjal yang dapat teraba akan memberikan rasa massa yang agak bulat
dengan konsistensi padat diantara kedua tangan dengan bimanual dan teraba
ballotement.

Palpasi kandung kemih : secara bimanual diatas simfisi pubis teraba mass yang
bulat/pyriformis kadang-kadang sampai ke umbilikus. Batas pinggir dikonfirmasi
dengan perkusi. Pembesaran ini harus dibedakan dari uterus ataupun kista
ovarium.
Memeriksa ascites.
Pemeriksaan rectal : dengan jari bersarung tangan melalui dubur
Pemeriksaan prostat : edema retromalleolar dan pretibial dan atau dorsum pedis.
Juga dinilai reflex berserta tanda-tanda neurologis lainnya seperti neuropati,
kejang-kejang otot,dll.
II. PEMERIKSAAN PENDERITA HIPERTENSI
1. ANAMNESIS
Pada dasarnya adalah tanpa keluhan kecuali yang sudah melibatkan organ sasaran. Untuk
itu anamnesis yang lengkap meliputi hal-hal berikut :
a. Lamanya hipertensi:
Bilakah diketahui terkahir tekanan darah normal, bagaimana penjalanan klinik
hipertensi selama ini.
b. Pengobatan hipertensi terdahulu :
Jenis obat dan takaran, kepatuhan berobat dan memakan obat, efek samping obat.
c. Pemakaian obat yang dapat menaikan tekanan
simpatomimetik, steroid ataupun banyak makan garam.

darah

seperti

estrogen,

d. Riwayat keluarga:hipertensi ,serangan jantung ataupun mati mendadak pada usi


relative muda ataupun penyakit keluarga seperti pheochromocytomo,penyakit
ginjal,diabetes dan gout.
e. Gejala-gejala dari penyakit primer pada hipertensi sekunder seperti otot lemah
serangan takikardi ,banyak berkeringat ,tremor atau nyeri pinggang.
f. Gejala keterlibatan organ seperti pening ,kelayujan ataupun buta temporer ,ketajaman
pandang berkurang ,nyeri dada ,dispneu ataupun claudicatio
g. Fungsi seksual
h. Tanda apnoe sewaktu tidur (sleep apneu) seperti tidur gelisah ,pagi pagi nyeri
kepala,mengantuk pada siang hari dan riwayat dengkur yang keras.

2.pemeriksaan fisik
Pemeriksaan juga harus dilakukan secara sistematis dan menyeluruh.
Kepala : sembab pada mata, moon face
Mata : pemeriksaan fundus
Leher :tekanan vena jugularis ,struma
Thorax : jantung pembesaran,suara tambahan
Paru krepitasi ,ronki basah basal
Abdomen :striae
Hepatomegali,ascites
Palpasi ginjal ,kandung kemih.
Auskultasi : bruit dikiri dan kanan atas umbilikus
Punggung :nyeri tekan /ketok di daerah sudut costovetebra
Ekstremitas :edema pretibial/retromalleolar,kelemahan otot,paralisa,reflex anggota gerak.
Nadi perifer : perlu diperiksa apakah denyut nadi perifer simetris yaitu dipergelangan tanagn
,dilipat paha a.femoralis,dan denyut nadi a.dorsum pedis.
Pemeriksaan fundus (funduscopy ) ini adalah untuk melihat sejauh mana sudah pengaruh
hipertensi kepada arteriola dengan melihat perubahan2 di pembuluh darah retina yang dapat
dilihat melalui celah pupil mata dengan alat ophtalmoscop.perubahan ini dibagi menurut Keith
dan Waegner sbb:
Keith Waegener (KW1) :arteriola lebih menebal,reflex cahaya menguat dan lumen menyempit
KW2: arteriola lebih menebal ,lumen lebih sempit dan ada crossing phenomenonyaitu pada
persilanagn arteriol dan venule terjadi penekan vena sehingga dapat seperti menghilang.
Ditempat lain arteriol dapat sedemikian kecil sehingga daoat menyerupai KAWAT PERAK
ATAU PERUNGGU.(silver wire dan copper wire)
KW3: Seperti KWII dengan lumen lebih sempit dan ada cotton wool exudat setra pendrahan
sepanjang sisi arteriol yang mnyerupai nyala api (flamed shaped hemorrhage.)
KWIV :sepeti KWIIItetapi lebih luas dan berat disertai demam dari optic disc
KW I dan II dihubungkan dengan hipertensi jinak (BENIGNA HIPERTENSION) sedang pada
KWII dan KWIV merupakan tanda hipertensi ganas (MALIGNA HYPERTENSION)

Tehnik pengukuran tekanan darah


Sangat penting mengukur tekanan darah dengan tehnik yang baik karena pengukuran yang salah
akan dapat memberi kesan keliru tentang penyakit dan dapat megakibatkan pengobata yang
kurang tepat .tekanan darah biasanya diukur secara tidak langsung dengan sebuah
sphygmomanometer yang dihubungkan dengan lengan atas dengan sebuah manset karet . ukuran
standar manset karet ini biasanya 12-13cm dengan panjang 23cm. untuk orang dewasa yang
besar badannya 15-16cm x 33cm ,sedang untuk paha 18cm x36cm .panjang manset harus dapat
mengelilingi lengan atas sekurang2nya 2/3nya dengan batas bawah 2 cm diatas fossa cubiti.
Untuk bayi ukuran yang dipakai adalah 2.5cm ,anak 1-4 tahun 5cm dan 4-8 tahun 9cm dengan
panjang yang dapat melingkari lengan atas. Bila manset terlalu kecil maka pengukuran dapat
lebih tinggi dari sebenarnya, sedang bila terlalu besar menjadi lebih rendah.
Beberapa petunjuk tehnik :
Pengukuran = pendengaran harus baik
= mata setentang manometer
= harus diulang beberapa kali,malah bila perlu oleh orang lain
Penderita = posisi biasanya berbaring atau duduk tapi sering pula diukur waktu berdiri
= lengan harus setinggi jantung
= pada posisi duduk lengan harus ditopang supaya santai
Alat = sphygmomanometer harus bersih sehingga permukaan air raksa dapat dibaca
= air raksa dapat dibaca
= letak manometer harus vertical
= dipasang dengan batas bwh 2cm diatas lipatan siku
= bagian berkaret disebelah medial
Cara mengukur
-auskultasi atau palpasi ,sebelum secar auskultasi sebaiknya dengan palpasi lebih dulu.
-dipompa dengan cepat sampai denytu nadi tak teraba dan selanjutnya tingggi air raksa dinaikkan
sampai 30cm diatasnya. Kemudian air raksa diturun 2-3cm /detik sampai teraba lagi nadi, ini
adalah tekanan sistolik, tekanan diastolik tidak dapat teraba.

-air raksa diturunkan sampai nol kemudian dinaikkan lagi seperti semula dan dilakukan
auskultasi.pada penurunan didengar suara Korotkoff yang terdiri dari 5 fase:
Korotkoff 1 : keras berupa ketokan,ini tekanan sistolik selanjutnya intensitas suara beransur
meningkat.
Korotkoff 2 :suara seperti mendesah atau mendesir
Korotkoff 3: intensitas suara semakin menigkat
Korotkoff 4 : Tiba-tiba suara melemah
Korotkoff 5 : suara hilang
Tekanan diastolik ditetapkan pada korotkoff 5 pada orang dewasa ,sedang pada anak biasanya
pada korotkoff 4.pada keadaaan tertentu pada orang dewasa korotkoff 5 sukar ditentukan seperti
pada kehamian,usialanjut ,hipertiroid dll. Maka tekanan diastolik pada korotkoff 4.
Pda aritmia jantung tekanan diastolik ditetapkan dri beberapa pengukuran dan diambil rata-rata
dari korotkoff 4 dan 5 .
Pengukuran tekanan darah ditungkai dilakukan atas indikasi :
-denyut nadi a.radialis tak teraba atau lemah
-denyut a.radialis lebih cepat atau kuat dari arteri femoralis.
Caranya adalah dengan berbaring bila mungkin telungkup dan kaki ditekuk sedikit. Stetoskop
diletakkan pada fossa poplitea.tekanan sistolik diperoleh 10-40mmHg lebih tinggi dari yang di
lengan.

