Anda di halaman 1dari 9

Kelompok Konflik Sosial Jakarta 1998

1.Wira Aribima
2.M Farrel Armanda
3.Arya Nandhika
4.Inez Maryana
5.Renita Zulianty
Konflik Sosial 1998
Kejadian 1998

•Kerusuhan Mei 1998 adalah


kerusuhan rasial terhadap etnis
Tionghoa yang terjadi di
Indonesia pada 13 Mei–15 Mei
1998, khususnya di Ibu Kota
Jakarta namun juga terjadi di
beberapa daerah lain. Kerusuhan
ini diawali oleh krisis finansial Asia
dan dipicu oleh tragedi Trisakti di
mana empat mahasiswa
Universitas Trisakti ditembak dan
terbunuh dalam demonstrasi 12
Mei 1998. Hal inipun
mengakibatkan penurunan
jabatan Presiden Soeharto, serta
pelantikan B. J. Habibie.
Teori Konflik

Konflik Horizontal Dan Vertikal


Antar Golongan antara Mahasiswa dan
pemerintah
Pemicunya karena terjadi penculikan aktivis,
penembakan terhadap mahasiswa Trisakti
dan memburuknya ekonomi saat itu.
Kebanyakan etnis Tionghoa menjadi sasaran
kemarahan.
Penyebab
-Krisis Finansial Asia
Krisis keuangan yang melanda hampir seluruh Asia Timur
pada Juli 1997, tentunya mengakibatkan kekacauan dan
kepanikan yang dirasakan negara-negara ASEAN. Indonesia
adalah salah satu dari tiga negara yang terkena dampak krisis
yang paling parah.
-Terbunuhnya Empat Mahasiswa TrisaktiSetelah itu, keadaan
semakin mencekam setelah aksi demo krisis moneter yang
dilakukan mahasiswa menelan 4 korban jiwa. Empat korban
itu adalah mahasiswa dari Universitas Trisakti yang ditembak
mati oleh aparat keamanan. Peristiwa tewasnya empat
mahasiswa Universitas Trisakti itu dikenal sebagai Tragedi
Trisakti. Tidak terima dengan peristiwa kematian empat
mahasiswa tersebut, massa pun semakin mengamuk.-
Penindasan Terhadap Etnis TionghoaTidak hanya berhenti
sampai aksi unjuk rasa dan bentrokan dengan aparat
keamanan, kerusuhan juga bergulir dengan menindas etnis
Tionghoa terutama wanita. Sentimen bangsa pribumi
terhadap pendatang sudah ada sejak zaman penjajahan
Belanda. Etnis Tionghoa yang datang ke Indonesia dijadikan
pemungut pajak, pengambil insentif dari warga dan juga
perantara perdagangan.
Hal ini tentu saja, menimbulkan stigmatisasi dan sentimen
negatif bangsa Indonesia terhadap etnis Tionghoa yang
dianggap melakukan penindasan dan pengambil alih
kekuasaan di Indonesia serta berkembangnya isu anti-
Tionghoa yang dikenal licik.
Dampak Positif Dan Negatif
Kejadian Konflik Jakarta 1998
Dampak positifnya adalah isu rasisme
perlahan-lahan mulai memudar. Hal ini
terlihat dari munculnya etnis Tionghoa
dalam dunia perpolitikan.
Dampak negatif yang dihasilkan
adalah banyaknya korban yang
berjatuhan serta citra negeri di mata
dunia internasional yang ternoda
akibat kerusuhan ini.
Resolusi Umum
Tidak lama setelah kejadian berakhir dibentuklah Tim Gabungan
Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelidiki masalah ini. TGPF ini
mengeluarkan sebuah laporan yang dikenal dengan "Laporan TGPF"
Mengenai pelaku provokasi, pembakaran, penganiayaan, dan
pelecehan seksual, TGPF menemukan bahwa terdapat sejumlah
oknum yang berdasar penampilannya diduga berlatar belakang
militer. Sebagian pihak berspekulasi bahwa Pangab saat itu
(Wiranto) dan Pangdam Jaya Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin melakukan
pembiaran atau bahkan aktif terlibat dalam provokasi kerusuhan ini
[6][7][8]
.
Pada 2004 Komnas HAM mempertanyakan kasus ini kepada
Kejaksaan Agung namun sampai 1 Maret 2004 belum menerima
tanggapan dari Kejaksaan Agung.
Penuntutan Amendemen KUHP
Pada bulan Mei 2010, Andy Yentriyani, Ketua Subkomisi Partisipasi
Masyarakat di Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan), meminta supaya dilakukan amendemen
terhadap Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Menurut Andy,
Kitab UU Hukum Pidana hanya mengatur tindakan perkosaan
berupa penetrasi alat kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan.
Namun pada kasus Mei 1998, bentuk kekerasan seksual yang terjadi
sangat beragam. Sebanyak 85 korban saat itu (data Tim Pencari
Fakta Tragedi Mei 1998) mengalami pemerkosaan anal, oral,
dan/atau disiksa alat kelaminnya dengan benda tajam. Bentuk-
bentuk kekerasan tersebut belum diatur dalam pasal perkosaan
Kitab UU Hukum Pidana.
Resolusi Kelompok
Kita harus lebih banyak mengedukasi
mengenai aktifis kampus,karena aktifis
kampus sangat lah berpengaruh terhadap
nama kampus itu sendiri. Lalu,saling
mengingatkan kepada sesama manusia baik
teman maupun bukan, agar tetap dibawah
kendali HAM serta merta menjaga HAM
setiap orang. Ada baiknya juga bila
pemerintah dapat memberhentikan
pengedaran senjata api ilegal sehingga tidak
ada orang yang dapat membawa senjata api
yang tidak mempunyai izin bahkan sertifikasi
dalam melakukan hal menembak dan akan
jauh lebih baik bila segala permasalahan baik
per individu maupun per kelompok
diselesakain secara baik baik dan
kekeluargaan yang menjungjung besar nama
Kesatuan NKRI
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai