Laporan Praktikum Pembuatan Preparat Apu
Laporan Praktikum Pembuatan Preparat Apu
Kelompok 2 (staining)
Rombel 2
Pendidikan Biologi
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
PEMBUATAN PREPARAT APUSAN DARAH
Tanggal praktikum
Selasa, 15 Mei 2012
A. TUJUAN
1. Membuat preparat apus darah manusia dengan metode apus dan pewarnaan metode
Romanowski.
2. Menganalisis hasil pembuatan preparat apus darah manusia dengan metode apus dan
pewarnaan metode Romanowski.
Apus darah
manusia
Metode smear
Fiksatif metal
alcohol
Pewarna giemsa
15 Mei 2012
Perbesaran
40x10
Sel darah merah atau eritrosit terlihat bening tampak keabu-abuan, sedangkan
leukosit tampak terwarna jelas, yaitu intinya terwarna ungu dan sitoplasma terwarna ungu
muda. Preparat tampak rapat namun sudah cukup baik karena tidak banyak sel-sel darah
yang bertumpuk, selain itu preparat tampak bersih dari kotoran. Paling banyak teramati
adalah eritrosit, sedangkan leukosit yang tampak yaitu neutrofil dan monosit, terdapat
juga eosinofil dalam jumlah terbatas. Titik kecil yang terwarna ungu merupakan plasma
darah..
E. PEMBAHASAN
Praktikum pembuatan apusan darah manusia ini menggunakan metode apus/
smear/ oles. Darah yang digunakan adalah darah manusia . Berdasarkan foto dari hasil
pengamatan preparat apus darah manusia dengan pewarnaan Giemsa diketahui bahwa
preparat secara fisik cukup baik, bersih, dan terwarna. Dapat terlihat adanya eritrosit
dalam jumlah banyak dan leukosit.
Eritrosit teramati terwarna agak bening transparan. Eritrosit berbentuk bulat,
dengan bentuk seperti cekungan (cakram) pada sisi dalam (tengah) dan tak berinti.
Leukosit ditunjukkan dengan sel yang memiliki inti berwarna ungu. Warna ungu
disebabkan oleh inti leukosit yang basa sehingga mudah menyerap zat warna giemsa.
Leukosit yang paling banyak dijumpai ialah neutrofil dan monosit berkisar antara 10-
15%, serta sedikit eosinofil dengan presentase kurang dari 5%. Presentase neutrofil
memang paling banyak dalam darah, yaitu mencapai 50-70% dari jumlah leukosit yang
ada. Ditemukanya leukosit dalam preparat apus darah menunjukkan bahwa pendonor
sdang mengalami sakit berkaitan dengan fungsi leukosit sebagai bentuk pertahanan tubuh
manusia.
Preparat tampak rapat namun sel-selnya dapat teramati dengan baik karena tidak
bertumpuk, sehingga dapat dikatakan ketipisan apusan sudah cukup baik.
F. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Preaparat awetan darah dapat dibuat dengan metode apus dan metode pewarnaan
Romanowski
2. Pewarnaan apus dengan zat pewarna giemsa dapat membedakan eritrosit yang tidak
terwarnai giemsa dengan jelas dan leukosit yang terwarna dengan kontras dan dapat
membedakan bagian nukleus dengan bagian sel yang lain.
G. SARAN
1. Untuk mengapus agar dilakukan setipis mungkin sehingga preparat tidak terlalu rapat.
2. Untuk pewarnaan giemsa pastikan giemsa yang dipakai masih bagus (belum rusak atau
terkontaminasi) sehingga mewarnai denga baik.
LAPORAN BIOLOGI
ACARA III
GOLONGAN DARAH PADA MANUSIA
Oleh;
Perdana Arief Sandy
120210101112
Biologi Dasar B
Darah terdiri dari dua komponen, yaitu plasma darah dan sel-sel darah. Plasma
darah merupakan bagian darah yang cair. Sel-sel darah dikelompokkan menjadi 3
kelompok : Eritrosit, Leukosit, dan Trombosit.