BAB XI
SISTEM SKELETAL (RANGKA)
System skeletal adalah satu system yang bukan hanya sebai penyokong tubuh dan melindungi
oragan2 vital tetapi juga untuk terlaksananya pergerakan yang lebih luas dari sendi2 sumbu
rangka dan anggota gerak

Didalam klinis pemeriksaan terhadap system ini meliputi pemeriksaan :


1.pemeriksaan tulang belakang
2.pemeriksaan anggota gerak
Cara pemeriksaan yang memegang peranana untuk system skeletal in iadalah insperksi dan
palpasi,sedangkan perkusi maupun auskultasi hanya sedikit kegunaannya, antara lain untuk
mengetahui adanya krepitasi sewaktu pergerakan sendi atau pun pada patah (fracture) tulang .
1.pemeriksaan tulang belakang
Cara pemeriksaan disini adalah sederhana tetapi mempunyai arti yang penting sebab seringkali
kelainan tulng belakang ini menimbulkan gejala dibagian lain dari tubuh yang kadang-kadang
hubungannya tidak terfikirkan.perlu diperhatikan agar melakukan pemeriksaa tulang belakang
yang lebih teliti .bila ditemukan keluhan2 penderita seperti:
1. Adanya nyeri radikuler ,nyeri leher bila bergerak nyeri disela iga,nyeri pada tungkai
bawah dan nyeri pada tulang belakang
2. Adanya deformitas pada leher ,thoraks,pelvis
3. Adanya gangguan kencing
4. Adanya kelemahan pada kedua tungkai
Untuk pemeriksaan tulang belakang dilakukan dengan cara :
i. Inspeksi
ii. Palpasi
iii. Menguji gerakan (mobilitas)

I.

Inspeksi
Pemeriksaan inspeksi tulang belakang dapat dilakukan dari arah belakang dan
samping penderita. Bila tulang belakang sehat, maka dari arah belakang terlihat
susunan tulang tersebut akan membentuk garis lurus di bagian tubuh, sedangkan
dari arah samping akan terlihat:
- Lengkungan (curvature) di bagian leher cekung kea rah dorsal, di bagian
thorak cekung kea rah frontal dan di bagian lumbal cekung kea rah dorsal.
- Tampak penonjolan tulang vertebra servikalis keVII yang jelas di bagian
belakang dan bawah leher.

Sewaktu pemeriksaan inspeksi, perhatian ditujukan terhadap:


-

Kelainan-kelainan curvature tulang belakang


Penyimpangan tulang belakang

Penonjolan2 sepanjang tulang belakang


Kelainan2 lain pada daerah sekitar tulang belakang dan kulit yang menutupi
tulang belakang

Secara sederhana dengan inspeksi dapat terlihat adanya kelainan:


a. Deformitas tulang belakang servikalis
b. Deformitas tulang belakang thorakalis
c. Deformitas tulang belakang lumbalis

A. Deformitas tulang belakang servikalis antara lain:


1. Tortikalis, yaitu keadaan dimana leher berputar dan miring kea rah satu sisi secara
menetap.Tortikalis ini ada 2 jenis yaitu: organic dan psikomatik
Organik tortikalis, leher berputar secara menetap dan diikuti hemiatrofi facialis,
pergerakan leher yang terbatas dan curvature servikalis abnormal.
Psikomatik
tortikalis
(spasmodic
tortikalis)
yaitu
spasme
klonis
m.sternokleidomastoideus dan m.trapezius oleh karena gangguan psikomatik dimana
leher akan lurus kembali dan curvature menjadi normal bila kepala dibantu
menegakkannya dengan tangan.
2. Miskolasi ,yaitu tergelincirnya salah satu ruas tulang belakang tersebut terhadap yang
lainnya.Hal ini bisa disebabkan oleh trauma yang disebut whiplash lesion yang diikuti
gangguan persarafan yaitu terjadinya tetraplegia.Bila keadaan ini terjadi lebih tinggi
dengan melibatkan medulla oblongata maka akan terjadi kematian mendadak.
3. Lordasi servikalis yaitu pendataran cekungan servikalis yang bisa dijumpai pada
keadaan hernia nucleus pulposus servikalis dengan keluhan pada leher yang menjalar
ke lengan , parestesia ridiculer, nyeri seperti kena aliran listrik di lengan kalau di
kepala ditengadahkan ataupun dianggukan (lhermitte sign)

B. Deformitas tulang belakang thorakalis antara lain:


1. Gibus angularis yaitu ditemukannya penonjolan yang tajam pada garis prosesus
spinosus disebabkan nipisnya bagian anterior corpus vertebralis setempat.Keadaan ini
ditemukan pada spondilitis tuberculosis thorakalis. Pada keadaan ini penonjolan
tersebut hampir tidak kelihatan karena masih kecil. Penonjolan yang kecil ini haruslah
dapat ditemukan dengan pengobatan selanjutnya diharapkan proses lanjutan dapat
dihindarkan. Gibus yang kecil ini bisa ditemukan pada penderita dengan keluhan
nyeri intercostals sewaktu batuk dan napas dalam serta rasa pegal dan kaku tulang
belakang setempat.
2. Gibus arkuatus (bongkok / spondilitis ankilopoeitika/spondilitis deformans) yaitu
suatu bentuk deformitas tulang belakang yang ditemukan pada usia lanjut dengan
motilitas/pergerakan yanag terbatas.

3. Kiposkoliosis thorakalis , biasanya congenital meskipun bisa juga disebabkan


poliomyelitis dengan kelumpuhan sejak kanak-kanak.
4. Skoliosis tulang vertebra torakalis sering mempunyai arti kelainan organic, sebab
skoliosis biasanya dijumpai pada tulang belakang bagian lumbal.
Kelainan organic yang dapat mengakibatkan kelainan ini antara lain, salah satu tungkai lebih
pendek, penderita dengan bekas operasi thorakoplastik atau pneumektomi dan deformitas pada
pelvis.
C. Deformitas tulang belakang lumbalis
1. Skoliosis lumbalis yaitu terjadinya pembengkokan susunan tulang belakang daerah
lumbal berbentuk garis cekung (congkak) ke satu sisi sehingga tidak lagi lurus di
garis tengah. Skoliosis ini umumnya disertai lordosis lumbalia yang mendatar.
2. Lordosis lumbalis yang mendatar biasanya terjadi pada hernia nucleus pulposus ,
spondilitis ankilopoetika.
3. Lordosis lumbalis yang berlebihan, bisa ditemukan pada penderita dengan tendon
Achilles yang pendek, distrofia muskulorum progressive, koksitis, wanita hamil dan
bentuk pelvis yang normal.
4. Spina bifida pada anak-anak. Kelainan ini bisa berupa:
- Spina bifida okulta yang bisa ditemukan pada anak-anak yang lebih besar.
- Spina bifida sistika yang merupakan satu tumor tulang belakang yang terdiri
daripada selaput medulla spinalis yang berisi cairan cerebrospinalis.
5. Kelainan yang lain bisa terlihat seperti kista dermoid, teratoma sakrocigis, dan
kelainan kulit lainnya.

II.

Palpasi dan perkusi


Pemeriksaan
Palpasi tulang belakang
Dapat dilakukan dengan menekan jari telunjuk pada prosesus spinosus di leher di
atas dan menggesernya kearah bawah. Dengan cara ini dapat ditentukan
ketidakrataan pada garis yang dibentuk garis spinosus yaitu penonjolan2 dan
lekukan yang hampir sama besar. Pada pemeriksaan ini bisa ditemukan kelainan2
seperti :
- Adanya gibus yang runcing di mana akan teraba penojolan yang tidak bulat
tetapi runcing dan cekungannya tidak securam yang normal.
- Adanya rasa nyeri setempat dengan spasme & kekejangan otot-otot
paravertebralis seperti mm, trapezeus, skalenus, sternokleidomastoideus, dan
kadang-kadang disertai Torticolis

Kepekaan perabaan akan lebih teliti bila mata dipejamkan sehingga otot yang spasme bila
dikenali. Spasme otot-otot ini bisa terjadi pada kompresi fraktur, fraktur lamina, Whiplash lesion
maupun pada HNP (hernia nuklie pulposis). Untuk mengetahui tempat nyeri tekanan yang lebih

tepat bisa dilakukan test menunjuk yaitu meminta penderita untuk menunjukkan dengan
jarinya tempat yang sakit.
Bila penderita benar mengalami kelainan orgamnik, maka ia akan dapat menunjukkan dengan
tepat lokasi rasa sakit tersebut seperti pada HNP, gangguan pada sendi sacroiliac.Dan kalau
penderita menunjuk dengan ragu-ragu dan menunjuk tidak pada satu tempat yang sama untuk
beberapa kali menunjukkan dapatlah dikatakan bahawa kelainan organic tidak ada (jelas).
Pemeriksaan perkusi tulang belakang
Cara ini dapat dilakukan dengan mengetukkan jari pada hujung prosesus spinosus yang pada
keadaan normal tidak akan terjadi rasa sakit.Sedangkan bila ada suatu proses patoligik setentang
dengan prosesus yang diketok maka akan timbul rasa sakit seperti pada HNP, fraktur ,
peradangan TBC, tumor dalam kanalis vertebralis dll.
III.

Menguji gerakan (mobilitas)


a. Menguji mobilitas tulang belakang bagian servikal
Untuk pemeriksaan di daerah ini, dapat dilakukan gerakan ekstensi
(mengangguk) dan ektensi( menengadah). Dengan kedua cara ini, maka
curvature servikalis akan hilang ( mendatar) bila ekstensi dan bila fleksi
lordosis servikalis( curvature) akan bertambah.Kedua gerakan ini akan
membentuk sudut 45 dengan garis horizontal yang melalui bahu.
Pemeriksaan berikut adalah: gerakan kepala ke samping (lateral) ke kiri dan
ke kanan terhadap garis horizontal, yang akan membentuk sudut 45 ke
masing-masing arah, sedangkan gerakan kepala yang berputar (rotation)
terhadap sendi tulang belang cervicalis akan membentuk pula sudut lateroanteriorkiri dan kanan sekitar masing-masing 60.
Bila terjadi rasa sakit ataupun gerakan yang terbatas ini menunjukan adanya
proses patologis di daerah leher (cervicalis).
Foto
b. Menguji mobilitas tulang belakang bagian thoraks dan lumbal
Untuk pemeriksaan daerah ini, penderita disuruh membungkuk ke depan
sehingga jarak antara processus spinosus akan bertambah jauh.
Pada keadaan maksimal maka akan terbentuk sudut antara tulang belakang
lumbalis dengan garis vertical melalui sacrum sekitar 80 sedangkan pada
aktu membungkuk ke belakang, jarak proc spinosus akan bertambah dekat
dengan sudut yang terbentuk 30.

Foto
Pada waktu membungkuk ke belakang, jarak proc spinosus (sesamanya) akan
bertambah dekat dengan sudut yang terbentuk 30.
Bila penderita memiringkan badan kea rah lateral kiri dan kanan maka normal
akan terbentuk sudut 30. (Gbr II). Pada keadaan patologis, maka akan
terjadi pembatasan pergerakan dan menimbulkan rasa sakit sekitar tulang
belakang. Pembatasan gerakan ini pada akhirnya akan menimbulkan fiksasi
seperti pada HNP, fraktur /proses osteolytik, osteoporosis dan spondilitis tbc.
Pada keadaan terjadi fiksasi pada seluruh tulang vertebra, dapat terjadi kiposis
dari bawah leher sampai sacrum penderita akan bungkuk dan ini dijumpai
pada spondilitis ankilopeitika.
2. Pemeriksaan Anggota gerak
Dalam pemeriksaan anggota gerak ini dapat dilakukan dengan cara:
I.
Inspeksi
II.
Palpasi
III.
Menguji pergerakan, kekuatan dan koorinasi otot
Untuk menguji koordinasi otot, sensibilitas dan pemeriksaan reflex akan diuraikan
dalam bab berikut:
I.

Inspeksi
Pada inspeksi anggota gerak ini meliputi:
a. Inspeksi kulit anggota gerak.
b. Inspeksi bentuk anggota gerak ( bagian anggota-anggota gerak)

a. Inspeksi kulit anggota gerak


Pada pemeriksaan kulit anggota gerak dapat ditimbulkan kelainan2
berupa:
Ikterus (jaundice) pada kulit.
Palmar erythema dan thear yang menunjukkan suatu penyakit hati kronis.
Cyanosis yaitu warna biru pada kulit/ujung-ujung jari yang
menunjukkanadanya gangguan vaskuler atau penyakit kardio-pulmonal.
Purpura dan petekie yaitu berupa perdarahan2 kecil dibawah kulit yang
menunjukkan gejala gangguan pembekuan darah, infeksi virus, leukemia,
gangguan fungsi hati, allergi obat, endokarditis bakterialis akut/subakut,
uremia dll.
Erythema nodosum yaitu bercak merah yang agak tebal dan sedikit meninggi
dari kulit serta agak nyeri. Ini bisa manifestasi penyakit sarcoidosis, tbc,
infeksi streptococcus dan alergi obat-obatan.

Bercak merah-coklat, atau putih seperti panu yang tidak ada rasa (anesthesia)
adalah khas untuk penyakit lepra.
Kulit yang mengkilat, atrofi, dan tegang ditemukan pada penyakit
scleroderma.
Kelainan lain yang harus diperhatikan yaitu ; luka pada kulit, pertumbuhan
rambut ketiak dan lain-lain.
Pemeriksaan kuku pada anggota gerak mempunyai arti klinis yang penting,
kuku yang cekung, tipis dan rapuh (koilonikia) akibat anemia defisiensi besi.
Bentuk kuku yang cembung dan ujung jari bulat disebut clubbing fingers,
biasanya diikuti cyanosis berhubungan dengan kelainan jantung bawaan,
bronkiektasis, emfisema paru, gangguan pencernaan yang kronis (steatorea,
M.Chron dan colitis ulserativa)
Kerusakan kuku lainnya, kuku tidak rata dan ada cekungan melintang
berwarna putih (mati) biasanya disebabkan infeksi jamur setempat.

b. Inspeksi bentuk anggota gerak


Bentuk anggota gerak akan ditentukan oleh keadaan tulang, persendian
dan otot-ototnya.
1. Bentuk bagian-bagian anggota gerak atas
a. Bentuk bahu
Biasanya simetris kiri dan kanan.
Bentuk bahu akan mengalami perubahan bila terjadi kelainan patologis seperti :
fraktur humerus bagian atas, dislokasi sendi bahu, atrofi otot-otot deltoideus,
osteoarthritis sendi bahu dan periarthri otot leher dan bahu.
b. Bentuk siku
Bentuk siku ini bisa mengalami perubahan yang biasanya disebabkan oleh trauma,
kelainan bawaan dan peradangan (osteoarthritis) dengan penimbunan cairan.
Inspeksi bentuk siku ini dilakukan dari belakang pada waktu siku fleksi dan waktu
lurus, dimana perubahan bentuk lebih sering berupa benjolan.
c. Bentuk tangan

Perubahan bentuk tangan lebih sering dijumpai dan biasanya disebabkan oleh
penyakit antara lain; osteoarthritis, rheumatoid arthritis, arthritis psoriatika, gout
arthritis, hipertrofik pulmonary osteoarthropathy yang diikuti clubbing fingers.
2. Bentuk anggota gerak bawah
a. Bentuk panggul
Perubahan bentuk pada daerah sendi panggul dapat diketahui dengan
membaringkan penderita dalam posisi menelentang (supine) dan diperhatikan dari
arah kaki. Kemudian penderita disuruh melipatkan kedua tungkai pada sendi paha
(fleksi) dan diamati tinggi pada kedua lutut. Tinggi kedua lutut ini biasa tidak
sama misalnya oleh fraktur leher sendi paha, dislokasi dan atrofi otot tungkai.
Pada radang sendi panggul, tungkai atas sisi yang sakit akan berada pada posisi
adduksi dan sendi panggul sedikit terangkat disertai lordosis lumbalis yang
berlebihan.
b. Bentuk lutut
Pembengkakan pada lutut adalah kelainan yang selalu ditemukan pada
pengamatan.
Perubahan pada bentuk lutut ini bisa disebabkan oleh ; radang sendi, radang
selaput sendi, trauma, osteoarthritis, deformitas lutut, charcot (akibat disorganisasi
yang luas). Pembengkakan lutut charcot tidak merasa sakit. Sedangkan pada
proses infeksi rasa sakit akan menonjol disamping pembengkakan yang hiperemis
dan panas.
c. Tungkai bawah dan kaki
Perubahan bentuk pada daerah ini biasanya berupa pembengkakan yang simetris
atau asimetris. Oedema pada tungkai dapat berupa ;
Pitting oedema, pembengkakan yang lunak dan bila ditekan tidak segera
menimbul. Oedema ini ditemukan pada penyakit; dec kordis, nefrotik syndrome,
sirosis hepatis, dan malnutrition.
Solid oedema, pembengkakan yang tidak lunak dan kulit menebal yang
biasanya terdapat pada satu sisi saja. Ini bisa ditemukan pada penyakit filariasis,
akibat tersumbatnya aliran limfa oleh parasit penyebab. Oedema ini pun bisa
ditemukan pada penderita dengan hemiparesis dengan kelumpuhan tungkai.
Atrofi otot-otot tungkai bawah
Memperlihatkan bentuk tulang tibia jelas terlihat.
Atrofi otot-otot ini bisa terjadi pada penyakit polineurodegenerasi, distrofi muskulorum
progresif, poliomyelitis, dan myopati.
Pada penyakit Rakitis tulang tibia kiri dan kanan bisa membentuk lengkungan O yang disebut
genu valrum atau membentuk X yang disebut genu valgum.

Deformitas pergelangan kaki secara inspeksi dapat terlihat perubahan bentuk akibat oedema
ataupun arthritis. Deformitas bentuk kaki dapat dilihat kemungkinan adanya;
-

Acromegali yaitu kaki yang besar dari ukuran normal yang disebabkan oleh kelainan
hormone hipofise.
Talipes Calcaneovalgus, dimana kaki mengalami putaran eversion dan dorsofleksi yang
berat, sehingga bagian dorsal kaki mendekati bagian anterolateral tibia.
Clubfoot dan Talipes equinovarus, yaitu suatu kelainan congenital yang klasik.
Metatarsus varus adalah kelainan kaki dengan empat cirri khas yaitu ;
Adduksi forefoot
Memendeknya tendon Achilles sehingga terjadi kontraktur fleksi dari plantar
Inversion dari kaki
Torsio (terputarnya) tibia kearah dalam

Kelainan-kelainan ini penting diperhatikan sebab selalu disertai pula kelainan pada bagian lain
seperti dislokasi sendi panggul, spina bifida. Kadang-kadang pada kelainan metatarsus varus ini
hanya metatarsal I saja yang mengalami adduksi dan ini disebut Metatarsus Primus Varus.
-

Pes calvus adalah bentuk lain dari kaki, dengan lengkung kaki yang berlebihan sehingga
penderita berjalan dengan bertumpu pada ujung/ bagian depan kaki. Hal ini biasanya
akibat penyakit syaraf seperti : poliomyelitis, ataxia freidrich. Siringomielia, spina bifida,
dan peroneal muscular atrofi.
Flatfoot (pronated foot/pes planus), adalah kelainan dengan pronatio dan eversion dari
kaki pada umur dewasa. Pada bayi dan anak-anak keadaan ini adalah normal yang pada
perkembangannya akan menjadi bentuk yang sempurna.

