Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFISIKA

PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK

Disusun oleh :

Aulia Nurlitasari

18312241035

Pendidikan IPA A 2018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2021
A. JUDUL
PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK

B. TUJUAN
1. Menerangkan mekanisme perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan
menggunakan garpu tala.
2. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perambatan bunyi melalui
tulang tengkorak dengan menggunakan garpu tala.

C. DASAR TEORI
Telinga berfungsi untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls yang
kemudian akan dijalarkan ke pusat pendengaran di otak. Walaupun mekanisme
mendengar tidak dapat mencakup seluruh gelombang bunyi, namun keterbatasan ini
tidak merupakan hambatan bagi seseorang untuk dapat menanggapi berbagai macam
bunyi yang berasal dari lingkungannya. Mendengar adalah aktifitas menangkap
gelombang bunyi dari suatu sumber. Organ yang menjadi alat pendengar adalah
telinga. Telinga berfungsi mengubah gelombang suara menjadi impuls yang
kemudian akan dijalarkan ke pusat pendengaran di otak.
Proses mendengar diawali dengan getaran suatu objek yang akan menggetarkan
molekul udara. Bila gelombang suara sampai ke telinga, maka akan masuk melalui
telinga luar terus melalui saluran pendengaran dan ahirnya sampai ke membran
timpani. Hal ini akan menggetarkan membran timpani, terus ke tulang martil, ke
landasan dan sanggurdi. Dari sanggurdi, getaran suara dilanjutkan ke tingkap
bundar/bulat. Getaran ini akan menggetarkan cairan pada rumah siput. Bila cairan
pada rumah siput bergetar akan menstimulus ujung saraf. Impuls dari ujung saraf ini
diteruskan ke pusat saraf pendengaran di otak. Otak besar akan memproses dan
menerjemahkan sehingga timbulah persepsi suara. Karena telinga dalam, koklea,
tertanam pada kavitas bertulang dalam os temporalis yang disebut labirin tulang,
getaran pada tulang tengkorak dapat menyebabkan getaran cairan pada koklea.
Cambell (2004: 828) bahwa pada kondisi yang memungkinkan, garpu tala atau
penggetar elektronik yang diletakan pada setiap protuberansia tulang tengkorak,
tetapi terutama pada prosesus mastoideus, akan menyebabkan orang tersebut
mendengarkan suara. Dalam sistem pendengaran, organ yang akan menerjemahkan
suatu suara adalah otak. Pada dalam otak terdapat cerebelum. Guyton dan Hall
(1996:221) menyatakan bahwa fungsi primer serebelum adalah mengkoordinasikan
pergerakan. Serebelum menerima informasi sensoris mengenai posisi persendian dan
panjang otot, juga informasi dari sistem auditoris (pendengaran).
1. Hilang pendengaran
Hilang pendengaran atau tuli dapat dibedakan atas dua macam yaitu hilang
pendengaran karena konduksi (tui konduksi) dan hilang pendengaran karena
syaraf (tuli syraf atau persepsi). Tuli konduksi terjadi karena vibrasi/getaran suara
tidak mencapai telinga bagian tengah. Tuli semacam ini sifatnya hanya sementara
oleh karena adanya malam (wax/serumen) ataupun cairan di dalam telinga tengah.
Apabila tuli konduksi tidak dapat pulih kembali, maka penderita diatasi dengan
menggunakan alat bantu pendengaran (hearingaid). Tuli syaraf terjadi karena
hanya sebagian kecil frekuensi bunyi atau seluruh frekuensi bunyi yang tidak
didengar. Tuli syaraf ini sampai sekarang belum bisa diobati sehingga
dikategorikan sebagai tuli permanen (Gabriel, 1996: 85).
2. Tes Pendengaran
Untuk mengetahui tuli konduksi atau tuli syaraf, penderita dapat dilakukan tes
pendengaran dengan menggunakan: tes berbisik (noise box), tes garpu tala, dan
audiometer. Untuk mengetahui secara pasti apakah seseorang penderita tuli
konduksi atau tuli syaraf, dapat dites dengan menggunakan garpu tala dengan
frekuensi C128, C1024, C2048. Ada tiga jenis tes yang menggunakan garpu tala
yaitu : tes Rinne, tes Weber, dan tes Schwabach.
a. Tes Rinne
Tes Rinne ini dilakukan untuk membandingkan konduksi bunyi melalui
tulang dengan konveksi bunyi melalui udara. Caranya, yaitu salah satu garpu
tala seperti yang disebutkan di atas (misalnya C128) digetarkan kemudian
diletakkan pada prosesus mastoideus (di belakang telinga), setelah tidak
terdengar getaran lagi, garpu tala dipindahakan ke depan lubang telinga.
Tanyakan pada penderita apakah masih terdengar getaran tersebut? Menurut
Gabriel (1996: 87) mengatakan bahwa dalam keadaan normal konduksi
bunyi/suara melalui udara 85-90 detik dan konduksi melalui udara 45 detik.
Tes Rinne positif, (Rinne +) berarti pendengaran penderita baik, pada
penderita tuli konduksi maupun tuli syaraf. Sedangkan tes Rinne negatif
(Rinne -) berarti pada penderita tuli konduksi selang waktu konduksi tulang
mungkin sama atau lebih lama.
b. Tes Weber
Tes ini dilakukan dengan menggetarkan garpu tala, kemudian diletakan
pada vertex dahi/puncak kepala. Pada penderita tuli konduksi (penyebab wax
atau otitis media) akan terdengar bunyi nyaring/terang pada telinga yang sakit.
Misalnya pada telinga kiri terdengar bunyi nyaring (makin keras) maka disebut
Weber laterisasi ke kiri. Begitupun jika telinga kanan sakit maka weber
laterisasi ke kanan.
c. Tes Schwabach
Pada tes ini dilakukan untuk membandingkan jangka waktu konduksi
tulang melalui vertex atau prosesus mastoideus penderita dengan konduksi
tulang sipemeriksa. Pada tuli konduksi, jangka/selang waktu konduksi tulang
penderita lebih lama/panjang dari pada sipemeriksa. Sedang pada tuli syaraf,
jangka waktu konduksi tulang pendrita sangat pendek dari sipemeriksa. Garpu
tala dengan kode C2048 biasa dipakai untuk memriksa ketajaman pendengaran
manusia terhadap nada tinggi. Pada usia tua/usia lanjut dan tuli syaraf akan
kehilangan pendengaran pada nada tinggi (Gabriel, 1996: 87).

