Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Instalasi Farmasi adalah bagian yang bertanggung jawab terhadap
pengelolaan perbekalan farmasi. Untuk menyiapkan tenaga profesional tersebut
diperlukan berbagai masukan diantaranya adalah tersedianya pedoman yang
dapat digunakan dalam pengelolaan perbekalan farmasi di instalasi farmasi
rumah sakit.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan
pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian,
mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada
produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien
(patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).
Tujuan pelayanan kefarmasian adalah menyediakan dan memberikan
sediaan farmasi dan alat kesehatan serta informasi terkait agar masyarakat
mendapatkan manfaatnya yang terbaik.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
dinyatakan bahwa Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan
kefarmasian harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu, bermanfaat, aman, dan terjangkau.
Selanjutnya dinyatakan bahwa pelayanan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit harus
mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian yang selanjutnya diamanahkan untuk
diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian juga dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktek kefarmasian

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 1


pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan Standar
Pelayanan Kefarmasian yang diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri
Kesehatan.
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut dan
perkembangan konsep Pelayanan Kefarmasian, perlu ditetapkan suatu Standar
Pelayanan Kefarmasian dengan Peraturan Menteri Kesehatan, sekaligus meninjau
kembali Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

1.2 Tujuan Pedoman


1. Tujuan umum
Menyediakan dan mendistribusikan perbekalan farmasi serta informasi
terkait untuk menjamin penggunaan obat yang rasional, efektif dan aman.
2. Tujuan khusus
a. Sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan farmasi di rumah sakit.
b. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan
biasa maupun dalam keadaan gawat darurat sesuai dengan keadaaan
pasien maupun fasilitas yang tersedia.
c. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan professional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik berprofesi.
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
e. Melakukan dan memberi pelayanan yang bermutu melalui analisa,
telaah, dan evaluasi pelayanan.
f. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak
professional di rumah sakit

1.3 Ruang Lingkup Pelayanan


Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) bagian, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan perbekalan farmasi (Non
Klinik) dan pelayanan farmasi klinis. Kegiatan tersebut harus didukung oleh
sumber daya manusia, sarana dan peralatan.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 2


Ruang lingkup farmasi terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Farmasi Non-klinik mencakup kegiatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi,
meliputi :
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit
yang merupakan proses kegiatan sejak meninjau masalah kesehatan yang
terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis,
menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial
dari DOEN (Daftar Obat Essensial) dan Formularium Nasional.
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal yang
merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain konsumsi, sales item, aging stok dan sisa stok.
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang
telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
d. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan
yang berlaku
e. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian
f. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah
sakit
g. Melakukan Pencatatan dan Pelaporan kegiatan yang ada di instalasi
farmasi
h. Melakukan Monitoring dan evaluasi secara berkala.
2. Farmasi klinik yaitu ruang lingkup farmasi yang dilakukan dalam kegiatan
Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat, meliputi:
a. Pengkajian dan pelayanan resep
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat
c. Rekonsilisai obat
d. Pelayanan informasi obat (PIO)
e. Konseling

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 3


f. Visite
g. Pemantauan Terapi obat (PTO)
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
i. Dispensing sediaan steril

1.4 Peran lintas terkait dalam pelayanan farmasi


1. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
Dalam pengorganisasian rumah sakit dibentuk Panitia Farmasi dan Terapi
(PFT) yang merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada
Direktur RSU. Siti Hajar mengenai kebijakan penggunaan obat di rumah sakit
yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di
Rumah Sakit, apoteker instalasi farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila
diperlukan.
Ketua PFT dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang apoteker,
apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah Apoteker, namun apabila
diketuai oleh apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter.
PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 3 (tiga) bulan sekali.
Rapat PFT dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar Rumah Sakit
yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT, memiliki pengetahuan
khusus, keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat.
PFT mempunyai tugas :
a. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di rumah sakit
b. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dan keluar dari
formularium rumah sakit
c. Mengembangkan standar terapi
d. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat;
e. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang rasional
f. Mengkoordinir penatalaksanaan reaksi obat yang tidak dikehendaki
g. Mengkoordinir penatalaksanaan Medication Error;
h. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di
rumah sakit.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 4


2. Tim lain yang terkait
Tim lain yang terkait dengan tugas instalasi farmasi rumah sakit dapat
dibentuk sesuai dengan peran dan kebutuhan.

1.5 Batasan operasional


Batasan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai mencakup pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian dan administrasi yang
diperlukan bagi kegiatan pelayanan kefarmasian.
Pelayanan farmasi klinis yang dilakukan meliputi pengkajian dan pelayanan
resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan
informasi obat, konseling, visite, pemantauan terapi obat, monitoring efek
samping obat, dan evaluasi penggunaan obat.

1.6 Landasan hukum


1. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian.
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
4. Peraturan Kementrian Republik Indonesia Nomor
340/Menkes/Per/III/2010.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/III/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 5


BAB II
STANDAR KETENAGAAN

2.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi Farmasi
RSU. Siti Hajar Medan diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari :
 Apoteker
 Tenaga Teknis Kefarmasian (Asisten Apoteker)
2. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari :
1) Tenaga Umum Farmasi

2.1.1 Persyaratan SDM


Pelayanan kefarmasian Instalasi Farmasi RSU. Siti Hajar harus memenuhi
persyaratan administrasi seperti :
a. Terdaftar di Departeman Kesehatan
b. Terdaftar di Asosiasi Profesi
c. Mempunyai izin kerja
Setiap posisi yang tercantum dalam bagan organisasi harus dijabarkan
secara jelas fungsi ruang lingkup, wewenang, tanggung jawab, hubungan
koordinasi, fungsional, dan uraian tugas serta persyaratan/ kualifikasi
sumber daya manusia untuk dapat menduduki posisi.
Jabatan Fungsi
Kepala Instalasi Mengkoordinir dan mengarahkan

Apoteker koordinator logistik Mengkoordinir kelancaran pelayanan


kefarmasian dalam hal pengadaan dan
pengawasan perbekalan farmasi agar
tidak terjadi kekosongan stok dan
kerugian.
A Apoteker penanggung jawab Mengawasi dan memastikan agar obat
pelayanan rawat inap dan yang sampai ke pasien tepat dan aman
rawat jalan sesuai dengan prinsip 7 benar.
A Apoteker pendamping M Memebatu mengkoordinir pelayanan

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 6


Jabatan Fungsi
rawat jalan maupun rawat inap
A Apoteker klinis Melaksanakan pelayanan farmasi klinis

Tenaga Teknis Kefarmasian Melaksanakan tugas pelayanan


kefarmasian
Administrasi Gudang Farmasi Membantu kelancaran pelayanan di
gudang farmasi

2.1.2 Beban kerja


Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
a. Kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR)
b. Jumlah dan jenis kegiatan kefarmasian yang dilakukan
c. Jumlah resep perhari atau formulir permintaan obat (floor stock) perhari
d. Jumlah Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai

2.1.3 Perhitungan Beban Kerja


Penghitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja pada
pelayanan kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi
manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep,
penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pemantauan terapi
obat, pemberian informasi obat, monitoring efek samping obat, konseling,
edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga apoteker dengan rasio 1
Apoteker untuk 30 pasien.
Penghitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja pada
pelayanan kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi
manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas telaah resep,
penyerahan obat, dan konseling, idealnya dibutuhkan tenaga apoteker
dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien.

2.1.4 Distribusi Ketenagaan

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 7


Distribusi ketenagaan Jabatan
Kualifikasi Jumlah
/ Unit kerja
Kepala Instalasi Farmasi Profesi Apoteker 1 orang
Koordinator Logistik Profesi Apoteker 0 orang
Penanggung jawab Pelayanan Profesi Apoteker
0 orang
Rawat Inap dan Rawat Jalan
Apoteker pendamping Profesi Apoteker 0 orang
Apoteker klinis Profesi Apoteker 0 orang
Administrasi Gudang Farmasi Tenaga Umum
1 orang
Pelayanan Farmasi Rawat Tenaga Kefarmasian 2 orang
Inap (S1, D-III, SMF)

Pelayanan Farmasi Rawat Tenaga Kefarmasian


Jalan (S1, D-III, SMF) 2 orang

Jumlah Apoteker = 1 orang


Jumlah Asisten Apoteker = 4 orang
Jumlah Tenaga Umum = 1 orang

2.2 Pengaturan Jaga


Untuk menunjang kinerja rumah sakit maka sistem pelayanan IFRS
dilakukan pembagian berdasarkan unit kerja.
1. Pelayanan Administratif dan Gudang Farmasi :
a. Senin-Jumat : Pukul 08.00-16.00 Wib
b. Sabtu : Pukul 08.00-14.00 Wib
2. Pelayanan obat kepada pasien dilakukan selama 24 jam dalam sehari, 7
hari dalam seminggu. Berdasarkan pelayanan yang dilakukan maka jam
kerja petugas pelayanan dibagi menjadi 3 shift.
a. Shift pagi : Pukul 07.30-14.30 Wib
b. Shift siang : Pukul 14.00-20.30 Wib
c. Shift malam : Pukul 20.00-08.00 Wib