Kelainan ini bisa menimbulkan keluhan-keluhan pada tungkai, tulang belakang.


-

Hallux vagus adalah keadaan dimana terjadi adduksi metatarsal I dan exostosis pada
dorsum dan medial dari kepala metatarsal I (caput metatarsal I) sehingga terjadi deviasi
ke lateral dari ibu jari kaki. Hal ini biasanya disebabkan oleh kronik bursitis pada
metatarsal I tadi.

Deformitas jari secara inspeksi bisa dilihat adanya gambaran clubbing (drum stick) yang disebut
clubbing foot, yang faktor penyebabnya juga sama seperti clubbing fingers.
II.

Palpasi anggota gerak


Tujuan dari pemeriksaan ini untuk memeriksa :
a. Palpasi nadi
b. Memeriksa konsistensi otot-otot
c. Memeriksa kelenjar limfa ketiak dan paha

a. Palpasi nadi
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada arteri radialis yaitu pada pergelangan tangan
bagian volar. Tetapi bisa juga dilakukan pada bagian lain seperti :

A. Brachialis; yaitu pada sisi ulnar tendon m. Biseps didaerah lipatan siku dengan
lengannya diluruskan.
A.Subclavis; yaitu diraba di fossa supraclavicularis dekat tepi atas clavicula.
A.Dorsalis pedis; yaitu diraba didepan pergelangan kaki antara tulang metatarsal I dan II
A. Tibialis posterior; yaitu diraba disekitar malleolus medialis.
A.Poplitea; yaitu diraba di fossa popliteal.
A.Femoralis; yaitu diraba di daerah inguinal bawah ligamentum inguinale (proparti).

Pada keadaan biasa nadi-nadi tersebut diatas akan mudah ditemukan/ dipalpasi, kecuali pada
keadaan anggota gerak mengalami solid oedema ataupun penyakit pembuluh darah arteri
yaitu Pols Less (Takayasus Arteritis).
a. Konsistensi otot-otot
Tujuan pemeriksaan ini terutama untuk mengetahui adanya gangguan sistema
neuromuskuler. Konsistensi ini bisa diintrepretasi dengan otot-otot yang Lembek o.k.
atrofi otot akibat parese.
Bisa pula otot-otot mengalami hipertrofi, pseudohipertrofi atau mengalami spasme
/kekejangan seperti pada torticollis, tetanus dan distonia muskulorum.
b. Kelenjar limfa
Palpasi pada kelenjar ini untuk menentukan adanya pembesaran kelenjar setempat
ataupun menyebar yang akan memberikan banyak interpretasi klinis seperti akibat
peradangan ataupun pertumbuhan ganas dan penyakit darah. Dalam palpasi ini ditentukan
pembesarannya, konsistensinya, mobilitinya, nyeri tekannya kelenjar tersebut.
Palpasi kelenjar ini dapat dilakukan pada lipat ketiak dan lipat paha kiri dan kanan.
III.

Menguji pergerakan, kekuatan otot dan koordinasi.

Kepentingan daripada cara pemeriksaan ini adalah terhadap penderita-penderita yang


datang dengan keluhan-keluhan adanya kelemahan, kelumpuhan anggota gerak ataupun
keterbatasan anggota gerak.
Pergerakan lengan dan tungkai dapat terganggu akibat :

Adanya nyeri yang membatasi pergerakan.


Adanya kelemahan otot primer
Adanya gangguan system syaraf otot (neuromuskuler).

Untuk menguji pergerakan dan kekuatan otot dapat dilakukan pemeriksaan pergerakan
pasif maupun aktif.
Pada pergerakan aktif si penderita menggerakkan anggota geraknya sesuai dengan
kehendak si pemeriksa dan si pemeriksa meneliti apakah ada gangguan yang membatasi

pergerakan tersebut. Sedangkan gerakan pasif adalah pergerakan anggota gerak penderita
yang dilakukan si pemeriksa. Pada keadaan normal gerakan aktif dan pasif dapat
dilakukan penderita dengan sempurna.
I.

Cara menguji gerakan-gerakan anggota gerak ini tertera pada gambar berikut.
a. Untuk anggota gerak atas, bahu dan lengan dapat dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut (gbr III)

Fotoo.
b. Untuk anggota gerak bawah, paha dan lutut, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Gbr. IV

Foto

Pada periarthritis humeroscapularis gerakan pasif dan aktif disendi bahu, dibatasi oleh nyeri
sekitar olekranon, coracoidea atau tuberositas humeri.
Keadaan lanjut dari keadaan ini akan menyebabkan bahu tidak dapat digerakan frozen
shoulder sehingga penderita tidak dapat menyisir rambut, mengancingkan bajunya dan
sebagainya.
Adanya atropi otot pada arthritis ataupun periarthritis akan menyebabkan penderita mengeluh
akan kelemahan otot dengan pergerakan yang tidak sempurna.
2. Menguji kekuatan otot-otot Extremitas Superior.
a. Untuk menguji kekuatan otot-otot bahu dapat dilakukan beberapa cara :
Untuk otot trapezius :
Penderita diminta untuk mengangkat bahunya sedangkan pada bahu diberi tekanan
untuk menahan gerakan tersebut.

Untuk otot Ramboideus mayor/ minor ;


Penderita disuruh bercekak pinggang, kemudian siku digerakkan ke belakang, dan
pemeriksa menahan gerakan ini dengan memberikan tahanan pada siku belakang.
Untuk otot Seratus anterior :
Penderita menekankan kedua tangannya yang lengannya lurus ke dinding dan
pemeriksa melihat dari belakang penderita. Pada keadaan normal posisi pinggir
medial scapula akan tetap sedangkan bila ada kelemahan maka pinggir medial ini
akan mencuat.
Untuk otot Deltoideus ;
Penderita mengangkat lengannya ke samping dan pemeriksa menahan tenaga tersebut
pada lengan bawahnya.
b. Menguji kekuatan otot-otot lengan bawah dan atas, dapat dilakukan :
Pemeriksaan Rofine sudah cukup, apabila dilakukan pengujian kekuatan otot-otot di
bawah ini; m.Biseps brachii, m.Brachialis, m.Brachioradialis dan m.Triseps brachii.
Teknik pengujian adalah sebagai berikut :
Menguji kekuatan m.biseps brachii dan m.brachialis.

Foto.
Untuk otot biseps brachii dan otot brachialis; penderita diminta menekuk lengannya
pada sendi siku dan pemeriksa menahan pergerakan ini dengan menarik pergelangan
tangan penderita.
Untuk pemeriksaan otot Brachioradialis yaitu, lengan penderita dipronasikan sedikit
sehingga ibu jari menunjuk ke atas dan lengan ditekuk pada sendi siku dan pemeriksa
menahan gerakan tersebut dengan menarik pergelangan tangannya.

Otot Triceps brachii; diuji kekuatannya dengan melakukan flexi lengan kemudian
penderita diminta meluruskan kembali lengannya, sementara si pemeriksa menahan
gerakan tersebut dengan menekan bagian dorsal pergelangan tangan.

c. Menguji kekuatan otot-otot tangan


Otot fleksor tangan, diperiksa dengan menyuruh penderita mengepalkan tangannya
dan melakukan fleksi pada pergelangan tangannya sedangkan si pemeriksa menarik
tinju penderita agar lengan menjadi lurus dan penderita mempertahankannya sebagai
sikap semula.

Otot ekstensor tangan, diperiksa dengan menyuruh penderita mengepal dan


memfleksikan tangan ke dorsal sambil si pemeriksa menahan gerakan ini dengan
jalan menekan pada bagian dorsum tangan penderita.

Otot flexor digitorum sublimes; diperiksa dengan meminta penderita supaya


meluruskan jari-jarinya dan pemeriksaan menekan jari-jari tersebut. Selanjutnya
penderita disuruh menekukkan jari-jarinya pada persendian interphalanx pertama.
Otot flexor digitorum profundus; penderita disuruh meluruskan jarinya dan disuruh
menekan ujung jari penderita, serta ia disuruh menekukkan jarinya pada persendian
interphalanx kedua.

Otot interosei valares; otot-otot ini melakukan pergerakan dapat diperiksa dengan
menjepitkan sehelai kertas diantara dua ujung jari penderita dan ia disuruh menahan
kertas tersebut sewaktu si pemeriksa menariknya.