D. METODOLOGI
1. Waktu dan Tempat
Hari, tanggal : Jumat, 16 April 2021
Pukul : 12.00 WIB
Tempat : rumah praktikan

2. Alat yang diperlukan


a. Kapas d. Mistar
b. Garpu tala 112-870 hz e. Stopwatch
c. Arloji/jam yang bersuara

3. Prosedur kerja
a. Kegiatan 1
Menutup telinga kanan naracoba dengan kapas dan memejamkan kedua mata naracoba

Memasang arloji di dekat telinga kiri naracoba lalu dijauhkan perlahan sampai
naracoba tidak mendengar bunyi arloji lagi

Mengukur jarak arloji dengan telinga kiri

Mendekatkan kembali arloji secara perlahan sampai naracoba mendengar suara arloji
lagi, kemudian mengukur jaraknya

Mengulangi prosedur dengan telinga kiri yang ganti ditutup kapas

Membandingkan hasil percobaan telinga kiri dengan telinga kanan

b. Kegiatan 2 (tes rinne)


Menggetarkan garpu tala di puncak kepala naracoba hingga naracoba tidak mendengar
suara lagi

Mencatat waktu dari naracoba mendengar suara garpu tala ke tidak mendengar lagi

Ketika suara tidak terdengar lagi, garpu tala dipindah ke dekat telinga kanan sehingga
naracoba akan mendengar suara garpu tala lagi

Mencatat waktu dari naracoba mendengar suara garpu tala hingga tidak mendengar
suara lagi

Mengulangi prosedur dengan telinga kiri dan mencatat hasilnya

Membandingkan hasil percobaan telinga kiri dengan telinga kanan

c. Kegiatan 3 (tes weber)

Menggetarkan garpu tala dan meletakkannya di puncak kepala naracoba

Telinga kanan naracoba ditutup kemudian dicatat suara paling keras di telinga kiri atau
telinga kanan

