Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jurnalisme di Indonesia telah berkembang dari masa ke masa. Dimulai
pada zaman penjajahan Belanda, dimana banyak kantor surat kabar yang
dicekal, lalu pada zaman Jepang yang harus melalui sensor ketat sebelum
berhasil terbit. Di zaman awal kemerdekaan (orde baru) pun banyak kantor
surat kabar yang terpaksa ditutup karena dianggap membahayakan negara, lalu
di zaman orde baru mulailah banyak surat kabar berdiri kembali, meski di
pertengahan lagi - lagi banyak yang terpaksa tutup karena dianggap
membahayakan kestabilan Nasional. Hingga akhirnya setelah masuk ke era
reformasi kita mulai menikmati kebebasan pers sebagai buah dari demokrasi.
Jurnalisme di masa kini telah sampai pada era keterbukaan dan kebebasan
pers. Berbagai media yang memfasilitasinya pun mulai tumbuh subur, tidak
hanya sebatas tulisan (Koran, majalah, tabloid), elektronik (Televisi, radio)
namun juga new media, yaitu internet. Namun nampaknya jenis Jurnalisme
hanya berkisar reportase biasa yang jika tidak dibahas secara singkat, maka
akan dibahas dengan berat semacam hard news. Untuk itulah perlu adanya satu
jenis jurnalisme baru yang ditampilkan. Yaitu jurnalisme sastrawi.
1.2 Rumusan Masalah
a) Apa itu Jurnalisme ?
b) Bagaimana cikal bakal dunia pers
c) Apa itu Jurnalisme Sastrawi
d) Bagaimana Jurnalisme Sastrawi bisa berkembang di Indonesia
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah memberikan alternatif lain di dalam dunia
jurnalisme sekaligus mengenalkan jurnalisme sastrawi di Indonesia

1
BAB II

ISI

2.1 Jurnalisme

Pengertian jurnalistik menurut para ahli sebagai berikut:

 Fraser Bond dalam bukunya, “An introduction to Journalism,” terbitan tahun


1961, mengatakan: Jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan
ulasan mengenai berita agar sampai pada kelompok pemerhati.

 Roland E. Wolseley dalam bukunya UndeJurnalistik adalah pengumpulan,


penulisan, penafsiran, pemrosesan dan penyebaran informasi umum, pendapat
pemerhati, hiburan umum secara sistematik dan dapat dipercaya untuk
diterbitkan pada SK, majalah dan disiarkan stasiun siaran.

 Adinegoro dalam buku: “Hukum Komunikasi Jurnalistik,” karya M. Djen


Amar terbitan tahun 1984, mengatakan: Jurnalistik adalah semacam
kepandaian mengarang yang pokoknya memberikan pekabaran pada
masyarakat dengan selekas-lekas’a agar tersiar luas.

 Astrid Susanto dalam bukunya: ,”Komunikasi massa,” terbitan tahun


1986,menyebutkan: dalam Jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau
pelaporan serta penyebaran tentang kegiatan sehari-hari.

2.2 Cikal Bakal Dunia Pers

Informasi, peristiwa, dan berita telah menjadi bagian hidup umat manusia
sehari - hari. Namun hanya segelintir yang dapat membedakan diantara
ketiganya. Berita ialah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa
hangat; kabar, laporan, pemberitahan, pengumuman ( KBBI, hlm. 140, 2007).

2
Peristiwa ialah kejadian (hal, perkara), kejadian yang luar biasa (menarik
perhatian); yang benar - benar terjadi (KBBI, hlm. 860, 2007). Adapun
informasi berasal dari kata latin informatio yang berarti tanggapan, pengertian,
gagasan, pikiran (K. Prent, dkk., hlm. 434)

Pakar sejarah Suetonius mencatat ketika Julius Caesar dinobatkan menjadi


konsul (59 SM) ia memerintahkan di Forum Romanum (Pasar Roma) dipasang
papan pengumuman yang disebut dengan acta diurna atau catatan harian. Dari
sinilah kita mengenal istilah akta notaris. Dapat dikatakan bahwa papan
pengumuman pada zaman Romawi Kuno merupakan medium cetak yang
berfungsi alat komunikasi massa pada saat itu. Namun komunkasi tersebut
hanya bersifat satu arah, yakni dari penguasa ke rakyat. Papan infrormasi
tersebut berisi pesan dan informasi yang akan disampaikan penguasa kepada
rakyatnya. Orang yang bertugas mengumpulkan informasi disebut diurnarius
biasanya berasal dari kalangan budak. Dari praktik mengumpulka dan
menyiarkan berita untuk acta diurna mendorong lahirnya istilah slave
reporter, yang di Indonesia disamakan dengan kuli tinta yang mengacu pada
tugas dan profesi mengumpulkan dan menyiarkan berita

