Anda di halaman 1dari 20

Tugas Laporan individu

Jum’at 13 juli 2018

“BLOK REPRODUKSI”

TUGAS LAPORAN MODUL

“BBLR”

Di Susun Oleh:

Nama : Meylisa

Stambuk : 14 777 033

Pembimbing : dr. Achmad Yudha Sp.A

Kelompok : II (dua)

Fakultas Kedokteran

Universitas Alkhairat Palu

2018
SKENARIO

Seorang bayi laki-laki lahir spontan di puskesmas dari seorang ibu berumur 40 tahun.
Berat lahir 1500 gram, skor Ballard 18. Saat lahir bayi segera menangis, ketuban pecah saat
lahir, jernih dan tidak berbau. Bayi mulai disusui 2 jam setelah lahir, tetapi isapan bayi tampak
lemah. Empat jam setelah lahir bayi tampak sesak, frekuensi napas 70 x per menit, retraksi di
daerah subcostal, tidak tampak biru, dan pada auskultasi terdengar expiratory grunting. Suhu
aksiler 36,3 C. Dua hari kemudian wajah dan daerah dada bayi tampak kuning.

KATA SULIT :

1. Skor Ballard : Cara menentukan umur kehamilan berdasarkan kematangan fisik


2. Retraksi subcostal : tarikan otot-otot bantu pernafasan subcostal
3. Expiratory grunting : Bunyi seperti dengkuran pada saat melakukan expirasi
4. Lahir spontan : lahir normal atau lahir biasa dimana saat proses persalinan tidak
menggunakan alat-alat bantu seperti forcep, vakum, dan lain-lain serta ibu dan bayi
tidak mengalami gangguan dimana persalinannya berlangsung.

KATA KUNCI :

1. Bayi laki-laki lahir spontan spontan


2. Ibu berumur 40 tahun
3. skor Ballard 20
4. Berat lahir 1500 gram
5. Saat lahir bayi segera menangis
6. Ketuban pecah saat lahir, jernih dan tidak berbau
7. Bayi mulai disusui 2 jam setelah lahir, Isapan bayi tampak lemah
8. 4 jam setelah lahir bayi tampak sesak, frekuensi nafas 70 x per menit
9. Retraksi daerah subcostal
10. Auskultasi terdengar Expiratory grunting
11. Suhu axiller 36,3 °C
12. 2 hari kemudian wajah dan daerah dada bayi tampak kuning
13. Tidak tampak biru
PERTANYAAN :

1. jelaskan apa yang dimaksdud dengan BBLR dan klarifikasinya ?

2. jelaskan factor resiko BBLR dan jelaskan hubungan BBLR dengan gejala pada skenario ?

3. jelaskan bagaimana terjadinya bunyi Expiratory grunting ?

4. masalah apa yang dapat ditimbulkan pada bayi disusui 2 jam setelah lahir ?

5. bagaimana mencegah dan menangani komplikasi BBLR ?

6. Bagaimana menilai masa gestasi pada bayi bayi baru lahir ?

7. Mengapa mekanisme terjadinya sesak pada bayi dan mengapa sesak 4 jam setelah lahir ?

8. apa yang membuat bayi tampak kuning setelah 2 hari ?

9. apa makna dari skor ballard 20 ?

10. bagaimana mekanisme terjadinya retraksi daerah subcostal ?

11. apa yang menyebabkan bayi tersebut hipotermi ?

12. Differential diagnostik pada skenario ?

LO :

1. Cari bunyi-bunyi pernapasan dan videonya ?


2. Cari komplikasi, pencegahan dan penanganan BBLR ?
3. Icterus Neonatorum, patologi dan fisiologi pada bayi prematur (def,klarifikasi,syarat dan
cara periksa)
4. Hiperbilirubinemia
5. Kurva lubschenko dan kurva fenton
6. Penatalaksanaan BBLR

Pencegahan terjadinya BBLR

•Pemeriksaan kehamilan secara berkala

•Penyuluhan kesehatan kesehatan pertumbuhan janin

•Perencanaan persalinan pada usia reproduksi sehat (20-34 tahun)


•Dukungan sektor lain untuk peningkatan pendidikan Ibu dan status ekonomi keluarga.

