Anda di halaman 1dari 17

REKONS ILIASI FISKAL DAN PRAKTIK

PENGISIAN SPT TAHUNAN PPh

Bab ini akan menguraikan pentingnya melakukan rekonsiliasi fiskal, bagaimana cara
melakukan rekonsiliasi fiskal, dan dilanjutkan dengan pembahasan kasus praktik
pengisian SPT Tahunan PPh.

REKONSILIASI FISKAL
Latar Belakang Rekonsiliasi Fiskal
Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak karena terdapat perbedaan penghitungan,
khususnya laba menurut akuntansi (komersial) dengan laba menurut perpajakan (fiskal).
Laporan keuangan komersial atau bisnis ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan
keadaan finansial dari sektor swasta, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk
menghitung pajak. Untuk kepentingan komersial atau bisnis, laporan keuangan disusun
berdasarkan prinsip yang berlaku umum, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK);
sedangkan untuk kepentingan fiskal, laporan keuangan disusun berdasarkan peraturan
perpajakan (Undang-undang Pajak Penghasilan disingkat UU PPh). Perbedaan kedua
dasar penyusunan laporan keuangan tersebut mengakibatkan perbedaan penghitungan
laba (rugi) suatu entitas (Wajib Pajak). Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: apakah
suatu entitas harus melakukan pembukuan untuk memenuhi kedua tujuan tersebut?

Jika suatu entilas (Wajib Pajak) harus menyusun dua laporan keuangan yang berbeda maka
di samping terdapat pemborosan waktu, tenaga, dan uang juga akan terjadi tidak tercapainya
tujuan menghindari manipulasi pajak. Menurut. Bambang Kesit (2001), untuk mengatasi
masalah tersebut digit nakan beberapa pendekatan datam penyusunan laporan keuangan
fiskal, yaitu:
1. Laporan keuangan fiskal disusun secara beriringan dengan laporan keuangan komersial.
Artinya, meskipun laporan keuangan komersial atau bisnis disusun berdasarkan, prinsip
akuntansi bisnis tetapi ketentuan perpajakan sangat dominan dalam mendasari proses
penyusunan laporan keuangan.
2. Laporan keuangan fiskal ekstrakomtabel dengan laporan keuangan bisnis.
Artinya, laporan keuangan fiskal merupakan produk tambahan, di luar laporan keuangan
bisnis. Perusahaan bebas menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip akuntansi
bisnis. Laporan keuangan fiskal disusun secara terpisah di luar pembukuan (ekstrakomtabel)
melalui penyesuaian atau proses rekonsiliasi.
3. Laporan keuangan fiskal disusun dengan menyisipkan ketentuan-ketentuan pajak dalam
laporan keuangan bisnis.
Artinya, pembukuan yang diselenggarakan perusahaan didasarkan pada prinsip akuntansi
bisnis, akan tetapi jika ada ketentuan perpajakan yang tidak sesuai dengan prinsip akuntansi
bisnis maka yang diprioritaskan adalah ketentuan perpajakan.
Untuk menjembatani adanya perbedaan tujuan kepentingan laporan keuangan komersial dengan
laporan keuangan fiskal serta tercapainya tujuan etisiensi maka lebih dimungkinkan untuk menerapkan
pendekatan yang kedua. Perusahaan hanya menyelenggarakan pembukuan menurut akuntansi
komersial, tetapi apabila akan menyusun laporan keuangan fiskal barulah menyusun rekonsiliasi
terhadap laporan keuangan komersial tersebut.

