Anda di halaman 1dari 41

Studi Kasus PTO

Alfi Nurul Islamiyah


Pendahuluan
Subjective • Gejala yang dikeluhkan oleh pasien Pemantauan terapi
obat (PTO) adalah
suatu proses yang
• Tanda/gejala yang terukur oleh tenaga kesehatan. mencakup
Objective • Tanda-tanda obyektif mencakup tanda vital, hasil pemeriksaan
laboratorium dan diagnostik kegiatan untuk
memastikan terapi
obat yang aman,
• Dilakukan analisis untuk menilai keberhasilan terapi, meminimalkan
Assessment efek yang tidak dikehendaki dan kemungkinan adanya masalah baru efektif dan rasional
terkait obat
bagi pasien

• Menyusun rencana yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan


masalah
Planning • Rekomendasi terapi, edukasi pasien, pemeriksaan laboratorium,
perubahan pola makan, pemeriksaan parameter klinis
Kasus 1
Tn. JR (35 tahun)
Subjektif
Objektif
Objektif
Objektif
Apakah Swamedikasi Pasien Asesmen
Sudah Tepat?

“Antitusif dapat menyebabkan


retensi sputum (dahak)”
TB Paru
Anatomical site Asesmen
TB Ekstra Paru

TB Paru BTA Positif Klasifikasi dan


Pemeriksaan Dahak
Mikroskopik
Tipe Pasien TB
TB Paru BTA Negatif

Kasus Baru Kambuh (Relaps)


Rekomendasi
Kasus Pernah
diobati
Putus Berobat
(Default)
Terapi
Riwayat
Pengobatan TB OAT Kategori 1
Kasus Pindahan
Gagal (Failure)
(Transfer in)
OAT Kategori 2
Kasus Lain
Paket Kombinasi Dosis Tetap Asesmen
(OAT-KDT: Terdiri dari kombinasi 2-4 jenis obat
dalam satu tablet)
• Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping
• Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep
• Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
• Dengan kombinasi yang tetap, walaupun tanpa diawasi, maka penderita
tidak bisa memilih jenis obat tertentu yang akan ditelan
• Pengelolaan lebih mudah dan pembiayaan lebih murah
Asesmen
Tahap Terapi TB
Tahap Awal (Intensif): 2 bulan
• Pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung
untuk mencegah terjadinya resistensi obat
• Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu
• Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan
Tahap Lanjutan: ≥4 bulan
• Pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
• Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dorman)
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
Paket Kombinasi Dosis Tetap Asesmen
(OAT-KDT: Terdiri dari kombinasi 2-4 jenis obat
dalam satu tablet)

OAT Kategori 1

Regimen Dosis

Tn. JR
(58 kg)
Pemeriksaan Ulang Plan
Dahak atau Sputum BTA Pemeriksaan spesimen
dilakukan sebanyak
dua kali
(sewaktu dan pagi)

26 Hasil pemeriksaan
Desember dinyatakan negatif bila
2020 ke 2 spesimen tersebut
negatif. Bila salah satu
spesimen positif atau
keduanya positif, hasil
pemeriksaan ulang
dahak tersebut
dinyatakan positif
Plan

Monitoring
Efek
Samping
Terapi Obat
Plan
Pemantauan Terapi Lainnya
• Pemeriksaan Laboratorium
• BUN & Serum Creatinine
• AST, ALT, & Bilirubin Total
• Hematologi (complete blood count)

• Pemeriksaan Penglihatan
• Snellen visual acuity charts
• Ishihara color discrimination plates

• Pengukuran berat badan, untuk penyesuaian dosis terapi (jika


diperlukan)
• Batuk berdahak disertai dengan adanya darah, demam, menggigil,
S keringat malam, dispnea, kelelahan, penurunan berat badan, sesak
nafas yang semakin memburuk ketika beraktivitas berat

O • RR (24x/menit), T (38,8 C), ronkhi, WBC (12300/mm3), Neutrofil


(74%), sputum BTA positif, pemeriksaan radiologi

A • Penggunaan OTC antitusif untuk mengatasi batuk pasien tidak tepat


• Tidak ada regimen dosis OAT 4KDT

P • Rekomendasi regimen dosis OAT 4KDT: sehari sekali 4 tablet 4KDT


• (lihat slide 13-15)
Hasil Pemantauan Terapi
Tn. JR (35 tahun)
• Selama minggu ketiga terapi antituberkulosis,
pasien mengalami peningkatan kadar AST (140
IU/L) dan ALT (120 IU/L), meskipun pasien
tampak asimptomatik. Kadar bilirubin total dan
alkaline phosphatase (ALP) pasien tetap berada
dalam batas normal

• Bagaimana seharusnya peningkatan AST dan ALT • nilai normal AST:


pada pasien dikelola? Apakah diperlukan 5 – 35 IU/L
perubahan terhadap rejimen obat • nilai normal ALT:
antituberkulosis? 5 - 35 IU/L
Bagaimana seharusnya peningkatan AST dan ALT pada
pasien dikelola? Apakah diperlukan perubahan terhadap
rejimen obat antituberkulosis?

• Penggunaan OAT harus dihentikan sementara jika


pasien mengalami ikterus, hingga ikterus
menghilang. Hepatotoksisitas (ikterus) harus
dicurigai pada pasien:
• kadar transaminase serumnya (AST atau ALT)
melebihi lima kali batas atas normal (≥165 IU/L)
• konsentrasi bilirubin totalnya melebihi 3 mg/dL (51,3
μmol/L)
• pasien dengan gejala seperti mual, muntah, atau • AST pasien:
penyakit kuning
140 IU/L
• Maka, tidak perlu perubahan rejimen obat, dan • ALT pasien:
terapi OAT tetap dilanjutkan 120 IU/L
S • Asimptomatik

O • Peningkatan kadar AST (140 IU/L) dan ALT (120 IU/L)

A • Tidak ditemukan masalah terkait obat

P • Tidak diperlukan perubahan regimen obat, terapi OAT tetap dilanjutkan


• (lihat slide 13-15)
Jika hasil pemeriksaan
ulang dahak setelah 2 bulan
terapi OAT adalah negatif
Bagaimana tindak lanjut terapi pasien?
Kasus 2
Tn. LS (62 tahun)
Subjektif
Objektif
Asesmen

Albuterol/ Aspirin Lisinopril Carvedilol Furosemid


Ipatropium
Indikasi Bronkospasme Pencegahan Hipertensi, Gagal Hipertensi, Gagal Udem karena
yang berkaitan penyakit jantung kongestif jantung kongestif penyakit jantung
dengan penyakit kardiovaskular
paru obstruksi
Dosis Akut: 1-2 unit 75-81 mg sekali 10-20 mg sehari, 25 – 50 mg 20-80 mg sekali
dosis sehari maks 80 mg/hari sehari, dalam 1-2 sehari atau 20-40
dosis terbagi mg tiga sampai
Pemeliharaan: 1 empat kali sehari
unit dosis, tiga
sampai empat kali Maks 600 mg/hari
sehari
Efek Bronkhitis, infeksi Dispepsia Batuk, pusing, Pusing, kelelahan, Hipokalemia,
Samping saluran nafas hipotensi hipotensi hiperurisemia
atas, sakit kepala
Asesmen

Isosorbid Metformin Nitrogliserin Kalium Klorida Rosuvastatin


Mononitrat ER
Indikasi Gagal jantung Diabetes Melitus Gagal jantung, Kehilangan kalium Dislipidemia
kongestif, Tipe 2 Angina
Profilaksis angina
Dosis 30-60 mg sekali 500 mg, satu 0,3 – 1 mg, jika 40-100 mEq 10-20 mg sekali
sehari (pagi), sampai tiga kali perlu sehari, dalam sehari, maks 40
maks 120 mg sehari dosis terbagi mg sehari
sekali sehari Maks 2 g dalam
dosis terbagi Tidak lebih dari 25
mEq per dosis
untuk mengurangi
ES pada GI
Efek Pusing, sakit Diare, kembung, Sakit kepala, Aritmia, Mialgia, athralgia,
Samping kepala, hipotensi lemas hipotensi, perdarahan, diare faringitis
takikardia
Asesmen
Interaksi Obat (Mayor)
Obat A Obat B Efek Interaksi Rekomendasi
Lisinopril Kalium Klorida Meningkatkan risiko Gunakan dengan perhatian
hiperkalemia. Pantau kadar kalium dan parameter fungsi ginjal
Inhibisi ACE menurunkan Edukasi pasien untuk menguhubungi dokter jika
sekresi aldosterone mengalami tanda dan gejala hiperkalemia
sehingga menyebabkan seperti mual, muntah, lemas, lesu, kesemutan,
retensi kalium kelumpuhan, kebingungan, denyut nadi lemah,
dan detak jantung lambat atau tidak teratur

Carvedilol Albuterol Beta bloker dapat Beta bloker kardioselektif biasanya lebih disukai
mengantagonis efek Status respiratori pasien harus dipantau dengan
bronkhodilator beta-2 baik
adrenergic sehingga (kardioselektivitas tidak mutlak dan dosis yang
dapat menyebabkan lebih besar dari beta-1 selektif dapat
bronkospasmus menimbulkan beberapa risiko yang sama dengan
beta bloker non-selektif)
Asesmen
Bronkospasme
yang berkaitan
dengan penyakit
paru obstruksi

Sesak nafas, peningkatan


BB, dan edema sebagai
gejala Dekomposisi
Gagal Jantung
Asesmen

“Di IGD ia diberi


furosemide 80 mg
iv dan kondisinya
membaik”
Asesmen
Pemantauan Plan
Terapi
• Pemantauan tanda vital
• Jantung: HR, Ritme, dan BP
• Pernafasan: RR dan saturasi O2
• Pengukuran berat badan
• Pemantauan grafik keseimbangan
cairan tubuh
• Pemantauan tanda dan gejala gagal
jantung
• dispnea, edema perifer, berat badan,
pulmonary rales
• Pemantauan fungsi ginjal dan elektrolit
• Ginjal: BUN dan kreatinin
• Elektrolit: Natrium dan Kalium
S • Sesak nafas, edema, peningkatan berat badan, hipoksia

• BP (150/92 mmHg), RR (24x/menit), BB (95 kg. biasanya 88 kg),


O edema 2+ pada daerah lutut, EKG (disfungsi diastolik derajat II, EF
53%), X-Ray Dada (edema interstisial dan edema alveoral awal)

A • Tidak ditemukan masalah terkait obat dalam penanganan gagal jantung


pasien selama di IGD

P • (lihat slide 30)


Identify aetiology and relevant
co-morbidities

Terapi:
Metformin 500 mg PO dua kali sehari
Tingkatkan dosis
metformin hingga
dosis maksimal
yang dapat
ditoleransi

Metformin:
3 x 500 mg setelah
sarapan, makan
siang, dan makan
malam

Maks 2 g per hari


dalam dosis terbagi
Titrate therapy to control
symptoms and congestion
and optimize blood
pressure
Laju respirasi dalam batas normal, pasien tidak
lagi mengalami sesak nafas
Kadar kalium normal, interaksi antara lisinopril
dengan kalium klorida tidak bermakna secara
klinis bagi pasien.
Dokter menghentikan kalium klorida dan
menambahkan diuretik hemat kalium untuk
membantu mengontrol tekanna darah dan
menyeimbangkan kadar kalium dalam darah
Tanda retensi cairan sudah berkurang, dosis
diuretik tidak mengalami perubahan, pasien
dalam kondisi stabil
Dokter meningkatkan dosis carvedilol sebagai
terapi tambahan gagal jantung sekaligus untuk
mengontrol tekanan darah pasien
Panduan penggunaan beta-bloker pada pasien gagal jantung
Apakah tindakan dokter dalam meningkatkan
dosis Carvedilol pada hari ke-3, sudah tepat?
Beta-bloker memperbaiki fungsi ventrikel
dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal
jantung, dan meningkatkan kelangsungan
hidup. Beta-bloker dapat diberikan jika
pasien sudah menerima terapi ACEI/ARB
dan pasien dalam kondisi stabil secara
klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik,
tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak
ada tanda retensi cairan berat). Beta-
bloker tidak boleh diberikan pada pasien
dengan sinus bradikardia (HR <50
denyut/menit). Peningkatan dosis
pemberian beta-bloker tidak boleh
dilakukan jika terjadi perburukan gagal
jantung, hipotensi simtomatik atau
bradikardi.
Panduan penggunaan antagonis reseptor mineralokortikoid (diuretik hemat
kalium) pada pasien gagal jantung Berapa dosis awal pemberian yang
tepat pada kondisi pasien ini?
(pasien menerima terapi ACEI)
Riwayat Pengobatan Sebelum Masuk
Indikasi Rumah Sakit Rekomendasi Pengobatan

Gagal Jantung, Furosemid 80 mg i.v. sehari dua kali


Furosemid 80 mg PO sehari dua kali
Hipertensi (sebelumnya 40 mg PO sehari dua kali)
Gagal Jantung,
Lisinopril 40 mg PO sehari sekali Lisinopril 40 mg PO sehari sekali
Hipertensi
Gagal Jantung,
Carvedilol 12.5 mg PO sehari dua kali Carvedilol 25 mg PO sehari dua kali
Hipertensi

Dislipidemia Rosuvastatin 20 mg PO sehari sekali Rosuvastatin 20 mg PO sehari sekali

CAD STEMI Aspirin 81 mg PO sehari sekali Aspirin 81 mg PO sehari sekali

Isosorbid mononitrat ER 30 mg PO setiap pagi Isosorbid mononitrat ER 30 mg PO setiap pagi


CAD STEMI
hari hari
Nitrogliserin 0.4 mg SL setiap 5 menit jika nyeri Nitrogliserin 0.4 mg SL setiap 5 menit jika nyeri
CAD STEMI
dada dada
Albuterol/Ipratropium MDI, jika perlu setiap 6 Albuterol/Ipratropium MDI, jika perlu setiap 6
PPOK
jam 2 inhalasi jam 2 inhalasi
Metformin 500 mg PO sehari tiga sampai
DM Tipe 2 Metformin 500 mg PO sehari dua kali
empat kali
Keseimbangan (dihentikan untuk mencegah potensi
Kalium klorida 20 mEq PO sehari dua kali
elektrolit hiperkalemia)
Gagal Jantung,
Spironolakton 12,5 mg PO sehari sekali
Hipertensi
S • (tidak dinyatakan)

O • HbA1C (7,2%)
• BP (140/88 mmHg)

• Kondisi Diabetes Melitus tipe 2 pasien tidak terkontrol, sebagai salah satu
A pemicu dekomposisi gagal jantung
• Tekanan darah pasien belum optimal

P • (lihat slide 39)


• (lihat slide 30)
Terima Kasih!
does anyone have any question?

alfi.nurul.islamiyah@gmail.com
+62852 2129 9207

Anda mungkin juga menyukai