Anda di halaman 1dari 2

1.

konflik sampit

sebuah peristiwa Kerusuhan antar-etnis yang terjadi di pulau Kalimantan pada tahun 2001. bermula
sejak 18 Februari 2001, Konflik ini berlangsung sepanjang tahun tersebut. Konflik ini pecah di kota
Sampit, Kalimantan Tengah sebelum pada akhirnya meluas ke seluruh provinsi di Kalimantan, termasuk
ibu kota Palangka Raya. Konflik ini melibatkan dua buah etnis antara suku Dayak asli dan warga Imigran
Madura dari pulau Madura.[4] Konflik tersebut pecah pada 18 Februari 2001 ketika dua warga Madura
diserang oleh sejumlah warga Dayak.

Penyebab :

Pada tahun 1930, untuk mengantisipasi kepadatan penduduk, pemerintah kolonial Belanda menggelar
program transmigrasi. Salah satu daerah yang melakukan transmigrasi adalah Pulau Madura yang
berpindah ke Pulau Kalimantan. Jumlah transmigran lambat laun semakin menambah. Bahkan, di
Kalimantan Tengah sendiri populasi orang Madura sebesar 21%. Suku Dayak mulai merasa tidak nyaman
dengan persaingan yang terus terjadi dengan Suku Madura. Hukum yang baru, juga memungkinkan
warga Madura untuk mendapatkan kontrol terhadap berbagai macam industri komersial di provinsi
tersebut, seperti penambangan, perkayuan, serta perkebunan.Hal inilah yang membuat timbulnya
permasalahan ekonomi, dan kemudian menjalar menjadi kerusuhan diantara keduanya. Situasi
kericuhan yang terjadi antara suku Dayak dengan Madura tersebut, diperparah dengan kebiasaan dan
nilai-nilai berbeda yang dimiliki oleh keduanya. Misalnya saja, seperti adat orang Madura yang
membawa celurit atau parang ke mana pun.

Solusi :

Pada tanggal 20 Februari 2001, suku Dayak berhasil menguasai wilayah Sampit, Kalimantan Tengah.
Karena hal itu, pihak polisi pun menahan seorang pejabat lokal yang diduga menjadi salah satu dalang di
balik serangan yang sebelumnya dilakukan. Pejabat yang sudah ditahan tersebut, diduga telah
membayar enam orang untuk menyebarkan provokasi kerusuhan di Sampit. Kemudian, terdapat ribuan
warga Dayak yang mengepung kantor polisi di Palangkaraya, untuk meminta agar para tahanan
dibebaskan. Dan pada akhirnya, permintaan mereka pun dikabulkan oleh pihak kepolisian, tepatnya
pada 28 Februari 2001. Setelah itu, militer juga berhasil membubarkan massa Dayak yang ada di jalanan.
Dari konflik sampit ini, sedikitnya ada 100-an warga etnis Madura yang dipenggal kepalanya oleh suku
Dayak.Konflik sampit sendiri, mulai mereda usai pemerintah mengevakuasi warga, meningkatkan
keamanan, dan juga menangkap orang-orang yang dianggap provokator. Dan untuk memperingati akhir
dari konflik yang sangat mengerikan ini, maka dibuatlah perjanjian damai antara Suku Madura dan suku
Dayak.

Kerusuhan mei 1998

Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa yang terjadi di Indonesia pada 13
Mei–15 Mei 1998, khususnya di Ibu Kota Jakarta namun juga terjadi di beberapa daerah lain. Kerusuhan
ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti di mana empat mahasiswa Universitas
Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998.

Penyebab :
Krisis keuangan yang melanda hampir seluruh Asia Timur pada Juli 1997, tentunya mengakibatkan
kekacauan dan kepanikan yang dirasakan negara-negara ASEAN. Indonesia adalah salah satu dari tiga
negara yang terkena dampak krisis yang paling parah. Terjadinya penurunan rupiah terhadap dolar
mengakibatkan berbagai perusahaan yang meminjam dolar harus membayar biaya yang lebih besar dan
juga para pemberi pinjaman menarik kredit secara besar-besaran sehingga terjadi penyusutan kredit
dan kebangkrutan. Inflasi rupiah yang diperparah dengan banyaknya masyarakat yang menukarkan
rupiah dengan dolar AS, ditambah kepanikan masyarakat terkait tingginya kenaikan harga bahan
makanan, menimbulkan aksi protes terhadap pemerintahan orde baru. Kritikan dan aksi unjuk rasa pun
mulai bermunculan dan kian memanas. Setelah itu, keadaan semakin mencekam setelah aksi demo
krisis moneter yang dilakukan mahasiswa menelan 4 korban jiwa. Empat korban itu adalah mahasiswa
dari Universitas Trisakti yang ditembak mati oleh aparat keamanan. Peristiwa tewasnya empat
mahasiswa Universitas Trisakti itu dikenal sebagai Tragedi Trisakti. Tidak terima dengan peristiwa
kematian empat mahasiswa tersebut, massa pun semakin mengamuk. Tidak hanya berhenti sampai aksi
unjuk rasa dan bentrokan dengan aparat keamanan, kerusuhan juga bergulir dengan menindas etnis
Tionghoa terutama wanita. Sentimen bangsa pribumi terhadap pendatang sudah ada sejak zaman
penjajahan Belanda. Etnis Tionghoa yang datang ke Indonesia dijadikan pemungut pajak, pengambil
insentif dari warga dan juga perantara perdagangan.

Solusi :

Pada bulan Mei 2010, Andy Yentriyani, Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat di Komisi Nasional Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), meminta supaya dilakukan amendemen
terhadap Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Menurut Andy, Kitab UU Hukum Pidana hanya mengatur
tindakan perkosaan berupa penetrasi alat kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan. Namun pada
kasus Mei 1998, bentuk kekerasan seksual yang terjadi sangat beragam. Sebanyak 85 korban saat itu
(data Tim Pencari Fakta Tragedi Mei 1998) mengalami pemerkosaan anal, oral, dan/atau disiksa alat
kelaminnya dengan benda tajam. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut belum diatur dalam pasal
perkosaan Kitab UU Hukum Pidana.

Anda mungkin juga menyukai