Anda di halaman 1dari 2

Pada dasarnya Arsitek memiliki dua tugas pokok berkaitan dengan profesinya, yaitu : 1.

Melakukan pekerjaan arsitektural, sesuai dengan wewenang, lingkup dan waktu kerja yang telah disepakati bersama. Melindungi atau memberi peringatan kepada Klien terhadap penyimpangan yang [mungkin] terjadi di dalam pekerjaan konstruksi sesuai dengan penunjukan serta perjanjian yang telah diselenggarakan.

2.

Sementara tugas lain, yang sebenarnya mengacu kepada dua tugas pokok di atas, adalah :

[ TUGAS, WEWENANG DAN HAK ARSITEK ]

1.

Memberikan konsultasi kepada Klien, berkaitan dengan projek yang dikerjakannya, hal ini termasuk memberikan pertimbangan-pertimbangan arsitektural. Sebab tidak jarang terjadi Klien memiliki permintaan yang saling bertolak belakang dan akan menjadi kurang atau tidak baik bila diaplikasikan. Melakukan perubahan terhadap desain, sejauh mendapat permintaan atau persetujuan dari Klien dan menginformasikannya kepada semua pihak yang terkait.

2.

Arsitek juga memiliki wewenang, yang sebenarnya mengacu pada perjanjian dengan Klien sampai sejauh mana Arsitek mendapat wewenang di dalam projek. Wewenang yang mungkin dipercayakan Klien kepada Arsitek adalah sebagai berikut : 1. Memberhentikan kerja konstruksi sampai batas waktu tertentu bila terjadi ketidak-sesuaian antara kerja lapangan dengan desain.

D-02

2.

3.

4.

Memberikan teguran kepada Kontraktor atau Penanggung-jawab Lapangan, atas nama Klien, atas kelalaian kerja terhadap Rencana Kerja dan Syarat (RKS). Bersikukuh terhadap desain yang telah disepakati bersama dengan Klien, apabila terjadi perubahanperubahan signifikan terhadap desain arsitektur berkenaan dengan struktur, ME&P, dan sebagainya. Arsitek profesional selalu berpikir secara integritas antara desain arsitektural dengan bidang lain terkait, misalnya struktur, ME&P, landscape, dan sebagainya, yang secara otomatis memberikan ruang bagi ahli lain untuk bergerak. Mengembalikan atau memberhentikan penugasan yang telah diterimanya, tentunya dengan alasan dari luar pihak Arsitek, misalnya force-majeure atau runtuhnya pembiayaan projek.

Variabel honorarium dapat berubah pada kondisi tertentu, seperti misalnya Klien menginginkan perubahan total terhadap desain padahal pekerjaan desain sebelumnya sudah final dan siap bangun. Meskipun projeknya sama, tetapi hal ini menambah pekerjaan dan waktu kerjanya, otomatis honorarium akan dihitung ulang sesuai dengan penambahan pekerjaan yang dibutuhkan. Namun demikian, bila dimungkinkan, perubahan-perubahan sebaiknya diusahakan pada tahap desain. Apabila perubahanperubahan dilakukan pada tahap konstruksi pasti akan memakan biaya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan perubahan yang dilakukan pada tahap desain. Ada juga honorarium yang seolah tidak dibayarkan Klien kepada Arsitek, biasanya terjadi pada kontak kerja design and build. Pembahasan model ini akan dibahas secara khusus pada bab lain. Secara formal, hubungan kerja antara Klien dan Arsitek, termasuk matrikulasi honorarium profesional Arsitek telah diatur di dalam pedoman yang telah diterbitkan oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Siapapun dapat memperoleh informasi yang berkenaan dengan hubungan kerja dan honorarium dari IAI, baik Pusat maupun Daerah.

Hak Arsitek, pada prinsipnya, memiliki kesamaan dengan bidang profesi konsultatif lainnya, yaitu menerima imbalan (honorarium) atas layanan jasa profesional sesuai dengan lingkup dan tingkat kesulitannya. Mengenai honorarium, terdapat beberapa cara yang biasa terjadi, yaitu : 1. 2. Honorarium langsung dibayar di muka secara keseluruhan. Honorarium dibayarkan secara berkala (termijn), sesuai dengan progresi pekerjaan. Cara pembayaran termijn biasanya ada persentase yang disisakan pada akhir pekerjaan sebagai retensi apabila ada pekerjaan revisi. Honorarium dibayarkan setelah pekerjaan selesai. Biasanya hal ini dilakukan lebih kepada strategi bisnis.

3.

D-03

D-04

Anda mungkin juga menyukai