Penyebab Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan


Fiskal
Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial da.n laporan keuangan fiskal adalah karena
terdapat perbedaan prinsip akuntansi, perbedaan metode dan prosedur akuntansi, perbedaan
pengakuan penghasilan dan biaya, serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya.
I. Perbedaan Prinsip Akuntansi
Beberapa prinsip akuntansi yang berlaku umum (Standar Akuntansi Keuangan disingkat SAK)
yang telah diakui secara umum dalam dunia bisnis dan profesi tetapi tidak diakui dalam fiskal,
meliputi:
a. Prinsip konservatisme. Penilaian persediaan akhir berdasarkan metode "terendah
antara. harga pokok dan nilai realisasi bersih dan penilaian piutang dengan nilai taksiran
realisasi bersih, diakui dalam akuntansi komersial, tetapi tidak diakui dalam fiskal.
b. Prinsip harga perolehan (cost). Dalam akuntansi komersial, penentuan harga perolehan
untuk barang yang diproduksi sendiri boleh memasukkan unsur biaya tenaga kerja yang
berupa natura. Dalam fiskal, pengeluaran dalam bentuk natura tidak diakui sebagai
pengurangan/biaya.
c. Prinsip pemadanan (matching) biaya-manfaat. Akuntansi komersial mengakui biaya
penyusutan pada saat aset tersebut menghasilkan. Dalam fiskal, penyusutan dapat
dimulai sebeium menghasilkan, seperti alat-alat pertanian.
II. Perbedaan Metode dan Prosedur Akuntansi
a. Metode penilaian persediaan. Akuntansi komersial membolehkan memilih beberapa
metode penghitungan/penentuan harga perolehan persediaan, seperti rata-rata (average),
masuk pertama keluar pertama (first inifirst out - FIFO), masuk terakhir keluar pertama (last
in-first out - LIFO), pendekatan laba brute, pendekatan harga jual eceran, dan lain-lain.
Dalam liskal hanya membolehkan metnilih dua metode, yaitu rata-rata (average) atau
masuk pertama keluar pertama (FIFO).
b. Metode penyusutan dan amortisasi. Akuntansi komersial membolehkan memilih
metode penyusutan seperti metode garis lurus (straight line method), metode jumlah
angka tahun (sum of the years digits method), metode saldo menurun (declining balanced
method ) atau saldo menurun ganda (double declining balanced method), metode jam
jasa, metode jumlah unit diproduksi, metode berdasarkan jenis.dan. kelompok, metode
anuitas, metode persediaan, dan lain-laimn untuk semua jenis harta berwujud, atau aset
tetap. Dalam fiskal pemilihan metade:penyusutan lebih terbatas, antara lain metode garis
lurus (straight line method) dan saldo menurun (declining balanced method) untuk
kelompok harta berwujud jenis nonbangunan, sedangkan untuk harta berwujud bangunan
dibatasi pada metode garis lurus saja. Di samping metodenya, termasuk yang
membedakan besarnya penyusutan untuk akuntansi komersial dan liskal adalah bahwa
dalam akuntansi komersial manajemen dapat menaksir sendiri umur ekonomis atau masa
manfaat suatu aset, sedangkan dalam fiskal umur ekonomis atau manfaat diatur atau
ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Demikian pula akuntansi komersial
membolehkan mengakui nilai residu sedangkan fiskal tidak rnembolehkan
memperhitungkan nilai residu dalam menghitung penyusutan.
c. Metode penghapusan piutang, Dalam akuntansi komersial penghapusan piutang
ditentukan berdasarkan metode cadangan. Sedangkan dalam fiskal, penghapusan piutang
dilakukan pada saat piutang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat-syarat tertentu
yang diatur dalam peraturan perpajakan. Pembentukan cadangan dalam fiskal hanya
diperbolehkan untuk industri tertentu seperti usaha bank, sewa guna usaha dengan hak
opsi, usaha asuransi, dan usaha pertambangan dengan jumlah yang dibatasi dengan
peraturan perpajakan.
III. Perbedaan Perlakuan dan Pengakuan Penghasilan dan Biaya
1. Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi bukan merupakan Objek
Pajak penghasilan. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari
total Penghasilan Kena Pajak (PKP) atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi
komersial. Contoh:
 Penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura.
 Penghasilan dividen yang diterima oleh perseroan terbatas, koperasi, BUMN/BUMD
sebagai Wajib Pajak dalam negeri dengan persyaratan tertentu.
 Bagian laba yang diterima oleh perusahaan modal ventura dari badan pasangan
usaha.
 Hibah, bantuan, sumbangan.
 Iuran dan penghasilan tertentu yang diterima dana pensiun.
 Penghasilan lain yang termasuk dalam kelompok bukan Objek Pajak (Pasal 4 ayat
(3) UU PPh).
2. Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi pengenaan pajaknya bersifat
final. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total PKP atau
dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial. Contoh:
 penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi;
 penghasilan berupa hadiah undian;
 penghasilan dari transaksi saham dan sektiritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura;
 penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tnah dan/atau bangunan; dan
 penghasilan tertentu lainnya (penghasilan dari pengungkapan ketidakbenaran,
penghentian penyidikan tindak pidana, dan lain-lain.
 dividen yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pihadi.

3. Penyebab perbedaan lain yang berasal dari penghasilan adalah:


 Kerugian suatu usaha di luar negeri. Dalam akuntansi komersial kerugian tersebut
mengurangi laba bersih, sedangkan dalam fiskal kerugian tersebut tidak boleh
dikurangkan dari total penghasilan (laba) kena pajak.
 Kerugian usaha dalam negeri tahun-tahun sebelumnya. Dalam akuntansi
komersial kerugian tersebut tidak berpengaruh dalam penghitungan laba bersih
tahun sekarang, sedangkan dalam fiskal kerugian tahun sebelumnya dapat
dikurangkan dari penghasilan (laba) kena pajak tahun sekarang selama belum lewat
waktu 5 tahun.
 Imbalan dengan jumlah yang melebihi kewajaran. Imbalan yang diterima atas
pekerjaan yang dilakukan oleh pemegang saham atau pihak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan jumlah yang melebihi kewajaran.