Otot interosei dorsalis; diperiksa dengan menyuruh penderita mengembangkan jarijarinya yang diluruskan dan si pemeriksa menahan gerakan tersebut.
Otot abductor ibu jari tangan; disini penderita disuruh meluruskan jari-jarinya dan
kemudian disuruh mengabduksi ibu jarinya. Gerakan ini ditahan pemeriksa dengan
jalan menekan ibu jari tersebut ke dalam.
Otot adduksi ibu jari tangan; disini juga penderita meluruskan jari-jarinya dan
kemudian disuruh mengadduksi ibu jarinya, dan gerakan ini ditahan pemeriksa
dengan menarik ibu jari tersebut keluar.
Pada kelumpuhan otot-otot lengan perlu diperhatikan sikap anggota gerak yang
lumpuh untuk memudahkan menegakkan diagnose. Apabila lengan penderita seolaholah menjuntai dibahunya dan jelas atropik, maka kita berhadapan dengan seorang
penderita kelumpuhan oleh karena kerusakan plexus brachialis bagian atas.
Apabila otot-otot tangan lumpuh dan atropik, sedangkan jari-jarinya dalam sikap
menekuk ke dalam (Claw Hand) dan juga ditemukan Horner Sindrom pada sisi
yang lumpuh maka keadaan ini melukiskan lesi plexus brachialis bagian bawah.

Foto..
Sikap tangan yang seolah-olah menjuntai dari pergelangan tangan (wrist drops) serta
sikap jari-jari yang lunglai (finger drops) merupakan kelumpuhan dari pada nervus
Radialis. Dan bila terdapat Claw Hand tanpa adanya Horner Sindrom, merupakan
tanda khas untuk kerusakan nervus Ulnaris. Tangan dengan atropi otot eminensia
tenar menunjukkan pula kerusakan nervus Medianus.

3. Menguji kekuatan dan pergerakan tungkai bawah.


Pergerakan sendi panggul dapat menimbulkan rasa nyeri bila ditemukan fraktur leher
femur, periarthritis sendi panggul, fibrosis m.sakrospinalis, dan hernia nucleus pulposus (HNP).
Rasa nyeri spontan akibat pergerakan ini biasanya pada tempat yang sama dan bisa menjalar ke
paha, lipatan gluteus sampai ke tumit tungkai bawah belakang. Kadang-kadang nyeri spontan
tidak ditemukan, tetapi dapat terjadi bila tungkai digerakan pada sendi panggulnya.
Pemeriksaan pergerakan pasif dengan mengangkat tungkai dalam sikap lurus tersebut
tindakan Laseque. Disini penderita tidur telentang dan pemeriksa mengangkat tungkai penderita
dalam posisi lurus. Pada orang yang sehat, tungkai dapat diangkat sampai 90 tanpa
menimbulkan rasa nyeri yang berarti.
Pada HNP dan juga koksitia, fraktur leher femur serta fibrosis otot sakrospinalis; tindakan
Laseque ini akan menimbulkan nyeri sebelum tercapai sudut 90. Tindakan Laseque ini adalah
suatu tindakan provokasi untuk serabut-serabut saraf n.ischiadicus, yaitu dengan meregang saraf
tersebut. Biasanya pada HNP tindakan ini telah menimbulkan rasa nyeri dengan sudut hanya
sekitar 30-60.
Nyeri pada HNP adalah didaerah distribusi n.ischiadicus pada arthritis dan fibrosis
sakroiliatika akan terasa pada sendi sakroiliaka dan koksitis di daerah sendi panggul dengan
penjalaran sampai ke lutut.

Foto
Tindakan Laseque ini pada satu tungkai akan mengakibatkan tungkai yang lainnya
bergerak dan menekuk pada sendi panggul dan lutut disebut dengan tindakan Bruzinski II positif.
Tindakan ini biasanya positif bila penderita mengalami meningitis (peradangan selaput otak).
Pada meningitis juga akan positif yaitu tindakan yang disebut tindakan Kernig., adalah tindakan
yang dilakukan dengan menekukkan tungkai pasien pada sendi panggul dan lutut yang flexi, dan
positif jika menimbulkan rasa nyeri waktu lutut yang fleksi tadi diluruskan.

Dalam melaksanakan pemeriksaan pergerakan secara pasif ini, pemeriksaan akan selalu
merasakan tahanan gerakan dari penderita. Keadaan ini menggambarkan tonus otot anggota
gerak tersebut. Bila tahanan ini tidak ada, maka tonus ototnya adalah lemah sampai menghilang.
Sedangkan bila tahanan terasa jelas, maka tonus ototnya adalah meninggi dan dikatakan dengan
istilah kaku. Bila kekakuan itu sampai pada tiap tahap pergerakan pasif yang dilakukan, maka
disebut dengan keadaan spastisitas. Sedangkan bila kekakuan kadang-kadang meninggi dan
kadang-kadang mengurang secara berurutan disebut dengan rigiditas yang juga dikenal dengan
fenomena Cogwheel.
Setelah tonus otot diperiksa, maka seterusnya dinilai tenaga otot dengan darejat : 0 =
tidak dapat bergerak sama sekali, 1 = pergerakan minimal, 2 = tidak dapat melakukan pergerakan
dengan maximal, 3 = dapat melakukan pergerakan dengan sempurna tetapi tidak ada tahanan
terhadap pemeriksa, 4 = bila tahanan ada tetapi masih kurang, 5 = bila tahanan cukup dan
pergerakan sempurna.
a. Menguji otot-otot yang melakukan gerakan sendi panggul.
Flexi tungkai pada sendi panggul terutama dikerjakan oleh m.psoas dan m.iliakus. sedangkan
extensi dilaksanakan oleh berbagai otot diantaranya m.gluteus maximus. Adduksi pada sendi
panggul dilaksanakan oleh m.adduktor magnus dan adduksi oleh otot-otot abductor diantaranya;
m.gluteus medius dan m.gluteus minimus. Pada gerakan ekso dan endorotasi sendi panggul akan
dilakukan oleh berbagai otot yang juga melaksanakan pergerakan sendi lutut.
Pemeriksaan m.psoas dan m.iliakus; penderita disuruh mengangkat pahanya dengan lutut
tertekuk dan si pemeriksa menahan pergerakan itu dengan menekan lutut penderita.
Pemeriksaan m.gluteus maximus; penderita diperiksa dalam posisi tengkurap dan disuruh
mengangkat pahanya dengan lutut tertekuk sedikit sambil si pemeriksa menahan gerakan dengan
menekan lipatan lutut.

Foto

Pemeriksaan m. abductor magnus ; untuk ini penderita dalam keaadaaan


terlentang,tungkainya lurus dan ditempatkan kesamping kemudian penderita diminta
untuk menggerakkan tungkainya kearah garis tengah dan si pemeriksa menaha gerakan
itu dengan menahan bagian medial lutut penderita.

Pemeriksaan m.gluteus minimus dan medius ;penderita dalam posisi telentang (supine)
dengan tungkainya lurus dan penderita disuruh menahan pergerakan itu dengan menekan
bagian paha atau lutu bagian lateral penderita.

b. Menguji otot-otot yang melaksanakan gerakan sendi lutut.


Fleksi dilakukan oleh m.bicep femoris ,m.semimebranosus,m.semitendinesus,m.popliteus
,m.gastrcnemius ,m.sartorius dan m.gracilis.sedangkan ekstensi lutut dilaksanakan oleh
m.rektus femoris ,vastus lateralis ,medialis dan vastus intermedius. Cara memeriksa otot-otot
tersebut adalah sebagai berikut :

c.

Otot otot ekstensor ;penderita disuruh berbaring telentang dan tungkai ditekuk pada
sendi lutut ,lalu penderita disuruh meluruskan tungkainya serta pemeriksa menahan
gerakan itu dengan menekan pergelangan kaki pasien .

Otot-otot flexor : penderita disuruh berbaring terlentang dengan tungkai ditekuk separuh
pada sendi lutut. Kemudian oenderita disuruh menekukkan tungkainya lebih lanjut,
sedangkan pemeriksa menahan gerakan itu dengan menarik pergelangan kaki penderita.

menguji otot-otot yang melakukan gerakan sendi kaki.

Pada pemeriksaan ini yang selalu dilakukan adalah pemeriksaan otot-otot untuk
dorsoflexi dan plantar flexi. Untuk dorsofleksi yang berkerja adalah otot tibialis anterior dan
untuk plantar fleksi yang bekerja adalah otot gastrocnemius, soleus, dan plantaris.

Otot-otot dorsofleksi ; penderita dibaringkan telentang dengan tungkai yang lurus dan
penderita disuruh melakukan dorsofleksi dan si pemeriksa menahan pergerakan itu
dengan menahan pada dorsum kaki penderita.

4.

Otot-otot plantar fleksi ; penderita dalam posisi terlentang dengan tungkai yang lurus
kemudian penderita disuruh melakukan plantar fleksi dan pemeriksa menahan pergerakan
itu dengan menekan pada telapak kaki penderita.

menguji otot-otot yang melakukan gerakan sendi kaki.

