Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOFISIKA

PRAKTIKUM BIOFISIKA

Perambatan Bunyi Melalui Tulang Tengkorak

Disusun oleh :

Eka Sumiati (18312244028)

Pendidikan IPA D 2018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2021
A. JUDUL
Perambatan Bunyi Melalui Tulang Tengkorak
B. TUJUAN
1. Menerangkan mekanisme perambatan bunyi melalui tulang tengkorak
dengan menggunakan garpu tala.
2. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perambatan bunyi
melalui tulang tengkorak dengan menggunakan garpu tala.
C. DASAR TEORI
Telinga Manusia
Telinga manusia merupakan organ pendengaran yang menangkap dan
merubah bunyi berupa energi mekanis menjadi energi elektris secara efisien dan
diteruskan ke otak untuk disadari serta dimengerti, sebagai sistem organ
pendengaran, telinga dibagi menjadi sistem organ pendengaran perifer dan
sentral (Meyerhoff WL, 1984).
Menurut Campbell, (2000) telinga dibagi dalam 3 bagian yaitu, telinga
luar, telinga tengah dan telinga dalam.

Keterangan gambar :
A = daun telinga G = syaraf pendengaran
B = saluran telinga H = round window
C = membran timpani I = tuba eustachi
D = tulang telinga: maleus, incus, stapes J = pharynx
E = canalis semilunaris K = ruang telinga tengah
F = oval window
Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran adalah menurunnya kemampuan dengar pada
satu atau kedua telinga (Schrijver 2004). Gangguan kedengaran dapat dibagi
menjadi dua jenis yaitu tuli konduksi, tuli sensoris, dan tuli campuran.
1. Tuli konduksi
Tuli konduksi merupakan gangguan pendengaran yang terjadi
pada telinga bagian luar. Suara sulit terdengar karena adanya penghalang
atau gendang telinga yang pecah (Schrijver 2004).
Gangguan pendengaran konduksi, dimana vibrasi suara tidak
dapat mencapai telinga bagian tengah. Tuli semacam ini sifatnya hanya
sementara oleh karena adanya malam/wax/serumen atau adanya cairan di
dalam telinga tengah. Apabila tuli konduksi tidak pulih kembali dapat
menggunakan Hearing aid (alat pembantu pendengaran). Pada gangguan
pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat mencapai
telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan
atau lesi pada kanal telinga luar, rantai tulang pendengaran, ruang telinga
tengah, fenestra ovalis, fenestra rotundum, dan tuba auditiva. Pada
bentuk yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada
telinga dalam, maupun jalur persarafan pendengaran nervus
vestibulokoklearis (N.VIII) (Lalwani, 2008).
2. Tuli sensoris
Tuli sensoris merupakan gangguan pendengaran yang terjadi pada
telinga bagian dalam di mana bising dan penuaan merupakan penyebab
utama. Bising yang intensitasnya 85 DB atau lebih dapat menyebabkan
rusaknya reseptor pendengaran telinga dalam (Schrijver, 2004).
Tes Fungsi Pendengaran
Uji pendengaran ada 3 jenis yaitu tes Rinne, tes Weber, dan tes Swabach.
Uji pendengaran dilakukan dengan memakai garpu tala dan dari hasil
pemeriksaan dapat diketahui jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli
sensorineural. Uji pendengaran dengan garpu tala dilakukan dengan tujuan
untuk menilai ada tidaknya gangguan pendengaran (tuli/ hearing loss) dan
membedakan tuli hantaran (conductive hearing loss) dan tuli sensorineural
(sensorineural hearing loss). Tes penala didasarkan pada 2 prinsip utama, yaitu :
● Telinga dalam lebih sensitif terhadap hantaran suara oleh udara di
bandingkan oleh tulang.
● Bila ada gangguan pada hantaran suara oleh udara, telinga yang
terganggu akan lebih sensitif terhadap hantaran oleh tulang, disebut tuli
hantaran murni (conductive hearing loss).
Tes garpu tala/ penala meliputi :
1. Tes Rinne
Uji Rinne adalah tes untuk membandingkan hantaran melalui
udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa. Uji Rinne
dilakukan dengan menggetarkan garputala 512 Hz dengan jari atau
mengetukkannya pada siku atau lutut pemeriksa. Kaki garpu tala tersebut
diletakkan pada tulang mastoid telinga yang diperiksa sampai tidak
terdengar bunyi. Setelah bunyi tidak terdengar maka garputala
dipindahkan ke depan liang telinga. Pasien lalu menentukan apakah
masih terdengar bunyi atau tidak.

