Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 3 Nomor 1, April 2017 019

03

FORMULASI NORI ARTIFISIAL BERBAHAN BAKU BAYAM


(Amaranthus hybridus L.)
FORMULATION OF ARTIFICIAL NORI WITH SPINACH (Amaranthus hybridus L.)
AS RAW MATERIAL
Eka Nurul Agustaa, Lia Amaliaa, Rosy Hutamia
aUniversitas Djuanda Bogor; Jalan Tol Ciawi Nomor 1, Ciawi, Bogor-16720
Korespondensi: Eka Nurul Agusta, E-mail: ekanurulagusta@gmail.com

ABSTRACT
Currently, Indonesian retail market has been dominated by imported snack products.
One of them is seaweed (nori) snack. Consumption of nori in Indonesia is increasing and
caused the need of diversification in producing nori snack which using seaweed as raw
materials that has limited supply. Spinach can be used as an alternative to make similar
snack from seaweed as artificial nori with spinach as raw material. By doing substitutions
from seaweed nori into spinach nori, it is expected that the number of imports seaweed
snack can decrease. Research in formulation of artificial nori made from spinach are divided
into two (2) step. In the first step of research there are two (2) treatments (with and without
blanching), and in second step, there are three (3) treatment using three (3) different types
of filler (maltodextrin, tapioca starch and rice flour). Based on research data using sensory
analysis difference test and hedonic test showed that the product of artificial nori made from
spinach which most preferred by panelists are products without blanching process and using
tapioca starch as the filler.
Keywords: nori, artificial, spinach, diversification,snack.

ABSTRAK
Saat ini pasar retail Indonesia telah didominasi oleh produk camilan impor. Salah satu
jenis produk camilan tersebut adalah rumput laut (nori). Peningkatan konsumsi nori di
dalam negeri mengakibatkan perlu adanya diversifikasi produknori untuk menghasilkan
jenis produk yang serupa dengan produknori camilan namun menggunakan bahan baku
selain rumput laut yang ketersediaannya masih sangat terbatas. Bayam dapat menjadi
alternatif bahan pengganti rumput laut sebagai bahan dasar pembuatan nori artifisial
sebagai makanan camilan. Dengan dilakukannya substitusi nori rumput laut menjadi nori
bayam, maka diharapkan angka impor makanan camilan rumput laut dapat dikurangi.
Formulasi nori artifisial berbahan baku bayam ini dibagi menjadi 2 (dua) tahap penelitian.
Pada penelitian di tahap pertama terdapat 2 (dua) perlakuan (tanpa blansir dan dengan
blansir), kemudian pada tahap kedua terdapat 3 (tiga) perlakuan dengan menggunakan 3
(tiga) macam bahan pengisi berbeda (tepung tapioca, maltodekstrin dan tepung beras).
Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian dengan analisis sensori metode uji
pembedaan serta uji hedonik didapatkan bahwa camilan nori artifisial berbahan baku bayam
yang paling disukai panelis adalah produk dengan bahan baku/bayamnya tanpa dilakukan
proses blansir dan menggunakan tepung tapioca sebagai bahan pengisi.
Kata kunci: nori, artifisial, bayam, diversifikasi, camilan.

Eka, NA. Lia, A. Rossy, H. 2017. Formulasi Nori Artifisial Berbahan Baku Bayam (Amaranthus hybridus
L.). Jurnal Agroindustri Halal 3(1): 019 – 027.
020 Eka et al. Formulasi Nori Artifisial Berbahan Baku

