Anda di halaman 1dari 193

PENGANTAR SEJARAH

KEBUDAYAAN ISLAM

Diterbitkan Oleh:
Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
2005
Naskah Buku Ajar
Matakuliah : Sejarah Kebudayaan Islam
Bobot : 2 sks
Penyusun : 1. Drs.H. Maman A. Malik Sy,
2. MSGusnam Haris, M.Ag
3. Drs. Rofik, M.Ag
Sambutan Rektor UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta

Pilar utama Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga


Yogyakarta sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam adalah
pengembangan pendidikan dan pengajaran, keilmuan, dan
pengabdian kepada masyarakat yang didukung dengan sumberdaya
dan manajemen yang baik. Hal itu diperlukan untuk mengantarkan
transformasi UIN Sunan Kalijaga yang diberi mandat untuk
mengembangkan “ilmu-ilmu sekuler” dan “ilmu-ilmu keislaman”
secara terpadu dapat diwujudkan. Mandat besar kelembagaan tersebut
telah diformulasikan menjadi visi UIN Sunan Kalijaga yaitu unggul
dan terkemuka dalam pemaduan dan pengembangan studi keislaman
dan keilmuan bagi peradaban. Untuk menuju tercapainya visi itu,
UIN telah melakukan berbagai program pengembangan, baik fisik,
kelembagaan, manajemen, maupun keilmuan serta pendidikan dan
pengajaran. Dalam pengembangan keilmuan, UIN Sunan Kalijaga
telah menempuh jalan sebagai universitas Islam yang konsisten
mengembangkan paradigma keilmuan “integrasi-interkoneksi”.
Paradigma keilmuan “integrasi-interkoneksi” sebagai kerangka
dasar akademik merupakan konsep filosofis yang kemudian
dikembangkan secara sistematis dalam berbagai konsep dan perangkat
akademik yang lebih operasional, yaitu dalam bentuk Competensi
Program Studi, Kurikulum, Silabus, Rencana Program Kegiatan
Perkuliahan Semester (RPKPS), dan Sumber Belajar dalam bentuk
Buku Ajar. Buku-buku ajar yang diterbitkan UIN Sunan Kalijaga
melalui Pokja Akademik ini merupakan salah satu

iii
sumber belajar dari Matakuliah Inti Umum dan Institusional Umum
yang meliputi 13 matakuliah yang terdiri dari 13 buku ajar, yaitu:
1. Al-Qur’an
2. Al-Hadis
3. Tauhid
4. Fiqh & Ushul Fiqh
5. Akhlak/Tasawuf
6. Bahasa Arab
7. Bahasa Inggris
8. Bahasa Indonesia
9. Pancasila & Kewarganegaraan
10. Sejarah Kebudayaan Islam
11. Pengantar Studi Islam
12. Filsafat Ilmu
13. Islam dan Budaya Lokal

Buku-buku ajar tersebut disusun dengan melibatkan tim dosen


lintas fakultas yang masing-masing buku ajar ditulis oleh tiga orang
penulis sesuai dengan bidang keahliannya. Proses penyusunan buku
diawali dengan kegiatan workshop untuk mengembangkan wawasan
dan orientasi penulisan bahan ajar, kemudian dilanjutkan dengan
penyusunan silabus sebagai acuan mengembangkan materi dalam
buku bahan ajar, dan penulisan draft buku ajar.
Sebagai sumber belajar, buku-buku tersebut memiliki
spesifikasi khusus yang berbeda dengan buku-buku daras lain pada
umumnya. Aspek yang membedakan buku tersebut dari buku pada
umumnya adalah paradigma keilmuan yang dijadikan kerangka dasar,
yaitu paradigma integrasi-interkoneksi, dan sisi lain, ialah
tampilannya yang dilengkapi dengan kompetensi dasar, peta konsep,
glosarium, tugas, dan daftar buku acuan, sehingga sangat membantu
pembaca dalam mengkaji konsep-konsep yang termuat di dalamnya.
Kehadiran buku-buku tersebut pada awal mulanya dimaksudkan
untuk kalangan terbatas UIN Sunan Kalijaga, tetapi dengan
kekhususan tampilan, kiranya buku ajar tersebut layak untuk
disebarkan secara luas.
Memang disadari bahwa buku ajar tersebut belum sempurna,
namun sebagai karya kreatif-inovatif, sudah sepantasnya jika diberi
apresiasi yang tinggi. Buku-buku tersebut tidak hanya berfungsi
sebagai sumber belajar sesuai kajian matakuliah masing-masing, tetapi
juga tidak mustahil menjadi model penulisan bahan ajar untuk
matakuliah lainnya. Semoga buku ajar ini turut mengisi hazanah
intelektual Islam, mendorong para dosen untuk terus berkarya kreatif
dan meningkatkan efektifitas pembelajaran di UIN Sunan Kalijaga.

Yogyakarta, 12 Nopember 2005


R
e
k
t
Prof. Dr. H.oM Amin Abdullah NIP.
r150216071
Pengantar Penerbit Pokja Akademik UIN Sunan
Kalijaga

Paradigma keilmuan integrasi-interkoneksi yang dikembangkan


UIN Sunan Kalijaga tidak terbatas pada formulasi konsep filosofis
maupun kurikulumnya, tetapi dikembangkan secara terus-menerus
dan meliputi berbagai aspek, terutama berkaitan dengan
pengembangan pembelajaran. UIN Sunan Kalijaga melalui Pokja
Akademik mengembangkan Kompetensi Pogram Studi, Kurikulum,
Silabus, dan Rencana Kegiatan Program Perkuliahan Semester
(RPKPS), serta penulisan bahan ajar yang berbentuk buku ajar.
Penulisan buku ajar ini mengacu pada kurikulum UIN yang
didasarkan atas paradigma keilmuan integrasi- nterkoneksi dengan
format yang berbeda dengan buku ajar pada umumnya.
Penulisan buku ini meliputi buku ajar untuk Matakuliah Inti
Umum dan Matakuliah Institusional Umum yang terdiri dari 13
matakuliah, yaitu: Al-Qur’an, Al-Hadis, Tauhid, Fiqh/Ushul Fiqh,
Akhlak/Tasawuf, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia,
Pancasila & Kewarganegaraan, Sejarah Kebudayaan Islam, Pengantar
Studi Islam, Filsafat Ilmu, dan Islam dan Budaya Lokal. Matakuliah
Inti Umum dan Matakuliah Institusional Umum merupakan
matakuliah yang harus dipelajari oleh setiap mahasiswa UIN Sunan
Kalijaga untuk semua program studi. Keberadaan matakuliah
tersebut, di samping merupakan matakuliah dasar juga memiliki
jangkauan yang luas, sehingga dipilih sebagai prioritas untuk
dikembangkan bahan ajarnya.
Buku-buku ajar tersebut disusun dengan melibatkan tim dosen
lintas fakultas sesuai dengan bidang keahlian masing-masing yang
dilakukan melalui proses dan tahap kegiatan yang diawali

vii
dengan workshop untuk mengembangkan wawasan dan orientasi
penulisan bahan ajar, kemudian penyusunan silabus masing-masing
matakuliah, penulisan draft buku, editing dan penerbitan. Proses dan
persiapan penulisan buku ini telah dilakukan Pokja Akademik
dengan sungguh-sungguh, tetapi sebagai buah karya permulaan,
disadari bahwa buku tersebut masih terdapat kekurangan. Karena itu,
kritik maupun saran untuk penyempurnaan buku-buku tersebut
senantiasa terbuka. Kami berharap kehadiran buku-buku tersebut
dapat mendukung efektifitas pembelajaran di UIN Sunan Kalijaga
pada khususnya, dan bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya.

Yogyakarta, 12 Nopember 2005


Ketua Pokja Akademik

Drs. Tasman Hamami, MA


NIP.150226626
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................. i
Sambutan .............................................................................................. iii
Pengantar ............................................................................................. vii
Daftarlsi ....................................................................................................... ix

BAB I....................................................................................................... 1
PENGANTAR SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM .............................. 1
A. ......................................................................................................
Kompetensi Dasar................................................................................... 1
B. ......................................................................................................
Peta Konsep ............................................................................................ 1
C. ......................................................................................................
Serambi ................................................................................................... 2
D. ......................................................................................................
Materi Pembelajaran .............................................................................. 2
E........................................................................................................
Glosarium.............................................................................................. 28
F........................................................................................................
Tugas .................................................................................................... 28
G. ......................................................................................................
Daftar Pustaka ...................................................................................... 29

BAB II : ................................................................................................ 31
MUNCULNYA PERADABAN ISLAM 31
A. ......................................................................................................
Kompetensi Dasar................................................................................. 31
B. ......................................................................................................
Peta Konsep .......................................................................................... 31
C. ......................................................................................................
Serambi ................................................................................................. 32
D. ......................................................................................................
Materi Pembelajaran ............................................................................ 32
E........................................................................................................
Glosarium.............................................................................................. 69
F........................................................................................................

x
Tugas ..................................................................................................... 69
G. ......................................................................................................
Daftar Pustaka ...................................................................................... 69

BAB III: ............................................................................................... 72


PERTUMBUHANKEBUDAYAAN ISLAM......................................... 72
A. ......................................................................................................
Kompetensi Dasar................................................................................. 72
B. ......................................................................................................
Peta Konsep .......................................................................................... 72
C. ......................................................................................................
Serambi ................................................................................................. 72
D. ......................................................................................................
Materi Pembelajaran ............................................................................ 74
E........................................................................................................
Glosarium............................................................................................ 107
F........................................................................................................
Tugas ................................................................................................... 107
G. ......................................................................................................
Daftar Pustaka .................................................................................... 108
BAB IV.................................................................................................11I
KEMAJUAN KEBUDAYAAN ISLAM ................................................ Ill
A. ......................................................................................................
Kompetensi Dasar................................................................................. Ill
B. ......................................................................................................
Peta Konsep .......................................................................................... Ill
C. ......................................................................................................
Serambi ................................................................................................. Ill
D. ......................................................................................................
Materi Pembelajaran .......................................................................... 112
E........................................................................................................
Glosarium........................................................................................... 141
F........................................................................................................
Tugas ................................................................................................... 142
G. ......................................................................................................
Daftar Pustaka .................................................................................... 142

x
BAB V ................................................................................................ 145
MASA TIGA KERAJAAN BESAR
TURKI UTSMANI, MONGOL DAN SYAFAWI ............................. 145
A. ......................................................................................................
Kompetensi Dasar.............................................................................. 145
B. ......................................................................................................
Peta Konsep ........................................................................................ 145
C. ......................................................................................................
Serambi .............................................................................................. 146
D. ......................................................................................................
Materi Pembelajaran .......................................................................... 146
E........................................................................................................
Glosarium............................................................................................ 170
F........................................................................................................
Tugas (assignment) ............................................................................. 171
G. ......................................................................................................
Daftar Pustaka ................................................................................... 171

BAB VI: KEBANGKITAN ISLAM .................................................... 173


A. ......................................................................................................
Kompetensi Dasar.............................................................................. 173
B. ......................................................................................................
Peta Konsep ....................................................................................... 173
C. ......................................................................................................
Serambi ............................................................................................... 174
D. ......................................................................................................
Materi Pembelajaran .......................................................................... 174
F........................................................................................................
Glosarium............................................................................................ 203
G. ......................................................................................................
Tugas ................................................................................................... 203
H.......................................................................................................
Daftar Pustaka .................................................................................... 204

x
BAB I
PENGANTAR SEJARAH KEBUDAYAAN
ISLAM
A. Kompetensi Dasar

Mahasiswa mampu memahami kedudukan Sejarah


Kebudayaan Islam dalam Ilmu Keislaman

B. Peta Konsep

Sejarah Kebudayaan Islam — 1

C. Serambi
Kajian Sejarah Islam lebih banyak diwarnai penyampaian
informasi tentang cerita sejarah daripada metodologi sejarah. Oleh
sebab itu, upaya mengkaji dasar- dasar metodologi sejarah menjadi
penting agar sejarah tidak hanya dipahami sebagai “barang jadi”,
tetapi harus dipahami sebagai sebuah proses. Dengan demikian,
mahasiswa tidak hanya sekedar hafal fakta-fakta sejarah, tetapi juga
fasih menjadikan sejarah sebagai alat analisis dan ilmu bantu dalam
studi-studi keislaman.

D. Materi Pembelajaran
1. Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam
a. Sejarah
Secara bahasa ada banyak terma yang dipergunakan untuk
menunjuk kata sejarah. Dalam bahasa Arab

2 — Sejarah Kebudayaan Islam


diketemukan terma tarikhl, sirah2, qishshah, sajara, syajarah.3
Sedang dalam bahasa Inggris diketemukan terma history dan story.
Dalam Bahasa Jerman Geschichte yang berarti terjadi. Dalam
bahasa Yunani diketemukan kata historia4 atau Istoria. Secara
bahasa Istoria artinya ilmu. Sedang secara istilah istoria berarti
penelahaan secara sistematis mengenai seperangkat gejala alam .5
Dalam bahasa Indonesia diketemukan terma cerita, legenda, babad,
dan lain-lain. Meski begitu, tidak semua kata cukup representatif
untuk menjelaskan pengertian sejarah. Tetapi semuanya memiliki
arti khusus, yaitu “masa lampau umat manusia ”.6

1
Tarikh artinya ketentuan masa atau zaman atau periode. Tetapi yang dianggap
kuat kata Tarikh berasal dari bahasa semit yang berarti bulan. Pada perkembangannya kemudian
dimaknakan dengan sejarah. Lebih jauh tentang terminologi Tarikh baca Effat al-Sharqawi, Filsafat
Kebudayaan Islam, penerjemah : Ahmad Rafi’ Usmani, (Bandung : Pustaka, 1986), hlm. 260-262.
2
Sirah memiliki banyak arti, yaitu nama, reputasi (adzdzikru wassum’ah), tingkah
laku (assuluuk), sejarah (al qishshah), cerita/kisah (at-taariih), jalan/cara/madzhab (ath-thariiq wal
madzhab), bentuk/rupa (al-haiah) biografi (siratu rajulin). Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus
Arab Indonesia, (Yogyakarta : PP Al Munawwir Krapyak, 1984), hlm. 732.
3
Syajarah berarti pohon, Pemakaian kata ini menunjuk kepada aspek genealogis
atau ilmu nasab, lihat Nourouzzaman Shiddiqie, “Penulisan Sejarah Muslim Masa Lalu”, dalam Menguak
Sejarah Muslim; Sebuah Kritik Metodologis,(Yogyakarta : PLP2M, 1984), hlm. 9. Bandingkan dengan
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Bentang, 1997), hlm. 1. Lihat juga Ahmad Mansur
Suryanegara, “Pesan-pesan Sejarah dalam Al- Qur’an” yang merupakan satu dari sekian tulisannya yang
terkumpul dalam bunga rampai, Menemukan Sejarah; Wacana Pergerakan Islam di Indonesia” (Bandung :
Mizan, 1993). Hlm. 20.
4
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, hlm. 1.
5
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, penerjemah : Nugroho Noto Susanto, Jakarta :
UI Press), hlm. 27.
6
Nourouzzaman Shiddiqie, “Penulisan Sejarah Muslim Masa Lalu”, hlm. 9.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 3

Dari beberapa tema di atas, oleh banyak ahli Sejarah Islam


kata Syajarah7 lebih banyak dipergunakan sebagai rujukan dalam
mendefinisikan sejarah secara bahasa. Pemakaian kata Syajarah
setidaknya karena beberapa argumen.
Pertama, dari sisi pengucapan dalam bahasa Indonesia kata
Syajarah paling dekat dengan kata sejarah jika dibandingkan dengan
kata lain seperti sirah, qishshah, apalagi history, story, istoria dan
sebagainya.
Kedua, ada makna filosofis tentang syajarah yang berartai
pohon. Pohon secara struktural muncul dari biji atau tunas
kemudian membesar dan semakin besar tetapi suatu ketika pohon
itu tumbang. Kondisi komunitas baik itu daulat atau umat
senantiasa muncul dari sesuatu yang kecil kemudian membesar dan
terus besar, tetapi suatu ketika ia binasa. Dalam Sejarah peradaban
Islam kondisi itu dapat diketemukan di setiap tahapan
perkembangannya. Sebagai contoh, Nabi Muhammad membawa
nilai-nilai luar biasa yang jauh dari diskriminasi. Kondisi ini terus
dijaga saat para khalifah memegang imamah atas umat Islam
sehingga masa tersebut lebih terlihat sebagai al-Mamlakah al-
Islamiyyah. Tetapi kondisi semacam itu kemudian sirna ketika
kekuasaan berpindah ke tangan Muawiyah yang lebih
mengedepankan dan Umayah yang sangat arab daripada

7
Uraian lebih jauh dapat dibaca dalam, “Pesan-pesan Sejarah dalam Al- Qur’an”, hlm. 19- 27.

4 — Sejarah Kebudayaan Islam

umat Islam secara keseluruhan sehingga masa tersebut lazim disebut


sebagai al-Mamlakah al-Arabiyyah. Meski begitu, pada akhirnya
daulat Umayah juga runtuh digantikan oleh Abbasiyah yang meski
tercatat berkuasa selama hampir 5 (lima) abad pada akhirnya juga
runtuh.
Ketiga, pohon juga dapat dianalogikan sebagai kehidupan
dunia ini. Contoh konkritnya dapat dilihat dalam gunungan atau
kelir dalam pewayangan. Dalam gunungan terdapat komponen-
komponen pertama, pohon sebagai simbol kehidupan dunia ini
(Syajaratun Hayyun), kedua, binatang baik ular, kera, dan banteng
sebagai simbol nafsu-nafsu manusia dengan segala variannya,
ketiga, rumah sebagai simbol baitullah. Pembacaan atas simbol-
simbol tersebut adalah bahwa manusia senantiasa memiliki nafsu
yang menyertai kehidupan di dunia ini. Meski begitu, segala nafsu
tersebut harus dikembalikan dan dihadapkan kepada Baitullah
dalam bentuk ritual peribadatan kepada Allah Swt.
Secara istilah, ada beberapa pengertian yang dimunculkan
para ahli. Beberapa pengertian dimaksud adalah sebagai berikut.
Ibnu Chaldun, menterjemahkan sejarah sebagai berikut. “Sejarah
adalah catatan tentang masyarakat ummat manusia atau
peradaban dunia; tentang perubahan- perubahan yang terjadi
pada watak masyarakat itu, seperti keliaran, keramahan dan
solidaritas golongan;

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 5

tentan revolusi-revolusi dan pemberontakan- pemberontakan


oleh segolongan rakyat melawan golongan yang lain dengan
akibat timbulnya kerajaan- kerajaan dan negara-negara dengan
tingkat bermacam- macam; tentang macam-macam kegiatan
dan kedudukan orang, baik untuk mencapai penghidupannya,
maupun dalam bermacam-macam cabang ilmu pengetahuan
dan pertukangan, dan pada umumnya, tentang segala
perubahan yang terjadi dalam masyarakat karena watak
masyarakat itu.8

Dengan melihat kata catatan pada pengertian di atas, R.


Moh. Ali memberikan pemaknaan yang hampir sama. Menurutnya
suatu peristiwa dapat dikatakan sejarah jika mencakup tiga hal,
pertama, perubahan, kejadian dan peristiwa di sekitar kita. Kedua,
cerita tentang perubahan/ peristiwa tersebut. Ketiga, Ilmu yang
menyelidiki perubahan/peristiwa tersebut.9
Pemikiran ini senada dengan pengertian sejarah yang
diberikan oleh Sartono Kartodirjo yang membagi seja- rah menjadi
sejarah obyektif atau sejarah serba obyek dan sejarah subyektif atau
sejarah serba subyek. Sejarah obyek- tif adalah kejadian atau
peristiwa itu sendiri atau proses se-

8
Charles Issawi, Filsafat Islam Tentang Sejarah; Pilihan dari Muqaddimah, penerjemah : A. Mukti Ali,
(Jakarta : Tintamas, 1976), hlm. 36.
9
R. Moh. Ali, Pengantar Sejarah Indonesia, (Jakarta : CV Bathara, 1961),
hlm.18.

6 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

jarah dalam aktualitasnya. Sedang sejarah subyektif adalah suatu


konstruk yang disusun oleh penulis sejarah sebagai suatu uraian atau
cerita.10 Dengan demikian, apa yang kita baca adalah hasil
rekonstruksi sejarawan atas peristiwa yang terjadi, karenanya
disebut sejarah serba subyek. Upaya re- konsruksi sejarah obyektif
memunculkan kekhawatiran akan munculnya subyektivitas
penulisnya.
Subyektivitas sejarah adalah sebuah keniscayaan. Karena
penulis sejarah merekonstruksi sejarah berdasar fak- ta yang
diketemukan dengan metodologi tertentu yang dip- ergunakan.
Oleh sebab itu dalam kajian sejarah subyektivitas adalah
diperbolehkan. Yang tidak diperbolehkan adalah subyektivisme.
Subyektivitas artinya proses rekonstruksi yang dilakukan penulis
sejarah mempergunakan metodologi yang dapat
dipertanggungjawabkan. Sementara subyektivisme menunjuk
kepada proses penulisan sejarah dise- rahkan sepenuhnya kepada
kesewenang-wenangan penulis sehingga mengarah kepada
subyektifistik. 11 Sikap ini akan menghantarkan bagi terjadinya
kesalahan-kesalahan dalam rekonstruki sejarah. Menurut Ibnu
Chaldun, ada 7 (tujuh) sumber yang mengakibatkan kesalahan
dalam rekonstruksi sejarah, yaitu, pertama, percaya kepada sumber
seseorang,

10
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakata:Gamedia,1993),hlm. 14-15.
Lebih jauh tentang Subyektivitas dalam kajian sejarah lihat W. Poespoprodjo, Subyektivitas dalam
11

Historiografi, (Bandung : Remaja Karya, 1987). Lihat juga bahasan tentang Obyektivitas dan Subyektivitas
dalam Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, hlm. 27-28.

Sejarah Kebudayaan Islam — 7

kedua, semangat tergolong kepada pendapat seseorang, ketiga,


tidak sanggupnya memahami apa yang sebenarnya dimaksud,
keempat, kepercayaan yang salah terhadap kebenaran, kelima,
tidak mampu menempatkan suatu kejadian dalam rentetan
yang sebenarnya, keenam, mengambil hati orang yang
berkedudukan tinggi, dan ketujuh, tidak tahu tentang hukum-

PROSES REKONSTRUKSI SEJARAH

hukum perubahan masyarakat.12


Oleh sebab itu, diperlukan sebuah kerangka kerja.
Kerangka kerja dimaksud adalah sebagai berikut: 13
Kerangka kerja semacam itu akan dapat dilaksanakan
dengan baik jika mempergunakan metode historika, yaitu
metode penelitian sejarah dengan 5 (lima) tahap, yaitu
pertama,pemilihan topik, kedua, pengumpulan sumber,

12
Charles Issawi, Filsafat Islam Tentang Sejarah, hlm. 36-39.
13
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, hlm.15.

8 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

ketiga, verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber), keempat,


interpretasi (analisis dan sintesis), dan kelima, penulisan.14
b. Kebudayaan.
Secara bahasa, kata kebudayaan berasal dari kata Budaya.
Budaya berasal dari bahasa sanskerta Budhayah. Jika diurai kata ini
berasal dari dua kata yaitu Budi dan Daya. Budi artinya akal, tabiat,
watak, akhlaq, perangai, kebaikan, daya upaya, kecerdikan untuk
pemecahan masalah. Sedang Daya berarti kekuatan, tenaga,
pengaruh, jalan, akal, cara, muslihat.15 Sementara dalam bahasa
arab, kata yang dipakai untuk menunjuk kebudayaan adalah al-
Hadlarah terkadang juga Tsaqafiyah/Tsaqafah. Kata yang terakhir
kadang juga dipergunakan untuk menunjuk kata peradaban.
Sementara kata yang dipergunakan untuk menunjuk kata
kebudayaan adalah Culture (Ingris), Kultuur (Jerman), cultuur
(Belanda). Kata culture diadopsi dari kata colere (latin).
Kajian tentang kebudayaan sering disandingkan dengan
Peradaban. Kedua kata ini ada memiliki Kesamaan dan perbedaan.
Secara istilah, ada banyak pengertian tentang Kebudayaan,
diantaranya:
14
Lebih jauh tentang Metodologi Penelitian Sejarah, baca “Bab 6: Penelitian Sejarah” dari buku
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, hlm. 89-105.

15
Budiono Herusatoto, Simbolisme dalam Budaya Jawa (Yogyakara: Hanindita,1991).

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 9

1. Kebudayaan adalah Cara berfikir dan cara merasa yang


menyatakan diri dalam keseluruhan segi kehidupan dari
segolongan manusia yang membentuk kesatuan sosial dalam
suatu ruang dan waktu.16
2. Aspek ekspresi simbolik perilaku manusia atau makna bersama
{shared meaning) yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari,
sehingga menjadi konsensus dan karenanya mengabaikan
konflik.17
3. Kondisi kehidupan biasa yang melebihi dari yang diperlukan.
(Ibnu Chaldun)
4. Bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu
masyarakat, Struktur intuitif yang mengandung nilai- nilai
rohaniyah tinggi yang menggerakkan masyarakat atau Hasanah
historis yang terrefleksikan dalam kredo dan nilai yang
menggariskan bagi kehidupan suatu tujuan ideal dan makna
rohaniyah yang dalam yang jauh dari kontradiksi ruang dan
waktu.18
5. Ada 6 (enam) pemahaman pokok tentang kebudayaan, Definisi
deskriptif, menunjuk kepada totalitas deskriptif yang menyusun
keseluruhan hidup sosial

16
Sidi Gazalba, Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu, (Jakarta. Pustaka Antara, 1968), hlm. 44. Kesimpulan
ini diambil setelah melihat berbagai pengertian yang diberikan oleh bebeberapa ilmuwan, seperti Sutan
Takdir Ali Syahbana, KH. Agus Salim dan sebagainya.
17
Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial, penerjemah. Mestika Zed dan Zulfami, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2001), hlm. 178.
18
Effat al-Sharqawi, Filsafat Kebudayaan Islam, hlm. 6-7.

10 — Sejarah Kebudayaan Islam

sekaligus menunjukkan sejumlah ranah (bidang kajian) yang


membentuk budaya.
Definisi historis menunjuk kepada warisan yang
dialihturnkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Definisi normatif menunjuk kepada dua hal, pertama,
aturan/jalan hidup yang membentuk pola-pola perilaku dan
tindakan yang konkrit. Kedua, peran gugus nilai tanpa mengacu
pada prilaku.
Definisipsikologis menunjuk kepada piranti pemecahan
masalah yang membuat orang bisa berkomunikasi, belajar atau
memenuhi kebutuhan material maupun emosional.
Definisi struktural menunjuk kepada dua hal, pertama,
hubungan atau keterkaitan antara aspek-aspek yang terpisah dari
budaya, kedua, abstraksi yang berbeda dari perilaku konkrit.
Definisi genetis menunjuk kepada dua hal, pertama, asal
usul dan tetap bertahannya sebuah budaya, kedua, lahirnya budaya
dari interaksi antar manusia dan tetap bertahan karena
ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. 19
Dalam pada itu, kata yang kadang dipadankan dan lebih
banyak yang membedakan dengan kebudayaan adalah peradaban.
Secara bahasa, peradaban berasal dari kata Civilization yang
berakar kata civic yang berhubungan

19
Muji Sutrisno dan Hendro Prasetyo, (Ed.) Teori-teori Kebudayaan, (Yogyakarta; Kanisius,
2005), hlm. 9.

Sejarah Kebudayaan Islam — 11


dengan hak dan kewajiban warga negara. Ia juga berasal dari Civitas
(Latin) yang berarti negara. Oleh sebab itu Civilisasi menjadikan
seseorang warga negara hidup lebih baik, teratur, tertib, sopan dan
berkemajuan. Karena to civilize artinya memurnikan, menggosok
atau membuat cerah. Ciri-ciri masyarakat semacam itu adalah
masyarakat yang beradab. Ini sesuai dengan asal kata Peradaban
yaitu adab yang berarti sopan santun.20
Sementara itu, dalam bahasa arab kata yang dipergunakan
untukmenunjuk peradaban adalah Madaniyyah yang berarti kota,
kadang dipergunakan Tsaqafiyyah yang berarti kehalusan budi
pekerti,21
Secara istilah Peradaban adalah hasanah pengetahuan
terapan yang dimaksudkan untuk mengangkat dan meninggikan
manusia dari peringatan penyerahan diri terhadap kondisi alam
sekitar. Peradaban merupakan ikhtisar perkembangan yang diraih
tenaga intelektual manusia, dan sejauh mana kemampuan itu dalam
mengendalikan tabiat sesuatu. Peradaban meliputi semua
pengalaman praktis yang diwarisi dari satu generasi ke generasi.
Peradaban juga berarti gejala yang dibuat dan bersifat material, apa
yang kita pergunakan sehingga ia dapat disebut sebagai pranata-
pranata sosial.22

20
Nourouzzaman Shiddiqie, Pengantar Sejarah Muslim, (Yogyakarta : Nur Cahaya,
1983), hlm. 7.
21
Effat al-Sharqawi, Filsafat Kebudayaan Islam, hlm. 6.
22
Ibid., hlm. 6-7.

12 ~ Sejarah Kebudayaan Islam


Dengan demikian, antara peradaban dan kebudayaan
memiliki tingkat perbedaan, meskipun perbedaan tersebut tidak
bersifat matematis. Jika dilihat perbedaannya adalah sebagai
berikut:

Kebudayaan Peradaban

Kebudayaan atas Kebudayaan ideal Apa Kebudayaan bawah Kebudayaan


yang kita rindukan material Apa yang kita pergunakan
Kemajuan mekanik dan teknologis.
Terrefleksi dalam kreo, nilai, religi, sastra, Terrefleksi dalam politik, ekonomi dan
seni, moral teknologi

c. Kebudayaan Islam.
Sebagai budaya yang muncul di tanah Arab, maka kemudian
memunculkan pertanyaan : Kebudayaan Islam atau kebudayaan
Arab ?. Terhadap pertanyaan ini muncul dua pendapat.
Pendapat pertama mengatakan bahwa kebudayaan ini lebih
tepat disebut sebagai kebudayaan Arab karena kebudayan ini lahir
di tanah Arab sehingga disebut juga dengan kebudayaan padang
pasir. Dan dalam perkembangannya masyarakat Arab dengan
bahasa arabnya memeiliki peran sangat strategis dalam
penyebarannya. Disamping itu, terdapat sifat-sifat rohaniah khusus
yang bisa didapatkan pada sifat-sifat bangsa Arab.23

23
Ibid., hlm. 9-13.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 13

Meski begitu, Abdul Muin Majid menyimpulkan bahwa


tidak mudah mengetahui dasar-dasar kebudayaan Islam. Karena
kebudayaan Islam seperti halnya kebudayaan- kebudayaan lain
tidak muncul begitu saja. Tetapi ada proses pendahuluan yaitu
munculnya kebudayan-kebudaan lain yang mendahuluinya.
Kebudayaan Islam merupakan perpaduan dari kebudayaan lama dan
baru. Antara keduanya kadang saling menopang, saling menutupi
bahkan saling mengubah.24 Oleh sebab itu secara sederhana dapat
dikatakan bahwa dasar Kebudayan Islam adalah orang- orang Arab
kemudian kawasan lain yang ditaklukkan oleh kaum muslimin. Ini
sesuai dengan pendapat Ibnu Chaldun, bahwa
...secara umum dapat dikatakan bahwa bangsa Arab tidaklah
mampu mendirikan suatu kerajaan melainkan atas dasar agama,
seperti wahyu seorang Nabi atau ajaran seorang wali.25

Pendapat kedua, lebih menyebut sebagai kebudayaan Islam.


Karena meskipun kebudayan ini lahir di Arab, tetapi dalam
perkembangannya Islam adalah agama yang dominan dalam
kebudayaan ini dan syari’ah islam adalah pengikat satu-satunya bagi
bangsa-bangsa di dunia Islam,

24
‘Abdul Mun’im Majid, Tarikh al-Hadlarah al-Islamiyah; Fi al-Ushur al- Wustha, (Kairo:
Maktabah al-Anglu al-Mishriyyah, 1978), hlm. 2.
25
Charles Issawi, Filsafat Islam Tentang Sejarah, hlm. 78.

14 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

baik di Asia, Afrika, maupun Eropa. Dengan demikian, penyebutan


kebudayaan ini sebagai kebudayaan Islam diatas landasan bahwa
Islamlah yang menaungi kebudayaan ini dan membekalinya dengan
visi historisnya terhadap diri kuklturalnya, dan memberi bentuk
intuitifnya secara khusus.26
2. Tujuan dan Manfaat Mempelajari Sejarah Kebudayaan
Islam
Tujuan dan manfaat mempelajari Sejarah Kebudayaan Islam
berarti mempelajari Kebudayaan Islam dalam perspektif sejarah.
Oleh sebab itu, tujuan dan manfaat belajar yang dimaksud disini
adalah mempelajari sejarah.
Manfaat pembelajaran sejarah dapat dipilah menjadi dua,
intrinsik dan ekstrinsik.27 Secara instrinsik sejarah memiliki 4
(empat) manfaat, yaitu sejarah sebagai ilmu, sejarah sebagai cara
mengetahui masa lampau, sejarah sebagai pernyataan sikap, dan
sejarah sebagai profesi. Sedang secara ekstrinsik, sejarah memiliki
beberapa bermanfaat, yaitu sejarah sebagai latar belakang, rujukan,
bukti dan pendidikan. Manfaat sejarah dalam pendidikan dapat
diketemukan dalam pendidikan moral, penalaran, politik,

26
Effat al-Sharqawi, Filsafat Kebudayaan Islam, hlm. 13.
27
Uraian secara lebih detail baca Bab II tulisan Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu
Sejarah, hlm. 19-35.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 15

kebijakan, perubahan, masa depan, keindahan, dan ilmu bantu.


Sebagai ilmu bantu sejarah dapat digunakan untuk
menjelaskan studi-studi keislaman, seperti ilmu tafsir, ilmu hadits
dan sebagainya. Sebagai contoh, dalam periwayatan hadits dikenal
istilah asbabul wurud. Yaitu sebab-sebab munculnya sebuah hadits.
Kemunculan sebuah hadits dapat terjadi karena adanya pertanyaan
sahabat sehingga memunculkan hadits qauliyah, atau karena ada
sahabat yang melihat nabi mengerjakan amaliyah tertentu sehingga
memunculkan hadits fi’liyyah, atau karena ada sahabat yang
mempertanyakan suatu hukum atas aktivitas yang dikerjakan, dan
ketika Nabi mengiyakan maka muncullah hadits tikrariyyah.
Dalam perkembanganaya, sebuah hadits disampaikan dari
satu sahabat kepada sahabat lain sehingga terbentuk sanad. Sejarah
dapat berperan dalam meneliti otentisitas hadits melalui cara kapan
waktu periwayatan, siapa yang meriwayatkan.
Manfaat yang lain adalah sejarah dapat dijadikan sebagai
‘Ibrah atau pelajaran. Ada banyak peristiwa masa lampau yang dapat
diambil pelajaran secara positif. Ini berbeda dengan pemahaman
aliran “Berhala Sejarah” yang menganggap segala peristiwa masa
lalu harus diikuti baik positif maupun negatif. Pola pikir ini
merupakan antitesa

16 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

terhadap pola pikir History is a Bunk,28 sejarah adalah omong


kosong. Bagi aliran ini apapun yang terjadi pada masa lampau tidak
perlu diikuti. Oleh sebab itu, yang patut dipertimbangkan karena
memiliki makna strategis adalah cara pandang ketiga yaitu
menjadikan masa lalu yang positif sebagai uswah hasanah dan
menjadikan yang negatif sebagai ibrah atau pelajaran sehingga tidak
terantuk batu kedua kali.

3. Sumber Sejarah Islam


Sumber sejarah disebut juga data29 sejarah. Menurut Bahan,
sumber sejarah dipilah menjadi dua, yaitu sumber tertulis dan tidak
tertulis.30 Sumber tertulis seperti dokumen.31 dan manuskrip, sedang
sumber tidak tertulis seperti sumber lisan, artefak, relief, monumen
dan sebagainya. Kedua sumber tersebut dilihat dari fungsinya dibagi
menjadi sumber primer dan sekunder. Sumber primer adalah
kesaksian seorang saksi dengan mata kepala sendiri. Mereka yang
memiliki kesaksian semacam ini disebut
28
Tentang cara pandang terhadap masa lalu lihat Nourouzzaman Shiddiqie,
Pengantar Sejarah Muslim, (Yogyakarta : Nur Cahaya, 1983), hlm. 17-18. History is a Bunk merupakan
gagasan Henry Ford, Lihat Ahmad Manshur Suryanegara, Menemukan Sejarah; Wacana Pergerakan Islam
di Indonesia, hlm. 20.
29
Data berasal dari kata Datum (Inggris) yang berarti pemberian. Lihat Kuntowijoyo,
Pengantar Ilmu Sejarah, hlm. 94.
30
Ibid.
31
Kata dokumen berasal dari kata docere secara bahasa berarti mengajar. Sedang secara istilah
berarti sumber tertulis bagi informasi sejarah sebagai kebalikan dari sumber lisan. Louis Gottschalk,
Mengerti Sejarah, hlm. 38.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 17

sebagai pelaku sejarah. Jika kemudian ia menuliskan sendiri


kesaksian tersebut, maka memunculkan model penulisan Original
History32 Sedang sumber skunder adalah bukan dari kesaksian asli.
Sehingga ia merupakan proses rekonstruksi atas peristiwa atau
kejadian atau perubahan.
Dalam pada itu, sumber Sejarah Islam dapat dibedakan
antara sumber-sumber khusus yaitu sejarah Nabi Muhammad atau
Sirah Nabi dan sumber umum bagi sejarah umum. Sumber khusus
sendiri terpilah menjadi dua, yaitu Sumber-sumber primer dan
skunder. Sumber primer adalah Alqur’an, Hadits Nabi, Buku-buku
Syamail (sifat-sifat, fisik, kebiasaan dan keutamaan), Buku-buku
Dalalail ( bukti yang jelas , seperti mukjizat Nabi), Buku-buku
Maghazy dan Siyar. Sedang sumber skunder adalah buku-buku lain
yang dianggap sebagai pelengkap.33 Sedang sumber umum bagi
sejarah umum adalah buku-buku hahsil rekonstruski penulis
muslim sebagaimana tercover dalam historigrafi Islam. 34
Historiografi Islam berbentuk khabar, analitik, historiografi
dinasti, pembagian thabaqat dan nasab. Sedang isi karya-karya
sejarah Islam adalah nasab, biografi, geografi
32
Tentang model-model atau tipe penulisan sejarah lihat Nourozzaman Shiddiqie,
Pengantar Sejarah Muslim, hlm. 18-20.
33
Lihat Bab 2 sub bab Buku-buku Sumber Sirah dalam Akram Dliyauddin Umari,
Masyarakat Madinah; Tinjauan Historis Zaman Nabi, penerjemah (Jakarta: Gema Insani Pres), hlm. 43-62.
34
Sebagai bahan awal, tulisan A. Muin Umar, Historiografi Islam, Jakarta: Rajawali
Press, 1988) dapat dijadikan rujukan.

18 — Sejarah Kebudayaan Islam

dan kosmologi, astrologi, filsafat, ilmu sosial dan politik,


penggunaan dokumen, prasasti dan mata uang.35
Dalam perspektif ini, maka sumber-sumber diatas lebih
merupakan sumber tertulis. Sedang sumber tidak tertulis dapat
diketemukan terutama berkaitan dengan Sejarah Peradaban Islam
masa modern sampai sekarang. Karena dimungkinkan para pelaku
Sejarah Islam masih dapat dimintai informasi lisan tentang
peristiwa yang terjadi.
Sedang untuk sejarah Islam secara umum disamping
bersumber kepada sumber khusus diatas juga sumber-sumber yang
berbicara seputar historiografi Islam. Historiografi Islam
menunjukkan model penulisannya ke dalam bentuk Riwayat dan
Dirayah. Disamping itu, dari periode ke periode berikutnya terjadi
peralihan dari interpretasi sejarah yang bersifat heroik menuju
interpretasi yang bersifat kultural.36

4. Ciri-ciri dan Struktur Kebudayaan Islam


Pada bagian Dasar Kebudayaan Islam disimpulkan bahwa
kebudayaan yang dibawa Muhammad adalah Kebudayaan Islam
bukan Kebudayaan Arab, maka pertanyaan berikutnya adalah apa
Kebudayan Islam tersebut. Terhadap pertanyaan ini setidaknya ada
dua

35
Ibid., terutama bab III dan IV.
36
Lebih jauh tentang Model Historigrafi Islam, baca “Bab IV: Ide Sejarah Menurut
Para Sejarawan Muslim”, dalam Effat al-Sharqawi, Filsafat Kebudayaan Islam, hlm. 259-341.