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 8


BAB III
STANDAR FASILITAS

3.1 Denah Ruangan


A. Denah Ruangan Instalasi Farmasi RSU. Siti Hajar

M PINTU
R RAK OBAT
A
K
E R.
J R A Dispensing
O A C Obat
A Loket
RAK OBAT
B K
A O
T B R
A A
T K PINTU
FARMASI
Lemari Obat O
B
R. Apoteker A
T Penyerahan Obat
KASIR PENDAFTARAN

R. Konseling

B. Denah Ruangan Gudang Farmasi RSU. Siti Hajar

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 9


PINTU
LEMARI OBAT

KULKAS
Meja

RAK CAIRAN RAK


PERBEKALAN

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 10


3.2. Standar Fasilitas
1. Sarana
Fasilitas ruang harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar dapat
menunjang fungsi dan proses pelayanan kefarmasian, menjamin
lingkungan kerja yang aman untuk petugas, dan memudahkan sistem
komunikasi RSU. Siti Hajar.
Fasilitas utama dalam kegiatan pelayaanan di Instalasi Farmasi
RSU. Siti Hajar terdiri dari :
a. Ruang Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai
b. Ruang distribusi Sediaan Farmasi, Alat kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai rawat jalan dan rawat inap.
c. Peracikan
d. Ruang kerja
2. Peralatan
Fasilitas peralatan harus memenuhi syarat terutama untuk perlengkapan
peracikan dan penyiapan baik untuk sediaan kapsul, serbuk, salep maupun
cairan. Peralatan yang tersedia di RSU. Siti Hajar :
a. Peralatan Penyimpanan
1) Lemari obat Narkotika yang dilengkapi dengan kunci ganda
(double lock)
2) Lemari obat Psikotropika
3) Lemari obat High Alert
4) Lemari obat-obat tertentu dan prekursor
5) Lemari pendingin dan AC obat yang termolabil
6) Lantai yang dilengkapi pallet
b. Peralatan Produksi/ Peracikan
1) Rak obat
2) Meja kerja
3) Meja racik
4) Mortir dan Stamper
5) Bak Cuci

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 11


c. Peralatan Kantor
1) Komputer yang terhubung internet
2) Telepon
d. Peralatan Sistem Komputerisasi
1) Jaringan
2) Perangkat Keras (Komputer, Printer)
3) Perangkat Lunak (program E-med, IIS dan SIRS)
e. Kelengkapan Bangunan
1) Sumber Air Bersih PDAM
2) Penerangan dari PLN
3) Pendingin Ruangan
4) Ventilasi
f. Perlengkapan
1) Blangko Copy Resep
2) Blangko Kartu Stok
3) Blangko Surat Pesanan Narkotika, Psikotropik dan Prekursor
4) Kemasan obat berupa plastik, pot obat, botol, kertas perkamen,
kertas pembungkus obat, dan kapsul kosong berbagai ukuran
g. Sarana Informasi
1) MIMS edisi terbaru
2) Formularium RS edisi terbaru
3) Medsc

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 12


BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

4.1 Pengelolaan perbekalan farmasi.


Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan
proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam
ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat Kesehatan, Sediaan Farmasi,
dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi
Farmasi sistem satu pintu.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk
pembuatan formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk mengutamakan
kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Dengan demikian
semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah
Sakit, sehingga tidak ada pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang dilaksanakan selain oleh Instalasi
Farmasi Rumah Sakit.
Pengelolaan Perbekalan Farmasi merupakan suatu siklus kegiatan,
dimulai dari pemilihan/ seleksi, perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan
pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
Tujuan dari pengelolaan perbekalan farmasi adalah sebagai berikut :
1. Adanya pengawasan dan pengendalian pengguaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
2. Standarisasi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
3. Menjamin mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
4. Peningkatan mutu pelayanan rumah sakit agar terpenuhinya kebutuhan pasien
tepat waktu, bermutu baik, aman, dan efisien.
5. Pengendalian harga sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 13


Fungsi dari Pengelolaan Perbekalan Farmasi adalah sebagai berikut :
1. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.
2. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
3. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah
dibuat sesuai dengan kebutuhan yang berlaku.
4. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang
berlaku.
5. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian, termasuk bahan beracun dan berbahaya, Obat High Alert dan
Obat LASA.
6. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit - unit pelayanan di rumah sakit.
7. Melakukan pencatatan dan pelaporan persediaan perbekalan farmasi di rumah
sakit.
8. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap persediaan perbekalan farmasi
di rumah sakit.

Pengelolaan Perbekalan Farmasi terdiri dari beberapa tahap yaitu sebagai


berikut :
4.1.1 Pemilihan/ Seleksi Perbekalan Farmasi
Pelayanan Kefarmasian dimulai dari proses pemilihan obat (seleksi),
mulai dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit,
identifikasi pemilihan terapi, menentukan kriteria pemilihan dengan
memprioritaskan obat essensial, standarisasi, sampai menjaga dan
memperbaharui standar obat dengan tetap memperhatikan kualitas dan
efektifitas serta harga.
Obat yang dipilih/ diseleksi untuk diadakan mengacu pada
Formularium Rumah Sakit yang disusun berdasarkan Formularium Nasional.
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf medis,
disusun oleh PFT (Panitia Farmasi dan Terapi) dan ditetapkan oleh Direktur
RSU. Siti Hajar untuk digunakan di RSU. Siti Hajar.
Kriteria pemilihan obat yang dipilih untuk masuk standarisasi/
formularium rumah sakit adalah sebagai berikut :

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 14


a. Mengutamakan penggunaan obat generik.
b. Pemilihan terhadap obat yang akan digunakan di RSU. Siti Hajar harus
dilakukan secara cermat dengan mempertimbangkan asas cost-
effectivinness.
c. Panitia Farmasi dan Terapi memilih produk obat yang menunjukkan
keunggulan dibandingkan produk lain yang sejenis dari aspek khasiat,
keamanan termasuk stabilitas, bioavailabilitas, dan farmakokinetik obat.
d. Obat yang dimasukkan ke dalam formularium lebih diproritaskan yang
praktis dalam penggunaan dan penyerahan, serta menguntungkan dalam
hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien.
e. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman, yang
paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau.
Kriteria penghapusan obat dari formularium adalah sebagai berikut :
a. Obat-obat yang jarang digunakan (slow moving).
b. Obat-obat yang tidak digunakan (death stock) setelah waktu 3 bulan maka
akan diingatkan kepada dokter-dokter terkait yang menggunakan obat
tersebut. Apabila pada 3 bulan berikutnya tetap tidak/kurang digunakan,
maka obat tersebut dikeluarkan dari buku formularium.
c. Obat-obat yang dalam proses penarikan oleh Pemerintah/BPOM atau dari
pabrikan.
d. Sudah ada obat lain yang lebih cost-effective.

4.1.2 Perencanaan Perbekalan Farmasi


Merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria
tepat jenis, tepat jumlah, dengan harga perbekalan farmasi yang sesuai
dengan kebutuhan dan anggaran untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan.
Perencanaan perbekalan farmasi dibuat oleh Instalasi Farmasi
berdasarkan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), Formularium Rumah
Sakit, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, pola penyakit dan
kebutuhan pasien, sisa stok, data pemakaian periode yang lalu.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 15


Perencanaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Siti Hajar dibagi
menjadi dua:
 Perencanaan per tahun (LKPP/e-katalog)
Perencanaan obat berdasarkan LKPP/e-katalog disebut juga Rencana
Kebutuhan Obat (RKO) dibuat sebelum akhir tahun berdasarkan
pemakaian obat di tahun sebelumnya dan dikirimkan ke website E-
monev katalog obat yang ditujukan ke Kementrian Kesehatan.
Rencana Kebutuhan Obat per tahun adalah rencana kebutuhan yang
dihitung berdasarkan metode konsumsi dikurangi dengan sisa stok per
tanggal 31 Desember setiap tahun.
Rencana Kebutuhan Obat (D) :
D=C–A
Keterangan :
A = sisa stok per 31 desember
B = pemakaian rata-rata per bulan di setiap tahun
C = jumlah kebutuhan per tahun
Jumlah kebutuhan per tahun (c):
C = A x 18
Keterangan:
A = sisa stok per 31 desember
C = jumlah kebutuhan per tahun
 Perencanaan per bulan (Reguler)
Menggunakan rumus Metode Konsumsi (yang telah disederhanakan) :
CT = (CA x T) + SS – Sisa Stock
Keterangan :
CT  = Kebutuhan per periode waktu
CA = Kebutuhan rata-rata waktu (bulan)
T    = Lama kebutuhan (bulan/ tahun)
SS  = Safety Stock
Perencanaan obat di RSU. Siti Hajar dilakukan dengan langkah sebagai
berikut yaitu :

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 16


1. Membuat kebutuhan obat- obatan berdasarkan aging stock dan sales
itemserta sisa stok yang ada di gudang farmasi setalah dilebihkan
sebanyak 15% dari jumlah pesanan untuk antisipasi (dibuat rangkap
empat) dengan ketentuan satu rangkap untuk pemesanan, satu rangkap
untuk direktur, satu rangkap untuk bagian gudang farmasi dan satu
rangkap lagi untuk bagian administrasi dan keuangan.
2. Melakukan konfirmasi “bukan pemesanan” ketersediaan barang, jumlah
pesanan dan harga secara tepat ke PBF tempat pemesanan obat
(dipastikan tersedianya barang, jumlah barang dan tepat harga).
3. Melakukan amprahan langsung ke direktur untuk kebutuhan obat
tersebut.
4. Melakukan pemesanan obat dengan menerbitkan lembar purchase order
(P.O) berdasarkan daftar pemesanan yang telah disetujui oleh direktur
sekaligus meminta persetujuan terhadap P.O tersebut kepada direktur.
Lembar P.O dibuat sesuai dengan nama obat, jumlah, harga yang pasti,
serta P.O tersebut dibuat berdasarkan PBF amsing- masing. Penerbitan
P.O (Bagian Perbekalan farmasi).
5. Melakukan pemesanan obat yang sudah fixed jke PBF via telepon
dengan menyediakan lembar P.O asli yang di scan dan dikirim via email
atau faximile kepada masing- masing PBF.