Suatu pergerakan yang baik dan sempurna dari anggota gerak haruslah merupakan
gerakan banyak otot-otot yang terkoordinasi, dan gerakan koordinasi ini akan diaatur oleh
susunan saraf dan otak kecil (serebelum). Gangguan koordinator dari gerakan anggota gerak
adalah manifestasi dari kerusakan di bagian susunan saraf dan serebelum tersebut. Suatu hal
yang harus diketahui dalam pemeriksaan ini adalah keadaan ; ataxia, dismetria, disdiadokinesis
dan ataxia badan (trunkal ataxia).
Ataksia : adalah pergerakan yang tidak lancer dan terputus-putus serta tidak teratur. Ada dua
yaitu : ataksia sensorik (cerebrellar) dan ataxia paretic.
Dismetria : pergerakan yang dilakukan berselang seling dan berulang-ulang meskipun dapat
lancar dan tangkas.
Untuk mengetahui bagaimana pergerakan sendi umumnya, maka disini dikutip System
Pemeriksaan Pergerakan Sendi (cara untuk mengetahui pergerakan sendi).

SENDI

CARA PERGERAKAN

Rahang

Tulang belakang, leher dan


thoraco lumbal

membuka dan menutup mulut, gerakan ke


kiri dan kekanan, protrusi, dan retraksi
flexion dan extensi, lateral flexion (ki&ka)
rotation (kiri dan kanan)

Bahu

flexi dan extensi, abduction dan adduction,


rotation internal dan external

Siku

flexi

Pergelangan tangan

fleksi dan ekstensi, deviasi ulnar dan radial,


pronasi dan supinasi.

Jari (interfalang)

fleksi dan ekstensi (untuk sendi metacarpal


phalanx)

Paha

fleksi dan ekstensi, abduksi dan adduksi,


rotasi internal dan eksternal

Lutut

fleksi

Tumit dan kaki

fleksi plantar dan dorsal, inversion dan


eversion

Jari kaki

fleksi dan ekstensi (sendi metacarpophalanx)


eversi, inversi dan fleksi (sendi interphalang)

BAB XII
PEMERIKSAAN SISTEM SARAF
Pemeriksaan-pemeriksaan reflex perlu dilakukan terutama pada penderita-penderita dengan
gnagguan saraf otak maupun saraf perifer seperti pada penderita koma, stroke, neuropati
diabetic, dll. Reflex adalah jawaban motorik atas rangsangan sensorik.
Pembagian reflex :
1) Reflex tendon (reflex regang otot, periosteum, dalam)
2) Reflex permukaan
Kedua reflex ini termasuk reflex fisiologis ( reflex segmental sederhana )
3) Reflex patologis
Cara perujutan reflex:
1) Rileksasi sempurna
Pasien harus rilekas dengan posisi seenaknya. Anggota gerak yang akan diperiksa harus
terletak sepasif mungkin tanpa pasien perlu mengeluarkan tenaga untuk mempertahankan
posisinya.
2) Harus ada ketegangan optimal pada otot yang akan diperiksa.
Untuk mencapai ini otot harus dalam kependekan minimal dan kepanjangan maksimal.
Hal tersebut dapat dicapai apabila posisi yang baik untuk menimbulkan reflex biceps,
triceps, dan brakioradialis adalah pasien dalam keadaan duduk, lengan bawah dan tangan
berada diatas paha.
3) Rangsangan regangan yang cukup.
Penggunaan palu reflex merupakan suatu keharusan. Palu diketokkan diatas tendon
dengan kekuatan yang sama. Untuk ini cara pengetokkan palu perlu diperhatikan yaitu
menjatuhkan palu dengan gerakan fleksi sendi tangan. Jari pemeriksa sebaiknya ditaruh
diatas tendon otot dan palu diketokkan diatas jari tersebut. Cara ini mempunyai kelebihan
karena pemeriksaan dapat memastikan keadaan rileksasi atau ketegangan optimal dari
otot serta merasakan kontraksi ototnya. Konsentrasi pasien terhadap anggota gerak yang
diperiksa perlu dialihkan karena ini akan mempengaruhi hasil reflex. Pengalihan
konsentrasi dapat dilakukan dengan berbicara dengan pasien sambil memeriksa atau
minta pasien untuk menarik tangan kanan dengan tangan kiri sekuatnya melalui jari-jari
tangan (Jenderassik). Ini untuk memeriksa angota gerak bawah. Untuk anggota gerak

atas, pasien dialihkan perhatiannya dengan meminta pasien supaya mengatupkan gigigeliginya sekuatnya.

Penilaian reflex :
Penilaian reflex tergantung dari faktor :
1) Kecepatan kontraksi otot dan relaksasinya
2) Kekuatan kontraksi otot
3) Derajat pemendekan otot
Nilai reflex :
1) Areflexi, berarti tidak ada kontraksi otot.
Reflex = C
2) Hiporefleksi, berarti ada kontraksi otot tetapi tidak terjadi gerakan pada sendinya.
Reflex =
3) Relfeksi normal = +
4) Hiperrefleksi, bila kontraksi dan gerakan sendi berlebih.
Reflex = ++

Pemeriksaan khusus :
1) Reflex tendon.
I.1
Reflex biceps ( n. muskulokutaneus, C 5-6)
Dalam keadaan duduk : lengan bawah pronasi rileks diatas paha.
Dalam keadaan berbaring : lengan ditaruh diatas bantal, lengan bawah dan tangan
diatas abdomen
Taruh ibu jari pemeriksa diatas tendon biceps, tekan bila perlu untuk meyakinkan
regang otot optimal, sebelum mengetok.
I.2

Reflex brakioradialis (n. radialis C 5-6)


Posisi sama dengan reflex biseps kecuali tangan bawah harus berada diantara
pronasi dan supinasi. Ketok dengan perlahan-lahan bagian distal radius kira-kira 5
cm diatas pergelangan tangan sambil mengamati dan merasakan adanya kontraksi.

I.3

Reflex triceps (n. radialis C 6,7,8)


Posisi hampir sama dengan reflex biceps. Oleh karena tendok pendek kadangkadang suakr mengetok sejumlah tersebut sekaligus. Sebaiknya pemeriksa
melakukan dari arah samping belakang pasien untuk mengamati kontraksi.
Ketokan dilakukan kira-kira 5 cm diatas siku.

I.4

Reflex lutut, reflex kuadriceps femoris (n. femoralis 1,2,3,4


Dalam posisi duduk : kaki tergantung rileks ditepi tempat tidur
Dalam posisi berbaring : tangan atau lengan bawah pemeriksa ditaruh dibawah
lutut pasien, fleksi sendi lutut tersebut kira-kira 20 derajat. Sedangkan tumit
pasien harus tetap berada diatas tempat tidur. Bila perlu, tangan pemeriksa dapat
diganti bantal supaya kontraksi otot disamping terlihat dapat diraba pula. Palu
reflex diketokkan diatas tendon lutut berganti-gantian kanan dan kiri.

I.5

Reflex tumit, reflex gastroknemius dan soleus (n. tibialis L5, S 1-2)
Dalam posisi duduk : sama dengan posisi reflex biceps, kaki dorsofleksi optimal
untuk mendapatkan regangan otot cukup.
Dalam posisi berbaring : dilakukan fleksi panggul dan lutut sambil sedikit rotasi
paha keluar. Ketok tendon utmit dengan palu reflex.

Respon reflex tendon yang normal :


Reflex biceps

: respon normal berupa fleksi dari siku dan tampak kontraksi otot biceps

Reflex brakioradialis : fleksi dari siku dan tampak ekstensi lemah jari tangan.
Reflex triceps

: ekstensi dari siku dan tampak kontraksi otot triseps.

Reflex lutut

: gerakan dari tungkai diserai kontraksi otot kuadriseps.

Reflex tumit

: fleksi plantar dari kaki dan kontraksi otot gastroknemius.

2) Reflex permukaan
2.1. Reflex kulit

2.1.1

Reflex kulit perut ( epigastrium, Th 6-9 abdomen tengah, Th 9-11


hipogastrium, Th 11, L1)
Untuk merangsang dipergunakan benda berujung tumpul seperti ujung anak
kunci atau tangkai palu refleks yang runcing. Relaksasi yang baik sangat
diperlukan untuk pasien berbaring terlentang, tungkai diganjal bantal, kedua
lengan diletakkan disamping tubuh, mata tertutup dan pasien harus bernafas
panjang. Dengan benda tersebut tadi, kulit keempat kuadran abdomen
digores dari arah luar menuju arah umbilikus. Jawaban reflex berupa
kontraksi otot perut.

2.1.2

Reflex kremaster (L 1-2)


Pasien berbaring terlentang dengan paha sedikit abduksi, permukaan dalam
paha digores seperti pada refleks pada refleks kulit perut. Jawaban berupa
kontraksi kremaster dan penarikan testes keatas.

