Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Etika Profesi D
Dosen Pengampu : Henmaidi Ph.D
Disusun oleh:
Kelompok 7
Ramadhan Riski Fernando 1910932039
Rani Nuzula Putri 1910933007
Rahmi Putri Salsabila 1910933009
Rezkia Kamilah Zulfi 1910933011
A. Deskripsi Singkat
What : Kasus runtuhnya jembatan yang melintas di atas sungai Mahakam dan
merupakan jembatan gantung terpanjang di Indonesia yang merupakan sarana
penghubung antara kota Tenggarong dengan kecamatan Tenggarong Seberang
yang menuju ke Kota Samarinda.
Who : PT BUKAKA bertanggung jawab atas insiden tersebut.
When : 26 November 2011 pukul 16.20
Where : Kutai Kartanegara
Why : Penyebab utamanya adalah adanya kesalahan saat proses perencanaan,
pelaksanaan dan pemeliharaan jembatan tersebut.
How : sebelum runtuhnya jembatan kukar, diidentifikasi telah terjadi keretakan,
perkaratan dan kerusakan di beberapa bagian konstruksi jembatan. Sehingga
runtuhnya jembatan gantung terpanjang di Indonesia ini merupakan komulatif dari
beberapa faktor yang terjadi
B. Identifikasi Kasus
Kasus runtuhnya jembatan ini disebabkan oleh banyak faktor yang telah dikonfirmasikan.
Material yang digunakan sebagai bahan pembuatan jembatan tidak memenuhi standar yaitu FCD
60 (besi tuang, red) yang memilki ketahanan impak rendah. Tak hanya itu, dalam proses
pelaksanaan juga terjadi kelalaian. Kontraktor jembatan tidak melaksanakan uji geser, uji fatik
dan uji impak sebagaimana mestinya. Selain itu, tidak ada pula data proses monitoring saat
pembangunan awal. Sedangkan pemicu runtuhnya jembatan Kukar sendiri, diduga akibat
putusnya hanger (penghubung antar batang) nomor 13 jika dihitung dari pylon (menara
penyangga) arah Tenggarong. Putusnya hanger ini terjadi saat proses jacking (proses
pengangkatan jembatan). Akibatnya, ketahanan jembatan berkurang, sehingga dalam waktu 20
detik jembatan Kukar ambruk. Runtuhnya jembatan Kukar dikarenakan kurangnya perawatan
yang dilakukan.
Kasus ini dapat dilihat melanggar Catur Karsa dan Sapta Darma Insinyur Indonesia.
Kasus ini mencoreng Catur Karsa pada point Menggunakan pengetahuan dan kemampuannya
untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia dan pada point Bekerja secara sungguh-sungguh
untuk kepentingan masyarakat, sesuai dengan tugas & tanggungjawabnya. Hal ini dikarenakan
Sikap dari pihak bertanggung jawab yang tidak peduli atau bahkan melakukan sangat minimnya
perawatan untuk jembatan tersebut. Kotrantor memilih bahan pembuat jembatan yang tidak
sesuai dengan proporsi sesungguhnya, sehingga rentan untuk runtuh.
Pada Sapta Darma Insinyur, kasus ini melanggar point Mengutamakan keselamatan,
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, point Bekerja sesuai dengan kompetensinya. Hal ini
terlihat terdapat beberapa orang luka-luka dari insiden terbut. Pihak bertanggung jawab
seharusnya telah merencanakan dan mengembangkan pembangunan yang matang dalam
pengelolaan jembatan tersebut. Hasus ada studi mengenai pemelihataan rutin dari jembatan
tersebut, sehingga jembatan terjaga kelayakannya. Dari kasus ini, menurut penelitian hingga saat
ini,proyek pembangunan jembatan ini telah mendapat ijin atau telah dilakukan studi kelayakan
sebelum pembangunan jembatan ini, sehingga bias dipastikan kesalahannya bukan pada masa
studi kelayakannya. Dengan demikian, Gaktu kontraktor yang mengerjakannya mengusulkan
bahwa bangunan itu tidak kuat dengan penambahan lantai tersebut. mereka dipecat dan owner
akhirnya menunjuk anak perusahaan sendiri untuk melanjutkan pembangunan. Karena sebagian
besar restaurant disana adalah rumah makan korea tradisional, mereka mengecor beton untuk
keperluan itu yang menimbulkan beban tambahan yang besar karena menambah ketebalan pelat
lantai.ditambah dengan pedingin bangunan yang dipasang di atap sehingga menambah beban
aktual menjadi 4 x beban sebelumnya
A. Deskripsi singkat
Ikatan Pilot Indonesia (IPI) sepakat dengan regulator, dalam hal ini Kementerian
Perhubungan (Kemenhub), terkait pencabutan izin terbang pilot sekaligus Youtuber Vincent
Raditya untuk pesawat single engine. "Kalau itu kami sepakat bahwa itu semuanya diserahkan
kepada regulator. Apapun kebijakan regulator, karena dia authority. Jadi kita tidak akan
membahas apapun soal kebijakannya," ungkap Ketua IPI Capt Iwan Setyawan di Jakarta, Selasa
(25/6/2019). "Itu sudah final, apapun yang terjadi. Jadi kita tidak ingin membahas hal-hal seperti
itu lagi karena sudah selesai, dan itu regulasi," Iwan menambahkan. Adapun pangkal
permasalahan pencabutan izin terbang Vincent Raditya bermula ketika dirinya membuat video
prank dengan pesulap Limbad yang diunggahnya beberapa waktu lalu.
Dari video tersebut, Kemenhub menyatakan Capt Vincent Raditya melakukan beberapa
kesalahan, pelanggaran etika yang dilakukan :
1. Membawa penumpang duduk di samping pilot (hot seat) dengan kondisi pilot dan
penumpang tidak menggunakan shoulder harness sesuai ketentuan CSAR 91.105 dan
CSAR 91,107.
2. Capt Vincent juga memberikan kendali terbang kepada orang yang tidak berwenang dan
dengan sengaja melakukan manuver zero gravity (G Force), sementara dirinya bukan
pemegang otorisasi flight instructor. Akan tetapi, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
Kemenhub masih memberikan kesempatan bagi Capt Vincent Raditya untuk mengajukan
banding apabila menginginkan kembali kemampuan Single Engine Land Class Rating
yang telah dicabut.
Manuver zero gravity (G Force) bukan manuver yang normal atau lazim dilakukan dalam
penerbangan sipil, karena manuver tersebut dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada
penumpang, membahayakan dan berpotensi mengakibatkan kecelakaan. Manuver tersebut
apabila dilakukan oleh seseorang yang tidak menguasai dengan baik aspek-aspek terbang
aerobatik dan batasan performance pesawat terbang dapat membuat pesawat terbang mengalami
stres berlebih pada airframe atau flight control karena overload. Direktur Jenderal Perhubungan
Udara Kemenhub Polana B. Pramesti menjelaskan, Kemenhub mengambil langkah terkait
indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh Capt. Vincent Raditya. “Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara mengambil tindakan tegas dengan mengambil langkah Cancellation Single
Engine Land Class Rating didalam ATPL 6702 atas nama Capt. Vincent Raditya,” jelas Polana
dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (29/5/2019). Namun demikian, Ditjen Hubud akan
memberikan kesempatan kepada Capt. Vincent Raditya apabila menginginkan kembali
kemampuan Single Engine Land Class Rating, maka dapat mengajukan kembali sesuai ketentuan
CASR Part 61. Langkah ini diambil oleh Ditjen Hubud, untuk mengingatkan kepada para
operator penerbangan, bahwa keselamatan dan keamanan penerbangan adalah prioritas utama.
“Kami menghimbau kepada seluruh penerbang pesawat udara sipil untuk tidak melakukan aksi
manuver zero gravity (G Force) kepada penumpang umum, karena dapat menimbulkan
ketidaknyamanan pada penumpang, dan membahayakan keselamatan dan keamanan
penerbangan,”
B. Indentifikasi Kasus
Salah satu contoh kasus pelanggaran etika profesi engineer adalah kasus kapten
Vincent karena tidak menjalankan tugas sesuai dengan kode etik keinsinyuran. Hal ini
bertentangan dengan kode etik keinsinyuran yaitu Insinyur Indonesia senantiasa mengutamakan
keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Akibat dari tindakan tersebut adalah
terjadinya kecelakaan pesawat sehingga izin terbang kapten Vincent dicabut.
Semburan lumpur panas di Sidoarjo tidak muncul dengan sendirinya. Ada suatu
kronologi di dalam sumur Banjar Panji 1 yang mendahuluinya. Berdasarkan laporan kronologi
kejadian, pada tanggal 27 Mei, pengeboran dilakukan dari kedalaman 9.277 kaki ke 9.283 kaki.
Pukul 07.00 hingga 13.00 pengeboran dilanjutkan ke kedalaman 9.297 kaki. Pada kedalaman ini,
sirkulasi lumpur berat masuk ke dalam lapisan tanah. Peristiwa ini disebut loss. Lumpur berat ini
digunakan sebagai semacam pelumas untuk melindungi matabor sekaligus untuk menjaga
tekanan hidrostatis dalam sumur agar stabil. Setelah terjadi loss, sebagai langkah standar
disuntikkan loss circulating material (LCM) atau material penyumbat ke dalam sumur.
Tujuannya untuk menghentikan loss agar sirkulasi kembali normal. Peristiwa loss yang lazim
dalam pengeboran pada umumnya diikuti munculnya tekanan tinggi dari dalam sumur ke atas
atau disebut kick. Untuk mengantisipasi kick, pipa ditarik ke atas untuk memasukkan casing
sebagai pengamanan sumur. Sebagai catatan,casing terakhir terpasang di kedalaman 3.580 kaki.