Dari papan pengumuman acta diurna mulai berkembang lagi, kurang


lebih 6000 tahun silam, di zaman Babilonia dan Niniye (sekarang Irak) setelah
manusia berkomunikasi lewat suara kini meningkat ke dunia tulis, pada zaman
itu banyak ditemukan gambar gambar yang mengandung arti (informasi) yang
digambar di atas tanah liat yang dikeringkan. Lalu di tepi sungai Nil sedikit
lebih maju yaitu dengan menggunakan daun papirus yang tumbuh subur di
daerah sekitar sungai Nil. Sementara di Indonesia, kita bisa menemui kitab
Nagarakertagama dan Sutasoma yang ditulis diatas daun lontar. Sementara itu
di Cina, Tsai Lun yang hidup sekitar tahun 105 M. telah melakukan
eksperimen dengan kertas. Ia menumbuk - numbuk beberapa materi sejenis
hennep, diadoni air, lalu dimasukan ke dalam cetakan, lantas dijemur. Setelah
kering, jadilah kertas. Pada tahun 1041, Pi Seng menemukan alat cedak
sederhana, tetapi dunia lebih mengenal Johannes Guttenberg, seorang Jerman

3
sebagai penemu teknologi cetak dari tanganya. Cetakan pertamanya adalah
septuaginta atau Injil Gutenberg dengan 200 eksemplar dan kini konon hanya
tersisa 40 saja.penemuan Gutenberg merukpakan titik awal bagi
perkembangan mesin cetak di dunia, sejak saat itu percetakan berkembang
pesat dan memicu perkembangan media cetak seperti buku, surat kabar,
majalah dll. Hal ini mendorong industri pers semakin berkembang hingga
menjadi skala besar. Pada awal abad 19, media cetak tidak saja menjadi produk
budaya, tetapi tumbuh menjadi komoditas (barang dagangan).

2.3 Jurnalisme Sastrawi

Kegiatan reportase mengandung pengertian yang luas, mencajup proses


pencarian dan pengumpulan berita, teknik menulis atau melaporkan, mengedit
dan menerbitkan berita, serta kewajiban paska terbit. Jika dilihat secara konten,
media membagimenunya menjadi dua bagian besar: fiksi dan non fiksi, dua
bagian ini masih dipecah lagi menjadi rubrik lain yang lebih kecil.

Dimanakah tempat jurnalisme sastra ? dahulu orang menamakanya dengan


“feature” yang diartikan sebagai tulisan/karangan bebas (Goenawan
Mohammad, 1996) yang merupakan bahan atau unsur pelengkap berita.
Seiring dengan perkembangan waktu, sesuai perkembangan teknologi dan
konteks sosial masyarakat, feature mengalami evolusi makna. Kini hard news
dan soft news adalah sama sama bagian penting yang diperlukan media untuk
menjangkau khalayak yang lebih luas

Molly blair dalam kajian terkininya menempatkan feature dan jurnalisme


sastrawi sebagai tiang penyangga yang bersama - sama membangun creative
writting. Jurnalisme sastrawi adalah fakta, data, informasi, dan wawancara
yang dikumpulkan serta ditulis dengan elemen - elemen dan kaidah sastra.
Atau, kebenaran yang dikemas dengan menyentuh hati dan emosi pembaca.
Seperti dikemukakan Conery berikut “wheter it’s called ‘narrative
journalism’, ‘new journalism’, or ‘journalistic narrative’, the type of writing
definied by these term is blend of reporting and storytelling. Although this

4
offshoot of traditional journalism does not employ the pure objectively that is
often associated with the profesion, narrative journalism upholds integrity and
profesionalism, as its writers, astute to human experience, paint pictures and
emotions with words. The narrative journalist is necessarily wrapped up in
social realism, and is ‘in fact, a romantic reporter, who assumes that reality is
to be found by focusing on internal, rahter than external, human processes and
movements; that feelings and emotions are more essential to understanding
human life than ideas” (Connery, 17)

Banyak pakar yang sudah mendefinisikan jurnalistik sastrawi, salah


satunya adalah

 W. Ross Winterowd

Narrative journalism uses the novellis’t techniques and the reporter’s


meticulousness and energy to create a more penetrating view of reality

 DeNeen L. Brown

Literary journalism bertumpu pada kebenaran, namun harus dibungkus dengan


indah. “a lead should enter your subject’s thoughts and establish an ‘intimate
relationship’ with the reader. You’re really saying: sit down and listen to me.”

