Anda di halaman 1dari 32

PREDIKSI KEBANGKRUTAN

( Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Laporan Keuangan


Dosen DR. Atang Hermawan, SE., MSIE., Ak. )

Disusun oleh:
Rizal Ramdani Furqon 164020019
M. Ihsan Apriyadi D.P 164020029
Acep Kuswandi 164020036

16 AK A

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI AKUNTANSI
UNIVERSITAS PASUNDAN
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
prediksi kebangkrutan.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal, terlepas dari semua itu kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap
semoga makalah ilmiah ini dapat bemanfaat terhadap pembaca.

Bandung, 10 Desember 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................3
1.3 Maksud dan Tujuan...............................................................................................................3
1.4 Manfaat.................................................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................4
2.1 Pengertian Prediksi Kebangkrutan.........................................................................................4
2.2 Sumber-sumber Informasi Prediksi Kebangkrutan................................................................5
2.3 Faktor Penyebab Kebangkrutan.............................................................................................5
2.4 Masalah Dalam Kebangkrutan...............................................................................................7
2.5 Alternatif Perbaikan Kesulitan Keuangan...............................................................................8
2.5.1 Pemecahan Secara Informal..........................................................................................8
2.5.2 Pemecahan Secara Formal.............................................................................................8
2.6 Prediksi Kebangkrutan: Analisis Univariate..........................................................................10
2.7 Prediksi Kebangkrutan: Analisis Multivariate.......................................................................18
2.8 Bukti-bukti Internal..............................................................................................................21
2.9 Manfaat Informasi Kebangkrutan........................................................................................26
BAB III..................................................................................................................................................29
PENUTUP.............................................................................................................................................29
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................30

ii
BAB
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap perusahaan pasti memiliki tujuan untuk memperoleh laba sebanyak-
banyaknya. Namun apabila perusahaan mengalami kegagalan dalam menjalankan usahanya
kemungkinan untuk mendapat laba sangat kecil. Dengan adanya kegagalan untuk
memperoleh laba yang terus menerus dikhawatirkan tidak adanya kecukupan dana untuk
menjalankan usahanya dan hal ini dapat menyebabkan kebangkrutan pada perusahaan.

Kesulitan keuangan dan tanda-tanda awal kebangkrutan dalam perusahaan dapat


diketahui dengan menganalisis data dalam laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan
pada perusahaan merupakan salah satu sumber informasi mengenai keuangan pada
perusahaan dan dapat mengukur kinerja dan perubahan posisi keuangan pada perusahaan.
Data keuangan pada laporan keuangan bermanfaat untuk melihat kondisi keuangan
perusahaan.

Kebangkrutan merupakan masalah yang harus diwaspadai oleh perusahaan. Karena


jika perusahaan sudah mengalami kesulitan keuangan, maka perusahaan benar-benar
mengalami kegagalan dalam usahanya. Untuk itu perusahaan harus sedini mungkin
mendeteksi kemungkinan kebangkrutan yang akan dihadapinya.

“Analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan


tersebut. Semakin awal ditemukannya indikasi kebangkrutan tersebut, semakin baik bagi
pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan” (Mahmud
dan Halim, 2003). Agar kebangkrutan tersebut tidak benar-benar terjadi pada perusahaan dan
perusahaan juga dapat mengantisipasi atau membuat strategi untuk menghadapi jika
kebangkrutan benarbenar menimpa perusahaan.

Salah satu cara untuk melihat kesehatan keuangan perusahaan yaitu dengan
menggunakan rasio keuangan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji manfaat
rasio keuangan dalam menganalisis tingkat kesehatan keuangan perusahaan. Adapun hasil
dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa rasio keuangan bermanfaat dalam menilai
kondisi kesehatan perusahaan bahkan bermanfaat dalam memprediksi kebangkrutan
perusahaan.

1
Prediksi kebangkrutan sangat bermanfaat bagi semua pihak. Prediksi kebangkrutan
berfungsi untuk memberikan panduan bagi pihak-pihak tentang kinerja keuangan perusahaan
apakah akan mengalami kesulitan atau tidak dimasa yang akan datang. Bagi pemilik
perusahaan dapat digunakan untuk memutuskan apakah akan tetap mempertahankan
kepemilikannya di perusahaan atau menjualnya dan kemudian menanamkan modalnya
ditempat lain. Sedangakan investor dan kreditor sebagai pihak yang berada diluar perusahaan
dituntut mengetahui perkembangan yang ada dalam perusahaan demi keamanan investasi
modalnya sebab kemungkinan ketidak mampuan untuk membaca sinyal-sinyal dalam
kesulitan usaha akan mengakibatkan kerugian dalam investasi yang dilakukan.

Terjadinya kebangkrutan pada suatu perusahaan tentunya akan menimbulkan berbagai


permasalahan yang berkaitan dengan pemilik maupun karyawan yang bekerja pada
perusahaan tersebut. Hal ini diharapkan tidak akan menimbulkan masalah yang lebih besar
apabila proses kebangkrutan pada perusahaan dapat diprediksi lebih awal. Adanya tindakan
untuk memprediksi terjadinya kebangkrutan tersebut, tentu saja akan dapat menghindari atau
mengurangi risiko terjadinya kebangkrutan tersebut.

Berbagai metode analisis dikembangkan untuk memprediksi kebangkrutan


perusahaan. Salah satu rumusan matematis untuk memprediksi kebangkrutan dengan tingkat
kepastian yang cukup akurat dengan presentase keakuratan 95% dan termasuk dalam
penelitian yang paling popular karena sering digunakan dalam melakukan penelitian serupa
yaitu penelitian untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan yang telah dikembangkan oleh
seorang professor bisnis dari New York University AS yaitu Edward I. Altman, pada tahun
1968. (Mastuti, Saifi dan Azizah, 2013).

Altman berusaha mengkombinasikan beberapa rasio keuangan menjadi suatu model


prediksi dengan teknik statistik, yaitu analisis diskriminan yang dapat digunakan untuk
memprediksi kebangkrutan perusahaan dari penelitiannya tersebut. Rasio menggambarkan
suatu hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan
dengan menggunakan alat analisa berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi
gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu
perusahaan terutama apabila angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar
(Munawir, 2004).

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diuraikan rumusan masalah tersebut
sebagai berikut
1. Apa pengertian pengertian dari kebangkrutan?
2. Apa saja masalah dalam kebangkrutan?
3. Bagaimana cara memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan?
4. Apa saja bukti-bukti internal dalam kebangkrutan?
5. Untuk siapa saja informasi kebangkrutan diperlukan?