Melakukan prosedur yang sama untuk telinga kiri

Membandingkan hasil percobaan telinga kiri dengan telinga kanan untuk


menyimpulkan naracoba tuli atau tidak

E. DATA PERCOBAAN
1. Kegiatan 1
Telinga kanan Telinga kiri
Naracoba Jarak bunyi Jarak bunyi Jarak bunyi Jarak bunyi
pergi (cm) datang (cm) pergi (cm) datang (cm)
1 64 80 65 46

90 82 50 60

98 85 52 50

2 72 82 80 70

60 110 68 62
64 100 78 78

3 54 30 60 85

37 36 90 76

39 37 75 72

2. Kegiatan 2 (Tes Rinne)


Telinga kanan Telinga kiri

Naracoba Waktu (t) di Waktu (t) di


Waktu (t) di Waktu (t) di
samping samping
atas kepala atas kepala
telinga telinga
1 12 s 4s 9s 16 s

13 s 6s 11 s 11 s

11 s 10 s 10 s 20 s

2 11 s 16 s 6s 25 s

10 s 19 s 6s 25 s

9s 24 s 8s 27 s

3 16 s 16 s 14 s 10 s

12 s 16 s 12 s 9s

11 s 18 s 8s 10 s

3. Kegiatan 3 (Tes Weber)


Telinga kanan ditutup Telinga kiri ditutup
Naracoba
Kanan Kiri Kanan Kiri
1 + - - +

+ - - +

+ - - +

2 + - - +

+ - - +

+ - - +

3 + - - +
+ - - +

+ - - +

F. Analisis
1. Rata-rata data
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑡𝑎
Kegiatan 1
Telinga kanan Telinga kiri
Naracoba Jarak bunyi Jarak bunyi Jarak bunyi Jarak bunyi
pergi (cm) datang (cm) pergi (cm) datang (cm)
64 80 65 46
1 90 82 50 60
98 85 52 50
rata-rata 84.0 82.3 55.7 52.0
72 82 80 70
2 60 110 68 62
64 100 78 78
rata-rata 65.3 97.3 75.3 70.0
54 30 60 85
3 37 36 90 76
39 37 75 72
rata-rata 43.3 34.3 75.0 77.7

Kegiatan 2 (Tes rinne)


Telinga kanan Telinga kiri
Naracoba Waktu (s) di Waktu (s) di Waktu (s) di Waktu (s) di
atas kepala samping telinga atas kepala samping telinga
12 4 9 16
1 13 6 11 11
11 10 10 20
rata-rata 12.0 6.7 10.0 15.7
11 16 6 25
2 10 19 6 25
9 24 8 27
rata-rata 10.0 19.7 6.7 25.7
16 16 14 10
3 12 16 12 9
11 18 8 10
rata-rata 13.0 16.7 11.3 9.7
Keterangan=
Oranye : rinne positif (pendengaran baik/tuli syaraf)
Merah : rinne negatif (tuli konduksi)

Kegiatan 3 (tes weber)


Telinga kanan ditutup Telinga kiri ditutup
Naracoba
Kanan Kiri Kanan Kiri
1 + - - +