Gambar : Tes Rinne


Interpretasi hasil :
- Jika masih terdengar bunyi, uji Rinne positif. Artinya telinga
yang diperiksa normal atau menderita tuli sensorineural.
- Jika diletakkan di depan liang telinga tidak terdengar, maka
telinga yang diperiksa menderita tuli konduktif.
(Tim Penyusun Bagian THT Bedah Kepala dan Leher, 2017).
2. Tes Weber
Uji Weber adalah tes pendengaran untuk membandingkan
hantaran tulang telinga kanan dengan telinga kiri. Uji Weber dilakukan
dengan meletakkan kaki penala yang telah digetarkan pada garis tengah
wajah atau kepala (dahi, dagu atau gigi insisivus atas). Lalu ditanyakan
pada telinga mana yang terdengar lebih keras.

Gambar : Tes Weber


Interpretasi Hasil :
- Pada keadaan normal pasien mendengar suara di tengah atau
terdengar bunyi yang sama kuat pada kedua telinga.
- Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat
(lateralisasi ke telinga yang sehat) berarti telinga yang sakit
menderita tuli sensorineural.
- Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit
(lateralisasi ke telinga yang sakit) berarti telinga yang sakit
menderita tuli konduktif.
3. Tes Swabach
Uji Schwabach membandingkan hantaran tulang orang yang
diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Setelah bunyi
tidak terdengar pada saat penala diletakkan di mastoid pemeriksa, maka
penala dipindahkan pada mastoid pemeriksa. Pemeriksa juga tidak
mendengar (Schwabach sama dengan pemeriksa atau bisa juga
Schwabach memanjang). Jika si pemeriksa masih mendengar, artinya
Scwabach memendek (pada kondisi tuli sensorineural). Lalu diganti,
penala dimulai dari mastoid pemeriksa, setelah tidak terdengar lalu
dipindahkan ke mastoid pasien. Jika tidak terdengar berarti Schwabach
sama dengan pemeriksa. Jika pasien masih mendengarkan bunyi, berarti
Schwabach memanjang (tuli konduktif).
(Tim Penyusun Bagian THT Bedah Kepala dan Leher, 2017).
D. METODOLOGI PERCOBAAN
1. Waktu dan Tempat
a. Hari, tanggal : Jumat, 16 April 2021.
b. Tempat : Magelang
2. Alat dan Bahan
a. Alat :
1) Garpu tala 112-870 hz
2) Arloji/jam yang bersuara
3) Mistar
4) Stop watch
b. Bahan :
1) Kapas
3. Langkah Kerja
Kegiatan 1
a. Menutup telinga kanan naracoba dengan kapas dan memejamkan
kedua matanya.
b. Memasang arloji di dekat telinga kiri naracoba kemudian
menjauhkan secara perlahan sampai naracoba tidak mendengar.
c. Mengukur dan mencatat jarak antara arloji dengan telinga kiri
tersebut.
d. Mendekatkan kembali arloji secara perlahan sampai naracoba
mendengar suara lagi kemudian ukur dan catat jarak antara arloji
dengan telinga kiri.
e. Mengulangi prosedur yang sama dengan telinga kiri yang ditutup
kapas.
f. Membandingkan hasil percobaan antara telinga kiri dengan
telinga kanan
Kegiatan 2
a. Menggetarkan garpu tala dan letakkan di puncak kepala naracoba
sehingga naracoba akan mendengar suara garpu tala tersebut
keras, lemah, kemudian tidak terdengar lagi.
b. Mencatat waktu dari mendengar sampai tidak mendengar suara
lagi.
c. Saat suara garpu tala tidak terdengar lagi, penguji memindahkan
garpu tala ke dekat telinga kanan sehingga naracoba akan
mendengar suara lagi.
d. Mencatat waktu dari saat naracoba mendengar sampai tidak
mendengar lagi.
e. Mengulangi percobaan lima kali dan mencatat hasilnya pada
lembar kerja.
f. Mengulangi prosedur percobaan di atas untuk telinga kiri dan
mencatat hasilnya.
g. Membandingkan hasil percobaan pada telinga kanan dan telinga
kiri.
Kegiatan 3
a. Menggetarkan garpu tala dan meletakkannya di puncak kepala
naracoba.
b. Penguji menutup lubang telinga kanan naracoba dan menanyakan
pada telinga yang mana suara garpu tala terdengar lebih keras.
c. Melakukan prosedur percobaan yang sama untuk telinga kiri.
d. Membandingkan hasil yang diperoleh untuk kedua telinga dan
menyimpulkan hasil percobaan apakah naracoba tuli atau tidak.
E. DATA HASIL PERCOBAAN
Kegiatan 1

Naracob Telinga kanan Telinga kiri


a
Jarak bunyi Jarak bunyi Jarak bunyi Jarak bunyi
pergi (cm) datang (cm) pergi (cm) datang (cm)

1 64 80 65 46
90 82 50 60

98 85 52 50

2 72 82 80 70

60 110 68 62

64 100 78 78

3 54 30 60 85

37 36 90 76

39 37 75 72

Kegiatan 2 (Tes Rinne) :

Naracob Telinga kanan Telinga kiri


a
Waktu (t) di atas Waktu (t) di Waktu (t) di Waktu (t) di
kepala samping atas kepala samping
telinga telinga

1 12 s 4s 9s 16 s

13 s 6s 11 s 11 s

11 s 10 s 10 s 20 s

2 11 s 16 s 6s 25 s

10 s 19 s 6s 25 s

9s 24 s 8s 27 s

3 16 s 16 s 14 s 10 s

12 s 16 s 12 s 9s
11 s 18 s 8s 10 s

Kegiatan 3 (Tes Weber):

Naracob Telinga kanan ditutup Telinga kiri ditutup


a
Kanan Kiri Kanan Kiri

1 + - - +

+ - - +

+ - - +

2 + - - +

+ - - +

+ - - +

3 + - - +

+ - - +

+ - - +

Keterangan :
(-) = Tidak terdengar nyaring
(+) = Terdengar nyaring
F. PEMBAHASAN
Kegiatan yang berjudul perambatan bunyi melalui tulang tengkorak telah
dilaksanakan pada hari Jumat, 16 April 2021 dengan tujuan untuk menerangkan
mekanisme perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan
garputala dan faktor-faktor yang mempengaruhi perambatan bunyi melalui
tulang tengkorak dengan menggunakan garputala. Untuk mencapai kedua tujuan
di atas diperlukan alat dan bahan berupa garputala 112-87 Hz, arloji, mistar,
stopwatch dan kapas.
Dalam percobaan ini dibagi menjadi 3 kegiatan, yaitu pengukuran jarak
ketika suara arloji tidak terdengar saat dijauhkan dari telinga dan ketika suara
cepat terdengar pembeli ketika didekatkan dengan telinga, serta uji pendengaran
dengan menggunakan garputala yaitu berupa tes rinne dan tes Weber. Berikut
pembahasan mengenai hasil kegiatan yang telah dilaksanakan:
Kegiatan 1
Pada kegiatan 1 ini dilakukan uji pendengaran dengan cara mencatat
jarak ketika arloji tidak terdengar saat dijauhkan dari telinga dan jarak ketika
suara arloji terdengar kembali ketika didekatkan dengan telinga, baik pada
telinga kanan maupun telinga kiri yang dilakukan secara bergantian.
Berdasarkan data hasil pengamatan yang diperoleh kepekaan telinga kanan suara
atraksi yang perlahan menjauh dari telinga paling tinggi dimiliki oleh naracoba
1. Sedangkan kepekaan telinga kanan terhadap suara arloji yang perlahan
mendekat ke arah telinga paling tinggi dimiliki oleh naracoba 2. Kemudian pada
telinga kiri yang memiliki kepekaan tertinggi terhadap suara arloji yang jauh
dari telinga dimiliki oleh naracoba 2, sedangkan kepekaan telinga kiri tertinggi
terhadap suara arloji yang mendekat ke telinga dimiliki oleh naracoba 3.
Perbedaan kepekaan telinga terhadap suara arloji yang menjauh maupun
mendekat ke telinga ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya berupa
human error, kondisi lingkungan, maupun karena adanya gangguan
pendengaran. Faktor human error timbul dari naracoba itu sendiri. Kemudian
untuk faktor kondisi lingkungan yang kurang hening dapat menyebabkan
terjadinya intervensi suara arloji. Dan yang terakhir dapat pula disebabkan oleh
adanya gangguan pendengaran yang mana gangguan pendengaran terdiri dari
dua macam yaitu tuli konduksi tuli sensorineural. Untuk mengetahui apakah
naracoba terdapat gangguan pendengaran atau tidak maka dilakukan uji
pendengaran berupa tes rinne dan tes Weber yang akan dilaksanakan pada
kegiatan 2 dan kegiatan 3.
Kegiatan 2
Tes Rinne atau uji Rinne merupakan uji pendengaran yang dilakukan
untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada
telinga yang diperiksa. Pada kegiatan ini tes Rinne dilakukan dengan cara
menggetarkan garpu tala yang diletakkan di puncak kepala naracoba sehingga
naracoba akan mendengar suara garpu tala tersebut kemudian dicatat waktu dari
naracoba mendengar hingga tidak mendengar suara garputala lagi. Ketika suara
garpu tala sudah tidak terdengar maka garputala dipindahkan ke dekat telinga
kanan sehingga naracoba akan mendengar suara lagi. Pada saat ini akan dicatat
waktu dari saat naracoba mendengar hingga tidak mendengar suara garputala
lagi. Hal yang sama juga dilakukan pada telinga kiri naracoba.
Pada uji pendengaran tes rinne ini jika telinga dalam keadaan normal
hantaran udara lebih baik daripada hantaran tulang meatus auditorius eksternus
setelah ia tidak dapat mendengarnya lagi pada ujung mastoid. Keadaan ini
menunjukkan uji Rinne positif gimana hantaran udara lebih baik daripada
hantaran tulang. Kemudian pada naracoba yang memiliki gangguan pendengaran
tuli konduksi hantaran tulang yang akan lebih baik daripada hantaran udara.
Pada uji Rinne keadaan ini ditunjukkan dengan hasil berupa uji Rinne negatif.
