(Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Higiene Sanitasi Makanan, Minuman dan
Tempat-tempat Umum kelas C)
Dosen Pembimbing :
Nama Kelompok :
UNIVERSITAS JEMBER
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................................i
BAB 2. METODE..........................................................................................................................2
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................................7
4.2 Saran..................................................................................................................................9
LAMPIRAN.................................................................................................................................11
i
BAB 1. PENDAHULUAN
1
BAB 2. METODE
2.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deksriptif, dengan menggunakan
pendekatan kualitatif karena tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan,
menggambarkan berjalannya suatu program untuk mengatasi permasalahan.
2
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3
diberikan oleh BKP Kabupate Grobogsn karena dinilai tidak sesuai dengan potensi
mereka.
3.4 Pembahasan
Pembahasan dari pemberdayaan SKPG dan penanganan daerah rawan pangan di
kecamatan Gondong, yang dilakukan peneliti ini menggunakan hasil analisis data primer
4
serta data sekunder yang didapatkan. Hal ini bertujuan untuk mendeskripsikan,
menggambarkan jalannya program guna mengatasi maslah serta menganalisis secara
makro dari hasil penelitian. Didapatkan hasil pelaksanaan program yakni efektifitas,
efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas, dan ketepatan. Efektifitas pencapaian
tujuan dari program pemberdayaan SKPG dan penanganan daerah rawan pangan di
Kecamatan Godong ini adalah :
Efisiensi program ini adalah penetapan waktu kegiatan yaitu ketika masa panen dan
penanaman, sehingga kelompok sasaran dapat mengikuti pelatihan tanpa meninggalkan
pekerjaan mereka yang utama yakni petani. Selain itu juga sangat penting bagi organisasi
pelaksana, karena program yang baik merupakan program yang mengerti dan dapat
menjawab kebutuhan dari sasaran. Kecukupan dari program ini masih tidak cukup untuk
melakukan upaya menangani kerawanan pangan karena menrupakan aspek yang
multidimensi. Artinya tidak hanya berbicara mengenai ketersediaan, tetapi juga askses
masyarakatnya. Perataan dari program ini adalah pemerataan terhadap sasaran di daerah
rawan pangan yaitu kelompok wanita tani dan usaha bersama, serta perwakilan yang
mendapatkan ilmu dari pelatihan dapat disalurkan ke anggota kelompok yang lainnya
sehingga ilmu tersebut dapat diterima oleh seluruh sasaran.
Selain itu dalam pelaksanaan program pemberdayaan SKPG ini dikaji dengan
menggunakan three way fit theory meliputi program, organization dan beneficiaries.
Program ini masih belum terlihat adanya kesesuaian antara 3 unur tersebut. Karena tidak
terlihat adanay kemanfaatan yang dirasakan oleh sasaran, juga tidak adanya need
assessment dari organisasi pelaksana dengan kelompok sasaran dan tidak ada mekanisme
5
untuk kelompok sasaran dapat mengekspresikan kebutuhannya. Kerawanan pangan di
Kecamatan Godong ini meliputi masalah kemampuan membeli ability to pay (ATP),
keinginan membeli willingness to pay (WTP) sudah ada. Harapan dari program ini adalah
meningktakan pendapatan sehingga memiliki kemampuan untuk membeli. Program yang
baik merupakan program yang membidik ATP dan WTP. Memperkuat ATP di
masyarakat dapat dilakuan dengan cara (Ariningsih dan Rahman 2008):
6
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
A. Hasil Pelaksanaan Program
1. Efektivitas
Proses pelatihan memang berjalan, namun masih ada kelemahan-kelemahan
mendasar terhadap proses pelatihan tersebut.
2. Efisiensi
Proses kegiatan pelatihan olahan pangan dan penyaluran bantuan alat produksi
masih belum tepat sehingga banyak materi pelatihan dan bantuan alat yang tidak
dapat digunakan oleh kelompok sasaran dan alat yang disediakan bagi peserta
pelatihan juga masih terbatas. Sehingga dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga
untuk mencukupi kekurangan tersebut.
3. Kecukupan
Masyarakat Kecamatan Godong yang tidak dapat mengakses pangan jumlahnya
bertambah dan Kegiatan pelatihan olahan pangan dan bantuan alat produksi yang
diberikan oleh Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Grobogan dinilai belum
cukup untuk mengatasi kerawanan pangan
4. Perataan
Kegiatan pelatihan olahan pangan tidak dapat dirasakan secara merata oleh
kelompok sasaran dan masih ada kelompok sasaran yang mendapatkan
bantuannya langsung tanpa pengajuan.
5. Responsivitas
Masih terdapat materi pelatihan dan penyaluran bantuan alat produksi yang tidak
sesuai dan tidak diikutkannya partisipasi dari kelompok sasaran dalam
penyusunan materi kegiatan pelatihan.
6. Ketepatan
Kelompok sasaran wanita tani tidak dapat mengembangkan pelatihan yang
diberikan oleh Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Grobogan karena dinilai tidak
sesuai dengan potensi mereka. Kelompok wanita tani merasa kesulitan dalam
pemasaran produk olahan pangan tersebut. Sedangkan bagi kelompok usaha
bersama, pelatihan yang diberikan dapat dimanfaatkan karena orang orang yang
tergabung dalam kelompok usaha bersama ini memang berfokus pada usaha
olahan pangan.
7
B. Hambatan Pelaksanaan Program
1. Efektivitas
Tidak adanya need assessment atau penggalian kebutuhan ke kelompok sasaran
dan mekanisme kontrol kepada kelompok sasaran yang telah menerima pelatihan
olahan pangan dan bantuan alat produksi tidak dilakukan berkala
2. Efisiensi
Kurangnya komitmen dari Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Grobogan
terhadap program pemberdayaan SKPG dan penanganan kerawanan pangan di
Kecamatan Godong dan terbatasnya ketersediaan sarana prasarana untuk
menunjang kegiatan pelatihan,
3. Kecukupan
Masih lemahnya koordinasi antar SKPD dalam penanganan kerawanan pangan,
tidak adanya materi pendukung setelah usaha tersebut berjalan dan kegiatan
pelatihan olahan pangan dan bantuan alat produksi yang dilaksanakan belum
cukup untuk mengatasi masalah kerawanan pangan yang disebabkan rendahnya
kemampuan daya beli masyarakat
4. Perataan
ilmu yang didapat dari kegiatan pelatihan tidak merata secara optimal pada
kelompok sasaran.
5. Responsivitas
Tidak ada mekanisme dari organisasi pelaksana kepada kelompok sasaran untuk
mengekspresikan kebutuhannya dan tidak adanya koordinasi yang baik antara
organisasi pelaksana dan penerima manfaat sehingga organisasi pelaksana belum
mampu menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya
diuntungkan dari adanya kegiatan pelatihan olahan pangan dan bantuan alat
produksi.
6. Ketepatan
Masih ada penyaluran bantuan kepada kelompok sasaran yang dilakukan langsung
tanpa koordinasi sehingga ada beberapa bantuan yang tidak tepat
8
4.2 Saran
1. Dibuat sebuah mekanisme untuk menggali kebutuhan dari kelompok sasaran
2. Sebaiknya kontrol dilakukan berkala oleh organisasi pelaksana untuk melihat
sejauhmana kemanfaatan program.
3. Sinkronisasikan program yang berkaitan antar SKPD untuk menangani
kerawanan pangan agar program dapat memenuhi kriteria merata, cukup dan
tepat.
4. Sebaiknya dilakukan pembinaan kepada pelaksana program untuk membangun
komitmen dalam mengemban tugas
5. Sebaiknya kegiatan pelatihan yang diadakan tidak hanya diikuti oleh perwakilan
saja.
6. Adakan pendampingan berkala kepada kelompok sasaran
7. Pekarangan yang luas dapat dimanfaatkan dengan ditanami tanaman yang
menguntungkan dari segi ekonomi maupun untuk konsumsi sendiri.
8. Organisasi pelaksana harus mampu mengintervensi dalam hal stabilitas harga,
perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan, pemberdayaan,
peningkatan efektivitas program raskin, dan penguatan lembaga pengelola
pangan di perdesaan.
9
6) Untuk daftar pustaka yang digunakan sudah cukup bagus serta daftar
pustakanya ditulis secara terpisah antara sumber dari buku, regulasi dan jurnal.
b. Kekurangan
1) Dalam penelitian ini tidak dijelaskan secara spesifik mengenai berapa jumlah
responden atau sampel yang diteliti.
2) Penyajian data berupa tabel juga sangat minim sehingga pembaca merasa
kesulitan dan membutuhkan waktu lama untuk memahami isinya.
3) Penyajian hasil dalam artikel ini berbentuk narasi sehingga perlu focus yang
lebih untuk pembaca memahami isinya.
4) Saran yang diberikan pada artikel ini hanya kepada pihak pelaksanan program,
seharusnya peneliti juga memberikan saran kepada pemangku kebijakan yaitu
Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah.
10
NOTULENSI
C. Sesi diskusi :
1. Penanya 1 : Nur Aziza Wahdaliya (182110101044)
Penjawab : Diana Farizah Fitri (182110101068)
Pertanyaan :
Hambatan pada pemerataan petani, lalu bagaimana menilai keberhasilan
program dalam menangani kerawanan pangan? Apakah di dalam jurnal
dijelaskan?
Jawaban :
Cara menilai keberhasilan dalam menangani kerawanan pangan yaitu
dilihat dari terciptanya hubungan yang erat anatara 3 komponen penanganan
kerawanan pangan di kecamatan godong yaitu komponen program, organisasi
pelaksana, dan penerima manfaat program. Dalam jurnal tersebut dijelakan hal
11
tersebut dan juga terkait usaha pemerataan yaitu adanya kesempatan untuk
semua masyarakat mengikuti pelatihan dam pemberian bantuan diawal
pelaksanaan program.
12
LAMPIRAN
Oleh:
Ulul Karima, Ari Subowo
ABSTRACT
The food insecurity problem is a complex issue because it does not only concern
about the availability of food itself. Adequate food supply does not automatically indicate the
conditions of food security at individual and household level. This study aims to explain the
results of implementation of empowerment program of Food and Nutrition Vigilance System
(SKPG) and Food Insecurity Handling at Godong District Regency of Grobogan as well as
finding out the challenges and bottlenecks during the implementation of the program. The
method used in this research is descriptive-qualitative method. In this study, the author use
William Dunn’s six criteria of evaluation: effectiveness, efficiency, adequacy, equalization,
responsiveness, and accuracy. The author found out that the program cannot be run
optimally because the implementation program without need assessment. The program also
did not meet the criteria of adequacy because the results of the program have not been able
to solve the food insecurity problem, which proven by the increasing number of pre-
prosperous family as much as 11.33% in 2015. Achieving equalization is yet not optimal
indicated by minimal participation of groups inactivities carried out by BKP Grobogan. On
the criteria of responsiveness, the program is not yet well assessed, which the needs of the
target groups are not in accordance with the requirements. The accuracy of this program is
also seen minimal because the target groups which are expected to have side business
apparently not all of them has one.
I. PENDAHULUAN
rumah tangga untuk memperoleh pangan daya beli pangan akan memperburuk
yang cukup; (c) tidak tercukupinya pangan konsumsi energi dan protein masyarakat.
untuk kehidupan yang produktif individu/ Di Jawa Tengah status dari aspek
rumah tangga; dan (d) tidak terpenuhinya ketersediaan pangan menurut Badan
pangan secara cukup dalam jumlah, mutu, Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah
ragam, keamanan, serta keterjangkauan pada tahun 2015 adalah aman. Namun,
harga. Lebih lanjut dikatakan bahwa status regional ini belum tentu pada tingkat
kerawanan pangan dapat dipengaruhi oleh kabupaten/ kota juga demikian. Seluruh
daya beli masyarakat yang ditentukan oleh kabupaten/ kota tersebut akan diuraikan
tingkat pendapatannya. Rendahnya tingkat pada tabel berikut ini:
pendapatan masyarakat dan menurunnya
Tabel 1.1
Analisis SKPG Jawa Tengah Tahun 2015 dari Aspek Ketersediaan Pangan
Sumber: Laporan Tahunan SKPG Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah Tahun
2015
Pada tabel 1.1, kolom rasio ketersediaannya untuk konsumsi penduduk
ketersediaan pangan dihasilkan dari Jawa Tengah secara makro cukup.