2.1.3

Reflex anus (S 3,4,5)


Dengan memakai sarung tangan, ujung jari dimasukkan kedalam cincin anus.
Kontraksi cincin anus terasa bila kulit sekitar anus atau perineum digores
dengan ujung jari jarum. Pemeriksaan ini khas untuk sfingter ani eksternus.
Dalam keadaan kelumpuhan flasid sfingter ini, tonus sfingter internus terasa
bila jari dimasukkan lebih dalam lagi. Bila jari dikeluarkan anus akan tetap
terbuka.

2.1.4

Reflex bulbo kavernosus ( S 3-4)


Kulit penis atau glans penis dicubit untuk menimbulkan kontraksi otot
bulbokavernosus. Kontraksi dapat dilihat tetapi lebih jelas diraba.

2.1.5

Reflex plantar ( L 5, S 1-5)


Fleksi jari-jari akan timbul bila telapak kaki dirangsang seperti pada
pemeriksaan refleks Babinski (lihat refleks patologis)

2.2.

Reflex selaput lendir


Reflex farinks lihat bab saraf otak

2.3.

Reflex kornea
Lihat bab saraf otak

3. Reflex patologik
Gerakan reflek yang tidak didapat pada keadaan normal
III.1
Reflex Babinski
Dengan sebuah benda yang berujung tajan seperti kunci, telapak kaki digores
dari arah tumit menyusur bagian lateral menuju pakai ibu jari.

Respon refleks : dilakukan positif bila terjadi dorsofleksi dari ibu jari dan biasa
disertai dengan pemekaran dari jari-jari lainnya. Tanda babinski ini dapat
ditimbulkan juga dengan reflek lain.
III.2
Reflex Chaddock
Tanda babinski akan timbul dengan menggoreskan bagian bawah dari maleolus
Lateral kaki kearah depan
III.3
Reflex Oppenheim
Dengan mengurut tulang tibia dengan ibu jari-jari telunjuk dan jari tengah.
Positif bila timbul tanda Babinski.
III.4
Reflex Gordon
Otot gastroknemius dicubit positif akan timbul tanda Babinski
III.5
Reflex Schaffer
Tanda Babinski dapat ditimbulkan dengan memijit tendom Achilles
III.6
Reflex Rossolimo
Reflex patologik ini ditimbulkan dengan mengetok bagian basis telapak jari-jari
kaki. Sebagai respon positif akan tampak fleksi dari jari-jari kaki.
III.7
Reflex Mendel reshterew
Dengan mengetok bagian dorsal basis jari-jari kaki akan disaksikan getaran
fleksi jari-jari kaki.
III.8
Reflex Haffman-Tromner
Refleks patologik ini positif bila timbul gerarkan mencengkram pada pertik kuku
jari telunjuk atau jari tengah jari tangan.
III.9
Reflex leri
Bila pada pergelangan tangan dilakukan hiperfleksi maksimal, maka pada
keadaan normal akan terjadi fleksi dari siku lengan.
Keadaan patologik bila fleksi keadaan lengan ini tidak terjadi (refleks negatif)
III.10
Reflex Mayor
Respon pada refleks reli akan terjadi pada hiperfleksi basis jari tengan tangan
penilaian sama seperti refleks reli.
III.11

Klonus

Bila refleks hiperaktif, refleks ini dapat terjadi berulang terus-menerus. Bila
pemeriksa mempertahankan suatu tegangan tertentu pada otot termaksud.
Teoritis pada dijumpai pada semua otot, tetapi dalam praktek hanya penting
untuk otot gastroknemiun dan soleus pada tumit.
Dalam keadaan tungkai refleks pemeriksa mendadak melakukan dorsofleksi kaki
dan tetap mempertahankan posisi dorsofleksi ini untuk sementara waktu.
Klonus merupakan manifestasi refleks regang otot yang hiperaktif.

TANDA-TANDA PERANGSANGAN SELAPUT OTAK


Mekanisme perangsangan selaput otak disebabkan oleh pergeseran struktur-struktur interspinal
oleh ketegangan saraf spinal yang hipersensitif dan meradang. Tanda-tanda perangsangan selaput
otak dan gejala ini bervariasi bergantung pada berat ringan prosesnya.
Tanda-tanda tersebut ialah :
1.
2.
3.
4.
5.

Tanda kaku kuduk


Tanda Kernig
Tanda Laseque (straight leg raising test)
Tanda Bruzinksi-leher (Bruzinski I)
Tanda Bruzinski-kontralateral-tungkai (Bruzinski II)

1. Tanda kaku kuduk


Cara pemeriksaan : pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa
fleksi, ekstensi dan rotasi kepala.
Penilaian : tanda ini positif bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi
kepala disertai rasa nyeri dan spasma otot, dagu tidak dapat disentuh ke dada dan juga
didapatkan tahanan pada hiperekstensia dan rotasi kepala. Kekakuan ini berbeda-beda
mulai dari tahan sedikit pada fleksi sampai tahanan ke seluruh pergerakan kepala bila
kekakuan otot ekstensor sangat hebat di retraksi leher dan kadang-kadang tulang vertebra,
sehingga timbul posisi yang disebut yang disebut sebagai opistotonus. Tanda kaku kuduk
ialah khas untuk gejala meningitis, tetanus dll.

2. Tanda Kernig

Cara pemeriksaan : pasien berbaring dan dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian
ekstensi pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri.
Penilaian : tanda ini positif bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 derajat
disertai spasme otot paha, biasanya diikuti rasa nyeri.
3. Tanda Laseque
Ada yang menyebut sebagai straight leg raising test karena istilah ini menggambarkan
cara pemeriksaannya.
Cara pemeriksaan : pasien dalam rileks berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pada
pinggul sewaktu tungkai dalam ekstensi.
Selama fleksi sendi pinggul di lakukan perlahan-lahan ditanyakan pada pasien apakah
ianya merasa nyeri tersebut terjadi.
Penilaian : tanda ini biasa sudah timbul rasa nyeri dilekuk iskiadikus atau adanya tahapan
pada dilakukan fleksi kurang dari 60% derajat. Perlu dilakukan penilaian sesisi atau
kedua sisi.
4. Tanda Brudzinski-leher (Brudzinski I)
Cara pemeriksaan : pasien berbaring telentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya
di bawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien. Kemudian dilakukan fleksi kepala
dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Penilaian : tanda ini positif bila terjadi fleksi
involunter pada kedua tungkai yang tidak plegi.
5. Tanda Brudzinski kontralateral-tungkai (Brudzinski II)
Cara pemeriksaan : pasien berbaring telentang dan dilakukan fleksi pasif pada sendi
panggul (seperti waktu percobaan kernig).
Penilaian : tanda ini positif bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi
panggul dan lutut kontralateral (lebih jelas terlihat bila sendi lutut sesisi dalam posisi
ekstensi).

PEMERIKSAAN SISTEM SENSIBILITAS.


Sensibilitas terdiri dari :
1. Sensibilitas Permukaan

: rasa raba, nyeri dan suhu.

2. Sensibilitas dalam

: rasa sikap, getar dan nyeri dalam (struktur otot,

ligament, fascia dan tulang)


3. Fungsi kortikal

: streognosis, pengenalan dua titik sensibilitas


pengenalan bentuk rabaan.

Syarat pemeriksaan :
1. Pada kasus yang tidak disangka ada kelainan sensibilitas, pemeriksaan dapat
dilakukan dengan singkat, tetapi pada kasus yang tersangka ada kelainan
sensibilitas pemeriksa perlu secara teliti dan menyeluruh.
2. Pada saat pemeriksaan selalu perlu dipertimbangkan riwayat, penyakit,
keluhan pasien dan gejala lain yang telah ditemukan.
3. Pemeriksaan dilakukan secara berganti-ganti, tetapi tidak teratur (random)
untuk mencegah konsentrasi pasien dan gejala lain yang telah di tunjukan
pada satu tempat saja.
4. Pada waktu tertentu selama pemeriksaan pasien diminta untuk menunjukkan
tempat yang sedang di periksa untuk mempertahankan perhatian pasien dan
sekaligus mencari topognosis.
Mencatat hasil pemeriksa khusus
Hasil pemeriksaan dicatat di atas peta sensibilitas.
Kelainan sensibilitas yang ditemukan perlu diberi tanda pada tubuh pasien, kemudian tanda ini
dipindahkan ke peta sensibilitas.
Tanda untuk kelainan sensibilitas rasa raba ialah garis terputus-putus. (-----------------)
Tanda untuk kelainan rasa nyeri ialah huruf V (VVVVV)
Tanda untuk kelainan rasa suhu ialah huruf X (XXXXX)
Digerakkan jari dilakukan dengan kecepatan sedang.