 Cynthia Gorney

You have to know five times as much as you’re ever going to use in the story.
The only really essential quality of the writer is crazed curiosity. You should be
passionately interested in everything.

 Truman Capote

A serious new art form that combined the power of truth and te drama of
story

2.4 Journalisme Sastrawi di Indonesia

Jurnalistik Indonesia kini sudah beragam, namun ada satu kekhawatiran


dengan jenis jurnalistik tulisan seperti koran, majalah, tabloid yang kini mulai

5
tergantikan dengan adanya televisi dan internet. Hal ini terjadi karena beberapa hal,
salah satunya adalah tuntutan masyarakat untuk mendapat berita terbaru secara
cepat. Jelas jika acuanya adalah kecepatan maka jurnalistik tulisan akan kalah.
Tetapi jurnalistik tulisan akan tetap mempunyai daya tarik tersendiri ketika mereka
mengakui kekalahanya didalam segi kecepatan dan mengedepankan hal lain untuk
memikat para pembaca, salah satunya dengan jurnalistik sastrawi. Hal yang
mungkin akan sulit dilakukan di televisi, karena keterbatasan waktu dan lainya.
Teknik menjabarkan berita dengan teknik bercerita, menciptakan plot, suasana,
rasa dll tentu akan menarik minat pembaca.

Jurnalistik sastrawi sebenarnya sudah lama muncul di Indonesia, pada tahun


1970-an majalah Tempo sudah mempraktikan jurnalistik sastrawi. Teknik
reportase, ramuan menulis, manajemen, hingga distribusi Tempo yang khas itu
merupakan hasil racikan sendiri. Seperti dipaparkan Goenawan Mohamad, Tempo
ketika berdiri merupakan satu - satunya media cetak yang menulis laporan dengan
teknik bercerita. Sebelum hadirnya Tempo, hanya ada dua jenis penulisan dalam
koran dan majalah di Indonesia: straight news, hard news.

Tempo terlhiat begitu mudah memulai jenis jurnalistik sastra ini, hal ini
dikarenakan para awak jurnalis di Tempo mempunya latar belakang sastrawan,
sehingga dalam menuliskan berita, efek sastra tersebut sangat mempengaruhi jenis
tulisanya. Setelah Tempo mulai muncul beragam majalah sejenis seperti, majalah
Citra, Aktuil, Kartini dll

Jurnalistik sastrawi bisa menjadi alternatif untuk dunia jurnalistik di Indonesia,


keindahan - keindahan kata, serta munculnya emosi di dalam membaca suatu berita
adalah hal yang sangat menarik. Itu akan menjadi keunggulan tersendiri dari
jurnalistik media tulisan. Di masa yang akan datang ketika masyarakat suda bosan
dengan berita yang tanpa rasa (hanya berisi informasi) maka jurnalistik sastrawi
adalah solusinya.

6
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Acta diurna Papan infrormasi berisi pesan dan informasi yang akan
disampaikan penguasa kepada rakyatnya. Orang yang bertugas mengumpulkan
informasi disebut diurnarius, Acta diurna mendorong lahirnya istilah slave
reporter, yang di Indonesia disamakan dengan kuli tinta yang mengacu pada
tugas dan profesi mengumpulkan dan menyiarkan berita. Molly blair dalam
kajian terkininya menempatkan feature dan jurnalisme sastrawi sebagai tiang
penyangga yang bersama - sama membangun creative writting. Jurnalisme
sastrawi adalah fakta, data, informasi, dan wawancara yang dikumpulkan serta
ditulis dengan elemen - elemen dan kaidah sastra. Atau, kebenaran yang
dikemas dengan menyentuh hati dan emosi pembaca

Jurnalistik sastrawi sebenarnya sudah lama muncul di Indonesia, pada


tahun 1970-an majalah Tempo sudah mempraktikan jurnalistik sastrawi.
Teknik reportase, ramuan menulis, manajemen, hingga distribusi Tempo yang
khas itu merupakan hasil racikan sendiri.

3.2 Daftar Pustaka

Ardianto, Elvinaro dan Erdinaya, Lukita K. 2004. KOMUNIKASI MASSA :


SUATU PENGANTAR. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Putra Masri S. 2010. LITERARY JOURNALISM. Jakarta: Salemba Humanika

Anda mungkin juga menyukai