Komplikasi yang dapat terjadi pada BBLR

Gangguan pernapasan/paru-paru

Gangguan hati

Hipotermia

Intraventricular hemorage

Retinophaty

Hipoglikemia

penanganan awal BBLR

Mempertahankan Suhu

BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhunya harus dipertahankan.
Dalam ruangan perawatan bayi, suhu dipertahankan tidak kurang dari 24 C atau jika bayi sangat
kecil dimasukkan kedalam incubator dengan suhu dipertahankan 26-32 C dengan kelembapan
65-75% oksigen diberikan melalui kotak kepala(head box) atau masuk kedalam incubator secara
terkontrol.

Pencegahan infeksi

infeksi dikontrol dengan perhatian khusus untuk mencegah penularan infeksi dari
pengunjung dan staf yang bertugas, dan hal-hal lain ke kamar perawatan bayi. Mencuci tangan
sebelum memegang bayi merupakan tindakan pencegahan yang sangat penting.

Pengawasan Nutrisi/ASI

Reflex mengisap bayibelum sempurna oleh sebab itu pemberian nutrisi/ASI harus
dilakukan denga cermat. Bila bayi tidak dapat mengisap tapi bias saja tetesi ASI dari putting
susu atau diberikan melalui pipa/sendok.

Penimbangan

Perubahan BB mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan
tubuh, oleh sebab itu Perubahan BB bayi harus dikontrol secra cermat.
ikterus fisiologik dan ikterus patologik terjadi

Biasanya ikterus dikatakan fisiologik bila

•Timbul pada hari kedua dan ketiga

•Kadar bilirubin indirek sesudah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neontus cukup bulan
dan 10 mg% pada neonates kurang bulan

•Kecepatan peningkatan bilirubin tak melebihi 5 mg% per hari

•Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%

•Ikterus menghilang pda 10 hari pertama

•Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.

Ikterus patologik

•Produksi bilirubin berlebihan: inkompabilitas darah Rh, def. enzim G6PD

•Gggn ambilan & konjugasi bilirubin: sindrom gilbert, sindrom Criggler-Najjar , def. protein Y

•Gggn transportasi : dipengaruhi obat2an, def. albumin

•Gggn ekskresi: obstruksi intrahepatik/ ekstrahepatik

Hiperbilirubinemia

Definisi

Hiperbilirubinemia adalah icterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus


ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak
dikendalikan(Mansjoer,2008). Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar,
tetap tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excess Physiological Jaundice’. Digolongkan
sebagai hiperbilirubinemia patologis(Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum
bilirubin terhadap usia neonatus>95% menurut Normogram Bhutani (Etika et al,2006).

Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit,
sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu

pada gambaran kadar bilirubin serum total.


Klasifikasi

Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.

Ikterus fisiologi

Ikterus fisiologi adalahikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta tidak
mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena ikterus.

Adapun tanda-tanda sebagai berikut :

1. Timbul pada hari kedua dan ketiga

2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonates cukup bulan.

3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.

4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.

5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.

IkterusPatologi

Ikterus patologis adalahikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin
mencapai suatu nilai yang disebut

hiperbilirubinemia

Adapun tanda-tandanya sebagai berikut :

1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.

2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5% pada

neonatus kurang bulan.

3. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.

4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.

5. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. (Arief ZR, 2009. hlm. 29)
Penatalaksanaan BBLR

Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan
perkembangan dan penyesuaian diri dengan lingkungan hidup diluar uterus maka perlu
diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan, dan bila perlu pemberian
oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi (Winkjosastro,
2006).

a. Mempertahankan Suhu

Bayi prematur mudah dan cepat sekali menderita hipotermia bila berada di lingkungan
dingin. Bila bayi dirawat di dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat badan
kurang dari 2 kg adalah 35°C dan untuk bayi berat badan 2-2,5 kg 34°C agar ia dapat
mempertahankan suhu tubu sekitar 37°C suhu inkubator dapat diturukan 1°C perminggu untuk
bayi dengan berat badan kurang dari 2 kg secara berangsur-angsur ia dapat diletakan didalam
tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27°C-29°C. Bila inkubator tidak ada, pemanasan
dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat di sekitar atau
dengan memasang lampu petromaks didekatkan pada tempat tidur bayi. Bayi dalam inkubator
hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk memudahkan pengawasan mengenai keadaan
umum, tingkah laku, pernapasan dan kejang (Winkjosastro, 2006).