produksi pangan pokok yaitu padi, jagung, Untuk melihat aspek akses pangan
ubi kayu, dan ubi jalar. Rasio secara ekonomi, fisik dan sosial akan
diuraikan pada tabel 1.2 berikut ini:
Tabel 1.2
Analisis SKPG Jawa Tengah Tahun 2015 dari Aspek Akses Pangan
KK_Pra % Pra
KK
Kabupaten/ Jumlah KK Pra dan & Skor
No Sejahtera
Kota Keluarga Sejahtera Sejahtera Sejahte Miskin
I
I (Total) ra I (r)
1 Cilacap 519.850 130.794 134.269 265.063 50,99 3
2 Banyumas 484.416 109.299 95.772 205.071 42,33 3
15
3 Purbalingga 287.939 71.844 58.112 129.956 45,13 3
4 Banjarnegara 286.266 70.726 68.977 139.703 48,80 3
5 Kebumen 357.854 92.777 74.842 167.619 46,84 3
6 Purworejo 222.238 53.630 44.073 97.703 43,96 3
7 Wonosobo 245.916 54.274 51.244 105.518 42,91 3
8 Magelang 353.720 92.743 63.378 156.121 44,14 3
9 Boyolali 296.675 98.895 48.399 147.294 49,65 3
10 Klaten 364.056 65.271 75.559 140.830 38,68 2
16
11 Sukoharjo 242.714 47.453 52.798 100.251 41,30 3
12 Wonogiri 328.187 49.781 60.509 110.290 33,61 2
13 Karanganyar 253.155 29.256 24.719 53.975 21,32 2
14 Sragen 262.073 65.618 89.457 155.075 59,17 3
15 Grobogan 453.269 272.242 57.381 329.623 72,72 3
16 Blora 288.146 121.764 73.741 195.505 67,85 3
17 Rembang 183.978 75.268 29.166 104.434 56,76 3
18 Pati 420.626 137.055 83.179 220.234 52,36 3
19 Kudus 229.168 23.231 40.904 64.135 27,99 2
20 Jepara 279.235 69.154 92.323 161.477 57,83 3
21 Demak 355.791 127.691 82.897 210.588 59,19 3
22 Semarang 297.193 76.407 67.873 144.280 48,55 3
23 Temanggung 224.509 53.866 28.814 82.680 36,83 2
24 Kendal 290.467 100.536 41.980 142.516 49,06 3
25 Batang 230.134 77.247 53.051 130.298 56,62 3
26 Pekalongan 259.047 52.352 60.523 112.875 43,57 3
27 Pemalang 400.915 121.145 90.032 211.177 52,67 3
28 Tegal 432.575 79.146 92.563 171.709 39,69 2
29 Brebes 554.163 152.265 126.567 278.832 50,32 3
30 Kota Magelang 33.571 4.860 6.769 11.629 34,64 2
31 Kota Surakarta 122.925 10.259 22.108 32.367 26,33 2
32 Kota Salatiga 62.398 6.926 8.741 15.667 25,11 2
33 Kota Semarang 415.526 41.788 74.932 116.720 28,09 2
34 Kota Pekalongan 77.061 11.712 14.971 26.683 34,63 2
35 Kota Tegal 69.713 11.795 17.666 29.461 42,26 3
Jawa Tengah 10.185.469 2.659.070 2.108.289 4.767.359 46,81
Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi akses fisik terhadap pangan dapat
di mana ketersediaan pangan cukup tetapi menjangkau pangan dengan mudah karena
tidak ada kemampuan untuk memperoleh adanya dukungan prasarana dan sarana
pangan. mobilitas maupun pasar yang memadai.