4.1.3 Pengadaan Perbekalan Farmasi


Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui dengan cara
pembelian melalui :
1. Pembelian secara langsung pabrik/ distributor/ PBF/ rekanan
2. Produksi / pembuatan sediaan farmasi
Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, waktu
yang tepat, dan harga yang terjangkau, serta sesuai dengan standar mutu.
Pengadaan berdasarkan dengan penawaran yang kompetitif
merupakan suatu metode penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat
antara mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker dan
bagian pengadaan harus mendasarkan pada kriteria berikut :

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 17


1. Telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku untuk melakukan
produksi dan penjualan (telah terdaftar) mutu produk
2. Reputasi produsen
3. Harga yang terjangkau
4. Ketepatan waktu pengiriman
5. Mutu pelayanan pemasok
6. Dapat dipercaya
7. Kebijakan tentang barang yang dikembalikan/retur barang
8. Pengemasan yang baik
Sediaan Farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai sesuai dengan
mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan
dilaksanakan oleh bagian lain diluar farmasi harus melibatkan tenaga
kefarmasian.
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan farmasu,
alkes dan bahan medis habis pakai antar lain :
1. Bahan baku obat harus disertai Sertifikat Analisa.
2. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet
(MSDS).
3. Sediaan farmasi, alkes dan bahan habis pakai harus mempunyai nomor
izin edar
4. Expired date minimal 2 tahun kecuali untuk sediaan farmasi, alkes dan
bahan medis habis pakai tertentu (vaksin, reagensia dan lainnya)
Apabila terdapat obat yang diperlukan namun tidak tersedia di RSU. Siti
Hajar, maka rumah sakit memiliki kebijakan untuk mengantisipasi hal
tersebut yakni menyampaikan pemberitahuan kepada dokter yang menulis
resep dan menyarankan obat substitusi dengan isi yang sama. Apabila dokter
tidak bersedia mengganti obat maka staf farmasi akan meminta persetujuan
Direktur dan Kepala Bidang Keuangan dan Akuntansi RSU. Siti Hajar untuk
mengadakan pembelian obat di apotek rekanan.
4.1.4 Penerimaan Perbekalan Farmasi
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi
yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian. Penerimaan bertujuan

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 18


untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu
penyerahan, dan harga yang tertera dalam kontrak / pesanan dengan kondisi
fisik dan tanggal expired date barang yang diterima. Semua dokumen terkait
penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh petugas yang
bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih
baik dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus mengerti sifat
penting dari perbekalan farmasi.
Setelah diterima semua perbekalan farmasi harus ditempatkan dalam
persediaan dan segera disimpan di dalam lemari/ rak yang lebih aman sesuai
dengan ketentuan penyimpanan perbekalan farmasi. Perbekalan farmasi yang
diterima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang telah ditetapkan.

ALUR PENERIMAAN OBAT DAN ALKES

Menerima obat dan Alkes dari Distributor

Mengecek jenis Mengecek jumlah


Spesifikasi
/kondisi obat obat

Sesuai Tidak sesuai

Penginputan data Retur ke


barang masuk ke distributor
sistem E-Med

Validasi Data

Stok Gudang

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 19


4.1.5 Penyimpanan Perbekalan Farmasi
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat
menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alkes, dan bahan medis
habis pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian
yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi,
cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
Penyimpanan perbekalan farmasi harus terkunci dan hanya boleh
diakses oleh petugas farmasi. Penyimpanan perbekalan farmasi menurut
ketentuan yang ditetapkan dalam standar pelayanan farmasi adalah sebagai
berikut :
a. Disesuaikan dengan bentuk sediaan dan jenisnya, suhu penyimpanan dan

stabilitasnya, sifat bahan dan ketahanan terhadap cahaya (lihat petunjuk


penyimpanan masing-masing obat).
b. Obat disusun berdasarkan kelas terapinya dan berdasarkan alfabetis
c. Sistem FEFO (First Expire First Out).
d. Obat-obatan High Alert dilarang disimpan di unit pelayanan.
e. Unit tertentu yang dapat menyimpan obat-obat High Alert harus
dilengkapi dengan SPO khusus untuk mencegah penatalaksanaan yang
kurang hati-hati.
f. Obat High Alert harus simpan dalam lemari khusus dan diberi label
khusus High Alert.
g. Obat LASA harus diberi label khusus LASA dan diletakkan secara
terpisah guna menghindari kesalahan pengambilan obat.
h. Obat emergensi tersedia dan dimonitor bilamana disimpan di luar
farmasi, disimpan di tempat yang mudah diakses agar terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian.
i. Obat yang dibawa pasien dari rumah harus dicatat dalam formulir
rekonsiliasi obat dan disimpan di instalasi farmasi.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 20


j. Bahan beracun dan berbahaya disimpan dalam tempat terpisah, tersedia
APAR /pemadam api, diberi label sesuai dengan klasifikasi B3.
k. Narkotika-Psikotropika harus simpan dalam lemari khusus dan selalu
terkunci.
l. Obat-obat tertentu dan prekursor disimpan dalam lemari khusus.
m. Produk nutrisi disimpan pada tempat terpisah dan disesuaikan dengan
rekomendasi penyimpanan yang ditetapkan oleh produsen, dapat dilihat
dari kemasan dan pada suhu penyimpanan 15-25°C.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan perbekalan farmasi
adalah pengaturan tata ruang agar memberikan kemudahan dalam bergerak,
runagan memiliki sirkulasi udara yang baik, dan penempatan rak dan pallet
Dibagi menjadi dua bagian pintu dengan masing-masing kunci yang yang
tepat.
4.1.5.1 Penyimpanan narkotika dan psikotropika
Tata laksana penyimpanan obat narkotika dan psikotropika :
1. Tempat penyimpanan harus terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat
(tidak boleh terbuat dari kaca)
2. Harus mempunyai kunci yang kuat, kunci lemari harus dipegang oleh
penanggung jawab atau staff yang didelegasikan.
3. Berlainan (double lock) untuk lemari penyimpanan narkotika.
4. Tidak boleh menyimpan atau meletakkan barang-barang selain narkotika,
kecuali ditentukan lain oleh Menteri Kesehatan (Menkes).
5. Hanya unit-unit tertentu di rumah sakit yang berdasarkan kebijakan boleh
menyimpan narkotika dan psikotropika.
6. Untuk meminimalisir kesalahan dalam pengambilan obat di tempat
penyimpanan maka narkotika dilengkapi dengan label High Alert
Narkotika dan psikotropika dilengkapi dengan label High Alert agar tidak
terjadi kesalahan pengambilan obat.
4.1.5.2 Penyimpanan obat LASA
Tatalaksana penyimpanan obat LASA :
1. Semua obat yang masuk daftar obat LASA tidak ditempatkan di area yang
berdekatan.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 21


2. Tempat penyimpanan obat diberi label khusus yaitu berupa stiker
berwarna Kuning dengan bertuliskan “LASA” di tengahnya yang
menandakan petugas harus mewaspadai adanya obat lain yang mirip
dengan obat yang diberi label LASA.
3. Berikan pencahayaan yang terang pada tempat obat.

4.1.5.3 Penyimpanan obat High Alert


Tata laksana penyimpanan obat High Alert :
1. Obat High Alert disimpan di tempat terpisah yang dilengkapi warna merah
sebagai tanda area penyimpanan obat High Alert.
2. Obat High alert disimpan di dalam troli emergensi di masing- masing
ruang rawatan kecuali ruangan VK. Penyimpanan obat High Alert di
simpan di lemari terkunci.
3. Untuk meminimalisir kesalahan dalam pengambilan obat di tempat
penyimpanan maka obat High Alert dilengkapi dengan label High Alert
dan elektrolit pekat yang termasuk dalam obat High Alert diberi label
berwarna merah dengan stiker peringatan : “Harus dilarutkan, diberikan
sesuai dosis. Dilarang memberikan secara IV langsung”.
4.1.5.4 Penyimpanan dan penanganan perbekalan farmasi emergensi
Emergensi adalah serangkaian usaha pertama yang dapat dilakukan
pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian.
Pengelolaan pasien yang terluka parah memerlukan penilaian yang cepat dan
pengelolaan yang tepat untuk menghindari kematian. Obat- obat emergensi
atau gawat darurat adalah obat- obat yang digunakan untuk mengatasi situasi
gawat darurat atau untuk resusitasi/ life support. Pengetahuan mengenai obat-
obatan ini penting sekali untuk mengatasi situasi gawat darurat yang
mengancam nyawa dengan cepat dan tepat. Di rumah sakit Siti Hajar obat-
obat emeregensi disimpan di dalam troli emergensi seperti IGD, OK, serta
tidak terlepas juga troli emergensi ada di ruang rawatan. Sering sekali perawat
memberikan injeksi obat- obatan emergensi kepada pasien dengan keadaan
tertentu atas perintah dokter dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 22


sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat lainnya dengan menggunakan
obat-obatan.