b. Penimbangan Berat Badan

Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan
daya dan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan agar bayi tidak menderita
hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Pada umunya bayi dengan berat lahir 2000 gram atau
lebih dapat mengisap air susu ibu dan bayi dengan berat kurang 1500 gram bayi diberi minum
melalui sonde. Sesudah 5 hari bayi lahir dicoba menyusu pada ibunya, bila daya isap cukup baik
maka pemberian air susu ibu diteruskan (Winkjosastro, 2006).

c. Makanan bayi

Pada bayi prematur refleks isap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas lambung masih
sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang di samping itu kebutuhan protein
3-5 gr perhari dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari), agar berat badan bertambah sebaik-baiknya.
Pemberian minum dimulai pada waktu bayi berumur tiga jam agar bayi tidak menderita
hipoglikemia dan hiperbilirubinemia pada umumnya bayi dengan berat badan lahir 2000 gram
agar lebih dapat mengisap air susu ibu dan bayi dengan berat kurang 1500 gram diberi minum
melalui sonde. Sesudah 5 hari bayi dicoba menyusu pada ibunya, bila daya isap cukup baik
maka pemberian air susu diteruskan (Winkjosastro, 2006).
d. Mencegah Infeksi

Bayi berat lahir rendah mudah sekali terkena daya tahan tubuh yang masih lemah,
kemampuaan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum sempurna, oleh karena
itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi
persalinan prematuritas (BBLR), dengan demikan perawatan dan pengawasan bayi prematuritas
secara khusus dan terisolasi dengan baik (Manuaba, 2006).

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sangat rentan akan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip
pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi (Sarwono, 2006).

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sangat rentan akan infeksi, ini disebabkan oleh karena
daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang, relativ belum sanggup membantu antibodi dan
daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum oleh karena itu, perhatikan prinsip-
prinsip pencegahan infeksi, termasuk mencuci tanggan sebelum memegang bayi ( Koswara
2009).

JAWABAN :

1. Pengertian BBLR dan klasifikasinya

Defenisi: Ialah bayi baru lahir yang berat badannya pada saat kelahiran kurang dari 2.500 gram
tanpa mengkaitkan dengan umur gestasi.

Klasifikasi:

a. Berdasarkan Berat Badan :

- Low Birth Weight (LBW) dimana berat badannya 1500 - <2500 g

- Very Low Birth Weight (VLBW) dimana berat badaan bayi baru lahir 1000 g - <1500g

- Extremely Low Birth Weight (ELBW) dimana berat badan bayi baru lahir <1000 g

b. Berdasarkan umur kehamilan :

- Bayi prematur murni

Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk
masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-
SMK).

- Dismaturitas Kecil dibanding masa kehamilan (KMK)


Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu.
Terbagi atas:

• Bayi kurang bulan ialah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu

• Bayi cukup bulan ialah bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu sampai 42 minggu.

• Bayi lebih bulan ialah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih.

2. Etiologi BBLR

a. Faktor ibu

Gizi saat hamil yang kurang

Kurang gizi pada saat hamil apabila tidak mendapatkan penenganan dengan baik secara intensif
akan mengakibatkan anemia.kebanyakan ibu hamil mengalami anemia gizi seperti anemia
defesiensi besi.oleh sebeb itu,pada saat hamil ibu dianjurkan untuk mengomsumsi tablet zat
besi.

Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun

Usia reproduksi optimal seorang ibu adalah antara umur 20-35 tahun, dibawah atau diatas usia
tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan dan persalinannya.Umur ibu kurang dari 20
tahun menunjukkan rahim dan panggul ibu belum berkembang secar sempurna karena wanita
pada usia ini masih dalam masa pertumbuhan sehingga panggul dan rahim masih
kecil.Disamping itu usia diatas 35 tahun cenderun mengakibatkan timbulnya masalah- masalah
kesehatan seperti : hipertensi,DM,anemia, TB paru, dan dapat menimbulkan persalinan lama
dan perdarahan pada saat persalinan serta resiko terjadinya cacat bawaan pada janin.

Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat

Banyak anakyang dilahirkan seorang ibu akan mempengaruhi kesehatan ibu dan menrupakan
factor resiko terjadinya BBLR, tumbuh kembang bayi lebih lambat, pendidikan anak lebih
rendah dan nutrisi kurang.