Sejarah Kebudayaan Islam — 19

cara pandang. Pertama, Kebudayaan Islam adalah semua produk


budaya yang dihasilkan di bawah naungan bantuan pemerintah
Islam sebagaimana digagas oleh A.A. Feyzee dalam karyanya Islamic
Culture. Kedua, Kebudayaan Islam adalah Satu sikap khusus yang
berangkat dari dasar ajaran Islam sebagaimana dirumuskan oleh
M.Z. Shiddiqi.37
Kedua statemen diatas menunjukkan tingkat perbedaan
secara substansial. Perbedaan itu dapat dilihat sebagai berikut. Jika
Kebudayaan Islam dipahami sebagai produk budaya yang dihasilkan
di bawah naungan bantuan pemerintah Islam, maka konsekunsinya
adalah siapapun yang memproduk budaya tersebut meskipun tidak
beragama Islam harus diakui sebagai Kebudayaan Islam. Sebagai
contoh, sebagai upaya meninggikan kejayaan dunia ilmu
pengetahuan Islam, Harun al Rasyid mendirikan Baitul Hikmah
yang kemudian mencapai puncak prestinya pada masa al Makmun.
Dalam proses tersebut diketemukan seorang penerjemah bernama
Hunain Ibnu Ishak yang beragama non muslim. Pertanyaannya,
hasil terjemah tersebut dianggap sebagai produk budaya Islam atau
tidak. Jika mengacu rumusan A.A. Feyzee, maka hasil karya
Hunanin Ibnu Ishaq harus dianggap sebagai produk budaya Islam
karena dibawah naungan Abbbasiyah sebagai Dinansti Islam. Tetapi
jika kita mengacu pada rumusan

37
Nourouzzaman Shiddiqie, Tamaddun Muslim, Jakarta: Bulan Bintang, 1984)
hlm. 4-5.
20 — Sejarah Kebudayaan Islam

MZ. Shiddiqie bahwa Kebudayaan Islam adalah Satu sikap khusus


yang berangkat dari dasar ajaran Islam, maka karya Hunain Ishaq
bukan produk budaya Islam karena tidak muncul dari orang Islam.
Bagaimana dengan produk budaya yang dihasilkan oleh
orang Islam meskipun tidak berada dibawah naungan pemerintahan
Islam. Contoh yang dapat ditunjuk adalah produk budaya orang-
orang Islam yang berada di Cina, misalnya. Secara praksis Cina
bukan Dinasti Islam. Meski begitu, kalangan komunitas muslim di
China mampu menghasilkan produk budaya bernuansa Islam.
Pertanyaannya, mana yang lebih tepat disebut sebagai Kebudayaan
Islam? berangkat dari dasar ajaran Islam oleh orang Islam atau
berada dibawah naungan dinasti Islam meskipun berasal dari orang
non Islam?
Terhadap pertanyaan ini pada akhirnya orang hanya mampu
menunjukkan ciri-ciri Kebudayaan Islam. Yaitu, pertama,
bernafaskan tauhid, karena tauhidlah yang menjadi prinsip pokok
ajaran Islam, kedua, hasil buah pikiran dan pengolahannya adalah
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
membahagiakan umat. Sebab Muhammad diutus adalah sebagai
rahmatan lilalamin.38
Kedua ciri kebudayaan Islam tersebut merupakan formulasi
dari dua kata dalam al Qur’an yang senantiasa muncul secara
berurut, yaitu Amanuu dan Amilushshaalihaat.
38
Ibid., hlm. 5.

Sejarah Kebudayaan Islam — 21

Kata Amanuu menunjuk kepada ciri pertama yaitu tauhid. Sedang


kata “amilushshaalihaat menunjuk pada ciri kedua, yaitu aktivitas
yang mensejahterakan dan membahagiakan umat.
Dalam pada itu, kebudayaan Islam mencerminkan adanya
perpaduan atau integrasi antara moral yang merupakan pokok
ajaran Islam dengan dorongan pemakaian akal. Aspek pertama
ditunjukkan oleh alqur’an melalui formulasi perlunya
mengedepankan aspek moral39 dalam beraktivitas, salah satunya
seperti ayat ya ayyuhalladziina amanuu anfiquu mimma
razaqnakum. Untuk yang terakhir ditunjukkan oleh alqur’an dalam
banyak formulasi, seperti afalaa ya'qiluun, afala yasma'uun, afalaa
tatadabbaruun dan sebagainya.
Struktur semacam ini merupakan perpaduan antara dua arus
besar kebudayaan yang pernah muncul sebelum kehadiran Islam.
Dua arus tersebut adalah Mesir dan Yunani. Mesir merupakan pusat
gerakan moral yang mewujud dalam agama-agama samawi sebagai
antitesa terhadap dampak negatif peradaban Mesir kuno. Sedang
Yunani merupakan pusat pengakajian logik filosifis. 40

39
Tentang Faktor Moral dalam Sejarah, bandingkan dengan Ahmad Manshur Suryenagara,
Menemukan Sejarah..., hlm. 52.
40
Nourouzzaman Shiddiqie, Tamaddun Muslim, hlm. 6.

22 — Sejarah Kebudayaan Islam

6. periodisasi Perkembangan Kebudayaan Islam.


Bahasan tentang periodisasi Sejarah Peradaban Islam harus
dimulai dari pertanyaan tentang awal sejarah Islam. Ada dua cara
pandang yang berbeda. Pertama, Sejarah Islam dimuali sejak proses
penciptaan alam. Kedua, Sejarah Islam dimulai sejak diutusnya
Muhammad. Bagi pendapat pertama, sejarah Islam tidak dimulai
oleh diutusnya Muhammad. Ada dua alasan yang mendasari,
pertama, kata Islam tidak hanya dipergunakan sejak kehadiran
Muhammad sebagai Rasul, tetapi sudah ada sejak proses penciptaan
alam itu. Karena kata Islam yang berasal dari kata aslama
menunjukkan ketertundukan alam sebagai ciptaan Allah. Kedua,
jika sejarah Islam dimulai masa Muhammad, berarti ada missing
link antara Adam sampai Isa bahkan sampai pra diutusnya
Muhammad. Padahal antara Muhammad dengan Rasul- rasul
sebelumnya, meskipun berbeda secara nama, tetapi secara substantif
memiliki saling kait antara satu dengan lainnya sebagaimana
disabdakan Nabi dalam haditsnya.41
Sementara bagi pendapat kedua, Sejarah Islam dimulai sejak
awal kenabian Muhammad yang terkadang dikaji masa pra
diutusnya Muhammad dengan terma Pra Islam atau masa Jahiliyah.

41
Lebih lanjut baca uraian Jamal Abdul Hadi Muhammad Mas’oud dan Wafa Muhammad Rif’at
Huj’ah, Akhtha’yajiban thushohhahfial tarikhal-islami dinullahfil-ardli wa fi as-sama edisi Indonesia "Sejarah
Islam dicemari Zionis dan Orientalis, penerjemah: Abu Fahmi Ibnu Marjan (Jakarta: Gema Insani Press,
1995), hlm. 55-57.

Sejarah Kebudayaan Islam — 23

Jika ditelaah lebih lanjut, kedua pendapat tersebut dapat


dikompromikan dengan cara menjelaskan ruang lingkup kajian. Jika
yang dikehendaki adalah kajian tentang Sejarah Islam yang
dimaknakan kemunculannya bersamaan dengan proses penciptaan
alam dan sejarah para Nabi, maka awal sejarah islam adalah proses
penciptaan alam tersebut. Tetapi jika yang dikehendaki adalah
kajian tentang Sejarah Islam dalam pengertian sebagaimana
dilakukan oleh Nabi Muhammad, maka periodesasi Sejarah Islam
dimulai dari proses kelahiran Muhammad dan waktu sebelumnya
yang disebut sebagai Arab Pra-Islam. Untuk kepentingan kajian ini,
maka periodisasi yang dipergunakan dalam tulisan ini mengikuti
pola kedua, yaitu mulai Arab Pra Islam sampai diutusnya Nabi
Muhammad dan seterusnya sampai sekarang.
Ada banyak varian tentang periodisasi Sejarah Kebudayaan
Islam. A. Hasymi, misalnya, dengan merujuk kepada beberapa ahli
sejarah, membagi Sejarah Kebudayaan Islam kedalam 9 (sembilan)
periode. Periode tersebut adalah sebagai berikut:
1. Masa Permulaan Islam (daril ahirnya Islam 17 Ramadhan 12
sebelum hijrah sampai tahun 41 H (6 Agustus 610 sampai 661
M)
2. Umayah (41-132 H/661-750 M)
3. Abbasiyah I (132-232 H/750-847 M)
4. Abbasiyah II (232-334 H/847-946 M)

24 — Sejarah Kebudayaan Islam

5. Abbasiyah III (334-467 H/946-1075 M)


6. Abbasiyah IV (467-656 H/1075-1261 M)
7. Mugholiyah (656-927 H/1261-1520 M)
8. Usmaniyah (927-1213 H/ 1520 - 1801 M)
9. Kebangkitan Baru (!213 H/1801 M) sampai awal abad
XX.42
Varian lain membagi periodesasi Sej arah Kebudayaan
Islam sebagai berikut:
1. Periode Klasik (650-1250) yang meliputi:
a. Masa Kemajuan Islam I (650-1000)
b. Masa Disintegrasi (1000-1250).
2. Periode Pertengahan (1250-1800) yang meliputi:
a. Masa Kemunduran I (1250-1500)
b. Masa Tiga Kerajaan Besar (1500-1800) terbagi:
1) Fase Kemajuan (1500-1700)/Masa Kemajuan II
2) Fase Kemunduran (1700-1800)/Fase Kemun-
duran II
3. Periode Modern (1800 M) Masa Kebangkitan Islam.43

42
A. Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993),
hlm.43.
43
Harun Nasution, “Aspek Sejarah dan Kebudayaan”, dalam Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya,
Jilid I Jakarta : UI Press, 1984), hlm. 56-89.

Sejarah Kebudayaan Islam~25

Periodisasi ini menjadikan ciri babakan sejarah berdasarkan


bentuk negara atau sistem politik.44 Jika dibreakdown akan tampak
sebagai berikut.45
Periode Klasik (650-1258) terbagi menjadi Masa Kemajuan
Islam I (650-1000) dan Masa Disintegrasi (1000- 1250). Masa Kemajuan
Islam I merupakan masa perluasan, integrasi dan keemasan Islam. Ia
merentang dari sejak kelahiran nabi Muhammad sampai
dihanguskannya Baghdad oleh Hulagu Khan. Sehingga masa ini
mencakup Masa Nabi Muhammad, Masa Khulafaurrasyidin, Masa
Dinasti Umayah Timur atau Umayah Damaskus, Masa Dinasti
Abbasiyah. Sedang Masa Disintegrasi dimaksudkan sebagai masa
terjadinya pemisahan beberapa wilayah Abbasiyah dan tidak kuasanya
para sultan dibawah tekanan para tentara pengawal.
Periode Pertengahan (1258-1800) yaitu masa jatuhnya
Abbasiyah Baghdad sampai penghujung abad tujuh belas. Periode ini
meliputi Masa Kemunduran I (1250-1500), yaitu masa dimanajengis
Khan menghancurkan beberapa dinansti Islam yang kemudian
mencapai puncaknya dengan dihancurkannya Baghdad oleh cucunya
Hulagu Khan.
44
Jika dielaborasi, setidaknya ada lima aliran dalam menentukan babakan atau periodisasi
sejarah, yaitu aliran bentuk negara atau sistem politik, aliran tingkat kemajuan ekonomi, aliran tingkat
kemajuan peradaban, aliran tingkat kemajuan kebudayaan, dan aliran masuk dan berkembangnya sebuah
agama. Lihat Nourouzzaman Shiddiqie, Pengantar Sejarah Muslim, (Yogyakarta: NurCahaya, 1983), hlm. 66.
45
Diolah dari Harun Nasution, “Aspek Sejarah dan Kebudayaan”, dalam dalam Ditinjau
dari Berbagai Aspeknya jilid I dan Nourouzzaman Shiddiqie, Pengantar Sejarah Muslim.

26 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

Masa ini desentralisasi dan disintegrasi dalam dunia Islam meningkat


sehingga menghilangkan sistem khilafah secara formal. Setelah
berlangsung hampir dua setengah abad, dunia Islam kemudian
menemukan kemajuannya dengan munculnya beberapa dinasti yang
memberi harapan bagi kemajuan Islam. Masa ini disebut sebagai masa
Tiga Kerajaan Besar (1500-1800), yaitu Usmaniyah di Turki,
Syafawiyah di Persia dan Mughal di India. Meski begitu, masa ini juga
menampakkan wajahnya dalam dua fase yang berbeda, yaitu Fase
Kemajuan (1500-1700) yang disebut sebagai masa kemajuan II dan Fase
Kemunduran (1700-1800) yang dianggap sebagai masa Kemunduran II.
Fase kemajuan yang diraih selama dua abad mewujud dalam
munculnya sultan-sultan yang mampu mengangkat harkat dan
martabat dinasti. Tetapi masa itupun kemudian mengalami
kemunduran karena beberapa hal, pertama tidak kredibelnya para
sultan, kedua karena serangan dari dinansti Islam lain, ketiga serangan
agama lain semacam serangan Hindu terhadap Mughal di India, dan
keempat karena karena serangan dari bangsa lain.
Periode Modern (1800-M) disebut sebagai masa Kebangkitan
Islam. Kebangkitan tersebut sebagai akibat dari terbukanya mata dunia
Islam atas kemunduran dan ketertinggalan mereka dari Barat. Para
penguasa muslim berupaya mencari cara untuk memunculkan balance
of power bagi upaya mengangkat harga diri umat yang hilang. Dari

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 27

sini muncullah upaya melawan penjajahan dan pemikiran- pemikiran


untuk memordenisir Islam.

E. Glosarium
1. Sejarah:
Catatan Peristiwa penting pada masa lalu yang benar- benar
terjadi dan didukung oleh fakta.
2. Kebudayaan:
Disebut juga dengan kebudayaan atas atau kebudayaan ideal. Ia
berarti apa yang kita rindukan dan terrefleksi dalam kreno, nilai,
religi, sastra, seni, moral.
3. Peradaban:
Disebut juga dengan kebudayaan bawah atau material. Ia adalah
apa yang kita pergunakan dan merupakan kemajuan mekanik dan
teknologis yang terrefleksi dalam politik, ekonomi dan teknologi

F. Tugas
1. Kognitif
a. Jelaskan pengertian sejarah kebudayaan Islam
b. Jelaskan tujuan dan manfaat pengetahuan sejarah
c. Jelaskan sumber-sumber Sejarah Islam
d. Jelaskan ciri-ciri dan aspek Kebudayaan Islam
e. Jelaskan periodesasi sejarah Kebudayaan Islam.
28 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

2. Afektif
Bagaimana sikap saudara setelah memahami Manfaat dan tujuan
mempelajari Sejarah Kebudayaan Islam ?

G. Daftar Pustaka

A. Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993).


Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah; Wacana Pergerakan
Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1993).
A. Muin Umar, Historiografi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1988).
Budiono Herusatoto, Simbolisme dalam Budaya Jawa, (Yogyakarta:
Hanindita, 1991.
Burke, Peter, Sejarah dan Teori Sosial, penerjemah: Mestika Zed dan
Zulfami, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001).
Harun Nasution, “Aspek Sejarah dan Kebudayaan”, dalam Islam
Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I (Jakarta: UI Press, 1984).
Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, penerjemah: Nugroho
Notosusanto, (Jakarta: UI Press, 1986).
Issawi, Charles, Filsafat Islam Tentang Sejarah; Pilihan dari Muqaddimah,
penerjemah: A. Mukti Ali, (Jakarta: Tintamas, 1976).
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Bentang, 1997).

Sejarah Kebudayaan Islam — 29

Mas’oud, Jamal Abdul Hadi Muhammad dan Wafa Muhammad Rif’at


Huj’ah, Sejarah Islam dicemari Zionis dan Orientalis, penerjemah:
Abu Fahmi Ibnu Marjan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995).
Majid, ‘Abdul Mun’im, Tarikh al-Hadlarah al-Islamiyah; Fi al-Ushur al-
Wustha, (Kairo: Maktabah al-Anglu al- Mishriyyah, 1978).
Muji Sutrisno dan Hendro Prasetyo, (Ed.) Teori-teori Kebudayaan,
(Yogyakarta; Kanisius, 2005).
Nourouzzaman Shiddiqie, Pengantar Sejarah Muslim, (Yogyakarta: Nur
Cahaya, 1983).
Nourouzzaman Shiddiqie, Menguak Sejarah Muslim; Sebuah Kritik
Metodologis,(Yogyakarta: PLP2M, 1984).
Nourouzzaman Shiddiqie, Tamaddun Muslim, (Jakarta: Bulan Bintang,
1984).
R. Moh. Ali, Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, (Jakarta: CV Bathara,
1961).
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah,
(Jakarta: Gramedia, 1993).
Sharqawi, Effat al-, Filsafat Kebudayaan Islam, penerjemah: Ahmad Rafi’
Usmani, (Bandung: Pustaka, 1986)
Sidi Gazalba, Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu, (Jakarta: Pustaka
Antara, 1968).
Umari, Akram Dliyauddin, Masyarakat Madinah; Tinjauan Historis
Zaman Nabi, penerjemah: Mun’im A. Sirry, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1999).
W. Poespoprodjo, Subyektivitas dalam Historiografi, (Bandung: Remaja
Karya, 1987).

30 — Sejarah Kebudayaan Islam

BAB II
MUNCULNYA PERADABAN ISLAM

A. Kompetensi Dasar
Mahasiswa memahami awal munculnya kebudayaan
Islam, sebagai kebudayaan baru yang lahir dan berbeda
dengan kebudayaan sebelumnya.

B. Peta Konsep
Sejarah Kebudayaan Islam — 31

C. Serambi
Kemunculan kebudayaan Islam terkadang dikatakan dimulai dengan
pengangkatan Muhammad sebagai Rasulullah. Pendapat seperti ini akan
menghapus semua nilai-nilai yang dimiliki Muhammad sebelum dia diangkat
sebagai rasul sebagai sesuatu di luar Islam.
Lahirnya kebudayaan Islam tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan
yang berkembang sebelumya di Makkah, karena sebagai sebuah kebudayaan,
Islam tidaklah semata- mata top down tetapi juga dikemas dari kebudayaan
yang sudah ada dan berkembang sebelumnya, begitu juga dengan
perkembangan kebudayaan Islam berikutnya.
Ketika Islam diproklamirkan oleh Rasulullah, maka kebudayaan
manusia yang sudah ada tetap berjalan dan secara berangsur diwarnai dengan
warna islam, sehingga yang nampak kemudian adalah warna Islamnya .

D. Materi Pembelajaran
1. Arab Pra Islam
Masa sebelum lahir Islam disebut zaman jahiliyah. Zaman ini terbagi
atas dua periode, yaitu jahiliyah pertama dan jahiliyah kedua. Jahiliyah
pertama meliputi masa yang sangat panjang, tetapi tidak banyak yang bisa
diketahui hal ihwalnya dan sudah lenyap sebagian besar masyarakat
pendukungnya. Adapun jahiliyah kedua sejarahnya bisa diketahui agak jelas.
Zaman jahiliyah kedua ini berlangsung

32 — Sejarah Kebudayaan Islam

kira-kira 150 tahun sebelum Islam lahir. Kata jahiliyah berasal dari kata jahl
tetapi yang dimaksud di sini bukan jahl lawan dari Him, melainkan lawan dari
hilm. Bangsa Arab sebelum Islam sudah mengenal dasar-dasar beberapa
cabang ilmu pengetahuan, bahkan dalam hal seni sastra mereka telah
mencapai tingkat kemajuan yang pesat. Akan tetapi, karena kemerosotan
moral melanda mereka, maka label jahiliyah diberikan kepada mereka. Syair-
syair Arab Jahili amat kaya dengan informasi yang berkaitan dengan
kebudayaan mereka itu. Tentu saja al-Qur’an merupakan sumber yang paling
bisa dipercaya mengenai moral bangsa Arab menjelang dan pada saat da’wah
Islam mulai diserukan.1

Bangsa Arab adalah penduduk asli jazirah Arab. Semenanjung yang


terletak di bagian barat daya Asia ini, sebagian besar permukaannya terdiri
dari padang pasir. Secara umum iklim di jazirah Arab amat panas,2 bahkan
termasuk yang paling panas dan paling kering di muka bumi. Para ahli geologi
memperkirakan, daratan Arab dahulu merupakan sambungan padang pasir
yang terbentang luas dari Sahara di Afrika sampai gurun Gobi di Asia Tengah.
Tidak terdapat satu sungaipun di jazirah ini, kecuali di bagian selatan, yang
selalu berair dan mengalir

1
Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Moderen, (Yogyakarta: Lesfi, 2004), hlm.
19.
2
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Singapura-Kotabaru-Penang: Sulaiman Mar’i, 1965), hlm. 1-5.

Sejarah Kebudayaan Islam — 33


sampai ke laut, selain telaga-telaga yang hanya berair selama turun hujan.3
Padahal hujan hampir tidak pernah turun di kawasan padang pasir yang luas
ini.
Bangsa Arab termasuk rumpun bangsa Semit, yaitu keturunan Sam ibn
Nuh, serumpun dengan bangsa Babilonia, Kaldea, Asyuria, lbrani, Phunisia,
Aram dan Habsyi. Bangsa Arablah rumpun Semit yang sampai sekarang masih
bertahan, sedangkan sebagian besar yang lain sudah lenyap dan tidak dikenal
lagi.4
Dari segi pemukimannya, bangsa Arab dapat dibedakan atas ahl al-
badwi dan ahl al-hadlar. Kaum Badwi adalahpenduduk padang pasir. Mereka
tidak memiliki tempat tinggal tetap, tetapi hidup secara nomaden, berpindah-
pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari sumber mata air dan
padang rumput. Mata penghidupan mereka adalah beternak kambing, biri-biri,
kuda dan unta. Kehidupan masyarakat Badwi yang nomaden tidak banyak
memberi peluang kepada mereka untuk membangun kebudayaan. Karenanya,
sejarah mereka tidak diketahui dengan tepat dan jelas. Ahl al-hadlar ialah
penduduk yang sudah bertempat tinggal tetap di kota-kota atau daerah-daerah
pemukiman

3
Philip K. Hitti, Dunia Arab; Sejarab Ringkas, penerjemah: Usuludin Hutagalung dan O.D.P Sihombing,
(Bandung: Sumur Bandung, 1970), hlm. 13-16.
4
Ahmad Hassan al-Zayyat, Tarikh al-Adab al-Arabiy, (Beirut Libanon: Dar al-Tsaqafah, t.t.), hlm. 7.

34 ~ Sejarah Kebudayaan Islam


yang subur.5 Mereka hidup dari berdagang, bercocok tanam, dan industri.
Berbeda dengan masyarakat Badwi, mereka memiliki peluang yang besar
untuk membangun kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh penduduk
Yaman di selatan dan penduduk kota-kota lain di bagian utara semenanjung
ini. Oleh karena itu, sejarah mereka bisa diketahui lebih jelas dibanding
dengan kaum Badwi.
Dalam struktur masyarakat Arab terdapat kabilah sebagai intinya. Ia
adalah organisasi keluarga besar yang biasanya hubungan antara anggota-
anggotanya terikat oleh pertalian darah (nasab). Akan tetapi, adakalanya
hubungan seseorang dengan kabilahnya disebabkan oleh ikatan perkawinan,
suaka politik atau karena sumpah setia. 6 Kabilah dalam masyarakat Badwi, di
samping merupakan ikatan keluarga juga merupakan ikatan politik. Sebuah
kabilah dipimpin oleh seorang kepala yang disebut syaikh al-qabilah, yang
biasanya dipilih dari salah seorang anggota yang usianya paling tua. Solidaritas
kesukuan atau ‘asbabiyah qabaliyah dalam kehidupan masyarakat Arab sebelum
Islam terkenal amat kuat. Hal ini diwujudkan dalam bentuk proteksi kabilah
atas seluruh anggota kabilahnya. Kesalahan seorang anggota kabilah terhadap
kabilah lain menjadi tanggung jawab kabilahnya, sehingga ancaman

5
Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam ... hlm. 19.
6 Umar Farrukh, al-Arab wa al-Islam fi al-Haudl al-Syarqiy min al-Bahr al-Abyad al-Mutawassith, (Beirut: Dar al-
Kutub, 1966), hlm. 19.
Sejarah Kebudayaan Islam — 35
terhadap salah seorang anggota kabilah berarti ancaman terhadap kabilah yang
bersangkutan. Oleh karena itu, perselisihan perorangan hampir selalu
menimbulkan konflik antar kabilah yang acapkali melahirkan peperangan
yang berlangsung lama. Dalam masyarakat yang suka berperang nilai wanita
menjadi rendah. Selain itu, akibat perang yang terus menerus kebudayaan
mereka tidak berkembang.
Agama pra-Islam;sebagian besar bangsa Arab jahiliyah adalah
penyembah berhala. Setiap kabilah memiliki patung sendiri, sehingga tidak
kurang dari 360 patung bertengger di Ka’bah yang suci itu. Ada empat patung
yang terkenal, yaitu Lata, Uzza, Manah7 dan Hubal milik kabilah Quraisy.
Sebenarnya mereka percaya kepada Allah sebagai Pencipta, 8 Pengatur dan
Penguasa alam semesta, sekalipun mereka inkar tentang hidup sesudah mati.
Mereka menyembah patung dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah
SWT.9 Kepercayaan kepada Allah itu merupakan sisa ajaran tauhid yang
dibawa oleh Ibrahim as.
Selain penyembah berhala, ada beberapa kabilah yang tergolong
Shabiah atau penyembah bintang, penyembah binatang, penyembah jin, di
samping mereka yang percaya bahwa malaikat adalah anak-anak perempuan
Tuhan.10

7
al-Qur’an, an-Najm (53): 20.
8
al-Qur’an, al-Zukhruf (43) : 87.
9
al-Qur’an, al-Zumar (39) : 3.
10
Abu al-Hasan Ali al-Nadawi, Madza Khasiral-'Alam bi Inhithath al-Muslimin (Kuwait: Dar al-Qalam,
1390/1970), hlm. 64.

36 — Sejarah Kebudayaan Islam

Di kalangan penduduk Hirah dan Ghassasinah tersebar agama Nasrani


melalui Bizantium, demikian pula di Najran agama ini masuk melalui Habsyi.
Pusat-pusat agama Yahudi terdapat di Taima, Wadi al-Qura, Fadk, Khaibar
dan yang terpenting adalah Yatsrib. Dalam pada itu, di bagian timur Jazirah
Arab yang berbatasan dengan Persia tersebar agama Majusi. Semua agama dan
kepercayaan itu terdesak oleh Islam ketika ajaran Tauhid ini memancarkan
sinarnya dari jantung jazirah Arab pada abad ketujuh Masehi.
Ekonomi; bangsa Arab Jahiliah memiliki beberapa pasar tempat
mereka berkumpul untuk melakukan transaksi jual beli dan membacakan
syair. Pasar-pasar itu terletak di dekat Mekah, yang terpenting di antaranya
ialah Ukaz, Majinnah dan Dzul Majaz. Kabilah Quraisy terkenal sebagai
pedagang yang menguasai jalur niaga Yaman-Hijaz-Syria.11 Mereka juga
mendominasi perdagangan lokal dengan memanfaatkan kehadiran para
penziarah Ka’bah, terutama pada musim haji.
Seni Budaya; sastra mempunyai arti penting dalam kehidupan bangsa
Arab. Mereka mengabadikan peristiwa- peristiwa dalam syair yang
diperlombakan setiap tahun di pasar seni Ukaz, Majinnah, dan Dzul Majaz.
Bagi yang memiliki syair yang bagus, ia akan diberi hadiah, dan mendapatkan
kehormatan bagi suku dan kabilahnya serta syairnya digantung di Ka’bah.
Tujuh syair terbaik (al-

11
al-Qur’an, Quraisy (106): 1-3.

Sejarah Kebudayaan Islam — 37

muallaq al-sab’ah) kemudian ditulis dengan tinta emas dan digantungkan di


Ka’bah dekat patung pujaan mereka.12 Menurut catatan sejarah , bangsa Arab
adalah bangsa yang mempunyai kemampuan menghafal yang sangat tinggi,
khususnya hafalan terhadap syair-syair.
Sistem Politik; sudah sejak lama sebelum Islam Ka’bah selalu
dikunjungi oleh bangsa Arab dari seluruh penjuru jazirah untuk melaksanakan
ibadah haji. Oleh karena itu, di Mekah berdirilah pemerintahan untuk
melindungi jamaah haji dan menjamin keamanan serta keselamatan mereka.
Ditetapkan pula kesepakatan larangan berperang di kota itu, di samping
larangan berperang selama bulan-bulan tertentu.
Beberapa kabilah yang pernah menguasai Mekah antara lain
Amaliqah, Jurhum, Khuza’ah dan yang terakhir adalah Quraisy. Quraisy di
bawah pimpinan Qushai merebut kekuasaan dari tangan Khuza’ah pada sekitar
tahun 400 M. Qushai mendirikan dar al-nadwah untuk tempat bermusyawarah
bagi penduduk Mekah. Selain itu, ia juga mengatur urusan-urusan yang
berkaitan dengan Ka’bah dengan membentuk al-siqayab, al-rifadah, al-liwa dan
al- hijabah. Keempat badan ini secara turun temurun dipegang oleh anak cucu
Qushai sampai kepada Abd al-Muthallib, kakek Rasulullah saw.

12
Siti Maryam dkk, Sejarah Peadaban Islam ... hlm. 20.

38 — Sejarah Kebudayaan Islam

2 Kelahiran Islam
a. Muhammad Sebelum Menjadi Nabi
Rasulullah saw lahir dari kalangan bangsawan Quraisy 13 Ayahnya
bernama Abdullah ibn Abd at-Muthalib dan ibunya bernama Aminah binti
Wahab. Garis nasab ayah dan ibunya bertemu pada Kilab ibn Murrah.Apabila
ditarik ke atas, silsilah beliau sampai kepada Ismail as. Akan tetapi nama-nama
nenek moyang beliau yang diketahui dengan jelas hanya sampai Adnan,
sampai kepada Ismail tidak diketahui dengan pasti.
Kabilah Quraisy bertambah harum ketika Qushai menjadi penguasa
atas Mekah setelah berhasil mengalahkan Bani Khuza’ah. Hal ini berarti
pengembalian tanggung jawab atas penjagaan dan pemeliharaan Ka’bah serta
pelayanan terhadap para penziarah Ka’bah kepada keturunan Ismail.
Penguasaan atas Mekah, baik berkaitan dengan kegiatan niaga maupun
keagamaan, menjadikan kabilah Quraisy berpengaruh besar tidak saja di
Mekah dan sekitarnya, melainkan di jazirah Arab seluruhnya. 14 Kabilah
Quraisy dipandang mulia tidak hanya oleh mereka yang bertempat tinggal
tetap, tetapi dihormati pula oleh mereka yang
13
Quraisy adalah gelar yang diberikan kepada anak cucu Kinanah ibn Huzaimah ibn Mudrikah. Ada dua orang
yang disebut-sebut sebagai pemilik nama Quraisy, yaitu Nadlir ibn Kinanah dan cucunya Fihr ibn Malik ibn Nadlir. Lihat
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam; as-Siyasi wa al-Dini wa al- Tsaqafl wa al-Ijtima'i (Kairo: Maktabah al-Nahdliyah al-
Mishriyah, 1964), hlm. 10.
14
H. Rus’an, Lintasan Sejarah Islam di Zaman Rasululah saw (Semarang: Wicaksana, 1981), hlm. 19.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 39

hidup secara nomaden. Oleh karena itu, mereka selalu aman dari gangguan
penyamun padang pasir yang ditakuti oleh kafilah-kafilah yang lalu lalang di
pedalaman jazirah Arab.15
Ketika tanggung jawab pemeliharaan Ka’bah dan pelayanan terhadap
para penziarah rumah suci itu berada di atas pundak Abd al-Muthalib ibn
Hasyim, Mekah diserang oleh Abrahah yang bermaksud meruntuhkan Ka’bah.
Ka’bah yang setiap musim dikunjungi oleh para penziarah dari seluruh
penjuru Jazirah Arab, menjadikan kota Mekah tidak hanya penting secara
politis, tetapi menguntungkan pula dari sisi ekonomi. Hal inilah yang
mendorong Abrahah melakukan serangan itu. Akan tetapi, serangan ini gagal
karena pasukan tentara penyerang itu diserang wabah penyakit yang
mengerikan.16 Tahun ketika terjadi penyerangan tersebut disebut Tahun Gajah
karena Abrahah ketika itu memimpin pasukannya dengan menunggang seekor
gajah yang besar.
Rasulullah saw dilahirkan sebagai yatim pada hari Senin 12 Rabi’ul
Awal Tahun Gajah, bertepatan dengan 20 April 571.17 Ayahnya, sudah wafat
tiga bulan setelah

15
al-Quran, Quraisy (106): 4.
16
Penyerangan Abrahah ke Mekah ini diabadikan dalam al-Quran, al-Fiil
(105); 1-5.
17
Mengenai waktu kelahiran Rasulullah saw, baik hari, tanggal, bulan maupun tahunnya terdapat
beberapa perbedaan pendapat. Lihat Muhammad Husein Haikal, Hayatu Muhammad (Kairo: Maktabah al-Nahdliyah al-
Mishriyah, 1968), hlm. 108-109.

40 ~ Sejarah Kebudayaan Islam


menikahi ibunya. Abd al-Muthalib memberi nama cucunya • Muhammad,
nama yang sampai pada saat itu tidak lazim di kalangan orang Arab saat itu.
Beliau disusui beberapa hari leh Tsuwaibah, sahaya Abu Lahab, kemudian
dilanjutkan penyusuan dan pengasuhannya oleh Halimah binti Dzuaib dari
kabilah Bani Sa’d. Kendatipun hanya beberapa hari Tsuwaibah menyusuinya,
beliau pelihara terus silaturahim dengannya, demikian pula budi baik keluarga
Halimah al- Sa’diyah tidak pernah dilupakan sepanjang hayatnya. Ketika
berusia lima tahun, beliau dikembalikan kepada Aminah. Akan tetapi, setahun
kemudian ibu kandung yang amat dicintainya ini pun wafat. Abd al-Muthalib
melanjutkan pengasuhan atas cucunya sampai kakek yang bijak ini wafat dua
tahun kemudian. Tanggung jawab untuk mengasuh dan membesarkan
Muhammad saw selanjutnya dipikul oleh Abu Thalib, salah seorang putera
Abd al-Muthalib yang paling miskin, tetapi sangat disegani dan dihormati oleh
penduduk Mekah.
Perhatian Abu Thalib kepada keponakannya itu sama besar dengan
perhatiannya terhadap anak kandungnya sendiri. Budi pekerti Muhammad
yang luhur, cerdas dan suka berbakti merupakan daya tarik tersendiri bagi
Abu Thalib. Betapa besar cintanya kepada Muhammad, sehingga ia tidak
mampu menolak ketika keponakan yang disayanginya itu minta ikut dalam
perjalanan kafilah dagangnya ke Syria. Usia Muhammad pada waktu itu
sekitar 12 tahun. Ketika

Sejarah Kebudayaan Islam — 41

Abu Thalib sampai di Bushra, ia. bertemu dengan Pendeta Kristen, Buhaira
namanya. Pendeta itu melihat tanda-tanda kenabian pada Muhammad
sebagaimana. yang termaktub dalam kitab suci yang dipercayainya. la
memperingatkan Abu Thalib agar menjaga keselamatan Muhammad dari
orang-orang Yahudi di Syria yang apabila mereka mengetahui tanda-tanda itu
mungkin akan mencelakainya atau bahkan membunuhnya. Oleh karena itu,
Abu Thalib mempersingkat keberadaannya di Syria kali ini dan setelah itu
tidak pernah lagi bepergian jauh meninggalkan kota Mekah.
Bagi Muhammad, perjalanan ke Syria yang pertama itu memberi kesan
yang selalu melekat dalam ingatannya. Beliau menyaksikan luasnya padang
pasir, kemilaunya bintang di malam hari, serta kebun-kebun yang penuh
dengan tanaman yang berbuah lebat yang berbeda dengan gurun pasir tandus,
dan gunung-gunung batu di sekeliling Mekah. Didengarnya cerita penduduk
Arab pedalaman tentang sejarah masa lalu daerah yang dilaluinya, sedangkan
di Syria didengarnya tentang Romawi yang beragama Nasrani dan Persia yang
menyembah api, serta konflik yang sedang terjadi antara kedua kerajaan besar
ini. Apa yang dilihat dan didengar selama perjalanannya itu memperkuat
keinginan untuk mencari kebenaran hakiki di balik semuanya itu. 18

18
Ibid., hlm 115.

42 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

Tatkala Muhammad berusia 15 tahun terjadi perang antara keturunan


Kinanah dan Quraisy di satu pihak melawan kabilah Hawazin di pihak lain.
Perang ini dikenal dengan perang Fijar yang artinya pendurhakaan. Disebut
demikian karena awal terjadinya disebabkan oleh pelanggaran atas larangan
permusuhan pada bulan-bulan suci yang sangat dihormati berdasar aturan dan
adat setempat. Dalam perang ini Muhammad membantu pamannya
memungut anak panah yang dilontarkan musuh dan sesekali melepaskan anak
panah kepada musuh. Secara keseluruhan perang ini berlangsung empat
tahun, kendatipun hanya beberapa hari saja setiap tahunnya. Perang ini
berakhir dengan perundingan yang melahirkan kesepakatan membentuk
sebuah persyarikatan yang disebut hilfal-fudlul yang artinya sumpah utama.
Tujuan utama hilf al-fudlul adalah untuk memberikan perlindungan bagi yang
teraniaya di kota Mekah, baik oleh penduduknya sendiri maupun oleh pihak
lain. Muhammad terpilih menjadi salah seorang anggotanya dan merupakan
anggota termuda.
Di tengah-tengah hiruk pikuk kota Mekah, Muhammad mengisi
waktu luang untuk menggembala kambing keluarganya dan kambing
penduduk Mekah. Tentang pekerjaan ini beliau mengatakan: “Allah Ta’ala
tidak mengutus seorang Nabi melainkan dari penggembala kambing; Nabi
Musa diutus, dia seorang penggembala kambing, Nabi Daud diutus, dia
seorang penggembala

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 43

kambing dan saya diutus; juga menggembalakan kambing keluargaku di Jiad. 19


Pada bulan-bulan haram, kadang beliau diajak keluarganya mengunjungi Pasar
Ukadz, Majannah dan Dzu al-Majaz untuk mendengarkan sajaksajak yang
dibawakan oleh penyair-penyair Mudlahhabat dan Muallaqat. Dari ahli-ahli
pidato berbakat dan para penyair kenamaan didengarnya tentang kebanggaan
terhadap nenek moyang bangsa Arab, jasa-jasa dan kedermawanan mereka,
propaganda orang Nasrani dan Yahudi tentang kebenaran agamanya, kitab suci
dan tentang Nabi Isa dari Nabi Musa. Akan tetapi, semua yang didengar itu
tidak ada yang mampu memuaskan dan menentramkan jiwanya. 20
Ketika Muhammad menginjak usia 24 tahun Abu Thalib menawarkan
keponakannya itu kepada Khadijah binti Khuwailid, 21 untuk menjalankan
perdagangan ke Syria. Abu Thalib meminta upah untuk Muhammad dalam
pekerjaan ini empat ekor unta, padahal untuk pekerjaan yang sama Khadijah
biasanya mengupah dua ekor saja. Ternyata Khadijah setuju atas penawaran
itu, karena pribadi dan akhlaq Muhammad yang luhur sudah bukan rahasia
lagi baginya dan bagi penduduk Mekah umumnya. Perjalanan ke Syria kali ini
adalah yang kedua kalinya,

19
Rus’an, Lintasan Sejarah Islam..., hlm. 31.
20
Muhammad Husein Haikal, Hayatu Muhammad, hlm. 115.
21
Khadijah adalah seorang janda kaya dari kalangan bangsawan Quraisy yang terpandang; ia pernah
dua kali bersuami tapi tidak dikaruniai keturunan.

