Kerajaan-Kerajaan Islam Di Indonesia
Kerajaan-Kerajaan Islam Di Indonesia
Berkembangnya agama Islam secara cepat dan meluas di Indonesia terutama di daerah pesisir
karena adanya kontak dagang antara pedagang Islam dengan pedagang Indonesia. Para pedagang
Islam dari Gujarat dalam menyiarkan agama Islam dengan cara bijaksana dan tanpa paksaan atau
kekerasan. Sehingga banyak pedagang maupun penduduk Indonesia pada masal lampau yang tertarik
kepada Islam. Selain itu ajaran Islam tidak mengenal kasta.
Pada abad ke-13 berdirilah kerajaan Islam pertama di Indonesia yaitu Samudra Pasai.
Pendiri kerajaan ini sekaligus menjadi raja pertama bernama Sultan Malik al Saleh. Letak
kerajaan berada di daerah Aceh Utara di Kabupaten Lokseumawe.
Kemudian pada tahun 1297 Sultan Malik al Saleh wafat untuk melanjutkan pemerintahan
ia digantikan oleh putranya bernama Sultan Mahmud. Pada tahun 1326 Sultan Mahmud juga
wafat. Selanjutnya pemerintahan kerajaan Islam Samudra pasai dipimpin oleh Sultan Ahmad
yang bergelar Sultan Malik Al Tahir. Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad, kerajaan
Samudra Pasai mendapat kunjungan Ibnu Batuta, utusan Sultan Delhi. Ibnu Batuta
menceritakan bahwa Samudra Pasai merupakan bandar utama pelabuhan yang sangat penting.
Karena di pelabuhan ini menjadi tempat bongkar muat barang-barang dagangan yang dibawa
oleh para pedagang dari dalam dan luar negeri (India dan Cina).
Pada Abad ke-15 di Pulau Jawa berdiri kerajaan Islam Demak. Demak merupakan
kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Pendiri kerajaan ini bernama Raden Patah. Ia
sebenarnya adalah salah seorang bupati di kerajaan Majapahit yang berkedudukan di Demak
dan telah menganut Islam. Kekuasaan Majapahit ketika itu sudah lemah. Keadaan ini
mendorong Raden Patah untuk mendirikan kerajaan Islam Demak. Dengan berdirinya kerajaan
Islam Demak berarti Raden Patah telah melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan Majapahit.
Berdirinya kesultanan Demak mendapat dukungan pula dari daerah-daerah lain di Jawa Timur
yang sudah Islam seperti Jepara. Tuban dan Gresik.
Masjid Demak
Dalam waktu singkat Demak telah berkembang menjadi sebuah kerajaan besar. Di
samping itu Demak menjadi pusat penyiaran agama Islam. Apalagi setelah malaka Jatuh
(dikuasai) oleh Portugis (1511), maka kedudukan dan peranan Demak semakin penting.
Meskipun usaha untuk merebut Malaka dari Potugis yang dilakukan Pati Unus
mengalami kegagalan, namun peristiwa ini patut dibanggakan karena mereka gagah berani
menghadapi bangsa penjajah.
Kemudian pada tahun 1518 Raden Patah Wafat. Ia digantikan oleh putranya yaitu Pati
Unus. Pemerintahannya hanya berlangsug selama 3 tahun karena setelah itu ia wafat.
Selanjutnya kerajaan Islam Demak dipimpin oleh Sultan Renggono, Adim Pati Unus.
Sultan Trenggono dikenal sebagai raja yang tegas dan arif bijaksana. Karena itu pada
masa pemerintahannya Demak mencapai puncak kejayaan. Daerah kekuasaannya meliputi Jawa
Barat dan Jawa Timur.
Pada tahun 1527 kerajaan Islam Demak mengirimkan tentaranya dipimpin oleh Fatahilah
untuk mengusir dan menghancurkan Potugis yang menduduki Sunda kelapa. Fatahillah beserta
tentaranya berhasil mengusir orang-orang Portugis dan menguasai Sunda Kelapa. Kemudian
oleh Fatahillah nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta artinya kemenangan. Sekarang
Jayakarta menjadi Jakarta.
Sementara itu Demak berhasil menguasai Jawa Timur. Ekspedisi ke Jawa Timur ini
dipimpin langsung oleh Sultan Trenggono. Tetapi dalam serangannya ke Pasuruan Tahun 1546,
Sultan Trenggono gugur.
