Perjanjian Renville ini buruk dan merugikan bagi masyarakat Indonesia. Setelah perjanjian
Renville ditandatangani, TNI akhirnya melakukan perpindahan dari wilayah yang dikuasai
sebelumnya salah satunya adalah ribuan tentara dari divisi Siliwangi di Jawa Barat melakukan
perpindahan ke Jawa Tengah. Peristiwa disebut Long March Siliwangi
Perjanjian Linggarjati
Dalam perjalanan bangsa indonesia Di awal awal kemerdekaan memang tak semudah
apa yang di bayangkan , panyak pergolakan yang terjadi dalam negeri , belum juga
menghadapi invasi yang berujung agresi militer belanda , sungguh perjuangan yang tak muda ,
namun dengan tekad dan semangat yang kuat ,
Perjanjian linggar jati merupakan peristiwa diplomasi yang di tempuh bangsa indonesia
dalam memperjuangkan statu indonesia sebagai negara merdeka , Hasil perundingan ini
ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan ditandatangani secara
sah oleh kedua negara pada 25 Maret 1947. Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal
yang antara lain berisi:
a. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan
Madura.
b. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
c. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
d. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran
Indonesia-Belanda dengan ratu belanda sebagai ketuanya.
2. Perundingan Renville
adalah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari
1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral USS Renville, yang
berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember
1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia,
yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. Perjanjian ini diadakan untuk
menyelesaikan perselisihan atas Perjanjian Linggarjati tahun 1946. Perjanjian ini berisi batas
antara wilayah Indonesia dengan Belanda yang disebut Garis Van Mook.
3. Perundingan Roem-Royen
adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April
1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta.
Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen.
Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan
Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama. Perjanjian ini
sangat alot sehingga memerlukan kehadiran Bung Hatta dari pengasingan di Bangka, juga Sri
Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk mempertegas sikap Sri Sultan HB IX
terhadap Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, di mana Sultan HamengkuBuwono
IX mengatakan “Jogjakarta is de Republiek Indonesie” (Yogyakarta adalah Republik
Indonesia).
Setelah segala usaha untuk mencari penyelesaian secara damai, gagal, sedangkan laporan-
laporan yang sampai ke Pemerintah Pusat meyakinkan bahwa gerakan RMS itu sama sekali
tidak mendapat sambutan dari penduduk Ambon, malah rakyat Ambon menderita penteroran
dari serdadu-serdadu RMS, maka Kabinet Negara Kesatuan yang baru saja dibentuk terpaksa
mengambil tindakan militer berupa pengiriman pasukan TNI ke pulau Ambon untuk
memulihkan keamanan dan kesatuan negara, pada tanggal 28 September 1950.
Beberapa hari sesudah operasi militer yang cukup singkat, berhasil, pergilah kami berdua ke
Ambon dengan kapal terbang tua merk Douglas yang berbangku panjang itu melalui Makassar
dan Namlea di pulau Buru.
Sekalipun kehidupan sehari-hari belum dapat dikatakan normal, tapi seluruh pulau Ambon
sudah dapat dikuasai. Kami ucapkan selamat kepada komandan-komandan pertempuran dan
prajurit-prajurit atas berhasilnya operasi. Kami berziarah ke kuburan Kolonel Slamet Riyadi
yang tewas dalam pertempuran di Tahitu, dan adakan pertemuan dengan pemuka-pemuka
rakyat Ambon.
Dr. Leimena adalah pemimpin yang tumbuh dari masyarakat dan berurat di dalamnya. Dia juga
seorang dokter yang tahu apa artinya diagnose dan apa therapie. Ia dapat cepat merasakan
dengan peka, bahwa sesuatu peristiwa berupa tantangan kepada orde yang sedang berlaku, baik
yang sudah berupa tantangan fisik seperti yang terjadi di Ambon itu, ataupun yang masih
merupakan protes-protes, dan pernyataan yang seringkali menjengkelkan fihak yang sedang
berkuasa, semua itu bersumber dari suatu proses psychologis yang sekarang ini –dengan bahasa
lunak—sering dinamakan “keresahan” batin, apapun yang menyebabkan keresahan itu.
Jadi, tidak selesai dengan menindak mereka yang “menyeleweng” atau yang resah itu secara
fisik dan juridis semata-mata. Kita tidak boleh semata-mata melayani gejala-gejala,
dengan symptomatic approach, kata orang sekarang. Tapi kita harus langsung melayani apa-apa
yang menjadi sebab –dengan causal approach.
Oleh karena itu, Dr. Leimena setelah ia mengkaji persoalannya, memerlukan membuat suatu
analisa dari peristiwa RMS itu disertai dengan satu Seruan dari hati ke hati, diterbitkan
berbentuk brosur berjudul: Soal Ambon – Satu Seruan.
Brosur tersebut ditulisnya sebagai jawaban atas suatu pertanyaan dari Dewan Gereja Sedunia
kepadanya pribadi yang tadinya kuatir, bahwa tindakan militer terhadap RMS di pulau Ambon
menyebabkan antara lain gereja Kristen tidak dapat menjalankan pekerjaannya.
3. Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia-Belanda yang
akan diketuai Ratu Belanda. Segera akan dilakukan penarikan mundur seluruh tentara Belanda.
4. Pembentukan Angkatan Perang RIS (APRIS) dengan TNI sebagai intinya.