Tata laksana Perbekalan farmasi emergensi adalah sebagai berikut :


1. Perbekalan farmasi emergensi disimpan dalam troli emergensi terkunci
(menggunakan kunci khusus dengan no. register ), diperiksa, dipastikan
selalu tersedia dengan jenis dan jumlah sesuai daftar yang telah ditetapkan.
2. Perbekalan farmasi emergensi harus diganti segera jika jenis dan
jumlahnya sudah tidak sesuai lagi dengan daftar/ telah digunakan.
3. Troli emergensi hanya boleh diisi dengan perbekalan farmasi emergensi,
tidak boleh dicampur dengan perbekalan farmasi lain.
4. Troli emergensi dipakai hanya untuk keadaan emergensi saja dan obat
yang sudah dipakai harus di catat sebagai bukti pemakaian obat dan di
laporkan untuk segera diganti.
5. Troli emergensi akan di isi kembali oleh Apoteker 2 (dua) jam setelah
pelaporan.
6. Troli emergensi akan di cek berkala apakah ada yang rusak/ kadaluarsa.
4.1.5.5 Penyimpanan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)
Tata laksana penyimpanan B3 adalah sebagai berikut :
1. Disimpan pada tempat yang terpisah dari perbekalan farmasi lainnya.
2. Staf memahami cara penanganan, penyimpanan dan penggunaan bahan
berbahaya.
3. Diberi label disesuaikan dengan klasifikasi B3
4. Di tempat penyimpanan disediakan APAR dan peralatan atau prosedur
perlindungan yang benar pada saat penggunaan, ada tumpahan atau
paparan.
5. Contoh bahan beracun dan berbahaya, antara lain :
- Formalin 10%
- Alkohol 96%
- H2O2 3%
- Pixer
- Developer

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 23


- Reagen Lab (terlampir)

4.1.5.6 Penyimpanan obat yang dibawa pasien


Penyimpanan obat yang dibawa pasien adalah obat yang di bawa
pasien dari luar ke rumah sakit ketika pasien akan di rawat inap di rumah
sakit.
Tata laksana penyimpanan obat yang dibawa pasien adalah sebagai
berikut :
1. Obat yang dibawa pasien saat masuk ke RSU. Siti Hajar disimpan di
Instalasi Farmasi, dicatat, dan diperiksa mutunya.
2. Obat disimpan sampai pasien keluar rumah sakit.
3. Obat yang akan di simpan di instalasi farmasi akan di data terlebih dahulu/
di catat pada formulir rekonsiliasi obat farmasi agar pada saat pasien
pulang obat yang akan di bawa lebih jelas. (di lengkapi dengan tanda
tangan antara petugas dan pasien/ keluarga)
4. Agar lebih teratur, obat yang dititipkan untuk disimpan diberi label sesuai
dengan identitas pasien agar tidak salah dalam pemberian obat.
4.1.5.7 Penyimpanan Produk Nutrisi
Sistem penyimpanan menggunakan gabungan antara metode FIFO
dan metode FEFO. Metode FIFO (First in First Out), yaitu produk yang
baru masuk diletakkan di belakang obat yang terdahulu, sedangkan metode
FEFO (first expired first out) dengan cara menempatkan produk yang
mempunyai ED (expired date) lebih lama diletakkan di belakang produk
yang mempunyai ED lebih pendek. Proses penyimpanannya
memprioritaskan metode FEFO, baru kemudian dilakukan metode FIFO.
Barang yang ED-nya paling dekat diletakkan di depan walaupun barang
tersebut datangnya belakangan. Ruang penyimpanan terdapat pengaturan
suhu dan kelembaban yang dilakukan secara berkala.Standar penyimpanan
produk nutrisi di rumah sakit juga harus adanya pengaturan suhu,
pengaturan sinar dan adanya pengaturan kelembapan.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 24


Beberapa evaluasi yang digunakan dalam penyimpanan obat adalah :

1. Persentase kecocokan antara barang dan stok komputer atau kartu stok
2. Proses pencocokan harus dilakukan pada waktu yang sama untuk
menghindari kekeliruan karena adanya barang yang keluar atau masuk
(adanya transaksi). Apabila tidak dilakukan bersamaan maka kemungkinan
ketidakcocokan akan meningkat.
3. Ketidakcocokan akan menyebabkan terganggunya perencanaan pembelian
barang dan pelayanan terhadap pasien.

4.1.6 Pendistribusian perbekalan farmasi.


a. Pendistribusian perbekalan farmasi
Pendistribusian adalah kegiatan menyalurkan/ menyerahkan sediaan
farmasi dan alat kesehatan dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan pasien. Sistem distribusi yang baik harus :
1. Menjamin kesinambungan penyaluran dan penyerahan
2. Mempertahankan mutu
3. Meminimalkan kehilangan, kerusakan, dan kadaluarsa
4. Menjaga ketelitian pencatatan
5. Menggunakan metode distribusi yang efisien
6. Menggunakan sistem informasi managemen
Sistem distribusi perbekalan farmasi RSU. Siti Hajar dilakukan dengan cara :
1. Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock).
- Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh
instalasi farmasi.
- Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
disimpan di ruang rawatan khusus dalam troli obat yang jenis serta
jumlah sesuai dengan kebutuhan dan diawasi oleh farmasi klinis.
- Pengawasan sistem distribusi floor stock ruangan disupervisi kepala
instalasi farmasi di bantu oleh apoteker klinis mulai dari penyimpanan
obat sampai distrusi ke pasien.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 25


2. Sistem resep perorangan
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai berdasarkan resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap
melalui instalasi farmasi.
Terdapat 2 jenis sistem pendistribusian perbekalan farmasi di RSU. Siti Hajar
:
4.1.6.1 Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan dengan
sistem One Day Dose (ODD) untuk setiap individu
4.1.6..2 Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan dengan
sistem resep perorangan oleh farmasi rumah sakit.
4.1.6.2 Pedistribusian Dispensing sediaan steril
Dispensing merupakan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi,
interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket,
penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai
sistem dokumentasi.
Tujuan dari distribusi dispensing adalah :
 Mendapatkan dosis yang tepat dan aman.
 Menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima
makanan secara oral atau enteral.
 Menyediakan obat secara efektif, efisien dan bermutu.
 Menurunkan total biaya obat
Dispensing dibedakan berdasarkan atas sifat sediaannya :
1. Dispensing sediaan farmasi parenteral nutrisi
Dispensing sediaan farmasi parenteral nutrisi Merupakan kegiatan
pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih
secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 26


sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang
menyertai.
2. Dispensing sediaan farmasi pencampuran obat steril
Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang
menjamin kompatibilitas, dan stabilitas obat maupun wadah sesuai
dengan dosis yang ditetapkan.
Kegiatan :
 Mencampur sediaan intravena kedalam cairan infuse
 Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut
yang sesuai
 Mengemas menjadi sediaan siap pakai
Faktor yang perlu diperhatikan :
 Ruangan khusus.
 Lemari pencampuran Laminar Air Flow.
 HEPA Filter.
4.1.7 Penghapusan Perbekalan Farmasi
Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan
farmasi yang tidak terpakai tidak memenuhi standar dengan cara membuat
usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai
dengan prosedur yang berlaku. Tujuan penghapusan adalah untuk
menjamin perbekalan famasi yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola
sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan
mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi risiko terjadi
penggunaan obat yang substandar.
Rekomendasi penghapusan sediaan farmasi dari Formularium Rumah
sakit adalah tugas dari Panitia Farmasi dan Terapi dan disetujui oleh
Direktur RSU. Siti Hajar. Berikut adalah kriteria penghapusan obat
dari formularium :
1. Obat-obat yang jarang digunakan (slow moving)
2. Obat-obat yang tidak digunakan (death stock) setelah waktu 3 bulan
maka akan diingatkan kepada dokter-dokter terkait yang
menggunakan obat tersebut. Apabila pada 3 bulan berikutnya tetap

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 27


tidak/kurang digunakan, maka obat tersebut dikeluarkan dari buku
formularium.
3. Obat-obat yang dalam proses penarikan oleh Pemerintah / BPOM atau
dari pabrik.
4. Sudah ada obat lain yang lebih cost-effective.