PENDAHULUAN kalsium 267 mg, fosfor 29 mg, dan zat besi


Produk camilan (snack) adalah 3,9 mg. Selain itu bayam juga mengandung
termasuk jenis makanan sekunder. vitamin A sebanyak 6090 IU, vitamin B1
Beberap faktor seperti berbagai varian 0,8 mg dan vitamin C 80 mg. Data tersebut
rasa, teksturnya yang renyah, harga yang didapat dari hasil penelitian terhadap 100
variatif, kemasan yang menarik dan dapat gram bayam, dengan jumlah yang dapat
disimpan dalam waktu yang relatif lama dimakan sebesar 71 %.
sertajenis juga bentuk yang beraneka Melihat nilai kandungan gizi dari
ragam menjadikan produk camilan sangat bayam yang cukup tinggi dan
diminati masyarakat sehingga peluang ketersediaannyamelimpah dan mudah
pasar bagi produk camilan menjadi sangat didapat, bayam sangat mungkin untuk
baik. dijadikan bahan baku alternatif pengganti
Masyarakat Indonesia menunjukan rumput laut untuk membuat produk nori
ketertarikan yang luar biasa pada camilan rumput laut menjadi nori artifisial
nori. Hal tersebut dapat dilihat dari berbahan baku bayam sebagai makanan
semakin banyak produk nori dalam camilan. Nori artifisial dengan bahan baku
kemasan yang di jual di pasar-pasar bayam ini akan menjadi jawaban untuk
swalayan. Namun karena tidak penggemar makanan sejenis namun
terdapatnya Poryphyra sebagai bahan terganggu dengan bau khas yang ada pada
utama pembuatan nori, sebagian besar rumput laut. Dengan dilakukannya
produk nori yang beredar di Indonesia substitusi nori rumput laut menjadi nori
masih merupakan produk yangdiimpor bayam, maka diharapkan angka impor
dan diproduksi oleh perusahaan asing makanan camilan rumput laut dapat
(Syarifah, 2016). dikurangi.
Dewasa ini, kondisi pasar retail
Indonesia telah didominasi oleh produk MATERI DAN METODE
camilan impor. Salah satunya ialah produk Penelitian Tahap 1
rumput laut (nori). Menurut Rahmawati Tahap awal pada penelitian adalah
(2016), konsumsi noridi Indonesia saat ini pembuatan sampel pengujian. Bahan-
sedang menunjukkan peningkatan. Dari bahan yang digunakan untuk proses
anak-anak hingga dewasa dapat pembuatan nori artifisial berbahan baku
mengkonsumsi nori, baik sebagai camilan bayam yaitu bayam segar yang didapat
atau snack maupun sebagai penyalut dari pasar tradisional di daerah kota
(coating). Akibat dari meningkatnya Bogor, Jawa Barat, tiga macam bahan
konsumsi nori camilan tersebut, maka pengisi berbeda yaitu tepung tapioka,
diperlukan adanya diversifikasi dalam maltodekstrin dan tepung beras, garam
produksi jenis camilan serupanori untuk dan bubuk bawang putih sebagai bumbu,
menghasilkan produk nori artifisial yang minyak wijen serta margarin sebagai
menggunakan bahan alternatif lain. bahan pembantu dalam proses
Bayam adalah salah satu jenis pemanggangan dan pengeringan.
sayuran yang tumbuh melimpah hampir di Proses pembuatan sampel nori ini
seluruh bagian wilayah Indonesia. dimulai dengan melakukan sortasi bayam,
Tanaman ini masih diolah secara terbatas dimana daun bayam dipisahkan dari
oleh masyarakat sebagai sayur bayam tangkai dan akarnya kemudian dicuci dan
bening atau ditumis. Dalam bayam ditiriskan. Pada penelitian tahap 1,
terkandung energi sebesar 36 kilokalori, terdapat dua perlakuan terhadap bayam
dengan kandungan protein 3,5 g, sebelum dihaluskan yaitu bayam yang
karbohidrat 6,5 g, dan lemak 0,5 g. Adapun melalui proses blansir dan tanpa blansir.
kandungan mineral dari bayam antara lain Lalu bayam dihaluskan selama ± 7 menit
Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 3 Nomor 1, April 2017 021