44 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

dan beliau ditemani oleh Maisarah, salah seorang pegawai Khadijah yang amat
dipercaya.
Sikap dan tutur kata Muhammad ketika menawarkan barang dagangan
menarik minat calon pembeli untuk berbelanja kepadanya, sehingga barang
yang ditawarkan itu laku keras dan beliau memperoleh untung besar. Hal ini
melahirkan suka cita yang amat dalam pada diri Khadijah, lebih-lebih ketika
Maisarah menyampaikan pujian atas keluhuran budi pekerti Muhammad yang
ia saksikan dan rasakan selama dalam perjalanannya ke Syria itu. Kekaguman
Khadijah atas keagungan pribadi Muhammad menimbulkan hasrat untuk
menjadikan beliau sebagai pendamping hidupnya. la menyuruh Nafisah
pembantunya yang setia menjumpai Muhammad dan menyampaikan isi
hatinya. Ketika Muhammad menyatakan setuju dan Abu Thalib merestuinya,
pinangan pun dilakukan, selanjutnya diresmikan pernikahan mereka. Ketika
itu Muhammad berusia 25 tahun, sedangkan Khadijah 40 tahun. 22
Muhammad semakin populer di kalangan penduduk Mekah, setelah
berhasil mendamaikan para pemuka Quraisy ketika mereka berselisih siapa
yang paling berhak meletakkan Hajar Aswad di tempatnya semula.
Perselisihan ini nyaris mengobarkan perang saudara. Pertumpahan darah
dapat dicegah ketika Abu Umayyah ibn Mughirah al-Makhzumi mengusulkan
agar putusan diserahkan kepada orang yang
22
Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban islam..., hlm.24.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 45

pertama kali memasuki pintu Shafa. Ketika ternyata, yang memasuki pintu
Shafa itu adalah Muhammad usul itu diterima oleh semua kabilah yang
berselisih. Muhammad meminta disediakan sehelai kain. Kain itu
dihamparkan lalu batu itu diletakkan di atasnya dengan tangan beliau sediri.
Disuruhnya ketua setiap kabilah memegang ujung kain itu, lalu
mengangkatnya bersama-sama dan membawanya ke tempat di mana batu itu
akan diletakkan. Kemudian beliau mengambil batu itu dari atas kain tersebut
dan meletakkannya di tempatnya semula. Putusan ini memuaskan empat
pihak yang bertikai. Dalam peristiwa inilah Muhammad dijuluki al-Amin oleh
kaumnya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 605, ketika Muhammad berusia 35
tahun.

b. Muhammad Diangkat Menjadi Nabi


Popularitas Muhammad tidak muncul secara tiba-tiba. Sejak masih
kanak-kanak sampai dewasa dan kemudian diangkat menjadi Rasul, beliau
dikenal berbudi luhur dan berkepribadian mulia; tak ada perbuatan tercela
yang dapat dituduhkan kepadanya. Beliau tidak pernah menyembah berhala,
memakan daging yang disembelih untuk berhala, minum khamar dan
mendatangi tempat permainan dan perjudian. Beliau dikenal pemalu namun
murah hati, mudah bergaul dan bijaksana. Apabila ada yang mengajak bicara
didengarkannya dengan baik dan tidak memalingkan muka dari lawan
bicaranya. Lisannya fasih,

46 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

bicaranya sedikit dan lebih banyak mendengarkan. Bila bicara sungguh-


sungguh, kendatipun sekali-kali membuat humor, namun yang dikatakannya
adalah hal yang sebenarnya. Bila beliau marah tidak pernah memperlihatkan
kemarahannya, selain tampak sedikit keringat yang keluar dari keningnya
disebabkan menahan rasa marah.23
17 Ramadlan tahun 13 sebelum Hijrah, bertepatan dengan 6 Agustus
tahun 610 M, selagi Muhammad berkhalwat di gua Hira,24 Jibril
menyampaikan wahyu pertama, yaitu lima ayat dari Surat al-Alaq.25 Setelah
menerima wahyu itu Muhammad segera pulang dengan hati cemas dan badan
menggigil karena ketakutan. Beliau meminta Khadijah menyelimutinya.
Setelah tenang beliau menceriterakan kejadian yang baru saja dialaminya di
gua Hira, dan menyatakan khawatir terhadap dirinya sendiri. Khadijah
berusaha menenangkan beliau, kemudian pergi menemui Waraqah ibn Naufal,
saudara sepupunya, meninggalkan beliau yang tertidur lelap kelelahan. Pada
waktu itu Waraqah sudah memeluk agama Nasrani dan memiliki pengetahuan
tentang naskah-naskah kuno. Setelah mendengar ceritera dari Khadijah
tentang kejadian yang dialami suaminya, ia mengatakan bahwa yang datang
kepada

23
Muhammad Husein Haikal, Hayatu Muhammad, hlm. 124.
24
Gua Hira terletak sekitar tiga mil di sebelah utara Mekah.
25
Lihat al-Quran: al-’Alaq (96) 1-5, an-Najm (53) : 20, al-Zukhruf (43) : 87,
al-Zumar (39): 3.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 47

Muhammad itu adalah Namus (Jibril) yang pernah diutus Allah kepada Nabi
Musa as. Ia pun menegaskan, bahwa dengan turunnya wahyu itu Muhammad
telah diangkat menjadi Nabi untuk umat ini, seraya memberitahukan bahwa
pada saatnya nanti beliau akan diusir oleh kaumnya dari kampung
halamannya sendiri. Ia berharap masih hidup pada saat terjadi pengusiran itu,
dan berjanji akan memberi pertolongan yang sungguh-sungguh kepada
beliau.26
Pada saat beliau tidur lelap melepaskan lelah, turunlah Surat al-
Muddatstsir ayat satu sampai tujuh.27 Setelah menerima wahyu yang kedua ini
Muhammad bangkit lalu berkata kepada isterinya, yang baru pulang dari
rumah Waraqah, bahwa Jibril telah menyampaikan perintah Tuhan agar
beliau memberi peringatan kepada umat manusia, dan mengajak mereka
supaya beribadah dan patuh hanya kepadaNya. Akan tetapi, siapa yang akan
diajak dan siapa pula yang akan mendengarkan? 28 Wahyu yang kedua ini
menandai penobatan Muhammad sebagai Rasulullah.

26
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang,
1990), hlm. 26-27.
27
Muhammad Husein Haikal, Hayatu Muhammad, hlm 126.
Rus’an, Lintasan Sejarah Islam..., hlm. 50. Lihat Mohammad Abd Allah Draz, ”Asal-usul Agama Islam” dalam
28

Kenneth W Morgan (ed.), Islam Jalan Lurus, penerjemah Abdusalam dan Chaidir Anwar, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986),
hlm. 10.

48 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

c. Mendakwahkan Islam
Rasulullah saw melaksanakan tugas risalahnya selama, 13 tahun di
Mekah dan 10 tahun di Madinah. Dakwah dalam periode Mekah ditempuh
melalui tiga tahap. Tahap pertama adalah dakwah secara diam-diam. Yang
menjadi dasar dimulainya dakwah ini adalah Surat al-Muddatstsir ayat satu
sampai tujuh. Dalam tahap ini Rasulullah mengajak keluarga yang tinggal
serumah dan sahabat-sahabat terdekatnya agar meninggalkan agama berhala
dan beribadah hanya kepada Allah semata. Dalam fase ini yang pertama
menyatakan beriman adalah Khadijah, Ali ibn Abi Thalib dan Zaid ibn
Haritsah. Dari kalangan sababat, Abu Bakar lah yang segera menyatakan
keimanannya, kemudian diikuti oleh Utsman ibn Affan, Zubair ibn Awam,
Saad ibn Abi Waqqash, Thalhah ibn Ubaidillah, Abd al-Rahman ibn Auf, Abu
Ubaidah ibn Jarrah, Arqam ibn Abi al-Arqam, Bilal ibn Rabah dan beberapa
penduduk Mekah yang lain. Rasulullah mengajarkan Islam kepada mereka di
rumah Arqam ibn Abi al-Arqam. Mereka menjalankan ajaran agama baru ini
secara sembunyi-sembunyi sekitar tiga tahun lamanya.29
Tahap kedua adalah dakwah semi terbuka. Dalam tahap ini Rasulullah
menyeru keluarganya dalam lingkup yang lebih luas berdasarkan Surat al-
Syuara ayat 214.30 Yang menjadi sasaran utama seruan ini adalah Bani Hasyim.
29
Rus’an, Lintasan Sejarah Islam..., hlm. 53.
30
Lihat al-Quran, al-Syu’ara (26): 214.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 49

Sesudah itu Rasulullah memperluas jangkauan seruannya kepada seluruh


penduduk Mekah setelah turun ayat 15 Surat al-Hijr.31 Langkah ini
menandai dimulainya Tahap ketiga., yaitu da’wah terbuka. Sejak saat itu
Islam mulai menjadi perhatian dan pembicaraan penduduk Mekah. Dalam
pada itu, Rasulullah terus meningkatkan kegiatannya dan memperluas
jangkauan seruannya, sehingga. tidak lagi terbatas kepada penduduk Mekah,
melainkan kepada setiap orang yang datang ke Mekah terutama pada musim
haji.

d. Penolakan Kaum Quraisy


Ketika gerakan Rasulullah makin meluas, jumlah pengikutnya
bertambah banyak dan seruannya makin tegas dan lantang, bahkan secara
terang-terangan mengecam agama berhala dan mencela kebodohan nenek
moyang mereka yang memuja-muja berhala itu. Orang-orang Quraisy
terkejut dan marah. Mereka bangkit menentang dakwah Rasulullah dan
dengan berbagai macam cara berusaha menghalang-halanginya. Menurut
Syalabi minimal ada lima faktor penyebab orang Quraisy menentang da’wah
Rasulullah, yaitu:
1) Persaingan pengaruh dan kekuasaan. Mereka belum bisa membedakan
antara kenabian dengan kerajaan. Mereka mengira memenuhi seruan
Rasulullah berarti tunduk kepada Abd al-Muthalib. Hal ini, menurut
31
Lihat at-Quran, al-Hijr: (15). i

50 - Sejarah Kebudayaan Islam


anggapan mereka, akan menyebabkan suku-suku Arab kehilangan
pengaruhnya dalam masyarakat.
2) Persamaan derajat. Rasulullah mengajarkan persamaan derajat di antara
umat manusia. Hal ini berlawanan dengan tradisi Arab jahiliyah yang
membeda-bedakan derajat manusia berdasarkan kedudukan dan status
sosial. Bangsawan Quraisy belum siap menerima ajaran yang akan
meruntuhkan tradisi dan dasar-dasar kehidupan mereka.
3) Takut dibangkitkan setelah mati. Gambaran tentang kebangkitan kembali
setelah mati sebagaimana diaj arkan Islam, sangat mengerikan di mata
pemimpin-pernimpin Quraisy. Oleh karena itu mereka enggan memeluk
Islam yang mengajarkan, bahwa manusia akan dibangkitkan kembali dari
kematiannya untuk mempertanggung- jawabkan seluruh amal
perbuatannya sewaktu hidup di dunia.
4) Taklid kepada nenek moyang. Bangsa Arab jahiliyah menganggap, bahwa
tradisi nenek moyang merupakan sesuatu yang mutlak dan tidak boleh
diganggu-gugat. Amat berat bagi mereka meninggalkan agama nenek
moyangnya, apalagi yang diajarkan Rasulullah itu bertolak belakang
dengan keyakinan yang mereka anut.
5) Perniagaan patung. Larangan menyembah patung dan larangan memahat
dan memperjualbelikannya

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 51

merupakan ancaman yang akan mematikan usaha pemahat dan penjual


patung. Lebih dari itu, para penjaga Ka’bah juga tidak mau kehilangan
sumber penghasilan dan pengaruh yang diperoleh dari jasa pelayanan
terhadap orang-orang yang datang ke Mekah untuk menyembah patung. 32
Penolakan kaum Quraisy terhadap Islam mendorong Rasulullah lebih
mengintensifkan da’wahnya. Semakin tegas dan lantang Rasulullah
menda’wahkan Islam, semakin keras permusuhan yang dilancarkan orang-
orang Quraisy terhadap beliau dan para pengikutnya. Bermacam cara mereka
tempuh untuk menghentikan dakwah Rasulullah dan membendung
pertumbuhan agama baru ini, mulai dari bujukan, ancaman, intimidasi,
bahkan penyiksaan fisik. Tidak sedikit sahabat Rasulullah yang menjadi
korban kemarahan kaum Quraisy itu. Terhadap Rasulullah sendiri mereka
tidak melakukan gangguan fisik karena kedudukan beliau sebagai bangsawan
Quraisy dan dilindungi oleh Abu Thalib, bahkan, atas permintaan Abu Thalib,
dilindungi oleh Bani Hasyim dan Bani Muthalib, kendatipun umumnya
mereka waktu itu belum masuk Islam.
Kebencian musyrikin Quraisy terhadap Rasulullah makin meningkat,
manakala mereka menyaksikan penganut Islam terus bertambah. Tidak hanya
penghinaan

32
Lihat Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, jilid I Penerjemah Muchtar Yahya (Jakarta: Pustaka al-
Husna, 1994), hlm. 61-64.

52 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

yang kemudian ditimpakan kepada Rasulullah, melainkan juga rencana


pembunuhan yang disusun oleh Abu Sufyan. Termasuk sahabat Rasulullah
yang menjadi sasaran kemarahan kaum Quraisy adalah Abdullah ibn Mas’ud, 33
Bilal ibn Rabah seorang budak yang oleh Rasulullah dijuluki buah permata
dari Habsyi, bahkan dua orang budak mati menjalani siksaan, 34 salah satunya
budak perempuan, karena tidak mau meninggalkan Islam. Menghadapi
tekanan berat itu Rasulullah menganjurkan para pengikutnya untuk
mengungsi ke Habsyi. Dipilihnya Habsyi karena Negus, penguasa negeri itu,
terkenal adil dan bijaksana. Berangkatlah kesana 10 orang laki-laki dan empat
orang perempuan, di antaranya Mus’ab ibn Umair. Peristiwa ini terjadi pada
tahun 615. Beberapa bulan setelah itu berangkat pula 81 orang laki-laki, 18
orang perempuan dan beberapa orang anak-anak. Termasuk dalam rombongan
ini, Utsman ibn Affan dan isterinya Ruqayah binti Rasulullah. Mengetahui hal
ini, musyrikin Quraisy mengutus Amr ibn Ash dan Abdullah ibn Abi Rabi’ah
ke Habsyi, memohon kepada Negus agar menyerahkan para sahabat Rasulullah
itu kepada mereka, namun tidak berhasil. Dalam tahun yang penuh
ketegangan ini, dua orang tokoh Quraisy yaitu Hamzah ibn Abd al-Muthalib
dan Umar ibn Khathab masuk

53
Thomas W Arnold, Sejarah Daulah Islam, Penerjemah: HA. Nawawi Rambe (Jakarta: Wijaya, 1985), hlm. 13-
14.
54
Ibid.., hlm. 13.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 53

Islam. Kaum Quraisy sadar, bahwa umat Islam sekarang bukan lagi kelompok
yang lemah, melainkan kelompok yang secara potensial makin hari makin
kuat dengan terus bertambahnya penganut Islam dari kalangan terpandang. 35
Kegagalan musyrikin Quraisy menghentikan da’wah Rasulullah antara
lain karena Rasulullah dilindungi Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Menyadari
hal ini mereka memboikot dua keluarga besar pelindung Rasulullah itu,
dengan memutuskan hubungan mereka dengan pihak luar berkenaan dengan
perkawinan, jual beli, ziarah-menziarahi dan lain-lain. Keputusan tertulis
tentang larangan ini digantungkan pada dinding Ka’bah.36 Rasulullah dan para
pengikutnya serta Bani Hasyim dan Bani Muthalib terpaksa menyingkir ke
Syi’ib, dan hanya bisa berhubungan dengan pihak luar pada bulan-bulan haji.37
Pemboikotan ini berlangsung tiga tahun dan baru berakhir ketika Zuhair ibn
Umayyah dan beberapa kawannya mengambil surat pemboikotan itu dari
Ka’bah dan merobeknya.
Belum lagi sembuh kepedihan yang dirasakan oleh Rasulullah akibat
pemboikotan itu, Abu Thalib, paman beliau, dan Khadijah, isteri beliau,
meninggal dunia. Oleh karena itu, tahun itu dikenal dengan ‘am al-huzn,
tahun
35
Ibid., hlm. 16.
36
Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Al-Quran dan Terjemahnya, (al-Madinah
al-Munawwarah: Mujamma Khadim al-Haramain al-Syarifain al-Malik Fahd Ii Thiba’at al-Mushhaf al-Syarif, t.t.), hlm. 60.
37
Thomas W. Arnold, Sejarah Dawah Islam, hlm. 14.

54 — Sejarah Kebudayaan Islam

kesedihan. Dengan meninggalnya dua orang pembela Rasulullah yang setia


itu, orang-orang Quraisy semakin berani melakukan penghinaan, bahkan
penganiayaan terhadap beliau. Dalam pada itu, Rasulullah mencoba pergi ke
Thaif untuk menyampaikan da’wah kepada para pemuka kabilah di sana.
Upaya ini gagal dan bahkan mereka mengusir beliau dari sana.
Pada saat-saat menghadapi ujian berat, Rasulullah diperintahkan untuk
melakukan perjalanan malam dari Masjid al-Haram di Mekah ke Bait al-
Maqdis di Palestina, kemudian dinaikkan menembus langit sampai ke Sidrah
al-Muntaha. Di situlah Rasulullah menerima syari’at kewajiban shalat fardlu
lima kali sehari semalam. Peristiwa ini dikenal dengan Isra dan Mi’raj yang
terjadi pada malam 27 Rajab tahun 11 sesudah kenabian. Isra’ dan Mi’raj di
samping memperkuat iman dan mengokohkan batin Rasulullah menghadapi
ujian berat berkaitan dengan misi risalahnya, juga menjadi batu ujian bagi
kaum muslimin apakah mereka mempercayainya atau mengingkarinya. Bagi
kaum kafir Quraisy, peristiwa itu menjadi bahan untuk mengolok-olok beliau
bahkan menuduhnya sebagai manusia yang berotak tidak waras.

a. Penduduk Yatsrib Memeluk Islam


Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah pada setiap musim haji
mengunjungi kemah-kemah jamaah haji untuk

Sejarah Kebudayaan Islam — 55

menyampaikan da’wahnya. Aktivitas ini mendapat respon sebagaimana


ditunjukkan oleh Suwaid ibn Shamit, seorang tokoh Aus dari Yatsrib, yang
menyatakan tertarik pada ajakan Rasulullah. 38 Selang beberapa lama setelah itu
Iyas ibn Mu’adz, seorang pemuda Khazraj juga menyatakan keislamannya
ketika Rasulullah menemui rombongan kabilah Khazraj saat mereka datang ke
Mekah. Aus dan Khazraj adalah dua kabilah Arab terkemuka di Yatsrib yang
selalu bermusuhan. Mereka sedikit banyak sudah memiliki pengertian
mengenai ketuhanan, kenabian, wahyu dan hari akhir, karena lama bergaul
dengan orang-orang Yahudi. Aus pernah minta bantuan Quraisy untuk
menghadapi Khazraj, tetapi tidak ditanggapi. 39 Setelah terjadi insiden Bu’ats
mereka menyadari, bahwa permusuhan di antara mereka hanya akan
menguntungkan orang-orang Yahudi.
Pada musim, haji tahun 11 setelah kenabian, beberapa orang Khazraj,
dua di antaranya dari Bani Najran masuk Islam. Sejak itu Rasulullah menjadi
pembicaraan hangat di kalangan penduduk Yatsrib. Pada musim haji tahun
berikutnya 12 orang laki-laki dan seorang perempuan dari Yatsrib menemui
Rasulullah di Aqabah. Mereka berikrar tidak menyekutukan Tuhan, tidak
mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak memfitnah, dan
tidak mendurhakai Muhammad saw. Peristiwa ini dikenal dengan
38
Umar Farukh, al-Arab wa al-Islam..., hlm. 42.
59
Ibid.

56 — Sejarah Kebudayaan Islam

Baiah al-Aqabah al-Ula (Baiat Aqabah Pertama). Setelah peristiwa itu


Rasulullah mengutus Mus’ab ibn Umair untuk mengajarkan Islam kepada
penduduk Yatsrib. Setahun kemudian, pada malam hari seusai menunaikan
ibadah haji, terjadi Bai’ah Aqabah Kedua (Baiah al-Aqabab al-Tsaniyah). 73
orang laki-laki dan dua orang perempuan dari Yatsrib bertemu dengan
Rasulullah, yang waktu itu didampingi Abbas ibn Abd. Muthalib, di Aqabah.
12 orang pemuka Aus dan Khazraj, masing-masing mewakili golongan yang
ada dalam kabilahnya, mengucapkan sumpah setia membela Rasulullah
walaupun jiwa dan harta taruhannya. Orang- orang Yatsrib ini masuk Islam,
tampaknya, termotivasi pula oleh keinginan melepaskan diri dari kungkungan
perbudakan orang-orang Yahudi.40

3. Membina Dasar-Dasar Peradaban Islam

a. Mendirikan Masjid
Setelah Baiah Aqabah Kedua tindakan kekerasan terhadap kaum
muslimin makin meningkat, bahkan musyrikin Quraisy sepakat akan
membunuh Rasulullah. Menghadapi kenyataan ini Rasulullah menganjurkan
para sahabatnya untuk segera pindah ke Yatsrib. Kelompok orang lemah
diperintahkan berangkat lebih dulu, karena merekalah yang paling banyak
menderita penganiayaan

40
Ibid., hlm. 42-43.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 57

dan paling sedikit memperoleh perlindungan. 41 Rasulullah sendiri baru


meninggalkan Mekah setelah seluruh kaum muslimin, kecuali Ali dan
keluarganya serta Abu Bakar dan keluarganya, sudah keluar dari Mekah.
Ketika akan berangkat, Rasulullah minta Ali untuk tidur di kamarnya guna
mengelabui musuh yang berencana membunuhnya. Beliau berangkat ke gua
Tsur, arah selatan Mekah, ditemani oleh Abu Bakar.
Mereka bersembunyi di gua Tsur selama tiga malam. Tidak ada yang
tahu tentang keadaan dan tempat persembunyian mereka selain putera-puteri
Abu Bakar sendiri, Abdullah, Aisyah dan Asrna’ serta sahayanya, Amir ibn
Fuhairah. Merekalah yang mengirimkan makanan setiap malam dan
menyampaikan kabar mengenai pergunjingan penduduk Mekah tentang
Rasulullah. Pada malam yang ketiga mereka keluar dari persembunyiannya
untuk melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib ditemani oleh Abdullah ibn
Abi Bakar dan Abdullah ibn Arqad, seorang musyrik yang bertugas selaku
penunjuk jalan. Rombongan ini bergerak ke arah barat menuju Laut Merah
kemudian belok ke utara mengambil jalan yang tidak biasa dilalui oleh
kafilah-kafilah pada umumnya.
Senin tengah hari 8 Rabiul Awwal Rasulullah tiba di Quba, sekitar 10
kilometer dari kota Yatsrib. Selama tinggal di Quba beliau menginap di rumah
Kultsum ibn Hadam,
41
Ibid., hlm. 43.

58 — Sejarah Kebudayaan Islam

seorang laki-laki tua yang rumahnya biasa dijadikan sebagai pangkalan bagi
orang-orang yang baru datang ke Yatsrib. Adapun Abu Bakar menginap di
rumah Hubaib ibn Isaf atau Kharijah ibn Zaid. Pada saat itulah masjid pertama
(Masjid Quba) dibangun di sini atas saran Ammar ibn Yasir. Rasulullah sendiri
yang meletakkan batu pertama di kiblatnya, diikuti oleh Abu Bakar, kemudian
diselesaikan oleh para sahabatnya.42 Tiga hari kemudian Ali ibn Abi Thalib
tiba pula di Quba setelah menempuh perjalanan selama 15 hari. Ia bergabung
dengan Rasulullah tinggal di rumah ibn Hadam.43 Keesokan harinya, jumat 12
Rabiul Awwal bertepatan dengan 24 September 622 M rombongan muhajirin
ini melanjutkan perjalanan ke Yatsrib.
Kedatangan Rasulullah disambut hangat penuh kerinduan oleh kaum
Anshar. Begitu tiba di kota ini beliau melepaskan tali kekang unta yang
ditungganginya, dan membiarkan binatang itu berjalan sekehendaknya. Unta
itu baru berhenti di sebidang kebun yang ditumbuhi beberapa pohon kurma,
bersebelahan dengan rumah Abu Ayyub. Kebun ini milik dua anak yatim
bersaudara yang diasuh oleh Abu Ayyub, bernama Sahl dan Suhail, putera
Rafi’ ibn Umar. Atas permintaan Muadz ibn Ahra’, kebun ini dijual, dan di
atasnya dibangun masjid atas perintah

42
Ali Syariati, Rasulullah saw Sejak Hijrab Hingga Wafat, penerjemah Afif Muhammad, (Jakarta:
Pustaka Hidayah, 1992), hlm. 28.
43
Ibid., hlm. 29.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 59

Rasulullah (Masjid Nabawi). Sejak kedatangan Rasulullah, Yatsrib berubah


namanya menjadi Madinah al-Rasul atau al-Madinah al-Munawwarah.
Masjid yang dibangun Rasulullah, selain disediakan untuk tempat
beribadah, juga digunakan sebagai tempat pertemuan Rasulullah dengan para
sahabatnya. Di tempat ini pula kaum muslimin melakukan kegiatan belajar,
mengadili suatu perkara, berjual beli, bermusyawarah untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan umat dan berbagai kegiatan lainnya.
Muhammad ternyata bukan hanya seorang Nabi dan Rasulullah, tetapi
juga seorang ahli politik yang ulung dan diplomat yang bijak. Kepiawaiannya
berpolitik antara lain ditunjukkan dalam perjanjian damai dengan penduduk
non muslim Madinah. Dalam perjanjian itu ditetapkan dan diakui hak
kemerdekaan tiap-tiap individu untuk memeluk dan menjalankan agamanya.
Dengan perjanjian itu kota Madinah menjadi Madinah al-Haram dalam arti
yang sebenarnya. Setiap penduduk bertanggung jawab dan memikul
kewajiban bersama untuk menyelenggarakan keamanan dan membela serta
mempertahankan negeri terhadap ancaman dan serangan musuh dari
manapun juga datangnya. Perjanjian ini kemudian dikenal dengan Piagam

60 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

Madinah,44 dan merupakan peristiwa baru dalam dunia politik dan


kebudayaan manusia. Sementara itu muslimin dapat menjalankan syari’at
agamanya dengan aman tanpa gangguan, berangsur-angsur turun perintah
berzakat, berpuasa, hukum terkait dengan pelanggaran, jinayat atau pidana,
sehingga dari hari-hari pengaruh Islam semakin kuat di kota ini.
Pekerjaan besar yang dilakukan Rasulullah dalam periode Madinah
adalah pembinaan terhadap masyarakat Islam yang baru terbentuk. Karena
masyarakat merupakan wadah dari pengembangan kebudayaan, maka
berbarengan dengan pembinaan masyarakat itu diletakkan pula dasar-dasar
kebudayaan Islam. Beberapa asas masyarakat Islam yang telah diletakkan oleh
Rasulullah antara lain al-ikha, al-musawah, al-tasamuh, al-tasyawur, al-
ta’awun dan al-‘adalah.45 Dasar-dasar ini pada umumnya merupakan sejumlah
nilai dan norma yang mengatur manusia dan masyarakat dalam hal yang
berkaitan dengan peribadatan, sosial, ekonomi, dan politik; yang sifatnya
abadi,

44
Naskah lengkap Piagam Madinah dapat dibaca dalam Haikal, Hayatu Muhammad, hlm. 225-227, Akram
Dliauddin Umari, Masyarakat Madani: Tinjaauan Historis Kehidupan Zaman Nabi, Qakarta: Gema Insani, Press, 1999)
Terutama Bab 10 dan 11 yang khusus mengupas Piagam Madinah him. 100-152. Baca juga Moenawar khalil, Kelengkapan
Tarikh Nabi Muhammad SAW jilid II A ( Jakarta: Bulan Bintang, 1980) hlm. 108-127.
45
Team Penyusun Texbook Sejarah dan Kebudayaan Islam Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Ujung pandang: Proyek
Pembinaan Perguruan Tinggi Agama IAIN “Alauddin” )Ujungpandang 1981/1982), hlm. 45- 46.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 61

berlaku sejak dulu, kini, dan esok di setiap tempat yang bersumberkan dari al-
Qur’an dan al-Sunnah.

b. Al-Ikha (Persaudaraan)
Al-ikha (persaudaraan) merupakan salah satu asas penting Islam yang
diletakkan oleh Rasulullah.Berbilang ayat dalam al-Qur’an dan sejumlah hadis
Rasulullah mengajarkan bahwa persaudaraan hakiki adalah persaudaraan
seiman dan seagama. Bangsa Arab yang umumnya lebih menonjolkan identitas
kesukuan, setelah mereka memilih dan diganti dengan identitas baru yaitu
Islam. Demikian pula loyalitas qabilah atau suku ditukar dengan loyalitas
Islam. Atas dasar ini pula Rasulullah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan
kaum Anshar.
Banyak kaum Muhajirin datang ke Madinah dalam keadaan miskin,
karena harta benda dan kekayaan mereka ditinggalkan di Mekah. Yang
mereka bawa hanyalah harapan dan keyakinan. Oleh karena itu, Rasulullah
mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang dengan ikhlas
bersedia menolong mereka. Abu Bakar dipersaudarakan dengan Haritsah ibn
Zaid, Ja’far ibn Abi Thalib dengan Mu’adz ibn Jabal, Umar ibn Khathab
dengan ‘Itbah ibn Malik dan lain-lain. Demikianlah keluarga-keluarga
Muhajirin dan Anshar dipertalikan dengan ikatan persaudaraan berdasarkan
agama, menggantikan persaudaraan yang berdasarkan kesukuan.

62 — Sejarah Kebudayaan Islam

pada mulanya, hukum persaudaraan itu sama dengan persaudaraan senasab,


termasuk diantaranya mengenai harta pusaka. Bagi orang-orang yang masuk
Islam dalam keadaan miskin disediakan tempat tinggal di shuffah masjid,
sehingga kemudian mereka dikenal dengan ashab al-shuffah. Keperluan
hidup mereka ditanggung bersama oleh kaum Anshar dan Muhajirin yang
sudah berkecukupan.

c. Al-Musawah (Persamaan rasial manusia)


Rasulullah dengan tegas mengajarkan bahwa seluruh manusia adalah
keturunan Adam yang diciptakan Tuhan dari tanah. Seorang Arab tidak lebih
mulia dari seorang ajam (bukan Arab), demikian pula sebaliknya, kecuali
karena ketakwaannya. Ajaran ini memperjelas surat al-Hujurat ayat 13.46
Berdasarkan asas ini setiap warga masyarakat memiliki hak kemerdekaan dan
kebebasan atau al-hurriyah. Oleh karena itu, Rasulullah sangat memuji dan
menganjurkan para sahabatnya untuk memerdekakan hamba-hamba sahaya
yang dimiliki oleh bangsawan-bangsawan Quraisy

d. Al-Tasamuh (Toleransi beragama)


Al-tasamub (toleransi) sebagai asas masyarakat Islam dibuktikan antara
lain dengan Piagam Madinah. Umat Islam siap berdampingan secara baik
dengan umat Yahudi. Mereka mendapat perlindungan dari negara dan bebas
46
QS. al-Hujurat (49): 13.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 63

melaksanakan ajaran agamanya. Asas ini senafas dengan Surat al-Kafirun ayat
6.47 Akan tetapi, toleransi umat Islam itu direspon oleh mereka dengan sikap
pengkhianatan terhadap piagam yang telah disepakati bersama. Setelah
terbukti mereka mengusik keimanan orang-orang Islam, berusaha mencelakai
Rasulullah dan bersekongkol dengan kafir Quraisy, satu persatu kabilah-
kabilah Yahudi itu diusir dari Madinah.

e. Al-Tasyawur (Musyawarah)
Al-tasyawur (musyawarah) sebagaimana diisyaratkan dalam surat Ali
Imran ayat 159, telah dilaksanakan oleh Rasulullah dengan para sahabatnya,
sebagaimana firman Allah dalam surat al-Syura ayat 38.48 Kendatipun
Rasulullah mempunyai status yang tinggi dan terhormat dalam masyarakat,
acapkali beliau meminta pendapat para sahabat dalam menghadapi dan
menyelesaikan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan urusan dunia dan
sosial budaya. Manakala argumentasi para sahabat itu dianggap benar, tidak
jarang beliau mengikuti pendapat mereka.

f. Al-Ta’awun (Tolong-menolong)
Al-ta'awun (tolong menolong) dalam berbuat kebajikan merupakan
kewajiban setiap muslim, sebagaimana
47
QS. al-Kafirun (109): 6.
48
QS. All 'Imran (3): 159, dan QS. al-Syura (42):38.

64 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

diisyaratkan dalam surat al-Maidah ayat 2.49 Tolong menolong sesama muslim,
antara lain telah ditunjukkan dalam bentuk persaudaraan antara Muhajirin
dengan Anshar, sedangkan dengan pihak lain sesama penduduk Madinah,
Piagam Madinah merupakan bukti kuat berkaitan dengan pelaksanaan prinsip
ini. Adapun kemudian kaum Yahudi diusir dari Madinah, penyebabnya
karena mereka mengkhianati piagam tersebut.

g. Al-‘Adalah (Keadilan untuk semua)


Al-adalah (keadilan) berkaitan erat dengan hak dan kewajiban setiap
individu dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan posisi masing-masing.
Di satu sisi seseorang hendaknya memperoleh haknya, sementara pada sisi lain
ia berkewajiban memberikan hak orang lain kepada yang berhak
menerimanya. Prinsip ini berpedoman pada surat al-Maidah ayat 8, dan surat
al-Nisa ayat 58.50
Dalam memelihara masyarakat islam, dan tetap tegaknya nilai-nilai
islam ini Rasulullah mendapatkan banyak rintangan dan rongrongan,
disamping banyak juga orang-orang yang mengakui kerasulan Muhammad.
Rongrongan tersebut berasal dari orang-orang Yahudi,

49
QS. al-Maidah (5): 2.
50
QS. al-Maidah (5): 8., dan al-Nisa (4): 58. Contoh bagaimana aplikasi dari asas-asas ini dalam
masyarakat Islam masa Nabi dan masa-masa sesudahnya dapat dilihat, Mustafa As-Siba’i, Peradaban Islam Dulu, Kini, dan
Esok, penerjemah R.B. Irawan dan Fauzi Rahman (Jakarta: Gema Insani Press, 1992).

Sejarah Kebudayaan Islam — 65


orang-orang munafik dan kafir Quraisy, serta dari orang- orang Romawi dan
Persia.51
Halangan ini muncul atas ketidaksenangan, Yahudi misalnya, atas
kemulian kenabian bukan turun kepada keturunan israel. Mereka merasa
sebelumnya sebagai orang pilihan yang mulia dan berbeda dari orang-orang
kebanyakan, sementara Muhammad dengan ajarannya menyuarakan
persamaan rasial manusia. Begitu juga umumnya halangan yang muncul dari
pemimpin-pemimpin Quraisy, orang-orang munafik, orang Persia, dan
Romawi.
Peperangan-peperangan yang banyak terjadi pada masa Rasulullah,
adalah cara terakhir ketika pihak- pihak yang merongrong sudah terlalu
menekan dan ingin memadamkan perkembangan islam dan nilai-nilai yang
dibawanya. Perang Badar (tahun 2 H) antara kafir Quraisy dan kaum
muslimin. Perang Uhud ( tahun 3 H), Perang Khandaq (Parit) atau Ahzab
(tahun 5 H). Perang Khaibar (tahun 7 H) antara kaum muslimin dan orang-
orang Yahudi. Perang Mu’tah (tahun 8 H) antara kaum muslimin dan orang-
orang Romawi.
Ketika akhirnya Makkah dikuasai oleh Nabi (tahun 8 H) masih banyak
kabilah-kabilah Arab lainnya yang bersekutu menyerang kaum muslimin,
sehingga terjadi juga peperangan seperti Perang Hunain (tahun 9 H).
Kemudian Perang Tabuk (tahun 9 H) antara kaum
51
Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 33-36.

66 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

muslimin dan pasukan Romawi yang dimenangkan oleh kaum muslimin tanpa
peperangan. Dari Tabuk inilah Rasulullah mengirimkan pasukan ke negeri-
negeri yang berbatasan dengan Hijaz, yang masih di bawah pengaruh Romawi
untuk mengikat perjanjian supaya tunduk kepada kaum muslimin. 52
Sesudah Islam mencapai kemenangan hampir di seluruh jazirah Arab,
dan Mekkah sudah dikuasai oleh kaum muslimin, maka para utusan qabilah-
qabilah Arab yang belum mengaanut Islam, berbondong-bondong menghadap
Rasulullah untuk menyatakan diri masuk Islam, sehingga tahun ini disebut
dengan ‘am alwufud (tahun perutusan),53 sejak akhir 9 H sampai awal 10 H.
Sejak ini bangsa Arab yang sebelumnya berpecah-belah dan selalu
bermusuhan, kini bersatu di bawah satu panji, panji Islam.

4. Akhir Hayat Rasulullah


Setelah tercipta ketenangan di seluruh jazirah Arab menyusul
pengakuan keislaman dari kabilah-kabilah Arab yang mencapai puncaknya
pada ‘am al-wufud, Rasulullah bermaksud menunaikan haji ke Baitullah. Pada
tanggal 25 Dzu al-Qa’idah 10 H. beliau bersama-sama dengan sekitar 100.000
sahabatnya berangkat meninggalkan Madinah menuju Mekah. Pada tanggal 8

Dzu al-Hijjah yang disebut


52
Ibid., hlm 40-41.
53
Farrukh, al-Arab wa al-Islam..., hlm. 55.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 67

hari Tarwiyah Rasulullah bersama rombongannya berangkat menuju Mina


dan pada waktu fajar hari berikutnya mereka berangkat ke Arafah.
Tepat tengah hari di Arafah, beliau menyampaikan pidato yang amat
penting, yang ternyata merupakan pidatonya yang terakhir di hadapan
khalayak yang berjumlah amat banyak, sehingga pidato itu pun kemudian
dikenal dengan kbuthbah al-wada’i (pidato perpisahan). Beliau
menyampaikan amanat dari atas punggung unta dan meminta Rabi’ah ibn
Umayyah ibn Khalaf untuk mengulang dengan keras setiap kalimat yang
beliau ucapkan.54 Pada setiap kalimat yang beliau ucapkan, harus didengar
oleh setiap orang dan wajib disampaikan kepada orang-orang yang berada di
tempat yang paling jauh. Pidato Rasulullah itu amat penting, karena
mengandung pesan yang amat berharga untuk pedoman hidup manusia, baik
yang berkaitan dengan hubungan antar manusia maupun hubungan manusia
dengan Penciptanya.
Kira-kira tiga bulan sesudah menunaikan ibadah haji yang
penghabisan itu, Rasulullah menderita demam beberapa hari. Beliau
menunjuk Abu Bakar untuk menggantikan beliau mengimami shalat jamaah.
Pada hari Senin 12 Rabiul Awwal 11 H, bertepatan dengan 6 Juni 632 M.
Rasulullah menghembuskan nafasnya yang terakhir, menghadap

54
Rus’an, Lintasan Sejara...h, him. 341, Lihat juga Ali Syariati, Rasulullah...,
hlm. 109.

68 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

kehadirat Allah SWT dalam usia 63 tahun. Tidak ada harta benda yang berarti
yang ditinggalkan untuk keluarganya, selain pesan-pesan amat berharga yang
kelak tetap hidup sepanjang sejarah.

E. Glosarium
1. al-ikha (persaudaraan)
2. al-musawah (persamaan rasial manusia)
3. al-tasamuh (toleransi beragama)
4. al-tasyawur (musyawarah)
5. al-ta'awun (tolong-menolong dalam kebajikan)
6. al- ‘adalah (keadilan untuk semua)

F. Tugas
1. Jelaskan bagaimana asas masyarakat pra-islam dan dampaknya terhadap
kebudayaan manusia.
2. Jelaskan apa dasar-dasar kebudayaan masyarakat islam dan perbedaannya
dengan masa pra-islam
3. Daftar Pustaka.
Amin, Ahmad, Fajr al-Islam, (Singapura-Kotabaru-Penang: Sulaiman Mar’i,
1965).
Arnold, (Thomas W., Sejarah Daulah Islam, penerjemah H.A. Nawawi Rambe,
(Jakarta: Wijaya, 1985).
Draz, Mohammad Abd Allah, ”Asal-usul Agama Islam” dalam Kenneth W
Morgan (ed.), Islam Jalan Lurus,

Sejarah Kebudayaan Islam — 69

penerjemah Abdusalam dan Chaidir Anwar, (Jakarta: Pustaka jaya,


1986).
Farrukh, Umar, al-Arab wa al-Islam fi al-Haudl al-Syarqiy min al-Bahr al-Abyad
al-Mutawassith, (Beirut: Dar al-Kutub, 1966).
H. Rus’an, H., Lintasan Sejarah Islam di Zaman Rasululah saw, (Semarang:
Wicaksana, 1981).
Haikal, Muhammad Husein, Hayatu Muhammad, (Kairo: Maktabah al-Nah-
dliyah al-Mishriyah, 1968).
Hassan, Hassan Ibrahim, Tarikh al-Islam; at-Siyasi wa al-Dini wa al- Tsaqafl wa al-
Ijtima’i, (Kairo: Maktabah al-Nahdliyah al-Mishriyah, 1964).
Hitti, Philip K., Dunia Arab; Sejarab Ringkas, penerjemah Usuludin Hutagalung
dan O.D.P Sihombing, (Bandung: Sumur Bandung, 1970).
Nadawi, Abu al-Hasan Ali al-, Ma Dza Khasir al-Alam bi Inhithath al-Muslimin,
(Kuwait: Dar al-Qalam, 1390/1970).
Shiddiqy, M. Hasbi Ash-Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran Tafsir,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1990).
Siba’i, Mustafa As-, Peradaban Islam Dulu, Kini, dan Esok, penerjemah R.B.
Irawan dan Fauzi Rahman, (Jakarta: Gema Insani Press, 1992).
Siti Maryam, dkk., Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Moderen,
Yogyakarta: Lesfi, 2004.

70 ~ Sejarah Kebudayaan Islam


Syalabi, Ahmad, Sejarah Kebudayaan Islam, jilid I,
penerjemah: Muchtar Yahya, (Jakarta: Jayamurni, 1970).
Syariati, Ali, Rasulullah saw Sejak Hijrah Hingga Wafat, penerjemah: Afif
Muhammad, Sunt.Achmad Hadi, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992).
Team Penyusun Textbook Sejarah dan Kebudayaan Islam Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, Sejarah
dan Kebudayaan Islam, (Ujung pandang: Proyek Pembinaan Perguruan
Tinggi Agama IAIN ”Alauddin” Ujungpandang 1981/1982).
Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Al -Quran dan
Terjemahnya, (al-Madinah al-Munawwarah: Mujamma Khadim al-
Haramain al-Syarifain al-Malik Fahd Ii Thiba’at al-Mushhaf al-Syarif,
t.t.).
Zayyat, Ahmad Hassan al-, Tarik al-Adab al-Arabiy, (Beirut Libanon: Dar al-
Tsaqafah, t.t.).

Sejarah Kebudayaan Islam — 71

BAB III
PERTUMBUHAN
KEBUDAYAAN ISLAM

A. Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu memahami sisi pertumbuhan
kebudayaan Islam, dan hal-hal yang mempengaruhi
pertumbuhannya.

B. Peta Konsep

C. Serambi
1. Pengangkatan Khalifah/Kepala Negara
Pengangkatan kepala negara adalah salah satu bagian
dari sistem politik, yang sampai sekarang masih terus
diperdebatkan. Bagaimana model yang ideal dan telah berjalan
dalam pemerintahan Islam ini masih terus ditelusuri.

72 — Sejarah Kebudayaan Islam

2. Nepotisme
Nepotisme dapat dipandang sebagai aib yang seharusnya tidak
ada, tetapi ketika dituduhkan kepada sahabat Nabi Muhammad SW,
minimal didapatkan kenapa sikap ini muncul dalam pemerintahan
seorang sahabah, dan bentuk nepotisme seperti apa yang dapat ditolerir.
3. Lobi Politik
Suatu peristiwa yang besar dalam jalannya sejarah politik
pemerintahan islam dan umatnya adalah peristiwa tahkim, dapat
dipandang sebagai kehebatan atau kelemahan lobi politik atau sebagai
kecurangan pribadi atau ketawaduan seorang muslim. Setelah peristiwa
ini berlangsung jalannya umat islam sudah berobah dan terkotak-kotak.
Tetapi di balik perpecahan itu juga telah melahirkan berbagai kemajuan
dalam kelompok masing-masing.

4. Pengangkatan Putra Mahkota


Inilah awal dari perubahan mendasar dalam sistem pemerintahan
islam, ketika Muawiyah mengangkat Yazid sebagi putera mahkota. Telah
membuat perubahan yang besar dalam jalannya sejarah umat islam yang
berlanjut terus untuk masa yang lama.

Sejarah Kebudayaan Islam — 73


5. Kebijakan Pemerintahan Dinasti Umayyah
Sistem pemerintahan yang dijalankan Umayyah dengan lebih
mengemukakan rasa kearaban, telah membuat beberapa kekurangan dan
kelebihan yang sangat mempengaruhi dalam perkembangan berbagai
bidang yang terdapat dalam perkembangan sejarah peradaban umat
Islam.

D. Materi Pembelajaran
1. Politik dan Pemerintahan Islam Masa Khulafa al- Rasyidun dan
Daulah Umayyah
Sepeninggal Rasulullah, kepemimpinan umat islam dipegang oleh
Khulafa al- Rasyidun (para pengganti yang mendapatkan bimbingan ke
jalan yang lurus). Empat khalifah tersebut adalah:
a. Abu Bakar As-Shiddiq 11-13 H/632-634M
b. Umar ibn Al- 13-23 H/634-644 M
Khaththab 23-35 H/644-656 M
c. Utsman ibn Affan 35-40 H/656-661 M
d. Ali ibn Abi Thalib

Keempat khalifah tersebut menjalankan pemerintahan dengan


bijaksana, karena otoritas keagamaan yang mereka miliki, dan
kedekatan mereka dengan Rasulullah SAW. Kekhalifahan awal ini
secara politik didasarkan pada komunitas muslim Arabia dan pada
kekuatan kesukuan

74 — Sejarah Kebudayaan Islam


bangsa Arab yang berhasil menundukkan imperium Timur
Tengah.1
Setelah kepemimpinan al-Khulafa al-Rasyidun,
kepemimpinan umat Islam dipegang oleh Daulah Umayyah.
Daulah Umayyah yang dimaksud adalah Daulah Umayyah
Timur yang didirikan oleh keturunan Umayyah atas rintisan
Muawiyah (661-680 M), yang berpusat di Damaskus. Daulah
Umayyah Timur merupakan fase ketiga kekuasaan Islam yang
berlangsung selama lebih kurang satu abad (661-750 M). Fase
ini bukan saja menunjukkan perubahan sistem kekuasaan
Islam dari masa sebelumnya (masa nabi dan Khulafa al-
Rasyidun), melainkan juga perubahan-perubahan lain di
bidang sosial peradaban.
Ciri menonjol yang ditampilkan Daulah Umayyah ini
antara lain, pemindahan ibukota kekuasaan Islam dari
Madinah ke Damaskus; kepemimpinan dikuasai militer Arab
dari lapisan bangsawan; dan ekspansi kekuasaan islam yang
lebih meluas; yaitu terbentang sejak dari Spanyol, Afrika
Utara, Timur Tengah, sampai ke perbatsan Tiongkok. Dengan
demikian, selama periode ini telah berlangsung langkah-
langkah baru untuk merekontruksi otoritas dan sekaligus
kekuasaan khalifah, dan menerapkan faham golongan bersama
dengan elite pemerintah. Kekuasaan Arab menjadi sebuah
sentralisasi monarkis.2

1
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, bagian I dan II, penerjemah:
Ghufron A. Mas’adi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 82-83.
2
Siti Maryam dkk., Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga
Modem, cet. Ke-2 (Yogyakarta: LESFI, 2004), hlm. 67.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 75


Dari dua masa (al-khulafa al-Rasyidun dan daulah Umayyah)
ini akan dilihat beberapa aspek politik berikut:
a. Sistem Pemilihan Khalifah
Permasalahan politik yang pertama kali muncul sepeninggal
Rasulullah adalah siapakah yang akan menggantikan beliau sebagai
kepala pemerintahan dan bagaimana sistem pemerintahannya.
Masalah tersebut diserahkan kepada kaum muslimin. Rasul
mengajarkan suatu prinsip, yaitu musyawarah, sesuai dengan ajaran
Islam itu sendiri.3 Prinsip musyawarah ini, dapat dibuktikan dengan
peristiwa-peristiwa yang penerjemahadi dalam setiap pergantian
pimpinan dari empat khalifah periode Khulafa’ al-Rasyidun, meski
dengan versi yang beragam.
Abu Bakar memangku jabatan khalifah berdasarkan pilihan
yang berlangsung sangat demokratis di Muktamar Tsaqifah Bani
Sa’idah, memenuhi tatacara perundingan yang dikenal di dunia
modern saat ini. Kaum Anshar menekankan pada persyaratan jasa
(merit), mereka mengajukan calon Sa’ad ibn Ubadah. Kaum Muhajirin
menekankan pada persyaratan kesetiaan, mereka mengajukan calon
Abu Ubaidah ibn Thalib menjadi khalifah atas dasar kedudukannya
dalam Islam, juga sebagai menentu dan karib Nabi. Hampir saja
perpecahan penerjemahadi bahkan adu fisik. Melalui perdebatan
dengan beradu argumentasi,

3
QS. Ali Imran dan Asy-Syura, (159): 38.

76 — Sejarah Kebudayaan Islam

akhirnya Abu Bakar disetujui oleh jamaah kaum muslimin untuk


menduduki jabatan khalifah.4

Nourouzzaman Shiddiqi, Ta.madd.un Muslim (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm.117-118. Lihat
Umar ibn Khathab diangkat dan dipilih oleh para pemuka
masyarakat dan disetujui oleh jamaah kaum muslimin. Pada saat
menderita sakit menjelang ajal tiba, Abu Bakar melihat situasi negara
masih labil dan pasukan yang masih bertempur di medan perang,
karena berharap tidak boleh pecah akibat perbedaan keinginan
tentang siapa yang akan menjadi calon penggantinya, ia memilih
Umar. Pilihannya ini sudah dimintakan pendapat dan persetujuan
para pemuka masyarakat pada saat mereka menengok dirinya
sewaktu sakit.5
Utsman ibn Affan dipilih dan diangkat dari enam orang calon
yang ditunjuk oleh Khalifah Umar saat menjelang ajalnya karena
pembunuhan. Umar menempuh cara tersediri yang berbeda dengan
cara Abu bakar. Ia menunjuk enam orang calon pengganti yang
menurut pengamatannya dan pengamatan mayoritas kaum muslimin,
memang pantas menduduki jabatan khalifah. 6 Agar dalam
bermusyawarah

4
Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam Islam,penerjemahm. Mukhtar Yahya, dkk. (Jakarta:
Pustaka al-Husna, 1994), hlm. 226-227 dan Ibn al-Atsir, al-Kamil fi at-Tarikh, jilid II, hlm.98 dan
Hassan Ibrahim Hassan, Tarikh al-Islam as- Siyasi wa ad-Diny wa ats-Tsaqafi wa al-Ijtima’iy, cet
HI, (Kairo: Maktabah an-Nahdlah al- Mishriyah,1964), hlm.204-207).
5
Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun Muslim, him. 119; Lihat Ahmad Syalabi, Sejarah
Kebudayaan, hlm. 237-238, Ibn al-Atsir, Al-Kamil fi at-Tarikh, jilid II, hlm. 123; Hassan Ibrahim Hassan,
Tarikh al-Islam, hlm. 211-212.
6
Ensiklopedi Islam, vol. I, hlm. 75.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 77


tidak terjadi draw (suara sama), maka putranya yaitu Abdullah ibn
Umar diminta ikut bermusyawarah dengan syarat tidak boleh dipilih
sebagai khalifah. Dalam pemilihan lewat perwakilan tersebut.
Utsman mendapatkan suara lebih banyak, yaitu 3 suara untuk Ali dan
4 suara untuk Utsman.7
Ali ibn Abi Talib tampil memegang pucuk pimpinan negara
di tengah-tengah kericuhan dan huru-hura perpecahan akibat
terbunuhnya Utsman oleh kaum pemberontak. Khalifah Ali dipilih
dan diangkat oleh jamaah kaum muslimin di Madinah dalam suasana
yang sangat kacau, dengan pertimbangan jika khalifah tidak segera
dipilih dan diangkat, maka keadaan akan semakin bertambah kacau.
Meskipun ada golongan yang tidak menyukai Ali, tetapi tidak ada
orang yang ingin diangkat menjadi khalifah karena Ali masih ada,
Dia adalah bintangnya Bani Hasyim.8
Ketika Ali ibn Abi Tthalib naik menggantikan kedudukan
Khalifah Utsman ibn Affan, Mu’awiyah selaku gubernur di Syam
(Syiria) membentuk partai yang kuat, dan menolak untuk memenuhi
perintah-perintah Ali. Dia mendesaknya untuk membalas kematian
khalifah bersama-sama dengan tentara Syiria. Desakan Mu’awiyah

7
Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun Muslim, hlm. 123; Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan
Islam, hlm. 267-268, Ibn al-Atsir, Al-Kamil fi at-Tarikh, jilid III, hlm.65-77, Hassan Ibrahim Hassan, Tarikh al-
Islam,hlm.254-258.
8
Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, him. 282-284 Ibn al-Atsir, al- Kamil fi at-Tarikh, jilid
HI, hlm. 190-199, Hassan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam, hlm. 267-268.

78 — Sejarah Kebudayaan Islam


akhirnya tertumpah dalam perang Siffin (37/657). Dalam
pertempuran sengit antara pasukan Ali dan pasukan Mu’awiyah itu,
hampir-hampir pasukan Mu’awiyah terkalahkan. Tetapi pada saat
yang sedimikian itu, Amr ibn Ash menasehati Mu’awiyah agar
pasukannya mengangkat mushaf-mushaf al-Qur’an di ujung lembing-
lembing mereka sebagai pertanda seruan untuk damai. Ali
menasehatkan pasukannya, agar mereka tidak tertipu dengan
tindakan itu, dan meneruskan peperangan sampai akhir, tetapi malah
penerjemahadi perpecahan di antara mereka sendiri, sehingga pada
akhirnaya Ali terpaksa menghentikan perang dan berjanji untuk
menerima tahkim.9 Keputusan yang dihasilkan oleh wakil pihak Ali
(Abu Musa al-Asy’ari) dan pihak Mu’awiyah (Amr ibn Ash) harus
diterima kedua pihak dan golongan yang mendukungnya.
Peristiwa tahkim yang justru merugikan Ali, mengakibatkan
banyak pengikut Ali telah ingkar yang di kemudian hari disebut
kaum Khawarij. Oleh karena itu umat Islam pada saat itu terbagi
menjadi tiga golongan :
1) Bani Umayyah dan pendukungnya dipimpin oleh Mu’awiyah
2) Syi’ah atau pendukung Ali, yaitu golongan yang mendukung
kekhalifaan Ali.

9
Abdul A’la al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Penerjemah: Muhammad al- Baqir, (Bandung:
Mizan,1984), hlm. 179.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 79


3) Khawarij yang menjadi lawan dari kedua partai tersebut. 10

Kaum Khawarij selalu berusaha untuk merebut massa Islam


dari pengikut Ali. Mu’awiyah dan ‘Amr, sebab mereka yakin bahwa
ketiga pemimpin ini merupakan sumber dari pergolakan-pergolakan.
Tekad mereka adalah membunuh ketiga tokoh di atas. Pada tanggal
20 Ramadhan 40 H (660 M) salah seorang Khawarij berhasil
membunuh Ali di Masjid Kufah, yang berarti pula mengakhiri masa
pemerintahan Khulafa al-Rasyidin.
Wafatnya Ali adalah jembatan bagi Muawiyah guna
merealisasikan keputusan-keputusan perjanjian perdamaian
(tahkim), yang menjadikan dia sebagai penguasa terkuat di wilayah
kekuasan Islam. Pada tahun 41/661 Muawiyyah memasuki kota
Kufah. Sumpah jabatan diucapkan di hadapan dua orang putra Ali,
Hasan dan Husein, dan disaksikan oleh rakyat banyak, sehingga
tahun tersebut dikenal dalam sejarah sebagai “tahun jama’ah”.
Pemindahan kekuasaan kepada Muawiyah mengakhiri
bentuk demokrasi, kekhalifahan menjadi monarkhiheridetis
(kerajaan turun temurun), yang diperoleh tidak dengan pemilihan
atau dengan suara terbanyak.11

10
Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah Kebudayaan Islam, penerjemah Jahdan Ibnu Humam
(Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), hlm. 63.
11
Ibid., h. 66.

80 — Sejarah Kebudayaan Islam

Pengangkatan khalifah secara turun temurun dimulai dari sikap


Muawiyah yang mengangkat anaknya, Yazid, sebagai putra mahkota.
Sikap Muawiyah seperti ini dipengaruhi oleh keadaan Syiria selama
dia menjadi gubernur disana. Dia memang bermaksud mencontoh
monarchi heridetis di Pesia dan kekaisaran Byzantium.
Daulah Umayyah, yang ibu kota pemerintahannya di
Damaskus, berlangsung selama 91 tahun dan diperintah oleh 14
orang khalifah. Mereka itu adalah : Mu’awiyah (41 H/661), Yazid I
(60/680), Mu’awiyah II (64/683), Marwan I (64/683), Abdul Malik
(65/685), Walid ( 86/705), Sulaiman (96/715), Umar 11(99/717), Yazid
II ( 101/720), Hisyam (105/724), Walid II (125/743), Yazid III
(126/744), Ibrahim (126/744), dan Marwan II (127-132/744-750).

b. Kebijakan-kebijakan Pemerintah
Dalam periode Khulafa’al-Rasyidun, khalifah adalah
pemimpin negara. Oleh karenanya kualitas seorang khalifah memberi
contoh tersendiri dalam menentukan kebijakan- kebijakan diberbagai
bidang yang berhubungan dengan hajat hidup masyarakat yang
dipimpinnya. Demikian pula dalam mengatasi berbagai krisis dan
gejolak yang muncul dalam pemerintahannya.
1) Memerangi Kaum Riddah
Sebagai khalifah pertama, Abu bakar dihadapkan pada
keadaan masyarakat sepeninggal Muhammad saw. Ia

Sejarah Kebudayaan Islam — 81

bermusyawarah dengan para sahabat untuk menentukan tindakan


yang harus diambil dalam menghadapi kesulitan- kesulitan yang
dihadapi. Meski penerjemahadi perbedaan pendapat tentang tindakan
yang akan dilakukan dalam menghadapi kesulitan yang memuncak
tersebut, kelihatan kebesaran jiwa dan ketabahan hatinya. Seraya
bersumpah dengan tegas ia menyatakan akan memerangi semua
golongan yang menyimpang dari kebenaran (orang-orang yang
murtad, tidak mau membayar zakat dan mengaku diri sebagai nabi),
sehingga semuanya kembali ke jalan yang benar atau harus gugur
sebagai syahid dalam memperjuangkan kemuliaan agama Allah.
Ketegasan Abu Bakar ini disambut dan didukung oleh hampir
seluruh kaum muslimin. Untuk memerangi kaum riddah ini
dibentuklah sebelas pasukan. Sebelum pasukan dikirim ke daerah
yang dituju, terlebih dahulu dikirim surat yang menyeru kepada
mereka yang kembali kepada ajaran Islam, namun tidak mendapatkan
sambutan. Terpaksa pasukan dikirimkan dan membawa hasil yang
gemilang.12 Kebijakan tersebut dilakukan dengan tujuan terciptanya
persatuan umat, penegakan hukum dan keadilan. Hal ini dilakukan
Abu Bakar adalah mengangkat Ali sebagai deputinya untuk
mengurusi masalah kesekretariatan negara di samping Umar dan Abu
Ubaidah ibn Jarrah. Dalam

12
Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm. 232-233.

82 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

masalah keadilan, ia berjanji akan melindungi silemah dari perkosaan


sikuat tanpa pandang bulu.13
2) Pengelolaan Kas Negara
Tindakan yang dilakukan Umar adalah menata pemerintahan
dengan membentuk departemen-departemen (diwan), mengadopsi
model Persia. Tugas diwan adalah menyampaikan perintah dari
pemerintah pusat ke daerah- daerah dan menyampaikan laporan
tentang perilaku dan tidakan-tindakan penguasa daerah kepada
khalifah.14 Untuk melancarkan hubungan antar daerah, wilayah
negara dibagi menjadi delapan propinsi: Mekkah, Madinah, syiria,
Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina dan Mesir.
Masa pemerintahan Umar inilah mulai diatur dan diterbitkan
tentang pembayaran gaji dan pajak tanah. 15 Terkait dengan masalah
pajak, Umar membagi warga negara dalam dua kelompok yaitu
muslim dan non muslim. Untuk non muslim dipungut kharaj (pajak
tanah) dan jizyah (pajak kepala). Bagi muslim diperlukan hukum
Islam, bagi non muslim diperlakukan hukum menurut agama atau
adat mereka masing-masing. Agar situasi tetap terkendali, Umar
menetapkan wilayah Jazirah Arab untuk muslim, wilayah luar Jazirah
Arab untuk non muslim.
13
Nourouzzaman Shiddiqy, Tamaddun Muslim, hlm. 119.
14
Ibid.,him. 120.
15
Syibli Nu’man, Umar yang Agung (Bandung: Penerbit Pustaka,1981), hlm. 264-276.

Sejarah Kebudayaan Islam — 83

Untuk mencapai kemakmuran yang merata, wilayah Syria


yang sudah padat penduduknya dinyatakan sebagai wilayah tertutup
bagi pendatang baru.16 Pada masa Rasul dan Abu Bakar kekuasaan
bersifat sentral (eksekutif, legislatif dan yudikatif terpusat pada
pemimpin tertinggi). Pada. masa Umar lembaga yudikatif dipisahkan
dengan didirikannya lembaga pengadilan, bahkan di daerah-daerah.
Untuk menjaga keamanan dan ketertiban dibentuk jawatan
kepolisian dan juga jawatan pekerjaan urnum. 17 Untak mengelola
keuangan negara didirikan Baitul Mal. Mulai saat ini pemerintahan
Umar sudah menempa mata uang sendiri. Untuk rnengenang
peristiwa hijrah ditetapkan peristiwa tersebut sebagai awal tahun
hijriah.18 Seluruh kebijakan yang dilaksanakan, pada hakekatnya
merupakan upaya mengkonsolidasikan bangsa Arab dan melebur
suku-suku Arab ke dalam satu bangsa.
Pemerintahan Khalifah Utsman mengalami masa
kemakmuran dan berhasil dalam beberapa tahun pertama
pemerintahannya. la melanjutkan kebijakan- kebijakan khalifah
Umar. Pada separuh terakhir masa pemerintahannya, muncul
kekecewaan dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat karena ia
mulai mengambil kebijakan yang berbeda dari yang sebelumnya.
Utsman mengangkat

16
Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun Muslim, hlm. 121-122.
17
Syibli Nu’man, Umar yang Agung, hlm. 324-418.
18
Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm. 263.

84 — Sejarah Kebudayaan Islam

keluarganya (Bani Umayyah) pada kedudukan yang tinggi. 19 la


mengadakan penyempurnaan pembagian kekuasaan pemerintah,
Utsman menekankan sistem kekuasaan pusat yang menguasai seluruh
pendapatan propinsi dan menetapkan seorang juru hitung dari
keluarganya sendiri.20
Jika Umar menetapkan semua tanah rampasan perang adalah
milik negara, maka Utsman membentuk lembaga pertukaran tanah
untuk membagi-bagi tanah itu dengan maksud agar produktif. Umar
menerapkan batas wilayah negara jangan melampaui lautan, Utsman
membangun angkatan laut sehingga menambah tinggi beban pajak
rakyat,21 karena memerlukan biaya yang besar. Hal lain yang
dilakukannya adalah membangun sebuah bendungan yang besar
untuk melindungi Madinah dari bahaya banjir dan mengatur
persediaan air untuk kota itu. la juga membangun jalan, masjid,
jembatan, rumah tamu di berbagai wilayah22 dan memperluas Masjid
Nabawi.23
Sebagai khalifah keempat, Ali ibn Abi Thalib meneruskan
cita-cita Abu Bakar dan Umar, la rnengikuti dengan tepat prinsip-
prinsip Baitul Mal dan memutuskan

19
Ahmad Amin, Islam dari Masa keMasa, cet. ke-1 (Bandung: CV.Rusyida, 1987),
hlm. 87.
20
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial, hlm. 83-84.
21
Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun Muslim..., hlm. 125.
22
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, penerjemah (Bandung: CV.
Rosda, 1988), hlm. 188.
23
Ibn al-Attsir, al-Kamiljiat-Tarikh, hlm. 103.

Sejarah Kebudayaan Islam — 85

untuk mengernbalikan semua tanah yang diambil alih oleh Bani


Umayyah ke dalam perbendaharaan negara. Demikian juga hibah
atau pemberian Utsman kepada siapapun yang tiada beralasan,
diambil kembali. Ali bertekad untuk mengganti semua gubernur yang
tidak disenangi rakyat. Gubernur Kufah dan Syria dimintanya untuk
meletakkan jabatan, tetapi Mu’awiyah, gubernur Syria, menolaknya.
Oleh karenanya khalifah Ali harus menghadapi kesulitan dengan
Bani Umayyah,24 disebabkan kebijakan-kebijakan yang diambilnya.
Ditambah dengan adanya tuduhan penduduk Syiria bahwa Ali
terlibat dalam peristiwa terbunuhnya Utsman. Penerjemahadilah
Perang Jamal sebagai pertempuran terbuka yang pertama kali
penerjemahadi antara sesarna muslim, bahkan sesama sahabat Rasul.
Walaupun Ali mendapat kemenangannya, ia harus segera
menghadapi pasukan Mu’awiyah dalam perang Siffin yang
menumpahkan darah puluhan ribu kaum muslimin. 25

3) Penataan Birokrasi Pemerintahan


Khalifah Abu Bakar melanjutkan sistem pemerintahan yang
bersifat sentral seperti zaman Rasulullah, yakni kekuasaan eksekutif,
legislatif dan yudikatif terpusat
24
Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudyaan..., hlm. 62.
25
Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm. 284-286, Nourouzzaman Shiddiqi,
Tamaddun Muslim, hlm. 126; Ibn al-Atsir, Al-Kamil fi at-Tarikh, jilid III, hlm. 205 & 289.
86 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

di satu tangan. Masa khalifah Umar lembaga yudikatif sudah berdiri


sendiri, terpisah dari eksekutif dan legislatif. Dalarn pemerintahan
Umar penerjemahadi perubahan- perubahan, ia membangun jaringan
pemerintahan sipil yang sempurna tanpa memperoleh contoh
sebelumnya, sehingga ia pantas mendapatkan julukan “Peletak Dasar
Pembangun Negara Modern”. Hal-hal penting sebagai prasyarat bagi
suatu bentuk pemerintahan yang demokratis sudah mulai diletakkan.
Dalam rnasa pemerintahannya terdapat dua lembaga penasehat, yaitu
majelis yang bersidang atas pemberitahuan umum dan majelis yang
hanya rnembahas masalah-masalah yang sangat penting. Selain
majelis penasehat, setiap warga negara mempunyai satu suara dalarn
pemerintahan negara.26
Wilayah negara terdiri dari propinsi-propinsi yang
berotonomi penuh, kepala pemerintahan propinsi bergelar Amir. Di
setiap propinsi tetap berlaku adat kebiasaan setempat selama tidak
bertentangan dengan aturan pemerintah pusat.27 Para Amir
(gubernur) propinsi dan para pejabat distrik sering diangkat melalui
pemilihan. Pemerintahan Umar rnenjarnin hak setiap orang dan
orang-orang menggunakan kemerdekaannya dengan seluas- luasnya.
Khalifah tidak memberikan hak istimewa tertentu. Tidak seorangpun
memperoleh pengawal, tidak ada istana
26
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi..., hlm. 184.
27
Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun Muslim, hlm. 121.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 87

dan pakaian kebesaran, baik untuk khalifah sendiri maupun


bawahan-bawahannya. Tidak ada perbedaan antara penguasa dan
rakyat, setiap waktu mereka dapat dihubungi oleh rakyat. 28
Agar mekanisme pemerintahan berjalan lancar, dibentuk
organisasi negara Islam (Daulah Islamiyah) yang pada garis besarnya
sebagai berikut:
a) An-Nidham As-Siyasy (organisasi Politik), yang mencakup:
(1) Al-Khilafat; terkait dengan cara memilih khalifah.
(2) Al-Wizariat; para wazir (menteri) yang, bertugas membantu
khalifah dalam urusan pemerintahan.
(3) Al-Kitabat; terkait dengan pengangkatan orang untuk
mengurusi sekretariat negara.

b) An-Nidham Al-Idary:organisasi tata usaha/administrasi


negara, saat itu masih sangat sederhana, mencakup: pernbentukan
diwan-diwan, pemimpin-pemimpin propinsi, masalah pos dan urusan
kepolisian.

c) An-Nidham Al-Maly: organisasi keuangan negara, mengelola


masuk dan keluarnya uang negara. Untuk itu dibentuk Baitul Mal.
Termasuk di dalamnya urusan sumber- sumber keuangan negara.

28
Syed Mahmudunnasir, Islam Konseps...i, hlm. 184.

88 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

d) An-Nidham Al-Harby: organisasi ketentaraan yang meliputi


susunan tentara, urusan gaji tentara, urusan persenjataan, pengadaan
asrama-asrama dan benteng- benteng pertahanan.

e) An-Nidham Al-Qadla’i: organisasi kehakirnan yang


meliputi masalah-masalah pengadilan, pengadilan banding dan
pengadilan damai.29
Pengernbangan sistem birokrasi pemerintahan ini
berdasarkan pada hasil pemikiran para khalifah, khususnya Umar ibn
al-Khaththab, yang berhasil memadukan sistem yang ada di daerah
perluasan dengan kebutuhan masyarakat yang sudah mulai
berkembang pada saat itu.

4) Pemberlakuan Ijtihad
Tatkala agama Islam telah meluas ke Syam, Mesir dan Persia,
agama Islam menjumpai kebudayaan yang hidup di negeri-negeri itu.
Islam berhadapan dengan keadaan-keadaan baru, dan timbullah
berbagai macam kesulitan dan masalah- masalah yang belum pernah
ditemui oleh kaum muslimin. Umar bukan saja menciptakan
peraturan-peraturan baru, tetapi juga memperbaiki dan mengadakan
perubahan terhadap peraturan yang telah ada, bila memang
peraturan itu perlu diperbaiki dan diubah. Misalnya aturan yang

29
A. Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1979), hlm.
76-86.

Sejarah Kebudayaan Islam — 89

telah berlaku bahwa kaum rnuslirnin diberi hak menguasai tanah


dan segala sesuatu yang didapat dengan berperang, Umar
mengubahnya bahwa tanah itu harus tetap di tangan pemiliknya
semula tetapi dikenai pajak tanah (kharaj).30 Semua ide yang lahir dari
Umar merupakan hasil interaksi dari peristiwa yang dihadapi dengan
berdasarkan ijtihadnya yang mencakup bidang pemerintahan,
pertanahan, kependudukan, ekonomi dan hukum.
Di antara ijtihadnya di bidang hukurn yang cukup
spektakuler:31
a) Tidak melaksanakan hukuman potong tangan terhadap pencuri
yang terpaksa mencuri demi membebaskan dirinya dari
kelaparan.
b) Menghapuskan bagian zakat bagi para muallaf (orang yang
dibujuk hatinya karena baru masuk Islam).
c) Menghapuskan hukum mut'ah (kawin sementara) yang semula
diperbolehkan dan sampai sekarang masih diakui oleh orang-
orang Syi’ah Itsna Asyriyah.
Dengan melaksanakan ijtihad, barang kali Umar ingin
memberi tuntunan dan pengertian bahwa ajaran Islam itu tidak kaku,
tetapi bisa lentur dan luwes sesuai dengan perkembangan zaman dan
permasalahan yang dihadapi dengan tetap mengacu pada substansi
ajaran yang ada dalam Al Qur’an dan Hadits.
30
Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm. 263.
31
Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun Muslim, hlm. 122-123.

90 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

5) Perluasan dan Pengolahan Wilayah


Seringkali penaklukan bangsa arab secara populer dipahami
sebagai tindakan yang dimotivasi oleh hasrat terhadap harta
rampasan perang atau oleh semangat keagamaan untuk menaklukan
dan menjadika dunia memeluk dan mengakui Islam. Adapun
motivasi tersebut, sebagian merupakan program kebijakan
pemerintah secara terencana dan sebagian secara kebetulan. 32
Diantara penyebab yang membuat ekspansi Islam berhasil
cepat adalah:33
a) Ajaran-ajaran Islam mencangkup kehidupan didunia dan akhirat
dengan kata lain Islam adalah agama dan negara.
b) Keyakinan yang mendalam di hati para sahabat tentang
kewajiban menyampaikan ajaran-ajaran Islam ke seluruh daerah.
c) Kekaisaran Persia dan Byzantium dalam keadaan lemah.
d) Islam tidak memaksa rakyat di wilayah perluasan untuk
mengubah agamanya.
e) Rakyat tidak senang (tertindas) oleh penguasa Persia dan
Byzantium Timur.

32
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial..., hlm. 56.
33
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I (Jakarta:UI
Press,1985), hlm. 58-61 dan P.K. Hitti, Dunia Arab Sejarah Ringkas, penerjemah; Usuludin Hutagalung
(Bandung: vorkink-van Hoeve’s gravenhage), hlm. 64-67.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 91

6. Rakyat di wilayah tersebut memandang bangsa Arab lebih


dekat kepada mereka dari pada Byzantium.
7. Wilayah perluasan adalah daerah yang subur.
6) Sistem Nepotisme
Awal pemerintahan Utsman diwarnai dengan suasana yang
kurang kondusif. Masyarakat terpecah menjadi dua kelompok;
pendukung Ali yang kurang mendukung kepemimpinan Utsman dan
pendukung Utsman yang mendukung kepemimpinannya. Mereka
mendukung Utsman bukan kerena memberi penghargaan kepadanya,
tetapi kerena ingin menyatukan keinginan masing-masing. Utsman
berasal dari Bani Umayyah, banyak dari keluarga ini yang
berkedudukan tinggi dalam kehidupan bangsa Arab sebelum dan
sesudah Islam.34
Utsman Ibn Affan termasuk salah seorang dari yang paling
awal masuk Islam, ia ikut hijrah ke Habsyi, ikut berperang bersama
Nabi saw dan seorang hartawan yang dermawan. Ia menafkahkan
semua rumah seharga 20.000 dirham untuk kaum muslimin dan
menyumbangkan harta yang senilai dengan barang yang dibawa oleh
1000 ekor unta untuk kepentingan perjuangan. Ia juga menjadi ketua
delegasi utusan Perjanjian Hudaibiyah. Ketika ia menjabat khalifah
usianya sudah 70 tahun (lanjut usia).35 Dalam
34
Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm. 274.
35
Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun Muslim, hlm. 276.

92 — Sejarah Kebudayaan Islam

enam tahun pertama dari pemerintahannya segala sesuatu masih


berjalan dengan baik, dan ini dipandang sebagai hasil jerih payah
Khalifah Umar. Enam tahun yang kedua dari pemerintahan Utsman
mulai mengalami kegoncangan.36
Pergantian Umar oleh Utsman dapat diartikan pergantian
ketegasan dan kewibawaan dengan kelonggaran, kelemahan dan
sikap ragu-ragu. Akibatnya banyak kaum muslimin yang
meninggalkan Utsman,yangberarti hilangnya kawan-kawan dan
orang-orang tempat ia menumpahkan kepercayaan, kecuali kaum
kerabatnya. Kesetian para pejabat kepada Utsman banyak berkurang,
sehingga sedikit sekali orang yang dapat dijamin kesetiannya, kecuali
dari kerabatnya sendiri. Oleh karena itu banyak pejabat yang dipecat
dan diganti oleh sanak kerabatnya. Pada saat itulah oleh lawan-lawan
politiknya, menuduhnya melakukan nepotisme (sistem famili). Ia
juga dituduh menggunakan uang negara secara tidak patut, menghina
sahabat dan menyalah gunakan wewenang. Atas tuduhan ini. Utsman
mengatakan bahwa ia tidak mengambil apapun dari kekayaan negara,
apa yang diberikan kepada kerabatnya dari harta pribadinya. 37
Memang dia mengangkat sepupu-sepupunya pada
kedudukan-kedudukan penting, baik di pusat maupun di daerah-
daerah. Marwan ibn al-Hakam menjadi sekretaris negara. Dia
mengukuhkan kedudukan Mu’awiyah yang
36
Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, 276.
37
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi..., hlm. 187.

Sejarah Kebudayaan Islam — 93

diangkat Umar menjadi gubernur Syiria (kelak menjadi pendiri


Daulah Umayyah). Dia mengangkat Abdullah ibn Sa’ad ibn Abi Sarh
menjadi gubernur di Mesir dan mengangkat Abdullah ibn Amir
menjadi gubernur di Basrah. Mengangkat Sa’ad ibn ’Ash menjadi
gubernur di Kufah. Dilihat dari kenyataan ini memang beralasan jika
Utsman dituduh nepotis.
Namun, apakah Utsman tidak punya alasan untuk
mengangkat mereka selain hanya kerena mereka itu sanak familinya
saja? Di samping itu apakah benar dia tidak mengangkat orang-orang
lain di luar Bani Umayyah pada jabatan-jabatan penting? nyatanya
Utsman juga mengangkat orang-orang lain di luar Bani Umayyah,
misalnya Zaid ibn Tsabit menjadi kepala Baitul Mai.38
Sistem Pemerintahan pada masa Daulah Umayyah dimulai
dari pemindahan kekuasaan kepada Mu’awiyah. Hal ini mengakhiri
bentuk demokrasi kekhalifahan menjadi monarchi heridetis (kerajaan
turun temurun), yang diperoleh tidak dengan pemilihan atau suara
terbanyak.39 Penggantian khalifah secara turun temurun dimulai dari
sikap Mu’awiyah yang mengangkat anaknya, Yazid, sebagai putera
mahkota. Sikap Mu’awiyah seperti ini dipengaruhi oleh keadaan
Syiria selama dia menjadi gubernur di sana.

58
Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun Muslim, hlm. 125-126.
39
Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm. 66.

94 ~ Sejarah Kebudayaan Islam


Dia memang bermaksud mencontoh monarcbi heridetis di Persia dan
kekaisaran Byzantium.
Pada masa Mu’awiyah mulai diadakan perubahan- perubahan
administrasi pemerintahan, dibentuk pasukan bertombak pengawal
raja, dan dibangun bagian khusus di dalam masjid untuk pengamanan
tatkala dia menjalankan shalat. Mu’awiyah juga memperkenalkan
materai resmi untuk pengiriman. memorandum yang berasal dari
khalifah. Para sejarawan mengatakan bahwa di dalam sejarah Islam,
Mu’awiyahlah yang pertama-tama mendirikan balai-balai
pendaftaran dan menaruh perhatian atas jawatan pos, yang tidak
lama kemudian berkembang menjadi suatu susunan teratur, yang
menghubungkan berbagai bagian negara.40
Pada masa Bani Umayyah dibentuk semacam Dewan
Sekretaris Negara (Diwan al-Kitabah) untuk mengurus berbagai
urusan pemerintahan, yang terdiri dari lima orang sekretaris yaitu:
Katib ar-Rasail, Katib al-Kbarraj, Katib al- Jund, Katib asy-Syurtah,
dznKatibal-Qadi.41 Untuk mengurusi administrasi pemerintahan di
daerah, diangkat seorang Amir al-Umara (Gubernur Jenderal) yang
membawahi beberapa “Amir” sebagai penguasa satu wilayah.
Pada masa Abdul Malik ibn Marwan, jalannya pemerintahan
ditentukan oleh empat departemen pokok (diwan). Keempat
departemen (kementerian) itu ialah:
40
Philip K. Hitti, Dunia Arab..., hlm. 80.
41
A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam..., hlm. 151.

Sejarah Kebudayaan Islam — 95

a) Kementerian Pajak Tanah (diwan al-kharraj) yang tugasnya


mengawasi departemen keuangan.
b) Kementerian Khatam (diwan al-Khatam) yang bertugas
merancang dan mengesahkan ordonansi pemerintah.
Sebagaimana masa Mu’awiyah telah diperkenalkan materai resmi
untuk memorandum dari khalifah, maka setiap tiruan dari
memorandum itu dibuat, kemudian ditembus dengan benang,
disegel dengan lilin, yang akhirnya dipres dengan segel kantor.
c) Kementerian Surat Menyurat (diwan al-Rasail), dipercayakan
untuk mengontrol permasalahan di daerah-daerah dan semua
komunikasi dari gubernur- gubernur.
d) Kementerian urusan perpajakan (diwan al-mustagallat).42 Bahasa
administrasi yang berasal dari bahasa Yunani dan Persia diubah
kedalam bahasa Arab yang dimulai oleh Abdul Malik pada tahun
85/704.

2. Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kesenian


Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan erat
kaitannya dengan perluasan wilayah Islam. Dalam bahasan yang lalu
sudah diuraikan bahwa perluasan wilayah inilah yang menyebabkan
munculnya pusat-pusat pemukiman baru. Pada masa permulaan
Islam, para sahabat yang utama baik dalam kedudukannya sebagai
pejabat
42
Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah Kebudayaan Islam,hlm.95.

96 — Sejarah Kebudayaan Islam

maupun dengan sukarela, berangkat ketempat-tempat pemukiman


baru dan kota-kota lainnya untuk mengajarkan agama Islam kepada
penduduk setempat. Di tempat-tempat baru itulah mereka
berhadapan dengan pelbagai masalah. Pemecahan masalah-masalah
tersebut merupaka cikal bakal bagi lahirnya ilmu pengetahuan
terutama dalam bidang agama.
Di beberapa wilayah perkotaan jumlah penduduknya lebih
banyak dan alat-alat lebih lengkap, yang timbul dari banyaknya
sumber pencarian yang disebabkan oleh suburnya tanah atau
cepatnya pertukaran barang dengan kota lain. Banyaknya penduduk
diikuti dengan kemakmuran yang memungkinkan bagi mereka yang
meluangkan waktu untuk kegiatan luar mencari nafkah, diikuti pula
dengan meningkatnya pemikiran penduduk. Hal ini memungkinkan
penerjemahadinya pertukaran pemikiran dan pendapat diantara
mereka, sehingga tidak memandang hidup dari sisi meteri saja.
Dengan demikian muncullah pendapat-pendapat, ilmu dan akan
berkembang pada kesusastraan.43
Ilmu pengetahuan klasik Islam dibedakan menjadi dua
macam: ‘Ulum an-Naqliyah, yang bersumber pada Al- Qur’an atau
dalil naql (disebut juga ’Ulum as-Syari’ah), dan ‘Ulum al-Aqliyah,
bersumber pada akal bukan dalil naql

43
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Kairo: Maktabah Al-Nadlah al-Mishriyah, 1975), hlm. 170.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 97

(disebut juga ’Ulum al-Ajam).44 Dalam periode Khulafah’al-


Rasyidun sebagai periode paling awal dari sesudah wafatnya
Rasulullah, masih didominasi oleh perkembangan ilmu-ilmu
naqliyah. Ini bisa dipahami ibarat Rasul baru saja menabur benih,
pada periode Khulafah al-Rasyidun benih-benih itu baru mulai
bersemi.
Lahirnya ilmu Qira’at erat kaitannya dengan mempelajari Al-
Qur’an. Terdapatnya beberapa dialek bahasa dalam membaca Al-
Qur’an, dikhawatirkan akan penerjemahadi kesalahan dalam
membaca dan memahaminya. Oleh karenanya diperlukan
standardisasi bacaan dengan kaidah-kaidah tersendiri. Apalagi bahasa
Arab yang tidak bersyakal tentu menimbulkan kesulitan untuk
membacanya. Untuk mempelajari bacaan dan pemahaman al-Qur’an
Khalifah Umar telah mengutus Mu’adz ibn Jabal ke Palestina, Ibadah
ibn as-Shamit ke Hims, Abu Darda ke Damaskus, Ubai ibn Ka’ab dan
Abu Ayub tetap di Madinah.45
Menafsirkan al-Qur’ an adalah dasar untuk memahami ayat-
ayat, sebagaimana dijelaskan sendiri oleh Rasul SAW, baik dengan
ayat-ayat al-Qur’an maupun dengan sunahnya (hadits). Ini tahap
awal dari munculnya Ilmu Tafsir. Beberapa sahabat telah
mempelajarai dan menafsirkan al-
44
Dirjen Binbaga Islam Departemen Agama RI, Sejarah Kebudayaan Islam Islam, jilid I
(Ujung Pandang Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama IAIN Alauddin, 1981/1982),hlm. 86.
45
Ibid., hlm.86.