4.1.8 Penarikan obat dan pengelolaan obat kadaluwarsa.


Instalasi farmasi akan melakukan penarikan seluruh obat yang ada
di rumah sakit terhadap obat yang sudah kadaluarsa dan untuk obat yang
ditarik dari peredaran. Penarikan obat kadaluarsa di RSU. Siti Hajar
dilakukan juga pada troli emergensi sesuai dengan Standar Prosedur
Operasional tentang penggantian obat emergensi yang rusak dan
kadaluarsa.
Instalasi farmasi akan mengidentifikasi, menarik kembali dan
mengembalikan obat-obatan yang ditarik peredarannya oleh Pemerintah/
BPOM/ pabrik yang disertai dengan surat edaran penarikan untuk
kemudian dikembalikan ke pabrik atau distributor. Proses penarikan obat
dilakukan sesuai dengan Strandar Prosedur Operasional Penarikan Sediaan
Farmasi.
Obat kadaluwarsa yang sudah tidak dapat dikembalikan ke distributor
harus dimusnahkan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Membuat daftar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang akan dimusnahkan
2. Menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang akan dimusnahkan pada bagian sanitasi.
3. Menyiapkan berita acara pemusnahan.
4. Mengkoordinasikan jadwal, metode, dan tempat pemusnahan kepada
pihak terkait.
5. Menyiapkan tempat pemusnahan.
6. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan
serta peraturan yang berlaku.
4.1.9 Pelayanan Verifikasi Obat

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 28


Pelayanan verifikasi adalah pelayanan yang memperhatikan
beberapa point penting sebelum obat di sediakan dan salurkan ke
ruangan. Kepala instalasi atau apoteker harus memverifikasi hal- hal
sebagai berikut :
1) Telaah Resep
 Benar obat
 Benar dosis
 Benar rute
 Benar waktu
 Tidak ada duplikasi obat
 Tidak ada interaksi obat
 Tidak ada alergi
 Obat sesuai dengan berat badan
2) Verifikasi obat
 Benar obat
 Benar waktu
 Benar dosis
 Benar rute
 Benar identitas

4.1.10 Pencatatan dan pelaporan


Pencatatan dan pelaporan kegiatan perencanaan kebutuhan, pengadaan,
pengendalian persediaan, pengembalian, penghapusan dan pemusnahan
sediaan farmasi harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku.
a. Pencatatan
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor
transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Adanya pencatatan akan memudahkan
petugas melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang
substandar dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat di lakukan
dengan menggunakan bentuk digital atau manual. Pencatatan dengan
menggunakan bentuk digital adalah melalui sistem E-med yang mengatur
arus keluar masuk perbekalan farmasi. Pencatatan dengan manual adalah
dengan menggunakan kartu stok.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 29


Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi
(penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa). Data kartu
stok digunakan untuk pengendalian persediaan, menyusun laporan,
perencanaan, pengadaan, distribusi, alat bantu kontrol, dan sebagai
pembanding terhadap keadaan fisik perbekalan farmasi dalam
penyimpananya.
b. Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
Perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan
kepada pihak yang berkepentingan.
Tujuan :
1) Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi
2) Tersedianya informasi yang akurat
3) Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan
4) Mendapatkan data yang lengkap untuk membuat perencanaan.

Jenis laporan yang dibuat oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit meliputi :
No Jenis Laporan Kegunaan
1 Mutasi perbekalan farmasi Untuk keperluan perencanaan

2 Penulisan resep generik dan non Untuk keperluan pengadaan‚


generik
3 Narkotik dan Psikotropik Untuk audit BPOM dan keperluan
perencanaan

4 Stock Opname Untuk keperluan audit dan


perencanaan
5 Kepatuhan terhadap penulisan Untuk keperluan
resep dan formularium perencanaan‚ informasi bagi PFT

6 Pembelian obat diluar formularium Untuk keperluan perencanaan

7 Pembelian obat dan alkes per bulan Untuk keperluan perencanaan dan
bagian keuangan

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 30


c. Komputerisasi
Banyak tugas/ fungsi penanganan informasi dalam sistem pengendalian
perbekalan farmasi
misalnya‚ pengumpulan‚ perekaman‚ penyimpanan‚ penemuan
kembali‚ meringkas‚ mengirimkan dan informasi penggunaan perbekalan farmasi
dapat dilakukan lebih efisien dengan komputer daripada sistem manual.
Sistem komputer harus termasuk upaya perlindungan yang memadai untuk
mernelihara catatan medik pasien secara rahasia. Untuk hal itu harus diadakan
prosedur yang terdokumentasi untuk melindungi rekaman yang disimpan secara
elektronik, terjaga keamanan, kerahasiaan, perubahan data, dan mencegah akses
yang tidak berwenang terhadap rekaman tersebut.
Suatu sistem data pengaman (back up) harus tersedia untuk meneruskan
fungsi komputerisasi selama kegagalan alat. Semua transaksi yang terjadi selarna
sistem komputer tidak beroperasi‚ harus dimasukkan ke dalam sistem secepat
mungkin.

4.1.11 Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi merupakan tahapan untuk mengamati dan menilai
keberhasilan atau kesesuaian pelaksanaan Cara Pelayanan Kefarmasian yang baik
disuatu pelayanan kefarmasian. Monitor dilakukan secara berkala oleh apoteker
terhadap tempat penyimpanan obat untuk memastikan obat disimpan secara benar.
Monitoring suhu penyimpanan obat dilakukan setiap hari, monitoring obat
narkotika dan psikotropika dilakukan setiap hari dan monitoring ke unit-unit
terkait dilakukan satu bulan sekali.
Untuk evaluasi mutu dan proses pengelolaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan, dapat diukur dengan indikator-indikator farmasi. Adapun indikator-
indikator tersebut adalah Penulisan item obat pada resep sesuai formularium,
terpenuhinya permintaan obat dan alkes farmasi, kepatuhan pemberian label pada
obat high alert, indikator kepuasan pasien, keselamatan pasien, respon time/

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 31


dimensi waktu khususnya pelayanan resep (sesuai SPM), tidak adanya resep yang
keluar dari formularium rumah sakit. Tidak ada terjadinya kesalahan dalam
pemberian obat. Selain itu, dilakukan evaluasi terhadap perhitungan perbekalan
farmasi secara periodik dengan melakukan stok opname setiap tiga bulan sekali.
Kegiatan ini bertujuan memeriksa kesesuaian jumlah obat dengan data pada kartu
stok dan melakukan pengawasan perputaran obat.

4.2 Pelayanan farmasi klinis


Pelayanan farmasi klinis merupakan pelayanan langsung diberikan oleh
apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping obat, untuk tujuan keselamatan
pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien terjamin.
Pelayanan farmasi klinis yang dilakukan meliputi:
a. Pengkajian dan pelayanan resep
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat
c. Rekonsilisai obat
d. Pelayanan informasi obat (PIO)
e. Konseling
f. Visite
g. Pemantauan Terapi obat (PTO)
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
i. Dispensing sediaan steril

4.2.1 Pengkajian dan pelayanan resep


Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian
informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan
terjadinya kesalahan pemberian obat. Kegiatan ini untuk menganalisa adanya
masalah terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 32


persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk
pasien rawat inap maupun rawat jalan.

Persyaratan administrasi meliputi :


a. Nama pasien, No. RM, tanggal lahir, jenis kelamin, berat badan pasien, dan
alamat pasien.
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter.
c. Tanggal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi :
a. Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan.
b. Dosis dan jumlah obat.
c. Rute.
d. Aturan atau cara penggunaan.
Persyaratan klinik meliputi :
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat.
b. Alergi obat yang pernah dialami sebelumnya, dalam kondisi hamil atau tidak,
menyusui atau tidak menyusui, Kontraindikasi.
c. Interaksi obat.
d. Kontraindikasi.
Dalam penulisan resep harus memperhatikan beberapa ketentuan, seperti:
a. Yang berwenang menuliskan resep adalah dokter dan dokter gigi yang
terdaftar sebagai staf di RSU. Siti Hajar yang telah mendapatkan surat
penugasan (Clinical Appointment) dari Direktur RS dan mempunyai Surat
Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek (SIP) yang masih berlaku
b. Resep ditulis sedemikian rupa sehingga dapat dibaca tanpa keraguan
c. Resep ditulis dengan tinta yang jelas sehingga tidak mudah terhapus
d. Resep yang salah tidak boleh di tip-x, boleh dicoret dan diparaf oleh penulis
resep atau diganti dengan kertas resep yang baru.
e. Penulisan nama obat :
i. Setiap nama obat yang akan ditulis di awali dengan R/
ii. Awal tulisan dan nama obat menggunakan huruf besar

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 33


iii. Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi
- Tidak ditulis dengan nama kimia atau singkatan lain dengan huruf capital
(misal Clorpromazin – CPZ)
f. Penulisan satuan obat
- Satuan berat : mg (milligram), g (gram)
- Satuan volume : ml (milliliter), l (liter)
g. Penulisan jumlah obat menggunakan angka romawi (Paracetamol tab no.X)
h. Untuk jumlah obat yang diberikan dalam resep, hindarilah menggunakan
angka desimal untuk menghindari kemungkinan kesalahan. Contoh: untuk
obat yang diberikan dalam jumlah kurang dari satu gram maka ditulis dalam
milligram; misalnya jika obat diberikan setengah gram maka ditulis 500 mg
(bukan 0.5 gram).
i. Untuk obat yang dinyatakan dengan satuan Unit tidak boleh disingkat
menjadi U.
j. Untuk obat atau jumlah obat berupa cairan, dinyatakan dengan satuan ml,
hindari penulisan satuan cc.
k. Terdapat batasan dalam penulisan resep narkotika dan psikotropika dalam
hal jumlah, yakni hanya boleh diresepkan untuk 7 hari pemakaian dalam 1
resep.

4.2.2 Penelusuran riwayat penggunaan obat


Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/ sediaan farmasi lain yang pernah
dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau
data rekam medik/ pencatatan penggunaan obat pasien.
Tahapan penelusuran riwayat penggunaan obat meliputi :
a. Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam medik/
pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan informasi
penggunaan obat.
b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga.
kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan.
c. Mendokumentasikan adanya alergi dan reaksi obat yang tidak dihendaki.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 34


d. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat.
e. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan obat.
f. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan.
g. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang
digunakan.
h. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat.
i. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat.
j. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu kepatuhan
minum obat (concordance aids).
k. Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan
dokter.
l. Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif
yang mungkin digunakan oleh pasien.
Kegiatan :
a. Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/ keluarganya
b. Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien
c. Informasi yang harus didapatkan :
d. Nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi
penggunaan, indikasi, dan lama penggunaan obat
e. Reaksi obat yang tidak dihendaki termasuk riwayat alergi
f. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat

4.2.3 Rekonsiliasi Obat


Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan
dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan obat seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis
atau interaksi obat. Kesalahan obat rentan terjadi pada pemindahan pasien dari
satu rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan, serta pasien yang
keluar dari rumah sakit kelayanan kesehatan primer dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah :
a. Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 35


b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi
dokter
c. Mengidentfikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter
Tahap proses Rekonsiliasi obat, yaitu :
a. Pengumpulan data
b. Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan digunakan
pasien, meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat mulai diberikan,
diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping
obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping obat,
dicatat tanggal kejadian, obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan
efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat keparahan (sesuai Formulir
rekonsiliasi obat di RSU. Siti Hajar)
c. Komparasi
d. Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah, sedang dan akan
digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan
ketidakcocokan/ perbedaan diantara data- data tersebut
e. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi. Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang
dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah :
- Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak
disengaja.
- Mengetahui alasan penghentian, penundaan, atau penggantian.
- Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsiliasi
obat.
f. Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat
mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab
terhadap informasi obat yang diberikan.

4.2.4 Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 36


komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, perawat, profesi
kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit.
Kegiatan PIO meliputi :
a. Menjawab pertanyaan.
b. Menerbitkan, leaflet, poster.
c. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan
penyusunan formularium rumah sakit.
d. Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.

4.2.5 Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasehat atau saran terkait
terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/ atau keluarganya.
Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas
kesehatan dapat dilakukan atas rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya
atau kepada pasien dinilai membutuhkan konseling dan bisa menerima konseling.
Kegiatan dalam konseling obat meliputi :
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien
b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui
Three Prime Question (apa yang sudah dikatakan dokter tentang obat yang
anda terima? Bagaimana aturan penggunaan obat yang sudah dijelaskan
dokter? Apa yang dokter harapkan setelah anda mendapatkan terapi ini?)
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat
e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien
f. Dokumentasi
Kriteria pasien yang dilakukan konseling adalah sebagai berikut :
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil
dan menyusui)
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/ penyakit kronis (TB, DM, epilepsi

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 37


dan lain-lain)
c. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/ off)
d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin)
e. Pasien dengan polifarmasi
f. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah

4.2.6 Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada
dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. Di RSU. Siti Hajar, pasien
yang diuatamakan untuk dilakukan visite oleh apoteker adalah pasien dengan
kriteria seperti pasien perawatan intensif, pasien dengan gangguan ginjal dan hati
serta polifarmasi (jumlah obat diatas lima) dengan diagnosa lebih dari tiga.

4.2.7 Pemantauan Terapi Obat


Pemantauan terapi obat (PTO) merupakan proses yang dilakukan oleh
apoteker mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif,
dan rasional bagi pasien. PTO dilakukan di ruang perawatan yang dilakukan
pelayanan farmasi klinik. Hasil pemantauan terapi obat dicatat dalam lembar kerja
apoteker. Setelah dilakukan pengkajian maka hasil pengkajian ditulis pada form
terintegrasi di rekam medik dan lembar kerja apoteker.
Kegiatan Pemantauan Terapi Obat (PTO) meliputi :
a. Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksi
obat yang tidak dihendaki
b. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
c. Pemantuan efektivitas dan efek samping terapi obat
Tahapan Pemantaan Terapi Obat (PTO) :
a. Pengumpulan data pasien

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 38


b. Identifikasi masalah terkait obat
c. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
d. Pemantauan
e. Tindak lanjut

4.2.8 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Monitoring efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan setiap
respon terhadap obat yang tidak dihendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek
samping obat adalah reaksi obat yang tidak dihendaki yang terkait kerja
farmakologi.
Monitoring efek samping obat dilakukan oleh dokter, perawat, apoteker,
tenaga teknis kefarmasian, tenaga kesehatan lainnya dan pasien/ keluarga pasien.
Apabila ditemukan efek samping obat yang tidak dihendaki maka ditulis ada form
terintergrasi di rekam medik dan di lembar kerja apoteker. Efek samping obat
yang ditemukan dilaporkan ke apoteker dan diteruskan kepada kepala instalasi
farmasi sebagai sekretaris PFT dan dokter yang merawat pasien. Hasil pengkajian
ESO akan dibawa dalam rapat PFT dan diputuskan apakah akan dilaporkan dalam
ESO Nasional.
Monitoring Efek Samping Obat bertujuan :
a. Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang tidak
dikenal
b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru
saja ditemukan
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/ mempengaruhi
angka kejadian dan hebatnya ESO
d. Meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO :
a. Mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dihendaki
b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami ESO

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 39


c. Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritma naranjo
d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Panitia Farmasi dan Terapi
e. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
4.2.9 Dispensing sediaan steril
Dispensing sediaan steril dilakukan oleh instalasi farmasi, namun dapat
didelegasikan kepada perawat yang sudah mendapatkan pelatihan teknik aseptik
dari Apoteker bersertifikat.
Dispensing sediaan steril bertujuan :
a. Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dosis yang dibutuhkan.
b. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk
c. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya
d. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.
Kegiatan dispensing steril meliputi pencampuran obat suntik sesuai
kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas dan stabilitas obat seperti
mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus, melarutkan sediaan intravena
dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai, mengemas menjadi sediaan siap
pakai.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 40


BAB V
LOGISTIK

Logistik adalah barang atau bahan yang dibutuhkan untuk kelancaran


kegiatan operasional pelayanan farmasi di RSU. Siti Hajar. Pengelolaan logistik di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit ditanggung jawabi oleh bagian Perbekalan Rumah
Sakit dan Bagian Pengadaan diawasi bagian keuangan.
5.1 Logistik di Instalasi Farmasi
Logistik di Instalasi Farmasi yang ditanggung jawabi oleh Bagian
Pengadaan yaitu obat-obatan, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.

NO Nama Barang Jumlah Satuan Kondisi

1 AC 2 PK 1 Unit Baik

2 Komputer 1 Unit Baik


3 Kulkas 1 Unit Baik
4 Dispenser 1 Unit Baik
5 Printer 1 Unit Baik
6 Laminar Air Flow 1 Unit Baik
7 Jolly Box Besar 25 Pcs Baik
8 Jolly Box Kecil 300 Pcs Baik
9 Lumpang da Alu 2 Buah Baik
10 Kalkulator 1 Pcs Baik
11 Keranjang Besar 8 Pcs Baik
12 Kursi 2 Pcs Baik
13 Meja Kerja 2 Pcs Baik
14 Gelas Ukur 50 ml 1 Pcs Baik
15 Gelas Ukur 25 ml 1 Pcs Baik
16 Batang Pengaduk 1 Pcs Baik
17 Lemari Kayu 5 Pcs Baik
18 Wastafel 1 Buah Baik

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 41


5.2 Logistik di Gudang Farmasi
Logistik rumah tangga yang ditanggung jawabi oleh bagian Perbekalan
Farmasi yaitu etiket, plastik pengemas obat, ATK, kursi, lemari,
komputer, printer dan sebagainya.

NO Nama Barang Jumlah Satuan Kondisi

1 AC 2 PK 1 Unit Baik
2 Komputer 1 Unit Baik
3 Kulkas 1 Unit Baik
4 Dispenser 1 Unit Baik
5 Telepon 1 Unit Baik
6 Kursi 1 Pcs Baik
7 Meja Kerja 1 Pcs Baik
8 Kalkulator 1 Pcs Baik
9 Lemari Kayu 1 Btl Baik
10 Lemari stanles 2 Btl Baik

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 42


BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

6.1 Pengertian
Keselamatan pasien (Patient safety) secara sederhana didefinisikan
sebagai suatu upaya untuk mencegah bahaya yang terjadi pada pasien. Walaupun
mempunyai definisi yang sangat sederhana, tetapi upaya untuk menjamin
keselamatan pasien di fasilitas kesehatan sangatlah kompleks dan banyak
hambatan. Konsep keselamatan pasien harus dijalankan secara menyeluruh dan
terpadu.