Lokus yang akan menjadi tempat Sedangkan aspek sosialnya memang
penelitian Evaluasi Hasil Pelaksanaan belum terdapat sebuah sistem
Program Pemberdayaan Sistem perlindungan sosial yang membantunya
Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) mendapatkan pangan pada saat mengalami
dan Penanganan Daerah Rawan Pangan kekurangan karena di Kecamatan Godong
adalah di Kecamatan Godong Kabupaten ketersediaan pangannya pun masuk dalam
Grobogan. Kecamatan Godong memiliki kategori sangat tahan pangan. Kecamatan
28 desa yang merupakan jumlah desa Godong juga relatif aman dari bencana
terbanyak dibanding kecamatan lainnya alam yang dapat menyebabkan rawan
dengan jumlah kemiskinan 62%. pangan transien apabila dibandingkan dari
Masyarakat di Kecamatan Godong kecamatan lainnya.
dalam
I. Metode Penelitian
19
Gambar 4.1
Mekanisme Pencapaian Tujuan
Progam pemberdayaan
SKPG dan penanganan Peningkatan pendapatan Ketahanan pangan di
daerah rawan pangan masyarakat
20
proses pelatihan tersebut. Pertama, tidak adanya Kabupaten Grobogan melibatkan pihak ketiga
kemanfaatan program. Kedua, tidak adanya need
yang berkompeten, dengan begitu pemerintah
assessment atau penggalian kebutuhan terhadap
materi-materi pelatihan. tidak perlu mengeluarkan biaya untuk
menambah pegawai tetap. Dilihat dari jenjang
C. Efisiensi
pendidikannya (S-1 berjumlah 3 orang dan S-
Sumber daya manusia dalam
2 berjumlah 2 orang), kelima pegawai tersebut
pelaksanaan program pemberdayaan
dinilai berkompeten. Begitu juga dengan
SKPG dan penanganan daerah rawan
sarana prasarana, BKP juga melibatkan pihak
pangan terdapat 5 pegawai. Dalam
ketiga untuk mencukupi kebutuhan sarana
pelaksanaan kegiatan-kegiatan, BKP
22
ketela yang diberikan kepada karena dinilai tidak sesuai dengan potensi
kelompok wanita tani, padahal harga mereka. Kelompok wanita tani merasa
ketela di Kecamatan Godong mahal, kesulitan dalam pemasaran produk olahan
sehingga alat tidak terpakai. pangan tersebut. Sedangkan bagi kelompok
Kejadian seperti itu sebenarnya usaha bersama, pelatihan yang diberikan dapat
adalah sesuatu yang dapat dihindari dimanfaatkan karena orang-orang yang
dan dapat dicegah. Sebelum tergabung dalam kelompok usaha bersama ini
pelaksanaan kegiatan, dimana dalam memang berfokus pada usaha olahan pangan,
program ini adalah kegiatan pelatihan sehingga mereka sangat terbantu dengan
dan penyaluran bantuan, sangat adayan kegiatan pelatihan dan bantuan alat
penting jika kelompok sasaran diajak produksi.
untuk ikut serta, karena merekalah Kelompok sasaran yang telah
yang paling memahami dan merasakan mengikuti pelatihan dan mendapatkan bantuan
langsung kebutuhan dan masalah yang alat wajib mengirimkan hasilnya (produknya)
terjadi. Tidak adanya koordinasi yang setiap tiga bulan sekali. Hal tersebut sebagai
baik antara organisasi pelaksana dan bentuk kontrol dari Badan Ketahanan Pangan
penerima manfaat dinilai sebagai Kabupaten Grobogan. Apabila kelompok
kegagalan organisasi pelaksana untuk tersebut tidak mengirimkan hasilnya maka
menanggapi kebutuhan aktual dari bantuan alat tersebut dapat ditarik kembali
kelompok yang semestinya oleh Badan Ketahanan Pangan Kabupaten
diuntungkan dari adanya suatu Grobogan. Namun, yang terjadi di lapangan,
program. pada kelompok wanita tani, control tersebut
G. Ketepatan tidak berjalan, dan alat yang sudah
Hasil yang dari kegiatan pelatihan terbengkelai juga dibiarkan begitu saja.
yang dilakukan oleh Badan Ketahanan 2. Hambatan Pelaksanaan Program
Pangan Kabupaten Grobogan adalah 5 Efektivitas
kelompok sasaran mempunyai usaha 1. Tidak adanya need assessment atau
sampingan sehingga dapat meningkatkan penggalian kebutuhan ke kelompok
pendapatan. Namun kenyataannya tidak sasaran, sehingga kegiatan pelatihan
semua kelompok sasaran mempunyai dan bantuan alat produksi tidak
usaha sampingan. Kelompok sasaran memberikan kemanfaatan kepada
wanita tani tidak dapat mengembangkan kelompok sasaran. Padahal sangat
pelatihan yang diberikan oleh Badan penting jika kelompok sasaran diajak
Ketahanan Pangan Kabupaten Grobogan untuk ikut serta,
23
karena merekalah yang paling sehingga peserta pelatihan dalam
memahami dan merasakan praktek langsung tidak dapat
langsung kebutuhan dan optimal. Meskipun sudah
masalah yang terjadi. bekerjasama
2. Mekanisme kontrol kepada dengan pihak ketiga, namun hal
kelompok sasaran yang telah tersebut masih kurang dalam hal
menerima pelatihan olahan ketersediaan sarana dan prasarana
pangan dan bantuan alat pelatihan.
produksi tidak dilakukan 7 Kecukupan
berkala, yang awalnya tiga 1. Masih lemahnya koordinasi antar
bulan sekali menjadi tidak SKPD dalam penanganan kerawanan
dilakukan sama sekali. pangan. Kerawan pangan merupakan
6 Efisiensi aspek yang multidimensi, tidak hanya
1. Kurangnya komitmen dari bicara tentang ketersediaan tetapi
Badan Ketahanan Pangan apakah masyarakat dapat
Kabupaten Grobogan terhadap mengaksesnya atau tidak. Program ini
program pemberdayaan SKPG dinilai belum cukup untuk mengatasi
dan penanganan kerawanan permasalahan utama yang ada sehingga
pangan di Kecamatan Godong. dibutuhkan koordinasi anntar SKPD.
Hal tersebut ditunjukkan 2. Tidak adanya materi pendukung
dengan tidak adanya setelah usaha tersebut berjalan,
pendampingan di lapangan sehingga usaha beberapa kelompok
setelah kegiatan pelatihan sasaran tidak dapat bertahan lama.
selesai dilaksanakan. Sehingga 3. Kegiatan pelatihan olahan pangan dan
yang terjadi adalah inefisiensi bantuan alat produksi yang
karena apa yang telah dilaksanakan oleh Badan Ketahanan
diupayakan oleh Badan Pangan Kabupaten Grobogan belum
Ketahanan Pangan Kabupaten cukup untuk mengatasi masalah
Grobogan, di kelompok sasaran kerawanan pangan yang disebabkan
tidak terpakai atau tidak rendahnya kemampuan daya beli
membuahkan hasil. masyarakat.
2. Terbatasnya ketersediaan 8 Perataan
sarana prasarana untuk Mekanisme kegiatan pelatihan tidak
menunjang kegiatan pelatihan, dapat diikuti oleh seluruh kelompok sasaran,
24
mereka hanya dapat mendelegasikan
beberapa perwakilan saja.
Program
Program
Output Task requirements
Beneficiary
needs
Means of Distinctive
demand Competenc
Beneficiaries organization e
Organization
Expression
pelatihan dan bantuan alat produksi dinilai
Sumber : Moeljarto Tjokrowinoto,
2007:136 belum cukup untuk mengatasi
permasalahan yang ada karena KK miskin
Dalam pelaksanaan program
pun malah mengalami penambahan sekitar
pemberdayaan SKPG dan penanganan
11,33 %.
daerah rawan pangan di Kecamatan
Godong terlihat belum ada kesesuaian Pemerintah dalam upaya perumusan
antara 3 unsur tersebut, yaitu program, sebuah program tidak boleh hanya
organisasi pelaksana dan penerima mengandalkan kegiatan-kegiatan itu saja yaitu
manfaat. Hal tersebut terlihat tidak pelatihan dan bantuan alat produksi, karena
adanya kemanfaatan yang dirasakan oleh kegiatan itu tidak akan pernah cukup untuk
penerima manfaat selain itu tidak adanya melakukan upaya- upaya kerawanan pangan,
need assessment dari organisasi karena aspek kerawanan pangan itu
pelaksana merupakan aspek yang multidimensi, tidak
dengan kelompok sasaran. Belum ada hanya bicara tentang ketersediaan, tapi apakah
Decision making sebuah mekanisme masyarakat juga bisa membelinya atau tidak.
dimana kelompok sasaran tersebut dapat Kerawanan pangan di Kecamatan Godong
mengekspresikan kebutuhannya. Program adalah mengenai permasalahan kemampuan
pemberdayaan SKPG dan penanganan untuk membeli pangan atau ability to pay
daerah rawan di Kecamatan Godong (ATP). Sementara keinginan untuk membeli
dengan konsep atau willingness to pay (WTP) di Kecamatan
26
Godong sudah ada. Harapannya dari apabila terjadi kerawanan pangan maka
program pemberdayaan SKPG dan kestabilan ekonomi, politik dan sosial akan
penanganan kerawanan pangan di terguncang. Untuk memperkuat ATP di
Kecamatan Godong adalah ada keinginan masyarakat terhadap pangan dalam jangka
untuk meningkatkan pendapatan sehingga panjang, perlu adanya upaya yang dilakukan
mereka mempunyai kemampuan untuk melalui (Ariningsih dan Rachman, 2008:53) :
membeli. Kemauan dan kemampuan a. Menjaga stabilitas harga pangan;
adalah dua hal yang berbeda. Lebih b. Perluasan kesempatan kerja dan
baiknya adalah mereka mau dan mampu. peningkatan pendapatan;
Sebuah program yang baik adalah c. Pemberdayaan masyarakat miskin dan
membidik ATP dan juga WTP. Di rawan pangan;
Kecamatan Godong sendiri WTP nya d. Peningkatan efektivitas program
sudah ada namun ATP nya belum ada. raskin; dan
ATP inilah yang akan dibidik oleh proses e. Penguatan lembaga pengelola pangan
pemberdayaan. Kemampuan membeli atau di perdesaan.
ATP menjadi penting karena kelompok Pemerintah dalam upaya
yang kemampuannya atau ATPnya penanganan kerawanan pangan tidak
terbatas tentu saja kesempatan memilihnya hanya bisa mengandalkan satu program
juga terbatas. Kemiskinan adalah yang saja. Diperlukan juga sinkronisasi dan
menjadi alasan utama tidak adanya ATP di koordinasi yang baik antar pemerintah
masyarakat ini apabila tidak diatasi akan pangan merupakan masalah yang cukup
gizi buruk. Selain itu dalam suatu Negara memperhatikan situasi ketersediaan
pangan saja melainkan juga harus
memperhatikan program-program yang tangga maupun bagi anggota rumah tangga itu
terkait dengan fasilitas peningkatan akses sendiri.
terhadap pangan, baik di tingkat rumah
27
III. PENUTUP
28
2. Badan Ketahanan Pangan Kecamatan Godong terdapat
Kabupaten Grobogan mulai pelatihan olahan pangan
tahun 2014 terdapat berbahan dasar ketela,
mekanisme baru dalam padalah ketela di Kecamatan
penyaluran bantuan alat Godong harganya mahal.
produksi yaitu berdasarkan Sehingga pelatihan dan
proposal pengajuan yang bantuan alat perajang yang
diajukan oleh kelompok diterima tidak dapat
sasaran. Namun mekanisme digunakana oleh kelompok
ini belum berjalan secara sasaran.
merata, masih ada kelompok 2. Tidak diikutkannya partisipasi
sasaran yang mendapatkan dari kelompok sasaran dalam
bantuannya langsung tanpa penyusunan materi kegiatan
pengajuan. pelatihan. Padahal
Responsivitas keikutsertaan kelompok
1. Responsivitas Badan sasaran dirasa sangat
Ketahanan Pangan Kabupaten diperlukan karena merekalah
Grobogan pada kelompok yang paling memahami dan
wanita tani berjalan dengan merasakan langsung
kurang koordinasi sehingga kebutuhan dan masalah yang
masih terdapat materi terjadi.
pelatihan dan penyaluran Ketepatan
bantuan alat produksi yang Kelompok sasaran wanita
tidak sesuai. Seperti halnya di tani tidak dapat mengembangkan
pelatihan yang diberikan oleh
Badan Ketahanan Pangan
Kabupaten Grobogan karena
dinilai tidak sesuai dengan potensi
mereka. Kelompok wanita tani
merasa kesulitan dalam pemasaran
produk olahan pangan tersebut.
Sedangkan bagi kelompok usaha
bersama, pelatihan yang diberikan
dapat dimanfaatkan karena orang-
29
orang yang tergabung dalam Kabupaten Grobogan terhadap
kelompok usaha bersama ini program pemberdayaan SKPG
memang berfokus pada usaha dan penanganan kerawanan
olahan pangan. pangan di Kecamatan Godong.
B. Hambatan Pelaksanaan Hal tersebut ditunjukkan dengan
Program tidak adanya pendampingan di
Efektivitas lapangan setelah kegiatan
1. Tidak adanya need pelatihan selesai dilaksanakan.
assessment atau penggalian Sehingga yang terjadi adalah
kebutuhan ke kelompok inefisiensi karena apa yang telah
sasaran, sehingga kegiatan diupayakan oleh Badan
pelatihan dan bantuan alat Ketahanan Pangan Kabupaten
produksi tidak memberikan Grobogan, di kelompok sasaran
kemanfaatan kepada tidak terpakai atau tidak
kelompok sasaran. Padahal membuahkan hasil.
sangat penting jika kelompok 2. Terbatasnya ketersediaan
sasaran diajak untuk ikut sarana prasarana untuk
serta, karena merekalah yang menunjang kegiatan
paling memahami dan pelatihan, sehingga peserta
merasakan langsung pelatihan dalam praktek
kebutuhan dan masalah yang langsung tidak dapat optimal.
terjadi. Meskipun sudah bekerjasama
2. Mekanisme kontrol kepada dengan pihak ketiga, namun
kelompok sasaran yang telah hal tersebut masih kurang
menerima pelatihan olahan dalam hal ketersediaan sarana
pangan dan bantuan alat dan prasarana pelatihan.
produksi tidak dilakukan Kecukupan
berkala, yang awalnya tiga 1. Masih lemahnya koordinasi
bulan sekali menjadi tidak antar SKPD dalam
dilakukan sama sekali. penanganan kerawanan
Efisiensi pangan. Kerawan pangan
1. Kurangnya komitmen dari
Badan Ketahanan Pangan
33
Otonomi Daerah dan Perum Suwitri, Sri. (2009). Konsep Dasar
Bulog. Bogor: Pusat Analisis Kebijakan Publik. Semarang :
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Badan Penerbit Universitas
Pertanian. Diponegoro.
Jurnal:
Tjokrowinoto, Moeljarto. 2007.
Purwantini, Tri Bastuti. (2014).
“Pembangunan: Dilema dan
Pendekatan Rawan Pangan dan
Tantangan”. Yogyakarta: Pustaka
Gizi: Besaran, Karakteristik, dan
Pelajar.
Penyebabnya. Bogor: Pusat Analisis
Wibawa, Samodra, Yuyun Purbokusumo, Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Agus Pramusinto. (1994). Evaluasi Pertanian. Volume 32 No. 1, Juli
Kebijakan Publik. Jakarta: Raja
2014: 1 – 17
Grafindo Persada.
Ariningsih, Ening, Rachman Handewi.
Winarno, Budi. (2012). Kebijakan Publik (2008). Strategi Peningkatan
(Teori, Proses dan Studi Kasus). Ketahanan Pangan Rumah Tangga
34