dengan menggunakan hand blender. b. Data hasil uji rating hedonik tahap satu
Bayam yang telah dihaluskan kemudian dengan memperhitungkan persentase
dicampur bumbu dan bahan pengisi. panelis yang menerima (memberi nilai
Kemudian adonan dicetak dalam tiga >5) dianalisa dengan uji t setelah
buah loyang berukuran 24 x 24 cm yang menghitung total panelis yang
telah diolesi margarin, selanjutnya menyukai produk nori artifisial
dilakukan proses pengeringan tahap awal berbahan baku bayam.
selama 30 menit pada suhu 120oC sampai
lembaran nori menjadi lentur dan mudah Penelitian Tahap 2
dipotong, lalu diolesi dengan minyak wijen Proses untuk membuat nori artifisial
dan dipotong-potong ukuran 4 cm x 6 cm pada penelitian tahap 2 ini sangat mirip
kemudian proses pemanasan dilanjutkan dengan cara membuat nori di tahap 1 yaitu
sampai nori menjadi kering selama 2,5 jam dimulai dengan proses sortasi bayam,
pada suhu 120oC. Adapun formula untuk daun bayam dipetik dari tangkai dan
pembuatan sampel adalah sebagai berikut: akarnya kemudian dicuci lalu ditiriskan
kemudian dilanjutkan ke perlakuan
Tabel 1. Formula Pembuatan Nori Artifisial terpilih pada penelitian tahap 1 lalu
Berbahan Baku Bayam Tahap 1. dihaluskan selama ± 7 menit dengan
Nama Bahan Jumlah (g) menggunakanhand blender. Bayam yang
Bayam 100 telah halus kemudian ditambahkan bahan
Bahan Pengisi pengisi (B1 = maltodekstrin, B2 = tepung
(Tepung Tapioka) 50 tapioka, B3 = tepung beras) dan bumbu
Garam 1 (garam dan bubuk bawang putih).
Bubuk Bawang Putih 0,5 Kemudian adonan dicetak ke dalam tiga
buah loyang berukuran 24 x 24 cm yang
Sampel hasil preparasi kemudian telah diolesi margarin, selanjutnya
diuji sensori menggunakan metode uji dilakukan pengeringan tahap awal selama
pembedaan berarah (directional difference 30 menit pada suhu 120oC sampai
test) pengujian bertujuan untuk lembaran nori menjadi lentur dan mudah
mengetahui dan menentukan atribut mutu dipotong, lalu diolesi dengan minyak wijen
sensori mana diantara kedua sampel yang dan diptong-potong ukuran 4 cm x 6 cm
memiliki perbedaan. Dalam penelitian ini kemudian proses pemanasan dilanjutkan
digunakan atribut mutu warna dengan sampai nori menjadi kering selama 2,5 jam
menilai sampel yang memiliki warna hijau pada suhu 120oC.
lebih cerah diantara kedua perlakuan
antara sampel yang tanpa proses blansir Tabel 2. Formula Pembuatan Nori Artifisial
(A1) dan sampel dengan proses blansir Berbahan Baku Bayam Tahap 2.
(A2). Selain itu dilakukan pula uji rating Nama Bahan B1 B2 B3
hedonik untuk keseluruhan atribut (g) (g) (g)
(overall) untuk mengetahui tingkat Bayam 100 100 100
penerimaan panelis terhadap sampel Maltodekstrin 50 - -
dengan menggunakan skala garis (tidak Tepung Tapioka - 50 -
terstruktur) 10 cm. Tepung Beras - - 50
Berikut adalah analisis data untuk Garam 1 1 1
hasil uji pada penelitian tahap 1: Bubuk Bawang 0,5 0,5 0,5
a. Data hasil uji pembedaan berarah dari Putih
atribut mutu sensori warna dianalisis
menggunakan tabel binomial (taraf α = Sampel kemudian diuji sensori
0,05). dengan menggunakan metode uji
022 Eka et al. Formulasi Nori Artifisial Berbahan Baku