Berikut diagnosis pada tes rinne menurut Djukri dan Heru (2015) :
1. Normal : Konduksi melalui udara 85-90 detik. Konduksi melalui tulang
45 detik.
2. Tes Rinne positif (Rinne +) : Pendengaran penderita baik juga pada
penderita tuli persepsi (saraf).
3. Tes Rinne negatif (Rinne -) : Pada penderita tuli konduksi dimana jarak
waktu konduksi tulang mungkin sama atau bahkan lebih panjang
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan oleh3 naracoba diketahui
bahwa pada ketika neraca tersebut memiliki hasil uji rinne yang bagus baik pada
telinga kanan maupun telinga kiri. Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga
naracoba memiliki pendengaran yang baik. Gelombang bunyi yang dihasilkan
oleh arloji merambat melalui udara kemudian masuk ke dalam telinga bagian
luar dan menggetarkan gendang telinga. Kemudian getaran tersebut
Getaran tersebut akan Diteruskan oleh tiga tulang pendengaran ke jendela oval.
Getaran struktur koklea yang terdapat pada jendela oval diteruskan ke cairan
limfa yang ada di dalam saluran vestibulum.
Setelah itu getaran cairan tadi akan menggerakkan membran reissner dan
menggetarkan cairan limfa pada saluran tengah. Perpindahan getaran cairan
limfa akan menggerakkan membran basher yang kemudian akan menggetarkan
cairan pada saluran timpani sehingga menyebabkan melebarnya membran pada
jendela bundar. Getaran yang dihasilkan pada frekuensi tertentu menggetarkan
selaput basiler yang berakibat terjadi gerakan sel-sel rambut keatas dan
kebawah. Ketika rambut sel menyentuh membran tektorial, akan terjadi impuls
dan membran basiler menekan sel sensorik pada organ korti sehingga pada
akhirnya menghasilkan impuls yang akan dikirim ke pusat pendengar di dalam
otak melalui saraf pendengaran.
Kegiatan 3
Tes Weber adalah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran
tulang telinga kanan dengan telinga kiri. Uji Weber dilakukan dengan
meletakkan kaki penala yang telah digetarkan pada garis tengah wajah atau
kepala (dahi, dagu atau gigi insisivus atas). Pada kegiatan ini Tes Weber
dilakukan dengan menggetarkan garpu tala dan meletakkannya di puncak kepala
naracoba. Setelah itu penguji menutup lubang telinga kanan naracoba dan
menanyakan pada telinga yang mana suara garpu tala terdengar lebih keras.
Mengulangi langkah yang sama untuk telinga kiri. Kemudian membandingkan
hasil yang diperoleh untuk kedua telinga dan menyimpulkan hasil percobaan
apakah naracoba tuli atau tidak.
Penjelasan mengenai tes Weber didasarkan pada efek menutupi bising.
Dalam kondisi atau keadaan normal pasti terdapat Suara bising di di sekitar kita
yang dapat mencapai membran timpani dengan hantaran udara. Hal ini
menyebabkan kecenderungan tertutupnya bunyi yang dihasilkan oleh garputala
yang terdengar dengan hantaran tulang. Pada telinga yang memiliki gangguan
tuli konduktif hantaran udara akan berkurang sehingga efek menutupinya juga
akan menjadi berkurang. Jadi dengan kata lain telinga yang terganggu akan
mendengar suara garpu tala lebih baik daripada telinga tanpa gangguan atau
normal. Kemudian pada manusia yang memiliki gangguan pendengaran berupa
tuli sensorineural unilateral bunyi tidak terdengar pada bagian yang mengalami
gangguan namun akan terdengar pada bagian telinga yang tidak mengalami
gangguan.
Berdasarkan hasil kegiatan yang telah dilakukan pada ketiga naracoba,
diketahui bahwa pada ketiga naracoba mengalami . Hal ini ditandai dengan suara
garpu tala yang terdengar lebih gelas atau lebih nyaring pada telinga yang
ditutup daripada pada telinga yang terbuka. Pada tes Weber ini banyaknya suara
yang masuk secara bersamaan ke dalam telinga dapat menyebabkan interpretasi
terhadap bunyi yang tidak jelas sehingga akan dapat lebih terdengar Jelas jika
telinga ditutup. Hal ini disebabkan karena suara merambat langsung melalui
tulang tengkorak pada tubuh manusia.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Mekanisme perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan
menggunakan garputala dapat dilakukan dengan tes pendengaran yaitu
tas Rinne dan tes Weber dengan tujuan untuk mengetahui adanya
gangguan pada pendengaran berupa tuli konduksi maupun tuli saraf atau
tidak.
2. Faktor yang mempengaruhi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak
dengan menggunakan garputala diantaranya adalah human error dari
praktikan itu sendiri, kondisi lingkungan yang kurang bening yang
menyebabkan intervensi suara arloji yang didengar serta adanya
gangguan pendengaran pada praktikkan.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A., Reece, J.B., dan Mitchell, L.G. 2000. Biologi, Edisi