2 + - - +

3 + - - +
Keterangan=
+ terdengar nyaring
- tidak terdengar nyaring

G. PEMBAHASAN

Praktikum perambatan bunyi melalui tulang tengkorak bertujuan agar


mahasiswa mampu menerangkan mekanisme perambatan bunyi melalui tulang
tengkorak dengan menggunakan garpu tala dan menerangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan
garpu tala. Secara garis besar, kegiatan praktikum berupa tes pendengaran yang
terdiri dari tes kepekaan telinga, tes rinne, dan tes weber. Masing-masing tes
memiliki karakteristik uji dan hasil uji yang berbeda.
Tes kepekaan telinga bertujuan untuk menguji kepekaan telinga probandus.
Mekanisme sederhana tes ini yaitu mengukur waktu yang diperlukan telinga untuk
mendengar atau tidak mendengar bunyi. Selain itu, tes ini berguna sebagai dasar
pelaksanaan tes rinne dan tes weber.
Tes Rinne dilakukan untuk membandingkan konduksi bunyi melalui tulang
dengan konveksi bunyi melalui udara. Tes Rinne positif, (Rinne +) berarti
pendengaran penderita baik, pada penderita tuli konduksi maupun tuli syaraf.
Sedangkan tes Rinne negatif (Rinne -) berarti pada penderita tuli konduksi selang
waktu konduksi tulang mungkin sama atau lebih lama.
Tes Weber dilakukan dengan menggetarkan garpu tala, kemudian diletakan
pada vertex dahi/puncak kepala. Pada penderita tuli konduksi (penyebab wax atau
otitis media) akan terdengar bunyi nyaring/terang pada telinga yang sakit. Misalnya
pada telinga kiri terdengar bunyi nyaring (makin keras) maka disebut Weber
laterisasi ke kiri. Begitupun jika telinga kanan sakit maka weber laterisasi ke kanan.
Melalui tes pendengaran, dapat diketahui apakah probandus memiliki telinga
yang sehat sehingga mampu mendengar dengan baik atau terdapat tuli pendengaran.
Tuli pendengaran/hilang pendengaran terdiri dari dua jenis yaitu tuli konduksi dan
tuli syaraf. Tuli kondusksi terjadi ketika getaran suara tidak mencapai telinga tengah.
Tuli konduksi sifatnya sementara karena penyebabnya adalah adanya malam/cairan
telinga di telinga tengah. Di sisi lain, tuli syaraf terjadi karena hanya sebagian kecil
frekuensi bunyi yang terdengar atau semua frekuensi bunyi tidak terdengar. (Gabriel,
1996: 85).
Alat yang diperlukan dalam praktikum yaitu kapas, garpu tala, arloji, mistar,
dan stopwatch. Untuk prosedur kerja, ketiga uji pendengaran memiliki garis besar
kegiatan yang mirip namun data hasil yang dicari berbeda. Tes ketajaman
pendengaran / tes kepekaan telinga mengukur waktu yang diperlukan telinga untuk
mampu mendengar/tidak mendengar lagi suara arloji. Tes rinne bertujuan untuk
mengetes apakah probandus memiliki pendengaran yang baik/normal, terdapat
indikasi tuli konduksi atau tuli syaraf. Sedangkan tes weber bertujuan untuk melihat
apakah terdapat lateralisasi pada telinga ketika telinga ditutup dengan kapas.
Tes pertama adalah tes bisik/tes kepekaan telinga/tes ketajaman pendengaran.
Pengujian dilakukan dengan mencatat jarak ketika arloji tidak terdengar saat
dijauhkan perlahan dari telinga, dan jarak ketika suara arloji terdengar kembali
ketikda didekatkan ke telinga. Pengujian tersebut dilakukan bergantian pada telinga
kanan maupun kiri. Semakin jauh jarak yang tercatat menunjukkan tingkat kepekaan
telinga yang semakin tinggi. Berdasarkan hasil praktikum, urutan kepekaan telinga
kanan naracoba paling baik adalah naracoba ke-1, naracoba ke-2, dan naracoba ke-3.
Sedangkan urutan kepekaan telinga kiri naracoba paling baik adalah naracoba ke-3,
naracoba ke-2, dan naracoba ke-1. Dari tes ini, dapat diambil garis besar bahwa
ketiga naracoba memiliki pendengaran yang bagus dengan kepekaan pendengaran
yang berbeda-beda. Hal tersebut dibuktikan dengan rata-rata jarak bunyi datang dan
pergi pada telinga kanan maupun telinga kiri naracoba tidak memiliki perbedaan
yang signifikan. Namun, perlu dilakukan tes lanjutan untuk memastikan kondisi ini.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tingkat kepekaan telinga tersebut
antara lain human error dari praktikan, kondisi lingkungan yang kurang hening
sehingga meng-intervensi suara arloji yang didengar, atau juga dimungkinkan karena
memang adanya gangguan pendengaran.
Tes kedua adalah tes rinne. Hasil tes rinne ada yang positif dan ada yang
negatif. Hasil positif menunjukkan jangka waktu didengarnya suara garpu tala di atas
kepala lebih kecil daripada di samping telinga. Artinya, waktu konduksi lebih sedikit
daripada waktu perambatan bunyi melalui telinga. Oleh karena itu, tes rinne positif
artinya pendengaran keadaan baik atau terdapat tuli syaraf yang diderita probandus.
Sebaliknya, tes rinne negatif ketika waktu terdengarnya bunyi di atas kepala lebih
lama daripada di samping telinga. Hal ini menandakan terdapat indikasi tuli konduksi
yang diderita oleh naracoba.
Ketiga naracoba memiliki tes rinne yang beragam, ada yang positif dan ada
yang negatif. Pada telinga kanan, naracoba ke-2 dan naracoba ke-3 memiliki tes rinne
positif sehingga dikatakan mereka memiliki pendengaran yang normal atau menderita
tuli syaraf. Sebaliknya, naracoba ke-1 memiliki tes rinne negatif, artinya naracoba
kemungkinan menderita tuli konduksi. Untuk telinga kiri, naracoba ke-1 dan
naracoba ke-2 memiliki rinne positif, artinya mereka memiliki telinga normal atau
terdapat indikasi tuli syaraf. Sedangkan naracoba ke-3 memiliki rinne negatif,
sehingga bisa diindikasikan bahwa ia mengalami tuli konduksi.
Tes ketiga adalah tes weber. Hasil tes weber ada yang positif dan ada yang
negatif. Positif ketika terdengar bunyi yang nyaring dan negatif ketika tidak terdengar
bunyi nyaring. Secara umum, semua naracoba memiliki hasil uji yang seragam.
Ketika telinga kanan ditutup, suara di telinga kanan terdengar lebih nyaring daripada
suara di telinga kiri. Sebaliknya, ketika telinga kiri saya ditutup, terdengar suara yang
lebih nyaring di telinga kiri. Hal ini terjadi karena pada telinga yang ditutup, pantulan
bunyi yang tidak diteruskan ke telinga tengah tidak bisa keluar dari telinga, ada kapas
yang menyumbat. Oleh karena itu, suara dipantulkan kembali ke telinga tengah
sehingga bunyi yang ditangkap terasa jauh lebih keras. Dalam praktikum ini, hasil tes
weber kesemua naracoba normal. Oleh karena itu, telinga naracoba juga tidak
mengalami lateralisasi sehingga kemampuan kerja telinga kanan dan telinga kiri
keduanya seimbang.

H. KESIMPULAN
Setelah melaksanakan praktikum, mahasiswa dapat menyimpulkan hasil sebagai
berikut.
1. Mekanisme perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan
garpu tala adalah garpu tala atau penggetar elektronik diletakan pada setiap
protuberansia tulang tengkorak, terutama pada prosesus mastoideus. Kemudian
getaran akan ditangkap oleh cerebelum di bagian otak. Cerebelum ini akan
menerjemahkan suatu suara yang dirambatkan tulang tengkorak. Jadilah manusia
mendengar suara garpu tala.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak
dengan menggunakan garpu tala adalah faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal berupa kerusakan pada organ pendengaran pada telinga ataupun
faktor usia dan faktor eksternal berupa banyaknya sumber bunyi yang masuk ke
telinga sehingga suara garpu tala tidak terdengar secara maksimal.

I. TUGAS/ PERTANYAAN
1. Apakah artinya jika hasil percobaan Rinne positif? Atau negatif?
Percobaan rinne positif artinya telinga keadaan normal atau terdapat tuli syaraf,
sedangkan percobaan rinne negatif artinya telinga tuli konduksi. Indikasi tuli
konduksi adalah waktu merambat melalui kepala lebih besar atau sama dengan
waktu merambat melalui udara. Indikasi tuli syaraf adalah telinga tidak bisa
mendengar sebagian atau seluruh frekuensi bunyi yang dipancarkan oleh sumber
bunyi.

2. Apakah artinya jika hasil percobaan Weber terjadi lateralisasi kanan? Atau
lateralisasi kiri?
Lateralisasi yaitu fenomena alami berupa penggunaan salah satu sisi organ
dengan komponen simetris kanan dan kiri akan lebih dominan dibandingkan
dengan sisi satunya. Weber lateralisasi ke kanan artinya telinga kanan lebih
dominan dibanding telinga kiri, indikasinya adalah telinga kanan terasa sakit atau
bunyi lebih keras terdengar pada telinga kanan. Di samping itu, weber lateralisasi
ke kiri artinya telinga kiri lebih dominan dibandingkan dengan telinga kanan,
sehingga bunyi terdengar lebih keras di telinga kiri atau telinga kiri terasa sakit.

J. DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun Praktikum Biofisika. 2019. Petunjuk Praktikum Biofisika. Yogyakarta:
FMIPA UNY.

Anda mungkin juga menyukai