pembedaan rangking sederhana untuk Analisis untuk data hasil pengujian


membandingkan atribut sensori dari pada penelitian tahap 2 adalah sebagai
ketiga jenis sampel yang dihasilkan di berikut:
penelitian tahap 2. Atribut mutu sensori a. Data hasil uji rangking sederhana
yang diamati adalah warna, tekstur, aroma dianalisis secara statistik
dan rasa. Dilakukan pula uji rating menggunakan analisis rangking
hedonik untuk mengetahui tingkat Friedman:
penerimaan panelis terhadap sampel. 12
𝑇 = {[𝑝𝑐 (𝑐 + 1)] ∑𝑖𝑗=𝑖 𝑋𝑗 2} − 3𝑝 (𝑐 + 1) (1)
Rancangan percobaan untuk uji rating
hedonik penelitian tahap 2 adalah Keterangan :
Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu - P = jumlah panelis
faktor dengan dua kali ulangan. Percobaan - C = jumlah contoh
𝑖
ini menggunakan satu faktor yaitu jenis - ∑𝑗=𝑖 = jumlah peringkat sampel
bahan pengisi dan tiga taraf perlakuan Nilai T hitung dari hasil perhitungan
yaitu B1 = maltodekstrin, B2 = tepung dibandingkan dengan nilai x2 (dengan
tapioka, B3 = tepung beras. Respon yang db=c-1) pada tabel distribusi nilai x2, jika
digunakan adalah jumlah persentase terdapat perbedaan yang nyata atau
panelis yang menyukai produk. signifikan (T hitung > dari nilai x2) maka
Persamaan model linier aditif untuk perlu dilanjutkan ke prosedur Multiple
rancangan percobaan adalah sebagai Comparison untuk menentukan sampel
berikut: mana yang berbeda, dengan rumus:
Yij =  + i + ij 𝐿𝑆𝐷𝑟𝑎𝑛𝑘 = 𝑡𝛼/2 ∞ √𝑝𝑐 (𝑐 + 1)/2 (2)
Keterangan Dua contoh dinyatakan berbeda
i = 1, 2, ..., t dan j = 1, 2, ..., r nyata jika selisih jumlah rangking dari tiap
Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i contoh > dari nilai LSDrank. (Setyaningsih
dan ulangan ke-j dkk, 2010).
 = Rataan umum b. Data hasil dari uji rating hedonik tahap
i = Perbedaan jenis bahan pengisi ke-i = dua dianalisa dengan uji ragam
i ANOVA. Jika hasil analisis yang didapat
ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dari analisis sidik ragam ANOVA p < α
dan ulangan ke-j (berpengaruh nyata), maka perlu diuji
Sampel terpilih kemudian dianalisis lanjut nilai tengah dari perlakuan
kimia untuk dapat mengetahui kandungan dengan Duncan Multiple Range Test
gizi yang ada di dalamnya. Adapun (DMRT) untuk menentukan pengaruh
parameter serta metode analisisnya perlakuan yang berpasang-pasangan
adalah sebagai berikut: dengan α = 0,05. (Hidayatullah, 2016).

Tabel 3. Parameter dan Metode Analisis HASIL DAN PEMBAHASAN


Kimia Formulasi Terpilih Penelitian Tahap 1
Parameter Metode 1) Uji Pembedaan Berarah
Air Gravimetri Uji pembedaan berarah dilakukan untuk
Abu Gravimetri menentukan sampel mana yang dianggap
Lemak Gravimetri memiliki warna hijau lebih cerah diantara
Protein Volumetri kedua perlakuan antara sampel yang
Karbohidrat By Different tanpa proses blansir (A1) dan sampel yang
Vitamin (A, C, B1) HPLC dilakukan proses blansir (A2).
Total Dietary Fiber Enzimatis
Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 3 Nomor 1, April 2017 023

