Anda di halaman 1dari 20

IMPELEMENTASI HAM

PADA SILA KEDUA


PANCASILA TERHADAP
KASUS KERUSUHAN MEI
1998

Bernadeta Gracia Lavitasari


(13/345266/SP/25535)
Imas Indra Hapsari
(13/345339/SP/25553)
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
• Sejarah keberadaan orang Tionghoa di Indonesia.
• Tuduhan terhadap etnis China pasca G 30 S 
pemutusan hubungan diplomatik Indonesia-China
• Timbul reaksi dari rakyat berupa diskriminasi
terhadap etnis China
• Sempat mereda di era Orde Baru
• Reformasi 1998  diskriminasi muncul kembali
• Topik diskriminasi terhadap etnis Tionghoa Indonesia
dalam Kerusuhan Mei 1998 jika dilihat dari sudut
pandang sila kedua Pancasila.
B.Rumusan Masalah
• “Bagaimana Diskriminasi dan Pelanggaran
HAM terhadap Etnis Tionghoa dalam
Kerusuhan Mei 1998 Dilihat Dari Sila Kedua
Pancasila?”
C.Tujuan
• Mengetahui masalah diskriminasi dan
pelanggaran HAM terhadap etnis Tionghoa
dalam kasus Kerusuhan Mei 1998 serta
mengimplementasikan sila kedua Pancasila
agar kejadian ini tidak terulang di kemudian
hari.
BAB II
OBJEK MATERIAL
Tragedi Kemanusiaan Etnis Tionghoa
dalam Kerusuhan Mei 1998
A. HAM sebagai Isu Hubungan Internasional