98 — Sejarah Kebudayaan Islam

Qur’an sesuai dengan apa yang mereka terima dari Rasul,


diantaranya: Ali ibn Abi Thalib, Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn
Mas’ud dan Abdullah ibn Ka’ab.46
Ilmu haditst belum dikenal pada masa Khulafa al- Rasyidun
tetapi pengetahuan tentang haditst sudah tersebar luas dikalangan
umat Islam. Usaha mempelajari dan menyebarkan hadits, seiring
dengan kegiatan mempelajari dan menyebarkan al-Qur’an. Untuk
memahami al-Qur’an tidak dapat dilepaskan dari pengetahuan
tentang hadits. Beberapa sahabat yang menyebarluaskan hadits atas
perintah Khalifah Umar adalah Abdullah ibn Mas’ud ke Kufah,
Ma’qal ibn Yasar ke Basrah, Ubadah ibn Shamit dan Abu Darda ke
Syiria.47
Ilmu Nahwu lahir dan berkembang di basrah dan Kufah,
karena di dua kota tersebut banyak bermukim kalibah Arab yang
berbicara dengan bermacam dialek bahasa. Disana juga bermukim
orang-orang yang berbahasa Persia. Ali ibn Abi Thalib adalah
Pembina dan menyusun pertama bagi dasar-dasar ilmu Nahwu. Abu
Aswad ad- Dualy (masa Bani Umayah) belajar kepadanya.48
Khat al-Qur’an berkait erat dengan penulisan dan penyebaran
al-Qur’an. Dalam Islam seni menulis al-Qur’an sangat dihargai, dan
tidak satu aksarapun di dunia ini

46
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, hlm. 202.
47
Departemen Agama RI, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm. 86.
4!
A. Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm. 104.

Sejarah Kebudayaan Islam — 99

menjadi seni artistic yang hebat seperti aksara Arab.49 Orang Arab
belajar tulisan nabti/Naskbi dari perdagangan keluar Syam, tulisan
Kufi dari Irak. Pada masa awal datangnya Islam hanya belasan orang
Mekkah yang dapat menulis, mayoritas mereka adalah sahabat
Rasulullah. Masa Khulafa al-Rasyidun al-Qur’an ditulis dengan
tulisan Kufi, untuk surat menyurat dan semacamnya ditulis dengan
tulisan Naskhy.50
Pertumbuhan Ilmu Fiqh tidak dapat dilepaskan dari al-
Qur’an dan Hadits sebagai sumbernya, karena itu tidak
mengherankan jika ahli-ahli Fiqh (Fuqaha) pada umumnya terdiri
dari mereka yang ahli pula dalam al-Qur’an dan Sunnah. Beberapa
sahabat yang mempunyai keahlian dalam bidang Fiqh:Umar ibn
Khaththab, Ali ibn Abi Thalib, Zaid ibn Tsabit (tinggal di Madinah),
Abdullah ibn Abbas (Mekkah), Abdullah ibn Mas’ud (Kufah), Anas
ibn Malik (Basrah), Muadz ibn Jabal (Syiria) dan Abdullah ibn Amr
ibn Ash (Mesir).51
Al-Harits ibn Kaladah yang berasal dari Thaif (w.13 H),
tercatat sebagai seorang dokter pada masa permulaan Islam.
Pengetahuan kedokterannya diperoleh dari Persia.

49
Johannes Pedersen, Fajar Intelektualisme Islam, penerjemah: Alwiyah Abdurrahman
(Bandung: Mizan, 1984), hlm. 11.
50
Jurji Zaidan, Tarikh Adah al-‘Arabiyah, (Kairo: Dar al-Hilal, t.t.), hlm. 200-
201 .
51
Departemen Agama RI, Sejarah Kebudayaan Islam,hlm.87.

100 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

Sebagai sarjana ia terlatih secara baik dalam bidangnya, sehingga ia


dijuluki “dokter orang-orang Arab”.52
Pada masa Daulah Umayyah, perkembangan ilmu
pengetahuan tidak sebaik perkembangan militer atau sastra.
Organisasi militer pada masa ini terdiri dari Angkatan Darat (al-jund),
Angkatan Laut (al-Bahriyah) dan Angkatan Kepolisian (as-Syurthah),
Berbeda dengan masa Utsman, bala tentara pada masa ini bukan
muncul atas kesadaran sendiri untuk melakukan perjuangan, tetapi
semacam dipaksakan. Dengan munculnya angkatan ini, ilmu-ilmu
tentang alat-alat perang juga berkembang, bahkan ilmu tentang
perkapalan juga berkembang guna menangkis serangan armada
Byzantium serta keperluan sarana transportasi dalam usaha
perluasaan kekuasaan Islam ke daerah-daerah lain.53
Sastra adalah inti seni, bagaikan cermin dari segala yang
hidup di kalangan banga Arab, baik yang bersifat spiritual, politik,
maupun selain keduanya.54 Islam terkait dan tidak dapat dipisahkan
dari bahasa Arab melalui al- Qur’an. Kesusastraan Arab dimulai
dengan lembaran- lembaran yang tidak mungkin dicipta oleh
manusia. Terbukti bahasa Arab merupakan bahasa yang sempurna

52
Ibid, hlm.90, lihat juga M. Natsir, Cultuur Islam, cet. ke-2 (Bandung: Pendidikan
Islam, 1937), hlm. 40.
53
Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm. 478.
54
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, hlm. 202.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 101

dalam menangani topik-topik yang sangat halus dan bentuk bahasa


yang ditampilkan.55
Pengamat sastra pada umumnya menyatakan ada dua
pendapat tentang perkembangan sastra masa Khulafa al-Rasyidun.56
a. Sastra mengalami stagnasi karena perhatian yang lebih kepada
bahasa Al-Qur’an, sehingga syair dan sastra kurang berkembang.
b. Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi untuk kegiatan sastra,
karena dalam berdakwah diperlukan bahasa yang indah.
Pengaruh al-Qur’an dan hadits tidak bisa dilepaskan karena
keduanya menjadi sumber pokok ajaran Islam
Secara khusus dijelaskan bahwa puisi pada masa tersebut
tidak jauh dari puisi pada masa Rasul, yang juga tidak jauh berbeda
dengan masa sebelumnya (jahiliyah). Maksudnya bahwa puisi kurang
maju dan berkembang kerena lebih memperhatikan al-Qur’an,
sehingga aroma struktural kata dalam puisi sangat terpengaruh oleh
al- Qur’an. Prosa tertuang dalam dua bentuk yaitu Khithabah (bahasa
pidato) dan Kitabah (bahasa korespondensi). Khithabah menjadi alat
yang paling efektif untuk berdakwah mengalami kesempurnaan
karena pengaruh al-
55
Johannes Pedersen, Fajar Intelektualisme, hlm. 31.
56
Ahmad Hasan Zayyad, Tarikh al-Adab al-Arabi (Kairo: Daran-Nahdlati Misha li at-
Tabaq wa an-nasyr,t.t), hlm. 104-105.

102 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

Qur’an. Ruhnya khitabah adalah Rasul dan para khalifah, mereka


adalah pemimpin yang sekaligus sastrawan, mereka sangat baligh dan
fasih dalam berkhotbah. Ali pidato dalam kitab ”nahj al-balaghah5)57
Tentang Kitabah tidak mengalami kemajuan sepesat khithabah
meskipun di dalamnya banyak didapatkan nilai-nilai sastra.
Para penyair dua masa yaitu pra Islam dan Masa Islam disebut
“Mukhadhram ”, seperti Hasan ibn Tsabit dan Kaab ibn Zuhair. Hasan
ibn Tsabit adalah penyair rumah tangga Rasul, ia selalu mengubah
syair-syair untuk membela Islam dan memuliakan rasulnya. 58
Perkembangan Arsitektur; Arsitektur dalam Islam dimulai
tumbuhnya dari masjid. Masjid Quba didirikan oleh Rasulullah dalam
perjalanan hijrah sebelum sampai di Madinah. Sesampainya beliau di
kota Madinah, didirikan pula sebuah Masjid yang belum mempunyai
nilai seni. Sunguhpun demikian masjid tersebut telah memberikan
tempat bertolak bagi kesenian Islam.59 Beberapa masjid yang
dibangun dan diperbaiki pada masa Khulafa’al-Rasyidun yaitu:
a. Masjid al-Haram adalah satu dari tiga masjid yang paling mulia
dalam Islam. Masjid ini dibagun disekitar Ka’bah yang dibangun
oleh Nabi Ibrahim. Khalifah Umar
57
Jurji Zaidan, Tarikh Adab, hlm. 193-195.
58
Oemar Amin Hoesin, Kultur Islam, cet. ke-2 (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),
hlm. 507.
59
Ibid., hlm. 168-169.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 103

mulai memperluas masjid yang pada masa Rasulullah masih amat


sederhana, dengan membeli rumah-rumah di sekitarnya. Masjid
dikelilingi dengan tembok batu bata setinggi kira-kira 1,5 meter.
Pada masa Khalifah Utsman (26 H), Masjid al-Haram diperluas.60 b.
Masjid Madinah (Nabawi) didirikan oleh Rasulullah saw pada saat
pertama kali tiba di Madinah dari perjalanan hijrahnya. Masjid
tersebut didirikan ditempat ketika unta Rasul berhenti. Masjid ini
amat sederhana, disekelilingnya didirikan pagar tembok dari batu
bata yang diplester dengan tanah liat. Bagian muka dekat mihrab
diberi atap pelepah kurma yang disusun rapat. Tahun 7 H masjid
mulai diperbaiki dan diperluas menjadi 35x30 meter, dengan 3 buah
pintu. Dengan bertambahnya umat Islam, Khalifah Umar mulai
memperluas masjid ini (17 H): bagian selatan ditambah 5 meter dan
dibuatkan mihrab, bagian barat ditambah 5 meter dan bagian utara
ditambah 15 meter. Pintu masuk menjadi 3 buah. Masa khalifah
Utsman, diperluas lagi dan diperindah. Dindingnya diganti dengan
batu, bidang-bidang dinding dihiasai dengan berbagai ukiran. Tiang-
tiangnya dibuat dari beton bertulang dan ditatah dengan ukiran,
plafonnya dari kayu pilihan. Unsure estetis mulai diperlihatkan. 61
60
C. Israr, Sejarah Kesenian Islam, jilid I, cet. ke-2, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm.
55 dan Ibn al-Atsir, A l-Kamilfi at-Tarikh, jilid HI, hlm. 87.
61
C. Israr, Ibid., hlm. 76-82 dan Ibn al-Atsir, al-Kamil fi at-Tarikh, jilid III,
hlm. 103.

104 — Sejarah Kebudayaan Islam

c. Masjid Al-Atiq, masjid yang pertama kali didirikan di Mesir (21 H),
terletak diutara benteng Babylon, berukuran 50x30 hasta. Masjid
ini tidak bermihrab, mempunyai tiga pintu, dilengkapi dengan
tempat berteduh bagi para musafir.

Sesudah Iraq dan Mesir ditaklukan, khalifah Umar


memerintahkan membangun kota-kota yang baru. Di Iraq dibangun
kota Basrah dan Kufah, di Mesir dibangun kota Fusthat. Kampung
konsentrasi militer dibangun menjadi kota baru. Bangunan-bangunan
utama dari sebuah kota baru dibangun adalah: perumahan, masjid
jami’ serta masjid- masjid kecil lainnya, perkantoran yang biasanya
dibangun dekat masjid dan bangunan sarana umum, seperti kamar
mandi umum, saluran dan bak penampung air dan pasar. Bagian-
bagian kota dipisahkan oleh jalanan dan lorong- lorong yang ditata
dengan rapi. Materi bangunan masih sederhana, terdiri dari jerami,
tanah liat, dan batu bata.62
Mulai masa khalifah Muawiyah, seni lukis sudah mendapat
perhatian masyarakat. Seni lukis tersebut selain terdapat di masjid-
masjid juga tumbuh di luar masjid. Adanya lukisan dalam istana Bani
Umayyah, merupakan langkah baru yang muncul di kalangan
bangsawan Arab. Sebuah lukisan yang pertama kali ditorehkan oleh
Khalifah Walid I, adalah lukisan berbagai gambar binatang. Adapun
62
Ibid., hlm. 92.

Sejarah Kebudayaan Islam — 105

corak dan warna masih bersifat Hellenisme (budaya Yunani) murni,


tetapi kemudian dimodifikasi menurut cara-cara Islam, sehingga
sangat menarik perhatian para penulis Eropa.63
Beberapa kota yang dibangun pada periode khulafa al-
Rasyidin adalah:
a. Basrah dibangun tahun 14-15 H dengan arsiteknya Utbah ibn
Ghazwah, dibantu 80 pekerja. Khalifah Umar sendiri yang
menentukan lokasinya, kira-kira 10 mil dari sungai Tigris. Untuk
memenuhi kebutuhan air bagi penduduk, dibuatkan saluran air
dari sungai menuju ke kota.
b. Kufah dibangun di bekas ibu kota kerajaan Arab sebelum Islam,
Manadzir, sekitar 2 mil dari Sungai Efhrat (17 H).
Pembangunannya dipercayakan kepada Salman Al-Farisi dan
kawan-kawan. Arsitek Persia ini memperoleh pensiun selama
hidupnya.
c. Fusthath dibangun pada tahun 21 H. kota ini dibangun karena
Khalifah Umar tidak menyetujui usul Amr ibn Ash untuk
menjadikan Iskandariyah sebagai ibu kota propinsi Mesir,
dengan alasan karena sungai Nil membatasi kota tersebut dengan
Madinah sehingga akan menyulitkan hubungan dengan
pemerintah pusat.

63
Oemar Amir Hoesin, Kultur Islam, hlm. 356.

106— Sejarah Kebudayaan Islam

Dibangun di sebelah timur sungai Nil, dilengkapi dengan


bangunan-bangunan utama sebuah kota.64

E. Glosarium
Nepotisme; adalah kecendrungan untuk mengutamakan
(menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan,
pangkat di lingkungan pemerintah, dapat juga diartikan sebagai
“tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk
memegang pemerintahan.
Peristiwa Tahkim; peristiwa yang terjadi sekitar pertengahan
abad ketujuh Masehi, untuk menyelesaikan pertentangan antara Ali
bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Syofyan Gubernur
Damsyik waktu itu, tentang siapa yang akan menjadi khalifah,
akhirnya diselesaikan dengan jalan arbitrase atau diserahkan kepada
putusan hakim( utusan dari masing-masing pihak).

F. Tugas
1. Dengan Menggunakan Peta, tunjukkan batasan wilayah daerah
kekuasaan masa Al-Khulafa al-rasyidun dan Daulah Umayyah
dan menjelaskan bagaimana perkembangan kekuasaan dua masa
tersebut!
2. Buatlah tulisan singkat tentang sistem politik dalam islam.,
terutama mengenai pengangkatan kepala negara

64
Ibid, hlm. 92-93, lihat juga Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm. 42-43, 52-
53 dan Ahmad Amin, Fajar al-Islam, hlm. 120.

Sejarah Kebudayaan Islam — 107

dan kebijakan pemerintah setelah berkaca dari dua masa ini (al-
Khulafa al-Rasyidun dan Daulah Umayyah)

G. Daftar Pustaka

A. Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1979).


Amin, Ahmad, Islam dari Masa keMasa, cet. ke-1, Bandung:
CV.Rusyida,1987).
, Fajr al-Islam, (Kairo: Maktabah Al-Nadlah al-
Mishriyah, 1975).
Atsir, ibnu, al-Kamil fi at-Tarikh, jilid II dan III, (Beirut: 1385 H/1965
M).
Dirjen Binbaga Islam Departemen Agama RI, Sejarah dan Kebudayaan
Islam, jilid I, (Ujung Pandang: Proyek Pembinaan Perguruan
Tinggi Agama IAIN Alauddin, 1981/1982).
Ensiklopedi Islam, vol. I.
Harun, Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I,
(Jakarta:UI Press,1985).
Hassan, Hassan Ibrahim, Tarikh al-Islam as-Siyasi wa ad- Diny wa ats-
Tsaqafi wa al-Ijtima'iy, cet III, (Kairo: Maktabah an-Nahdlah
al-Mishriyah,1964).
Hassan, Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, penerjemah
Jahdan Ibnu Humam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989).

108 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

Hitti, P.K., Dunia Arab Sejarah Ringkas, penerjemah: Usuludin


Hutagalung dan ODP. Sihombing, (Bandung: Sumur Batu.
1970).
Hoesin, Oemar Amin, Kultur Islam, cet. ke-2, (Jakarta: Bulan Bintang,
1975).
Israr, C., Sejarah Kesenian Islam, jilid I, cet. ke-2, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1978).
Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial Umat Islam, bagian I dan II, penerjemah:
Ghufron A. Mas’adi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2000).
Mahmudunnasir, Syed., Islam Konsepsi dan Sejarahny, penerjemah:
Adang Afandi, (Bandung: CV. Rosda, 1988).
Maududi, Abdul A’la al-, KhilafahdanKerajaan, penerjemah:
Muhammad al-Baqir, (Bandung: Mizan,1984).
M. Natsir, Cultuur Islam, cet. ke-2, (Bandung: Pendidikan Islam,
1937A).
Pedersen, Johannes, Fajr Intelektualisme Islam, penerjemah: Alwiyah
Abdurrahman, (Bandung: Mizan, 1984).
Nu’man, Syibli, Umar yang Agung, Bandung: Penerbit Pustaka,1981.
Nourouzzaman, Shiddieqie, Tamaddun Muslim (Jakarta: Bulan
Bintang, 1986).
Siti, Maryam, dkk., Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga
Modem, cet. ke-2, (Yogyakarta: LESFI, 2004).

Sejarah Kebudayaan Islam — 109

Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam, penerjemah. Mukhtar


Yahya, dkk., (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1994).
Zaidan, Jurji, Tarikh Adabal-'Arabiyah, (Kairo: Dar al-Hilal, t.t.).
Zayyad, Ahmad Hasan, Tarikh al-Adab al-Arabi, (Kairo: Daran-
Nahdlati Misha li at-Tabaq wa an-Nasyr, t.t.).
110 — Sejarah Kebudayaan Islam

110 — Sejarah Kebudayaan Islam

BAB IV
KEMAJUAN KEBUDAYAAN ISLAM

A. Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu memahami Kemajuan Kebudayaan
Islam, dan faktor-faktor yang mempengaruhi lahirnya
kemajuan tersebut.

B. Peta Konsep

C. Serambi
Kemajuan kebudayan islam pada masa Daulah Abbasiyah
sering dianggap sebagai sebuah nostalgia untuk umat
islam, yang tidak akan terwujud lagi di

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 111

zaman sekarang. Kemajuan, baik dalam segala bidang, sekarang dimiliki


oleh Barat, dan dengan berbagai upaya Barat tetap mempertahankan.
Sebab dibalik kemajuan tersebut terdapat kekuasaan dalam segala bidang;
ekonomi, politik, budaya, dan lainnya. Namun, tentu tidak akan menjadi
nostalgia ketika faktor- faktor penyebab Daulah Abbasiyah mencapai
kejayaan tersebut juga sedikit-demi sedikit kembali dipegang dan
dimiliki lagi oleh umat islam. Dibalik kemajuan yang sekarang dimiliki
oleh Barat, sungguh tidak dapat dipungkiri kontribusi umat Islam yang
sangat besar untuk mewujudkannya, walaupun sekarang terkadang
diupayakan dikaburkankalau tidak boleh dikatakan
dihilangkankontribusi tersebut. Supaya seolah-olah Kemajuan
Kebudayaan Barat adalah dengan diri sendiri, tidak ada sumbangsih dari
kebudayaan/peradaban islam.
Membangkitkan kepercayaan umat islam akan potensi dan kekuatan diri
sendiri itu merupakan upaya tersendiri. Salah satu caranya tiada lain
melalui pembacaan sejarah kembali tentang masa-masa kemajuan
kebudayaan Islam tersebut.

D. Materi Pembelajaran
Peradaban Islam mengalami kemajuan pada masa Daulah Abbasiyah.
Kemajuan itu ditandai dengan kemajuan

112 — Sejarah Kebudayaan Islam

ilmu pengetahuan, yang diawali dengan penerjemahan naskah-naskah asing


terutama yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, pendirian pusat
pengembangan ilmu dan pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari
kebebasan berpikir. Imperium kedua di dunia Islam yang menggantikan
Daulah Umayyah ini muncul setelah terjadi revolusi sosial yang dipelopori
oleh para keturunan Abbas yang didukung oleh golongan oposisi terhadap
Daulah Umayyah seperti kaum Syi’ah, Khawarij, Qadariyah, Mawali (non
Arab) dan suku Arab bagian selatan.
Kemajuan peradaban Abbasiyah sebagiannya disebabkan oleh
stabilitas politik dan kemakmuran ekonomi kerajaan ini. Pusat kekuasaan
Abbasiyah berada di Baghdad. Daerah ini bertumpu pada pertanian dengan
sistem kanal dan irigasi di sungai Eufrat dan Tigris yang mengalir sampai
Teluk Persia. Perdagangan juga menjadi tumpuan kehidupan masyarakat
Baghdad yang menjadi kota transit perdagangan antara wilayah timur seperti
Persia, India, China, dan Nusantara dan wilayah barat seperti negara-negara
Eropa dan Afrika Utara sebelum ditemukan jalan laut menuju timur melaui
Tanjung Harapan di Afrika Selatan.
Wilayah imperium ini membentang sepanjang 6.500 kilometer dari
Sungai Indus di India di sebelah timur sampai ke perbatasan barat Tunisia,
Afrika Utara di sebelah barat dan seluas 3000 kilometer dari Aden, Yaman di
selatan sampai

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 113

pegunungan Armenia, Kaukasia di utara. Penduduk Daulah Abbasiyah terdiri


dari berbagai etnik dan suku bangsa yang hidup di wilayah yang memiliki
cuaca dan kondisi geografis yang sangat berbeda. Meski kesatuan politik
Islam sering tercabik-cabik, para khalifah Daulah Abbasiyah awal yaitu al-
Syaffah (749-754), al-Mansur (754-775), al-Mahdi (775-785), al-Hadi (785-
786), Harun al-Rasyid (786-809), al-Amin (809- 813), al-Ma’mun (813-833),
al-Mu’tasim (833-842), al-Wathiq (842-847) dan al-Mutawakkil (847-861),
dapat membangun peradaban Islam yang agung. Namun pasca kepemimpinan
al-Mutawakkil, setelah terjadi perang saudara yang berlarut- larut dan disusul
dengan kemunculan penguasa-penguasa dan pemberontakan tentara
bayaran.1
Masyarakat Islam pada masa Daulah Abbasiyah, mengalami kemajuan
ilmu pengetahuan yang sangat pesat karena dipengaruhi oleh faktor- faktor
yaitu:
a. Faktor Politik
1. Pindahnya ibu kota negara dari Syam ke Irak dan Baghdad sebagai ibu
kotanya (146 H). Baghdad pada waktu itu merupakan kota yang paling tinggi
kebudayaannya dan sudah lebih dahulu mencapai tingkat ilmu pengetahuan
yang lebih tinggi dari Syam.2 Di samping itu wilayah kekuasaan Islam ketika
itu terbagi dua: bagian Arab yang terdiri dari
1
Siti Maryam, dkk., Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Moderen, cet ke-2 (Yogyakarta: LESFI,
2004), hlm. 97-98.
2
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, (Beirut: Dar al-Kitab al-’Arabi, t.t), hlm.14.

114 — Sejarah Kebudayaan Islam

atas Arabia, Irak, Suriah, Palestina, Mesir dan Afrika Utara berpusat di Mesir
dan bagian Persia yang terdiri atas Balkan, Asia Kecil, Persia dan Asia Tengah
berpusat di Iran. Semua ini merupakan pusat-pusat ilmu pengetahuan dan
filsafat Yunani.

2. Banyaknya cendikiawan yang diangkat menjadi pegawai


pemerintahan dan istana. Khalifah-khalifah Abbasiyah, misalnya Al Mansur,
banyak mengangkat pegawai pemerintahan dan istana dari cendikiawan-
cendikiawan Persia. Yang terbesar dan banyak berpengaruh pada mulanya
ialah keluarga Barmak dan kemudian turun menurun ke anak dan cucu-
cucunya. Keluarga Bermak ini berasal dari Bactra dan dikenal sebagai
keluarga yang gemar pada ilmu pengetahuan serta filsafat dan condong pada
faham Muktazilah. Mereka disamping sebagai wazir, juga menjadi pendidik
anak-anak khalifah.3

3. Diakuinya Muktazilah sebagai mazhab resmi negara pada masa


khalifah Al ma’mun pada tahun 827 M. Muktazilah adalah aliran yang
menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan berpikir kepada manusia. Aliran
ini telah berkembang dalam masyarakat terutama pada masa Dinasti
Abbasiyah I (seratus tahun pertama kekuasaannya).

3
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I (Jakarta: UI- Press,1985), Jil. I, hlm. 69.
Sejarah Kebudayaan Islam — 115

b. Faktor Sosiografi
1. Meningkatnya kemakmuran umat Islam pada waktu itu. Menurut
Ibn Khaldun sebagaimana dikutip oleh Ahmad Amin, ilmu itu seperti
industri, banyak atau sedikitnya tergantung kepada kemakmuaran,
kebudayaan dan kemewahan masyarakat. 4 Kemakmuran yang dicapai oleh
umat Islam ketika itu seakan-akan hanya terdapat dalam alam khayal.
Hikayat Alf Lailah wa Lailab adalah cerita yang menggambarkan kehidupan
mewah pada masa itu.5

2. Luasnya wilayah kekuasaan Islam menyebabkan banyak orang Persia


dan Romawi yang masuk Islam kemudian menjadi muslim yang taat. Hal ini
menyebabkan perkawinan campuran yang melahirkan keturunan yang
tumbuh dengan memadukan kebudayaan kedua orang tuanya. Hal ini banyak
dilakukan oleh khalifah, panglima, gubernur, menteri dan para pembesar
lainnya. Golongan keturunan ini sangat menonjol pada zaman Abbasiyah
karena mereka mempunyai banyak keistimewaan dalam bentuk tubuh,
kecerdasan akal, kecakapan berusaha, berorganisasi, besiasat dan terkemuka
dalam segala bidang kebudayaan.6

4
Ahmad Amin, Dbuba al-Islam, hlm. 14
5
A.Hasjmi, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. ke-4, (Jakarta: Bulan Bintang,1993), hlm.48.
6
Ibid., hlm.245.

116 — Sejarah Kebudayaan Islam


3. Pribadi beberapa khalifah pada masa itu, terutama pada masa Dinasti
Abbasiyah I, seperti Al-Mansur, Harun Al-Rasyid dan Al-Ma’mun yang
sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga kebijaksanaannya banyak
ditujukan kepada kemajuan ilmu pengetahuan.
4. Selain itu semua, menurut Ahmad Amin, kerena permasalahan yang
dihadapi oleh umat Islam semakin kompleks dan berkembang maka untuk
mengatasi semua itu diperlukan pengaturan, pembukuan dan pembidangan
ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu naqli, seperti kedokteran, manthiq,
dan ilmu-ilmu riyadliyat, telah dimulai oleh umat Islam dengan metode yang
teratur.7

c. Aktivitas Ilmiah
Ada beberapa aktivitas ilmiah yang berlangsung di kalangan umat
Islam pada masa Daulah Abbasiyah yang mengantar mereka mencapai
kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, yaitu:
1) Penyusunan Buku-buku Ilmiah
Aktivitas penyusunan buku ini, sebagaimana diutarakan oleh Syalabi
berjalan melalui tiga fase. Fase pertama adalah pencatatan pemikiran atau
hadist atau hal-hal lain pada kertas kemudian dirangkap. Fase kedua
pembukuan pemikiran-pemikiran atau hadis-hadis Rasulullah dalam satu
buku, misalnya menghimpun hukum-hukum fikih dalam

7
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam,hlm.l4.

Sejarah Kebudayaan Islam — 117


buku tertentu dan sejarah dalam buku tertentu pula. Fase ketiga adalah
penyusunan dan pengaturan kembali buku yang telah ada ke dalam pasal-
pasal dan bab-bab tertentu.8
Penyusunan buku-buku ini berlangsung pada masa dinasti Abbasiyah
I (132-232 H). pada masa sebelumnya, ulama-ulama mentransfer ilmu mereka
hanya melalui hafalan atau lembaran-lembaran yang tidak teratur. Pada
tahun 143 H, barulah mereka menyusun hadis, fikih, tafsir dan banyak buku
dari berbagai bahasa yang meliputi segala bidang ilmu yang telah berhasil
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dalam bentuk buku yang tersusun
secara sistematis.

2) Penerjemahan
Penerjemahan merupakan aktivitas yang paling besar peranannya
dalam menstransfer ilmu pengetahuan yang berasal dari buku-buku bahasa
asing, seperti bahasa Sansekerta, Suryani atau Yunani kedalam bahasa Arab.
Pada dasarnya, penerjemahan dari bahasa asing ke bahasa Arab telah
dilakukan sejak masa Umayah, seperti yang dilakukan oleh Khalid bin Yazid
yang memerintahkan sekelompok orang yang tinggal di Mesir untuk
menerjemahkan buku-buku tentang kedokteran, bintang

8
Ahmad Syalabi, Mausu’ah Tarikh al-Islam wa al-Hadharah al-Islamiyah, Juz III, cet.ke-6, (Kairo: Maktabah
al-Nahdhah al-Mishriyah,1978), hlm. 324-235.

118 — Sejarah Kebudayaan Islam

dan kimia yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab.9 Demikian juga
khalifah Umar bin Abd al-Aziz menyuruh menerjemahkan buku-buku
kedokteran dalam bahasa Arab. Namun, penerjemahan ini pada umunya
hanya dilakukan oleh orang-orang yang berkepentingan serta dilakukan
terhadap buku-buku yang ada kaitan langsung dengan kehidupan praktis.10
Setelah kekuasaan berpindah ke tangan Khalifah Abbasiyah, aktivitas
penerjemahan semakin berkembang dengan pesat. Khalifah Al mansur
misalnya, sangat mencintai ilmu pengetahuan terutama ilmu bintang,
sehingga ia menyuruh Muhammad bin Ibrahim al-Fazzazi (ahli falak pertama
dalam Islam ) untuk menerjemahkan buku Sindahind, buku ilmu falak dari
India ke dalam bahasa Arab, juga beberapa buku lain tentang ilmu hitung dan
angka-angka India.11 Dari bahasa Sansekerta diterjemahkan buku Kalilah wa
Dimnah ke dalam bahasa Persi, kemudian Abdullah bin Al Muqaffa
menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab. 12 Penerjemah lainnya yang
terkenal adalah Jurjis (George) bin Bakhtisyu (771 M), Bakhtisyu bin Jurjis
(801 M), dan Gibril murid Bakhtisyu.13

Hassan Ibrahim Hassan, Tarikh al-Islam, (Mesir: Makhtabah al-Nahdhah al-Mishriyah, 1976), hlm. 345.
9

10
Ahmad Daudy, Kuliab Filsafat Islam, cet. ke-2 (Jakarta:Bulan Bintang, 1989), hlm.5.
12
Ibid.
12
Philip K. Hitti, Dunia Arab; Sejarah Ringkas, penerjemah Usuluddin Hutagalung dan O.D.P. Sihombing,
(Bandung: Sumur Batu, 1970), hlm. 308.
13
Ibid. hlm. 309.

Sejarah Kebudayaan Islam — 119

Pada masa khalifah Harun Al-Rasyid, penerjemahan terus berlanjut


dan mulai diterjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan Yunani. Orang-orang
dikirim ke kerajaan Romawi untuk membeli manuscripts. Pada mulanya yang
dipentingkan ialah buku-buku mengenai kedokteran, kemudian ilmu
pengetahuan lain, dan filsafat. Buku-buku itu diterjemahkan terlebih dahulu
ke dalam bahasa Siriac, bahasa ilmu pengetahuan di Mesopotamia waktu itu,
kemudian baru ke dalam bahasa Arab.14 Menurut Hitty, orang-orang Nestor
Syiria-lah yangpertama menerjemahkan buku-buku tersebut ke dalam bahasa
Siriac.15
Aktivitas penerjemahan mencapai puncaknya pada masa Al Ma’mun.
Khalifah ini juga seorang cendekiawan yang sangat besar perhatiannya
kepada ilmu pengetahuan. Pada tahun 832 M, Al Ma’mun mengembangkan
fungsi Baital Hikmah sebagai akademi pertama, lengkap dengan teropong
bintang, perpustakaan, dan lembaga penerjemahan. 16 Kepala akademi ini
yang pertama adalah Yahya bin Musawaih (777- 857 M) murid Gibril bin
Bakhtisyu, kemudian diangkat Hunain ibn Ishaq murid Yahya sebagai ketua
kedua.17 Sebagian ilmuwan berpendapat bahwa usaha ilmiah terpenting
dijalankan oleh akademi ini terjadi sewaktu

14
Harun Nasution, Islam Ditinjau..., hlm.ll.
15
Philip K Hitti, Dunia Arab; Sejarah Ringkas, hlm. 310.
16
Ahmad Syalabi, Mausu’ah Tarikh..., hlm.247.
17
Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat..., hlm.6.

120 — Sejarah Kebudayaan Islam

dikepalai oleh Hunain bin Ishaq (w. 873 M) seorang kristen yang pandai
berbahasa Arab dan Yunani. Hunain berhasil memindahkan ke dalam bahasa
Arab isi kandungan buku- buku karangan Euclide, Galen, Hipocrates,
Apollonius, Plato, Aristoteles, Themitius, Perjanjian Lama, dan sebuah buku
kedokteran yang dikarang oleh Paulus al Agini dengan bantuan para
penerjemah dari Bait al Hikmah itu. Sementara ia sendiri telah
menerjemahkan ke dalam bahasa Arab buku- buku karangan Plato,
Aristoteles dan lain-lain.18
Selain kota Bagdad, aktivitas penerjemahan juga terdapat di kota
Marwa (Persia Tengah) dan Jundisaphur (Barat Persia Barat). Di kota pertama
kegiatan lebih dipusatkan pada matematika dan ilmu falak, sedangkan di kota
kedua lebih tertarik pada ilmu kedokteran dan obat- obatan. Namun, kota
Harran ternyata lebih giat dalam penerjemahan daripada kedua kota tersebut.
Penerjemah yang sangat menonjol di kota ini adalah Tsabit bin Qurrah (910
M) dan anaknya Sinan Jain Tsabit yang kemudian pindah ke kota Bagdad.
Penerjemahan dilakukan secara langsung dari bahasa Yunani ke dalam
bahasa Arab terhadap buku-buku ilmu falak, kedokteran, filsafat, dan lain-
lain.19
Setelah masa Al Ma’mun, penerjemahan berjalan terus, bahkan tidak
hanya menjadi urusan istana, tetapi telah menjadi usaha pribadi oleh orang-
orang yang gemar
I8
Ahmad Syalabi,Mausu’ah Tarikh..., hlm.247.
19
Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat..., hlm.6.

Sejarah Kebudayaan Islam — 121

dan mencintai ilmu, misalnya Muhammad, Ahmad dan al- Hasan anak-anak
Musa bin Syakir yang telah menafkahkan sebagain besar hartanya untuk
penerjemahan buku-buku.20

3) Pensyarahan
Menjelang abad ke 10 M, kegiatan kaum Muslimin bukan hanya
menerjemahkan, bahkan mulai memberikan syarahan (penjelasan) dan
melakukan tahqiq (pengeditan). Pada mulanya muncul dalam bentuk karya
tulis yang ringkas, lalu dalam wujud yang lebih luas dan dipadukan dalam
berbagai pemikiran dan petikan, analisis dan kritik yang disusun dalam
bentuk bab-bab dan pasal-pasal. Bahkan dengan kepekaan mereka, hasil
kritik dan analisis itu memancing lahirnya teori-teori baru sebagai hasil
renungan mereka sendiri. Misalnya apa yang telah dilakukan oleh
Muhammad bin Musa al Khawarizmi dengan memisahkan aljabar dari ilmu
hisab yang pada akhirnya menjadi ilmu tersendiri secara sistematis. Pada
masa inilah lahir karya- karya ulama yang telah tersusun rapi.21

d. Kemajuan Ilmu Pengetahuan


Aktivitas ilmiah yang dilakukan oleh kaum Muslimin mengantarkan
mereka mencapai puncak kemajuan

20
Hassan Ibrahim Hassan, Tarikh al-Islam..., hlm. 346.
21
Ibid., Lihat pula, Ahmad Syalabi, Mausu’ah Tarikh..., hlm.251. dan bandingkan dengan Ahmad
Daudy, Kuliak Filsafat..., hlm.6.

122 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyah. Penerjemahan yang dilakukan


dengan giat menyebabkan mereka dapat menguasai warisan intelektual dari
tiga jenis kebudayaan, yaitu Yunani, Persia dan India, yang pada akhirnya
kaum Muslimin mampu membangun kebudayaan ilmu, baik ilmu agama
maupun filsafat dan sains (ilmu umum). Fenomena ini menarik perhatian
para ahli sejarah kebudayaan Islam karena sebagian besar orang yang
berkecimpung dalam dunia ilmu pengetahuan adalah kaum Mawaly (muslim
bukan turunan Arab atau bekas budak), terutama mereka yang berasal dari
keturunan Persia.22

1) Kemajuan Ilmu Agama


Ilmu agama yang dimaksudkan di sini adalah ilmu-ilmu yang muncul
di tengah-tengah suasana hidup keislaman berkaitan dengan agama dan
bahasa Al Qur’an. Syalabi menyebutnya dengan ilmu-ilmu Islam, dan
sebagian penyusun menyebutnya dengan ilmu-ilmu naqli.23
Ilmu pengetahuan agama telah berkembang sejak masa dinasti
Umayyah. Namun, pada masa dinasti Abbasiyah, ia mengalami
perkembangan dan kemajuan yang luar biasa. Masa ini melahirkan ulama-
ulama besar kenamaan dan karya-karya agung dalam berbagai bidang

22
A. Hasjmi, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm.260.
23
Ahmad Syalabi, Mausu’ah Tarikh ...,hlm.236.

Sejarah Kebudayaan Islam — 123


ilmu agama.24 Misalnya bidang ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu kalam, dan ilmu
fikih.

a) Ilmu Tafsir
Sebelum masa Abbasiyah, sebenarnya telah ada kegiatan menafsirkan
Al Qur’an. Namun, tidak mencakup semua ayat, hanya sebagian-sebagian
yang diambil dari berbagai surat dalam Al Qur’an, yang dibuat untuk tujuan
tertentu atau karena orang banyak berselisih pendapat mengenai maknanya
serta masih merupakan bagian dari hadis. 25
Pada masa Abbasiyah ini, ilmu tafsir mengalami perkembangan yang
sangat pesat dengan dilakukannya penafsiran secara sistematis, berangkai dan
menyeluruh serta terpisah dari hadis. Menurut riwayat Ibn Nadim, orang
pertama yang melakukan penafsiran secara sistematis berdasarkan tertib
mushaf adalah Al-Farra’ (w. 207 H).26 Pada masa ini muncul berbagai aliran
dengan tafsimya masing-masing, seperti Ahlussunnah, Syiah, dan Mu’tazilah.
Dari berbagai tafsir yang telah ada, diketahui bahwa corak tafsir ada dua
macam, yaitu:
Pertama, Tafsir bi al Ma’tsur, yaitu penafsiran Al Qur ‘an berdasarkan sanad
dan periwayatan, meliputi penafsiran Al

24
Ahmad Amin, Dbuha al-Islam, hlm. 12.
25
Ahmad Syalabi, Mausu’ab Tarikh..., hlm.236.
26
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, hlm. 12.