4. Pengeluaran tertentu diakui dalam akuntansi komersial sebagai biaya atau pengurang
penghasilan bruto, tetapi dalam fiskal pengeluaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto. Dalam rekonsiliasi fiskal, pengeluaran atau biaya tersebut harus
ditambahkan pada penghasilan neto menurut akuntansi. Dalam SPT Tahunan PPh,
merupakan koreksi fiskal positif. Contoh (secara rinci diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU
PPh):
 Imbalan atau penggantian yang diberikan dalam bentuk natura.
 Cadangan atau pemupukan yang dibentuk oleh perusahaan, selain usaha bank dan
sewa guna usaha dengan hak opsi, usaha asuransi, dan pertambangan.
 Pajak penghasilan.
 Sanksi administrasi berupa denda, bunga, kenaikan, dan sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan perundang-undangan perpajakan.
 Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau
anggota.
 Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang
menjadi tanggungannya, dan lain-lain.
Perbedaan penghasilan dan biaya/pengeluaran menurut akuntansi dan menurut fiskal dapat
dikelompokkan menjadi perbedaan tetap atau perbedaan permanen (permanent differences)
dan perbedaan sementara atau perbedaan waktu (timing differences).
Perbedaan tetap terjadi karena transaksi-transaksi pendapatan dan biaya diakui menurut
akuntansi komersial dan tidak diakui menurut fiskal. Perbedaan tetap mengakibatkan laba
(rugi) bersih menurut akuntansi berbeda (secara tetap) dengan penghasilan (laba) kena
pajak menurut fiskal. Contoh perbedaan tetap adalah:
1. Penghasilan yang pajaknya bersifat final, seperti bunga bank, dividen, sewa, tanah dan
bangunan, dan penghasilan lain sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh.
2. Penghasilan yang tidak termasuk Objek Pajak, seperti dividen yang diterins oleh
perseroan terbatas, koperasi, BUMN/BUMD, bunga yang diterima oleh perusahaan
reksa dana, dan penghasilan lain sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh.
3. Biaya/pengeluaran yang tidak diperbolehkan sebagai penghasilan bruto, seperti
pembayaran imbalan dalam bentuk natura, sumbangan, biaya/pengeluaran untuk
kepentingan pribadi pemilik, cadangan atau pemupukan dana cadangan, pajak
penghasilan, dan biaya atau pengurang lain yang tidak diperbolehkan (nondeductible
expenses) menurut fiskal sesuai Pasal 9 ayat (1) UU PPh.
Perbedaan waktu terjadi karena perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan biaya dalam
menghitung laba. Suatu biaya atau penghasilan telah diakui menurut akuntansi komersial
dan belum diakui menurut fiskal, atau sebaliknya. Perbedaan ini bersifat sementara karena
akan tertutup pada periode sesudahnya. Contoh perbedaan ini, antara lain: pengakuan
piutang tak tertagih, penyusutan harta berwujud, amortisasi harta tak berwujud atau hak,
penilaian persediaan, dan lain-lain.
Untuk memperjelas pembahasan ini diambil satu contoh, yaitu penyusutan harta berwujud
yang mengakibatkan perbedaan bersifat sementara (waktu). Suatu harta berwujud
mempunyai harga perolehan Rp 500.000.000. Menurut ketentuan fiskal harta berwujud
tersebut termasuk Nonbangunan Kelompok I (masa manfaat 4 tahun), sedangkan menurut
akuntansi komersial ditaksir mempunyai umur ekonomis 5 tahun. Menurut akuntansi
komersial, besarnya penyusutan setiap tahun adalah Rp100.000.000 (= Rp500.000.000 : 5),
sedangkan menurut fiskal sebesar Rp125.000.000 (= Rp500.000.000 : 4). Perbedaan
penyusutan ini mengakibatkan laba tahun pertama sampai dengan keempat menurut
akuntansi komersial lebih tinggi sebesar Rp25.000.000 dibandingkan dengan laba tahun
pertama sampai dengan keempat menurut fiskal. Jumlah perbedaan selama empat tahun
tersebut sebesar Rp 100.000.000 (= 4 tahun x Rp25.000.000). Pada akhir tahun kelima tidak
dijumpai biaya penyusutan dalam laporan laba rugi fiskal, sedangkan dalam laporan laba rugi
komersial masih terdapat biaya penyusutan sebesar Rp100.000.000. Dengan asumsi tidak
ada perbedaan biaya dan penghasilan lain menurut akuntansi dan fiskal, setelah akhir tahun
kelima jumlah biaya penyusutan menurut akuntansi (5 x Rp100.000.000) sama dengan
menurut fiskal (4 x Rp125.000.000). Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut ini:

Laba menurut Akuntansi Laba menurut Fiskal


Keterangan
I II III IV V Total I II III IV V Total
Penjualan 600 600 600 600 600 3.000 600 600 600 600 600 3.000
Biaya-biaya:
- Penyusutan 100 100 100 100 100 500 125 125 125 125 - 500
- Biaya lainnya 450 450 450 450 450 2.250 450 450 450 450 450 2.250
Laba 50 50 50 50 50 250 50 50 50 50 50 250

TEKNIK REKONSILIASI FISKAL


Teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiskal,
rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan tersebut dari
penghasilan menurut akuntansi, yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi.
2. Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui menurut fiskal,
rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah penghasilan tersebut pada
penghasilan menurut akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi.
3. Jika suatu biaya/pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai
pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan
mengurangkan sejumlah biaya/pengeluaran tersebut dari biaya menurut akuntansi,
yang berarti menambah laba menurut akuntansi.
4. Jika suatu biaya/pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui sebagai
pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan
menambahkan sejumlah biaya/pengeluaran tersebut pada biaya menurut akuntansi,
yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi.
Kertas kerja rekonsiliasi fiskal dapat dibuat dengan format sebagai berikut.

Format 6
Wajib Pajak X
Rekonsiliasi Fiskal
Tahun 20xx

Laba Bersih (menurut akuntansi komersial) xxx


Koreksi Positif:

- xxx
- xxx
- xxx
Total koreksi positif xxx (+)
Koreksi Negatif:

-
-
Total koreksi negative xxx (-)
Laba (penghasilan) kena pajak (menurut fiskal) xxx

Perbedaan dimasukkan sebagai koreksi positif apabila:


1. Pendapatan menurut fiskal lebih besar daripada menurut akuntansi atau s penghasilan
diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi.
2. Biaya/pengeluaran menurut fiskal lebih kecil daripada menurut akuntansi suatu
biaya/pengeluaran tidak diakui menurut fiskal tetapi diakui men akuntansi.