Penyakit menahun ibu seperti gangguan pembuluh darah,penyakit kronis(TBC, malaria)

Factor resiko lain pada ibu hamil adalah riwayat penyakit yang diderita ibu.adapun penyakit
yang diderita ibu yang berpengaruhterhadap kehamilan dan persalinannya adalah penyakit
yang bersifat kronis seperti hipertensi , cacat bawaan, jantung dan asma, TB paru, dan malaria

Faktor pekerjaan
Pekerjaan ibu pada status social ekonnomi dan aktifitas fisik ibu hamil. Dengan keterbatasan
status social ekonomi akan berpengaruh nterhadap keterbatasan dalam mendapatkan
pelayanan ante natal yang adekuat , pemenuhan gizi, sementara itu, ibu hamil yang bekerja
cenderung cepat lelah sebeb aktifitas fisiknya meningkat karena memiliki tambahan pekerjaan
atau kegiatan di luar rumah.

b. Faktor kehamilan

Hamil dengan hidarmion , yaitu keadaan dimana cairan ketuban melebihi dari normal

Hamil ganda, yaitu kehamilan dimana jumlah janin yang dikandung lebih dari satu

Perdarahan ante partum , yaitu perdarahan yang terjadi pada masa hamil

Komplikasi hamil : pre-eklampsia /ekmplasia, ketuban pecah dini, pre-eklampsia/eklampsia


yaitu kondisi ibu hamil denagn tekanan darah meningkat keadaan ini sanagnt mengamcanm
jiwa ibu dan bayi yang dikandung . ketuban pecah dini yaitu kondisi dimana iar ketuban keluar
sebelum waktunya dan biasanya factor penyebabnya paling sering adalah terjadinya benturan
pada kandugan.

c. Faktor janin

Cacat bawaan yaitu keadaan janin yang cacat sebagai akibat pertumbuhan janin didalam
kandungan tidak sempurna

Imfeksi dalam rahim yaitu janin yang mengalami infeksi sebagai akibat penyakit yang diderita
ibu. Seperti ibu yang menderita HIV/AIDS sangat rentan mengakibatkan infeksi dalam rahim

d. Faktor lingkungan

Yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-ekonomi dan
paparan zat racun.

e. Faktor obat-obatan seperti ibu keracunan bayi

3. terjadinya bunyi Expiratory grunting

Penyebab terdengarnya respiratory grunting yaitu disebabkan oleh karena tubuh


merespon untuk mempertahankan udara lebih lama di paru-paru dengan jalan menutup
epiglottis hingga pada saat ekspirasi melawaan glottis terjadi bunyi tersebut dengan tujuan
meningkatkan kapasitas residual yang akan meningkkatkan ventilasi.
5. mencegah dan menangani komplikasi BBLR

Pencegahan BBLR

Yaitu berupa intervensi dengan pendekatan faktor resiko yang menjadi faktor penentu
terjadinya BBLR, seperti:

- Keluarga Berencana (KB)

- Pendidikan Wanita

- Peningkatan kesehatan ibu dan anak melalui pelayanan antenatal

- Perbaikan gizi

- Pemberdayaan keluarga dan masyarakat

penanganan awal BBLR

Mempertahankan Suhu

BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhunya harus dipertahankan.
Dalam ruangan perawatan bayi, suhu dipertahankan tidak kurang dari 24 C atau jika bayi sangat
kecil dimasukkan kedalam incubator dengan suhu dipertahankan 26-32 C dengan kelembapan
65-75% oksigen diberikan melalui kotak kepala(head box) atau masuk kedalam incubator secara
terkontrol.

Pencegahan infeksi Pengawasan Nutrisi/ASI

Reflex mengisap bayibelum sempurna oleh sebab itu pemberian nutrisi/ASI harus dilakukan
denga cermat. Bila bayi tidak dapat mengisap tapi bias saja tetesi ASI dari putting susu atau
diberikan melalui pipa/sendok.

Penimbangan

Perubahan BB mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan
tubuh, oleh sebab itu Perubahan BB bayi harus dikontrol secra cermat.

7. mekanisme terjadinya sesak pada bayi

Mekanisme sesak pada bayi


Kemungkinan sesak pada bayi yang lahir premature tanpa penanganan antepartum
adalah berupa ketidakseimbangan paru-paru menghasilkan surfaktan. Ini dapat berakibat
kolapsnya jaringan alveoli yang menyebabkan menurunya proses difusi udara dalam jalur
pernapasan bagian bawah. Sebagai akibat ini tubuh merespon untuk merespon untuk
mempertahankanudara lebih lama dalam paru-paru dengan jalan menutup jalan napas dengan
epiglottis.