(Idel. 1999:75)
Trombosit adalah bagian sel darah yang berperan dalam pembekuan darah. Jika
jaringan tubuh terlua, trombosit pada permukaan akan pecah dam mengeluarkan enzim
trombokinase. Enzim trombokinase akan mengubah protobin menjadi trombin dengan
bantuan ion Ca2+. Trombin adalah sebuah enzim yang mengkatalis perubahan fibrinogen
(protein plasma yang dapat larut dalam plasma darah) menjadi fibrin (protein yang tidak
dapat larut dalam plasma darah). Pembentukkan benang-benang fibrin menyebabkan luka
akan tertutup.
Eritrosit normal berbentuk cakram bikonkaf dan tidak memiliki nukleus. Bentuk
eritrosit sebenarnya dapat berubah-ubah, seperti ketika sel-sel tersebut beredar melewati
kapiler-kapiler. Jumlah sel darah merah ini bervariasi pada kedua jenis kelamin dan pada
perbedaan umur. Pembentukan eritrosit disebut juga eritropoiesis. Eritropoiesis terjadi di
sumsum tulang. Pembentukkannya diatur oleh hormon glikoprotein yang disebut dengan
eritropoietin. Jangka hidurp eritrosit kira-kira 120 hari. Eritrosit yang telah tua akan
ditelan oleh sel-sel fagosit yang terdapat dalam hati dan limpa. Untuk menghitung jumlah
eritrosit pada tubuh seseorang maka dapat dengan cara menghitung 8% dari berat badan
orang itu.
( http://spatuway.blogspot.com )
Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya
perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Ada
dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan
Rhesus ( faktor Rh). Didunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain
antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai. Tranfusi darah dari golongan
yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi tranfusi munologis yang berakibat
anemia hemolisis, gagal ginjal, syok dan kematian
(Joko. 2006:37)
Kita mengenal ada empat macam golongan darah yaitu, A, B, AB dan O. Dalam
sistem golongan darah terdapat dua macam zat sel darah A dan B, serta dua macam
plasma, yaitu anti A dan anti B. Berikut kombinasi yang mungkin terjadi:
1. Individu dengan A pada sel darah merahnya, memiliki anti B pada plasma darahnya.
2. Individu dengan B pada sel darah merahnya, memiliki anti A pada plasma darahnya.
3. Individu dengan A dan B pada sel darah merahnya, tidak memiliki anti A maupun anti B
pada plasma darahnya.
4. Individu dengan A dan B pada sel darah merahnya, memiliki anti A maupun anti B pada
plasma darahnya.
(Tim Dosen Pembina. 2012: 11)
Pada permulaan abad ini (tahun 1900 dan 1901) K. Landsteiner menemukan
bahwa penggumpalan darah (aglutinasi) kadang – kadang terjadi apabila eritrosit (sel
darah merah) seorang dicampur dengan serum darah orang lain. Akan tetapi pada orang
lain, campuran tadi tidak mengakibatkan penggumpalan darah. Berdasarkan reaksi tadi,
maka Landsteiner membagi orang menjadi 3 golongan, ialah A, B, dan O. golongan yang
ke empat jarang sekali dijumpai, yaitu golongan darah AB, telah ditemukan oleh dua
orang mahasiswa Landsteiner dalam tahun 1902, ialah A. V. von Decastello dan A.
Sturli.
Dikatkan bahwa antigen atau aglutinogen yang dibawa oleh eritrosit orang
tertentu dapat mengadakan reaksi dengan zat anti atau antibody atau aglutinin yang
dibawa oleh serum darah. Dikenal dua macam antigen yaitu antigen-A dan antigen-B,
sedangkan antizatnya dibedakan atas anti-A dan anti-B. orang ada yang memiliki antigen-
A, lain lagi memiliki antigen-B, sedangkan ada pula yang tuidak memiliki antigen-A
maupun antigen-B.
Orang yang memiliki antigen-A tidak memiliki anti-A, melainkan anti-B di dalam
serum atau plasma darahnya. Orang demikian dimasukan dalam golongan darah A.