Pada tahun 1568 berdiri kerajaan Islam Pajang. Pendiri kerajaan ini adalah Sultan
Adiwijoyo atau Joko Tingkir. Ia berhasil mengalahkan Arya penangsang raja Demak. Ia
kemudian menindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Pajang. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa berdirinya kerajaan Islam Pajang erat kaitannya dengan kerajaan Demak.
Sultan Adiwijoyo atau Joko Tingkir adalah seorang yang suka menghargai pendukung
atau pengikut yang turut bertempur bersamanya sewaktu menghadapi Arya Penangsang.
Mereka yang telah berjasa oleh Sultan Adiwijoyo diberi hadiah penghargaan. Kedua orang
yang dinilai sangat berjasa yaitu Kiai Ageng Pemanahan dihadiahi tanah di Mataram (sekitar
Kotagede, dekat Yogyakarta). Sedangkan Kiai Panjawi dihadiahi tanah di Daerah Pati. Mereka
sekaligus diangkat menjadi bupati di daerahnya masing-masing.
Bupati Surabaya diangkat sebagai wakil raja yang memiliki daerah kekuasaan meliputi
Sedayu, Gresik, Surabaya dan Panarukan.
Kiai Ageng Pemanahan yang menjadi Bupati Mataram mempunyai seorang putra
bernama Sutowijoyo. Ia memiliki bakat di bidang kemiliteran. Sutowijoyo lebih dikenal
sebagai Senapti Ing Alaga (Panglima Perang). Karena itu setelah Kiai Ageng Pemanahan wafat
pada tahun 1575, pemerintahan dilanjutkan oleh Sutowijoyo, putranya.
Pada tahun 1586 berdiri kerajaan Islam Mataram. Pendiri kerajaan ini bernama
Sutowijoyo yang bergelar Panembahan Senopalti Ing Alaga Sayidin Pantagama. Letak kerajaan
ini berada di Kotagede, Sebelah tenggara kota Yogyakarta. Ketika memerintah dikerajaan
Mataram, banyak bupati yang ingin melepaskan diri dari kekuasaannya. Diantara para bupati
yang ingin melepaskan diri dari kekuasaannya adalah bupati Ponogorogo, Madiun, Kediri,
Pasuruan, Surabaya, Cirebon dan Galuh. Namun upaya mereka untuk melepaskan diri tidak
behasil karena Sutowijoyo dikenal memiliki keahlian di bidang kemiliteran berhasil mengatasi
semua pemberontakan tersebut.
Pengganti Mas Jolang bernama Adipati Martapura. Tetapi penggantinya ini tidak mampu
menjalankan tugas pemerintahan karena keadaan fisik yang lemah serta sakit-sakitan.
Selanjutnya untuk meneruskan pemerintahan Adipati Martapura diganti oleh Mas Rangsang. Ia
ternyata orang kuat yang mampu memimpin pemerintahan. Pada masa pemerintahannya
kerajaan Islam Mataram mencapai kemajuan yang pesat di bidang petanian, agama dan
kebudayaan, Mataram ketika itu merupakan kerajaan terhormat dan disegani tidak hanya di
pulau Jawa, tetapi juga di pulau-pulau lainnya.
Karya sastra berupa buku berjudul Sastra Gending merupakan hasil karya yang ditulis
oleh Mas Rangsang sendiri. Wayang sebagai kesenian yang digemari rakyat berkembang pesat
pula.Pada masa pemerintahan Mas Rangsang (tahun 1633) ditetapkan perhitungan tahun Islam
didasarkan bulan. Oleh sebab itu Mas Rangsang sebagai raja yang lebih terkenal dengan
sebutan Sultan Agung.
Pada tahun 1522 berdiri kerajaan Islam Cirebon. Pendiri kerajaan yang sekaligus menjadi
rajanya bernama Fatahillah. Ia sangat berjasa dalam mengislamkan Jawa Barat. Di bawah
pemerintahannya kerajaan Islam Cirebon mencapai kejayaan. Daerah kekuasaanya bertambah
luas. Kerajaan Islam Cirebon menjalin hubungan yang baik dengan kerajaan Islam Mataram.
Pada thaun 1570 Fatahillah wafat. Selanjutnya ia digantikan oleh putranya bernama pangeran
Pasarean. Dalam perkembangannya kemudian pada tahun 1679 kerajaan Islam Cirebon dibagi
menjadi dua kerajaan yaitu Kasepuhan dan Kanoman.