6.2 Strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien :


a. Menggunakan obat dan peralatan yang aman
b. Melakukan praktek klinik yang aman dan dalam lingkungan yang aman
Melaksanakan manajemen risiko, contoh : pengendalian infeksi
c. Membuat dan meningkatkan sistem yang dapat menurunkan risiko yang
berorientasi kepada pasien.
d. Meningkatkan keselamatan pasien dengan :
- mencegah terjadinya kejadian tidak diharapkan (adverse event)
- membuat sistem identifikasi dan pelaporan adverse event
- mengurangi efek akibat adverse event

6.3 Definisi yang berhubungan dengan cedera akibat obat

ISTILAH DEFENISI CONTOH


Terjadi cedera
 Kejadian yang tidak Kejadian cedera pada Salah Obat Seperti :
diharapkan (adverse pasien selama proses salah pemberian Dosis,
event) terapi/ penatalaksanaan Rute, Tidak tepat
medis. Penatalaksanaan indikasi.
medis mencakup seluruh
aspek pelayanan,

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 43


termasuk diagnosa, terapi,
kegagalan
diagnosa/terapi, sistem,
peralatan untuk
pelayanan. Adverse event
dapat dicegah atau tidak
dapat dicegah.
 Reaksi obat yang tidak Kejadian cedera pada Steven-johnson
diharapkan (Adverse pasien selama proses Syndrom : Sulfa, Obat
Drug Reaction) terapi akibat penggunaan epilepsi
obat
 Kejadian tentang obat Respons yang tidak Shok anafilaksis pada
yang tidak diharapkan diharapkan terhadap terapi penggolongan antibiotik
(Adverse Drug Event) obat dan mengganggu golongan penisilin
atau menimbulkan cedera Mengantuk pada
pada penggunaan obat penggunaan CTM
dosisnormal.
Reaksi obat yang tidak
diharapkan (ROTD) ada
yang berkaitan dengan
efek farmakologi/
mekanisme kerja (efek
samping) ada yang tidak
berkaitan dengan
farmakologi (reaksi
sensitivitas)
Efek obat yang tidak Respon yang tidak Shock anafilaksis pada
diharapkan (Adverse diharapkan terhadap penggunaan antibiotik
drug efect) terapi obat dan golongan penisilin.
mengganggu atau Mengantuk pada
menimbulkan cedera pada penggunaan CTM
penggunaan obat dosis
lazim

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 44


Sama dengan ROTD tapi
dilihat dari sudut pandang
obat, ROTD dilihat dari
sudut pandang pasien
Cedera dapat terjadi
atau tidak terjadi
Medication error Kejadian yang dapat Peresepan obat yang
dicegah akibat tidak rasional
penggunaan obat yang Kesalahan perhitungan
menyebabkan cedera dosis pada peracikan
Ketidakpatuhan pasien
sehingga terjadi dosis
berlebihan
Efek samping obat Efek yang dapat Sebaiknya istilah ini
diprediksi, tergantung dihindarkan.
pada dosis yang bukan
efek tujuan obat. Efek
samping dapat
dikehendaki, tidak
dikehendaki atau ada
kaitannya.

Medication error sesuai dengan dampak dan proses.


Errors Kategori Hasil
No error A Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya
kesalahan
Error, no B Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien
Harm C Terjadi kesalahan dan obat sudah
diminum/digunakan pasien tetapi tidak
membahayakan pasien
D Terjadinya kesalahan, sehingga monitoring ketat
harus dilakukan tetapi tidak membahayakan
pasien
Error, Harm E Terjadi kesalahan, hingga terapi dan intervensi
lanjut diperlukan dan kesalahan ini memberikan

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 45


efek yang buruk yang sifatnya sementara.
F Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus
dirawat lebih lama di rumah sakit serta
memberikan efek buruk yang sifatnya sementara.
G Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk
yang bersifat permanen.
H Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa
pasien contoh syok anafilaktik
Error,death I Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia

Medication errors (berdasarkan alur proses pengobatan).


Tipe Medication Errors Keterangan
Unauthorized drug Obat yang terlanjur diserahkan kepada pasien
padahal diresepkan bukan oleh dokter yang
berwenang
Improper dose/quantity Dosis, strength atau jumlah obat yang tidak sesuai
dengan yang dimaksud dalam resep
Wrong dose preparation Penyiapan/ formulasi atau pencampuran obat yang
Method tidak sesuai
Wrong dose form Obat yang diserahkan dalam dosis dan cara
pemberian yang tidak sesuai dengan yang
diperintahkan di dalam resep
Wrong patient Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang
keliru yang tidak sesuai dengan yang tertera di resep
Omission error Gagal dalam memberikan dosis sesuai permintaan,
mengabaikan penolakan pasien atau keputusan
klinik yang mengisyaratkan untuk tidak diberikan
obat yang bersangkutan
Memberikan duplikasi obat pada waktu yang
Extra dose
Berbeda
Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau perintah
diberikan secara lisan atau diresepkan oleh dokter
yang tidak berkompeten

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 46


Wrong administration Menggunakan cara pemberian yang keliru termasuk
technique misalnya menyiapkan obat dengan teknik yang
tidak dibenarkan (misalkan obat im diberikan iv)
Wrong time Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal
pemberian atau diluar jadwal yang ditetapkan

6.4 Kategori kesalahan dalam pemberian obat meliputi :


1. Pasien mengalami reaksi alergi
2. Kontraindikasi
3. Obat kadaluwarsa
4. Bentuk sediaan yang salah
5. Frekuensi pemberian yang salah
6. Label obat salah / tidak ada / tidak jelas
7. Informasi obat kepada pasien yang salah / tidak jelas
8. Obat diberikan pada pasien yang salah
9. Cara menyiapkan (meracik) obat yang salah
10. Jumlah obat yang tidak sesuai
11. ADR (jika digunakan berulang)
12. Rute pemberian yang salah
13. Cara penyimpanan yang salah
14. Penjelasan petunjuk penggunaan kepada pasien yang salah

6.5 Pencatatan dan pelaporan


6.5.1 Prosedur pelaporan insiden
a. Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial
terjadi ataupun yang nyaris terjadi.
b. Laporan insiden dapat dibuat oleh siapa saja yang pertama kali
menemukan kejadian atau terlibat dalam kejadian.
c. Dokumen pelaporan, “Formulir Laporan Insiden” (bersifat rahasia)
6.5.2 Alur pelaporan insiden ke tim keselamatan pasien di rumah
sakit (Internal)

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 47


a. Apabila terjadi insiden (KNC/ KTD/ Kejadian Sentinel) terkait dengan
pelayanan Farmasi, segera ditindaklanjuti (dicegah/ ditangani) untuk
mengurangi dampak/ akibat yang tidak diharapkan.
b. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan dengan mengisi Formulir
Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift kepada Apoteker
penanggung jawab dan jangan menunda laporan (paling lambat 2 x 24
jam).
c. Serahkan laporan kepada Apoteker penanggung jawab.
d. Apoteker penanggung jawab mereview laporan dan melakukan
grading risiko terhadap insiden yang dilaporkan.
e. Hasil grading menentukan bentuk investigasi dan analisis yang akan
dilakukan (Sub KPRS).
- Grade biru : Investigasi sederhana oleh Apoteker penanggung
jawab, waktu maksimal 1 minggu
- Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Apoteker penanggung
jawab, waktu maksimal 2 minggu
- Grade kuning : Investigasi komprehensif/Root Cause Analysis
(RCA) oleh Tim KPRS, waktu maksimal 45 hari
- Grade merah : Investigasi komprehensif/Root Cause Analysis
(RCA) oleh Tim KPRS, waktu maksimal 45 hari
f. Setelah investigasi sederhana dilakukan, laporan hasil investigasi dan
laporan insiden dilaporkan ke Sub KPRS.
g. Sub KPRS menganalisa kembali hasil investigasi dan Laporan insiden
untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan Root
Cause Analysis (RCA) dengan melakukan Re-grading
h. Untuk Grade kuning dan merah, harus dilakukan Root Cause Analysis
(RCA)
i. Setelah melakukan Root Cause Analysis (RCA), Sub KPRS membuat
Laporan dan Rekomendasi untuk perbaikan, berupa : Petunjuk/ Safety
alert untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali
j. Hasil Root Cause Analysis (RCA), rekomendasi dan rencana kerja
dilaporkan kepada Direksi

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 48


k. Rekomendasi perbaikan diberikan umpan balik kepada instalasi
farmasi.
l. Apoteker bertanggung jawab membuat analisis dan tren kejadian di
satuan kerjanya
m. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan dilakukan oleh Sub KPRS.
6.5.3 Dokumentasi
Semua laporan yang telah dibuat harus didokumentasikan di
Instalasi Farmasi RSU. Siti Hajar pelayanan kesehatan lain sebagai bahan
monitoring, evaluasi dan tindak lanjut.