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud disusunya makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Analisis Laporan Keuangan” yang diberikan kepada Penulis, serta agar mahasiswa dapat
mengetahui cara memprediksi kebangkrutan di suatu perusahaan. Adapun tujuannya sebagai
berikut
1. Untuk mengetahui pengertian dari kebangkrutan
2. Untuk mengetahui masalah dalam kebangkrutan
3. Untuk mengetahui cara memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan
4. Untuk mengetahui bukti-bukti internal dalam kebangkrutan
5. Untuk mengetahui oleh siapa saja informasi kebangkrutan diperlukan

1.4 Manfaat
Manfaat Akademik dari makalah ini adalah diharapkan dapat berguna dan bermanfaat
bagi penulis dan pembaca sebagai tambahan referensi hasil penelitian di bidang analisis
laporan keuangan, khususnya mengenai bagaimana cara memprediksi kebangkrutan suatu
perusahaan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebangkrutan


Kebangkrutan merupakan kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi
perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan
atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas (Hadi, 2008). Menurut Martin (1995) dalam
Nugraheni (2005) kebangkrutan sebagai suatu kegagalan yang terjadi pada sebuah
perusahaan didefinisikan dalam beberapa pengertian yaitu :

1. Kegagalan Ekonomi (Economic Distressed) Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya


berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan, perusahaan tidak mampu
menutupi biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal
atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan
terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh dibawah arus kas yang
diharapkan. Bahkan kegagalan juga dapat berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya
historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan yang
dikeluarkan untuk sebuah investasi tersebut.
2. Kegagalan Keuangan (Financial Distressed) Pengertian financial distressed adalah
kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian
modal kerja. Sebagian asset liability management sangat berperan dalam pengaturan
untuk menjaga agar tidak terkena financial distressed. Sedangkan menurut Adnan
(2000) dalam Fakhrurozie (2007) kegagalan keuangan biasa diartikan sebagai
insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas
dasar arus kas ada dua bentuk yaitu:
a. Insolvensi teknis (Technical Insolvency), terjadi apabila perusahaan tidak dapat
memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo walaupun total aktivanya sudah
melebihi total hutangnya.
b. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan (Insolvency in bankruptcy) , dimana
didefinisikan sebagai kekayaan bersih negative dalam neraca konvensional atas
nilai sekarang dan arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.

2.2 Sumber-sumber Informasi Prediksi Kebangkrutan


Menurut Hanafi (2003:264) kebangkrutan yang terjadi sebenarnya dapat diprediksi
dengan melihat beberapa indikator-indikator, yaitu:

4
1. Analisis aliran kas untuk saat ini atau masa mendatang.

2. Analisis tragedi perusahaan, yaitu analisis yang memfokuskan pada persaingan yang
dihadapi oleh perusahaan.

3. Struktur biaya relatif terhadap persaingan.

4. Kualitas manajemen.

5. Kemampuan menajemen dalam mengendalikan biaya.

Menurut Darsono dan Ashari (2005:105) menyatakan bahwa terdapat beberapa indikator
yang bisa dijadikan panduan untuk menilai kesulitan keuangan yang akan diterima oleh
perusahaan. Indikator pertama adalah informasi arus kas sekarang dan arus kas untuk periode
mendatang. Informasi arus kas memberikan gambaran sumber-sumber dan penggunaan kas
perusahaan. Sumeber yang kedua adalah dari analisi dan posisi dan strategi dibandingkan
dengan pesaing. Informasi ini memberikan gambaran posisi perusahaan dalam menjual
produk atau jasanya untuk menghasilkan kas.  Indikator lain yang bisa digunakan untuk
menilai kebangkrutan perusahaan adalah suatau formula yang dicetuskan oleh Edward
Altman yang disebut dengan rumus Altman Z-Score.
Dari teori yang dikemukakan oleh pendapat para ahli diatas adalah sumber yang
menggambarkan posisi perusahaan dalam persaingan yang dihadapi oleh perusahaan dan
kemampuan perusahaan dalam menjual produk atau jasanya untuk menghasilkan kas
perusahaan

2.3 Faktor Penyebab Kebangkrutan


Peruasahaan yang berada pada Negara sedang mengalami kesulitan ekonomi akan
lebih cepat mengalami kebangkrutan, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin
cepatnya perusahaan yang pada awalnya sudah sakit akan menuju kebangkrutan. Perusahaan
yang belum sakit pun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan
operasional perusahaan akibat adanya krisis ekonomi tersebut. Namun demikian, proses
kebangkrutan sebuah perusahaan tentu saja tidak semata-mata disebabkan oleh faktor
ekonomi saja, tetapi bisa juga disebabkan oleh faktor lain yang sifatnya non ekonomi.
Menurut Darsono dan Ashari (2005:104) mendeskripsikan bahwa secara garis besar
penyebab kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bagian internal manajemen perusahaan.
Sedangkan faktor eksternal bisa berasal dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan

5
operasi perusahaan atau faktor perekonomian secara makro. Faktor internal yang bisa
menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi:

1. Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugain terus-menerus yang pada
akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar kewajiban. Ketidak efisien ini
diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan dan keahlian
manajemen.

2. Ketidak seimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah piutang-hutang yang
dimiliki. Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya bunga yang besar
sehingga memperkecil laba bahkan bisa menyebabkan kerugian. Piutang yang terlalu
besar juga akan merugikan karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga
tidak menghasilkan pendapatan.

3. Adanya kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan bisa mengakibatkan


kebangkrutan. Kecurangan ini bisa berbentuk manajemen yang korup atau pun
memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau investor. 

Sedangkan faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan berasal dari faktor
yang berhubungan langsung dengan perusahaan meliputi pelanggan, supplier, debitor,
kreditor, pesaing ataupun dari pemerintah. Sedangkan faktor eksternal yang tidak
berhubungan langsung dengan perusahaan meliputi kondisi perekonomian secara makro
ataupun faktor persaingan global. Faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan
kebangkrutan adalah:

1. Perubahan dalam keuangan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang
mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan. Untuk
menjaga hal tersebut perusahaan harus selalu mengantisipasi kebutuhan pelanggan
dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

2. Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan
baku yang digunakan untuk produksi. Untuk mengantisipasi hal tersebut perusahaan
harus selalu menjalin hubungan baik dengan supplier dan tidak menggantungkan bahan
baku pada satu pemasok sehingga resiko kekurangan bahan baku dapat diatasi.

3. Faktor debitor juga harus diantisipasi untuk menjaga agar dabitor tidak melakukan
kecurangan dengan mengemplang hutang. Terlalu banyak piutang yang diberikan
debitor dengan jangka waktu pengambilan yang lama akan mengakibatkan banyak
aktiva menggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian
6
yang besar bagi perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu
memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitor supaya bisa melakuakn
perlindungan dini terhadap aktiva perusahaan.

4. Hubungan tidak harmonis dengan kreditor juga bisa berakibat fatal terhadap
kelangsungan hidup perusahaan. Apalagi dalam Undang-Undang no. 4 tahun 1998,
kreditor bisa memailitkan perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan
harus bisa mengelola hutangnya dengan baik dan juga membina hubungan baik dengan
kreditor.

5. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki
diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan
pelanggan. Semakin ketatnya persaingan menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki
produk yang dihasilkan, memberikan nilai tambah yang lebih baik bagi pelanggan.

6. Kondisi perekonomian secara global juga harus diantisipasi oleh perusahaan. Dengan
semakin terpadunya perekonomian dengan negara-negara lain, perkembangan
perekonomian global juga harus diantisipasi oleh perusahaan.