Perbedaan dimasukkan sebagai koreksi negatif apabila:


1. Pendapatan menurut fiskal lebih kecil daripada menurut akuntansi atau suatu penghasilan
tidak diakui menurut fiskal (bukan Objek Pajak) tetapi diakul menurut akuntansi.
2. Biaya/pengeluaran menurut fiskal lebih besar daripada menurut akuntansi atau suatu
biaya/pengeluaran diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi.
3. Suatu pendapatan telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final.

Keterangan Menurut Koreksi Fiskal Menurut


Akuntansi Beda Tetap Beda Waktu Fiskal
Pendapatan
-
-
Biaya-biaya:
-
-
Laba Laba bersih Laba (penghasilan)
(penghasilan) sebelum kena pajak
pajak

Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak badan dan Wajib Pajak orang pribadi yang wajib
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan pendekatan akuntansi (komersial). Rekonsiliasi
fiskal dilakukan untuk mempermudah pengisian Surat Pemberitahun (SPT) Tahunan PPh dan
menyusun laporan keuangan fiskal sebagai lampiran SPT Tahunan PPh. Rekonsiliasi yang dibahas
dalam buku ini hanya dibatasi pada rekonsiliasi laporan laba rugi.

KASUS REKONSILIASI FISKAL


Kasus: Pengisian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan
PT Perdana didirikan pada tahun 1999 merupakan Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha
dagang.
I. Data Wajib Pajak
Nama Wajib Pajak : PT Perdana
NPWP : 01.444.555.1.541.000
Alamat Kedudukan : 11. Kenari No. 49 Condong Catur - Depok,
Yogyakarta 55281
Nomor Telepon/Faks : (0274) 864 892/(0274) 524 501
Jenis Usaha : Dagang Peralatan Telekomunikasi
Nama Pimpinan : Drs. Akbar Perdana Putra, M.M.
Alamat Rumah : J1. Swakarya No. 5, Yogyakarta
Klasifikasi Badan : PT (Perseroan Terbatas)

II. Kegiatan Usaha


Pada tahun 2009, PT Perdana memperoleh penghasilan dari dalam negeri dan luar
negeri. Laporan laba rugi (komersial) pada tahun 2009 adalah sebagai berikut:

PT Perdana
Laporan Laba Rugi
Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2009
(dalam rupiah)

Penghasilan dari usaha dalam Negeri


Penjualan 20.005.654.000
· Retur penjualan ( 954.852.000)
· Potongan penjualan (545.987.000)
Penjualan neto 18.504.815.000
Harga pokok penjualan *) (14.654.879.000)
Laba bruto 3.849.936.000
Biaya usaha:
· Gaji, upah, THR, tunjangan lain 1.551.900.000
· Alat tulis dan biaya kantor 23.958.000
· Biaya perjalanan divas 53.465.000
· Biaya listrik dan telepon 16.825.000
· Biaya makan karyawan 36.783.000
· Biaya promosi 297.285.000
· PBB dan bea meterai 53.726.000
Pajak 60.000.000
· Biaya representasi 65.798.000
· Biaya royalty 237.465.000
· Biaya konsumsi/perjamuari 12.132.000
· Biaya sewa 197.958.000
· Biaya kerugian piutang 105.654.000
· Biaya penyusutan 169.000.000
· Biaya lain-lain 293.873.000
Total biaya usaha (3.175.822.000)
Laba usaha 674.114.000
Penghasilan di luar usaha:
- Dividen 40.000.000
- Sewa 25.000.000
Total penghasilan luar usaha 65.000.000
Laba bersih (penghasilan neto) dalam negeri 739.114.000
Penghasilan dari luar negeri:
- Laba usaha dari Canada 200.000.000
- Bunga obligasi dari Singapura 50.000.000
Total penghasilan dari luar negeri 250.000.000
Laba (penghasilan neto) 989.114.000

*) Rincian harga pokok penjualan


- Persediaan barang dagangan, 1 Januari 2009 Rp 5.000.000.000
- Pembelian neto tabus) 2009 Rp 13.000.000.000
- Persediaan barang dagangan, 31 Desember 2009 Rp (3.345.121.000)
Harga pokok penjualan Rp 14.654.879.000