Pada masa tersebut kedudukan VOC di Batavia semakin kuat. Mereka bermaksud
meluaskan kekuasaannya ke Cirebon. Maka Belanda dan VOC-nya mengatur siasat dengan
menerapkan politik adu domba atau Devide et Impera. Hal ini bertujuan untuk memperlemah
kerajaan Islam Cirebon. Kerajaan Islam Cirebon yang sudah dipecah menjadi dua, oleh Belanda
VOC dipecah lagi menjadi tiga masing-masing Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan.
Dengan terpecahnya kerajaan Islam Cirebon menjadi tiga menyebabkan kerajaan Islam
Cirebon semakin lemah kedudukannya. Keadaan ini terus dimanfaatkan oleh Belanda dan VOC
untuk mengadu domba. Akhirnya padda abad ke-17 Cirebon berhasil dikuasai VOC.
Pada tahun 1552 berdiri kerajaan Islam Banten. Pendiri kerajaan ini bernama
Hasanuddin. Ia naik tahta menjadi raja di Banten setelah memperoleh mandat dari ayahnya
Fatahillah. Seperti telah kita ketahui bahwa Fatahillah pada mulanya menguasai daerah Sunda
Kelapa, Cirebon dan Banten.
Hasanuddin seperti juga ayahnya, giat menyiarkan agama Islam. Pada waktu itu kerajaan
Pakuan Pajajran masih menganut agama Hindu. Kerajaan Islam Banten di bawah pemerintahan
Hasanuddin makin hari makin kuat kedudukannya. Sementara itu kerajaan Pakuan makin
terjepit dan lemah. Meskipun demikian ia tidak memanfaatkan untuk menyerang kerajaan
Pakuan Pajajaran. Tetapi Hasanuddin meluaskan pengaruhnya ke Lampung. Bahkan kemudian
ia menikah dengan putri Sultan Indrapura. Oleh mertuanya Hasanuddin dihadiahi tanah di
daerah Selebar.
Setelah Maulan Muhammad wafat timbul persoalan di kalangan kerajaan karena yang
seharusnya menggantikannya adalah putranya, Abdul Mufakkir. Tetapi pada waktu itu Abdul
Mufakkir baru berumur 5 bulan. Maka pemerintahan sementara dipegang oleh seorang
mangkubumi. DAlam perkembangannya kemudian muncul orang kuat bernama Pangeran
Ranamenggala yang mengendalikan Banten mendampingi Abdul Mufakkir yang belum
dewasa. Renamenggala wafat tahun 1624.
Kejayaan kerajaan Banten berlangsung sekitar tahun 1600. Pada waktu itu banten
merupakan bandar pelabuhan terbesar. Banyak pedagang dari dalam dan luar pulau Jawa
singgah untuk membeli maupun menjual lada, cengkeh, dan pala.
Kemunduran kerajaan Islam Banten terjadi sejak masa pemerintahan Sultan Abdul
Mufakkir di mana Belanda terus melakukan blokade-blokade yang mengakibatkan sempitnya
ruang gerak kerajaan Islam Banten. Walaupun demikian semangar rakyat Banten yang anti
penjajah Belanda tetap menyala.
Pada abad ke-13 di Maluku telah berdiri beberapa kerajaan seperti ternate, Tidore,
Bacan, dan Obi. Di antara kerajaan-kerajaan tersebut, ternyata kerajaan ternate dan Tidore yang
berkembang lebih maju. Hal ini disebabkan hasil buminya yang berupa rempah-rempah
terutama cengkeh. Banyak pedagang dari kepulauan Nusantara dan Timur tengah yang pergi
berlayar ke Ternate. Para saudagar membawa barang-barang dagangan berupa pakaian, beras
dan sebagainya untuk dipertukarkan dengan rampah-rempah.
Pada abad ke-14 agama Islam berkembang pesat di Ternate. Dalam perkembangannya
kemudian Ternate berubah menjadi kerajaan Islam. Kerajaan ini dipimpin oleh Sultan Harun.
Pada masa pemerintahannya orang-orang Portugis banyak yang datang berdagang di Maluku.
Tetapi mereka sering berbuat onar seperti melakukan monopoli dagang secara paksa, bertindak
sewenang-wenang, mencampuri urusan pemerintahan dalam negeri. Akibatnya sering terjadi
pertempuran antara penduduk Maluku dengan orang-orang Portugis. Akhornya pada tahun
1570 Portugis dengan Sultan Ternate sepakat untuk melakukan perjanjian damai melalui
perundingan. Tetapi Portugis menipu Sultan Harun sewaktu berada dalam perundingan, ia pun
dibunuh oleh orang Portugis atas suruhan gubernur mereka.