Dari teori yang dikemukakan diatas maka faktor penyebab kebangkrutan adalah faktor yang
mempengaruhi terjadinya suatu kebangkrutan yang dialami oleh perusahaan yang kondisi
keuangannya tidak sehat, baik itu faktor ekonomi, internal dan eksternal

2.4 Masalah Dalam Kebangkrutan


Kesehatan suatu perusahaan bisa digambarkan dari titik sehat yang paling ekstrem
sampai ke titik tidak sehat yang paling ekstrem sebagai berikut:

Kesulitan keuangan (likuiditas) Tidak solvabel (utang lebih


jangka pendek (technical insolvency) besar dibanding aset)

7
Kesulitan keuangan jangka pendek bersifat sementara dan belum begitu parah. Tetapi
kesulitan semacam ini apabila tidak ditangani bisa berkembang menjadi kesulitan tidak
solvabel. Kalau tidak solvabel, perusahaan bisa dilikuidasi atau di reorganisasi. Likuidasi
dipilih apabila nilai likuidasi lebih besar dibandingkan dengan nilai perusahaan kalau
diteruskan. Reorganisasi dipilih kalau perusahaan masih menunjukan prospek dan dengan
demikian nilai perusahaan kalau diteruskan lebih besar dibandingkan nilai perusahaan kalau
dilikuidasi.

2.5 Alternatif Perbaikan Kesulitan Keuangan


Berikut ini beberpa alternatif perbaikan berdasarkan besar kecilnya permasalahan
keuangan yang dihadapi oleh perusahaan.

2.5.1 Pemecahan Secara Informal

Pemecahan secara informal dilakukan sebagai berikut

1) Dilakukan apabila masalah belum begitu parah


2) Masalah perusahaan hanya bersifat sementara, prospek masa depan masih bagus yaitu
dengan cara sebagai berikut:
a. Perpanjangan ( Extention)
Dilakukan dengan memperpanjang jatuh tempo utang-utang
b. Komposisi
Dilakukan dengan mengurangi besarnya tagihan, misal klaim utang diturunkan
menjadi 70% . Kalau utang besarnya 1000, maka nilai utang yang baru adalah
0.7 x 1000 = 700.

2.5.2 Pemecahan Secara Formal

Dilakukan apabila masalah sudah parah, kreditur ingin mempunyai jaminan keamanan
dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a) Apabila nilai perusahaan diteruskan > nilai perusahaan dilikuidasi


Reorganisasi yaitu dengan cara merubah struktur modal menjadi struktur modal yang
layak.
b) Apabila nilai perusahaan diteruskan < nilai perusahaan dilikuidasi
Likuidasi yaitu dengan cara menjual aset-aset perusahaan

8
Analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan (tanda-
tanda awal kebangkrutan). Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut, semakin baik
bagi pihak manajemen karena pihak manajemn bisa melakukan perbaikan-perbaikan. Pihak
kreditur dan juga pihak pemegang saham bisa melakukan persiapan-persiapan untuk
mengatasi berbagai kemungkinan yang buruk. Tanda-tanda kebangkrutan tersebut dalam hal
ini dilihat dengan menggunakan data-data akuntansi.

Dalam praktik dan juga dalam penelitian empiris, kesulitan keuangan sulit untuk
didefinisikan. Kesulitan semacam itu bisa berarti mulai dari kesulitan likuiditas (jangka
pendek), yang merupakan kesulitan keuangan yang paling ringan, sampai ke pernyataan
kebangkrutan yang merupakan kesulitan yang paling berat. Dengan demikian kesulitan
keuangan bisa dilihat sebagai kontinum yang panjang, mulai dari yang ringan sampai yang
paling berat. Penelitian-penelitian empiris biasanya menggunakan pernyataan kebangkrutan
sebagai definsi kebangkrutan. Perhatikan empat kategori semacam ini.

Tidak dalam Kesuliatn Keuangan Dalam Kesulitan Keuangan


Tidak Bangkrut I II
Bangkrut III IV

Perusahaan yang berada dalam kategori II barangkali mengalami kesulitan, tetapi


berhasil mengatasi masalah tersebut dan karena itu tidak bangkrut. Perusahaan yang berada
pada kategori III sebenarnya tidak mengalami kesulitan keungan. Tetapi karena satu hal,
misalkan kerena ingin mengatasi tekanan dari pekerja, perusahaan tersebut memutuskan
untuk menyatakan bangkrut. Dengan situasi semacam itu nampak kebangkrutan bisa
mempunyai pengertian yang tidak jelas. Pada situasi ke IV, pengertian kebangkrutan relatif
jelas, perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan karena itu akan bangkrut. Demikian
juga pada situasi I, situasi keuangan cukup jelas, dalam hal ini perusahaan tidak mempunyai
kesulitan keuangan dan tidak mengalami kebangkrutan. Tidak demikian halnya dengan
situasi II dan III yang bisa mempunyai pengertian yang kabur.

Ada beberapa indikator yang bisa menjadi prediksi kebangkrutan. Salah satu
sumbenya adalah analisis aliran kas untuk saat ini atau untuk masa mendatang. Sumber lain
adalah analisis strategi perusahaan. Analisis ini memfokuskan pada persaingan yang dihadapi
oleh perusahaan, struktur biaya relatif terhadap pesaingnya, kualitas manajemen, kemampuan
manajemen mengendalikan biaya, dan lainnya. Analisis semacam ini bisa digunakan sebagai
pendukung analisis aliran kas, karena kondisi perusahaan semacam di atas akan
9
mempengaruhi aliran kas perusahaan. Analisis break even sebagai contoh, akan melihat
seberapa jauh penjualan bisa turun agar perusahaan masih bisa memperoleh keuntungan.

` Sumber lain adalah laporan keungan perusahaan. Laporan keuangan bisa dipakai
untuk memprediksi kesulitan keuagan. Sumber lainnya adalah informasi eksternal. Pada pasar
keuangan yang sudah maju, lembaga penilai (rating) sudah berkembang dan informasi
mereka bisa dipakai untuk memprediksi kemungkinan adanya kesuliatn keuangan. Sebagai
contoh apabila suatu perusahaan sebelumnya di-rating AAA, kemudian rating tersebut
diturunkan menjadi BBB, informasi tersebut bisa menjadi tanda adanya kesulitan keuangan
yang barangkali terjadi di perusahaan.

2.6 Prediksi Kebangkrutan: Analisis Univariate


Pendekatan tunggal (univariate) bisa dipakai untuk memprediksi kesulitan keuangan
dengan asumsi bahwa distribusi variabel keuangan untuk perusahaan yang mengalami
kesulitan keuangan berbeda dengan distribusi variabel keuangan untuk perusahaan yang
tidak mengalami kesulitan keuangan. Perbedaan distribusi variabel keuangan tersebut bisa
dipakai untuk memprediksi kesulitan keuangan.

Penggunaan metode tersebut akan bisa dijelaskan dengan menggunakan contoh kasus
perusahaan kereta api di Amerika Serikat. Pada tahun 1970, beberapa perusahaan kereta api
AS yang cukup besar mengalami kebangkrutan. Apakah rasio-rasio keuangan pada tahun-
tahun sebelumnya bisa memperkirakan kebangkrutan tersebut? Berikut ini dua rasio
keuangan yang dipilih untuk melihat apakah kebangkrutan perusahaan kereta api tersebut
bisa dilihat melalui rasio-rasio keuangan pada tahun-tahun sebelumnya.