A. Informasi yang digunakan sebagai dasar penyesuaian penghitungan laba (rugi) fiskal:
1. Dalam penjualan tidalk memasukkan penjualan kepada karyawan sebesar Rp
20.000.000 yang penagihannya melalui pemotongan gaji setiap bulan.
2. Di dalam gaji, upah, tunjangan hari raya (THR), dan tunjangan lain terdapat
pengeluaran untuk pembelian beras yang dibagikan kepada karyawan senilai Rp
20.365.000 dan biaya pengobatan karyawan senilai Rp5.100.000.
3. Dalam biaya perjalanan dinas terdapat bukti-bukti pendukung atas nama keluarga
pemegang saham sebesar Rp 596.000.
4. Dalam biaya promosi terdapat sumbangan yang tidak ada hubungannya dengan
kegiatan utama perusahaan sebesar Rp 12.754.000.
5. Pajak sebesar Rp 60.000.000 merupakan angsuran PPh bulanan selama tahun 2009
(angsuran PPh Pasal 25).
6. Pengeluaran berupa biaya representasi tidak didukung dengan bukti pengeluaran dari
pihak eksternal.
7. Biaya royalti sebesar Rp 237.465.000 yang ada bukti pendukungnya dari pihak
eksternal sebesar Rp 225.353.000.
8. Piutang yang benar-benar tidak tertagih dan telah memenuhi syarat untuk diakui
sebagai piutang tak tertagih menurut perpajakan dalam tahun 2009 sebesar Rp
60.500.000.
9. Perusahaan mempunyai aset tetap sebagai berikut:
a. Mesin produksi dibeli pada tanggal 1 Januari 2003 seharga Rp 500.000.000;
taksiran umur ekonomis 10 tahun.
b. Kendaraan dibeli pada tanggal 31 Desember 2003 seharga Rp 400.000.000;
taksiran umur ekonomis 10 tahun.
c. Komputer dibeli pada tanggal 6 Maret 2005 seharga Rp 300.000.000; taksiran
umur ekonomis 5 tahun.
d. Inventaris dibeli pada tanggal 1 Januari 2003 seharga Rp 200.000.000; taksiran
umur ekonomis 8 tahun.
e. Bangunan permanen selesai dibangun dan siap digunakan pada tanggal 31
Desember 2002 senilai Rp 600.000.000; taksiran umur ekonomis 20 tahun.
Berdasarkan kebijakan manajemen perusahaan: mesin produksi mempunyai nilai
residu 10% dari harga perolehan, sedangkan aset tetap yang lain ditaksir mempunyai
nilai residu 20% dari harga perolehan.
Metode penghitungan penyusutan yang digunakan adalah garis lurus. Menurut fiskal
(ketentuan perpajakan), mesin produksi, kendaraan, komputer dan inventaris
merupakan aset berwujud kelompok II. Perusahaan memilih metode Garis Lurus
dalam menghitung penyusutan fiskal.
10. Dalam biaya lain-lain terdapat biaya rekreasi karyawan Rp 2.652.000.
11. Penghasilan sewa (dalam penghasilan luar usaha) sebesar Rp 25.000.000 terdiri atas
sewa bangunan senilai Rp 5.000.000, sewa atas peralatan pabrik senilai Rp
12.000.000 dan sewa atas kendaraan senilai Rp 8.000.000. Penghasilan sewa ini
diterima dari PT Putra Surya, yang beralamat di J1. Mayjen Sutoyo30 Yogyakarta,
NPWP: 01.166.552.2.541.000. Sewa tersebut diterima setiap tahun untuk jangka
waktu beberapa tahun.
12. Dividen sebesar Rp 40.000.000 terdiri atas dividen kas dari penyertaan saham (20%)
pada PT Adinda sebesar Rp 15.000.000, yang beralamat di J1. Lojajar 28 Yogyakarta,
NPWP: 01.337.882.1.542.000; dan dividen kas atas penyertaan saham (30%) pada
PT Kapuas Raya sebesar Rp25.000.000.

B. Informasi lain yang digunakan sebagai dasar pengisian SPT Tahunan PPh adalah:
1. PT Perdana selama tahun 2009 telah menjual basil produksinya kepada PT Telkom
Yogyakarta, yang beralamat di J1. Hayam Wuruk No. 157 Yogyakarta, NPWP:
02.118.722.1.541.000. Penjualan tersebut senilai Rp 11.000.000.000 (harga ini
termasuk PPN 10%).
2. PT Perdana (importir yang mempunyai API) mengimpor sebagian bahan baku untuk
proses produksi dari Nagayo, Jepang dengan harga faktur $40.000. PT Perdana
membayar biaya-biaya sebagai berikut: biaya angkut dan biaya asuransi selama
perjalanan antar daerah pabean masing-masing sebesar $3.000, dan $7.000, bea
masuk sebesar 5% dari CIF, dan bea masuk tambahan sebesar 20% dari CIF. Kurs
menurut Keputusan Menteri Keuangan adalah $1 = Rp 10.000. PT Perdana
membayar bea masuk dan PPh Pasal 22 impor kepada Ditj en Bea dan Cukai
Tanjung Priok, yang beralamat di J1. Pelabuhan No. 202 Tanjung Priok Jakarta Utara,
NPWP: 00.455.232.2.021.000.
3. Tarif pajak atas laba usaha di luar negeri (Kanada) adalah 40%.
4. Tarif pajak atas bunga obligasi di Singapura adalah 25%.
5. Total angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun 2009 sebesar Rp 60.000.000, dibayarkan
setiap bulan dengan angsuran yang sama dari bulan Maret sampai dengan bulan
Desember 2009.
6. Laba (rugi) fiskal tiga tahun terakhir adalah:
 Rugi fiskal tahun 2006 sebesar Rp 350.000.000
 Laba fiskal tahun 2007 sebesar Rp 150.000.000
 Laba fiskal tahun 2008 sebesar Rp 100.000.000
Sisa rugi tahun 2006 akan dikompensasikan seluruhnya pada tahun 2009.

