Anda di halaman 1dari 4

Jurnalisme Sastrawi

(Berita menjadi Cerita)

Apa yang sedang dihadapi oleh jurnalisme kita?


Serba instan, bersandar kepada hal-hal praktis dan pragmatis, serta bersifat bisnis sebagai
panglima.

Jurnalisme
1. Tak cukup puas bersandar kepada jurnalisme konvensional yang mencoba mempresentasikan
“realitas pertama” (peristiwa-peristiwa yang terjadi; seperti terjadinya kecelakaan) menjadi
“realitas kedua” (berita mengenai kecelakaan tersebut) dengan 5W+1H (what, who, where,
when, why, dan how). Data-data yang dikumpulkan merupakan fakta yang menjadi berita
serupa cerita. Robert Peter Clark mengubah:
- Who = karakter atau tokoh/penokohan
- What = plot atau alur/maju-mundur
- When = kronologi/urutan dan jam
- Where = setting/di mana
- Why = motif/mengapa…terjadi
- How = narasi
Belenggu Salju
“Tentu pada Mei yang dipenuhi perkelahian-perkelahian sia-sia antara para petarung Meksiko
dengan orang-orang negro, seharusnya aku tak perlu menggigil kedinginan, tetapi selalu saja
kurasakan salju seperti membungkus tubuhku saat melakukan patroli di kawasan kumuh yang
tak pernah dilewati mobil Paris Hilton atau jejak kaki Pamela Anderson ini. Dan musim semi
yang tak menebarkan jutaan ulat juga kerap membuatku gatal saat aku mulai menyuruk-nyuruk
ke gang-gang gelap penuh graffiti. Aku jadi mengidap psikosomatik akut dan setengah lumpuh
sebelum menembakkan pistolku kepada siapa pun yang ingin mengacau keamanan dan
ketertiban Los Angeles County.” -ini merupakan sebuah cerita, namun metode yang digunakan
untuk penelitian adalah metode yang dilakukan oleh wartawan untuk meliput sebuah berita,
maka terbentuklah sebuah cerita-
Belenggu Salju cerpen Triyanto Triwikromo dalam Cinta di Atas Perahu Cadik, Cerpen Kompas
Pilihan 2017.
Hikayat Kebo
 “Jalan itu lurus, Berangkal batu, pecahan batu, kristal semen, melapisi permukaannya. Bias
cahaya meriah dari papan reklame dan logo pertokoan memberinya siluet.”
 Minggu, 20 Mei 2001, pukul 21.00, sebuah taksi biru merayap di sana. Jarum speedometer-
nya menunjuk angka 15 kilometer per jam. Setelah melampaui satu tikungan dan disambut
sorot neon 40 watt, kendaraan tersebut berhenti. Tepat di muka permukiman para pemulung.
 Enam pria melompat dari dalam taksi, kemudian sibuk menarik tubuh seorang dari jok
belakang. Kedua tangan dan kaki orang tersebut terikat kawat. Rintihan parau terdengar
lemah dari tenggorokannya.
 Dia sekarat.
Hikayat Kebo, reportase Linda Christanty dalam Jurnalisme Sastrawi.
Perbedaannya: Hikayat Kebo adalah berita (non-fiksi tapi meminjam sastra untuk menulis berita)
dan Belenggu Salju adalah cerita (fiksi).
2. Itu pun tak cukup. Masih ada sesutau yang hilang jika para jurnalis tak segera menemukan
teknik baru dan Bahasa baru dalam berbagai pemberitaan.
3. Lalu muncullah 7 Elemen Robert Vare yang terdiri atas:
- Fakta, tidak boleh menyimpang dari apa yang sebenarnya sudah terjadi bukan belum
terjadi.
- Konflik, di dalamnya terdapat sebuah penyelesaian.
- Karakter
- Akses, adalah orang yang dekat dengan karakter, dekat dengan tokoh.
- Emosi
- Perjalanan waktu (series of time)
- Kebaruan
Elemen-elemen inilah yang pada akhirnya dianggap sebagai pembangun teks-teks yang
dikategorikan sebagai “jurnalisme sastrawi”