8. bayi tampak kuning

Patomekanisme bayi tampak kuning.

Defenisi: Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005)
adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

• Timbul pada hari kedua – ketiga

• Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan
dan 10 mg % per hari pada kurang bulan

• Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari

• Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %

• Ikterus hilang pada 10 hari pertama

• Tidak mempunyai dasar patologis

9. makna dari skor ballard 20

10. mekanisme terjadinya retraksi daerah subcostal

11. yang menyebabkan bayi tersebut hipoterm

Hipotermi

Defenisi

Hipotermia pada neonatus adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan suhu tubuh
yang disebabkan oleh berbagai keadaan, terutama karena tingginya konsumsi oksigen dan
penurunan suhu ruangan. Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal sangat penting
untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan bayi baru lahir, terutama bagi bayi prematur.
Pengaturan suhu tubuh tergantung pada faktor penghasil panas dan pengeluarannya, sedang
produksi panas sangat tergantung pada oksidasi biologis dan aktivitas metabolisme dari sel-sel
tubuh waktu istirahat1. Suhu normal adalah suhu tubuh yang menjamin kebutuhan oksigen
bayi secara individual dapatterpenuhi, pada kulit bayi: 36-36,5°C; pada aksila: 36,5-37°C; dan
pada rektum 36,5-37,5°C C. Istilah hipotermia secara umum digambarkan sebagai suhu tubuh
kurang dari 35°C.

Etiologi:

Hipotermi disebabkan oleh beberapa keadaan antara lain:

Keadaan yang menimbulkan kehilangan panas yang berlebihan, seperti lingkungan dingin,
basah, atau bayi yang telanjang,cold linen, selama perjalanan dan beberapa keadaan seperti
mandi, pengambilan sampel darah, pemberian infus, serta pembedahan. Juga peningkatan
aliran udara dan penguapan.

Ketidaksanggupan menahan panas, seperti pada permukaan tubuh yang relatif luas, kurang
lemak, ketidaksanggupan mengurangi permukaan tubuh, yaitu dengan memfleksikan tubuh dan
tonus otot yang lemah yang mengakibatkan hilangnya panas yang lebih besar padaBBLR.

Kurangnya metabolisme untuk menghasilkan panas, seperti defisiensib ro wn fat, misalnya


bayi preterm, kecil masa kelahiran, kerusakan sistem syaraf pusat sehubungan dengan anoksia,
intra kranial hemorrhage, hipoksia, dan hipoglikemia.

12. Differential diagnostic

1. Respiratory distress syndrome


2. Sepsis neonatorum
3. Icterus neonatorum
4. prematuritas
SEPSIS NEONATORUM

Definisi

Sepsis neonatorum adalah suatu gejala klinis dengan mikroorganisme positif yang
didapat dari spesimen steril seperti darah, cairan serebrospinal, dan urin yang di ambil dengan
cara steril pada satu bulan pertama kehidupan (Thaver D et al, 2009). Infeksi merupakan
penyebab paling umum kematian pada bayi yang berumur kurang dari empat minggu (Qazi SA
et al, 2009). Diperkirakan empat juta neonatus meninggal, 99% dari kematian ini terjadi di
negara berkembang dengan mayoritas di minggu pertama kehidupan (Thaver D et al, 2009).

Dimana angka kejadian sepsis neonatorum di negara berkembang cukup tinggi (1,8–
18/1000 kelahiran hidup), sedangkan di negara maju (1–5/1000 kelahiran). Secara khusus angka
kematian neonatus di Asia Tenggara adalah 39 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2007). Di
Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2002 bahwa angka kelahiran
bayi di Indonesia diperkirakan mencapai 4,6 juta jiwa per tahun, dengan angka kematian bayi
(Infant Mortality Rate) sebesar 48/1000 kelahiran hidup. Di RSUP Dr. Kariadi Semarang angka
kejadian sepsis pada neonatus pada tahun 2004 adalah sebesar 33.1% dengan angka kematian
20.3%, di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2005 sekitar 13.68% terjadi sepsis dari seluruh
kelahiran hidup dengan angka kematian mencapai 14.18%. Sedangkan di RSUD dr H Abdul
Moeloek Lampung, angka kejadian sepsis pada tahun 2009 adalah sebesar 30.1% dengan angka
kematian 40% (Apriliana E et al, 2013).