III. Data Pemegang Saham

Nominal per
No. Nama NPWP Jenis Saham  lembar
lembar
1. PT Ananda 01.333.222.1.541.0 Saham Biasa 100.000 Rp 9.000
2. Yunianto 00
04.111.444.2.541.0 Saham Biasa 50.000 Rp 9.000
3. Akbar Perdana 00
04.222.555.1.541.0 Saham Biasa 50.000 Rp 9.000
00

IV. Lain-lain
PT Perdana menyampaikan SPT Tahunan PPh pada batas akhir penyampaian SPT.

Diminta:
• Susunlah rekonsiliasi fiskal untuk menyiapkan menyusun laporan laba rugi fiskal dan
mengisi SPT Tahunan PPh.
Penyelesaian:
Penjelasan informasi kasus Al s/d Al2 untuk menyusun rekonsiliasi fiskal dan mengisi form
1771-I

Sumber Form 1771


Penjelasan
lnformasi yang diisi
A1) Termasuk dalam penjualan adalah penjualan kepada semua pembeli 1771-I51
dengan cara kredit atau tunai dan dengan dasar akrual artinya
penjualan diakui tidak pada saat penerimaan kas tetapi saat penyerahan
barang. Penjualan kepada karyawan yang pembayarannya tidak
dilakukan pada saat transaksi penyerahan barang tetap diakui sebagai
penjualan tahun 2009. Dalam rekonsiliasi fiskal, penjualan kepada
karyawan sebesar Rp20.000.000 akan menambah penghasilan menurut
akuntansi, dan selanjutnya berpengaruh menaikkan laba kena pajak
(sebagai koreksi positif).

A2) Imbalan dalam bentuk natura (beras Rp20.365.000 dan pengobatan 1771-I 5c
Rp5.100.000) tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (non-
deductible expense) sesuai Pasal 9 ayat (1) UU PPh. Oleh karena itu
dalam rekonsiliasi fiskal, jumlah biaya tersebut harus dikurangkan dari
biaya menurut akuntansi, yang berarti berpengaruh menaikkan laba
kena pajak (koreksi positif).

A3) Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham 1771-I 5a
(perjalanan dinas anggota keluarga pemegang saham sebesar
Rp596.000) tidak boleh dikurangkan dari penghasilan I bruto (non-
deductible expense) sesuai Pasal 9 ayat (1) UU PPh. Oleh karena itu,
dalam rekonsiliasi fiskal, jumlah biaya tersebut harus dikurangkan dari
biaya menurut akuntansi, yang berarti berpengaruh menaikkan laba
kena pajak (koreksi positif).

A4) Sumbangan untuk berbagai kepentingan kepada pihak-pihak yang tidak 1771-I 5e
mempunyai hubungan kerja, usaha, kepemilikan dan penguasaan
merupakan biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Biaya sumbangan sebesar Rp12.754.000 dalam biaya promosi/ildan
harus dikurangkan dari biaya menurut akuntansi, yang berarti
berpengaruh menaikkan laba kena pajak (sebagai koreksi positif).

A5) Pajak Penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak tidak boleh 1771-I 5f
dikurangkan dari penghasilan bruto Wajib Pajak sesuai Pasal 9 ayat (1)
UU PPh. Total angsuran PPh Pasal 25 sebesar Rp60.000.000 yang
dibayarkan oleh Wajib Pajak PT Perdana dalam tahun 2009 tidak boleh
dimasukkan sebagai biaya tahun 2009. Oleh karena itu, dalam
rekonsiliasi fiskal jumlah tersebut dikurangkan dari biaya menurut
akuntansi, yang berarti menaikkan laba kena pajak (koreksi positif).
A6) Biaya atau pengeluaran yang tidak ada daftar nominatifnya (biaya 1771-1 51
representasi sebesar Rp65.798.000 tidak ada daftar nominatif),
merupakan non-deductible expense. Dalam rekonsiliasi fiskal, jumlah
biaya tersebut harus dikurangkan dari biaya menurut akuntansi, yang
berarti berpengaruh menaikkan laba kena pajak (koreksi positif).
A7) Penjelasan sama dengan A6) 1771-1 51

A8) Menurut akuntansi, perusahaan diperbolehkan membentuk 1771-I 5b


cadangankerugian piutang pada setiap akhir tahun untukmenaksir
besarnya piutang yang tidak dapat ditagih pada tahun berikutnya.
Perusahaan membentuk cadangan sebesar Rp105.654.000 pada akhir
tahun 2009, sehingga dalam laporan laba rugi tampak kerugian piutang
sebesar Rp105.654.000. Hal tersebut berbeda dengan ketentuan fiskal
yang menyatakan bahwa kerugian piutang yang boleh diakui adalah
sejumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih pada tahun 2009.
Oleh karena piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih menurut fiskal
adalah Rp60.500.000, maka biaya kerugian menurut akuntansi harus
dikurangi dengan Rp45.154.000. Penyesuaian ini akan berpengaruh
menaikkan laba kena pajak (sebagai koreksi positif)

A9) Penyusutan menurut akuntansi kemungkinan berbeda dengan menurut 1771 1 6a


-

dan
fiskal karena terdap at perbedaan dalam meto de penyusutan,
pengakuan nilai sisa, taksiran masa manfaat/umur ekonomis. Lampiran
Penghitungan penyusutan tahun 2009 menurut fiskal dapat dilihat pada Khusus 1A
tabel penyusutan berikutnya. Tabel ini sekaligus dapat digunakan
sebagai data pengisian Lampiran Khusus tentang "Penyusutan dan
Amortisasi"
Dalam rekonsiliasi fiskal, biaya penyusutan menurut akuntansi harus
ditambah dengan Rp36.000.000 (yaitu Rp 205.000.000 – Rp
169.000.000), hal ini berarti mengurangi laba kena pajak (sebagai
koreksi negatif).
A10) Penjelasan sama dengan A2). 1771-I 5c