1) Rasio Biaya Transportasi terhadap Pendapatan Operasional (BT/OP).


Biaya transportasi merupakan komponen biaya yang terbesar yang terjadi pada
perusahaan kereta api, yang meliputi biaya operasional angkutan kereta, biaya gaji
pegawai kereta, dan biaya bahan bakar. Pendapatan operasional terutama berasal dari
karcis kereta yang terjual, dan juga pendapatan dari bebeapa sumber yang lain seperti
pendapatan angkutan barang atau surat pos.
2) Ratio Times Interest Earned (TIE) yang merupakan rasio EBIT (Earning Before
Taxes) /interest. Bunga atau interest di sini adalah bunga dari kewajiban obligasi.
Apabila diperoleh angka negatif, berarti perusahaan mempunyai earning (atau
pendapatan) yang negatif.

10
Dengan asumsi kedua variabel di atas berdistribusi normal dan bisa dijadikan prediksi
kebangkrutan, tabel 13.2 menyajikan kedua variabel tersebut.

Table 2.4 Sampel untuk TIE dan BT/PO Beberapa Perusahaan Kereta Api

Tidak Bangkrut pada tahun 1970 BT/PO TIE

1. Ann Arbor 0.524 -1.37


2. Central Georgia 0.348 2.16
3. Cincinnati 0.274 2.91
4. Florida East 0.237 2.82
5. Illinois Central 0.388 3.10
6. Norfolk 0.359 2.81
7. Southern Pacific 0.400 3.56
8. Southern Railway 0.314 3.93

Bangkrut Pada Tahun 1970

1. Boston and Maine 0.461 -0.68


2. Penn-Central 0.485 0.16

Rata-rata nilai rasio BT/PO untuk kedua grup tersebut adalah sebagai berikut :

Tidak Bangkrut 0.356

Bangkrut 0.473

Kelompok perusahaan yang bangkrut mengeluarkan biaya operasional transportasi


pada setiap satu unit pendapatan operasional yang lebih besar dibandingkan dengan
kelompok yang tidak bangkrut. Sedangkan rasio TIE utuk kedua kelompok tersebut adalah:

Tidak Bangkrut 2.49

Bangkrut -0.26

Nampak perusahaan yang tidak bangkrut mempunyai pendapatan (EBIT) relative


terhadap biaya bunga yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok perusahaan yang
bangkrut. Perbedaan rasio-rasio BT/PO dan TIE antara kelompok bangkrut dan tidak

11
bangkrut cukup besar dan tes statistic I Student juga menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan pada derajat signifikan 5%.

Apakah rasio-rasio tersebut bisa dipakai untuk memprediksi kebangkrutan ? untuk


menjawab pertanyaan tersebut, berikut ini langkah-langkah untuk menganalisis kemampuan
prediksi rasio-rasio tersebut. Yang pertama perlu dilakukan adalah menentukan titik Cut-Off
(Pembatas) yang bisa dipakai untuk menentukan batas perusahaan yang bangkrut dan yang
tidak bangkrut. Rangking perusahaan berdasarkan rasio-rasio bisa dilihat pada table tersebut.

Tabel 2.5 Rangking Perusahaan Berdasarkan Rasio BT/PO dan TIE

Perusahaan Rasio Status di 1970


1. Rangking berdasarkan rasio BT/PO
Ann Arbor 0.524 TB
Penn Central 0.485 B
Boston and Maine 0.461 B
Southern Pacific 0.400 TB
Illinois Central 0.388 TB
Norfolk 0.359 TB
Central of Georgia 0.348 TB
Southern Railway 0.314 TB
Cincinnati 0.247 TB
Florida East 0.237 TB
2. Rangking Berdasarkan rasio TIE
Southern Railway 3.93 TB
Southern Pacific 3.56 TB
Illinois Central 3.10 TB
Cincinnati 2.91 TB
Florida East 2.82 TB
Norfolk 2.81 TB
Central of Georgia 2.16 TB
Penn Central 0.16 B
Boston and Maine -0.68 B
Ann Arbor -1.37 TB

12
Titik Cut-Off di hitung dengan cara mencari titik tengah antara dua rasio yang berurutan
(missal titik 0.5045 merupakan titik tengah antara 0.524 (Ann Arbor) dengan 0.485 (Penn
Central)). Titik Cut-Off yang menghasilkan kesalahan prediki paling kecil akan terpilih.
Kesa;ahan prediksi akan terdiri dari dua tipe yaitu kesalahan tipe-I dan kesalahan tipe-II

Diprediksi
Bangkrut Tidak Bangkrut
Kenyataan
Bangkrut Benar Kesalahan Tipe I
Tidak Bangkrut Kesalahan Tipe II Benar

Berikut ini beberapa titik Cut-Off dan total kesalahan yang dihasilkan.

Kesalahan Kesalahan Total


Titik Cut-Off
Tipe I Tipe II Kesalahan
Prediksi Bangkrut
Apabila rasio BT/PO
Lebih besar dari

0.5045 2 1 3
0.4730 1 1 2
0.4305 0 1 1
0.3940 0 2 2
0.3735 0 3 3

Nampak bahwa rasio BT/PO yang lebih besar dari 0.4305 menghasilkan tingkat
kesalahan yang paling kecil. Teknik pemilihan titik Cut-Off semacam itu mengandung bahaya
bahwa karakteristik spesifik perusahaan-perusahaan dalam sampel akan sangat
mempengaruhi nilai Cut-Off, dan dengan demikian titik Cut-Off tersebut tidak representative
untuk perusahaan-perusahaan lainnya.

Untuk menghindari kemungkinan semacam tersebut, akurasi titik Cut-Off bisa diuji
dengan menggunakan perusahaan-perusahaan di luar sampel (uji Validasi). Pengujian
kemampuan prediksi model univariatate tersebut dengan menggunakan sampel perusahaan
pada tahun 20X5 bisa dilihat berikut ini :

13
Perusahaan Rasio Prediksi Kenyataan
1. Rangking berdasarkan rasio BT/PO
Erie 0.469 B TB
Reading 0.451 B B
Chicago, Milwaukee 0.437 B TB
Burlington 0.425 TB TB
Chesapeake 0.395 TB TB
Akron, Canton 0.382 TB TB
Atchison 0.373 TB TB
St. Louis 0.352 TB TB
Bangor 0.341 TB TB
Alabarna 0.305 TB TB
2. Rangking Berdasarkan rasio TIE
St. Louis 46.70 TB TB
Atchison 4.72 TB TB
Alabarna 4.05 TB TB
Chesapeake 3.12 TB TB
Burlington 2.73 TB TB
Akron, Canton 1.85 TB TB
Bangor 0.88 B TB
Reading 0.40 B B
Chicago, Milwaukee 0.27 B TB
Erie 0.22 B TB

Catatan: B-Bangkrut TB-Tidak Bangkrut

Disamping pemilihan titik Cut-Off yang meminimalkan biaya semacam di atas, ada
beberapa alternative Teknik pemilihan titik Cut-Off : dengan menggunakan rata-rata atau
nilai median dari rasio-rasio di sampel. Rata-rata BT/PO untuk sepuluh perusahaan kereta
dalam sampe adalah 0.356. dengan demikian jika rasio BT/PO > 0.356 perusahaan diprediksi
dan sebaliknya. Menarik untuk dilihat bebeapa jumlah kesalahan klarifikasi dengan
menggunakan angka 0.356 sebagai Cut-Off Rate.