124 — Sejarah Kebudayaan Islam

Qur’an dengan Al Qur’an, Al Qur’an dengan as-Sunnah dan perkataan


sahabat. Kedua, Tafsir bi alRa'yi, yaitu penafsiran berdasarkan ijtihad.27
Ahli tafsir yang terkenal dalam bidang tafsir bi al Ma’tsur antara lain
adalah Al Subhi (w. 127 H), Muqatil bin Sulaiman (w. 150 H) dan
Muhammad bin Ishaq. Kitab tafsir mereka telah hilang dan tidak ditemukan
lagi sekarang, namun Ibn Jarir al Thabari (w. 310 H) telah mendasarkan
sebagian isi tafsirnya yang berjudul Jami al-Bayan fi Tafsir al Qur'an yang
terdiri atas 30 jilid dari ketiga tafsir tersebut.28
Adapun tafsir bi al Rayi banyak dipelopori oleh golongan
Muktazilah. Mereka yang terkenal antara lain adalah Abu Bakar al ‘Asham
(w. 240 H), Abu Muslim al- Asfahani (w. 322 H), dan Ibn Jarwi al ‘Asadi (w.
387 H) yang menurut suatu riwayat bahwa dialah yang menafsirkan basmalah
menjadi 20 aspek. Selain itu, para ahli dalam bidang lain mulai pula
membahas Al Qur‘an sesuai dengan bidangnya masing-masing, misalnya ahli
nahwu membahas Al Qur’an dari segi irab dan qawa'id-nya., dan ahli fikih
membahas Al Qur’an dari segi hukumnya.29

27
Shubhi Shalih, Mabahits fi ‘Ulum al-C)ur'an, (Kairo: Dar al-’Ilmi lil Malayin, 1977), hlm. 289.
28
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, him. 142. Lihat pula, Hassan Ibrahim Hassan, Tarikh al-Islam,
hlm346.
29
Ahmad Amin, Ibid. hlm.146 Lihat pula, Hasan Ibrahim Hassan, Ibid.,
hlm319.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 125

Mufassirin lain yang terkenal pada masa ini adalah al-Baghawi (w.
516 H) dengan tafsirnya Mu’alim al Tanzil, al-Zamakhsyari (w. 528 H) dengan
tafsirnya al Kasysyaf, al Razi (w. 606 H) dengan tafsirnya al Tafsir al Kabir, al
Badawi (w. 685 H) dengan tafsirnya Anwar al Tamil wa Asrar al Ta’wil, dan
Abu Hayyan (w. 754 H) dengan tafsirnya al Tafsir al Kabir.30

b) Ilmu Hadis
Pada masa Abbasiyah, kegiatan dalam bidang pengkodifikasian hadis
dilakukan pula dengan giat sebagai kelanjutan dari usaha para ulama
sebelumnya. Perlu diketahui bahwa pengkodifikasian hadis sebelum masa
Abbasiyah dilakukar tanpa mengadakan penyaringan, sehingga bercampur
antara hadis Nabi saw. dan yang bukan dari Nabi saw.. Berkenaan dengan
keutamaan hadis sebagai sumber hukum yang kedua setelah Al- Qur‘an,
maka para ulama Islam pada masa Abbasiyah ini berusaha semaksimal
mungkin untuk menyaring hadis-hadis Rasulullah agar diterima sebagai
sumber hukum.31
Sebelum penyaringan hadis dilakukan, sebenarnya Imam Malik telah
menyusun kitabnya yang terkenal, al-

30
Abd al-Mun’im Majid, Tarikh al-Hadharah al-Islamiyah ji ‘Ushur al- Wustha,cet,.ke-4, (Mesir:
Maktabah Anglo al-Mishriyyah, 1978), hlm. 168.
31
Depag RI.,Tim Penyusun Texbook Sejarah dan Kebudayaan Islam Direktorat Jenderal
Kelembangaan Agama Islam, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I, Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi IAIN Alaudin,
Ujung Pandang,1982.,hlm.l58.

126 — Sejarah Kebudayaan Islam

Muwaththa’ yang telah tersusun secara bab per bab. Namun, masih
bercampur antara hadis Rasulullah, perkataan sahabat dan fatwa tabiin.
Maka, pada sekitar tahun 200 H disusun kitab-kitab hadis dengan metode
yang lain, yaitu hadis-hadis disusun menurut perawi-nya dari tingkat
sahabat. Penulis hadis dengan metode seperti ini adalah Ahmad bin Hanbal
dengan kitabnya yang terkenal, yaitu Musnad Ahmad bin Hanbal. Akan
tetapi, kitab hadis ini pun masih terdapat kekurangannya karena masih
bercampur antara hadis yang sahih dengan yang tidak sahih.
Oleh karena itu, sekitar abad ke-3 H, para ulama Islam mulai
berusaha secara maksimal untuk menyeleksi dan menyaring hadis dengan
melakukan pemilahan antara hadis yang sahih dengan yang dlaif serta
menjelaskan kualitas perawi hadis. Penyaringan hadis diadakan dengan
melakukan kritik terhadap sanad hadis. Metode kritik inilah yang merupakan
dasar munculnya klasifikasi kualitas hadis yang terdiri atas hadis sahih,
hasan, dan dlaif.32
Para ulama hadis yang terkenal pada masa ini adalah Imam Bukhari
(w. 256 H). Bukunya Sahih Bukhari merupakan kumpulan hadis yang
berkualifikasi sahih berisi sekitar 7200 hadis. Kemudian Abu Muslim al-Jajjaj
(w. 261 H) berasal dari Naisabur, karyanya Sahih Muslim dapat dikatakan
sebanding dengan Sahih Bukhari, kemudian Ibn Majah (w. 273 H), Abu
Dawud (w. 275 H), Al-Turmudzi
32
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, hlm. 146.

Sejarah Kebudayaan Islam — 127

(w. 279 H), dan Al Nasa’i (w. 303 H). Karya-karya mereka dikenal dengan
nama Al Kutub al Sittah.33
Adapun para ulama lain yang menggeluti ilmu hadis adalah Ibn
Wadah, Ibn Abd al-Bar, al-Qadhi Yahya ibn Yahya al-Laeits, Abu Walid al-
Bahiy, Abu al-Walid bin Rusyd, dan lain-lain.34

c) Ilmu Kalam
Ilmu kalam lahir karena dorongan untuk membela Islam dengan
pemikiran-pemikiran filsafat dari serangan orang-orang Kristen Yahudi yang
mempergunakan senjata filsafat, dan untuk memecahkan persoalan-persoalan
agama dengan kemampuan pikiran dan ilmu pengetahuan. Orang-orang
Muktazili mempunyai andil besar dalam mengembangkan ilmu Kalam yang
pemecahannya bercorak filsafat dalam Islam. 35
Pada masa ini muncul ulama-ulama besar di bidang ilmu kalam, baik
dari kalangan Muktazilah maupun Ahlusunnah Waljamaah. Dari kalangan
Muktazilah dikenal antara lain Abi Huzail al Allaf (w. 235 H), Al Nizam (w.
231 H), Al Jahiz (w. 255 H), Al Jubbai (w. 290 H) dan Abu Hasyim (w. 231
H). Dari Ahlusunnah waljamaah yang populer antara lain adalah Al-Asyari
(w. 234 H), Al Baqillani
33
Abdul Mun’im Majid, Tarikh al-Hadharah ..., hlm.173.
34
Hassan Ibrahim Hassan, Tarikh al-Islam, hlm. 347.
35
Depag RI., Sejarah dan Kebudayaan..., hlm. 158.

128 — Sejarah Kebudayaan Islam

(w. 403 H), Al Juwaini (w. 479 H), Al Ghazali (w. 505 H), dan Al Maturidi
(w. 333 H).36 Pengembangan ilmu kalam pada masa ini telah berjasa besar
dalam upaya memelihara dan membentengi akidah Islam dengan
menggunakan argumentasi manthiqi dan filosofis rasional

d) Ilmu Fikih
Di antara kebanggaan zaman pemerintahan Abbasiyah I adalah
terdapatnya empat imam mazhab fikih yang ulung ketika itu. Mereka adalah
Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin
Hanbal. Keempat imam mazhab tersebut merupakan para ulama fikih yang
paling agung dan tiada tandingannya di dunia Islam.
Metode istinbat hukum yang dipergunakan oleh para fuqaha’ pada
masa ini, dapat dibedakan menjadi ahl al ra'yi dan ahl al hadis. Aliran
pertama mengistinbatkan hukum berdasarkan sejumlah nas-nas yang
ma’tsur, jika tidak terdapat nas yang jelas mengenai hukum sesuatu masalah,
serta banyak mendasarkan pemikiran hukumnya pada kemampuan akal
pikiran dan pengalamannya. Aliran ini terdapat di Kufah dan tokohnya yang
paling terkenal adalah Imam Abu Hanifah.

36
Abu Zahrah, Tarikh Madzabib al-Islamiyah,Juz I, (Beirut: Dar al-Fikr al- ’Arabi, t.t). hlm. 178-185.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 129


Aliran yang kedua mengistinbatkan hukum berdasarkan hadis-hadis
Rasulullah. Aliran ini banyak terdapat di Madinah dan tokohnya adalah
Imam Malik.37 Di tengah-tengah antara aliran ahl al ra’yi yang liberal dan
aliran ahl al hadis yang konservatif terdapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad
bin Hanbal yang cenderung memadukan kedua metode aliran tersebut.
Kitab-kitab para imam itu yang sangat terkenal dan sekaligus menjadi
pegangan mazhab mereka adalah al Fiqh al-Akbar karya Imam Abu Hanifah,
Al Muwaththa’ karya Imam Malik, Al Umm karya Imam Syafii, dan kitab Al
Kharraj karya Imam Ahmad bin Hanbal.38 Pada masa ini, para ulama fikih
juga telah mulai menyusun ilmu Ushul Fiqih, yaitu kaidah-kaidah yang
harus diikuti oleh setiap orang yang bergerak di bidang pengembangan
hukum Islam. Kitab Al Risalah karya Imam Syafii merupakan kitab paling
awal dalam ilmu usul fikih.
Selain itu semua, bidang ilmu agama lain seperti nahwu dan
tasawwuf juga mengalami kemajuan yang pesat. Para tokoh ilmu nahwu pada
masa ini antara lain di Basrah adalah Umar al Tsaqafi, Al Akhfasy, dan
Sibawaih. Sementara di Kufah adalah Abu Ja’far al Kisa’i, dan Al Farra’. 39
Adapun sufi yang terkenal adalah Al Qusyairi

37
Ahmad Syalabi, Mausu'ab Tarikh..., hlm. 240.
38
Depag RI., Sejarah dan Kebudayaan..., hlm. 158.
39
Ahmad Syalabi, Mausu’ab Tarikh..., hlm. 240.

130 — Sejarah Kebudayaan Islam

(w. 465 H) karyanya adalah Al Risalah al Qusyairiyah, Syahabuddin (w. 632 H)


dengan karyanya A warif al Ma 'arif dan Imam Ghazali dengar karyanya Ihya
‘Ulum al Din.40

2) Kemajuan Ilmu-ilmu Umum


a) Filsafat
Filsafat muncul sebagai hasil integrasi antara Islam dengan
kebudayaan klasik Yunani yang terdapat di Mesir, Suria, Mesopotamia, dan
Persia,41 dan mulai berkembang pada masa khalifah Harun al Rasyid dan Al
Ma’mun. Para filosof muslim yang terkenal dan kemudian menjadi tokoh
filsafat dunia adalah Ya’qub bin Ishaq al Kindi (796-873 M). la dikenal
sebagai filosof Arab yang telah menulis sekitar lima puluh buku yang
sebagian besar dalam bidang filsafat; Abu Nasr al Farabi (259-339 H)
karyanya yang terkenal adalah Al Madinah al Fadbilah; Ibn Sina (370-428 H)
karya filsafatnya yang terkenal adalah Al Syifa’; Ibn Bajjah (w. 523 H)
karyanya adalah Tadrib al Mutawahhid; Ibn Thufail (w. 851 H) karyanya di
bidang filsafat adalah Hay bin Yaqdhan; Al Ghazali (w. 505 H) dengan
karyanya Maqashidal Falasifah dan Tahafut al-Falasifah; dan Ibn Rusyd (w. 595
H) dengan karyanya Tahafut al Tahafut.42

40
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam, hlm. 394.
41
Harun Nasution, Islam Ditinjau..., hlm. 11.
42
Abdul al-Mun’im Majid, Tarikh al-Hadharah..., hlm.173.

Sejarah Kebudayaan Islam — 131

b) Kedokteran
Pada masa dinasti Abbasiyah, ilmu kedokteran telah mencapai
puncaknya yang tertinggi dan telah melahirkan para dokter yang sangat
terkenal. Di antara mereka yang sangat terkemuka adalah Yuhannah bin
Musawaih (w. 242 H), bukunya Al-'AsyralMaqalatfial ‘Ain tentang
pengobatan penyakit mata; Abu Bakar al Razi adalah ketua para dokter di
seluruh Bagdad, karyanya yang sangat terkenal antara lain Kitab Asrar,
Kitab al Mansburi, Al Juwadi wa al-Hasbab, dan Al Hawi yang merupakan
ensiklopedi tentang medis dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin
pada tahun 1279 serta menjadi buku pegangan penting berabad-abad
lamanya di Eropa. Ibn Sina juga seorang dokter yang sangat masyhur,
karangannya dalam bentuk ensiklopedi berjudul Al Qanun fi al Tbib telah
diterjemahkan kedalam bahasa Latin, berpuluh kali dicetak dan tetap dipakai
di Eropa sampai pertengahan kedua abad XVII. 43
Ahli kedokteran lainnya yang terkenal pada masa ini adalah Ibn
Maimun, Abu al Qasim, Hunain Ibn Ishaq, Tsabit Ibn Qurrah, Qistha ibn
Luqba, Ibn Bajjah, Ibn Thufail, Muhammad al-Tamimi, dan lain-lain.44

c) Astronomi
Ilmu ini membantu orang Islam dalam menentukan letak Kakbah
serta garis politik para khalifah dan amir
43
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam, hlm.347.
44
Abdul al-Mun’im Majid, Tarikh al-Hadharah..., hlm. 243.

132 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

yang mendasarkan perhitungan kerjanya pada peredaran bintang.


Astronom Islam yang terkenal adalah Al Fazzari yang hidup pada
masa Al Mansur sebagai orang Islam yang pertama kali yang menyusun
Astrolaber (alat yang dahulu dipakai sebagai pengukur tinggi bintang); Al
Fargani yang telah mengarang ringkasan tentang ilmu astronomi kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes
Hispalensis.45 Astronom Islam lainnya adalah Ya’qub bin Thariq (w.180 H),
Muhammad bin Umar al Balkhi dengan karyanya kitab Al Madhal al Kabir;
Al Battani (w.319 H) penulis buku AI Zaij al Shabi; Al Khawarizmi (w.226
H); Abu Hasan Ali (277-352 H) penulis kitab Al Nur wa Zu alMahrajan; dan
Abu Rainan al Binmi (w.440 H).46
d) Ilmu Pasti/Matematika
Ilmu ini dibawa oleh ilmuwan India pada masa khalifah Mansur
dalam buku Sindahind, dan dari terjemahan buku ini yang telah dilakukan
oleh Al Fazzari dikenallah sistem angka Arab dan angka nol yang
mempermudah dalam perhitungan, selanjutnya dikembangkan lagi oleh Al
Khawarizmi dan Habash al Hasib dengan memuat tabel angka-angka.47 Selain
membuat tabel angka, Al Khawarizmi
45
Harun Nasution, Islam Ditinjau..., hlm. 71.
46
Hassan Ibrahim Hassan, Tarikh al-Islam, hlm. 394. Lihat pula, Abd al- Mun’im Majid, Tarikh al-
Hadharah ..., hlm. 228-230.
47
Philip K. Hitti, Dunia Arab..., hlm. 310.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 133

juga telah menyusun buku tentang berhitung dan aljabar. Karyanya yang
terkenal adalah Hisabal Jabarwaal Muqabalah yang sangat mempengaruhi
ilmuwan sesudahnya seperti Umar Khayam, Leonardo Fibona’ dan Jacob
Florence.48 Ahli ilmu pasti atau matematika lainnya adalah Ibn Tsabit (w. 331
H) dan Isn bin Abbas (w.328 H).49

e) Geografi
Pada masa dinasti Abbasiyah, daerah perdagangan semakin luas,
hubungan kota Bagdad sebagai ibukota negara dengan kota-kota lain, baik
darat maupun laut berkembang pesat dan lalu lintas ramai sekali. Hal itu
menimbulkan kegiatan untuk terus memudahkan perjalanan dan membuka
jalan-jalan baru.
Pada masa Khalifah Harun al Rasyid misalnya, perlawatan kaum
muslimin telah sampai ke India, Srilangka, Malaysia, Indonesia, Cina, Korea,
Afrika, Eropa, dan lain- lain. Dari perjalanan tersebut, kaum muslimin
berusaha melukiskan selengkapnya ihwal negeri-negeri yang dilihatnya
sehingga melahirkan geografi Islam yang ternama. Di antara mereka yang
terkenal adalah, Ibn Khardazabah dengan karyanya Al Masalik wa al
Mamalik, Ibn al Haik (w. 334 H) dengan karyanya Al Ikli, Ibn Fadhlan; Al
Muqaddasy
48
Ibid. hlm. 379.
49
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam, hlm.345.

134 — Sejarah Kebudayaan Islam

(w. 375 H) dengan karyanya Ahsan al Taqasin fi Ma’rifat al Aqalim, dan


lain-lain.50
Dalam bidang lain seperti optika dikenal Ibn Haytham dengan
teorinya bahwa bendalah yang mengirim cahaya ke mata dan karena
menerima cahaya, maka mata dapat melihat benda itu. Dalam ilmu kimia
dikenal Jabir Ibn Hayyan dan Abu Bakar al Razi (865-925 M) dan dalam
lapangan fisika dikenal Abu Raihan Muhammad al Biruni (973-1048 M) yang
telah mengemukakan teori tentang bumi berputar sekitar as-nya, serta
melakukan penyelidikan tentang kecepatan suara dan cahaya serta berhasil
dalam menentukan berat dan kepadatan 18 macam permata dan metal. 51
Demikianlah puncak kejayaan yang dialami oleh Daulah Abbasiyah
hingga masa Khalifah Al Mutawakkil. Namun sepeninggalnya, daulat ini
mulai mengalami kemunduran karena khalifah-khalifah penggantinya pada
umumnya lemah dan tidak mampu melawan kehendak tentara yang sangat
berkuasa di istana. Kondisi demikian akhirnya menjadikan khalifah tak
ubahnya seperti sebuah boneka yang berada di tangan mereka. Roda
pemerintahan tidak lagi diatur oleh khalifah, melainkan diatur oleh tentara-
tentara dari Turki.52

50
A.Hasjmi, Sejarah Kebudayaan Islam.....,..hlm 302.
51
Harun Nasution, Islam Ditinjau..., hlm. 11.
52
Ibid., hlm. 68.

Sejarah Kebudayaan Islam — 135

Dalam masa kemunduran ini, suatu peristiwa besar yang tidak dapat
dilupakan adalah perang salib yang berlangsung selama hampir tiga abad,
mulai tahun 1096 M. Perang, atau lebih tepat perang-perang ini tidak
dilakukan oleh Daulah Abbasiyah langsung di pihak kaum muslimin,
melainkan oleh dinasti-dinasti yang berkuasa di daerah Syam dan pantai
selatan Laut Tengah. Sultan Shalahuddin al-Ayyubi, panglima Islam yang
paling terkenal dalam perang-perang ini, berkuasa di Mesir dan kemudian
Syiria. Kekuasaan yang ditinggalkannya kemudian diwarisi oleh keturunan
dan penggantinya kaum Mamluk.
Dari pihak penyerbu, berpendapat, peperangan ini dipicu oleh
gangguan kaum Saljuk, yang menguasai wilayah Syam dan sekitarnya sejak
tahun 1071, terhadap para peziarah Kristen di tanah suci mereka Yerussalem
dan sekitarnya. Ada yang mengatakan bahwa peziarah Kristen tidak
diperbolehkan sama sekali untuk untuk berziarah ke wilayah ini. Sebenarnya
hubungan Muslim-Kristen-Yahudi di Yerusalem dan sekitarnya, sejak
penaklukan oleh Umar ibn al-Khattab tidak tercatat mengalami gangguan
sampai menjelang perang Salib. Berita yang sampai di Eropah bahkan
menyebutkan penghancuran Gereja Sepulcher oleh penguasa Mesir, al-
Hakim ibn Amr Allah. Ini salah satu dari beberapa sebab yang mengundang
invasi pasukan Salib

136 — Sejarah Kebudayaan Islam

ke Palestina dan perebutan kota tersebut pada tahun yang sama. 53


Adalah Paus Urbanus II yang mengundang kekuatan Kristen Eropa
untuk membebaskan tanah suci dengan melakukan serangan besar-besaran.
Mereka berhasil menguasai Yerussalem pada tahun 1099. Mereka terus
berkuasa di kota ini sampai dikalahkan oleh Sultan Salahuddin al-Ayyubi
pada tahun 1187. Dalam kekuasaan mereka, Dome of the Rock dijadikan
gereja, sedangkan al- Aqsha dijadikan kantor pusat para Ksatria Biarawan
(Knights Templars). Ekspedisi perang salib terakhir dilakukan pada tahun
1270.
Pada masa perang salib inilah daulat Abbasiyah mulai mengalami
kemunduran. Sungguh pun telah mengalami berkali-kali pergantian khalifah,
daulat ini berakhir pada masa Khalifah Al Mu’tashim (1242-1258 M). Pada
masa pemerintahannya kota Bagdad dihancurkan oleh bangsa Mongol,
Hulagu Khan.
Kegemaran penelitian, untuk memenuhi kegelisahan pemikiran, yang
menandai kemajuan dan kebudayaaan Islam hanya sampai abad ke-12,
akhirnya berpindah ke dunia Eropa, setelah melewati pase perang salib. 54
Pada
53
Siti Mariyam dkk. Sejarah Peradaban Islam.....,..hlm. 116.
54
Tulisan ini sampai akhirnya diambil dari tulisan St. Takdir Alisyahbana, “Sumbangan Islam
Kepada Kebudayaan Dunia di Masa Lampau dan Akan Datang” dalam karya bersama A.I Sabra, J.L. Berggren, Muhammad
Iqbal , dan St. Takdir Alisayhbana, Sumbangan Islam kepada Sains dan Peradaban Dunia, (Bandung: Yayasan Nuansa
Cendekia, 2001), hlm 23-25.

Sejarah Kebudayaan Islam — 137

masa-masa awal pengaruh pemikiran Arab sangat terlihat di bidang agama,


filsafat, ilmu pengetahuan, ekonomi dan lain-lain. Diketahui bahwa dalam
ilmu matematika memakai angka-angka Arab yang sebenarnya berasal dari
India telah membuka kemungkinan kamajuan matematika di Eropa sampai
sekarang. Rasionalitas teologi Islam seperti diucapkan oleh filosof-filosof Ibnu
Sina, Ibnu Rusyd dan Al-Ghazali pun mempengaruhi pemikiran teologi
agama Katolik seperti terlihat pada pemikiran Albertus Magnus dan Thomas
Aquinas. Pergerakan humanisme dalam renaisance mendapat dorongan yang
kuat sekali dari humanisme Islam.
Dalam pidatonya Oratio de Hominis Dignitate yaitu pidato tentang
martabat manusia Pico della Mirandola, seorang pemikir dan pembuka
jalannya renaisance dan humanisme, berkata bahwa ia membaca dalam
buku-buku Arab bahwa tak ada yang lebih mengagumkan di dunia ini selain
manusia. Sungguhpun tidak dapat ditolak, bahwa Islam adalah agama
humanisme, yang meninggikan martabat manusia dan kebebasan manusia
sebagai khalifah Tuhan di permukaan bumi, yang mempunyai akal,
mempunyai kecakapan untuk menyelidiki hukum-hukum alam yang tidak
lain dari pada hukum-hukum Allah dan memakai seluruh alam itu untuk
kepentingannya.
Kenyataan lainnya, bahwa terjemahan, karangan maupun komentar-
komentar Ibn Rusyd-yang dalam bahasa

138 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

Latin terkenal dengan nama Averroes—telah menguasai para akademisi


Eropa terutama sekali universitas-universitas di Paris, Padua, Cogne dan lain-
lain.
Pengaruh para filosof dan ahli pikir Arab atas bangkitnya Renaissance
amat banyak dan telah banyak dipercakapkan orang. Dalam abad
pertengahan karya-karya dalam bahasa Arab adalah alat bagi Eropa untuk
kembali ke jalan ilmu seperti telah dirintis awalnya oleh bangsa Yunani.
Karya Al-Kindi memusatkan perhatiannya kepada ilmu alam, Al-Farabi
terkenal oleh usahanya mengembangkan logika Aristoteles, Ibnu Sina
menyebarkan ilmu kedokteran dan etik kaum Stoa dan terutama sekali Ibn
Rusyd yang menerjemahkan dan memberikan komentar tentang Aristoteles.
Pada abad ke 12 ketika ilmu di Eropa berkembang kembali, orang
memakai buku-buku Arab yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa
Latin, meskipun pada waktu itu perang salib berjalan terus. Bagaimana ahli-
ahli Arab menjadi bagian dari kebudayan Eropa, terlihat dalam Divine
Comedy Dante dimana filosof-filosof Islam mendapat tempat, seperti Ibn
Sina dan Averroes ditempatkan dalam purtagori, atau api penyucian.

e. Kemajuan ekonomi, Perdagangan dan Industri


Ekonomi Daulah Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Barang-
barang kebutuhan pokok dan mewah

Sejarah Kebudayaan Islam — 139

dari wilayah timur kerajaan diperdagangkan dengan berang- berang hasil dari
wilayah bagian barat. Di kerajan ini, sudah terdapat berbagai macam industri
seperti kain linen di Mesir, sutra dari Syiria dan Irak, kertas dari Samarqand,
serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari Mesir dan kurma dari
Iraq. Hasil industri pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah
kekuasaan Abbasiyah dan negara lain. Karena industrialisasi yang muncul di
perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung lagi. Selain itu, perdagangan
barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nabia dan Sudan
barat (termasuk wilayah yang kini bernama Mali dan Niger) melambungkan
perekonomian Abbasiyah.55
Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang
sangat penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah,
dinasti Tang di China juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga
hubungan perdagangan antar kedua negara menambah semaraknya kegiatan
perdagangan tingkat dunia. Kapal- kapal laut Cina berlayar ke Baghdad,
Sebaliknya banyak perkampungan Arab di pelabuhan-pelabuhan Cina ketika
itu. Selain melalui laut, perdagangan juga adilakukan melalui jalan darat
melalui Jalan Sutra yang sudah di gunakan sejak zaman kuno. Barang-barang
perdagangan dari wilayah kekuasaan Abbasiyah dibawa ke wilayah Cina dan
India
55
Siti Mariyam, dkk. Sejarah Peradaban Islam;..., hlm. 106.

140 ~ Sejarah Kebudayaan Islam


dan begitu juga sebaliknya. Barang-barang dari Eropa dan Afrika yang
dikirim ke wilayah Cina dan India pasti melalui bandar-bandar dagang di
wilayah Abbasiyah. Meski terjadi peperanagn yang sporadis, peperangan
dengan Bizantium di Eropa Timur juga berlangsung, sedangkan Eropa Barat
masih dalam masa kegelapan. Perdagangan dengan kerajaan- kerajaan di
wilayah Nusantara juga berlangsung sangat intensif.56

E. Glosarium
1. Baitul Hikmah, merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai
pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Didirikan oleh khalifah
Abbasiyah al- Ma’mun tahun 815 M. Institusi ini merupakan kelanjutan
dari institusi serupa di masa Imperium Sasania Persia yang bernama
Jundishapur Academy. Namun, berbeda dari institusi pada masa Sasania
yang hanya menyimpan puisi-puisi dan cerita-cerita untuk raja, pada
masa Abbasiyah institusi ini diperluas penggunaannya. Pada masa Harun
al-Rasyid, institusi ini bernama Khizanah al-hikmah (Hazanah
Kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat
penelitian.
2. Manuscripts; Dari bahasa Sanskerta manu yang berarti tangan dan
scripts tulisan, berarti tulisan tangan, kadang dikenal dengan handscript.
Manuskrip ini banyak
56
Ibid. hlm 107.

Sejarah Kebudayaan Islam — 141

disebut ketika terjadi kegiatan tulis-menulis atau pencatatan sebelum


mesin cetak ditemukan. Untuk memperbanyak catatanpun biasanya
seseorang harus mencatat dengan tangan kembali. Sampai sekarang
masih ada manuscrip yang belum bisa terbaca-hasil karya tokoh-tokoh
Islam masa kejayaan-, tersimpan di perpustakaan al-Azhar Mesir atau
dalam musium- musium di Eropah.

F. Tugas
1. Dengan melihat peta
a. tunjukkan daerah kekuasaan Daulah Abbasyiyah pada masa
Abbasiyah I.
b. jelaskan kekuatan politik dan jalur perdagangan yang dimiliki
Daulah Abbasiyah I ini.
2. Buatlah tulisan singkat sejarah hidup seorang tokoh ilmu pengetahuan
dengan karya-karyanya yang mempunyai pengaruh dalam munculnya
Barat modern seperti sekarang ini.

G. Daftar Pustaka

A. Hasjmi, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. ke-4, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993).
Ahmad, Daudy, Kuliah Filsafat Islam, cet.ke-2, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989).

142 — Sejarah Kebudayaan Islam

Amin, Ahmad, Dhuha al-Islam, (Beirut: Dar al-Kitab al- Arabi,t.t.).


Depag RI.,Tim Penyusun Texbook Sejarah dan Kebudayaan Islam Direktorat
Jenderal Kelembangaan Agama Islam, Sejarah dan Kebudayaan Islam,
Jilid I, (Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi IAIN Alaudin, Ujung
Pandang,1982).

Harun, Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid. I, (Jakarta: UI-
Press,1985).
Hassan, Hassan Ibrahim, Tarikh al-Islam, (Mesir: Makhtabah al-Nahdhah al-
Mishriyah, 1976).
Hitti, Philip K, Dunia Arab; Sejarah Ringkas, penerjemah. Usuluddin
Hutagalung dan O.D.P. Sihombing, (Bandung: Sumur Batu, 1970).
Majid, Abdul al-Mun’im, Tarikh al-Hadharah al-Islamiyahfi 'Ushur al-Wustha,
cet,.ke-4, (Mesir: Maktabah Anglo al-Mishriyyah, 1978).
Sabra, A.I., dan J.L. Berggren, Muhammad Iqbal, St. Takdir Alisyahbana,
Sumbangan Islam kepada Sains dan Peradaban Dunia, (Bandung:
Yayasan Nuansa Cendekia, 2001).
Shalih, Shubhi, Mabahits fi ’Ulum al-Qur’an, (Kairo: Dar al-’Ilmi lil Malayin,
1977).
Siti, Mariyam, dkk., Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Moderen,
cet ke-2 ( Yogyakarta: LESFI, 2004).

Sejarah Kebudayaan Islam — 143

Syalabi, Ahmad, Mausu’ah Tarikh al-Islam wa al-Hadharah al-Islamiyah, Juz III,


cet.ke-6, (Kairo: Maktabah al- Nahdhah al-Mishriyah,1978).
Zahrah, Abu, Tarikh Madzahib al-Islamiyah, Juz I, (Beirut: Dar al-Fikr al-
’Arabi, t.t.).

144 — Sejarah Kebudayaan Islam


BAB V
MASA TIGA KERAJAAN BESAR
TURKI UTSMANI, MONGOL
DAN SYAFAWI

A. Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu memahami pertumbuhan,
perkembangan dan keruntuhan tiga kerajaan besar pasca
Abbasiyah

B. Peta Konsep

Sejarah Kebudayaan Islam — 145

C. Serambi
Puncak kejayaan Abbasiyah dianggap sebagai puncak
peradaban Islam. Karena masa Abbasiyah muncul sedemikian
banyak produk budaya yang menghantarkan umat Islam
mencapai puncak kejayaan. Akan tetapi, pasca kehancuran
Abbasiyah, kondisi umat Islam mengalami kemunduran dalam
banyak hal. Salah satunya adalah kemunduran secara politik.
Pasca kehancuran Abbasiyah muncul beberapa dinasti seperti
Utsmaniyah di Turki, Syafawiyah di Persia, dan Mongol di India.
Pada awal kemunculannya, ketiga dinasti ini memainkan peran
cukup signifikan dalam meraih kembali kejayaan Islam. Tetapi
seiring dengan perkembangan waktu, ketiganya mengalami
kemunduran dan akhirnya mengalami kehancuran.

D. MateriPembelajaran
1. Daulah Utsmaniyah
a. Pertumbuhan, (Perkembangan, dan Kemunduran
Utsmani
Runtuhnya eksistensi daulah Abbasiyah dalam percaturan
kekuasaan internasional secara tidak langsung juga
mempengaruhi peran umat Islam dalam bidang dakwah dan
keilmuan.1 Secara praksis, pasca kejadian itu kekuatan

1
Ada dua kekuatan besar (kerajaan) selain daulah Abbasiyah yang sedang berkuasa, yaitu
bangsa Mongol dan bangsa Tartar. Runtuhnya daulah Abbasiyah juga salah satunya disebabkan oleh
serangan bangsa Mongol, lihat Hamka, Sejarah Ummat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 202.

146 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

umat Islam menjadi terpecah belah. disamping itu juga


karena kondisi geografis kekuasaan daulah Abbasiyah yang
terpencar-pencar ikut menjadi salah satu faktor mudahnya
kekuatan Abbasiyah melemah. Akan tetapi kondisi yang
demikian itu tidak serta merta membuat patah semangat bagi
kaum muslimin, justru setelah runtuhnya kekuatan “simbol” besar
Islam yaitu daulah Abbasiyah, kekuatan- kekuatan “kecil” yang
dulunya berada di bawah kekuasaan Abbasiyah merapatkan
barisan untuk membuat kekuatan baru dalam “melawan”
imperialisme Mongol dan Tartar. Salah Satu komunitas yang
secara sadar membentuk sebuah institusi negara ataupun kerajaan
adalah para pengembara dari suku Oghuz2 atau biasa disebut suku
Kayi dengan pimpinan Sulayman Shah.3 Suku Oghuz ini
sebetulnya mendiami wilayah kekuasaan bangsa Mongol dan
wilayah utara negeri Cina. Sulaiman Shah yang merupakan
pemeluk setia agama Islam mengajak para pengikutnya untuk
menghindari serangan tentara Mongol. Sikap Sualiman Shah
tersebut bisa dimaklumi karena suku Oghuz ini sudah mulai
memeluk Islam sejak abad ke-9 atau 10 ketika mereka masih
berada di Asia Tenggara.4 Suku Oghuz ini bisa

2
Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta:
Jur. SPI Fak. Adab dan LESFI, 2002), hlm. 151.
3
Syafiq A Mughni, Dinamika Intelektual Islam Pada Abad Kegelapan, (Surabaya: LPAM,
2002), hlm. 21.
4
Mansur, Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta: Global Pustaka, 2004),
hlm. 59.

Sejarah Kebudayaan Islam — 147

dikatakan suku yang tidak mempunyai wilayah kekuasaan tetap.


Hal ini bisa dilihat dari seringnya mereka berpindah- pindah
tempat, setelah mendapat tekanan, khususnya dari bangsa
Mongol, Misalnya pernah mengungsi ke daerah Asia kecil,
wilayah Syiria, Persia, Irak dan Syukud.
Awal mula setelah suku Oghuz diserang oleh bangsa
Mongol mereka meminta perlindungan kepada Jalaluddin, yang
merupakan pemimpin terakhir dari dinasti Khawarizmi Syah, di
Transoxiana, yang oleh Jalaluddin kemudian di suruh pindah ke
Asia kecil. Bangsa Mongol selalu mengusik ketenangan suku
Oghuz. Karena merasa selalu diganggu oleh Mongol, maka
mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari perlindungan
pada saudara- saudara mereka, yaitu orang Turki Seljuk di dataran
tinggi Asia kecil.5 Karena mereka meminta perlindungan pada
orang Turki Seljuk ini, praktis mereka berada dibawah kekuasaan
kerajaan Seljuk, dan merekapun mengabdikan diri pada Sultan
Alauddin II.
Ketika terjadi genjatan senjata antara bangsa Mongol dan
Seljuk mereka diminta untuk membantu dalam peperangan
tersebut. Maka tidak aneh ketika Alauddin memberikan gelar
suku Oghuz dengan sebutan Muqaddamah Sultan atau tentara
pelopor raja.6 Tidak

5
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Radja Grafindo Persada, 1995), hlm. 130.
6
Hamka, Sejarah Ummat Islam, hlm. 207.

148 — Sejarah Kebudayaan Islam

hanya itu ketika peperangan usai dan kemenangan berada di


pihak Seljuk, suku Oghuz selalu mendapatkan hadiah berupa
perluasan wilayah kekuasaan. Pada Tahun 1300 M bangsa Mongol
menyerbu kerajaan Seljuk kembali. Dalam peperangan tersebut
Sultan Alauddin terbunuh. Akibat dari terbunuhnya Alauddin
tersebut, maka berdampak pada keutuhan wilayah kekuasaan
kerajaan Seljuk. Banyak daerah yang menyatakan melepaskan.
Atau dengan ungkapan lain setelah terbunuhnya Alauddin
banyak gerakan sparatis mulai tumbuh, termasuk suku Oghuz ini.
Munculnya istilah kerajaan Utsmaniyyah diambil dari
nama pemimpinnya yang kedua yaitu Utsman. Ketika masih
berupa kelompok suku komunitas ini dipimpin oleh ayah Utsman
yang bernama Erthogrol (Arthogrol) bin Sulaiman.7 Erthogrol
meninggal pada tahun 687 H atau 1289 M ketika wilayah
kekuasaannya masih berada di bawah kekuasaan Alauddin.
Penunjukkan Utsman8 untuk melanjutkan kepemimpinan
ayahnya itu dilakukan oleh Alauddin. Kedekatan dan kerjasama
yang telah dibangun oleh Erthogrol terus dilanjutkan oleh
Utsman, diantaranya dia berjasa telah menduduki benteng-
benteng Bizantium yang berdekatan dengan kota Broessa. 9
Dengan kesetiaan

7
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 130.
8
Menurut Hamka, Utsman sebetulnya bukan putra dari Erthogrol melainkan dia cucu
sulungnya dari anaknya yang bernama Sauji yang telah meninggal ketika pulang dari menenui Alauddin
untuk meminta izin berdiam di wilayah kekuasaan Alauudin. Kepergian Sauji untuk menemui
Alauudin adalah atas perintah ayahnya yaitu Erthogrol.
9
Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam...,hlm. 152.

Sejarah Kebudayaan Islam — 149

yang ditunjukkan oleh Utsman kepada Alauddin, maka sultan


Alauddin memberinya gelar kehormatan “Bey”, memberikan
hadiah berupa perluasan daerah kekuasaannya, dan diizinkan
memakai mata uang sendiri.
Sebagaimana dikatakan di atas bahwa meninggalnya
Alauddin mengakibatkan pecahnya wilayah kekuasaan dinasti
Seljuk, saat itu pula Utsman menyatakan kemerdekaan dan
berkuasa serta berdaulat penuh atas wilayah yang dia tempati.
Maka sejak saat itulah wilayah daulah Utsmaniyah eksis dan
berdaulat dengan raja yang pertamanya Utsman bin Erthogrol
atau lebih dikenal dengan Utsman I.
Dinasti Utsmaniyah eksis selama 642 tahun (680- 1342
H/ 1282-1924 M) dengan sulthan-sulthan sebagai berikut.10
Nama Sultan Tahun Keterangan
Berkuasa

‘Utsman (Osman) I ibn 680/1281


Ertoghol I
Orkhan 724/1324
Murad I 761/1360
Bayazid (Bayezit) I Yildirim 791/1389
(Sang halilintar)
Penyerbuan Timuriyyah 804/1402

Muhammad (Mehmet) I 805/1403 Semula hanya diAnatolia, sesudah


Chelebi 816/1413 juga di Rumelia

10
C.E. Bosworth, Dinansti-Dinasti Islam, penerjemah : Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 1993), hlm.
162-163.

150 ~ Sejarah Kebudayaan Islam


Sulayman I 806/1403
Murad II 824/1421

Muhammad II Fatif (Sang 848/1444


penakluk)
Murad II 850/1446
Muhammad 13 855/1451
Bayazid II 886/1481
Selim I Yavus (Si Kejam) 918/1512
Sulayman II Qanuni (Sang 926/1520 Dalam pemakain barat
pembuat Undang-Undang) disebutjuga “Yang Mulia”.
Selim II 974/1566
Murad III 982/1574
Muhammad III 1003/1595
Ahmad I 1012/1603
Mushthafa I 1026/1617 Memerintah pertama kali
Utsman II 1027/1618
Mushthafa I 1031/1622 Memerintah kedua kali
Murad IV 1031/1623
Ibrahim 1049/1640
Muhammad IV 1058/1648
Sulayman III 1099/1687
Ahmad II 1102/1691
Mushthafa II 1106/1695

Ahmad III 1115/1703


Mahmud I 1143/1730
Utsman III 1168/1754
Mushthafa III 1171/1757
Abdul Hamid I 1187/1774
Selim III 1203/1789
Mushthafa IV 1222/1807

Sejarah Kebudayaan Islam — 151


Mahmud II 1223/1808

Abdul Majid I 1255/1839


Abdul Aziz 1277/1861
Murod V 1293/1876
Abdul Hamid II 1293/1876

Muhammad V Rasyad 1327/1909


MuhammadVI Wahiduddin 1336/1918
Abdul Majid II 1341/1922 Hanya sebagai Khalifah
1342/1924 Rezim Republik Mushthafa
Kemal

Secara garis besar kepemimpinan kerajaan Utsmaniyyah dapat


dikelompokkan menjadi lima periode.11 Adapun kelima periode
itu adalah sebagai berikut:

1) Periode pertama, yaitu masa pendirian dan pembentukan


kekuasaan setelah melepaskan diri dari dinasti Seljuk. Pada masa
ini Utsmaniyah telah melakukan ekspansi. Masa ini berlangsung
dari tahun 1299 hingga tahun 1430-an M. Dengan demikian
pemimpin kerajaan yang termasuk pada periode ini adalah
Utsman I, Orkhan, Murad I, Bayazid I, dan Muhammad I.

2) Periode kedua, yaitu masa pembenahan, pertumbuhan, dan


ekspansi besar-besaran. Di masa inilah puncak kejayaan dan
kemenangan bagi kerajaan Utsmaniyyah dengan ditandai
takluknya kota Konstantinopel yang kemudian dijadikan ibu kota
dengan dirubah namanya

11
Mansur, Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah,...hlm. 60.

152 — Sejarah Kebudayaan Islam


menjadi Istambul. Periode ini berlangsung selama satu setengah
abad dengan enam sulthan. Adapun sulthan yang memimpin pada
periode ini adalah Murad II, Muhammad II, Murad II,
Muhammad II, Bayazid II, dan SalimI.
3) Periode ketiga, merupakan periode dimana eksistensi kerajaan
sudah mulai terkoyak akibat serangan dari luar. Bahkan pada
periode ini banyak wilayah yang sudah lepas dari kekuasaan
kerajaan Utsmaniyah, misalnya Hongaria. Pada periode ini
merupakan periode terpanjang karena dipimpin oleh 15 sulthan,
yaitu Sulaiman I, Salim II, Murad III, Muhammad III, Ahmad I,
Musthafa I, Utsman II, Musthafa I, Murad IV, Ibrahim,
Muhammad IV, Sulaiman II, Ahmad II, Musthafa II, dan Ahmad
III.
4) Periode keempat, yaitu masa dimana banyaknya gerakan
sparatis yang mengakibatkan hilangnya secara perlahan-lahan
kekuasaan kerajaan Utsmaniyah. Periode ini berlangsung pada
tahun 1703 hingga 1839 M dengan dipimpin oleh delapan
sulthan. Adapun kedelapan sulthan tersebut adalah Ahmad III,
Mahmud I, Utsman III, Musthafa III, Abdul Hamid I, Salim III,
Musthafa IV, Mahmud II, dan Abdul Majid I.
5) Periode kelima atau periode terakhir dari kerajaan Utsmaniyah
berlangsung sekitar tahun 1839 hingga 1922 M dengan lima
sultan. Pada masa ini pengaruh

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 153

barat sudah mulai nampak hal ini bisa dibuktikan dengan


adanya kebudayaan dan gaya administrasi ala barat. Adapun
kelima sultan yang memimpin pada periode ini adalah Abdul
Aziz, Murad V, Abdul Hamid II, Muhammad V, dan
Muhammad VI.

Runtuh dan hancurnya kekuasaan dinasi Utsmaniyah


dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang timbul dari eksteren
maupun interen kerajaan. Faktor interen yang melatarbelakangi
mundurnya kekuatan dan stabilitas dinasti Utsmaniyyah antara
lain karena kecakapan (capability) serta moralitas (credibillity) para
pemimpinnya. Misalnya pengangkatan Salim II, setelah Sulaiman
wafat pada tahun 974 H, atau 1566 M, bukan didasarkan pada diri
Salim yang cakap, melainkan karena perebutan kekuasaan dalam
istana. Selain itu Salim II juga dikenal masyarakat sebagai seorang
yang suka mabuk-mabukan, dan main perempuan.12
Adapun factor luar (eksteren) yang menyebabkan runtuh
dan hancurnya kerajaan Utsmaniyah adalah adanya kontak fisik
dengan kekuatan-kekuatan besar lainnya dalam rangka ekspansi
daerah. Keadaan menjadi semakin kacau tatkala berdirinya
perserikatan bangsa-bangsa falakh (Rumania),13 yang nota bene
beranggotakan kerajaan-

12
Hamka, Sejarah Ummat Islam... hlm. 267-268.
13
Adapun bangsa-bangsa yang tergabung dalam perserikatan bangsa falakh ini
adalah Bagdan, Transylvania, yang kemudian terjadi peperangan dengan sebutan perang Maghyar.
Perserikatan bangsa falakh dalam melakukan pertempuran dengan kerajaan Utsmani mendapatkan
bantuan dari Rudolf II seorang raja dari Oostenrink dan didukung pula oleh imperor Jerman.

154 — Sejarah Kebudayaan Islam

kerajaan kecil yang berada di bawah kekuasaan Utsmani, untuk


melawan dan memisahkan diri dari kekuasaan Utsmaniyah. Dua
hal tersebut yang menjadikan pelan-pelan tapi pasti runtuhnya
kekuasaan besar kerajaan Utsmani.
b. Keagamaan dan Kebudayaan Utsmani.
Sebagaimana tergambar di atas bahwa kerajaan
Utsmaniyah awal mulanya merupakan sebuah suku yang
nomaden, dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebudayaan
Utsmaniyah tidak dipengaruhi dan didominasi oleh satu
kebudayaan saja, melainkan hasil perpaduan antara budaya Persia,
Bizantium. Dan Arab. Dalam hal tata pemerintahan dan
kemiliteran dinasti Utsmaniyah lebih mengadopsi dari budaya
Bizantium, dari Kebudayaan Persia lebih mengambil ajaran-ajaran
tata krama dan etika. Sedangkan ajaran-ajaran tentang prinsip
ekonomi, perkembangan keilmuan, dan sosial kemasyarakatan
mengadopsi dari budaya Arab.14
Dalam bidang keagamaan kerajaan Utsmaniyah berpegang
teguh pada syariat Islam, sehingga tidak aneh ketika fatwa ulama
menjadi sesuatu hal yang urgen dalam menjawab problematika
keagamaan umat. Selain itu pada masa kerajaan Utsmaniyah
muncul banyak aliran tarekat

14
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,...., hlm: 136, lihat juga dalam Binnaz Toprak,
Islam and Political Development in Turkey, (Leiden: E.J.Brill, 1981), hlm. 43.

Sejarah Kebudayaan Islam — 1 5 5

misalnya tarekat Bektasyi dan Maulawi yang mempunyai banyak


pengikut, baik dari kalangan sipil maupun militer.
Puncak dari perkembangan peradaban Utsmani tatkala
berhasil menaklukkan Constantinopel dikota ini. Dibangunlah
berbagai sarana Umat Islam, seprti pembangunan madrasah
(sekolah), rumah sakit, masjid, serta bangunan-bangunan megah
lainnya dengan arsitektur kenamaan yaitu Sinan dari Anatolia.15
Dalam sekolahan- sekolahan tersebut diajarkan tata bahasa Arab
(nahwu dan sharaf), ilmu kalam (teologi), retorika, geometri, dan
ilmu- ilmu yang lain. Praktis pada masa tersebut tidak dikenal
dikotomi ilmu pengetahuan, antara ilmu pengetahuan umum
(Modern Sains) dan agama (Religions Sains), sebagaimana sekarang.

2. Kerajaan Syafawiyyah

a. Asal Usul Kerajaan Syafawiyah


Asal mula kerajaan Syafawiyah bisa dikatakan berbeda
dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan kerajaan Syafawiyah
bermula dari sebuah gerakan kaum sufi atau tasawuf yang
dipimpin oleh Syekh Ishak Safiuddin (1252-1334 M)16 yang pada
abad ke-15 berubah menjadi gerakan revolusioner politik.17 Syekh
Ishak Safiuddin
15
Ahmad Jamil, Seratus Tokoh Muslim, penerjemah : Tim Penerjemah Pustaka
Firdaus, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), hlm. 340.
16
Mansur, Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah, hlm. 62.
17
Akbar. S. Ahmed, Citra Muslim Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, terjemahan,
Nunding Ram dan Ramli Yakub, (Jakarta: Erlangga, 1990), hlm. 76.

156 — Sejarah Kebudayaan Islam

adalah seorang guru sufi di Ardabil yaitu sebuah kota di


Azerbaijan Persia Barat laut, yang merupakan keturunan dari
Musa al-Kadhim.18 Keberadaan tarekat ini sudah ada semenjak
kerajaan keturunan Timurlank masih berkuasa. 19 Berkat kealiman
dan kezahidannya Ishak Syafiuddin banyak dihormati orang,
sehingga tidak aneh ketika dia juga termasuk anggota Majelis
Wazir Besar Rosyiduddin, yaitu majelis yang dibentuk oleh
kerajaan Mongol.
Awal mula pendirian tarekat bukan berlatar belakang
politis, melainkan sebuah gerakan sosial-keagamaan untuk
memerangi orang-orang yang mereka namai ahli-ahli bid’ah.
Lama-kelamaan gerakan tarekat ini menyebar ke beberapa daerah
seperti Persia, Anatolia, dan Syiria. Maka tidak aneh untuk
mengontrol para pengikutnya di beberapa daerah tersebut
Syafiuddin menempatkan seorang wakilnya yang diberi gelar
khalifah.20 Gerakan tarekat ini menjadikan syiah sebagai madzhab
negara yang harus diikuti oleh semua orang yang mengaku
dirinya muslim. Pada perkembangan selanjutnya para pengikut
tarekat ini tidak bisa membendung ”syahwat” politiknya. Hal ini
nampak ketika kepemimpinan Safiuddin diganti putranya yang
bernama Junaid (1447-1460M). Kegiatan politik praktis yang
dilakukan oleh Junaid mendapatkan tanggapan pro dan

18
Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam,.... Hlm. 335.
19
Hamka, Sejarah Ummat Islam, hlm. 59.
20
Hamka, Sejarah Ummat Islam,... hlm. 60.

Sejarah Kebudayaan Islam — 157

kontra. Diantara tokoh yang kontra terhadap sepak terjang Junaid


adalah Kara Kuyunlu.21 Konflik antara kedunya mengakibatkan
Junaid harus menerima police dari Kara Kuyunlu untuk
mengasingkan dia di suatu tempat. Dimasa pengasingan tersebut
bukan berarti Junaid tidak melakukan gerakan apapun. Justru di
tempat pengasingan itulah dia dia menghimpun kekuatan dengan
cara menyebarkan ajaran tarekatnya dan membentuk kekuatan
baru dengan cara berkoalisi dengan Uzun Hasan. Hubungan
Junaid dengan Uzun Hasan diharapkan bisa meraih supremasi
politik, dengan cara melakukan perlawanan dengan Ardabil dan
Sircassia, tetapi kenyataannya usaha tersebut justru menyebabkan
terbunuhnya Junaid (1460) dalam petempuran melawan tentara
yang dipimpin oleh Sirwah.22
Junaid meninggal dengan meninggalkan seorang anak
yang bernama Haidar. Haidar inilah yang selanjutnya mewarisi
kekuasaan dari Junaid meskipun dia baru diangkat menjadi
pemimpin gerakan Syafawiyah ini pada tahun 1470 atau 10 tahun
setelah meningglanya Junaid. Hubungan antara penguasa
Syafawiyah dengan Uzun Hasan semakin erat setelah Haidar
mengawini putri Uzun Hasan. Berkat perkawinan tersebut Haidar
dikaruniai tiga anak laki-laki yaitu Ali, Ismail, dan Ibrahim.23
21
Kara Kuyunlu adalah salah satu penguasa di wilayah Turki yang tetap setia
mempertahankan kekuasaan dan pengaruh dari dinasti Utsmaniyah.
22
K. Ali, Sejarah Islam Tarikh Pramodern,penerjemah . Ghufron A. Mas’adi,
(Jakarta: Grafmdo Persada, 1996), hlm. 344.
23
Mansur, Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah, hlm. 63.

158 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

Nama Haidar semakin berkibar setelah berhasil


mengalahkan kekuatan AK Koyunlu dalam pertempuran yang
terjadi pada tahun 1476 M. kekalahan AK Koyunlu dalam
pertempuran tersebut membuat sikap AK Koyunlu memberikan
bantuan kepada Sirwan ketika terjadi peperangan antara Sirwan
dengan gerakan Syafawiyah. Akibat Sirwan mendapatkan
bantuan dari AK Koyunlu pasukan Syafawiyah mengalami
kehancuran dan kekalahan yang mengakibatkan terbenuhnya
Haidar.24
Setelah meninggalnya Haidar kepemimpinan Syafawiyah
dilanjutkan oleh putra pertamanya yang bernama Ali. Akan tetapi
kepemimpinan Ali tidak berjalan lama, ia kemudian digantikan
oleh Ismail. Ismail inilah yang dipandang sebagai pendiri pertama
kerajaan Syafawiyah.25 Pada tahun 1501 Ismail, yang baru berusia
empat belas tahun, diangkat sebagai pemimpin Syafawiyah
setelah mengalahkan pasukan Turki. Kebijakan strategis yang
diambil oleh Ismail diawal kepemimpinannya adalah menjadikan
syiah sebagai madzhab resmi negara, serta menjadikan bentuk
negara Syafawiyah menjadi Negara teokrasi.26 Akibat
kebijaksanaannya tersebut banyak masyarakat yang melarikan
diri dari wilayah Syafawiyah. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh
sifat otoriter raja dan
24
P.M. Holt, The Cambridge History of Islam, (Cambridge University Press, 1977), hlm. 396.
25
Hamka, Sejarah Ummat Islam, hlm. 61.
26
Akbar. S. Ahmed, Citra Muslim Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, hlm. 76.

Sejarah Kebudayaan Islam — 159

hegemoni negara terhadap kebebasan bermadzhab serta


berpendapat.
Ismail I menjadi penguasa Syafawiyah kurang lebih 23
tahun, yaitu sejak tahun 1501 sampai 1524 M. Program sepuluh
tahun pertamanya adalah melakukan ekspansi ke beberapa daerah
khususnya daerah sisa-sisa kekuasaan AK Koyunlu. Perluasan
daerah kekuasaan Syafawiyah telah meliputi wilayah Persia dan
bagian timur Bulan Sabit Subur (Fortile Crescent).27 Program ekspansi
yang dilakukan oleh Ismail telah melahirkan perlawanan baru
dari kerajaan Turki Utsmani. Pada tahun 1514 di Chaldiran, dekat
Tibriz, terjadi kontak senjata antara pasukan Syafawiyah dengan
pasukan Turki Utsmani, yang berakibat pada kekalahan pasukan
Syafawiyah.
Akibat kekalahan tersebut pengaruh dan wibawa Ismail
mengalami penurunan hingga kematiannya. Setelah kematian
Ismail estafet kepemimpinan kerajaan Syafawiyah dilanjutkan
oleh puteranya yang bernama Tahmasp. Kepemimpinan Tahmasp
berjalan sekitar 52 tahun dari tahun 1524-1576 M.28 Pada periode
ini lebih banyak melakukan serangan terhadap musuh-musuhnya,
seperti berpeang melawan kerajaan Turki Utsmani, dan kerajaan
27
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 141.
28
Mansur, Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah,. hlm. 63.

160 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

Uzbek, bukan berkonsentrasi untuk membangun negara dan


memperkuat basis budaya dan keilmuan.
Setelah meninggalny a Tahmasp Syafawiyah dipimpin
oleh 13 orang raja yaitu: Ismail II (1576-1577), Muhammad
Khudabanda (1577-1578), Abbas I (1588-1629), Shafi Mirza (shafi
I)(1629-1642), Abbas II (1642-1666), Sulaiman(shafi II) (1666-
1694), Husayn I (1694-1722), Tahmasp II (1722-1733), Abbas III
(1732-1749), Sulaiman II (1749-1750), Ismail III (1750-1753),
Husayn II (1753-1786), dan Muhammad (1786).
Dari beberapa raja yang pernah memimpin kerajaan
Syafawiyah hanya Abbas I (1588-1628) yang tercatat dalam
sejarah mampu mengatasi berbagai kemelut dan konflik, baik
intern negara maupun konflik dengan kerajaan-kerajaan di luar
Syafawiyah. Sehingga tidak aneh ketika pada periode ini dinamai
periode kejayaan dari kerajaan Syafawiyah.
Secara lebih rinci para raja Kerajaan Syafawiyah adalah
sebagai berikut.29

Nama Raja Tahun Berkuasa Keterangan


Ismail I 907/1501
Thahmasp I 930/1524
Ismail II 984/1576
Muhammad 985/1578
Khudabanda

Abbas I 996/1588

29
C.E. Bosworth, Dinasti Dinasti Islam, hlm. 196.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 161


Shafi I 1038/1629
Abbas II 1052/1642
Sulayman I (Shafi II) 1077/1666
Husayn I 1105/1694
Thahmasp II 1135/1722
Abbas IE 1145/1732 Penguasa-penguasa nominal
Sulayman II 1163/1749 hanya dalam wilayah-wilayah
Persia tertentu.
Ismail III 1163/1750
Husayn II 1166/1753
Muhammad 1200/1786

b. Puncak Kejayaan Syafawiyah


Sebagaimana telah diungkapkan diatas, puncak dari
kejayaan Syafawiyah ketika periode Abbas I. Ia tidak saja berhasil
membuat stabilitas Negara, tetapi juga kerana telah mampu
menciptakan iklim yang kondusif untuk mengembangkan
perekonomian, dan mengembangkan keilmuan.
Dalam bidang perekonomian, Abbas I, membangun
banyak industri, terutama produksi permadani dan sutra.
Keberhasilan ini ditopang oleh hasil pertanian yang sangat
memuaskan dari penguasaan daerah Bulan Sabit Subur (Fortile
Crescent). Kemajuan dalam bidang perekonomian ternyata
berdampak positif terhadap pengembangan di bidang keilmuan.
Hal ini ditandai dengan berkembangnnya berbagai ilmu, seperti
filsafat dengan tokohnya Bahauddin al-Syaerozi, bidang sejarah
dengan tokohnya Sadarudin

162 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

al-Syaerozi, bidang teologi dengan tokohnya Muhammad al-Baqir


Ibnu Muhammad Damad dan keilmuan umum lainnya. 30
Kemajuan Syafawiyah pada periode Abbas I ini tidak saja
pada bidang ekonomi dan keilmuan tapi juga merambah pada
bidang kesenian. Hal ini dapat dilacak dari gaya arsitektur
bangunan-bangunan seperti masjid, sekolah, rumah sakit, dan
istana Chihil Sutun.
Kejayaan Syafawiyah ternyata tidak bisa bertahan lama,
khususnya setelah meninggalnya Abbas I. Hal tersebut sangat erat
kaitannya dengan para penguasa Syafawiyah itu sendiri yang
sangat lemah secara keilmuan dan keimanan. Sehingga tidak aneh
muncul beberapa gerakan sparatis dan gelombang pemberontakan
misalnya dari masyarakat Afganistan yang akhirnya membuat
pemerintahan Syafawiyah harus berakhir.31

3. Kerajaan Mongol di India

a. Asal - Usul Kerajaan Mongol


Awal mula bangsa Mongol adalah masyarakat yang
nomaden. Karena masyarakat Mongol adalah masyarakat yang
berpindah-pindah dari satu hutan ke hutan lain yaitu hutan
Siberia dan Mongol luar di sekitar Danau Baikal.32

30
K. Ali, Sejarah Islam Tarikh Pramodem, hlm. 348.
31
C.E. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam, hlm. 198.
32
Ibid., hlm. 167.

Sejarah Kebudayaan Islam — 163

Ketika Islam sedang mengalami kejayaannya bangsa Mongol


sangat dikenal sebagai bangsa perusak kebudayaan Islam. Akan
tetapi keadaan tersebut berubah setelah kerajaan Ummayah
menaklukkan India.33 Proses islamisasi terhadap masyarakat India
terjadi pada tahun 1020 M, dan setelah itu muncullah dinasti-
dinasti kecil yang berada di India.
Kerajaan Mongol yang beribukota Delhi didirikan oleh
Zahirudin Babur (1482-1530), yang merupakan salah satu dari
keturunan Timurlenk. Babur memegang pucuk kepemimpinan
sejak berusia 12 tahun. Meskipun masih muda dia mempunyai
ambisi besar diantaranya menaklukkan kota Samarkhand. 34 Usaha
menaklukkan kota Samarkhan dilakukan dua kali. Usaha yang
pertama gagal. Kemudian pada penaklukan kedua mendapat
bantuan dari raja Syafawiyah, Ismail I. Sehingga pada tahun 1494
kota tersebut dapat ditaklukkan.35 India dapat dikuasai
sepenuhnya oleh Babur pada tahun 1526 M setelah mengalahkan
Ibrahim Lodi yang sebelumnya menjadi penguasa yang bermarkas
di Delhi. Paska kemenangan itulah secara resmi berdirilah
kerajaan Mongol di India.
Setelah Babur meninggal tahta kerajaan Mongol
diteruskan oleh putra mahkota yaitu Humayun. Pada awal
33
Ali, Sejarah Islam Tarikh Pramodem, hlm. 351.
34
Diwaktu Babur menjadi penguasa Mongol Samarkhand adalah salah satu kota
besar yang berada di Asia Tengah yang masih dikuasai oleh Muhammad Khan Ayibani seorang raja dari
negeri Bukhara.
35
K. Ali, Sejarah Islam Tarikh Pramodem, hlm. 352.

164 — Sejarah Kebudayaan Islam

pemerintahannya Humayun harus menghadapi gerakan sparatis


yang dilakukan oleh Bahadur Syah. Selain itu dia juga dihadapkan
pada persoalan pemberontakan yang dilancarkan oleh Sher Khan
yang mengakibatkan Humayun harus melarikan diri dan
mengasingkan diri di Persia. Pada tahun 1555 Humayun mampu
merebut kembali kekuasaan Mongol di Delhi dengan
mengalahkan kekuatan Khan Syah.
Kerajaan Mongol berkuasa selama 332 tahun,36 dengan
kaisar-kaisar sebagai berikut.37

Nama Kaisar Tahun Keterangan


Berkuasa
Zhairuddin Babur 932/1526
Nashiruddin Humayun 937/1530 Memerintah Pertama kali

Sultan-sultan Sun dari Delhi 947/1540

Nashiruddin Humayun 962/1555 Memerintah kedua kali


Jalaluddin Akbar I 963/1556
Nuruddin Jihangir 1014/1605
Dawar Bakhsh 1037/1627
Syihabuddin Syah Jihan I 1037/1628
Murad Bakhsh 1068/1657 Di Gujarat
Syah Syuja’ 1068/1657 DiBengal sampai 1070/1660

Muhyidiin Awrangzib 1068/1658


“Alamgir

36
C.E. Bosworth, Dinasti-Dinansti Islam, hlm. 167.
37
Ibid., hlm. 234-235.

Sejarah Kebudayaan Islam — 165


A’zham Syah 1118/1707
Kam Bakhsh 1119/1707 Di Deccan

Syah Alam I Bahadur Syah 1119/1707

‘Azhim Ash-sha’n 1124/1712


Mu’izzuddin Jihandar 1124/1712
Farrukh Siyar 1124/1713
Syamsuddin Rafi’ Ad- 1131/1719
Darajat
Rafi’ Ad-Dawlah Syah Jihan 1131/1719
II
Niku Siyar 1131/1719
Nashiruddin Muhammad 1131/1719
Ahmad Syah Bahadur 1161/1748
“Azizuddin ‘Alamgir II 1167/1754
Syah Jihan III 1173/1760

Jalaluddin ‘Ali Jawhar Syah 1173/1760 Memerintah pertama kali


‘Alam II
Bidar-bakht 1202/1788

Jalaluddin ‘Ali Jawhar Syah 1203/1788 Memerintah pertama kali


‘Alam II
Mu’inuddin Akbar II 1221/1806
Sirajuddin Bahadur Syah 1253- Pemerintahan Langsung Inggris.
II 1274/1837-
1858

b. Dinamika Dinasti Mongol


Secara umum kita dapat melihat dan membagi masa
kerajaan Mongol ini dalam tiga periode, yaitu masa gerakan
sparatisme, masa kemajuan, dan masa kegelapan atau
kemunduran.

166 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

1) Masa Gerakan Sparatis dan Pemberontakan


Pada masa ini kekuasaan Mongol harus bekerja keras
untuk mewujudkan eksistensi kerajaan. Karena pada masa ini
masih banyak ditemukan gerakan sparatis dan pemberontakan,
bahkan raja pertama dari dinasti inipun, Babur, harus mengalami
kekalahan pahit saat ingin menguasai Samarkhand. Pada masa ini
dipimpin oleh dua raja yaitu Babur dan Humayun. Pada masa
Humayun gerakan sparatis terus bergolak, misalnya
pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang
memisahkan diri dari Delhi. Pemberontakan yang terjadi
membuat Humayun harus melarikan diri ke wilayah Persia. Di
Persia inilah ia mendapatkan banyak bantuan dari penguasa
Syafawiyah yang akhirnya pada tahun 1555 dia dapat menguasai
Mongol kembali.

2) Masa Keemasan
Satu tahun setelah, (1556) Humayun dapat merebut
kembali Mongol dia meninggal dunia akibat jatuh dari tangga
perpustakaan Din Panah.38 Sepeninggal Humayun tahta kerajaan
di pegang oleh anaknya yang bernama Akbar yang pada saat itu
baru berusia 14 tahun. Banyak kebijakan yang dilahirkan oleh
Akbar diantaranya politik salakhul (teloransi universal), yaitu
kebijakan politik yang

38
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,, hlm. 148.

Sejarah Kebudayaan Islam — 167

menganggap semua warga India memiliki posisi yang sama.


Kemajuan yang menonjol masa Akbar terlihat dalam
sistem struktur pemerintahan dan kemiliteran. Dimana sudah
dikenal jenjang kepangkatan baik bagi pejabat sipil maupun
militer. Kemajuan yang dicapai oleh Akbar masih diteruskan oleh
generasi penerusnya yaitu Jehangir (1605- 1628), Syah Jehan
(1628-1658), dan Aurangzeb (1658-1707).
Dinasti Mongol pada saat dipimpin oleh keempat sultan
tersebut mengalami banyak kemajuan, baik dibidang kebudayaan,
pertambangan, perdagangan, dan keilmuan. Dibidang
kebudayaan terlihat dari perkembangan seni dan arsitektur yang
sangat pesat. Hal tersebut dapat dilihat dari desain masjid,
perpustakaan, dan sekolahan-sekolahan. Simbol masa keemasan
dan kejayaan dari dinasti Mongol ini terlihat ketika pada tahun
1632 dinasti ini membangun Tajmahal, dan ketika masa raja ke-6
membangun sebuah masjid Badahsahi di Lahore. 39

3) Masa Kemunduran Mongol


Setelah meninggalnya Aurangzeb pada tahun 1707 M,
dinasti Mongol mulai dilanda konflik, baik internal maupun
konflik ekstrenal. Konflik internal terjadi karena adanya suksesi
kepemimpinan dimana terjadi perebutan

39
Umar Asasuddin Sokah, “Sultan akbar Pembangun Kerajaan Islam Mongol”, dalam,
Majalah Al-Jamiah, IAIN Sunan Kalijaga, 1999), hlm. 36.

168 — Sejarah Kebudayaan Islam

kekuasaan antara keturunan Bahadur Syah dengan Muhammad


Fahrukhsiyar. Konflik tersebut mengakibatkan perang saudara
antara kedua keluarga besar tersebut. Konflik yang
berkepanjangan yang terjadi pada dinasti Mongol telah
mengakibatkan lemahnya roda pemerintahan pusat sehingga
banyak daerah yang ingin melepaskan diri dari pemerintah
pusat.40
Pada masa kemunduran ini dinasti Mongol dipimpin oleh
beberapa raja. Diantaranya Muazzam atau lebih dikenal Syah
Alam I Bahadur Syah (1707-1712), Jihandar Syah Muizuddin
Jihandar (1712-1713), Farukh Siyar (1713-1719), Muhammad
Syah Nashiruddin Muhammad (1719-1748), Ahmad Syah
Bahadur (1748-1754), Alamghir II (1754-1760), Syah Alam (1761-
1806), Akbar II (1806-1837), dan Bahadur Syah (1837-1858).
Selain masalah intern dinasti, Mongol juga dihadapkan
pada beberapa pemberontakan yang datang dari orang Hindu
dibawah pimpinan Banda yang kemudian berhasil merebut kota
Sadhaura sebelah utara Delhi. Di luar itu di Eropa terdapat negara
yang semakin kuat posisi dan pengaruhnya, yaitu Inggris. Inggris
mulai melancarkan serangannya sejak pada masa Bahadur Syah.
Puncak konflik antara Mongol dengan Inggris terjadi pada tahun
1885 M dimana Mongol sudah tidak lagi mempunyai kekuatan.

40
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya penerjemah: Adang Afandi,
(Bandung: Rosda Karya, 1993), hlm. 356.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 169

Rakyat India banyak yang dibunuh, Bahadur Syah, raja terakhir


Mongol, harus rela diusir dari istananya.41 Terusirnya Bahadur
Syah dari istana kerajaan mengakhiri pula sejarah panjang dari
dinasti Mongol yang berarti juga hilangnya kekuatan umat Islam
di India secara umum.

E. Glosarium
1. Utsmaniyah:
Dinasti Islam yang memiliki rentang berkuasa sangat lama
sekitar tujuh abad dan wilayah paling luas dalam Sejarah Islam.
Kekuasannya melewati batas benua, yaitu Asia dan Eropa. Oleh
sebab itu sampai sekarang setelah berubah menjadi Republik
Turki memiliki wilayah yang berada di Eropa dan Asia.

2. Syafawiyah:
Dinasti Islam yang namanya diambil dari nama Tarekat
yang didirikan oleh Syaikh Safiuddin dan berkembang di daerah
dengan heterodoksi syi’i yaitu Persia. Oleh sebab itu,
Syafawiyyah lebih menunjukkan kesyi’ahannya dibandingkan
Utsmaniyyah dan Mongol yang Sunni.

41
K. Ali, Sejarah Islam Tarikh Pramodern, hlm. 360.

170 — Sejarah Kebudayaan Islam

3. Mongol:
Dinasti Islam terbesar di wilayah Asia Tengah. Berkuasa
selama hampir tiga seperempat abad (932-1274 H/1526-1858)
mulai dari abad tengah sampai awal abad modern. Salah satu
prestasi arsitekturnya adalah bangunan Taj Mahal yang masih
melegenda sampai sekarang.

F. Tugas (assignment)
1. Kognitif
Lakukan analisis perbandingan tentang pertumbuhan,
perkembangan dan keruntuhan tiga dinasti Utsmaniyah,
Syafawiyah dan Mongol.
2. Afektif
Bagaimana sikap saudara ketika melihat keterbelakangan
umat Islam sebagai akibat intervensi kekuasaan asing
sebagaimana dialami oleh beberapa dinasti Islam?.

G. Daftar Pustaka

Ahmed, Akbar. S., Citra Muslim Tinjauan Sejarah dan Sosiologi,


penerjemah: Nunding Ram dan Ramli Yakub, (Jakarta:
Erlangga, 1990).
Ali, K, Sejarah Islam Tarikh Pramodem, penerjemah: Ghufron A.
Mas’adi, (Jakarta: Grafindo Persada, 1996).
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Radja Grafindo
Persada, 1995).

Sejarah Kebudayaan Islam — 171

Bosworth, C.E., Dinasti-Dinasti Islam, penerjemah: Ilyas Hasan,


(Bandung: Mizan 1993).
Hamka, Sejarah Ummat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975).
Holt, P.M., The Cambridge History of Islam, (Cambridge University
Press, 1977).
Jamil Ahmad, Seratus Tokoh Muslim, penerjemah: Tim
Penerjemah Pustakla Firdaus, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1993).
Mansur, Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta:
Global Pustaka, 2004).
Mahmudunnasir, Syed, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, penerjemah:
Adang Afandi (Bandung: Rosda Karya, 1993).
Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga
Modern, (Yogyakarta: Jur. SPI Fak. Adab dan LESFI,
2002).
Syafiq A Mughni, Dinamika Intelektual Islam Pada Abad Kegelapan,
(Surabaya: LPAM, 2002).
Toprak, Binnaz, Islam and Political Development in Turkey,
(Leiden: E.J.Brill, 1981).
Umar Asasuddin Sokah, “Sultan Akbar Pembangun Kerajaan
Islam Mongol”, dalam Majalah Al-Jamiah IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 1999.

172 — Sejarah Kebudayaan Islam


BAB VI
KEBANGKITAN ISLAM

A. Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu memahami upaya-upaya umat
islam untuk bangkit dari ketertinggalan sebagai akibat
intervensi asing dan rendahnya intelektualitas dan keimanan.

B. Peta Konsep

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 173


C. Serambi
Seiring perjalanan waktu, muncul kesadaran umat
Islam akan eksistensi diri. Jika sebelumnya mereka berposisi
sebagai subordinat kekuasaan asing yang senantiasa
menyuarakan kegetiran arus bawah, maka kemudian kesadaran
itu muncul. Oleh sebab itu, di berbagai belahan dunia,
komunitas muslim berusaha menemukan jati dirinya dengan
berbagai aktivitas yang menyertai, mulai dari gerakan politik
sampai kepada gerakan ekonomi, dan intelektual.

D. Materi
Pembelajaran
1. Pendahuluan
Peradaban umat Islam menjadi bagian penting dari
sejarah dunia. Fakta tersebut tidak hanya melibatkan
komunitas yang mendiami gurun pasir dan gersang di wilayah
Asia Barat, namun pada hakekatnya Islam terus berkembang,
menerobos kekuatan politik, budaya, dan realitas sosial yang di
hadapinya dibelahan dunia manapun. Dengan demikian,
sejarah Islam menjadi kompleks dan teramat luas untuk dikaji.
Dalam setiap perjumpaan antara Islam dan budaya
lokal yang dihadapi menghasilkan tradisi dan budaya baru yang
unik. Pada titik temu inilah, berbareng dengan dukungan
kekuatan politik, Islam besar dan mengalami puncak kejayaan.
Memincam istilah Lombard, menyebutkannya dengan; The
Golden Age. Dalam kurun

174 ~ Sejarah Kebudayaan Islam


waktu yang lama, ia berhasil menciptakan tata dunia baru,
berdasarkan nilai-nilai keislaman. Namun demikian, fakta
sejarah tidak menutup diri, bahwa konflik tetap menjadi bagian
penting dari sejarah panjang tersebut.
Catatan singkat berikut ini, menjelaskan tentang
sejarah kebangkitan di Negara-negara Islam (berpenduduk
Islam) di benua Asia dan Afrika, pasca kolonilisasi Barat.
Terlebih lagi, setelah denting lonceng ”konflik” antara Islam
dan Barat mulai ditabuh pada tanggal 11 September 2001.
Dengan demikian, tulisan ini menemukan momentumnya,
untuk mendudukkan fakta sejarah pada proporsinya sehingga
mengeliminir benturan peradaban yang sangat mungkin
terjadi.

2. Sketsa Kemunduran Islam


Seperti banyak diketahui bahwa Islam merupakan
jembatan emas bagi kemajuan Barat saat ini. Islam memberikan
sumbangan pengetahuan yang tak ternilai bagi Barat, sehingga
mereka bisa memahami pemikiran- pemikiran pendahulunya
pada masa Yunani kuno. Islamlah yang berhasil
menerjemahkan dan menstranformasikan pegetahuan tersebut,
melalui tiga kota penting dalam peradaban Islam, yaitu
Baghdad, Kairo, dan Cordoba. Ketiga pusat pengetahuan inilah,
kajian ilmu pengetahuan dapat berkembang pesat. Namun pada
gilirannya kaum Nasrani dapat merebut kembali pengetahuan
berharga tersebut.

Sejarah Kebudayaan Islam — 175


Pada masa akhir kejayaan Islam di Andalusia (Spayol)
tepatnya pada tahun 609 H./1212 M kaum Nasrani melakukan
agresi besar-besaran ke Andalusia. Dengan dalih perang suci di
Eropa mereka menyerang Islam dipimpin oleh Alfonso VIII,
Raja Castile. Mereka menghimpun bantuan dari sekutunya
yang terdiri dari orang-orang Perancis, Jerman, Inggris dan
Itali. Serangan tersebut dihadapi oleh Khalifah al-Mansur
Billah bersama 600.000 tentara di Las Navas de Toloso (A I
‘Uqub) sekitar 70 mil di sebelah timur Cordova.
Dalam peperangan tersebut tentara Muwahhidun
mengalami kekalahan besar bahkan menyebabkan berakhirnya
kekuasaan Islam di Andalusia (633 H/1235 M). Maka, satu
persatu kekuasaan Islam di Andalusia jatuh ke tangan Nasrani
sehingga selama tahun 1238-1260 M mereka dapat menguasai
Valencia, Cordova, Murcia dan Seville. Sementara yang masih
dikuasai Islam hanya Granada dibawah kekuasaan Bani Al-
Ahmar yang mampu mempertahankannya selama dua setengah
abad (630-897 H/1233-1492 M) karena penguasa Granada
hanya terdiri dari satu etnis yaitu etnis Arab di Andalusia yang
melarikan diri dan berkumpul di bawah kekuasaan Bani
Ahmar.1 Sementara itu penguasa Islam merasa puas dengan
menerima upeti dan tidak melakukan Islamisasi secara
sempurna,

1
Philip K. Hitti, History of The Arabs, (London: The Macmillan Press, 1974) hlm. 531-
534.

176 — Sejarah Kebudayaan Islam


bahkan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan
adat kebiasaan kaum Nasrani. Sementara kehadiran bangsa
Arab menimbulkan rasa iri dan membangkitkan rasa
kebangsaan bangsa Andalusia yang Kristen. 2 Disamping itu,
loyalitas militer Islam sebagai tentara bayaran sangat diragukan
karena kedisiplinan mereka mengikuti perintah atasan
disesuaikan dengan siapa yang membayar lebih tinggi sehingga
perpecahan sesama umat Islam baik sebagai anggota
masyarakat maupun sebagai penguasa tidak dapat dihindarkan.
Penguasa Bani Ahmar, Maula Ali Abi al Hasan merasa
cemas dengan unifikasi dua kerajaan Castile dan Aragon.
Akibatnya, terjadi perang dingin dengan kaum Nasrani.
Dengan menghentikan pembayaran upeti terhadap Ferdinand
disampaikan ucapan yang sangat menyakitkan seperti:
“Sesungguhnya para sultan Granada terdahulu yang membayar
upeti itu sudah mati dan lembaga pencetakan uang di Granada
tidak lagi mencetak uang, tetapi hanya memproduksi senjata”.
Bahkan setelah ucapan itu dilakukan disusul dengan serangan
sporadis ke benteng al- Sakhra yang sudah dikuasai oleh kaum
Nasrani. Serangan tersebut mendapat pukulan dari mereka dan
salah satu dari panglimanya dapat menguasai benteng al-
Hamrah yang sudah mendekati kota Granada yang akhirnya
menjadi

2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1993), hlm.
107.