Saat proses penarikan pipa hingga 4.241 kaki pada 28 Mei pukul 08.00-12.00, terjadilah
kick dengan kekuatan 350 psi. Kemudian disuntikkanlah lumpur berat ke dalam sumur. Ketika
hendak ditarik lebih ke atas, bor macet atau stuck di 3.580 kaki. Upaya menggerakkan pipa ke
atas, ke bawah, maupun merotasikannya gagal. Bahkan pipa tetap bergeming saat dilakukan
penarikan sampai dengan kekuatan 200 ton. Upaya ini berlangsung mulai pukul 12.00 hingga
20.00. Selanjutnya untuk mengamankan sumur, disuntikan semen di area macetnya bor. Akibat
macet, akhirnya diputuskan bor atau fish diputus dari rangkaian pipa dengan cara diledakkan.
Pada 29 Mei pukul 05.00, terjadilah semburan gas berikut lumpur kepermukaan. Secara kasat
mata, material keluar tersebut berupa lumpur berwarna abu-abu. Bila dipisahkan, secara umum
material lumpur terdiri atas air dan lempung. Volume lumpur yang keluar rata-rata 50.000meter
kubik per hari.
Penyebab semburan pun masih menjadi perdebatan. Pihak Lapindo mengemukakan dua teori,
yakni pertama, semburan terjadi akibat kesalahan prosedur saat pengeboran. Dari informasi di
lapangan, BOP telah pecah sebelum terjadi semburan lumpur. Jika hal itu benar maka telah
terjadi kesalahan teknis dalam pengeboran yang berarti pula telah terjadi kesalahan pada
prosedur operasional standar. Kesalahan teknis dalam prosedur operasional standar tentu sangat
fatal apalagi dilakukan oleh perusahaan sebesar PT. Lapindo Brantas. Kedua, lumpur panas
menyembur secara kebetulan saat pengeboran, tapi penyebabnya belum diketahui. Selain dua
teori itu, dugaan penyebab semburan lumpur panas adalah akibat proses panas bumi atau dipicu
gempa bumi berkekuatan 5,9 Skala Richter di kawasan Yogyakarta dan sekitarnya, yang terjadi
dua hari sebelum semburan muncul, yakni pada 27 Mei 2006.
Lapindo akhirnya sepakat membayar ganti rugi sebesar Rp 3,8 triliun. Hingga kini,
perusahaan milik Bakrie Group itu dilaporkan telah mengeluarkan dana sebanyak Rp 3,03 triliun.
Sisanya kemudian ditalangi pemerintah, dengan kucuran dana sebesar Rp 827 miliar. Namun
faktanya, urusan ganti rugi tak kunjung tuntas sepenuhnya. Nasib sejumlah korban lumpur panas
Lapindo masih terkatung-katung, kendati selama 13 tahun ke belakang telah berkali-kali
mengadu dan menuntut pemerintah memberikan talangan pembayaran ganti rugi melalui APBN.
Di lain pihak, PT Minarak Lapindo Jaya dan PT Lapindo Brantas justru tengah tersengal-sengal
ditagih hutang oleh pemerintah. Pembayaran hutang, bunga dan denda dana talangan senilai Rp
1,763 triliun baru dibayar Rp 5 miliar, meski telah melewati tanggal jatuh tempo 10 Juli 2019.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya bakal terus melakukan
penagihan kepada perusahaan yang memiliki kaitan dengan Bakrie Group itu mengenai
kewajibannya. Dia juga mengaku, pihaknya telah menerima surat dari pihak Lapindo yang
menyatakan komitmen untuk melunasi.
Kasus lumpur Lapindo menunjukkan ketiadaan etika rekayasa yang merupakan salah satu
kode etik engineer. Dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pengeboran di Sidoarjo
kebanyakan ahli hanya berpikir kaku yang hanya berorientasi pada kebutuhan industri tanpa
pernah peduli implikasi dari teknologi yang mereka gunakan di masyarakat. Mereka yang
awalnya bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat malah sebaliknya menyusahkan
masyarakat dan juga menyulitkan pemerintah karena banyaknya dana yang harus ditanggung
oleh pemerintah.
Yaitu pada butir 2 : Bekerja sesuai dengan kompetensinya. a. Hanya melaksanakan pekerjaan
keinsinyuran. Dalam butir ini, kode etik yang dilanggar yaitu:
1. Menjamin kehandalan setiap karyanya sampai batas umur desain atau sesuai batas
rentang waktu jaminan yang disepakati bersama. Pihak proyek tidak dapat menjamin
proyek yang dijalankannya, sehingga terjadinya kesalahan teknis seperti pada kasus
tersebut.
Yaitu pada butir 6 : Memegang teguh kehormatan dan martabat profesi. Dalam butir ini, kode
etik yang dilanggar yaitu:
1. Profesional, bebas dan adil dalam berkarya serta tidak mengutamakan besarnya imbalan
atau kompensasi yang bakal diterimanya. Pada kasus ini, kebanyakan ahli hanya berpikir
kaku yang hanya berorientasi pada kebutuhan industri tanpa pernah peduli implikasi dari
teknologi yang mereka gunakan di masyarakat. Mereka yang awalnya bertujuan untuk
menyejahterakan masyarakat malah sebaliknya menyusahkan masyarakat dan juga
menyulitkan pemerintah karena banyaknya dana yang harus ditanggung oleh pemerintah.