Tabel 4. Hasil Uji Pembedaan Berarah skala tingkat kesukaan >5 cm dan
Jumlah Panelis ketidaksukaan <5 cm.
yang Berikut ini tabel hasil rekap
Perlakuan perhitungan jumlah panelis memberi nilai
Menyatakan
Lebih Cerah tingkat kesukaan >5 cm.
A1 (tanpa blansir) 23a
Tabel 5. Hasil Uji Rating Hedonik Tahap 1
A2 (dengan blansir) 7b
Keterangan: Huruf yang berbeda menyatakan Rata-rata
berbeda nyata pada α= 0,05. Perlakuan Penerimaan Panelis
(%)
Berdasarkan analisis data A1 (tanpa blansir) 81,5a
menggunakan tabel binomial, dengan total A2 (dengan blansir) 68,5b
panelis yang terlibat sebanyak 30 dan Keterangan: Huruf yang berbeda menyatakan
tingkat kepercayaan 95% didapati bahwa berbeda nyata pada α= 0,05.
kedua sampel dinyatakan memiliki
perbedaan yang signifikan jika terdapat Dari hasil analisis data metode uji t
≥20 panelis memilihsama salah satu terhadap data panelis yang menyukai
diantara kedua sampel. sampel A1 dan A2 menggunakan bantuan
Dari hasil rekap data pengamatan aplikasi Minitab 17 didapatkan t hitung
didapati 23 orang dari total 30 panelis sebesar 5,66 pada derajat bebas 2. Jika
menyatakan sampel A1 memiliki warna nilai tersebut dibandingkan dengan nilai t
yang lebih cerah, maka dapat disimpulkan tabel (4,303), maka t hitung > t tabel,
bahwa terdapat perbedaan warna yang sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
signifikan di antara sampel A1 dan A2. ada beda nyata antara A1 dan A2 yang
Bayam yang dipakai dalam pembuatan menunjukkan bahwa adanya pengaruh
produk tanpa melalui proses blansir antara perlakuan proses blansir dan
terlebih dahulu (A1) memiliki warna yang perlakuan tanpa blansir terhadap tingkat
lebih cerah dibandingkan dengan penerimaan panelis pada sampel nori
sampelnori yang bayamnya melalui proses artifisial berbahan baku bayam dimana
blansir (A2). sampel yang tanpa melalui proses blansir
lebih disukai dari pada yang dengan
2) Uji Rating Hedonik melalui proses blansir.
Uji rating hedonik disebut juga uji Dengan demikian perlakuan A1
kesukaan. Panelis diminta tanggapan (tanpa blansir) dapat dinyatakan sebagai
pribadinya tentang kesukaan terhadap perlakuan yang terpilih berdasarkan hasil
suatu sampel atau sebaliknya analisis data penelitian tahap 1, dimana
(ketidaksukaan). Tingkat-tingkat sampel dari perlakuan A1 memiliki tingkat
kesukaan ini disebut skala hedonik penerimaan panelis yang lebih tinggi dari
(Wagiyono, 2003). sampel perlakuan A2 (dengan blansir)
Skala hedonik yang dipilih untuk yaitu sebesar 81,5% serta memiliki warna
pengujian ini adalah skala yang berbentuk yang lebih cerah.
garis horizontal 10 cm. Panelis
memberikan penilaian berupa garis Penelitian Tahap 2
vertical, titik atau tanda silang pada skala 1) Uji Pembedaan Rangking Sederhana
garis horizontal tersebut. Nilai tengah dari a. Warna
skala garis yang digunakan yaitu pada Warna merupakan variabel yang
skala 5 cm, dimana titik tersebut mempengaruhi penampilan dan mutu
digunakan sebagai batas netral antara suatu produk. Warna pada uji
organoleptik merupakan sifat dari produk
024 Eka et al. Formulasi Nori Artifisial Berbahan Baku

pangan yang paling menarik perhatian komponen-komponen yang ada dalam


konsumen juga paling cepat memberikan produk tersebut.
kesan bahwa produk tersebut disukai atau Uji pembedaan rangking sederhana
tidak (Soekarno,1985). terhadap atribut mutu tekstur, panelis
Berdasarkan hasil pengamatan di diminta untuk mengurutkan tingkat
pasaran, jenis camilan nori yang beredar kerenyahan masing-masing sampel dari
di masyarakat cenderung meiliki memiliki ketiga perlakuan dari yang dianggap
warna hijau yang relative lebih cerah paling renyah (rangking 1) sampai yang
dibandingkan dengan nori yang digunakan dianggap paling kurang renyah (rangking
sebagai bahan penyalut (coating). 3).
Pada uji sensori metode pembedaan
rangking sederhana untuk atribut mutu Tabel 7. Hasil Uji Pembedaan Rangking
warna, panelis diminta untuk menilai Sederhana Atribut Mutu Tekstur
sampel mana yang dianggap memiliki Perlakuan Rangkin
warna lebih cerah dengan mengurutkan (Bahan Pengisi) g
rangking 1 dari yang warnanya paling
cerah hingga rangking 3 yang dianggap B1 (maltodekstrin) 1,77a
memiliki warna yang paling tidak cerah B2 (tepung tapioka) 1,42a
B3 (tepung beras) 2,82b
(gelap).
Keterangan: Huruf yang berbeda menyatakan
berbeda nyata pada α= 0,05.
Tabel 6. Hasil Uji Pembedaan Rangking
Sederhana Atribut Mutu Warna
Hasil analisis data dari uji
Perlakuan Rangking
pembedaan rangking sederhana untuk
(Bahan Pengisi)
atribut mutu tekstur diketahui bahwa
B1 (maltodekstrin) 1,27a tidak ada perbedaan yang nyata/
B2 (tepung tapioka) 1,90b signifikan diantara sampel B1 dan B2.
B3 (tepung beras) 2,83c Kedua sampel tersebut mempunyai
Keterangan: Huruf yang berbeda menyatakan tekstur yang lebih renyah dibandingkan
berbeda nyata pada α= 0,05 sampel B3 yang bahan pengisinya
menggunakan tepung beras. Akan tetapi,
Hasil analisis data rangking jika dilihat dari urutan rata-rata rangking
Friedman dan comparison test maka rangking B2<B1, maka dapat
menunjukkan hasil bahwa ada perbedaan dikatakan bahwa tekstur nori artifisial
warna yang signifikan/nyata antara ketiga berbahan baku bayam dengan
sampel yang diujikan. Jika dilihat dari hasil menggunakan bahan pengisi tepung
rata-rata nilai rangking diketahui bahwa tapioka dianggap lebih renyah
rangking B1<B2<B3, maka dapat dibandingkan dengan nori artifisial yang
dikatakan sampel B3 yang menggunakan menggunakan maltodekstrin sebagai
tepung beras sebagai bahan pengisi bahan pengisi yang menempati urutan
dianggap memiliki warna yang lebih gelap kedua dan yang menggunakan bahan
dibandingkan sampel B2 dan B1. pengisi tepung beras diurutan ketiga.

b. Tekstur c. Aroma (Off flavor)


Menurut Rakhmah (2012), tekstur Menurut Surawan (2012), aroma
adalah sensasi tekanan yang bisa diamati didefinisikan sebagai sesuatu yang bisa
ketika digigit, dikunyah dan ditelan diamati dengan indra pembau dan
ataupun dengan perabaan jari. Tekstur dianggap penting karena bisa
suatu produk dipengaruhi oleh menghasilkan penelitian terhadap
Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 3 Nomor 1, April 2017 025

penerimaan atau penolakan terhadap berbeda secara nyata berdasarkan


produk dengan cepat. perbandingan hasil LSDrank diantara
Berikut ini tabel hasil rekap data uji kedua sampel tersebut. Namun
pembedaan sederhana terhadap atribut berdasarkan komentar panelis, diketahui
mutu aroma. bahwa pada sampel B1 lebih terasa
dominan rasa manis dari pada rasa asin.
Tabel 8. Hasil Uji Pembedaan Rangking
Sederhana Atribut Mutu Aroma Tabel 9. Hasil Uji Pembedaan Rangking
Perlakuan Rangking Sederhana Atribut Mutu Rasa
(Bahan Pengisi) Perlakuan Rangking
B1 (maltodekstrin) 1,78a (Bahan Pengisi)
B2 (tepung tapioka) 1,52a B1 (maltodekstrin) 2,18b
B3 (tepung beras) 2,70b B2 (tepung tapioka) 1,43a
Keterangan: Huruf yang berbeda menyatakan B3 (tepung beras) 2,38b
berbeda nyata pada α= 0,05

