• Apa masih dibedakan? Sudah tidak separah era reformasi. Tetapi masih ada
rasa trauma dari kalangan tionghoa. Diskriminasi terhadap etnis Ting Hoa di
dunia pendidikan sampai saat ini masih dirasakan. Ini terjadi khususnya
pada universitas-universitas negeri yang ada di Indonesia.
Demikian disampaikan mantan Ketua Asosiasi Pengusaha Glodok, Hermawi
Taslim saat diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (20/1).
• Kok bisa mereda? Kok bisa memuncak pada tahun 1998?
selaras dengan terjadinya G30S dimulai kampanye Sinophobia atau anti-Tionghoa.
Kemudian timbul reaksi dari rakyat Indonesia berupa aksi-aksi massa. Aksi massa
yang pertama kali setelah G30S terjadi di Makassar pada tanggal 10 November
1965 usai demonstrasi mahasiswa dan pemuda anggota HMI dan Ansor ke
konsulat RRT (Republik Rakyat Tiongkok), sebutan untuk pemerintah China saat
itu. Demonstrasi ini berlanjut pada tindakan perusakan dan penjarahan terhadap
pertokoan dan pemukiman etnis Tionghoa oleh massa yang mengamuk, bahkan
kerusuhan ini menjalar sampai ke kota-kota lain di Sulawesi Selatan.
• Diskriminasi ini sempat terhenti sejenak setelah dicapai kesepakatan dalam
pemerintah tentang penyelesaian masalah sisa-sisa tahanan G30S dan masalah
etnis Tionghoa karena pemerintah Orde Baru ingin memulihkan kondisi
perekonomian dan pembangunan. Dengan alasan ingin memajukan ekonomi dari
sektor riil, rezim Orde Baru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para
pengusaha dan investor, terutama bagi pengusaha dari etnis Tionghoa untuk
mengembangkan usahanya. Deregulasi yang dimaksud adalah Pakto 88 (Paket
Oktober 1988) yang berisi kemudahan kepada pihak swasta untuk terjun di sektor
perbankan/ finance dan kemungkinan untuk membuka cabang sampai ke daerah-
daerah. Dalam tempo singkat, dampak dari dikeluarkannya deregulasi tersebut
banyak bermunculan ratusan konglomerat baru yang sebagian besar dipegang oleh
etnis Tionghoa
• Pelakunya diketahui nggak? Bab 4 temuan TGF
• 4.2. Pelaku
• Para pelaku kerusuhan dapat dibagi atas tiga kelompok sebagai berikut:
4.2.1. Kelompok Provakator
• Kelompok inilah yang menggerakkan massa, dengan memancing keributan, memberikan tanda-
tanda tertentu pada sasaran, melakukan pengrusakan awal, pembakaran, mendorong penjarahan.
Kelompok ini datang dari luar tidak berasal dari penduduk setempat, dalam kelompok kecil (lebih
kurang belasan orang), terlatih (yang mempunyai kemampuan terbiasa menggunakan alat
kekerasan), bergerak dengan mobilitas tinggi, menggunakan sarana transport (sepeda motor,
mobil/Jeep) dan sarana komunikasi (HT/HP). Kelompok ini juga menyiapkan alat-alat perusak
seperti batu, bom molotov, cairan pembakar, linggis dan lain-lain. Pada umumnya kelompok ini sulit
dikenal, walaupun di beberapa kasus dilakukan oleh kelompok dari organisasi pemuda (contoh di
Medan ditemukan keterlibatan langsung Pemuda Pancasila). Diketemukan fakta keterlibatan
anggota aparat keamanan, seperti di Jakarta, Medan, dan Solo.
4.2.2. Massa Aktif
• Massa dalam jumlah puluhan hingga ratusan, yang mulanya adalah massa pasif pendatang, yang
sudah terprovokasi sehingga menjadi agresif, melakukan perusakan lebih luas termasuk
pembakaran. Massa ini juga melakukan penjarahan pada toko-toko dan rumah. Mereka bergerak
secara terorganisir.
4.2.3. Massa Pasif
• Pada awalnya massa pasif lokal berkumpul untuk menonton dan ingin tahu apa yang akan terjadi.
Sebagian dari mereka terlibat ikut-ikutan merusak dan menjarah setelah dimulainya kerusuhan,
tetapi tidak sedikit pula yang hanya menonton sampai akhir kerusuhan. Sebagian dari mereka
menjadi korban kebakaran.
enam tahun itu diajukan dan sudah 13 tahun juga para korban dan keluarga menunggu. Enam
tahun bukan berarti tidak ada komunikasi Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung. Kemandekan
kasus ini sudah pernah difasilitasi oleh Komisi III DPR antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung,
tapi fasilitas dialog, tidak menghasilkan satu kemajuan yang berarti," tutur Ifdal Khasim di Kantor
Komnas HAM, Jakarta Pusat.
• Kaitannya dengan nilai tersebut?
Hal ini mengandung suatu pengertian bahwa
hakikat manusia harus dil dalam hubungan
dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain,
adil terhadap masyarakat bangsa dan negara, adil
terhadap lingkungannya serta adil terhadap
Tuhan yang Maha Esa. – Sedangkan apa yang
terjadi sewaktu konflik 1998 semuanya
mencederai hakikat manusia yang adil dan
beradab