Jika beberapa variable dipakai untuk memprediksi, ada kemungkinan hasil yang
saling bertentagan akan diperoleh. Untuk mengatasi kelemahan semacam itu metode prediksi
14
multivariate (prediksi berganda secara simultan) bisa digunakan. Contoh metode tersebut
adalah model diskriminan untuk memprediksi kebangkrutan.

Kemampuan prediksi rasio-rasio kecurangan diteliti oleh Beaver (1966) dengan


menggunakan 79 sampel perusahaan yang gagal dan 79 sampel perusahaan yang tidak gagal.
Titik Cut-Off di pilih dengan pertimbangan kesalahan prediksi yang paling kecil. Kemudian
titik Cut-Off tersebut digunakan untuk memprediksi kebangkrutan pada kelompok kedua (uji
Validasi). Presentase kesalahan klarifikasi dengan uji validasi bisa di lihat pada table berikut
ini dengan menggunakan data-data satu, dua, tiga, empat, dan lima tahun sebelum
kebangkrutan.

Tabel 2.6 Misklasifikasi Prediksi dengan beberapa Variable

Tahun Sebelum Kebangkrutan


Rasio Keuangan
1 2 3 4 5
Aliran Kas/Total Utang 0.22 0.24 0.23 0.21 0.13
Aset Bersih/Total Aset 0.28 0.29 0.23 0.20 0.13
Total Utang/Total Aset 0.28 0.27 0.34 0.25 0.19
Modal Kerja/Total Aset 0.41 0.45 0.33 0.34 0.24
Rasio Lancar 0.45 0.38 0.36 0.32 0.20

Dari table diatas Nampak bahwa rasio aliran Kas/Total Utang dan Rasio Aset
Bersih/Total Aset kemampuan prediksi yang paling baik setahun sebelum kebangkrutan,
karena hanya salah memprediksi (misklarifikasi) sebesar hanya 13%. Penelitian tersebut juga
melihat besarnya tipe kesalahan yang terjadi seperti terlihat berikut ini:

Tahun Sebelumnya Kesalahan Kesalahan Total


Kebangkutan Tipe I Tipe II Kesalahan
5 0.43 0.05 0.22
4 0.47 0.03 0.24
3 0.37 0.08 0.23
2 0.34 0.08 0.21
1 0.22 0.05 0.13

Menarik untuk dilihat bahwa kesalahan tipe II (prediksi bangkrut, tetapi kenyatannya
tidak bangkrut) selalu lebih kecil dibandingkan kesalahan tipe I (prediksi tidak bangkrut,

15
tetapi kenyatannya bangkrut. Pada akhirnya pemilihan titik Cut-Off akan dipengaruhi juga
oleh besarnya biaya yang berkaitan dengan tipe kesalahan. Apabila biaya keslahan tipe I lebih
besar dibandingkan dengan baiay kesalahan tipe II maka pemilihan titik Cut-Off akan lebih di
tentukan oleh kecilnya kesalahan tipe I

Rangkuman pada Tabel 2.7 menyajikan kemampuan prediksi rasio-rasio keuangan,


dengan nilai rata-rata keuangan tersebut, dan presentase klarifikasi yang benar dengan
menggunakan model diskriminan variable tunggal. Empat variable menunjukkan perbedaan
antara perusahan yang bangkrut dengan yang tidak bangkrut secara konsisten adalah:

1) Tingkat return (rate of return). Perusahaan yang bankrut mempunyai tingkat return
yang lebih rendah.
2) Penggunaan Utang. Perusahaan yang bangkrut menggunakan utang yang lebih tinggi.
3) Perlindungan terhadap biaya tetap (fixed Payment Coverage). Perusahaan yang
bangkrut mempunyai perlindungan terhadap biaya tetap yang lebih kecil.
4) Fluktuasi Return Saham. Perusahaan bangkrut mempunyai rata-rata return yang lebih
rendah dan mempunyai fluktuasi return saham yang lebih tinggi.

Prediksi table 2.7 hanya berlaku untuk satu tahun sebelum kebangkrutan. Menarik dilihat
prediksi untuk beberapa tahun sebelum kebangkrutan.

Tabel 2.7 Nilai Rata-rata Variabel Prediksi Kebangkrutan

Rata-Rata
Rata-Rata F-Test % Klarifikasi
Karakteristik Keuangan Tidak
Bangkrut Univariate Dengan benar
Bangkrut
1. Ukuran tingkat
keuntungan
a. Aliran Kas/Modal 0.119 0.316 77.18 96.34
Saham
b. Laba bersih/Modal -0.59 0.091 230.53 97.06
Saham

2.Komposisi Aset Lancar


a. Quick Aset /Total 0.258 0.273 1.18 50.41
Aset

16
3. Posisi Likuiditas
a. Aset 1.860 2.381 0.83 1.23
Lancar/Utang
Lancar
b. Quick Aset/Utang 0.838 1.231 2.24 51.92
Lancar

4. Utang
a. Nilai Pasar 0.995 0.999 177.41 88.08
saham/
(Nilai Pasar
saham + Nilai
Buku Saham)
b. Total Utang/Total 0.785 0.476 276.45 86.02
Aset

5. Aktivitas
a. Harga Pokok 9.991 10.432 0.11 21.29
Penj/Persediaan
b. Piutang 0.188 0.147 3.92 66.43
Dagang/Penj.
c. Total 0.836 0.783 0.51 68.52
Aset/Penjualan

6. Rasio Beban Tetap


a. Dana dari operasi/ -0.049 0.249 88.59 84.39
Total Utang

7. Tren dan Dispensasi


a. Standar Deviasi 3.330 0.179 78.17 97.03
laba bersih/
Modal Saham
17
b. Break dalam Tren 0.403 1.610 4323 80.49
Laba Bersih

8. Ukuran Perusahaan
a. Total Aset 153.76 769.05 4.11 27.84

9. Return Saham dan


Flaktuasi
a. Return Saham -0.045 0.003 73.46 72.21
b. Varians Return 0.011 0.004 160.81 86.81
Saham

2.7 Prediksi Kebangkrutan: Analisis Multivariate


Salah satu kelemahan model univariate adalah kemungkinan terjadinya konflik antara
variabel-variabel yang dijadikan prediksi. Untuk mengatasi masalah tersebut model
multivariate dikembangkan. Variabel bebas dalam model ini adalah rasio-rasio keuangan
yang diperkirakan mempengaruhi kebangkrutan, sedangkan variabel tidak bebas adalah
prediksi kebangkrutan (Bangkrut dengan nilai 0 dan tidak bangkrut dengan nilai 1) atau
probabilitas kebangkrutan (0sampai 1, inklusif).