Kelima-Jilid 3. (Terjemahan Wasmen Manalu). Jakarta: Erlangga.

Djukri dan Heru N. 2015. Petunjuk Praktikum Biologi Lanjut. Yogyakarta: PPs

UNY.

Lalwani, A.K. 2008. Disorders of Smell, Taste and Hearing Dalam: Harrison’s

Principle of Internal Medicine. 17th ed. US: McGraw Hill.

Meyerhoff WL, Carter JB. 1984. Anatomy and physiology of hearing. In:

Meyerhoff WL eds. Diagnosis and management of hearing loss.

Philadelphia: WB Saunders.

Schrijver 2004. Hereditary Non-syndromic Sensorineural Hearing Loss.

Journal of Molecular Diagnostics, Vol 6, No, 4.

Tim Penyusun Bagian THT Bedah Kepala dan Leher. 2017. Penuntun

Keterampilan Klinis Blok 3.4 Indera Khusus Pemeriksaan Telinga.

Padang : Universitas Andalas.


H. JAWABAN PERTANYAAN
1. Apakah artinya jika hasil percobaan Rinne positif? Atau negatif?
Jawab :
- Tes Rinne positif berarti pendengaran naracoba baik namun dapat
juga berarti naracoba mengalami gangguan pendengaran berupa
tuli saraf.
- Tes Rinne negatif berarti pendengaran naracoba mengalami
gangguan tuli konduksi di mana jarak waktu konduksi tulang
mungkin sama atau bahkan lebih panjang.
2. Apakah artinya jika hasil percobaan Weber terjadi lateralisasi kanan?
Atau lateralisasi kiri?
Jawab :
Jika terjadi lateralisasi kanan ada beberapa kemungkinan, yaitu :
➔ Telinga kanan tuli konduktif, kiri normal
➔ Telinga kanan tuli konduktif, kiri tuli sensorineural
➔ Telinga kanan normal, kiri tuli sensorineural
➔ Kedua telinga tuli konduktif, kanan lebih berat
➔ Kedua telinga tuli sensorineural, kiri lebih berat

Anda mungkin juga menyukai