A11) Penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bangunan adalah 1771 I 4


-

penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final. Oleh karena bersifat


final maka jumlah pajak yang telah dipotong tersebut tidak dapat
dikreditkan dari total PPh yang terutang pada akhir tahun, sehingga
penghasilan tersebut juga tidak perlu diperhitungkan dalam menentukan
laba kena pajak. Dalam koreksi fiskal, penghasilan berupa sewa atas
bangunan sebesar Rp5.000.000 dikurangkan dari penghasilan sewa
menurut akuntansi, yang berarti meurunkan laba kena pajak (koreksi
negatif).
Al2) Dividen yang diperoleh atau diterima perseroan terbatas sebagai Wajib 1771-I 4
Pajak dalam negeri bukan merupakan penghasilan kena pajak (bukan
Objek Pajak), sesuai Pasal 4 ayat (3) UU PPh apabila penyertaannya
melebihi 25% dari total modal disetor. Dividen yang diterima PT
Perdana dari PT Ananda sebesar Rp25.000.000 harus dikurangkan dari
penghasilan dividen menurut akuntansi, yang berarti akan menurunkan
laba kena pajak (koreksi negatif), sedangkan dividen yang sebesar
Rp15.000.000 merupakan Objek Pajak karena penyertaannya kurang
dari 25%.

Menyusun Laporan Rekonsiliasi Fiskal Tahun Pajak 2009  dari Lap. L/R komersial & informasi kasus
Al s/d Al2
PT Perdana
Rekonsiliasi Fiskal Penghitungan Laba Rugi
Tahun Pajak 2009
(dalam ribuan rupiah)
Menurut Rekonsiliasi Fiskal Menurut
Akuntansi Koreksi Positif Koreksi Negatif Fiskal
Penghasilan dari usaha
dalam Negeri:
Penjualan 20.005.654 Al) 20.000 (+) 20.025.654
· Retur penjualan (954.852) (954.952)
· Potongan penjualan (545.987) (545.987)
Penjualan Neto 18.504.815 18.524.815
Harga pokok penjualan (14.654.879) (14.654.879)
Laba bruto 3.849.936 3.869.936
Biaya usaha:
· Gaji, upah, THR, tunjangan 1.551.900 A2) 25.465 (-) 1.526.435
Lain
· Alat tulis dan biaya kantor 23.958 23.958
· Biaya perjalanan dinas 53.465 A3) 596 (-) 52.869
· Biaya listrik dan telepon 16.825 16.825
· Biaya makan karyawan 36.783 36.783
· Biaya promosi 297.285 A4) 12.754 (-) 284.531
· PBB dan bea meterai 53.726 53.726
· Pajak 60.000 A5) 60.000 (-)
· Biaya representasi 65.798 A6) 65.798 (-) -
· Biaya Royalti 237.465 A7) 12.112 (-) 225.353
· Biaya konsumsi/ perjamuan 12.132 12.132
· Biaya sewa 197.958 197.958
· Biaya kerugian piutang 105.654 A8) 45.154 (-) 60.500
· Biaya penyusutan 169.000 A9) 36.000 (+) 205.000
· Biaya lain-lain 293.873 A10) 2.652 (-) 291.221
Total biaya usaha (3.175.822) (2.987.291)
Laba usaha 674.114 882.645
Total Penghasilan di luar
usaha:
- Dividen 40.000 Al2) 25.000 (-) 15.000
- Sewa 25.000 All) 5.000 (-) 20.000
Total penghasilan di luar usaha 65.000 35.000
Laba bersih dalam negeri 739.114 917.645
Penghasilan dari luar negeri:
- Laba usaha di Canada 200.000 200.000
- Bunga obligasi di Singapura 50.000 50.000
Total penghasilani dari luar 250.000 250.000
negeri
Laba (penghasilan 989.114 1.167.645
neto)

Rekonsiliasi fiskal dengan format 2 dapat dilihat langsung pada Lampiran I - Formulir 1771-I SPT
Tahunan PPh Wajib Pajak Badan.
Penjelasan informasi All s/d Al2, dan B1 sampai dengan B4 untuk menghitung kredit pajak dan mengisi
formulir 1771-III dan 1771-IV Tahun Pajak 2009

Sumber Penjelasan Form yang


Diisi
Informasi
A 11 ) PPh Pasal 23 atas sewa peralatan pabrik: 1771 - III
= 2% x Rp 12.000.000 = Rp 240.000

PPh Pasal 23 atas sewa kendaraan: 1771 - III

= 2% x Rp8.000.000 = Rp 160.000
PPh atas sewa tanah dan bangunan (final): 1771-IV Bag. A
= 10% x Rp5.000.000 = Rp500.000

Total PPh Pasal 23 atas sewa: Rp400.000


A 12) PPh Pasal 23 atas dividen dari PT Adinda: 1771 - III
= 15% x Rp15.000.000 = Rp2.250.000
Dividen dari PT Kapuas Raya Rp25.000.000 bukan Objek Pajak 1771-IV Bag. B