Sebagai variabel bebas, idealnya kita mempunyai teori ekonomi yang bisa mendasari
kebangkrutan. Sayangnya tidak tersedia teori yang cukup mendukung prediksi kebangkrutan.
Karena itu biasanya kita menggunakan penelitian-penelitian terdahulu atau mencari data-data
yang relevan dalam pemilihan variabel-variabel bebas.

Teknik statistik yang sering digunakan adalah analisis diskriminan untuk


mengklasifikasikan observasi ke dalam dua kelompok: bangkrut dan tidak bangkrut. Teknik
analisis logit atau probit juga sering digunakan untuk melihat probabilitas suatu kejadian
berdasarkan variabel-variabel tertentu. Analisis nonparametrik juga bisa digunakan.

Dengan menggunakan kasus kebangkrutan perusahaan kereta api, kita akan


menggunakan data variabel untuk persamaan diskriminan, yaitu variabel rasio BT/PO

18
(variabel bebas X1) dan variabel TIE (sebagai variabel X2). Diasumsikan bahwa rasio-rasio
yang dipakai berasal dari populasi dengan distribusi normal dan matriks varians konvarians
kedua kelompok tersebut sama.

Persamaan diskriminan linear bisa dituliskan sebagai berikut ini.

Zi = a X1 + b X2

Dengan menggunakan data pada tabel yang sama dengan data Tabel 13.3, diperoleh
persamaan sebagai berikut ini.

Zi = -3,366 X1 + 0,657 X2

Skor Zi yang rendah berarti semakin besar kemungkinan untuk bangkrut. Koefisien negatif
variabel X1 (rasio BT/PO) menandakan adanya hubungan negatif antara variabel tersebut
dengan skor Zi. Semakin tinggi nilai X1, semakin rendah nilai Zi, dan semakin tinggi
kemungkinan kebangkrutan. Nilai koefisien yang positif pada variabel X2 menandakan
bahwa semakin tinggi rasio TIE, semakin tinggi nilai skor Zi, dan semakin kecil
kemungkinan kebangkrutan. misalkan kita menggunakan data perusahaan kereta api Penn-
Central dengan rasio BT/PO=0,485 dan rasio TIE=0,16, skor Zi bisa dihitung sebagai berikut
ini.

Zi -3,366 x 0,485+ 0,657 x 0,16

1,527

Tabel 2.8 berikut ini menyajikan nilai-nilai Zi untuk semua sampel perusahaan.

Tabel 2.8 Prediksi Kebangkrutan dengan Analisis Diskriminan

Perusahaan Skor Zi Status 70


Southern 1,524 TB
Florida East 1,054 TB
Southern Pacific 0,991 TB
Cincinnati 0,989 TB
Illinois Central 0,730 TB

19
Notfolk 0,637 TB
Central og Georgia 0,247 TB
Penn-Central -1,527 B
Boston and Maine -1,998 B
Ann Arbor -2,663 TB

Tabel diatas memperlihatkan skor Zi untuk perusahaan-perusahaan dalam sampel.


Titik cut-off yang menghasilkan kesalahan (miss-klasifikasi) yang paling kecil adalah skor
Zi= -0,640 (yang merupakan titik tengah antara 0,274 dengan –1,527). Titik ini hanya salah
mengklasifikasi satu perusahaan yaitu Ann Arbor.

Persamaan diskriminan yang diperoleh di atas sekarang bisa digunakan untuk


memprediksi kebangkrutan pada tahun 20X5. Uji validitas (uji dengan menggunakan
perusahaan di luar sampel) tersebut bisa dilihat pada Tabel 2.9 berikut ini

Tabel 2.9 Prediksi Kebangkrutan Pada tahun 20X5

Perusahaan Skor Zi Status Prediksi


20X5 20X5
St Lois 29,482 TB TB
Atchison 1,844 TB TB
Alabama 1,633 TB TB
Chesapeake 0,719 TB TB
Burlington 0,362 TB TB
Akron, Canton -,071 TB TB
Bangor -,571 TB TB
Reading -1,255 B B
Chicago, Milwaukee -1,294 TB B
Eric 1,434 TB B

Nilai Zi kritis (yang meminimalkan kesalahan klasifikasi) yang digunakan adalah


-,640. Nilai ini mengklasifikasikan dengan benar 8 dari sepuluh perusahaan. Dua perusahaan
diprediksi bangkrut pada tahun 20X5 ternyata tidak mengalami kebangkrutan. Sedangkan
Erie mengalami kebangkrutan pada tahun 20X7.

20
Variabel-variabel yang diapakai di atas secara eksklusif berasal dari perusahaan,
seperti profitabilitas atau likuiditas. Banyak bukti yang cukup kuat menyatakan bahwa
kebangkrutan tidak hanya dipengaruhi oleh variabel-variabel eksternal seperti perubahan
tingkat bunga, turunnya kondisi perekonomian, atau perubahan tingkat pengangguran.
Dengan bukti semacam itu, analisis multivariate bisa memasukan variabel-variabel ekonomi
makro untuk memprediksi kemungkinan kebangkrutan.

2.8 Bukti-bukti Internal


Model prediksi kebangkrutan sudah dikembangkan ke beberapa negara.
Altman (1983,1984) melakukan survei model-model yang dikembangkan di Amerika Serikat,
Jepang, Jerman, Swis, Brazil, Australia, Inggris, Irlandia, Kanada, Belanda, dan Perancis.
Salah satu masalah yang bisa dibahas adalah apakah ada kesamaan rasio keuangan yang bisa
dipakai untuk prediksi kebangkrutan untuk semua negara, ataukah mempunyai kekhususan.
Tabel berikut ini menyajikan rasio-rasio keuangan komparatif untuk beberapa negara di studi.
Nilai Zi juga disajikan. Nilai tersebut dicari dengan persamaan diskriminan sebagai berikut
ini.

Zi = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5

dimana

X1= (Aktiva lancar – Utang lancar)/Totak Aktiva

X2= Laba yang Ditahan/Total Aset

X3= Laba Sebelum Bunga dan Pajak/Total Aset

X4= Nilai pasar saham biasa dan preferen/Nilai buku total Utang

X5= Penjualan/Total Aset

Penelitian yang dilakukan oleh Altman untuk perusahaan yang bangkrut dan tidak
bangkrut menunjukan nilai-nilai kelima variabel tersebut sebagai berikut ini.

Perusahaan Bangkrut Perusahaan Tidak


Bangkrut
X1 -,061 0,414
X2 -,626 0,355
X3 -,318 0,154

21
X4 0,401 2,477
X5 1,500 1,900
Nilai Zi adalah -,258 untuk perusahaan yang bangkrut dan 4,885 untuk perusahaan
yang tidak bangkrut. Nilai Zi kritis adalah 1,8. Perusahaan dengan nilai zi dibawah 1,8
mempunyai probabilitas kebangkrutan yang tinggi.

Masalah lain yang perlu dipertimbangkan adalah banyak perusahaan yang tidak go
public, dan dengan demikian tidak mempunyai nilai pasar. Untuk beberapa negara seperti
Indonesia, perusahaan semacam itu merupakan bagian terbesar yang ada. Altman kemudian
mengembangkan model alternatif dengan menggantikan variabel X4 (Nilai pasar saham
preferen dan biasa/nilai buku total utang). Dengan cara demikian model tersebut bisa dipakai
baik untuk perusahaan yang go public. Persamaan yang diperoleh dengan cara semacam itu
adalah sebagai berikut.