Menurut Hui (1992), pemanfaatan


Dari hasil analisa uji rangking
maltodekstrin dalam produk makanan dan
Friedman didapatkan bahwa ada tingkat
minuman mempunyai peran sebagai
intensitas off flavor dari sampel nori
pensuplay bahan pemanis nutritif.
artifisial yang menggunakan bahan pengisi
tepung beras berbeda nyata dengan kedua
2) Uji Rating Hedonik
perlakuan lain yang menggunakan bahan
Uji hedonik yang dilakukan pada
pengisi tepung tapioka dan maltodekstrin.
penelitian tahap dua ini sama seperti
Nori yang menggunakan bahan
halnya yang dilakukan pada penelitian
pengisi tepung beras memiliki intensitas
tahap satu. Tujuannya adalah untuk
off flavor yang lebih tinggi dibandingkan
mengetahui seberapa besar tingkat
dengan sampel yang bahan pengisinya
penerimaan panelis terhadap sampel yang
maltodekstrin dan tepung tapioka, dimana
diujikan.
sampel dari kedua perlakuan tersebut
Berikut ini tabel hasil rekap
tidak menunjukkan perbedaan intensitas
perhitungan jumlah panelis memberi nilai
off flavor yang signifikan.
tingkat kesukaan >5 cm dari skala garis 10
cm yang digunakan.
d. Rasa (Asin)
Rasa yang diujikan dalam uji
Tabel 10. Hasil Uji Hedonik Tahap2
rangking perbedaan sederhana ini
Perlakuan Penerimaan Panelis
dilakukan untuk mengetahui urutan
(Bahan Pengisi) (%)
sampel yang dianggap paling asin pada
B1
urutan 1 sampai yang dianggap paling
tidak asin urutan 3. Menurut Raharjo (maltodekstrin)
B2 (tepung 46,7b
(2016), preferensi konsumen terhadap
tapioka) 88,3a
produk makanan lebih ke arah produk
B3 (tepung beras) 53,3b
yang memiliki rasa asin dan gurih.
Keterangan: Huruf yang berbeda menyatakan
Dilihat dari hasil perhitungan analisis berbeda nyata pada α= 0,05
rangking Friedman diketahui bahwa
sampel yang menggunakan bahan pengisi Secara distribusi frekuensi jumlah
tepung tapioka (B2) lebih asin dari pada panelis yang menyukai sampel yang
sampel yang menggunakan maltodekstrin diujikan didapatkan bahwa 46,7% panelis
(B1) dan tepung beras (B3). Adapun rasa dari 30 orang total panelis menyukai
asin antara sampel B1 dan B2 tidak sampel nori artifisial berbahan baku
026 Eka et al. Formulasi Nori Artifisial Berbahan Baku