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

7.1 Tujuan
7.1.1 Tujuan Umum
Terlaksananya kesehatan dan keselamatan kerja di instalasi farmasi agar
tercapai pelayanan kefarmasian dan produktivitas kerja yang optimal.
7.2.2 Tujuan Khusus
a. Memberikan perlindungan kepada pekerja farmasi, pasien dan pengunjung
b. Mencegah kecelakaan kerja, paparan bahan berbahaya, kebakaran dan
pencemaran lingkungan

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 49


c. Mengamankan peralatan kerja, sediaan farmasi
d. Menciptakan cara kerja yang baik dan benar

7.2 Tahapan pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja


Untuk terlaksananya K3 IFRS secara optimal maka perlu dilakukan
identifikasi, pengukuran dan analisis sumber-sumber yang dapat menimbulkan
resiko terhadap kesehatan dan keselamatan kerja seperti:
a. Kondisi fisik pekerja
Hendaklah dilakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, secara berkala
(minimal 1 tahun sekali), secara khusus (sesudah pulih dari penyakit infeksi
saluran pernafasan/TBC dan penyakit menular lain, terhadap pekerja yang
terpapar di lingkungan dimana terjadi wabah, dan apabila drigai terkena
penyakit akibat kerja.
b. Sifat dan beban kerja
Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus dipikul oleh pekerja
dalam melakukan pekerjaannya.Sedangkan lingkungan kerja yang tak
mendukung merupakan beban tambahan bagi pekerja tersebut.
c. Kondisi lingkungan kerja
Lingkungan kegiatan di RSU. Siti Hajar dapat mempengaruhi kesehatan kerja
staff farmasi dalam 2 bentuk yaitu :
- Kecelakaan kerja di lingkungan IFRS seperti terpeleset, tersengat listrik,
terjepit pintu.
- Penyakit akibat kerja di rumah sakit seperti tertular pasien.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Mutu obat yang rendah dapat mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan,


diantaranya menyebabkan rendahnya efek terapi dan efek samping. Kriteria mutu
meliputi kemurnian, potensi, keseragaman bentuk sediaan, bioavaibilitas dan
stabilitas. Semua aspek mutu diatas dapat dipengaruhi oleh proses pembuatan
pengemasan, penyimpanan dan faktor lainnya.
Mutu obat yang rendah akan menghasilkan efek terapi substandar, serta
dapat menimbulkan reaksi efek samping maupun efek toksik pada penderita.
Kedua hal tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap keselamatan penderita

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 50


serta pemborosan sumber daya yang sudah sangat terbatas. Pengelolaan
perbekalan farmasi yang efisien di rumah sakit akan dapat meningkatkan
ketersediaan obat dengan mutu yang memadai sebagai bentuk penghematan.
Apoteker Instalasi Farmasi rumah sakit mempunyai peran vital untuk menjamin
mutu obat yang baik serta pengelolaan perbekalan farmasi yang efektif.
1.a. Waktu tunggu pelayanan obat jadi
Judul Waktu tunggu pelayanan obat jadi
Dimensi Mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi
Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan farmasi
Waktu tunggu pelayanan obat jadi adalah tenggang
Definisi Operasional waktu mulai pasien menyerahkan resep sampai
dengan menerima obat jadi
Frekuensi
1 bulan
Pengumpulan Data
Periode Analisa 3 bulan
Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu pelayanan obat jadi
pasien yang disurvey dalam satu bulan
Denominator Jumlah pasien yang disurvey dalam bulan tersebut
Sumber Data Survey
Standar ≤ 30 menit
Penanggung jawab
Kepala Instalasi Farmasi
Pengumpulan data
1.b. Waktu tunggu pelayanan obat racikan
Judul Waktu tunggu pelayanan obat racikan
Dimensi Mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi
Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan farmasi
Waktu tunggu pelayanan obat racikan adalah tenggang
Definisi Operasional waktu mulai pasien menyerahkan resep sampai dengan
menerima obat racikan
Frekuensi
1 bulan
Pengumpulan Data
Periode Analisa 3 bulan
Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu pelayanan obat
racikan pasien yang disurvey dalam satu bulan
Denominator Jumlah pasien yang disurvey dalam bulan tersebut
Sumber Data Survey
Standar ≤ 60 menit
Penanggung jawab
Kepala Instalasi Farmasi
Pengumpulan data

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 51


1. Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat
Judul Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat
Dimensi Mutu Keselamatan dan kenyamanan
Tujuan Tergambarnya kejadian kesalahan dalam pemberian
obat
Kesalahan pemberian obat meliputi :
1. Salah dalam memberikan jenis obat
Definisi Operasional 2. Salah dalam memberikan dosis
3. Salah orang
4. Salah jumlah
Frekuensi
1 bulan
Pengumpulan Data
Periode Analisa 3 bulan
Numerator Jumlah seluruh pasien instalasi farmasi yang disurvey
dikurangi jumlah pasien yang mengalami kesalahan
pemberian obat
Denominator Jumlah seluruh pasien instalasi farmasi yang disurvey
Sumber Data Survey
Standar 100%
Penanggung jawab
Kepala Instalasi Farmasi
Pengumpulan data

2. Kepuasan Pelanggan
Judul Kepuasan pelanggan
Dimensi Mutu Kenyamanan
Tujuan Tergambarnya persepsi pelanggan terhadap pelayanan
farmasi
Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh
Definisi Operasional
pelanggan terhadap pelayanan farmasi
Frekuensi
1 bulan
Pengumpulan Data
Periode Analisa 3 bulan
Numerator Jumlah pasien yang disurvei yang menyatakan puas
Denominator Jumlah total pasien
Sumber Data Survey
Standar ≥ 80%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Farmasi

3. Penulisan resep sesuai formularium

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 52


Judul Penulisan resep sesuai formularium
Dimensi Mutu Efisiensi
Tujuan Tergambarnya efisiensi pelayanan obat kepada pasien
Formularium obat adalah daftar obat yang digunakan
Definisi Operasional
di rumah sakit
Frekuensi
1 bulan
Pengumpulan Data
Periode Analisa 3 bulan
Numerator Jumlah resep yang diambil sebagai sample yang sesuai
formularium dalam satu bulan.
Denominator Jumlah seluruh resep yang diambil sebagai sampel
dalam satu bulan (n minimal 50)
Sumber Data Survey
Standar 100%
PJ Pengumpul data Kepala Instalasi Farmasi

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 53


BAB IX
PENUTUP

Pedoman Pelayanan Farmasi ini disusun sebagai acuan dalam menjalankan


operasional pelayanan farmasi di RSU. Siti Hajar dalam upaya memberikan
pelayanan obat kepada seluruh pasien Rumah Sakit. Dengan adanya pedoman ini,
diharapkan mutu pelayanan obat di Rumah Sakit dapat terus ditingkatkan.
Tujuan lain dari penyusunan Pedoman ini adalah untuk merubah anggapan
pihak Rumah Sakit secara umum dan pihak terkait lainnya terkait dengan
pelayanan obat yang melihat pelayanan farmasi di rumah sakit hanya mengurusi
masalah pengadaan dan distribusi obat saja, ke paragdima baru yang berfokus
pada pelayanan pasien.
Keberhasilan pelaksanaan Pelayanan Farmasi di rumah sakit
membutuhkan komitmen penuh dan kerjasama yang maksimal diantara Instalasi
Farmasi dengan semua unit pelayanan rumah sakit, sehingga manfaat keberadaan
dan pelayanan Instalasi Farmasi dapat dirasakan oleh masyarakat.
Pedoman ini mungkin belum memenuhi segala kebutuhan operasional
pelayanan farmasi secara menyeluruh dan masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kami dengan senang hati menerima saran dan masukan dari
semua pihak agar pedoman ini menjadi lebih sempurna.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 54


LAMPIRAN 1. BAHAN REAGENSIA DI INSTALASI FARMASI

No REAGENSIA MERCK SUPLIYER

1 DILUENT MICROSS
2 CLEANER MICROSS LAB NOVA CV.ASAB
3 M-LYSE MICROSS
4 GIEMSA MERCK  
5 ALKOHOL 96 %    
6 NATRIUM CITRAT 3,8 %    
     
Faal Hati :    
9 Bilirubin Total  
10 Bilirubin Direct  
11 Alkali Phosphatase  
12 SGOT  
13 SGPT  
14 Gamma GT  
15 Total Protein  
16 Albumin  
17 Faal Ginjal : DIASYS  
18 Ureum  
19 Creatinin  
20 Asam Urat  
21 Profil Lipid :  
22 Cholesterol  
23 Trigliserida  
24 HDL  
25 Glucosa LIQUID  
26 Elektolit :    
27 Natrium AKRAY  
28 Kalium    
29 Chlorida    
30 STIK URINE VERIFY  
31 ASAM ASETAT 6 %    
32 BENEDICT    
33 Stik Glucosa PRODIGY  
34 WIDAL PLASMATEC  
35 TUBEX SALMONELLA BIOTEC -ID  
36 HbSAg RIGHT SIGN  
37 HCV SD  
38 IgG/IgM ANTI DANGUE INST-ANSWAER  

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 55


39 GOLONGAN DARAH ANTI A,B,D FORTRESS  
40 CRP FORTRESS  
41 RF LATEX FORTRESS  
42 ASTO KUALITATIF FORTRESS  
43 Methamphetamine EGENS  
44 THC EGENS  
45 EOSIN 3%    

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi 56

Anda mungkin juga menyukai