Zi=0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,42 X4 + 0,998 X5

Dimana

X1= (Aktiva lancar – Utang lancar)/Totak Aktiva

X2= Laba yang Ditahan/Total Aset

X3= Laba Sebelum Bunga dan Pajak/Total Aset

X4= Nilai buku saham preferen dan saham biasa/Nilai buku total Utang

X5= Penjualan/Total Aset

Model yang baru tersebut mempunyai kemampuan prediksi yang cukup baik juga
(94% benar atau 62 benar dari total sampe 66), sedangkan yang asli (95% benar atau 63 benar
dari 66 total sampel).

Titik cut-off yang dilaporkan Altman adalah berikut ini.

Dengan Nilai Pasar Dengan Nilai Buku


Tidak Bangkrut
Jika Zi > 2,99 2,90
Bangkrut
Jika Zi < 1,81 1,20
Daerah Rawan 1,81-2,99 1,20-2,90

22
Daerah rawan merupakan kemungkinan munculnya klasifikasi yang salah.

Tabel berikut ini menyajikan perbandingan internasional rasio-rasio keuangan untuk


perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut.

Tabel 2.10 Perbandingan Internasional Rasio-rasio Keuangan Untuk Memprediksi


Kebangkrutan

Rasio Keuangan AS (1968) AS (1977) Australia


Kelompok yang Bangkrut
X1 -,061 0,150 0,062
X2 -,626 -,406 -,038
X3 -,318 -,005 0,002
X4 0,401 0,611 0,800
X5 1,500 1,310 1,200
skor Zi rata-rata -,271 1,707 N/A
Kelompok Perusahaan
yang Tidak Bangkrut
X1 0,414 0,309 0,187
X2 0,355 0,294 0,220
X3 0,153 0,112 0,86
X4 2,477 1,845 3,110
X5 1,900 1,620 N/A
Skor Zi rata-rata 4,885 3,878 4,003
Rasio Keuangan Brazil Kanada Jepang
Kelompok yang
Bangkrut -,120 0,100 -,181
X1 0,010 NA -,163
X2 0,050 -,120 -,077
X3 0,350 NA 0,553
X4 0,880 1,480 1,0667
X5 1,24 NA 0,667
Skor Zi rata-rata
Kelompok Perusahaan
yang tidak bangkrut
X1 0,230 0,300 0,107
X2 0,240 NA 0,154

23
X3 0,160 0,040 0,063
X4 1,140 NA 0,878
X5 1,230 2,310 0,988
Skor Zi rata-rata 3,053 NA 2,070
Catatan:

X1= (Aktiva Lancar – Utang Lancar)/Totak Aktiva

X2= Laba Yang Ditahan/Total Aset

X3= Laba Sebelum Bunga dan Pajak/Total Aset

X4= Nilai Pasar Saham Biasa dan Preferen/Nilai Buku Total Utang

X5= Penjualan/Total Aset

Beberapa komentar bisa diajukan dalam kaitannya dengan model kebangkrutan


semacam ini. Pertama, sampai sejauh ini sangat sedikit pembicaraan teori yang bisa
mengarah penelitian kebangkrutan, misal dalam pemilihan variabel-variabel yang dianggap
relefan. Dengan sedikitnya teori tersebut, prediksi kebangkrutan lebih diarahkan ke pencarian
variabel-variabel yang dianggap relevan dengan coba-coba. Pencarian tersebut bisa dilakukan
terhadap variabel-variabel yang relevan (misal mulai dengan 30 variabel kemudian dipilih
variabel-variabel yang paling baik), pencarian terhadap perusahaan-perusahaan yang akan
masuk dalam sampel (misal mulai dengan 100 perusahaan dalam sampel), kemudian dicari
sampel yang menghasilkan model yang paling baik, pencarian terhadap teknik-teknik
estimasi (misal teknik diskriminan linear, diskriminan kuadrat, atau teknik probit dan logit).

Dengan metode pencarian semacam itu, peneliti perlu mempertimbangkan


kemungkinan adanya bias, yaitu model tersebut hanya mempunyai karakteristik yang sesuai
dengan sampel tersebut. untuk menghindari kemungkinan semacam itu, sampel bisa dibagi
kedalam dua kelompok. Dengan kelompok pertama, analisis mencari model prediksi
kebangkrutan, kemudian model tersebut diuji validalitasnya dengan menggunakan kelompok
kedua. Variasi yang lain adalah dengan menggunakan beberapa metode. dengan periode
pertama (misal tahun 1970) analis mencari model prediksi kebangkrutan, kemudian model
tersebut diuji validalitasnya dengan periode-periode berikutnya (misal periode 1971,1972).

Penelitian menunjukan bahwa interpretasi prediksi tidak begitu sensitif terhadap


perbedaan model-model statistik yang dipilih. Sebagai contoh suatu peneliti berkesimpulan

24
bahwa untuk suatu set variabel yang tertentu,penggunaan model diskriminan linear,model
diskriminan kuadrat, dan model logit, menghasilkan tingkat akurasi yang hampir sama.

Penelitian masalah prediksi menggunakan data beberapa periode sebelum


kebangkrutan misalnya satu, dua, tiga, atau empat tahun sebelum kebangkrutan. Tetapi dalam
kenyataan analis tidak pernah tahu kapan akan bangkrut. Pilihan waktu untuk menyatakan
bangkrut akan sangat tergantung dari beberapa faktor seperti kemampuan bank untuk
membantu restrukturisai keuangan, kebangkrutan perusahaan lain, dan negoisasi dengan
pekerja. Sayangnya faktor faktor tersebut tidak dibicarakan dalam penelitian.

Sampel yang dipilih selama ini juga membuat sulit untuk menarik kesimpulan
terhadap populasi secara keseluruhan. Sampel yang baik tentunya sampel yang mewakili
populasi secara keseluruhan. Contoh-contoh dalam bab ini menggunkan sampel perusahaan
kereta api, sehingga kemampuan untuk diterapkan di sektor lain dipertanyakan. Tingkat
kegagalan untuk beberapa periode ternyata juga berbeda-beda. Sebagai contoh, persentase
kegagalan bisnis adlah sekitar 1,54% pada tahun 1932, 0,04% pada tahun 1945, dan 1,1%
pada tahun 1983. Penelitian biasanya menggunakan data yang cukup,misal data selama lima
tahun. Perusahaan yang berdiri kurang darilima tahun dengan demikian tidak bisa masuk
dalam sampel, karena kurang data yang tersedia. Padahal penelitian oleh Dun & Brudstreet
menunjukan bahwa 47% kegagalan bisnis pada tahun 1983 terjadi pada perusahaan yang
berusia kurang dari lima tahun. Lamanya usia bisnis nampaknya berpengaruh besr terhadap
kesuksesan atau kegagalan suatu bisnis.

