ISBAL UIN Sunan Kalij Aga Yogyakarta.
ISBAL UIN Sunan Kalij Aga Yogyakarta.
Abstract Abstrak
The objective of this paper is to conduct a Tulisan ini bermaksud melakukan kajian
deeper study on popular culture, especially lebih jauh tentang budaya populer,
that related to meme phenomenon of khususnya terkait fenomena meme hadis
Hadis forbidding ishbāl (pants above celana cingkrang yang bertebaran di
the ankle)) that massively shared in media sosial. Berangkat dari paradigma
social media. The study begins with an bahwa fenomena tersebut tidak hanya
assumption that a phenomenon is not all tentang kreativitas dan tidak lahir dari dan
about creativity and it is not created from dalam ruang kosong di dunia sosial, maka
pertanyaannya adalah apa yang ada di
an empty space in society. The question
balik fenomena tersebut? Untuk menjawab
here is what is beneath the phenomenon?
pertanyaan itu, kajian ini menggunakan
To answer the question, this study employs
paradigma konstruktivisme, dengan
the paradigm of constructivism in the kerangka analisis wacana; seluruh datanya
framework of discourse analysis; all data berbentuk dokumentasi dan dianalisa
are from documented and analyzed by menggunakan metode konten analisis,
employing the method of content analysis, yaitu melalui proses eksplorasi, seleksi
encompassing exploration process, dan klasifikasi lalu interpretasi. Kajian ini
selection, classification and interpretation. menunjukkan bahwa sebagai fenomena
This study demonstrates that in the context agama, setidaknya terdapat dua persoalan
of phenomenology of religion, there are utama di balik fenomena meme hadis
at least two main problems in the meme celana cingkrang, pertama, merupakan
phenomenon of Hadis on ishbāl. Firstly, it upaya peneguhan identitas keberagamaan
is an effort to affirm the identity of various kelompok tektualis di tengah kontestasi
textualist groups among different ideologies ideologis antar paham keagamaan,
in understanding the religion, especially khususnya kelompok yang cenderung
those who tend to be contextualists in kontekstualis dalam memahami hadis-hadis
understanding the Hadis on isbāl. Secondly, tentang larangan isbāl. Kedua, merupakan
salah satu bentuk retaliasi mereka terhadap
it is a retaliation to various resistance from
ragam bentuk resistensi yang dilakukan oleh
the common people who understand the
masyarakat umum yang memahami hadis
Hadis on ishbāl contextually. This finding tentang isbāl tidak secara tekstual. Temuan
confirms the existence and relation of the ini sekaligus menegaskan akan eksistensi
authorities from textualist groups. This is dan relasi kuasa kelompok tekstualis
possible as the political condition allows seiring kondisi politik yang memungkinkan
people to give opinion freely and do mereka lebih bebas berpendapat dan
express various religious practices that are mengekspresikan praktik keber-agama-an
fully strengthened by the easy access to yang disokong penuh dengan kemudahan
literature directly or via relevant websites. mengakses literatur, baik secara langsung
maupun melalui website yang dianggap
Keywords: Celana Cingkrang, Hadith, relevan.
Social Media, Meme.
Kata kunci: Celana Cingkrang, Hadis,
Media Sosial, Meme.
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 16 No. 2
292 MISKI
Pada kajian ini, dunia maya, yang seleksi dan klasifikasi, yakni setelah
diasosiasikan dengan media sosial, mendapatkan beragam meme hadis,
diperlakukan secara sama dengan dunia penulis kemudian melakukan seleksi,
nyata. Mengingat sifatnya yang sama, dengan mendahulukan meme yang dinilai
maka ia bisa didekati dengan seperangkat paling relevan, kemudian melakukan
metodologi yang bisa diaplikasikan pada klasifikasi, yaitu membagi meme
masyarakat di dunia nyata (Rachman, tersebut pada beberapa kriteria tertentu
2017: 209). Lebih jauh Indrajit mengatakan seperti berdasarkan isi dan pesan yang
bahwa dengan saling berhimpitnya terkandung di dalamnya; berikutnya
dunia maya dengan dunia nyata, maka penulis melakukan interpretasi terhadap
dapat dipastikan akan terjadi hubungan meme yang berhasil diklasifikasi.
yang saling berkaitan erat dan saling
memngaruhi antar keduanya dan pada
gilirannya akan saling menyatu dan
identik (Indrajit, t.th). PEMBAHASAN
informasi tersebut pada dekade terakhir tanpa maksud dan tujuan, melainkan ia
spesifik menggunakan medium meme dibuat, dimodifikasi dan diberimakna
(Allifinsyah, 2016: 152). sedemikian rupa. Pada gilirannya ia pun
menjadi salah satu indikator budaya
Kata meme berasal dari bahasa masyarakat aktif digital sehingga selalu
Yunani yang berarti tiruan. Ia kali pertama relevan untuk kajian yang berhubungan
diperkenalkan oleh seorang biolog dengan partisipasi masyarakat (Cindy,
asal Britania Raya, Richard Dawkins, 2016: 3; Allifinsyah, 2016: 152; Nugraha,
sekitar 1970. Dia menganalogikan meme 2014: 238; Wadipalapa, Pusanti dan
sebagai gen yang dikenal luas dalam Haryanto, 2014: 8).
istilah biologi. Dia beranggapan bahwa
meme tidak berbeda jauh dengan gene; Dalam konteks Indoensia, belum
jika gene digunakan untuk menjelaskan ada kajian yang memastikan kapan meme
evolusi biologis, meme digunakan untuk muncul untuk pertama kalinya, meski
menjelaskan evolusi kebudayaan, yang pun diyakini, meme menjadi bagian yang
meliputi segala sesuatu yang kita pelajari integral dengan yang internet. Menurut
melalui imitasi, termasuk kosa kata, Sandy Allifinsyah, apabila mengacu
legenda, lagu, peraturan, ucapan populer, pada kemunculan meme secara global,
mode, busana dan lain-lain (Hukmi, t.th: maka replikasi gambar seperti yang
6-8). Dengan kata lain, dalam konteks disinggung di atas sudah mulai muncul
budaya, meme menjadi sebentuk transmisi pada 2009 silam. Bermula dari Ducreux
budaya melalui proses replikasi ide dan yang melukis dirinya sendiri pada 1793
gagasan yang masuk ke dalam dunia namun kamudian hasil lukisan tersebut
kognitif umat manusia. Konsep inilah (gambar) mereplikasi diri di internet
yang kemudian diaplikasikan dalam dengan penambahan-penambahan
konteks meme yang terdapat dalam media caption, berisi kutipan-kutipan syair, lagu
sosial (Allifinsyah, 2016: 153). Dalam atau bahkan sindiran-sindiran kepada
hal ini, meme di internet dapat dipahami sebuah gaya hidup mapan. Caption
sebagai sebentuk replikasi seperti gambar, tersebut hadir dalam kalimat parodi. Hal
video dan semacamnya meskipun inilah yang kemudian populer disebut
dalam istilah yang populer dipakai dan meme lalu menyebar sedemikian cepat
dipahami secara umum ia merupakan dan mereplikasi diri menjadi versi-
replikasi gambar yang diberi tautan teks versi yang bersifat kontekstual sesuai
yang bersifat kontekstual sesuai topik dengan topik yang muncul saat itu.
yang dimaksudkan (Allifinsyah, 2016: Dengan mengutip Yun, Sandy Allifinsyah
153; Pusanti dan Haryanto, 2014: 8). menyebutkan, bahwa meme merupakan
sebuah unexpected connections antara teks
Gambar yang dijadikan meme pada dan gambar yang tersaji dan bersifat
dasarnya merupakan bentuk ekspresi integral antar keduanya, sehingga
yang disampaikan oleh seseorang melalui apabila kedua unsur dihilangkan, maka
gambar-gambar. Tidak jarang ia terus maksud dari meme juga akan hilang.
berkembang melalui komentar, parodi, Lebih jauh dia mengatakan bahwa dalam
imitasi atau hasil pemberitaan di media konteks di Indonesia, istilah meme ini
sosial, meskipun pada praktiknya ia tidak populer melalui situs yeahmahasiswa.com
hanya hadir sebagai parodi atau lelucon pada 2009 silam yang menunjuk pada
saja tetapi menjadi gaya komunikasi berbagai meme berisi parodi dan sindiran
baru yang mampu mengandung muatan kehidupan keseharian mahasiswa, mulai
politik bahkan sarana melakukan kritik dari persoalan skripsi, tugas akhir hingga
terhadap elite negara. Ia juga tidak hanya indeks prestasi kumulatif. Fenomena
peniruan, imitasi dan murni kreativitas ini pun kemudian berkembang ke arah
yang lebih luas dan bereplikasi menjadi dikenal luas dalam studi hadis (Nasir,
beragam variasi yang membahas berbagai Muhammad, 2013: 82). Dengan demikian,
topik kemudian menyebar melalui secara definitif-konseptual, meme hadis
jejaring sosial maupun situs-situs yang celana cingkrang mengacu pada bentuk
terdapat di internet (Allifinsyah, 2016: integral dari dua komponen inti: hadis
153). tertulis dan gambar celana cingkrang.
meme merupakan artefak digital yang bisa ulama Salafi di Timur Tengah seperti Ibn
menunjukkan konteks dan situasi sosial, Baz dan sebagainya atau yang berafiliasi
politik serta sikap masyarakat pada dengan mereka.
situasi tertentu (Allifinsyah, 2016: 163).
Namun, memang harus diakui,
terdapat titik penting yang menjadi SIMPULAN
pembeda antara temuan penulis dengan
Berdasarkan pada paparan yang
temuan para penulis terdahulu; dalam
konteks eksistensi meme hadis celana relatif singkat di atas, dapat disimpulkan
cingkrang, terdapat beberapa realitas bahwa setidaknya terdapat dua alasan
sosial yang bisa dilihat secara nyata, utama yang berada di balik fenomena
mulai dari kesenjangan, konflik hingga meme hadis celaan cingkrang yang
keberagaman dalam keberagamaan, bertebaran di media sosial: pertama, bahwa
khususnya di Indonesia. Titik pembeda ia merupakan media peneguhan identitas
ini dapat dipahami, selain karena fokus diri kelompok tektualis, skriptualis
kajian dan metodologi yang digunakan atau literalis. Peneguhan tersebut
berbeda, juga harus diakui bahwa kajian- diekspresikan dengna cara melakukan
kajian terdahulu memberikan kesan identifikasi diri sebagai kelompok yang
mengenyampingkan pembahasan yang mengikuti sunah Nabi Saw. meski pun
secara nyata sebenanrya menjadi isu pada dasarnya hanya berangkat dari
sentral karena selalu disangkutpautkan sebuah pemahaman tekstual terhadap
dengan perilaku keberagamaan. teks-teks agama, khususnya teks hadis
Menjamurnya paham dan kelompok seputar isbāl. Peneguhan identitas tersebut
tekstualis di tengah keberagaman dilakukan karena adanya kontestasi
keberagamaan di Indonesia tidak lepas ideologis dengan penganut paham
dari kenyataan bahwa pemahaman keagamaan yang berbeda, khususnya
tekstual terhadap teks-teks keagamaan penganut paham yang cenderung
masih memiliki ruang penerimaan kontekstual terkait hadis-hadis tentang
di tengah masyarakat. Beriringan isbāl.
dengan kondisi politik yang semakin
memungkinkan untuk menyampaikan Kedua, sebagai bentuk retaliasi
sebuah pendapat dengan batasan-batasan kelompok tekstualis –sebagai minoritas–
tertentu. Khususnya pasca Orde Baru. terhadap ragam resistensi masyarakat
Ditambah lagi dengan kenyataan lain yang cenderung kontekstual –sebagai
bahwa seiring perkembangan teknologi kelompok mayoritas–, baik secara
informasi, berbagai hal tanpa terkecuali verbal maupun nonverbal. Dalam hal ini
informasi seputar literatur keagamaan resistensi masyarakat muncul dengan
sangat mudah diakses oleh siapa pun dua model: (1) pemahaman yang sesuai
dan di mana pun. Apalagi dengan dengan mayoritas ulama yang cenderung
menjamurnya aplikasi dan program tidak memahami hadis larangan isbāl
(software) yang berisi berbagai literatur secara tekstual, dan (2) celana cingkrang
keagamaan, baik hadis, al-Qur’an, diasosiakan secara tidak baik, seperti
fikih, tauhid dan sebagainya, sangat teroris, kebanjiran, identik dengan
memungkinkan untuk dicopy-paste dan pakaian ormas tertentu dan sebagainya.
kemudian disebarluaskan. Proses copy-
Dalam merespons dua bentuk resistensi
paste ini pun bisa dari situs atau website
ini, mereka tampak berlindung di balik
tertentu yang dianggap relevan dan sesuai
teks hadis yang dirasa meneguhkan sikap
dengan pemahaman mereka khususnya
situs atau website yang berasal dari para keberagamaan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Nasir, Muhammad. “Kontroversi Hadis-Hadis Tentang Isbal. Telaah Kritis Sanad dan
Matan Hadis serta Metode Penyelesainnya),” Jurnal Farabi Vol. 10 No. 1 Juni
2013.
Nugraha, Aditya, Ratih Hasanah Sudrajat, Berlian Primadani Satria Putri, “Fenomena
Meme di Media Sosial: Studi Etnografi Virtual Posting Meme Pada Pengguna
Media Sosial Instagram,” Jurnal Sosioteknologi, Vol. 14, No 3, Desember 2015.
Pusanti, Rosa Redia dan Haryanto, “Representasi Kritik dalam Meme Politik. Studi
Semiotika Meme Politik dalam Masa Pemilu 2014 pada Jejaring Sosial ”Path”
sebagai Media Kritik di Era Siber),” Jurnal Kommas, 2014.
Putri, Wilga Secsio Ratsja, R. Nunung Nurwati, & Meilanny Budiarti S., “Pengaruh
Media Sosial Terhadap Perilaku Remaja,” PROSIDING KS: RISET & PKM,
Vol. 3, No. 1, 50.
Rachman, Rio Febriannur. “Menelaah Riuh Budaya Masyarakat di Dunia Maya,” dalam
Jurnal Studi Komunikasi, Vvol 1, No. 2, Juli, 2017, 209.
Ṣ an‘ānī, Muḥ ammad al-. Istīfā’ al-Aqwāl fī Taḥ rīm al-Isbāl, ed. ‘Aqīl al-Maqtirī.
San’a: Maktabah Dār al-Quds, 1992.
Sijistānī, Abū Dāwūd al-. Sunan Abī Dāwūd, ed. Muḥ ammad Muḥ yī ‘Abd al-Hamīd.
Bairūt: al-Maktabah al-‘Asriyyah, t.th.
Wadipalapa, Rendy Pahrun. “Meme Culture & Komedi-Satire Politik: Kontestasi
Pemilihan Presiden dalam Media Baru,” Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 12,
Nomor 1, Juni 2015.
Wildan, M. “Dialektika Kebahasaan Meme pada Media Sosial: Tinjauan
Sosiolinguistik,”Proceeding IICLLTLC-2 2016.
Internet:
Hafizhul L, Iqbal. “Fenomena Meme “Dosen Gaib” di Media Sosial,” dalam
http://fisipersui.org/fenomena-meme-dosen-gaib-di-media-sosial/, diakses pada
21 Juli 2017, pukul 8:49 WIB.
Indrajit, Richardus Eko. “Relasi Dunia Nyata dan Dunia Maya
dalam Konteks Menjaga Keamanan Internet,” dalam
https://idsirtii.or.id/doc/IDSIRTII-Artikel-dunia_maya_dan_nyata.pdf, diakses
pada 22 Desember 2017, pukul 22:30 WIB.
Qudsy, Saifuddin Zuhri. “Meme Hadis Celana Cingkrang: Menciptakan Budaya
Tanding,” http://jalandamai.org/meme-hadis-celana-cingkrang-menciptakan-
budaya-tanding.html, diakses pada 21 Juli 2017, pukul 20:51 WIB.
“Mazhab al-Jumhūr fī Mas’alah Isbāl al-ṡ iyāb,” dalam https://islamqa.info/ar/102260,
diakses pada 29 Agustus 2017 pukul: 15:08 WIB.
http://mui-jakartatimur.or.id/hukum-isbal/, diakses pada 27 Agustus 2017, pukul: 12:49
WIB.