Etiologi

Pada Negara berkembang, E. coli, Klebsiella sp. dan S. aureus merupakan patogen
penyebab sepsis neonatorum awitan dini tersering, dimana S. aureus, Streptococcus
pneumonia dan Streptococcus pyogenes menjadi patogen penyebab sepsis neonatorum awitan
lambat tersering (Khan, 2012).

Di Indonesia sendiri, menurut data RSCM/FKUI pada tahun 1975-1980 Salmonella sp,
Klebsiella sp. Tahun 1985-1990 Pseudomonas Sp, Klebsiella Sp, E. Coli. Tahun 1995-2003
Acinetobacter Sp, Enterobacter Sp, Pseudomonas Sp, Serratia Sp, E. Coli (Aminullah et al, 2010).

Klasifikasi

Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi dua


bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis
neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis) (Anderson-Berry, 2014).

Sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera
dalam periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses
kelahiran atau in utero. Infeksi terjadi secara vertikal karena penyakit ibu atau infeksi yang
diderita ibu selama persalinan atau kelahiran bayi. Incidence rate sepsis neonatorum awitan
dini adalah 3.5 kasus per 1.000 kelahiran hidup dan 15-50% pasien tersebut meninggal (Depkes
RI, 2008). Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL) terjadi disebabkan kuman yang berasal dari
lingkungan di sekitar bayi setelah 72 jam kelahiran. Proses infeksi semacam ini disebut juga
infeksi dengan transmisi horizontal dan termasuk didalamnya infeksi karena kuman nasokomial
(Aminullah, 2010).

Faktor Risiko

Risiko dari sepsis neonatorum bersifat multifaktorial dan berhubungan dengan belum
matangnya sistem humoral, fagosit dan imunitas seluler (biasanya terjadi pada bayi prematur
dan berat bayi lahir rendah), hipoksia, asidosis dan gangguan metabolisme. Insiden sepsis
neonatorum juga dipengaruhi oleh proses persalinan, usia kehamilan, jenis kelamin (laki-laki 4
kali lebih mudah terinfeksi dari pada perempuan), dan standar perawatan bayi (Kardana IM,
2011). Faktor resiko sepsis meliputi faktor resiko mayor yaitu ketuban pecah dini (KPD) > 18
jam, ibu demam intrapartum > 38 0C, karioamionitis, ketuban berbau, denyut jantung janin
(DJJ) > 160 X/ menit. Faktor resiko minor terdiri dari KPD > 12 jam, demam intrapartum > 37.5
0C, skor apgar rendah (menit 1 skor < 5 menit dan menit 5 skor < 7), BBLR (< 2500 gram),
kembar, usia kehamilan < 37 minggu, keputihan yang tidak diobati, ibu yang dicurigai infeksi
saluran kemih (ISK). Seorang bayi memiliki resiko sepsis bila memenuhi dua kriteria mayor atau
satu kriteria mayor dan dua kriteria minor (Wilar et al, 2010).

Patofisiologi

Patofisiologi sepsis neonatorum merupakan interaksi respon komplek antara


mikroorganisme patogen dan keadaan hiperinflamasi yang terjadi pada sepsis, melibatkan
beberapa komponen, yaitu: bakteri, sitokin, komplemen, sel netrofil, sel endotel, dan mediator
lipid. Faktor inflamasi, koagulasi dan gangguan fibrinolisis memegang peran penting dalam
patofisiologi sepsis neonatorum. Meskipun manifestasi klinisnya sama, proses molekular dan
seluler untuk menimbulkan respon sepsis neonatorum tergantung mikroorganisme
penyebabnya, sedangkan tahapan-tahapan pada respon sepsis neonatorum sama dan tidak
tergantung penyebab. Respon inflamasi terhadap bakteri gram negatif dimulai dengan
pelepasan lipopolisakarida (LPS), suatu endotoksin dari dinding sel yang dilepaskan pada saat
lisis, yang kemudian mengaktifasi sel imun non spesifik (innate immunity) yang didominasi oleh
sel fagosit mononuklear. LPS terikat pada protein pengikat LPS saat di sirkulasi. Kompleks ini
mengikat reseptor CD4 makrofag dan monosit yang bersirkulasi (Hapsari, 2009).

Organisme gram positif, jamur dan virus memulai respon inflamasi dengan pelepasan
eksotoksin/superantigen dan komponen antigen sel. Sitokin proinflamasi primer yang
diproduksi adalah tumor necrosis factor (TNF) α, interleukin (IL)1, 6, 8, 12 dan interferon (IFN).
Peningkatan IL-6 dan IL-8 mencapai kadar puncak 2 jam setelah masuknya endotoksin. Sitokin
ini dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau tidak langsung melalui mediator
sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, platelet activating factor (PAF), prostaglandin,
dan komplemen. Mediator proinflamasi ini mengaktifasi berbagai tipe sel, memulai kaskade
sepsis dan menghasilkan kerusakan endotel (Nasution, 2008).

Imunoglobulin pertama yang dibentuk fetus sebagai respon infeksi bakteri intrauterin
adalah Ig M dan Ig A. Ig M dibentuk pada usia kehamilan 10 minggu yang kadarnya rendah saat
lahir dan meningkat saat terpapar infeksi selama kehamilan. Peningkatan kadar Ig M
merupakan indikasi adanya infeksi neonatus. Ada 3 mekanisme terjadinya infeksi neonatus
yaitu saat bayi dalam kandungan / pranatal, saat persalinan/ intranatal, atau setelah lahir/
pascanatal. Paparan infeksi pranatal terjadi secara hematogen dari ibu yang menderita penyakit
tertentu, antara lain infeksi virus atau parasit seperti Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus,
Herpes (infeksi TORCH), ditransmisikan secara hematogen melewati plasental ke fetus
(Nasution, 2008).

Infeksi transplasenta dapat terjadi setiap waktu selama kehamilan. Infeksi dapat
menyebabkan aborsi spontan lahir mati, penyakit akut selama masa neonatal atau infeksi
persisten dengan sekuele. Infeksi bakteri lebih sering di dapat saat intranatal atau pascanatal.
Selama dalam kandungan ibu, janin terlindung dari bakteri karena adanya cairan dan lapisan
amnion. Bila terjadi kerusakan lapisan amnion, janin berisiko menderita infeksi melalui
amnionitis. Neonatus terinfeksi saat persalinan dapat disebabkan oleh aspirasi cairan amnion
yang mengandung lekosit maternal dan debris seluler mikroorganisme, yang berakibat
pneumonia. Paparan bayi terhadap bakteri terjadi pertama kali saat ketuban pecah atau dapat
pula saat bayi melalui jalan lahir. Pada saat ketuban pecah, bakteri dari vagina akan menjalar ke
atas sehingga kemungkinan infeksi dapat terjadi pada janin (infeksi transmisi vertikal, paparan
infeksi yang terjadi saat kehamilan, proses persalinan dimasukkan ke dalam kelompok infeksi
paparan dini (early onset of neonatal sepsis) dengan gejala klinis sepsis, terlihat dalam 3-7 hari
pertama setelah lahir (Hapsari, 2009).

Infeksi yang terjadi setelah proses kelahiran biasanya berasal dari lingkungan sekitarnya.
Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui udara pernapasan, saluran cerna, atau melalui kulit yang
terinfeksi. Bentuk sepsis semacam ini dikenal dengan sepsis paparan lambat (late onset of
neonatal sepsis). Selain perbedaan dalam waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi ini (early
onset dan late onset) sering berbeda dalam jenis kuman penyebab infeksi. Walaupun demikian
patogenesis, gejala klinik, dan tata laksana dari kedua bentuk sepsis tersebut tidak banyak
berbeda (Hapsari, 2009).
Diagnosis

Diagnosis dini sepsis neonatorum penting artinya dalam penatalaksanaan dan prognosis
pasien. Keterlambatan diagnosis berpotensi mengancam kelangsungan hidup bayi dan
memperburuk prognosis pasien (Aminullah, 2010). Diagnosis sepsis neonatorum sulit
ditegakkan, oleh karena gejala yang muncul tidak spesifik bahkan dapat menyerupai kelainan
non infeksi. Pendekatan yang rasional dalam diagnosis sepsis ditunjang oleh anamnesis, faktor
risiko, gejala klinik dan pemeriksaan laboratorium.

Gejala Klinis

Gejala klinik neonatus sehat adalah tampak bugar, menangis keras, refleks hisap bagus,
napas spontan dan teratur, aktif dan gerakan simetris, dengan umur kehamilan 37-42 minggu,
berat lahir 2500-4000 gram dan tidak terdapat kelainan bawaan berat/mayor (Arkhaesi, 2008).

Neonatus yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia dan
memerlukan resusitasi karena nilai Apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan tampak
gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang
hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh.
Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah
kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang),
kelainan kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin). Bayi dapat pula
memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi
(perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan
lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih dan retraksi) (Depkes RI, 2008).

Pemeriksaan Penunjang

Sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam menentukan
diagnosis sepsis neonatorum. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil biakan baru
akan diketahui dalam waktu minimal 2-5 hari. Hasil kultur perlu dipertimbangkan secara hati-
hati apalagi bila ditemukan kuman yang berlainan dari jenis kuman yang biasa ditemukan di
masing-masing klinik. Kultur darah dapat dilakukan baik pada kasus sepsis neonatorum awitan
dini maupun lanjut. Pemeriksaan penunjang lain seperti pewarnaan gram, sitokin,
biomolekuler, darah lengkap, dan C-reactive protein (CRP) juga membantu dalam penegakan
diagnosis sepsis neonatorum (Aminullah, 2010).

Penatalaksanaan

Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tatalaksana sepsis


neonatorum, sedangkan dipihak lain penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu dan
mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam melaksanakan pengobatan
optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat peningkatan komplikasi yang tidak
diinginkan. Pemberian antibiotik pada kasus tersangka sepsis neonatorum, terapi antibiotik
empirik harus segera dimulai tanpa menunggu hasil kultur darah. Setelah diberikan terapi
empirik, pilihan antibiotik harus dievaluasi ulang dan disesuaikan dengan hasil kultur dan uji
resistensi. Bila hasil kultur tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam 2-3 hari dan bayi
secara klinis baik, pemberian antibiotik harus dihentikan (Sitompul, 2010).

1. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan dini

Pada bayi dengan sepsis neonatorum awitan dini, terapi empirik harus meliputi
Streptococcus Group B, E. coli, dan Lysteria monocytogenes. Kombinasi penisilin dan ampisilin
ditambah aminoglikosida mempunyai aktivitas antimokroba lebih luas dan umumnya efektif
terhadap semua organisme penyebab sepsis neonatorum awitan dini. Kombinasi ini sangat
dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas antibakteri (Sitompul, 2010).

2. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan lambat

Kombinasi pensilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida juga dapat digunakan untuk
terapi awal sepsis neonatorum awitan lambat. Pada kasus infeksi Staphylococcus (pemasangan
kateter vaskular), obat anti staphylococcus yaitu vankomisin ditambah aminoglikosida dapat
digunakan sebagai terapi awal. Pemberian antibiotik harusnya disesuaikan dengan pola kuman
yang ada pada masing-masing unit perawatan neonatus (Sitompul, 2010).

3. Terapi Suportif (adjuvant)

Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem organ atau lebih
yang disebut Disfungsi Multi Organ, seperti gangguan fungsi respirasi, gangguan kardiovaskular
diseminata (KID), dan/atau supresi sistem imun. Pada keadaan tersebut dibutuhkan terapi
suportif seperti pemberian oksigen, pemberian inotropik, dan pemberian komponen darah.
Terapi suportif ini dalam kepustakaan disebut terapi adjuvant dan beberapa terapi yang
dilaporkan dikepustakaan antara lain pemberian intravenous immunoglobulin (IVIG),
pemberian tranfusi dan komponen darah, granulocyte-macrophage colony stimulating factor
(G-CSF dan GM-CSF), inhibitor reseptor IL-1, transfusi tukar (TT) dan lain-lain (Sitompul, 2010).
REFFRENSI

Buku Embriologi Kedokteran Langhman

Nelson Textbook

Journal of American Pediatric

Emedicine.com

Oski's Pediatrics: Principles and Practice, 3rd Edition (June 1999): By Julia A. McMillan (Editor),
Catherine D. Deangelis (Editor), Ralph D. Feigin (Editor), Joesph B. Warshaw (Editor), Frank A.
Oski (Editor), Joseph B. Warshaw By Lippincott Williams & Wilkins Publishers

Buku Acuan Nasional, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawijoyo, Jakarta. 2006

Dasar-dasar obstetric dan ginekologi edisi 6, Derek Llewellyn-Jones

Anda mungkin juga menyukai