Anda di halaman 1dari 3

KERUSUHAN MEI 1998

Oleh : Ni Putu Cynthia Asmara Dewi / XI MIPA 7, Absen : 07

Seperti yang kita ketahui bersama, etnis Tionghoa menjadi korban utama kekerasan yang
terjadi pada peristiwa itu, dimana ketika rumah, toko, perusahaan dan aset milik kaum
Tionghoa dibakar dan isinya dijarah; termasuk  pemerkosaan, penganiayaan dan pelecehan
terhadap ratusan wanita etnis Tionghoa kala itu. Seperti dikutip dari situs Wikipedia dan
berbagai media blog/website referensi lain, disimpulkan bahwa Kerusuhan yang terjadi pada
Mei 1998 terjadi awalnya karena

1. Penembakan terhadap para aktivis mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998 yang


mengakibatkan 4 mahasiswa tewas dan puluhan lainnya mengalami luka-luka akibat
melakukan aksi demo Krisis Moneter di Indonesia.
2. Krisis Finansial Asia sehingga menimbulkan kritik kepada pemerintahan waktu itu (Orde
Baru).
Pada masa setelah kemerdekaan dapat dikatakan hubungan antara pribumi dan etnis
Tionghoa juga terus berlanjut dengan rasa saling curiga. Kedudukan warga Tionghoa
menjadi kelompok yang disisihkan dan selalu dicurigai sebagai bagian dari rezim Soekarno
yang pro Komunisme. Puncak dari segala sentimen ini dapat terlihat pada tragedi berdarah
Mei 1998 tersebut.

1. Kenapa etnis Tionghoa menjadi korban?


 kemungkinan besar terjadi akibat kecemburuan ekonomi dan faktor keyakinan dan
rasial dalam kasus ini.
 Dalam situasi dimana ada krisis nasional, masyarakat secara otomatis akan mencari
kelompok yang dapat mereka salahkan dan menjadikannya sebagai tempat amukan
atau menumpahkan kemarahan, hal ini dipahami sebagai pengkambinghitaman
atau scapegoating.
 Berdasarkan pendapat mayoritas masyarakat, etnis Tionghoa yang secara ekonomi
sukses dan menduduki posisi ekonomi strategis, dilain pihak mereka telah
distigmatisasi secara negatif dan kebanyakan memiliki keyakinan berbeda.
Hal inilah yang menjadikan mereka sebagai target utama dari kerusuhan tersebut.
Pada kerusuhan ini banyak toko dan perusahaan dihancurkan oleh amuk massa—terutama
milik warga Indonesia keturunan Tionghoa[1]. Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi
di Jakarta, Medan dan Surakarta. Terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang
diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut [2][3]. Sebagian bahkan
diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan
tersebut, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia.
Amuk massa ini membuat para pemilik toko di kedua kota tersebut ketakutan dan menulisi
muka toko mereka dengan tulisan "Milik pribumi" atau "Pro-reformasi". Sebagian
masyarakat mengasosiasikan peristiwa ini dengan peristiwa Kristallnacht di Jerman pada
tanggal 9 November 1938 yang menjadi titik awal penganiayaan terhadap orang-
orang Yahudi dan berpuncak pada pembunuhan massal yang sistematis atas mereka di hampir
seluruh benua Eropa oleh pemerintahan Jerman Nazi.
Sampai bertahun-tahun berikutnya Pemerintah Indonesia belum mengambil tindakan apapun
terhadap nama-nama yang dianggap kunci dari peristiwa kerusuhan Mei 1998. Pemerintah
mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa bukti-bukti konkret tidak dapat
ditemukan atas kasus-kasus pemerkosaan tersebut, namun pernyataan ini dibantah oleh
banyak pihak.
Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai
hari ini. Namun umumnya masyarakat Indonesia secara keseluruhan setuju bahwa peristiwa
ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia, sementara beberapa pihak, terutama
pihak Tionghoa, berpendapat ini merupakan tindakan pembasmian (genosida) terhadap orang
Tionghoa, walaupun masih menjadi kontroversi apakah kejadian ini merupakan sebuah
peristiwa yang disusun secara sistematis oleh pemerintah atau perkembangan provokasi di
kalangan tertentu hingga menyebar ke masyarakat.
2. Korban jiwa
laporan dari Tim Relawan Kemanusiaan mencatat bahwa terdapat 1.190 orang meninggal
akibat ter/dibakar, 27 orang meninggal akibat senjata/dan lainnya, dan 91 orang luka-
luka.Hingga kini, belum ada angka pasti yang menjadi korban dalam kerusuhan ini.
Kerusuhan ini menimbulkan korban tewas yang kebanyakan akibat terbakar di dalam
gedung-gedung pertokoan ataupun di pusat perbelanjaan. Menurut saksi mata, para korban
berusaha untuk keluar dari gedung yang telah terbakar dengan menerobos api

 Pendapat saya : sangat disayangkan karena pada saat itu masyarakat sudah dibutakan
oleh pemikiran bahwa warga tionghoa merupakan musuh yang harus dijadikan korban
atas perlampiasan kebencian, kemarahan, serta amukan massa. Tidak memperdulikan
hak asasi manusia, bahkan perlakuan yang tidak berprikemanusiaan tersebut tidak
diproses oleh pemerintah sampai sekarang seakan dijadikan tumbal politik demi
reformasi.
 Solusi saya : Dengan ditetapkan UUD serta sanksi / hukuman yang ketat tentang
perlindungan HAM, serta masyarakat harus mengerti, sadar dan berkomitmen untuk
menghargai hak asasi manusia orang lain. Semoga dengan kejadian yang tragis ini
dapat menjadi pembelajaran untuk Indonesia yang lebih baik untuk mencari keadilan
dan kesatuan. Ingat, bahwa saat itu bisa dibilang kita menganiaya warga kita sendiri.
Kita harus sadar akan kesatuan bangsa baik itu perbedaan etnik, bahasa, agama,
daerah, kebudayaan dan lain lain. Kita harus menjalin solidaritas antar warga Negara
Indonesia agar Indonesia menjadi Negara yang maju, sejahtera, damai, dan humanis.

Anda mungkin juga menyukai