Orang golongan darah B mempunyai antigen-B dan anti-A. Apabila antigen-A bertemu
dengan anti-A, begitu pula antigen-B bertemu dengan anti-B, maka darah akan
menggumpal dan dapat menyebabkan kematian pada orang yang menerima darah. Darah
tipe A tidak dapat ditranfusikan kepada orang bergolongan darah B, demikian pula
sebaliknya.
Tabel hubungan antara golongan darah (fenotip) seseorang dengan macam antigen
dan zat anti yang dimiliki.
Golongan darah Antigen dalam Zat anti dalam serum /
(fenotip) Eritrosit Plasma darah
Orang yang tidak memiliki antigen-A maupun antigen-B, tetapi memiliki anti-A
maupun anti-B di dalam serum atau plasma darahnya, dimasukan dalam golongan darah
O. Adapun orang yang memiliki antigen-A maupun antigen-B, tatapi tidak memiliki anti-
A maupun anti-B di dalam serum atau plasma darah, dimasukan dalam golomgam darah
AB.
Untuk menghindari jangan sampai terjadi penggumpalan darah, maka sebelum
dilakukan transfusi darah, baik darah si-pemberi (donor) maupun darah si-penerima
(resipien) harus diperiksa terlebih dahulu berdasarka system ABO. Interaksi yang terjadi
selama transfusi darah antara berbagai macam antigen dalam eritrosit dengan zat anti
dalam serum atau plasma darah.
Tabel interaksi antara alel – alel IA, IB dan i yang menyebabkan terjadinya 4
golongan darah, yaitu O, A, B, dan AB
Golongan darah Antigen dalam Alel dalam Genotip
(fenotip) Eritrosit kromosom
O - I ii
A A IA IAIA atau IA i
B B IB IB IB atau IB i
AB A dan B I dan IB
A
IA IB
(Suryo. 1984;254-257)
Transfusi darah adalah pemberian darah seseorang kepada orang lain. Orang yang
berperan sebagai pemberi darah disebut dengan donor. Orang yang menerima darah
disebut resipien. Golongan darah AB merupakan resipien universal karena dapat
menerima semua jenis golongan darah. Sebaliknya, golongan darah O adalah donor
universal karena dapat ditranfusikan kepada semua jenis golongan darah. Alasan
terbanyak melakukan transfusi darah adalah karena penurunan volume darah dan untuk
memberi resipien beberapa unsur dari darah yang dibutuhkan.
( http://spatuway.blogspot.com )
Jari manis ditusuk dengan lanset steril dan darah ditaruh di gelas objek
Gelas objek ditandai “ A ” dan “ B ” pada masing masing bagian
Gelas objek diletakkan pada selembar kertas putih
Serum A diteteskan pada bagian A dan serum B pada bagian B
PRAKTIKUM V
PEMBUATAN PREPARAT APUS DARAH MANUSIA
OLEH :
ASRI ARUM SARI
NIM. 12222014
ASISTEN
THORIQ ALFARABI
DOSEN PEMBIMBING
FITRATUL AINI, M.Si
LABORATORIUM BIOLOGI
FAKULAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN TADRIS BIOLOGI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Darah merupakan bagian terpenting bagi makhluk hidup, karena darah mempunyai
peranan yang sangat penting dalam sistem transportasi. Darah mengedarkan sari-sari
makanan, cairan endokrin serta mengikat oksigen dan CO2. Seacara keseluruhan darah
dapat dianggap sebagai jaringan pengikat karena pada dasaranya terdiri atas unsur-unsur
sel dan substansi interseluler yang berbentuk plasma. Secara fungsional darah merupakan
jaringan pengikat dalam arti menghubungkan seluruh bagian-bagian dalam tubuh
sehingga merupakan integritas. Untuk melihat struktur sel-sel darah dengan
menggunakan mikroskop cahaya pada umumnya dibuat preparat sediaan apus.
Preparat adalah tindakan atau proses pembuatan maupun penyiapan sesuatu
menjadi tersedia, specimen patologi maupun anatomi yang siap dan diawetkan untuk
penelitian dan pemeriksaan (W.A. New Dorland, 2002). Sediaan apus darah ini tidak saja
untuk mempelajari bentuk masing-masing sel darah, tetapi juga dapat digunakan untuk
menghitung perbandingan antar masing-masing jenis sel darah.
Selain itu dengan pembuatan apus maka darah yang kita gunakan akan dapat
bertahan lebih lama dibandingkan apabila kita menggunakan preparat darah basah.
Karena darah mempunyai kemampuan cepat membeku apabila terkena udara sehingga
komponen-komponen darah menjadi rusak. Dengan pembuatan sediaan apus komponen
darah akan dapat dipertahankan mendekati keadaan awal saat masih segar. Hal ini
disebabkan pada pembuatan sediaan apus mengalami beberapa perlakuan. Hal-hal
tersebut dapat diketahui dengan melakukan praktikum mengenai pembuatan preparat
apus sel darah tepatnya darah manusia.
A. Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan sel
darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Volume
darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan atau kira-kira lima liter.
Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45% sisanya terdiri dari sel darah ( Evelyn C.
Pearce dalam Arista,2012) .
Fungsi utama darah dalam sirkulasi adalah sebagai media transportasi, pengaturan
suhu, pemeliharaan keseimbangan cairan, serta keseimbangan basa eritrosit selama
hidupnya tetap berada dalam tubuh. Sel darah merah mampu mengangkut secara efektif
tanpa meninggalkan fungsinya di dalam jaringan, sedang keberadaannya dalam darah,
hanya melintas saja. Darah berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen
sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh
hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam
bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen ( Pebri,
2012).
Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir
dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh jantung
menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme berupa karbon dioksida dan
menyerap oksigen melalui pembuluh arteri pulmonalis, lalu dibawa kembali ke jantung
melalui vena pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan ke seluruh tubuh oleh saluran
pembuluh darah aorta. Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh melalui saluran
halus darah yang disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian kembali ke jantung melalui
pembuluh darah vena cava superior dan vena cava inferior. Darah juga mengangkut
bahan bahan sisa metabolisme, obatobatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan
dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni. ( Habibi, 2012)
Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45% bagian dari
darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan
darah yang disebut plasma darah. Korpuskula darah terdiri dari:
a. Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%).
Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap sebagai sel
dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin dan mengedarkan oksigen. Sel darah
merah juga berperan dalam penentuan golongan darah. Orang yang kekurangan eritrosit
menderita penyakit anemia. Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%),
bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah.
b. Sel darah putih atau leukosit (0,2%)
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk
memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal virus
atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap. Orang
yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukimia, sedangkan orang yang kekurangan
leukosit menderita penyakit leukopenia.
c. Plasma darah
Pada dasarnya adalah larutan air yang mengandung : albumin, bahan pembeku darah,
immunoglobin (antibodi), hormon, berbagai jenis protein, berbagai jenis garam ( Pebri,
2012)
B. Sediaan Apus Darah
Pembuatan sediaan apus darah biasanya digunakan dua buah kaca sediaan yang
sangat bersih terutama harus bebas lemak. Satu buah kaca sediaan bertindak sebagai
tempat tetes darah yang hendak diperiksa dan ynag lain bertindak sebagai alat untuk
meratakan tetes darah agar didapatkan lapisan tipis darah (kaca perata). Darah dapat
diperoleh dari tusukan jarum pada ujung jari. Sebaiknya tetesan darah pertama
dibersihkan agar diperoleh hasil yang memuaskan. Tetesan yang kedua diletakan pada
daerah ujung kaca sediaan yang bersih. Salah satu ujung sisi pendek kaca perata diletakan
miring dengan sudut kira- kira 45o tepat didepan tetes darah menyebar sepanjang sisi
pendek kaca perata, maka dengan mempertahankan sudutnya, kaca perata digerakan
secara cepat sehingga terbentuklah selapis tipis darah diatas kaca sediaan. Setelah sediaan
darah dikeringkan pada suhu kamar barulah dilakukan pewarnaan sesudah difiksasi
menurut metode yang dipilih, yaitu metode Giemsa dan Wright yang merupakan
modifikasi metode Romanosky (Maskoeri dalam Evita, 2010).
Zat warna yang digunakan dalam metode Romanovsky adalah Giemsa yang
sebelumnya telah diencerkan dengan aquades. Sediaan apus yang telah dikeringkan
diudara, difixir dulu dengan methyl alkohol selama 3-5 menit. Semakin lama pewarnaan
yang dilakukan maka intensitasnya menjadi semakin tua. Preparat apus yang yang telah
selesai dibuat kemudian diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Gambar
yang didapat dalam hasil menunjukan sel-sel butir darah baik eritrosit, leukosit,
trombosit, atau yang lain (Maskoeri dalam Evita, 2010).
Fungsi dari larutan-larutan pada pembuatan preparat apus darah ikan dan manusia
adalah metanol untuk proses fiksasi yaitu untuk membunuh sel-sel pada sediaan tersebut
tanpa mengubah posisi (struktur) organel yang ada di dalamnya yang dilakukan selama 2
menit, pewarna Giemsa 10% sebagai pewarna yang umum digunakan agar sediaan
terlihat lebih jelas. Pewarnaan ini sering disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode
pewarnaan ini banyak dipakai untuk mempelajari morfologi darah, sel-sel sumsum dan
juga untuk identifikasi parasit-parasit darah misalnya dari jenis protozoa. Zat ini tersedia
dalam bentuk serbuk atau larutan yang disimpan di dalam botol yang gelap. Di dalam
laboratorium-laboratorium banyak dipakai larutan Giemsa 3% yang dibuat dari larutan
baku Giemsa yang berupa cairan (larutan) (Kurniawan dalam Pebri, 2012).
Sediaan apus darah secara rutin diwarnai dengan campuran zat warna khusus yang
pertama kali ditemukan oleh oleh Dimitri Romanosky dan diubah oleh penyelidik
lainnya. Pada tahun 1891, Romanosky menemukan campuran methylen blue dan eosin
dalam perbandingan tertentu memberi warna ungu inti leukosit.
Pembuatan sediaan apus menggunakan beberapa bahan yang berupa larutan-
larutan khusus yang memiliki fungsi masing-masing. Diantaranya menggunakan
methanol/ alkohol 100%, alkohol ini diteteskan ke atas sediaan, sehingga bagian yang
terlapis darah tertutup seluruhnya. Metanol atau alkohol ini berfungsi untuk proses fiksasi
yaitu untuk membunuh sel-sel pada sediaan tersebut tanpa mengubah posisi (struktur)
organel yang ada di dalamnya. Dari literatur lain disebutkan, tujuan fiksasi adalah untuk
menghentikan proses metabolisme secara cepat, mencegah kerusakan jaringan,
mengawetkan komponen-komponen sitologis dan histologist, mengawetkan keadaan
sebenarnya, dan mengeraskan (Rudyatmi, 2011).
Kemudian menggunakan larutan pewarna giemsa. Pewarna Giemsa sebagai
pewarna yang umum digunakan dalam pembuatan sediaan apus, agar sediaan terlihat
lebih jelas. Pewarnaan ini sering disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode
pewarnaan ini banyak dipakai untuk mempelajari morfologi darah, sel-sel sumsum dan
juga untuk identifikasi parasit-parasit darah misalnya dari jenis protozoa. Giemsa ini
memberikan warna biru.
Pembuatan sediaan apus juga menggunakan xylol. Xylol berfungsi untuk menjernihkan
sediaan, karena zat pewarna Giemsa masih bersisa disediaan. Xylol terus diberikan agar
sediaan tidak kering. Pada akhir pengamatan sediaan apus yang telah dibuat, kaca bendaa
diberi zat entellen serta langsung ditutup kaca penutup. Zat entellen ini berfungsi untuk
melekatkan kaca penutup pada objek, selain itu agar objek yang sudah diamati tidak
rusak dan tetap awet (Mescher, Anthony L. 2012).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
4.1 Hasil
Adapun hasil dari praktikum pembuatan preparat apus darah adalah sebagai berikut:
4.2 Pembahasan
Dari hasil praktikum di atas dapat diketahui bahwa pada kegiatan
ini,pengamatan apus darah menggunakan darah manusia yang berasal dari mahasiswi
bernama Asri Arum Sari. Sediaan apus darah diwarnai dengan pewarna Giemsa fluka
yang merupakan pewarna khusus darah. Berdasarkan pengamatan preparat cukup rapid
an berwara ungu kegelapan. Dapat terlihat adanya eritrosit dan leukosit.
Eritrosit yang berhasil terlihat pada pengamatan ini berbentuk bulat dan terlihat
dari atas, bagian tengahnya seperti mengalami pelekukan bukan inti sel. Eritrosinnya
berwarna merah dan terlihat banyak mendominasi setiap lapang pandang mikroskop.
Leukosit yang berhasil terlihat pada pengamatan ini berbentuk bulat dan lebih besar
daripada eritrosit dan berinti. Dibagian tengah sel terlihat granul berwarna ungu lebih
gelap dengan berbagai bentuk. Meskipun ditemukan beragam bentuk leukosit, namun
pengamat masih belum dapat menentukan katagori leukosit tersebut apakah termasuk
granulosit atau agranulosit. Hal ini karena keterbatasan pengamat dan media. Trombosit
pada apus darah memiliki bentuk beragam dan tidak teratur. Ukurannya ada yang kecil
dan besar serta berwarna ungu gelap.
Sel leukosit terlihat mencolok pada preparat karena intinya yang berwarna biru. Sehingga
kita dapat membedakannya dengan eritrosit. Inti leukosit bersifat basa, sehingga jika
direaksikan dengan pewarna basa maka sel tersebut akan menyerap warnanya.
Eritrosit memiliki kadar yang paling banyak dalam darah jika dibandingkan
dengan leukosit dan trombosit. Jumlah eritrosit antara individu yang satu dengan individu
yang lain itu berbeda-beda. Ini dapat disebabakan oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah ketinggian tempat. Individu yang hidup di daerah dataran tinggi akan memiliki
jumlah eritrosit lebih banyak dibandingkan individu yang hidup di dataran rendah. Ini
terkait dengan kebutuhan fisiologinya. Pada individu yang hidup di dataran tinggi
membutuhkan asupan oksigen yang cukup, sedang kandungan oksigen di dataran tinggi
lebih sedikit sehingga membutuhkan banyak Hb untuk mengikat oksigen. Begitu juga
sebaliknya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai berbagai unsur sel
darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu dapat pula digunakan untuk
mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan lain-lain. Sediaan apus
yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan yang baik.
Dalam pewarnaan menggunakan metode pewarnaan Romanowski yakni dengan
menggunakan pewarnaan giemsa fluka. Metode ini digunakan untuk mempelajari
morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi
parasit-parasit darah misal Tripanosoma, Plasmodia danlain-lain dari golongan protozoa.
5.2 Saran
Dari praktikum yang telah dilaksanakan disarankan agar dalam membuat preparat
darah harus dilakukan secara hati-hati dan terampil dan juga untuk menghasilkan preparat
yang baik dan jelas, sebaiknya pada waktu melakukan pengapusan diusahakan setipis
mungkin. Dan ketelitian dan kesabaran menjadi pokok dalam praktikum, karena hal
tersebut menjadi penunjang kesuksesan dalam praktikum. Disamping itu diharapkan agar
mahasiswa dapat menjaga ketertiban dalam praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Arista,2010.PreparatApusDarah.http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-
aristakurn-5312-2-bab2.pdf. Diakses pada Kamis, 6 Juni 2013 Pukul 10.00 WIB
Rudyatmi,Eli. 2011. Bahan Ajar Mikroteknik. Semarang: Jurusan Biologi FMIPA UNNES