• HAM  hak-hak yang melekat pada diri segenap


manusia sehingga mereka diakui keberadaannya
tanpa membedakan seks, ras, warna kulit,
bahasa, agama, politik, kewarganegaraan,
kekayaan, dan kelahiran.
• Dalam hubungan internasional era kontemporer,
HAM menjadi topik yang sangat dijunjung tinggi
dalam hubungan antara aktor-aktor internasional.
• Tidak jarang terjadi intervensi dari pihak luar
ketika terdapat pelanggaran HAM.
• Dalam kasus disriminasi etnis Tionghoa saat
Kerusuhan Mei 1998, RRC turut
mempengaruhi pemerintah Indonesia agar
segera menyelesaikannya sampai tuntas.
• Bentuk pengaruh ini yakni melalui perjanjian
Kemitraan Strategis 2005, salah satu isinya
memuat bidang sosial budaya (termasuk
perlindungan HAM).
B. Tragedi Kemanusiaan Etnis
Tionghoa dalam Kerusuhan Mei
1998
• Berbagai aksi penjarahan, perusakan, dan perkosaan
berlangsung selama tiga hari mulai tanggal 13 sampai
15 Mei 1998.
• Selama tiga hari tersebut, ribuan toko dan rumah
tinggal milik etnis Tionghoa di seluruh Jakarta,
Tangerang, dan Bekasi habis dijarah dan dibakar,
demikian juga ribuan kendaraan bermotor menjadi
bangkai karena dibakar gerombolan anarkis.
• Pemerkosaan massal terhadap perempuan etnis
Tionghoa yang dilakukan secara brutal.
• Peristiwa kerusuhan Mei itu sangat menghentak
etnis Tionghoa di seluruh Indonesia dan
menimbulkan kesadaran bahwa selama ini
mereka dipinggirkan dan dibuat tidak berdaya.
• Sebagian besar hak-haknya sebagai warga negara
telah dikebiri dan kebebasan yang diberikan
adalah di bidang bisnis, tetapi tanpa kekuatan di
politik hal tersebut tidak ada artinya.
• Diskriminasi berkepanjangan terhadap kelompok
etnis Tionghoa harus dihentikan dan cukup
sampai pada Kerusuhan Mei 1998 saja.
BAB III
LANDASAN KONSEPTUAL
SILA KEDUA PANCASILA
Landasan Konseptual
• Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab secara
sistematis didasari dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan
Yang Maha Esa, serta mendasari dan menjiwai sila
berikutnya. Sila kemanusiaan sebagai dasar
fundamental dalam kehidupan kenegaraan,
kebangsaan, dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan
ini bersumber pada dasar filosofis antropologis bahwa
hakikat manusia adalah susunan kodrat rokhani (jiwa)
dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial,
kedudukan kodrat makhluk pribadi diri sendiri dan
sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.
• Sila kemanusiaan  negara menjunjung
harkat martabat  perundang-undangan 
kesadaran masyarakat  mata rantai
• Sila kedua Pancasila  pasal 27 ayat 1, pasal
28, pasal 29 ayat 2 dan pasal 30 ayat 1
• Sila kedua Pancasila  KOMNAS HAM
• Nilai dan norma kemanusiaan  manusia
berbudaya-beradab  adil
Analisis
• ‘Superioritas’ etnis China  Ali Baba
• Presiden Soeharto tidak bisa mengamankan
situasi.
• China melakukan ‘tekanan’ terhadap
Indonesia.
• Konflik berawal dari masalah perut 
mengurangi kesenjangan, membuka
kesempatan seluas-luasnya
• Kemanusiaan tidak bisa lepas dari Ketuhanan.
Kesimpulan
• Kerusuhan Mei 1998  wujud ketidakpuasan
masyarakat terhadap pemerintah.
• Mewujudkan kemanusiaan yang adil dan
beradab merupakan proses yang panjang.
• Kemanusiaan yang Adil dan Beradab harus
dijadikan dasar pedoman hidup masyarakat.
• 25919
Apa solusi konkret dalam menyelesaikan masalah diskriminasi terhadap
etnis China?
solusi makro: kontrol dari pemerintah sudah terjadi: mengakui hari raya
imlek, diakuinya konghucu sebagai salah satu agama resmi di Indonesia,
boleh memilih warga negara
mikro: mengurangi eksklusifitas ras tertentu, dengan memunculkan
kesempatan bagi etnis China dengan wni lain untuk berbaur.
• 25896
Sila ketiga. HAM atau persatuan Indonesia? Apabila bertentangan ada sou
HAM nilai universal yang tidak bisa ditolak. Jika tidak terpenuhi  Failed state

• Apa masih dibedakan? Sudah tidak separah era reformasi. Tetapi masih ada
rasa trauma dari kalangan tionghoa. Diskriminasi terhadap etnis Ting Hoa di
dunia pendidikan sampai saat ini masih dirasakan. Ini terjadi khususnya
pada universitas-universitas negeri yang ada di Indonesia.
Demikian disampaikan mantan Ketua Asosiasi Pengusaha Glodok, Hermawi
Taslim saat diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (20/1).
• Kok bisa mereda? Kok bisa memuncak pada tahun 1998?
selaras dengan terjadinya G30S dimulai kampanye Sinophobia atau anti-Tionghoa.
Kemudian timbul reaksi dari rakyat Indonesia berupa aksi-aksi massa. Aksi massa
yang pertama kali setelah G30S terjadi di Makassar pada tanggal 10 November
1965 usai demonstrasi mahasiswa dan pemuda anggota HMI dan Ansor ke
konsulat RRT (Republik Rakyat Tiongkok), sebutan untuk pemerintah China saat
itu. Demonstrasi ini berlanjut pada tindakan perusakan dan penjarahan terhadap
pertokoan dan pemukiman etnis Tionghoa oleh massa yang mengamuk, bahkan
kerusuhan ini menjalar sampai ke kota-kota lain di Sulawesi Selatan.
• Diskriminasi ini sempat terhenti sejenak setelah dicapai kesepakatan dalam
pemerintah tentang penyelesaian masalah sisa-sisa tahanan G30S dan masalah
etnis Tionghoa karena pemerintah Orde Baru ingin memulihkan kondisi
perekonomian dan pembangunan. Dengan alasan ingin memajukan ekonomi dari
sektor riil, rezim Orde Baru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para
pengusaha dan investor, terutama bagi pengusaha dari etnis Tionghoa untuk
mengembangkan usahanya. Deregulasi yang dimaksud adalah Pakto 88 (Paket
Oktober 1988) yang berisi kemudahan kepada pihak swasta untuk terjun di sektor
perbankan/ finance dan kemungkinan untuk membuka cabang sampai ke daerah-
daerah. Dalam tempo singkat, dampak dari dikeluarkannya deregulasi tersebut
banyak bermunculan ratusan konglomerat baru yang sebagian besar dipegang oleh
etnis Tionghoa
• Pelakunya diketahui nggak? Bab 4 temuan TGF
• 4.2. Pelaku
• Para pelaku kerusuhan dapat dibagi atas tiga kelompok sebagai berikut:
4.2.1. Kelompok Provakator
• Kelompok inilah yang menggerakkan massa, dengan memancing keributan, memberikan tanda-
tanda tertentu pada sasaran, melakukan pengrusakan awal, pembakaran, mendorong penjarahan.
Kelompok ini datang dari luar tidak berasal dari penduduk setempat, dalam kelompok kecil (lebih
kurang belasan orang), terlatih (yang mempunyai kemampuan terbiasa menggunakan alat
kekerasan), bergerak dengan mobilitas tinggi, menggunakan sarana transport (sepeda motor,
mobil/Jeep) dan sarana komunikasi (HT/HP). Kelompok ini juga menyiapkan alat-alat perusak
seperti batu, bom molotov, cairan pembakar, linggis dan lain-lain. Pada umumnya kelompok ini sulit
dikenal, walaupun di beberapa kasus dilakukan oleh kelompok dari organisasi pemuda (contoh di
Medan ditemukan keterlibatan langsung Pemuda Pancasila). Diketemukan fakta keterlibatan
anggota aparat keamanan, seperti di Jakarta, Medan, dan Solo.
4.2.2. Massa Aktif
• Massa dalam jumlah puluhan hingga ratusan, yang mulanya adalah massa pasif pendatang, yang
sudah terprovokasi sehingga menjadi agresif, melakukan perusakan lebih luas termasuk
pembakaran. Massa ini juga melakukan penjarahan pada toko-toko dan rumah. Mereka bergerak
secara terorganisir.
4.2.3. Massa Pasif
• Pada awalnya massa pasif lokal berkumpul untuk menonton dan ingin tahu apa yang akan terjadi.
Sebagian dari mereka terlibat ikut-ikutan merusak dan menjarah setelah dimulainya kerusuhan,
tetapi tidak sedikit pula yang hanya menonton sampai akhir kerusuhan. Sebagian dari mereka
menjadi korban kebakaran.
enam tahun itu diajukan dan sudah 13 tahun juga para korban dan keluarga menunggu. Enam
tahun bukan berarti tidak ada komunikasi Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung. Kemandekan
kasus ini sudah pernah difasilitasi oleh Komisi III DPR antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung,
tapi fasilitas dialog, tidak menghasilkan satu kemajuan yang berarti," tutur Ifdal Khasim di Kantor
Komnas HAM, Jakarta Pusat.
• Kaitannya dengan nilai tersebut?
Hal ini mengandung suatu pengertian bahwa
hakikat manusia harus dil dalam hubungan
dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain,
adil terhadap masyarakat bangsa dan negara, adil
terhadap lingkungannya serta adil terhadap
Tuhan yang Maha Esa. – Sedangkan apa yang
terjadi sewaktu konflik 1998 semuanya
mencederai hakikat manusia yang adil dan
beradab

Anda mungkin juga menyukai