Setelah Sultan Harun wafat, ia digantikan oleh putranya bernama Sultan Baabullah.
Peristiwa pengkhiantan keji Portugis terhadap Sultan Harun menimbulkan kemarahan rakyat
Maluku. Terlebih lagi Sultan Baabullah sebagai putranya. Ia bersumpah akan membalas
dendam kematian ayahnya dengan mengenyahkan orang-orang Portugis dari bumi Maluku.
Denan semangat yang membara Baabullah memimpin pasukannya bertempur melawan terntara
Portugis. Perang berkobar selama 4 tahun lamanya (1570-1574. Akhirnya benteng Portugis di
Ternate berhasil dikuasai Baabullah dan pasukannya. Orang-orang Portugis yang masih hidup
menyerah. Kemudian mereka diperintahkan dengan segera angkat kaki dari Maluku khususnya
Ternate. Sehak itu daerah Maluku Utara bersih, tidak diganggu lagi oleh orang-orang Portugis.
Pada masa pemerintahannya kerajaan Islam Ternate mencapai zaman kejayaannya.
Sementara itu di kerajaan Tidore agama Islam pun bekembang pesat. Seperti halnya
Ternate, kerajaan Tidore berubah menjadi kerajaan Islam Tidore yang dipimpin oleh sultan
Tidore. Kedua kerajaan ini pada mulanya hidup berdampingan secara damai, saling
menghormati kedaulatan masing-masing. Tetapi oleh bangsa Portugis dan Spanyol kedua
kerajaan ini diadu domba. Sehingga nyaris terjadi petentangan yang menjurus perang. Untung
saja kedua pimpinan kerajaan menyadari hal ini. Mereka tidak mau diadu domba dengan
bangsa sendiri. Kemudian kerajaan ini bersatu, bahu-membahu dalam menghadapi Portugis.
Pada abad ke-16 di Sulawesi Selatan telah berdiri beberapa kerajaan seperti Gowa, Bone,
Wajo, Luwu, dan Soppeng. Dalam perkembangannya kerajaan Gowa dan Tallo mengalami
kemajuan yang lebih pesat dibandingkan yang lainnya. Hal ini disebabkan letak kerajaan ini
sangat strategis dan menguntungkan yakni terletak di tengah-tengah lalu-lintas pelayaran antara
Malaka dan Maluku. Kedua kerajaan yaitu Gowa dan Tallo, yang rajanya telah menganut
agama Islam bersepakat menyatukan kerajaan mereka menjadi kerajaan Islam Makassar.
Rajanya bernama Sultan Alauddin. Ia semua bernama Daeng Manrabia, raja Gowa. Sedangkan
Mangkubumi bernama Sultan Abdullah. Ia semua bernama karaeng Matoaya, raja Tallo.
Penjajahan belanda terus berupaya untuk menaklukan Sultan Hasanuddin. Pada waktu itu
sedang terjadi perselsihan antara Sultan Hasanuddin dengan Aru Palaka, raja Bone dan
Soppeng. Keadaan ini dimanfaatkan Belanda dengna menerapkan politik adu domba. Belanda
dalam hal ini memihak Aru Palaka dan secara bersama memerangi Sultan Hasanuddin.
Kemudian berkobar pertempuran hebat (tahun 1666-1669) antar Belanda (VOC) beserta Aru
Palaka di satu pihak dengan Sultan Hasanuddin, dan Malaka Sultan Hasanuddin terdesak dan
Makasar hampir jatuh ke tangan Belanda. Akhirnya Sultan Hasanuddin bersedia membuat
perjanjian damai yang dikenal dengna perjanjian Bongaya (1667).
Walaupun perjanjian telah disepakati, namun Belanda yang licik selalu melanggar
perjanjian dengan bertindak sewenang-wenang. Hal ini membangkitkan kembali kemarahan
Sultan Hasanuddin. Kemudian ia mengangkat senjata kembali memerangi Belanda.
Dalam peperangan ini Sultan Hasanuddin mendapat tekanan hebat dari pasukan Belanda,
maka akhirnya pada tahun 1669 Sultan Hasanuddin terpaksa menyerah dan Makassar pun
dikuasai penjajah Belanda. Meskipun demikian dalam diri orang-orang Makassar tetap tumbuh
semangat anti penjajahan. karena itu banyak diantara merek yang pergi merantau ke Madura,
Banten dan sebagainya membantu daerah-daerah yang masih berperang melawan Belanda.