Penggunaan kelompok pasangan (bangkrut-tidak bangkrut) untuk tiap industri yang


ukurannya besar secara efektif akan menghilangkan pengaruh kedua variabel tersebut.
Penelitian oleh Dun & Brudstreet menunjukan kegagalan bisnis industri (1983) adalah
sebagai berikut:

Kegagalan bisnis per 10.000


Operasi bisnis
Industri
Furniture 211
Peralatan Transportasi 180
Tekstil 126
Makanan 93
Kertas 71

25
Retail
Pakaian anak dan bayi 227
Barang-barang sports 116
Pakaian Dewasa laki-laki 112
Makanan dan Minuman (Restoran) 65
Departmen Store 34
Meskipun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti dibicarakan di atas, tetapi
kalu penelitian kebangkrutan dinilai dari sumbangan yang cukup substansial. Karena
keputusan akan lebih baik dengan adanya informasi kebangkrutan ini.

2.9 Manfaat Informasi Kebangkrutan


Prediksi kebangkrutan berfungsi untuk memberikan panduan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan tentang kineja keuangan perusahaan apakah akan mengalami kesulitan
keuangan atau tidak dimasa mendatang. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan diketahui
akan semakin baik bagi manajemen karena manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan.
Kreditur dan pemegang saham bisa melakukan persiapan untuk mengatasi berbagai
kemungkinan yang buruk. Tandatanda kebangkrutan dalam hal ini dilihat dengan
menggunakan data-data akuntansi.

Sebuah kebangkrutan tidak terjadi secara mendadak atau tiba-tiba. Akan tetapi
merupakan sebuah puncak yang melalui serangkaian proses atau tahapan kesulitan keuangan
yang dialami perusahaan. Sebelum terjadi kebangkrutan, biasanya muncul berbagai indikator
yang bisa dilihat khususnya terkait dengan efektivitas operasinya. Indikator-indikator yang
dapat digunakan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan dibagi menjadi dua (Hariani, 2009),
yaitu :

1. Dapat diamati pihak ekstern, seperti:


a. Penurunan jumlah dividen yang dibagikan kepada pemegang saham selama beberapa
periode secara berturut-turut.
b. Penurunan laba secara terus-menerus bahkan perusahaan mengalami kerugian.
c. Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha.
d. Pemecatan pegawai besar-besaran.
e. Harga saham di pasar modal turun secara terus-menerus.
2. Diamati pihak intern (perusahaan) adalah sebagai berikut :

26
a. Turunnya volume penjualan, hal ini dapat terjadi karena ketidakmampuan manajemen
dalam menerapkan kebijakan strategi akibat kurang pengalaman atau kurang tanggap
dalam menanggulangi kemunduran perusahaan serta kurang cepat dalam
memanfaatkan peluang-peluang yang ada dalam situasi persaingan bisnis yang
semakin kompetitif sehingga pangsa pasar menurun.
b. Turunnya kemampuan dalam mencetak keuntungan. Hal ini dapat disebabkan karena
kesalahan-kesalahan penentuan strategi pemasaran.
c. Ketergantungan terhadap utang. Utang perusahaan sangat besar sehingga biaya
modalnya juga membengkak.

Secara umum pemakai data informasi kebangkrutan dapat dikelompokan ke dalam dua
kelompok yaitu :

1. Pemakai internal adalah pihak manajemen yang bertanggung jawab terhadap


pengelolaan perusahaan harian (jangka pendek) dan jangka Panjang.
2. Pemakai eksternal yaitu investor atau calon investor yang meliputi pembeli atau calon
pembeli saham atau obligasi, kreditor atau peminjam dana bank, dan pemakai lain
seperti karyawan, analisis keuangan, pialang saham, supplier, pemerintah (berkaitan
dengan pajak) dan Bapepam (berkaitan dengan perusahaan yang go publik). Informasi
tentang prediksi kebangkrutan suatu perusahaan akan sangat bermanfaat bagi
beberapa kalangan (Fakhrurozie, 2007), yaitu :

1) Pemberi pinjaman
Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk pengambilan keputusan siapa
yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk mengambil
kebijakan memonitor pinjaman yang ada. I
2) Investor
Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya
akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau
tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut. Investor yang
menganut strategi aktif akan mengembangkan model prediksi kebangkrutan
untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian
mengantisipasi kemungkinan tersebut.
3) Pemerintah

27
Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung jawab
untuk mengatasi jalannya usaha tersebut. Pemerintah mempunyai kepentingan
untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-tindakan
yang perlu bisa dilakukan lebih awal.
4) Akuntan
Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu
usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu
perusahaan.
5) Manajemen
Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan langkah-langkah
preventif sehinggga biaya kebangkrutan bisa dihindari atau dapat
diminimalisir.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian makalah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kesulitan keuangan bisa
digambarkan di antara dua titik ekstern yaitu kesulitan likuiditas jangka pendek (yang paling
ringan) sampai insolvabel (yang paling parah). Kesulitan keuangan jangka pendek biasanya
berifat sementara, tetapi bisa berkembang menjadi parah. Analisis kebangkrutan bermanfaat,
karena kebangkrutan bisa membuat perusahaan melakukan antisipasi yang diperlukan.
Biasanya kebangkrutan yangrelatif tinggi dihindari atau diminimisasi. Indikator kebangkrutan
bisa dilihat dari analis aliran kas, analis strategi perusahaan, sampai laporan keuangan
perusahaan. Lembaga rating (kalau ada) juga bisa menjadi sumber informasi kebangkrutan.

28
Prediksi kebangkrutan bisa dilakukan dengan rasio-rasio keuangan yakni; univariate
dan multivariate. Dengan univariate, rasio-rasio keuangan digunakan untuk memprediksi
kebangkrutan secara terpisah. Pendekatan ini punya kelemahan, antara lain karena
kesimpulan dari suatu rasio bisa bertentangan dengan kesimpulan dari rasio yang lain.
Metode multivariate bisa digunakan untuk mengurangi kelemahan tadi. Metode ini
memprediksi kebangkrutan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan secara
simultan.contoh metode ini adalah model diskriminan linear.

Teori-teori kebangkrutan relatif masih kurang dan hal ini membuat penelitian empriris
kurang mempunyai arah. Teori bisa untuk mengarahkan penelitian. Sedikitnya teori tersebut
membuat penelitian empiris kebangkrutan memfokuskan pada pemilihan variabel-variabel
yang optimal dan input variabel yang banyak, atau memfokuskan pada penelitian-penelitian
terdahulu sebagai sumber referensi. Namun demikian teori-teori kebangkrutan bagaimanapun
mulai berkembang.

Meskipun ada beberapa masalah teknis yang muncul dalam penelitian kebangkrutan,
analis kebangkrutan semakin banyak dikembangkan dan hasil-hasil tersebut akan sangat
membantu pengambilan keputusan oleh manajemen.

DAFTAR PUSTAKA
http://materipengetahuanumum.blogspot.com/2016/10/landasan-teori-kebangkrutan.html

http://digilib.unila.ac.id/8126/4/bab%20ii.pdf

Mamduh M.Hanafi dan Abdul Halim. (2016). Analisis Laporan Keuangan, Edisi 5.
Yogyakarta: UPP-STIMYKPN.

29

Anda mungkin juga menyukai