bayam dengan perlakuan B1 Tabel 11. Kandungan Gizi Nori Artifisial


(menggunakan maltodekstrin sebagai Berbahan Baku Bayam
bahan pengisi) sedangkan untuk sampel Parameter Kadar
B2 yang menggunakan tepung tapioka Air 5,67 g/100g
sebagai bahan pengisi terdapat 88,3% Abu 2,65 g/100g
panelis dan untuk perlakuan B3 dimana Lemak 21,33 g/100g
bahan pengisinya adalah tepung beras Protein 5,60 g/100g
tingkat penerimaanya sebesar 53,3%. Karbohidrat 64,7 g/100g
Berdasarkan analisis ragam ANOVA Total Dietary Fiber 28,12 g/100g
(Analysis of Variance) didapatkan p value< Vitamin A 1,21 mg/100g
0,05. Dengan demikian dapat diambil Vitamin B1 80,88 mg/100g
kesimpulan bahwa ada pengaruh Vitamin C tidak terdeteksi
signifikan antara jenis bahan pengisi
terhadap tingkat peneriman panelis pada Zat gizi adalah ikatan kimia yang
sampel sehingga perlu dilakukan uji diperlukan tubuh untuk melakukan
lanjutanDuncan. fungsinya, yaitu menghasilkan energi,
Dari uji lanjut Duncan didapatkan membangun dan memelihara jaringan
hasil bahwa dari ketiga perlakuan, tingkat serta mengatur proses-proses kehidupan
penerimaan panelis terhadap sampel hasil (Almatsier, 2013).
perlakuan B2 berbeda nyata dengan Zat gizi makro adalah zat gizi yang
perlakuan B1 dan B3. dibutuhkan tubuh dalam jumlah besar
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan satuan gram. Zat gizi yang
analisis uji rangking, penambahan tepung termasuk ke dalam kelompok zat gizi
beras sebagai bahan pengisi menjadikan makro adalah karbohidrat, lemak dan
warna pada produk akhir menjadi lebih protein. Selain zat gizi makro, zat gizi
gelap dan memiliki intensitas off flavor mikro juga penting untuk dikonsumsi.
yang lebih tinggi serta tekstur yang kurang Menurut Almatsier (2013), zat gizi yang
renyah dibandingkan dengan bahan termasuk ke dalam kelompok zat gizi
pengisi lainnya. Untuk formulasi nori yang mikro adalah vitamin dan mineral.
menggunakan maltodekstrin sebagai
bahan pengisi, memberikan tekstur yang KESIMPULAN
renyah namun memiliki dominan rasa
Perlakuan blansir berpengaruh
manis pada produk, sedangkan formulasi
terhadap warna produk. Perlakuan tanpa
nori dengan bahan pengisi tepung tapioka,
blansir menjadi perlakuan terpilih pada
menghasilkan warna produk yang lebih
penelitian tahap satu berdasarkan tingkat
cerah, renyah dan asin.
penerimaan dan tingkat kecerahan dari
produk.
Ada pengaruh terhadap mutu sensori
produk dari penambahan jenis bahan
pengisi yang berbeda. Produk nori yang
menggunakan tepung tapioka menjadi
perlakuan terpilih dengan persentase
penerimaan panelis sebesar 88,3% dengan
beberapa karakteristik sensori yang
dimiliki yaitu berwarna cerah, tekstur
Gambar 1. Produk nori artifisial berbahan yang renyah dan memiliki rasa asin.
baku bayam terpilih
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 3 Nomor 1, April 2017 027

Almatsier, Sunita.2013. Prinsip Dasar Ilmu


Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Hidayatullah, Syarif. 2016. Ekstraksi
Fikosianin dari Spirulina Plantesis
Sebagai Biopigmen dan Antioksidan
[Skripsi]. Universitas Djuanda, Bogor.
Hui, Y., H. 1992. “Encyclopedia of Food
Science and Technology”. Dalam
Husniati. Studi Karakteristik Sifat
Fungsi Maltodekstrin dari Pati
Singkong. Jurnal Riset Industri. Bandar
Lampung.
Rahardjo, Christopher Richie. 2016. Faktor
yang Menjadi Preferensi Konsumen
dalam Membeli Produk Frozen Food.
Jurnal Manajemen dan Start-Up Bisnis
Volume1, Nomor1, April 2016.
Rahmawati, Azizah A. 2016. Pengaruh
Perbandingan Penambahan Daun
Katuk dan Lama Pengeringan Terhadap
Karakteristik Fruit Nori Pisang (Musa
paradisiaca formatypica). Fakultas
Teknik Universitas Pasudan, Bandung.
Rakhmah. 2012. Studi Pembuatan Bolu
Gulung dari Tepung Ubi Jalar (Ipomea
batatas L.). Universitas Hasanuddin,
Makasar.
Setyaningsih, Dwi dkk. 2010. Analisis
Sensori untuk Industri Pangan dan
Agro. IPB Press, Bogor.
Soekarno. 1985. Penilaian Organoleptik.
Pusat Pengembangan Teknologi
Pangan. IPB, Bogor.
Surawan, F.E.D. 2012. Penggunaan Tepung
Terigu, Tepung Beras, Tepung Tapioka
dan Tepung Maizena terhadap Tekstur
dan Sifat Sensori Fish Nugget Ikan Tuna.
Universitas Bengkulu.
Syarifah, Iis. 2016. Pengaruh Konsentrasi
Tepung Kedelai dan Karagenan
terhadap Karakteristik “Snack Nori”
dari Kulit Buah Naga. Artikel Ilmiah.
Fakultas Teknik. Universitas Pasundan.
Bandung.
Wagiyono. 2003. Menguji Kesukaan
Secara Organoleptik. Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan,
Departemen Pendidikan. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai