(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Dan Evaluasi Program Gizi yang
diampuh oleh Bapak Dr. Sunarto Kadir, M.Kes)
OLEH:
KELOMPOK 6
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan kuasa-Nyalah
sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan lancar dan tepat pada waktunya. Makalah
ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Dan Evaluasi Program Gizi.
Selain itu, dengan menyusun makalah ini dapat menambah ilmu dan wawasan kami terkait
“Implementasi Program Gizi dan Studi kasus”.
Meskipun kami berhasil menyelesaikan makalah ini, kami menyadari akan adanya
kekurangan serta keke vliruan dimakalah ini, sehingga kami akan sangat terbuka menerima
kritik, saran serta masukan dari berbagai pihak.
Akhir kata, penulis berharap agar nantinya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4
1.3 Tujuan..................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................5
2.1 Pengertian dan unsur – unsur pokok dalam Implementasi Program Gizi...........................5
3.1 kesimpulan.........................................................................................................................11
3.2 saran...................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sudah merdeka lebih dari 63 tahun. Namun persoalan gizi masih menghantui
sebagian warganya. Bangsa Indonesia masih harus berjuang memerangi beberapa penyakit dan
masalah kurang gizi yang saling berinteraksi satu sama lain. Masalah gizi buruk pada anak balita
di Indonesia menjadi prioritas utama pembangunan kesehatan dan gizi.
Tingginya angka kematian ini juga dampak dari kekurangan gizi pada penduduk. Mulai dari
bayi dilahirkan,masalahnya sudah mulai muncul, yaitu dengan banyaknya bayi lahir dengan
berat badan rendah (BBLR < 2.5 Kg). Masalah ini berlanjut dengan tingginya masalah gizi
kurang pada balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa sampai dengan usia lanjut.
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun
penanggulanagannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan
saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifactor, oleh karena itu pendekatan
penanggulangannya harus melibatkan berbagai sector yang terkait.
Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk memerlukan kerjasama
yang komprehensif dari semua pihak. Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis, namun
juga pihak orang tua,keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan pemerintah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan implementasi program Gizi?
2. Untuk mengetahui studi kasus implementasi program Gizi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan implementasi program Gizi.
2. Untuk mengetahui studi kasus implementasi program Gizi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan unsur – unsur pokok dalam Implementasi Program Gizi
Proses implementasi program ialah rangkaian kegiatan tindak lanjut yang terdiri atas
pengambilan keputusan, langkah langkah yang strategis maupun operasional yang ditempuh
guna mewujudkan suatu program atau kebijaksanaan menjadi kenyataan, guna mencapai sasaran
yang ditetapkan semula.
Proses implementasi dalam kenyataanya yang sesunguhnya dapat berhasil, kurang
berhasil ataupun gagal sama sekali ditinjau dari hasil yang dicapai “outcomes” serta unsur yang
pengaruhnya dapat bersifat mendukung atau menghambat sasaran program.
Dalam proses implementasi sekurangkurangnya terdapat empat unsur yang penting dan
mutlak yaitu :
a. Implementasi program atau kebijaksanaan tidak mungkin dilaksanakan dalam ruang
hampa. Oleh karena itu faktor lingkungan akan mempengaruhi proses implementasi
program pada umumnya.
b. Target group yaitu kelompok yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima
manfaat program tersebut.
c. Adanya program yang dilaksanakan.
d. Unsur pelaksanaan atau implementer, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung
jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan implementasi tersebut.
Ruang lingkup penanggulangan balita gizi buruk dari tingkat Kabupaten, Kota dan
Kecamatan sampai tingkat rumah tangga meliputi prosedur penjaringan kasus balita gizi buruk,
prosedur pelayanan balita gizi buruk puskesmas, prosedur pelacakan balita gizi buruk dengan
cara investigasi,prosedur pelayanan balita gizi buruk di rumah tangga, prosedur koordinasi lintas
sektoral dalam upaya penanggulangan gizi buruk. Sebagai unit pelaksana penanggulangan gizi
buruk di Puskesmas dilakukan oleh petugas gizi yang ditetapkan oleh dianas kesehatan
kota/kabupaten dan pelatihan.6.8 Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 jumlah
gizi buruk cenderung menurun yaitu menjadi 5,4% sedangkan gizi kurang sebesar 13%, dan pada
tahun 2010 prevalensi gizi buruk 4,9% atau turun sebesar 0,5%, sedangkan prevalensi gizi
kurang masih tetap yaitu sebesar 13%. Secara umum penurunannya belum merata di semua
Provinsi di Indonesia yaitu dari 33 Provinsi terdapat 18 Provinsi masih memiliki prevalensi gizi
buruk diatas angka prevalensi nasional yaitu 5%, termasuk propinsi Papua Barat pada tahun 2007
prevalensi gizi buruk sebanyak 6,8%, Provinsi Papua 6,6% sedangkan pada tahun 2010 Provinsi
Papua Barat prevalensi gizi buruk meningkat menjadi 9,1% danProvinsi Papua sebanyak 6,3%.
Pelaksanaan Penanggulangan Gizi Buruk
1. Pelaksanaan Penimbangan Balita di Posyandu
Pemantauan pertumbuhan melalui penimbangan adalah salah satu bentuk kegiatan
penanggulangan gizi buruk karena dengan pemantauan pertumbuhan diperoleh cakupan balita
yang naik berat badannya dan yang berada di BGM (Bawah Garis Merah).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di lapangan ditemukan beberapa masalah dalam
pelaksanaan pemantauan pertumbuhan, yaitu:
1) Secara teknis, kemampuan kader dalam melakukan penimbangan dan penilaian status
pertumbuhan berdasarkan Kartu Menuju Sehat (KMS) masih belum memadai. Kesalahan
yang sering ditemukan adalah penggunaan timbangan yang tidak layak (seperti angka
penunjuk di timbangan yang sudah kabur), kesalahan dalam pemasangan timbangan dan
pembacaan hasil.
2) Dalam penilaian pertumbuhan, umumnya kader menilai berdasarkan
kenaikan berat badan absolut. Dengan kata lain, balita disebut naik berat badannya bila berat
badan bulan ini lebih berat dibandingkan dengan bulan lalu.
Seringkali balita yang mengalami gangguan pertumbuhan tidak dirujuk ke Puskesmas untuk
dirawat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa alasan para ibu tidak
datang ke Posyandu adalah sebagai berikut:
1) Sibuk dengan kegiatan rumah tangga, seperti mencuci pakaian,memasak, membersihkan
rumah atau anak sedang tidur sehingga tidak tega untuk dibangunkan
2) Jam kunjung Posyandu terlalu singkat, yakni hanya 2 jam (pukul 10.00 12.00 WIB)
sehingga tidak tersedia cukup banyak waktu bagi mereka agar bisa datang ke Posyandu.
3) Tidak tahu ada Posyandu karena jadwal yang berubah (jadwal Posyandu bertepatan
dengan hari minggu atau hari libur, dimundurkan sehari setelah atau dimajukan sehari
sebelum jadwal Posyandu) atau lupa ada Posyandu pada hari itu.
4) Malas bila cuma untuk menimbang balitanya ke Posyandu, apalagi jika dikenakan biaya,
walaupun hanya 1000 rupiah setiap datang.
2. Pelaksanaan Pemberian MP-ASI pada Bayi BGM dari Keluarga Miskin
Untuk mencegah terjadinya gizi kurang, sekaligus mempertahankan gizi baik, pada bayi di
keluarga miskin, Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) tahun 2002 telah
mendistribusikan MP-ASI dengan sasaran bayi usia 6-11 bulan yang berasal dari keluarga miskin
di Indonesia.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pendistribusian MP-ASI tidak sesuai dengan pedoman
pelaksanaan pendistribusian dan pengelolaan MP-ASI karena diberikan bukan kepada bayi yang
BGM dari keluarga miskin, melainkan kepada semua balita yang datang ke Posyandu. Menurut
petugas gizi, hal ini disebabkan banyak ibu yang memiliki bayi BGM tidak datang ke Posyandu,
walau sudah diberitahu oleh petugas dan kader sebelum hari Posyandu bahwa akan dibagikan
MP-ASI di Posyandu. Petugas juga mengatakan alasan dibagikannya MP-ASI kepada semua ibu
yang memiliki bayi karena banyak ibu yang menuntut untuk mendapat MP-ASI.
Berikut cuplikan wawancara dengan informan.
“MP-ASI diberikan oleh kader dan petugas dari Puskesmas pada saat Posyandu. Biasanya
setiap tahun sedikitnya satu kali ada diberikan MP-ASI. Tahun lalu (2008) ada diberikan bubur
dan biskuit. Bubur diberikan ke semua balita sedangkan biskuit diberikan untuk balita yang gizi
buruk yang diberikan 3 kali berturut-turut
3. Jumlah Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan Perawatan
Menurut hasil wawancara dengan petugas gizi, sebenarnya belum semua balita gizi buruk di
wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan yang terdata dan mendapat perawatan (tahun 2008 ada
32 anak yang dirawat). Hal ini karena masih ada ibu yang tidak membawa anaknya ke Posyandu
atau Puskesmas. Alasan beberapa ibu yang tidak datang ke Puskesmas membawa balitanya yang
gizi buruk karena mereka merasa bahwa anaknya tidak mungkin gizi buruk. Sebagian lagi ibu
tidak membawa anaknya secara teratur ke Posyandu atau Puskesmas sehingga petugas tidak
dapat memantau pertumbuhannya.
4. Bayi yang Mendapatkan ASI Eksklusif
ASI Eksklusif sangat dibutuhkan bayi untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak, dan
kecerdasan. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan kebijakan pemberian ASI eksklusif pada
bayi selama enam bulan, yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.
Berdasarkan data tahun 2008 di Puskesmas Medan Labuhan, cakupan bayi yang mendapat
ASI Eksklusif mulai dari bulan Januari sampai November 2008 berkisar antara 1,45 dan 6,36
persen, sedangkan di bulan Desember tidak ada ibu yang memberikan ASI saja sampai umus 6
bulan. Hal ini menunjukkan tidak tercapainya target (80%).
Dari hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa, walaupun penyuluhan tentang ASI
Eksklusif sudah pernah diberikan di Posyandu atau balai desa, hanya sedikit ibu yang
memberikan ASI saja kepada bayinya selama enam bulan. Bahkan, informan no 4 mengatakan
bahwa tidak ada ibu yang memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. Kebanyakan para ibu
sudah memberi makanan kepada bayinya mulai dari umur 1 bulan atau lebih.
Puskesmas Jakenan sudah memiliki seorang petugas gizi lulusan D3 gizi dan dibantu
oleh satu bidan PTT (Pegawai Tidak Tetap). Kondisi tersebut menunjukkan SDM khususnya
tenaga gizi di Puskesmas Jakenan belum memenuhi standar kualifikasi. Hal tersebut juga
menunjukkan adanya kekurangan SDM khususnya tenaga gizi sebagaimana disampaikan oleh
Informan triangulasi yaitu Informan 5.
Petugas gizi Puskesmas Jakenan menyebutkan bahwa sarana dan prasarana yang
diperlukan dalam penanganan gizi buruk berupa formulir-formulir, buku pedoman pelayanan
anak gizi buruk dan formulir pencatatan dan pelaporan. Selain itu ada Pemberian Makanan
Tambahan (PMT).
Pelacakan kasus gizi buruk menurut Kemenkes (2010) adalah upaya memperlakukan
setiap kasus gizi buruk sebagai kejadian luar biasa oleh karenanya harus segera dilaporkan dalam
waktu 1 x 24 jam dan harus segera ditangani. Namun kendala pelacakan gizi buruk oleh
Puskesmas Jakenan adalah adanya sebagian anggota masyarakat yang tidak suka didatangi
petugas kesehatan untuk mengecek berat badan anak yang kurang. Masyarakat belum menyadari
bahwa gizi buruk merupakan masalah kesehatan yang harus ditangani segera.
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
1. Proses implementasi program ialah rangkaian kegiatan tindak lanjut yang terdiri atas
pengambilan keputusan, langkah langkah yang strategis maupun operasional yang
ditempuh guna mewujudkan suatu program atau kebijaksanaan menjadi kenyataan,
guna mencapai sasaran yang ditetapkan semula.
2. Gizi buruk yang berkepanjangan pada anak-anak dapat menurunkan produktifitas,
pertumbuhan fisik, kapasitas kerja, dan kinerja reproduksi pada saat dewasa. Selain
itu, gizi buruk dapat meningkatkan angka kesakitan, risiko gangguan penyakit kronis
pada saat dewasa, dan angka kelahiran bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR). BBLR meningkatkan risiko bayi mengalami gangguan fisik, mental, dan
kecerdasan.
3.2 saran
Adapun makalah yang kami susun ini semoga bermanfaat bagi sesama serta bagi pihak
yang membutuhkan, dan tentunya kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk kebaikan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ernawati, Aeda. (2019). Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Pada Anak Balita Di
Puskesmas Jakenan Kabupaten Pati. Jurnal Litbang, Vol. XV No. 1 39-50 http://ejurnal-
litbang.patikab.go.id/indeks.php/jl/article/view/131 (diakses pada tanggal 20 febuari 2022)