Total PPh Pasal 23 = Rp240.000 + Rp160.000 + Rp2.250.000 =


Rp2.650.000
B1) PPh Pasal 22 atas penyerahan kepada Pemungut: Dasar 1771 - III
pengenaan pajak = 100/110 x Rp11.000.000.000
= Rp10.000.000.000
PPh Pasal 22 = 1,5% x Rp10.000.000.000
= Rp150.000.000
B 2) PPh Pasal 22 atas impor barang: 1771 - III
Nilai impor = CIF + bea masuk & bea masuk tambahan

($40.000 + $3.000 + $7.000) + (25% x CIF)


= $50.000 + (25% x $50.000.00)
= $62.500 x Rp10.000
= Rp625.000.000
PPh Pasal 22 = 2,5% x Rp625.000.000 = Rp15.625.000

Total PPh Pasal 22 = Rp150.000.000 + Rp15.625.000


= Rp165.625.000
Lap. L/R & PPh Pasal 24 untuk Negara Kanada: Lamp Khusus
informasi B 3) I. PPh yang terutang Rp298.940.600 7A

II. (Penghasilan di Kanada/total PKP) x PPh terutang

= (Rp200 juta/Rp1.067.645.000) x Rp298.940.600

= Rp56.000.000

III. PPh terutang/dibayar di Kanada


= 40% x Rp200 juts = Rp80 juta
Kredit pajak LN (PPh Pasal 24) Kanada = Rp56.000.000

Lap L/R & PPh Pasal 24 untuk Negara Singapura: Lamp Khusus
kasus B 4) 1. PPh yang terutangRp298.940.600 7A

2. (Penghasilan di Singapura/total PKP) x PPh terutang


= (Rp50 juta/Rp1.067.645.000) x Rp298.940.600
= Rp14.000.000
3. PPh terutang/dibayar di Singapura
= 25% x Rp50 juta = Rp12.500.000
Kredit pajak LN (PPh Pasal 24) Singapura= Rp12.500.000
Total Kredit Pajak LN (PPh Pasal 24):
= Rp56.000.000 + Rp12.500.000 = Rp68.500.000 1771 C No. 10 a

B 5) Angsuran PPh Pasal 25 tidak merupakan biaya/pengeluaran/ 1771 C No. 10 a


pengurang penghasilan bruto (telah dibahas pada penjelasan A 5)
tetapi sebagai pengurang PPh yang terutang, yaitu dimasukkan
sebagai PPh dibayar sendiri.

B 6) Rugi fiskal tahun 2006 Rp 350.000.000 1771 A No. 2


Dikompensasikan pada laba fiskal tahun 2007 (Rp150.000.000) dan
Lamp Khusus
Sisa rugi fiskal tahun 2006 Rp 200.000.000
2A
Dikompensasikan pada laba fiskal tahun 2007 (Rp 100.000.000)
Sisa rugi fiskal tahun 2006 Rp 100.000.000
Sisa rugi fiskal tahun 2006 seluruhnya dikompensasikan pada laba
fiskal tahun 2008

Menghitung PPh yang Terutang Tahun Pajak 2009


Penghasilan neto fiskal Rp 1.167.645.000 (L/R fiskal)
Kompensasi rugi tahun sebelumnya Rp 100.000.000 info kasus B 6
Penghasilan kena pajak Rp 1.067.645.000
PPh terutang:
28% x Rp1.067.645.000 Rp 298.940.600

Menghitung PPh Kurang atau Lebih Dibayar Tahun Pajak 2009


Total PPh terutang Rp 298.940.600
Kredit Pajak:
- PPh Pasal 22 Rp 165.625.000
- PPh Pasal 23 Rp 2.650.000 *)
- PPh Pasal 24 Rp 68.500.000
- PPh Pasal 25 (info kasus B 5.) Rp 60.000.000
Total kredit pajak tahun 2009 Rp 296.775.000 (-)
PPh kurang dibayar tahun 2009 Rp 2.165.600
Kekurangan bayar ini disetor ke bank paling lambat tanggal 20 Maret 2010 dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak.
*) PPh Pasal 23 atas sewa Rp400.000; PPh Pasal 23 atas dividen Rp2.250.000

Menghitung Angsuran PPh Pasal 25 Bulanan Tahun Pajak 2010


Dengan asumsi semua penghasilan adalah penghasilan teratur, maka angsuran PPh Pasal 25
sebulan tahun pajak 2010 dihitung sebagai berikut:
Penghasilan sebagai dasar penghitungan angsuran Rp 1.167.645.000
Kompensasi kerugian tahun 2009 tidak terdapat sisa rugi Rp -
Penghasilan kena pajak Rp 1.167.645.000
PPh yang terutang:
28% x Rp1.167.645.000 Rp 326.940.600
Kredit Pajak:
- PPh Pasal 22 Rp 165.625.000
- PPh Pasal 23 Rp 2.650.000
- PPh Pasal 24 Rp 68.500.000
Total kredit pajak tahun 2009 Rp 236.775.000 (-)
Dasar penghitungan angsuran Rp 90.165.600
Angsuran PPh Pasal 25 sebulan tahun 2010:
Rp90.165.600 : 12 Rp 7.513.800

Dengan asumsi
1. PT Perdana menyampaikan SPT Tahunan PPh pada tanggal 20 Maret 2010;
2. Angsuran PPh Pasal 25 bulan Desember 2009 adalah Rp 6.000.000 atau
Rp 60.000.000 : 10 ;
3. Pada bulan Juli 2010 diterima surat ketetapan pajak yang menyebutkan bahwa
angsuran PPh bulanan adalah Rp6.500.000

Anda mungkin juga menyukai