Sejarah Kebudayaan Islam — 177

basis penyerangan selanjutnya. Maulana Ali Abi al-Hasan


sendiri meninggal karena diracun oleh anaknya sendiri,
Abdullah dan kekuasaan Granada dipegang oleh saudaranya
Abu Abdullah al- Zaghl. Abdullah yang terkenal dengan nama
Buabdil berusaha merintangi upaya pamannya yang berupaya
mempertahankan Granada. Ketika itu kaum Nasrani semakin
mendekati dan mengepung wilayah Granada sehingga satu
persatu benteng-benteng Granada jatuh ke tangan Nasrani
seperti benteng Rondah dan benteng Malaga di bagian barat
Granada. Perlawanan pasukan al-Zaghl terhadap pasukan
Ferdinand cukup kuat sehingga kemenangan dan kekalahan
silih berganti bagi masing-masing pihak. Namun, ketika
pasukan Ferdinand datang dengan kekuatan yang sangat besar
maka al-Zaghl terpaksa menyerahkan diri di bentengnya yang
terakhir di Almeri. Pertahanan dan kekuasaan selanjutnya
dilanjutkan oleh putera saudaranya yaitu Abdullah Ibn Abu
Hasan yang mendapat peringatan keras dari Ferdinand agar
segera menyerah dengan berbagai persyaratan yang telah
dipersiapkannya, tetapi Abdullah minta tuntutan itu
ditangguhkan. Ferdinand menolak dan segera menyerang agar
segera dapat menguasai Granada dari arah timur. 3
Abdullah maju ke medan tempur sebagai panglima
perang yang gagah berani. Ia menegaskan sikapnya

3
Philip K. Hitti, History of The Arabs, The Macmillan Press, London, 1974,
hlm.551.

178 — Sejarah Kebudayaan Islam


yang pantang mundur kepada utusannya yang dikirim
menghadap Ferdinand. Jika Ferdinand ingin mengambil senjata
dari kaum muslim, silahkan datang sendiri untuk merebutnya
dari tangan mereka. Pada tahun 895 H/1490 M, Ferdinand
mengirim pasukannya untuk menghancurkan pasukan Islam,
tetapi Abdullah bersama pasukannya langsung terjun ke medan
pertempuran dengan gagah berani. Penduduk Granada pun
datang membantu pasukan Islam sehingga kemenangan berada
di pihak kaum muslim dan beberapa benteng dapat direbut
kembali. Pada tahun 896 H/1491 M Ferdinand bersama Isabella
melibatkan diri bersama 50.000 personil dengan
mendengungkan perang suci. Ketika mendekati pintu gerbang
Granada, panglima Musa menegaskan kepada pengawal pintu
bahwa kita akan menutup pintu dengan jasad kita bertempur
untuk mempertahankan tanah yang kita injak masing- masing.
Karena jika tanah ini kita lepas akan kehilangan segalanya.
Seruan ini membangkitkan semangat tempur pasukannya,
sehingga Ferdinand mendapat kesulitan dalam mengalahkan
pasukan kaum muslim. Tetapi, ia mengepung dan memblokade
pasukan Islam agar kelaparan. Apalagi di musim dingin yang
penuh salju telah tiba (bulan Desember 1491 M) sehingga
keadaan kaum muslim menjadi kritis. Abdullah menyerah atas
desakan penduduk Granada yang kelaparan dan kedinginan.
Sedangkan panglima Musa menolak untuk menyerah dan terus
bertempur melawan

Sejarah Kebudayaan Islam — 179


pasukan Ferdinand, dan akhirnya mati terbunuh. Abdullah
bersama keluarganya pindah ke Maroko dan tinggal di kota
Faz. Granada pada tanggal 2 Januari 1492 M dapat dikuasai
kaum Nasrani dengan masuknya pasukan Castile. Dengan
demikian, “Salib telah menyingkirkan bulan sabit”. 4

3. Agresi Kolonial Barat


Masa ini dimulai pada awal abad kesembilan belas
(1800 M) ketika Eropa mendominasi dunia. Dalam abad ke 19
dan awal abad ke 20, didorong oleh kebutuhan ekonomi
industri terhadap bahan-bahan baku dan pemasarannya, dan
juga oleh kompetisi politik dan ekonomi satu sama lain,
negara-negara Eropa menegakkan kerajaan teritorial dunia.
Belanda menjajah Indonesia; Rusia mengambil Asia Dalam;
Inggris mengkonsolidasi kerajaan mereka di India dan Afrika,
dan mengontrol sebagian Timur Tengah, Afrika Timur, Nigeria
dan sebagian Afrika Barat. Pada permulaan abad ke 20
kekuatan Eropa hampir menguasai seluruh dunia Islam. 5
Dengan didukung oleh pertumbuhan produksi pabrik dalam
skala dan perubahan yang besar serta dengan metode
komunikasi ditandai dengan ditemukannya kapal uap, kereta
api, dan telegrap, Eropa telah siap untuk melakukan ekspansi
perdagangan. Kesemuanya ini diiringi

4
Ibid., hlm. 554-555.
5
Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies, (Cambridge: Cambridge University Press,
1988), hlm. 551.

180 — Sejarah Kebudayaan Islam


dengan peningkatan kekuatan angkatan bersenjata dari negara-
negara besar Eropa; akibatnya Aljazair menjadi negara Arab
pertama yang ditaklukkan oleh Perancis (1830-1847 M).
Negeri-negeri Islam dan masyarakatnya pada waktu itu tidak
lagi hidup dalam keadaan stabil serta tidak mapan sistem
kebudayaannya, sehingga keperluan mereka yang mendesak
adalah bagaimana menggerakkan kekuatan agar selamat dari
dominasi bangsa lain. Kerajaan Utsmaniyah misalnya, harus
mengadopsi metode-metode baru dalam pengorganisasian
militer, administrasi dan kode- kode hukum pola Eropa, dan
begitu juga yang dilakukan oleh dua penguasa otonomi dari
propinsi kerajaan tersebut, Mesir dan Tunisia.6
Di berbagai ibukota dari pemerintahan yang
melakukan reformasi ini, serta di berbagai pelabuhan yang
tumbuh sebagai akibat dari ekspansi perdagangan Eropa, aliansi
baru dari pihak-pihak yang berkepentingan dibentuk antara
pemerintah dan para pedagang asing dan juga terjadi
perdagangan Eropa oleh tuan-tuan tanah dan para pedagang
lokal. Namun, itu merupakan perdagangan yang tidak
seimbang, ditambah lagi dengan jatuhnya Mesir dan Tunisia di
bawah kontrol Eropa kemudian diikuti oleh Maroko dan Libya.
Kerajaan Utsmaniyah juga kehilangan

6
Albert Houroni, A History of the Arab People, (Massachusset: Belknap Press of Harvard
University, 1991), hlm. 263.

Sejarah Kebudayaan Islam — 181

hampir seluruh propinsi yang ada di Eropa, dan menjadi negeri


yang lebih mirip dengan Turki Arab.
Sementara agama dan kebudayaan hukum Islam terus
dipertahankan, pemikiran-pemikiran baru mulai bermunculan
yang mencoba untuk menjelaskan sebab- sebab kekuatan Eropa
dan mengusulkan negeri-negeri Islam agar dapat mengadopsi
ide-ide Eropa tanpa kehilangan identitas dan kepercayaan diri.
Sebagian besar dari mereka adalah para lulusan sekolah-sekolah
yang dibangun oleh pemerintah baru tersebut atau oleh para
misionaris asing. Dan mereka dapat mengekspresikan ide-ide
melalui media massa seperti surat kabar dan jurnal. Ide-ide
mereka yang dominan adalah melakukan reformasi terhadap
hukum Islam; membentuk basis baru dari kerajaan
Utsmaniyah, persamaan hak kewarga-negaraan; dan di akhir
abad ke sembilan belas nasionalisme. Terpisah dari kejadian
penting yang langka, ide-ide baru ini jarang menyentuh
kehidupan rakyat di pedesaan dan padang pasir. 7 Menurut
Philip K. Hitti,8 pada abad ke 18 orang Eropa sudah memiliki
kesadaran renaissance yang tinggi, sedangkan Turki
Utsmaniyah sedang mengalami kemunduran kekuasaan karena
kemerosotan moral dan korupsi melanda mereka pada paruh
kedua abad ke 18, sehingga negara-negara Barat seperti Rusia,
Austria, Perancis, dan Inggris mulai melirik

7
Ibid., hlm. 264.
8
Philip K. Hitti, History of The Arabs, hlm. 717.

182 — Sejarah Kebudayaan Islam

daerah jajahan Utsmaniyah. Pada masa itu mereka disebut the


Sick Man of Europe.9
Perang dunia pertama diakhiri dengan lenyapnya
Kerajaan Utsmaniyah dan ditandai dengan kemunculan Turki
sebagai negeri yang independen. Namun, provinsi- provinsi
Arabnya hidup di bawah kontrol Inggris dan Perancis.
Keseluruhan negeri - negeri Arab sekarang berada di bawah
pemerintahan Eropa, kecuali bagian Arab peninsula. Kontrol
asing membawa perubahan administrasi dan kemajuan
pendidikan, juga menumbuhkan nasionalisme, terutama di
kalangan masyarakat yang berpendidikan. Penempatan Yahudi
oleh pemerintahan Inggris di Palestina juga menimbulkan
situasi yang menyentuh rasa nasionalisme di dalam negeri-
negeri Arab.10 Usaha-usaha awal untuk menemukan kembali
kekuatan pemerintahan kerajaan ditandai dengan revolusi
Perancis dan kemudian oleh Napoleon, serta kekuatan Eropa
lain, yang menggoncang Eropa dari tahun 1792 sampai 1815
dan diteruskan oleh tentara-tentara Eropa kemana saja mereka
bergerak atau berlayar. Tentara Perancis, Rusia dan Austria
dalam waktu yang berbeda menguasai bagian-bagian provinsi
Utsmaniyah di Eropa. Untuk pertama kali, kekuatan laut
Inggris dan Perancis muncul di Mediterranian Timur. Pada
tahun 1798

9
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I, (Jakarta : UI- Press,
1985), hlm. 88.
10
Albert Hourani, A History of the Arab People, hlm. 264.

Sejarah Kebudayaan Islam — 183

sebuah ekspedisi Perancis dikomandoi Napoleon menduduki


Mesir sebagai akibat perang dengan Inggris; Perancis
menguasai Mesir selama 3 tahun, dan mencoba untuk maju ke
Syria. Namun, dipaksa mundur oleh aliansi Inggris dan
Kerajaan Utsmaniyah.11 Hal di atas merupakan episode pendek,
dan urgensi oleh sebagian ahli sejarah diragukan; sementara
ahli sejarah yang lain tetap memandangnya sebagai pembukaan
era baru di Timur Tengah. Episode ini merupakan incursi besar
pertama dari kekuatan Eropa ke dalam sentral kota di dunia
Islam. Ahli sejarah Islam Al Jabarti yang hidup di Kairo ketika
itu merekam impact yang ditimbulkan oleh para invader
tersebut secara panjang lebar dan detail, dan dengan gambaran
discrepancy yang ada pada kedua belah pihak serta
ketidaksiapan para penguasa Mesir untuk menghadapi
tantangan tersebut. Ketika berita tentang kedatangan Perancis
di Alexandria sampai ke tangan para pimpinan Mamluk di
Kairo, Jabarti menjelaskan bahwa mereka tidak
memperdulikannya: “Terlalu mengandalkan kekuatan mereka
dan se-sumbar bahwa jika seluruh the Franks datang, mereka
pasti akan dapat dikalahkan, dan Mamluk akan
menghancurkannya di bawah telapak kaki kuda mereka.” Akan
tetapi, yang terjadi sebaliknya Mamluk kalah, panik, dan
kucar-kacir12 Dengan berakhirnya perang Napoleon, kekuatan
dan pengaruh Eropa meluas lebih

11
Ibid., hlm. 265.
12
Ibid., hlm. 285.

184 — Sejarah Kebudayaan Islam


jauh. Pengadopsian teknik-teknik baru dalam manufacture
dan pengorganisasian industri memberikan dorongan akibat
dari kebutuhan dan energi yang dilepaskan oleh peperangan-
peperangan tersebut. Karena perang telah berakhir dan
perdagangan dapat bergerak dengan bebas, dunia menjadi
terbuka terhadap kapas yang murah, baju- baju wool dan
barang-barang metal yang diproduksi oleh Inggris, Perancis,
Belgia, Swiss, dan Jerman Barat. Pada tahun 1830-an dan 1840-
an terjadi revolusi dalam bidang transportasi dengan
ditemukannya kapal uap dan kereta api. Sebelumnya,
transportasi, terutama lewat darat sangat mahal, lambat, dan
penuh resiko. Sekarang menjadi cepat dan handal serta
proporsi yang timbul dalam total harga barang menjadi kecil;
sehingga memungkinkan untuk memindahkan barang-barang
lux dalam jumlah besar ke pangsa pasar yang besar dan dalam
jarak yang jauh. Arus komunikasi dapat bergerak dengan cepat
sehingga memungkinkan pertumbuhan pasar uang
internasional: Bank-bank, pertukaran barang, dan mata uang
dihubungkan dengan poundsterling. Keuntungan perdagangan
dapat diinvestasikan untuk menggerakkan aktivitas produksi
yang baru. Di belakang para pedagang dan pelayar berdiri
kekuatan angkatan bersenjata dari negara-negara Eropa.13
Berkaitan dengan perubahan-perubahan tersebut adalah
pertumbuhan populasi yang terus meningkat antara tahun
13
Ibid., hlm. 266.

Sejarah Kebudayaan Islam — 185


1800 dan 1850. Populasi Great Britain meningkat dari 16
menjadi 27 juta, dan keseluruhan Eropa meningkat sekitar
50%. Dengan demikian, London menjadi kota terbesar di dunia
dengan populasi 2,5 juta pada tahun 1850 M. Pertengahan abad
ini lebih dari separuh penduduk Inggris adalah urban.
Konsentrasi di perkotaan ini menyediakan tenaga untuk
industri dan angkatan bersenjata, serta pertumbuhan pasar
domestik untuk produksi pabrik.14
Gaung ekspansi energi dan power Eropa ini terasa di
seluruh penjuru dunia. Antara tahun 1830-an dan 1860-an
kapal uap secara reguler menghubungkan pelabuhan Selatan
dan Timur Mediterranian dengan London dan Liverpool,
Marseille dan Trieste. Tekstil dan barang-barang logam
mendapatkan pasar yang besar dan berkembang. Ekspor Inggris
ke negeri-negeri Mediterranian Timur meningkat 800% dalam
harga antara 1815 dan 1850; pada saat itu Badui Syria telah
memakai baju yang terbuat dari katun Lancashire. Pada saat
yang sama, kebutuhan Eropa terhadap bahan baku
meningkatkan produksi tanaman untuk dijual dan di ekspor;
ekspor gandum terus meningkat walau tidak sehebat gandum
Rusia, Minyak olive Tunisia sangat di butuhkan untuk
pembuatan sabun, sutera Libanon untuk pabrik di Lyon dan
kapas mesir untuk pabrik di Lancashire. 15

14
Ibid., hlm. 267.
15
Ibid.

186 ~ Sejarah Kebudayaan Islam


Menghadapi ledakan energi Eropa, negara Arab, sama
halnya dengan Asia dan Afrika, tidak dapat menggerakkan
kekuatan yang seimbang. Populasi tidak banyak berubah
semenjak pertengahan abad ke sembilan belas. Wabah penyakit
sedikit telah dikontrol, paling tidak di daerah pinggir kota,
sejak diperkenalkannya sistem karantina ala Eropa. Namun,
penyakit kolera datang dari India. Negeri- negeri Arab belum
memasuki era perkeretaapian kecuali sebagian kecil mulai di
Mesir dan Aljazair; komunikasi lokal buruk dan sering terjadi
kelaparan.16 Dengan kekuatan baru, bukan hanya Perancis dan
Rusia bahkan negara-negara Eropa secara umum mulai
mencampuri hubungan antara sultan dan rakyatnya yang
Kristen. Tahun 1808 Serbia berontak melawan pemerintah
lokal kerajaan Utsmaniyah, hasilnya dengan pertolongan
Eropa, negara otonomi Serbia berdiri tahun 1830. Di Jazirah
Arab, pelabuhan Aden diduduki oleh Inggris dan India pada
tahun 1839, dan menjadi pelabuhan untuk rute ke India. Pada
tahun 1830 Perancis mendarat di pantai Aljazair dan
menjajahnya.17

4. Penetrasi Barat Terhadap Dunia Islam


Pengaruh Eropa terhadap dunia Islam menyadarkan
para pemimpin Kerajaan Utsmaniyah untuk mengadakan
perubahan. Begitu pun pada masa Sultan Mahmud II pada

16
Ibid., hlm. 268.
17
Ibid., hlm. 269.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 187


tahun 1820-an, sejumlah kecil para pejabat yang menyadari
perlu adanya perubahan mengambil keputusan-keputusan yang
cukup penting. Kebijaksanaan baru mereka adalah
membubarkan tentara lama dan menciptakan yang baru
dengan para pelatih yang didatangkan dari Eropa. Dengan
tentara ini sangat di mungkinkan secara perlahan untuk
mendirikan kontrol yang langsung terhadap beberapa provinsi
di Eropa dan Anatolia, Irak dan Syria, serta Tripoli di Afrika.
Keinginan tersebut bukan hanya untuk mengem- balikan
kekuatan pemerintah namun juga untuk melakukan peng-
organisasian dengan cara yang baru. Keinginan ini diwujudkan
dengan mengumumkan piagam Gulhane yang dikeluarkan
pada tahun 1839.18
Di Kairo, sepeninggal tentara Perancis, kekuasaan
diambilalih oleh Muhamad Ali (1805-48), orang Turki dari
Macedonia yang dikirim oleh Keraj aan Utsmaniyah melawan
Perancis. Dia mengumpulkan kekuatan penduduk kota,
menghancurkan rivalnya, dan memproklamirkan dirinya
sebagai gubernur. Dalam usaha melakukan pembaharuan dia
melatih sejumlah perwira, dokter dan pejabat di sekolah-
sekolah baru dan dikirim ke Eropa. Di dalam negeri,
Muhammad Ali melakukan kontrol terhadap seluruh hasil
pertanian, mengambil pajak dan harta-harta wakaf. Dia juga
memaksa petani untuk menanam kapas, membelinya

18
Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies, hlm. 561.

188 ~ Sejarah Kebudayaan Islam


dengan harga yang telah ditentukan dan menjualnya kepada
eksportir di Alexandria.19
Di Tunisia juga ada perubahan di bawah rezim Ahmad
Bey (1837-55), yang mempunyai kekuasaan sejak awal abad ke
18. Pemimpinnya adalah kelompok Turki dan Mamluk yang
dilatih dengan cara modern. Cikal bakal tentara yang baru
dibentuk, administrasi dan perpajakan diperluas, hukum-
hukum baru dikeluarkan, dan pemerintah berusaha melakukan
monopoli terhadap barang-barang tertentu. Penerusnya
kemudian, di tahun 1857, memproklamirkan reformasi dalam
bidang keamanan, kebebasan sipil, aturan perpajakan, hak-hak
Yahudi dan bangsa asing untuk memiliki tanah dan kontrol
terhadap semua kegiatan ekonomi.20 Di bawah pemerintahan
Abd ul Azis, Turki Utsmaniyah secara pasti kehilangan
wilayah- wilayahnya yang amat penting Antara lain dengan
berdirinya kerajaan Rumania pada tahun 1866. 21 Pada tahun
1877, Rusia mengumumkan perang terhadap Turki
Utsmaniyah, dan pada bulan Juli tahun itu juga Jenderal Gurko
dari Rusia menyeberangi Danube dan maju ke Balkan, dan
terus menduduki Andrianopel pada bulan Januari 1878.
Sementara Itali berhasil merebut Tripoli pada tahun 1912,

19
Ibid., hlm. 559.
20
Albert Hourani, A History of the Arab People, hlm., 274.
21
Carl Brockelman, Tarikh al-Syu’ub al-Islamiyyah, Jilid II penerjemah:
Nabih Amin Faris dan Munir al Ba’labaki (Beirut: Dar Ilmi lil Malayin, 1961), hlm. 369.

Sejarah Kebudayaan Islam — 189


dan pada tahun yang sama Balkan mengumumkan perang
melawan Turki Utsmaniyah.22 Pada waktu perang dunia I
pecah, Turki yang bergabung dengan Jerman, turut mengalami
kekalahan. Dengan kekalahan ini, negara- negara Eropa yang
selama ini berada dalam kekuasaannya otomatis terlepas
menjadi negara merdeka. Berdasarkan perjanjian Sevres
diumumkan bahwa Hijaz diakui sebagai negara merdeka. Syria
dan Lebanon dinyatakan sebagai mandat Perancis. Irak,
Palestina dan Trans Jordan sebagai mandat Inggris. 23 Di timur,
Persia menjadi rebutan antara Inggris dan Rusia untuk
beberapa lama waktu lamanya tanpa ada satupun yang berhasil
menjajahinya, sehingga ayah Reza Pahlevi memaklumkan
kemaharajaan Iran pada tanggal 15 Desember 1925.
Kendatipun secara teritoral Iran merupakan negara merdeka, di
bidang perekonomian dan industri sangat menggantungkan diri
pada bantuan Inggris dan Perancis. Pemerintah Persia tahun
1872 memberikan konsesi kepada Perancis untuk mengontrol
mendapatkan bea cukai selama dua puluh empat tahun. Sebuah
monopoli terhadap konstruksi rel kereta api dan tram, hak-hak
eksklusif penambangan mineral dan metal, membangun kanal
dan irigasi, dan hak-hak refusal yang pertama dalam bank-bank
nasional, jalan-jalan, telegraph dan pabrik-pabrik sebagai
pembayaran kembali terhadap hak royalti dan bagi
22
Ibid., hlm. 385.
23
Ibid., hlm. 452.

190 — Sejarah Kebudayaan Islam


hasil dengan keluarga Shah. Tahun 1889 Bank Imperial Iran
didirikan dengan bantuan Inggris, sebagai imbalannya 1890
perusahaan Inggris memonopoli industri tembakau Iran
termasuk penjualan domestik dan impor. Sedangkan Rusia
mencari keuntungan ekonominya melalui industri
penangkapan ikan di Kaspia (1888) dan Bank diskon Iran
dibentuk di bawah sponsor Rusia tahun 1890-an. Rusia menjadi
investor peminjam utama terhadap Shah.24 Berbeda dengan
daerah-daerah lain, Persia dapat bertahan sehingga tidak ada
yang dapat menaklukkannya; meskipun demikian, Inggris,
Perancis, dan Rusia saling berebut pengaruh. Bagi Inggris,
daerah ini penting untuk mempertahankan kekuasaannya di
India. Demikian pula bagi Rusia sangat berarti untuk
melangsungkan hubungannya dengan Asia Tengah. 25 Berbeda
dengan Persia, Afganistan sejak semula memang merupakan
negara merdeka yang gigih mempertahankan dunia Islam dari
ancaman Inggris maupun Rusia. Upaya Inggris untuk menjajah
negeri ini berakhir dengan kegelapan dan kekalahan besar yang
menyebabkan mereka menghentikannya pada tahun 1919 M.
Kegagalan yang serupa ini dialami oleh Rusia yang mencoba
menarik Afganistan masuk ke dalam Republik Soviet Sosialis.
Paham komunis yang dianut oleh Soviet membuat Afganistan

24
Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies, hlm 561.
25
P.M. Holt, dkk. (Ed.), The Cambridge History of Islam, Vol. I B,(London: Cambridge
University Press, 1970), hlm. 687.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 191


enggan untuk bergabung.26 Dari uraian di atas, dapat ditarik
gambaran bahwa pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 dunia
Islam hampir seluruhnya berada dalam koloni Barat, kecuali
Hijaz, Persia, dan Afganistan. Dunia Islam lainnya yang
membentang dari Maroko hingga Indonesia merupakan negeri-
negeri kolonial yang dijadikan “sapi perahan” untuk
kemakmuran bangsa Barat.

5. Kebangkitan Islam: Sebuah Pertanggungjawaban


Sejarah
Dunia Islam abad XX ditandai dengan kebangkitan dari
kemunduran dan kelemahan secara budaya maupun politik
setelah kekuatan Eropa mendominasi mereka. Eropa bisa
menjajah karena keberhasilannya dalam menerapkan strategi
ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengelola berbagai
lembaga pemerintahan. Negeri-negeri Islam menjadi jajahan
Eropa akibat keterbelakangan dalam berbagai aspek kehidupan.
Terjadinya penetrasi kolonial Barat disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Di satu
sisi kekuatan militer dan politik negara-negara muslim
menurun, perekonomian mereka merosot sebagai akibat
monopoli perdagangan antara timur dan barat tidak lagi di
tangan mereka. Di samping itu pengetahuan di dunia muslim
dalam kondisi stagnasi. Tarekat-tarekat di liputi oleh suasana
26
Carl Brockelman, Tarikh al-Syu’ubal-Islamiyyah, hlm. 507.

192 — Sejarah Kebudayaan Islam


khurafat dan supertisi. Umat Islam dipengaruhi oleh sikap
fatalistik.27 Pada sisi yang lain, Eropa dalam waktu yang sama
menggunakan metode berpikir rasional, dan disana tumbuh
kelompok intelektual yang melepaskan diri dari ikatan- ikatan
Gereja; Barat memasuki abad renaisanse. Sementara dalam
bidang ekonomi dan perdagangan mereka telah mengalami
kemajuan pesat dengan ditemukannya Tanjung Harapan
sebagai jalur perdagangan maritim langsung ke Timur,
demikian pula penemuan benua Amerika. Dengan dua temuan
ini Eropa memperoleh kemajuan dalam dunia perdagangan
karena tidak bergantung lagi kepada jalur lama yang dikuasai
umat Islam.28
Pada permulaan abad ini tumbuh kesadaran
nasionalisme hampir di semua negeri muslim yang
menghasilkan pembentukan negara-negara nasional. Tetapi
persoalan mendasar yang dihadapi adalah keterbelakangan
umat Islam, terutama menyangkut kemampuan menguasai dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai alat
paling penting dalam mempertahankan hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, tanpa mengenyampingkan agama,
politik, dan ekonomi. Upaya ke arah itu tidak lepas dari
pembaharuan pemikiran yang dapat mengantarkan Islam
terlepas dari cengkeraman kolonialisme Barat.
27
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, hlm. 88.
28
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 169-170.

Sejarah Kebudayaan Islam ~ 193


a. Dunia Islam Abad XX
Keunggulan-keunggulan Barat dalam bidang industri,
teknologi, tatanan politik, dan militer tidak hanya
menghancurkan pemerintahan negara-negara muslim yang ada
pada waktu itu, tetapi lebih jauh dari itu, mereka bahkan menjajah
negara-negara muslim yang ditaklukkannya, sehingga pada
penghujung abad XIX hampir tidak satu negeri muslim pun yang
tidak tersentuh penetrasi kolonial Barat. Sebagaimana diketahui
bahwa pada tahun 1798 M, Napoleon Bonaparte menduduki
Mesir. Walaupun pendudukan Perancis itu berakhir dalam tiga
tahun, mereka dikalahkan oleh kekuatan Angkatan Laut Inggris,
bukan oleh perlawanan masyarakat muslim. Hal ini menunjukkan
ketidakberdayaan Mesir —salah satu pusat Islam— untuk
menghadapi kekuatan Barat.
Sejak Napoleon menduduki Mesir, umat Islam mulai
mera-sakan dan sadar akan kelemahan dan kemundurannya,
sementara mereka juga merasa kaget dengan kemajuan yang telah
dicapai Barat. Gelombang ekspansi Barat ke negara- negara
muslim yang tidak dapat dibendung itu memaksa para pemuka
Islam untuk mulai berpikir guna merebut kembali kemerdekaan
yang dirampas. Salah seorang tokoh yang pikirannya banyak
mengilhami gerakan-gerakan kemerdekaan adalah Sayyed
Jamaluddin Al Afghani. Ia dilahirkan pada tahun 1839 di
Afghanistan dan meninggal

194 — Sejarah Kebudayaan Islam


di Istambul 1897.29 Pemikiran dan pergerakan yang dipelopori
Afghani ini disebut Pan-Islamisme, yang dalam pengertian luas
berarti solidaritas antara seluruh muslim di dunia
internasional. Tema perjuangan yang terus menerus
dikobarkan oleh Afghani dalam kesempatan apa saja adalah
semangat melawan kolonialisme dengan berpegang kepada
tema-tema ajaran Islam sebagai stimulasinya. Diskursus tema-
tema itu antara lain di seputar: Perjuangan melawan
absolutisme para penguasa; Melengkapi sains dan teknologi
modern; Kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya; Iman
dan keyakinan aqidah; Perjuangan melawan kolonial asing;
Persatuan Islam; Menginfuskan semangat perjuangan dan
perlawanan kedalam tubuh masyarakat Islam yang sudah
separoh mati; dan Perjuangan melawan ketakutan terhadap
Barat.30 Disamping Afghani, terdapat dua orang ahli pikir Arab
lainnya yang telah mempengaruhi hampir semua pemikiran
politik Islam pada masa berikutnya. Dua pemikir itu adalah
Muhammad Abduh (1849-1905) dan Rasyid Ridha (1865 -
1935). Mereka sangat dipengaruhi oleh gagasan-gagasan guru
mereka yakni Afghani, dan berkat mereka berdualah pengaruh
Afghani diteruskan untuk mempengaruhi perkembangan
nasionalisme Mesir. Seperti halnya Afghani dan Abduh, Ridha
percaya bahwa Islam

29
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan
Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991). Hlm. 51.
30
Ibid. hlm 52-57.

Sejarah Kebudayaan Islam — 195


bersifat politis, sosial dan spiritual. Untuk membangkitkan
sifat-sifat tersebut, umat Islam mesti kembali kepada Islam
yang sebenarnya sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi dan
para sahabatnya atau para salafiah. Untuk menyebarkan
gagasan-gagasannya ini Ridha menuangkannya dalam bingkai
tulisan-tulisan yang terakumulasi dalam majalah Al Manar
yang dipimpinnya.
Di daratan Eropa, Syakib Arsalan selalu memotori
gerakan-gerakan guna kemerdekaan Arab. Misi Arsalan adalah
meng-internasionalisasikan berbagai masalah pokok yang
dihadapi negara-negara muslim Arab yang berasal dari
kekuasaan negara-negara Barat; dan menggalang pendapat
seluruh orang Islam Arab sehingga membentuk berdasarkan
ikatan keislaman, mereka dapat memperoleh kemerdekaan dan
memperbaiki tata kehidupan sosial yang lebih baik. 31
Sementara pimpinan masyarakat Druze dan pembesar
Utsmaniyah yang mengasingkan diri ke Eropa setelah Istambul
diduduki Inggris menyebarluaskan propagandanya melalui
berbagai penerbitan berkala, diantaranya melalui jurnal La
Nation Arabe yang dicetak di Annemasse Prancis.
Meskipun pada awalnya Arsalan mengambil alih
konsep-konsepPan-Islamismenya Afghani karena merasakan
perlunya pembaharuan dalam masyarakat, namun dalam
praktiknya, ia lebih menitikberatkan perjuangannya pada

31
William I. Cleveland, Islam Menghadapi Barat; Riwayat Syakib Arsalan dan Seruan
Nasionalisme Islam, penerjemah: Ahmad Niamullah Muiz, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), hlm. 92.

196 — Sejarah Kebudayaan Islam


Pan-Arabisme.32 Gerakan perjuangan yang dilakukan oleh para
tokoh tersebut, walaupun belum mencapai hasil yang
diinginkan yakni kemerdekaan, namun gema pemikiran Islam
mereka sangat mewarnai era generasi selanjutnya, untuk
membebaskan negerinya dari penetrasi kolonial Barat.

b. Pembebasan Diri dari Kolonial Barat


Gerakan kemerdekaan yang dilakukan oleh umat Islam
selalu kandas ketika berhadapan dengan kolonialis Barat, tentu
saja , karena teknologi dan militer mereka jauh lebih maju dari
yang dimiliki umat Islam. Menurut Afghani, untuk
menanggapi tantangan Barat, umat Islam harus mempelajari
contoh-contoh darinya. Tentu saja tidak semua komunitas
Islam sependapat dengan yang dimaksud belajar atau berguru
kepada Barat. Para ulama tradisional tetap mempertahankan
corak non-kooperatifnya. Sementara putra-putra negeri jajahan
secara bergelombang belajar kepada penjajah atau di sekolah-
sekolah yang sengaja di adakan di negeri jajahannya. Dengan
demikian, terdapat dua kelompok pejuang kemerdekaan
dengan basisnya masing-masing. Ada yang sifatnya non-
kooperatif yang basisnya lembaga-lembaga pendidikan agama
—di Indonesia pesantren, sedang di Asia Tengah dan Barat
serta Afrika basisnya pada kelompok-kelompok tarekat— dan
32
Ibid., hlm. 19.

Sejarah Kebudayaan Islam — 197

yang bercorak kooperatif yaitu pakar terpelajar dengan


pendidikan Barat.
Pada pertengahan pertama abad XX terjadi perang
dunia kedua yang melibatkan seluruh negara kolonialis.
Seluruh daratan Eropa dilanda peperangan, di samping
Amerika, Rusia dan Jepang. Kecamuk perang ini di satu sisi
melibatkan Jepang, Hitler dengan Nazi Jermannya, dan
Mussolini dengan Fasis Italinya, dan di sisi lain terdapat
Inggris, Perancis, dan Amerika yang bersekutu, serta Rusia.
Konsekuensi atas terjadinya peperangan ini adalah ter-
pusatnya konsentrasi kekuatan militer di kubu masing- masing
negara, baik untuk keperluan ofensif maupun untuk defensif.
Pengkonsentrasian kekuatan militer tersebut mengakibatkan
ditarik dan berkurangnya kekuatan militer kolonialis di
negeri-negeri jajahan mereka. Dalam pada itu, negara muslim
tidak terlibat langsung dalam perang dunia kedua sehingga
pemikiran mereka waktu itu terkonsentrasi pada perjuangan
untuk kemerdekaan negerinya masing- masing, dan kondisi
dunia yang berkembang pada saat itu memungkinkan
tercapainya cita-cita luhur tersebut. Mulai saat itu negara-
negara muslim yang terjajah memproklamirkan
kemerdekaannya.
Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam
pada umumnya yang dikenal dengan gerakan pembaharuan
didorong oleh dua faktor yang saling mendukung,

198 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

yaitu pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing yang


dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam, dan menimba
gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari
Barat. Gerakan pembaharuan itu dengan segera juga memasuki
dunia politik, karena Islam memandang tidak bisa dipisahkan
dengan politik. Gagasan politik yang pertama kali muncul
adalah gagasan Pan Islamisme yang mula-mula didengungkan
oleh gerakan Wahabiyah dan Sanusiah. Namun, gagasan ini
baru disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir Islam
terkenal, Jamaluddin Al Afghani (1839-1897 M).33 Jika di Mesir
bangkit dengan nasionalismenya, di bagian negeri Arab lainnya
lahir gagasan nasionalisme Arab yang segera menyebar dan
mendapat sambutan hangat, sehingga nasionalisme itu
terbentuk atas dasar kesamaan bahasa. Demikianlah yang
terjadi di Mesir, Syria, Libanon, Palestina, Irak, Hijaz, Afrika
Utara, Bahrein, dan Kuweit. Di India, sebagaimana di Turki
dan Mesir gagasan Pan Islamisme yang dikenal dengan gerakan
Khilafat juga mendapat pengikut, pelopornya adalah Syed Amir
Ali (1848-1928 M). Gagasan itu tidak mampu bertahan lama,
karena terbukti dengan ditinggalkannya gagasan tersebut oleh
sebagian besar tokoh-tokoh Islam. Maka, umat Islam di anak
benua India ini tidak menganut nasionalisme, tetapi Islamisme
yang dalam masyarakat India dikenal dengan nama
komunalisme.
33
Ibid., hlm. 185-187.

Sejarah Kebudayaan Islam — 199

Sementara di Indonesia, partai politik besar yang


menentang penjajahan adalah Sarekat Islam (SI), didirikan pada
tahun 1912 di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto. Partai ini
merupakan kelanjutan dari Sarekat Dagang Islam (SDI) yang
didirikan oleh H. Samanhudi pada tahun 1911. Tidak lama
kemudian, partai-partai politik lainnya berdiri seperti Partai
Nasional Indonesia (PNI) didirikan oleh Soekarno (1927),
Pendidikan Nasional Indonesia (PNI- Baru), didirikan oleh
Muhammad Hatta (1931), Persatuan Muslimin Indonesia
(PERMI) yang baru menjadi partai politik pada tahun 1932,
dipelopori oleh Mukhtar Luthfi.34
Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan
berdirinya partai-partai politik merupakan modal utama umat
Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara
merdeka yang bebas dari pengaruh politik Barat. Dalam
kenyataannya, memang partai-partai itulah yang berjuang
melepaskan diri dari kekuasaan penjajah. Perjuangan mereka
biasanya teraplikasi dalam beberapa bentuk kegiatan, seperti
gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun dalam
bentuk bersenjata, demikian pula dalam bentuk pendidikan
dan propaganda yang tujuannya adalah mempersiapkan
masyarakat untuk menyambut dan mengisi kemerdekaan.
Adapun negara berpenduduk mayoritas muslim yang
pertama kali berhasil memproklamasikan kemerdekaannya
34
Ibid., hlm. 186-187.

200 — Sejarah Kebudayaan Islam

adalah Indonesia, yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945.


Indonesia merdeka dari pendudukan Jepang setelah Jepang
dikalahkan oleh tentara sekutu. Akan tetapi, rakyat Indonesia
harus mempertahankan kemerdekaannya itu dengan
perjuangan bersenjata selama lima tahun berturut- turut
karena Belanda yang didukung oleh tentara sekutu berusaha
menguasai kembali kepulauan ini.
Negara muslim kedua yang merdeka dari penjajahan
adalah Pakistan, yaitu pada tanggal 15 Agustus 1947 ketika
Inggris menyerahkan kedaulatannya di India kepada dua
Dewan Konstitusi, satu untuk India dan lainnya untuk
Pakistan —waktu itu terdiri dari Pakistan dan Bangladesh
sekarang. Di Timur Tengah, Mesir misalnya, secara resmi
memperoleh kemerdekaannya dari Inggris pada tahun 1922.
Akan tetapi, pada saat kendali pemerintahan dipegang oleh
Raja Farouk pengaruh Inggris sangat besar. Baru pada waktu
pemerintahan Jamal Abd al Nasser yang menggulingkan raja
Farouk 23 Juli 1952, Mesir menganggap dirinya benar- benar
merdeka. Mirip dengan Mesir, Irak merdeka secara formal
pada tahun 1932, tetapi rakyatnya baru merasakan benar-benar
merdeka pada tahun 1958. Sebelum itu, negara- negara sekitar
Irak telah mengumumkan kemerdekaannya seperti Syria,
Yordania, dan Libanon pada tahun 1946. Di Afrika, Libya
merdeka pada tahun 1951 M, Sudan dan Maroko tahun 1956
M, serta Aljazair merdeka pada tahun 1962 M yang
kesemuanya itu membebaskan diri dari

Sejarah Kebudayaan Islam — 201

Perancis. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Yaman Utara dan


Yaman Selatan, serta Emirat Arab memperoleh kemerdekaannya
pula. Di Asia Tenggara, Malaysia yang waktu itu merupakan
bagian dari Singapura mendapat kemerdekaan dari Inggris pada
tahun 1957, dan Brunei Darussalam baru pada tahun 1984 M. 35
Demikianlah satu persatu negara-negara muslim memer-
dekakan dirinya dari penjajahan. Bahkan beberapa di antaranya
baru mendapat kemerdekaan pada tahun-tahun terakhir, seperti
negara-negara muslim yang dahulunya bersatu dalam Uni Soviet,
yaitu Uzbekistan, Turkmenistan, Kirghistan, Kazakhstan,
Tajikistan, dan Azerbaijan baru merdeka pada tahun 1992, serta
Bosnia memerdekakan diri dari Yugoslavia pada tahun 1992. 36
Namun, sampai saat ini masih ada umat Islam yang berharap
mendapatkan otonomi sendiri, atau paling tidak menjadi penguasa
atas masyarakat mereka sendiri. Mereka itu adalah penduduk
minoritas muslim dalam negara-negara nasional, misalnya
Kasymir di India dan Moro di Filipina. Alasan mereka menuntut
kebebasan dan kemerdekaan itu adalah karena status sebagai
minoritas seringkali mendapatkan kesulitan dalam memperoleh
kesejahteraan hidup dan kebebasan dalam menjalankan ajaran
agama mereka.

35
Ibid., hlm. 188.
36
Ibid., hlm. 189.

202 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

E. Glosarium
1. Agresi Kolonial Barat.
Masuknya kekuasaan barat secara politik dengan menjadikan
negara-negara berpenduduk muslim mayoritas sebagai negara
jajahan.
2. Penetrasi Barat ke Dunia Islam.
Masuknya kekuasaan Barat dalam pemikiran, ilmu
pengetahuan dan teknologi ke dalam pemikiran umat Islam
di negara-negara berpenduduk muslim mayoritas.
3. Kebangkitan Dunia Islam.
Munculnya tokoh-tokoh aktif di negara-negara Islam yang
menyuarakan pentingnya menumbuhkan kembali harga diri
umat islam untuk meraih kejayaan Islam yang terpuruk
sebagai akibat kolonialisme dan penetrasi Baratn melalui
upaya politik, ekonomi, dan pemikiran
4. Pan-Islamisme.
Solidaritas antara seluruh muslim di dunia internasional
sebagaimana digagas oleh Jamaluddin al Afghani.

F. Tugas
1. Kognitif
a. Jelaskan faktor-faktor penyebab kemunduran Islam?
b. Jelaskan upaya umat Islam untuk bangkit kembali dari
kemunduran tersebut.

Sejarah Kebudayaan Islam — 203

2. Afektif
Diskusikan
Apa yang harus anda lakukan untuk meraih kembali kejayaan
Islam yang sudah tenggelam dalam beberapa abad?

G. Daftar Pustaka

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Radja Grafindo


Persada, 1995).
Brockelman Carl, Tarikh al-Syu’ub al-Islamiyyah, Jilid II
penerjemah: Nabih Amin Faris dan Munir al Ba’labaki
(Beirut: Dar Ilmi lil Malayin, 1961), him. 369.
Cleveland, William I., Islam Menghadapi Barat-, Riwayat Syakib
Arsalan dan Seruan Nasionalisme Islam , penerjemah:
Ahmad Niamullah Muiz, Qakarta: Pustaka Firdaus, 1991).
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I
(Ul-Jakarta: UI Press 1985).
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran
dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991).
Houroni, Albert, A History of the Arab People, (Massachusset:
Belknap press of Harvard University, 1991)
Hitti, Philip K., History of The Arabs, (The Macmillan Press,
London, 1974).

204 ~ Sejarah Kebudayaan Islam

Holt., P.M., dkk. (Ed.), The Cambridge History of Islam, Vol. I B.,
(London: Cambridge University Press, 1970).
Lapidus, Ira M., A History of Islamic Societies, (Cambridge:
Cambridge University Press, 1988).

Sejarah Kebudayaan Islam — 205

Anda mungkin juga menyukai