Mengapa Jurnalisme Sastrawi


 Mengapa kita membutuhkan jurnalisme sastrawi? New journalism-nama lain literaly
journalism- memang telah menjinjing semangat baru dalam pewartawan. Selain telah
menjadikan berita-berita seakan-akan menjadi cerita, memang jurnalisme sastrawi membawa
“scene by scene construction”. Karena itu banyak juga yang menganggap jurnalisme sastrawi
sebagai immersion reporting, yakni laporan yang mendalam dengan meminjam struktur
sastra sebagai pengejawantahan pewartaan. Maka jangan heran jika jurnalisme sastrawi juga
disebut sebagai narrative reporting, explorative journalism, dan passionate journalism.
 New journalisme merupakan nama yang diberikan oleh Tom Wolfe untuk jurnalisme segar
yang meminjam struktur sastra dalam pemberitaan. Meskipun berunsur sastra, bahasa yang
digunakan tak harus puitis. bahasa Wolf tak beda dari bahasa surat-surat kabar. Struktur
teksnya saja yang penuh glora, berdarah daging, dan tak beku.

Sepuluh Elemen Sastra


Karena sastra menjadi bagian penting dari “literaly of fact” ini, ada baiknya kita mengenal
“Sepuluh Elemen Sastra” sebagaimana disarankan oleh Masri Sareb Putra dalam Literaly
Journalism, Jurnalistik Sastrawi. “Sepuluh Elemen Sastra” itu meliputi:
1. Plot, apa yang terjadi dan bagaimana hal itu terjadi dalam bentuk naratif, termasuk
memahami empat teknik ploting seperti ketegangan, latar depan (apa yang terjadi ke depan),
flashback (apa yang terjadi pada masa lampau, dan akhir yang mengejutkan).
2. Eksposisi, pengantar cerita yang memberikan setting.
3. Daya yang memicu, peristiwa yang memicu konflik.
4. Konflik, sebagai esensi karya sastra.
5. Ketegangan
6. Aksi meninggi
7. Krisis
8. Klimaks
9. Aksi menurun
10. Peleraian

Sekutu Jurnalisme Sastra


Tentu saja sebagai sebuah produk kebudayaan, jurnalisme sastrawi tidak otonom. Ia adalah
produk intertektualitas yang menggunakan elemen-elemen jurnalisme (kontemporer) dalam
mewujudkan “berita yang menyerupai cerita”. Artinya jurnalisme sastrawi yang baik mesti bisa
bersekutu dengan kepentingan warga, kebenaran, verifikasi, independensi dari faksi, peran
sebagai pengontrol kekuasaan dan penyuara kaum tak bersuara, dan menjadikan dirinya sebagai
forum publik. Itu berarti selain menarik, ia harus relevan atau kontekstual (tak mengada begitu
saja, bukan wahyu atau sesuatu yang hadir dalam ruang hampa sejarah).
Silahkan mengecek lebih dalam pada Elemen-elemen Jurnalisme karya Bill Kovach & Tom
Rosenstiel.

Manusiawi
Dengan kata lain jurnalisme sastrawi-dengan antara lain menggunakan “laporan investigative
sebagai cara menghadirkan “teks yang manusiawi”-sesungguhnya telah menjadi sesuatu yang
oleh Jurgen Habernas sebagai “public sphere” atau John Nerone sebagai “ruang rapat umum”.
Selain dianggap sebagai laporan investigatif yang berhasil, Neraka di Laut Jawa (laporan tentang
tenggelamnya kapal penumpang Tampomas II di Selat Makassar) dan Bre-X : Sebungkah Emas
di Kaki Pelangi (tentang kecurangan-kecurangan penambangan emas di Busang) karya Bondan
Winarno juga dianggap sebagai jurnalisme sastrawi yang piawai.

Halangan
1. Ruang
2. Keterampilan Berbahasa
3. Pendalaman

Solusi
 Merebut ruang
 Mendalami perilaku bahasa
 Memenangkan kemanusiaan

Buku
Kisah-kisah Penculikan
Hiroshima
in Cold Blood
Hikayat Kebo
Tatang the Tong Tji
Para Raja dan Revolusi
Narasi
dan aneka buku Triyanto Triwikromo: Surga Sungsang, Kematian Kecil Kartosoewirjo, Celeng
Satu Celeng Semua, Upside-down Heaven, a Conspiracy of Good-killers, Ular di Mangkuk Nabi,
Au Paradis on marche sur la tete.

Anda mungkin juga menyukai