Alat pemeriksaan :
1. Kapas yang digulung memanjang, jarum, sebuah roder dan dua buah botol masingmasing berisi air dingin (kira-kira 10 darejat celcius) dan air panas (kira-kira 43 darejat
celcius).
2. Garpu penala
3. Sebuah caliper atau jangka

Pemeriksaan secara khusus


1. Pemeriksaan rasa raba
Dengan kapas yang digulung memanjang pemeriksaan dilakukan secara berganti-ganti
tidak teratur (random) mulai dari kepala turun ke bawah ke seluruh tubuh. Pasien diminta
menyebutkan ya bila ia merasakan rabaan pada kulit tadi bandingkan raba-raba pada
antara tubuh sebelah kanan dan kiri bila ternyata kelainan raba pada suatu tempat, batas
kelainan sensibilitas ini perlu ditentukan dengan memeriksa rasa raba mulai dari daerah
yang terganggu ke daerah normal.
Bila pasien menunjukkan beberapa bagian tubuh lebih peka, maka perlu diperhatikan
simetri dan kepekaan tadi dan membandingkan modalitas yang lain sebelum mengambil
kesimpulan.
Pemeriksaan rasa nyeri mula-mula pasien diberitahukan dan dicobakan membedakan dua
tusukan yang tajam dan tumpul dengan sebuah jarum pentul (sebelah berujung tajam dan
sebelah lainnya terdapat bulatan kecil). Pada pemeriksaan nanti pasien harus
menyebutkan apa yang dirasakan tajam atau tumpul.
Reaksi ini harus cepat, beberapa detik saja pemeriksaan dilakukan dari kepala terus turun
ke bawah secara random. Mata pasien sebaiknya ditutup.

Bila ditemukan kelainan rasa nyeri, pemeriksaan perlu diulang mulai dari dua arah, arah
yang terganggu ke arah yang normal.
Kelainan radikuler (berasal dari spinalis) pemeriksaan dilakukan dari dua arah, arah yang
terganggu ke arah yang normal dan sebaliknya. Pemeriksaan dengan tusukan yang
kontinu perlu dilakukan pada daerah yang terganggu.
1.3 pemeriksaan rasa suhu :
dengan mempergunakan dua botol berisi air dingin (10 derajat celcius) dan air panas (43
derajat celcius) kulit pasien dirangsang secara berganti-ganti dan pasien diminta
menyebut panas atau dingin. Pemeriksaan dilakukan mulai dari daerah kepala turun
ke bawah. Bila ditemukan kelainan rasa suhu, batas kelainan ditentukan dengan
pemeriksaan dari daerah yang terganggu menuju daerah yang normal dengan cara
merangsang kulit secara kontinu (botol diputar diatas kulit) kemudian merangsang kulit
secara interval.
2. Pemeriksaan sensibilitas dalam :

2.1 pemeriksaan rasa sikap


Pemeriksaan dilakukan dengan menggerakkan jari kaki dan tangan pasien secara pasif
kearah vertical. Mula-mula pasien diberitahukan dan disuruh melihat gerakan tadi,
kemudian dengan menutup mata pasien diminta merasakan gerakan dan menyebutkan
sikap gerakan tadi dengan keatas atau kebawah jari dipegang di permukaan
lateralnya.
2.2 pemeriksaan rasa getar
Mula-mula pasien dicoba untuk membedakan ada atau tidak gerakan dari garpu penala
yang diatur di atas sternum, kemudian dengan menutup mata pasien harus membedakan,
bila ada getaran menyebutgetar dan bila tidak merasa menyebut tidak.
Kemudian pemeriksaan dilanjutkan dengan menekankan garpu penala pada bagian dorsal
phalang ahir, ibu jari kaki, tulang maleolus, tuberositas tulang tibia dan spina iliaka
anterior untuk bagian tubuh bawah.
Untuk bagian tubuh atas dapat dilakukan phalanx ahir ibu jari tangan, tuberositas tulang
radius dan ulna, epikondilus humeri, olekranon dan prosesus akromion.
2.3 pemeriksaan rasa nyeri dalam
pemeriksaan dilakukan dengan menekan jari pemeriksa ke struktur yang terletak dalam,
mula-mulanya perlahan kemudian makin kuat. Untuk bagian bawah dapat ditekan tendo
Achilles, muskulus gastroknemius, dan testikel. Untuk atas tubuh dapat dilakukan
hiperfleksi dari sendi-sendi jari tangan.
Penilaian rasa nyeri dalam ini untuk hipersensitif atau hiposensitif yang ekstrem
3. pemeriksaan fungsi kortikal untuk sensibilitas.

Pemeriksaan fungsi perlu adanya sensibilitas permukaan dan dalam yang normal setidaktidaknya bila terganggu hanya dalam derajat yang ringan.
3.1 streognosis (lihat juga fungsi luhur) :
mengenal bentuk dan ukuran benda yang diraba tanpa dilihat pasien harus pernah
mengenal benda tersebut dan sensibilitas permukaan dalam tidak terganggu. Bila
pasien tidak mengenal tersebut sebagai astreognosis. Sedangkan pengenalan bentuk
dan ukuran tanpa dapat menyebutkan nama benda tersebut disebut dengan agnosis
taktil.

3.2 pengenalan dua titik atau tes jangka :


alat yang dipakai ialah sebuah caliper kecil atau jangka dengan dua ujungnya tajam.
Pasien diminta merasakn tusukan sebagai satu atau dua titik. Dengan menutup mata
pasien pasien menyebutkan satu bila dirasakan satu titik dan menyebutkan dua
bila dirasakan dua titik.
Daerah pemeriksaan adalah bagian palmar dan dorsal tangan serta kaki, ujung dan
bagian dorsal jari-jari tangan dan kaki, dan bagian anterior dari lutut bawah.
Jarak normal yang masih dikenal sebagai dua titik ialah 8-15 mm untuk bagian
palmar tangan, 20-30 mm untuk bagian dorsal tangan, 30-40 mm untuk kaki, 3-5 mm
untuk ujung jari, 4-6 mm untuk bagian dorsal jari, 3-4 mm untuk bagian anterior lutut
ke bawah.
3.3 pengenalan bentuk rabaan :
pemeriksa duduk di sebelah pasien dan menuliskan angka 1 sampai 9 dengan sebuah
pensil diatas kulit dan pasien diminta merasakan dan menyebutkan angka sambil
menutup mata.
Daerah pemeriksa adalah bagian palmar tangan, jari-jari dan muka.
PEMERIKSAAN KOORDINASI
Koordinasi untuk melakukan gerakan-gerakan kompleks terutama diperankan oleh
serebelum. Dasar dari koordinasi ini ialah kerjasama otot-otot. Yang antagonistic
hingga menghasilkan gerakan yang tangkas dan tepat. Ketidakmampuan koordinasi
otot ini akan terjelma dalam bentuk kelainan ataxisdismentri, disdiadokinesis dan
tremor kasar. Semua kelainan tersebut terjadi pada gerakan volunteer.
Pemeriksaan test koordinasi terdiri dari :
1.
2.
3.
4.
5.

observasi pada saat pasien melakukan gerakan-gerakan biasa.


Test hidung-jari telunjuk
Test jari-hidung
Test pronasi-supinasi
Test tumit-lutut

1. Observasi
Sebelum melakukan test, perlu diobservasi gerakan-gerakan yang dilakukan oleh selama
anamnesis, selama ia menanggalkan pakaian, mengambil benda dan gerakan lain. Perlu
diperhatikan kecepatan, ketangkasan dan ketepatan dari gerakan-gerakan tadi.

2. Test hidung-jari telunjuk


Dari sikap lengan ekstensi penuh pasien menunjuk hidungnya sendiri kemudian
menunjuk jari telunjuknya pemeriksa secara berganti-ganti. Jari telunjuk pemeriksa
berpindah-pindah posisi selama berlangsung. Pasien diminta untuk melakukan gerakan
ini secara perlahan kemudian makin cepat dan sebaliknya. Tes dilakukan untuk tumit
kanan dan kiri.
3. Test jari hidung
Test ini sama dengan test hidung jari telunjuk. Dapat dilakukan dengan mudah pada
posisi berbaring. Dengan posisi lengan ekstensi penuh dan abduksi lengan sedikit diatas
horizontal pasien disuruh menunjuk hidung sendiri dengan gerakan lambat dan makin
cepat. Selama test berlangsung pemeriksa dapat merubah lengan pasien pada berbagai
derajat.
4. Test pronasi-supinasi
Dalam sikap duduk pasien disuruh meletakkan tangan diatas bagian distal paha, mulamula secara pronasi (telapak tangan ke bawah) kemudian supinasi (telapak tangan ke
atas) dan gerakan-gerakan ini dilakukan secara berganti-ganti mula-mula perlahan makin
lama makin cepat. Test dilakukan untuk tangan kanan, kemudian tangan kiri tetapi
sebaiknya juga dilakukan bersamaan kanan dan kiri.
5. Test tumit lutut
Dalam sikap berbaring pasien disuruh meletakan tumit kaki diatas lutut kanannya
kemudian menggerakkan tumit tersebut menyusuri tulang tibia kearah distal sampai
dorsum kaki dan ibu jari kaki. Gerakan dilakukan berulang-ulang mula-mula perlahan
kemudian makin cepat. Dapat pula gerakan ini dilakukan berlawanan arah dari bawah ke
atas. Test dilakukan untuk tumit kanan dan kiri.
Penilaian : koordinasi dinilai terutama berdasarkan ketangkasan dan ketepatan gerakan
yang dilakukan oleh semua test.

Anda mungkin juga menyukai