Anda di halaman 1dari 17

1.

Pengertian Edutainment Instructional Games


Menurut Hamruni (dalam Fadlillah, 2014) menyatakan bahwa
edutainment terdiri atas dua kata, yaitu education dan entertainment.
Education artinya pendidikan, dan entertainment artinya hiburan. Jadi secara
bahasa edutainment merupakan pendidikan yang menyenangkan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa edutainment adalah suatu proses pembelajaran yang
didesain dengan memadukan antara muatan pendidikan dan hiburan secara
harmonis sehinggga aktivitas pembelajaran berlangsung menyenangkan.

Sementara edutainment menurut Pangastuti (2014) diartikan sebagai


program pendidikan atau pelatihan yang dikemas dalam konsep hiburan
sedemikian rupa, sehingga tiap-tiap peserta didik hampir tidak menyadari
bahwa mereka sebenarnya sedang diajak untuk belajar atau untuk memahami
nilai-nilai (value) setiap individu.

Lalu Young et al. (dalam Roblyer, 2016) mendefinisikan instructional


games (edutainment) merupakan jenis game yang berfokus pada perolehan
pengetahuan dan menumbuhkan "kebiasaan berpikir" yang berguna secara
akademis. Lalu Tobias dan Fletcher (dalam Roblyer, 2016) menambahkan
bahwa nama lain untuk instructional games adalah permainan komputer,
permainan video, permainan serius, dan perangkat lunak pendidikan.
Sedangkan Roblyer (2016) mengartikan secara singkat bahwa instructional
games adalah produk perangkat lunak yang menambahkan aturan seperti
permainan dan / atau persaingan ke dalam kegiatan belajar.

Pada dasarnya, edutainment berusaha untuk mengajarkan atau


memfasilitasi interaksi sosial kepada para siswa dengan memasukkan berbagai
pelajaran dalam bentuk hiburan yang sudah akrab di telinga mereka, seperti
acara televisi, permainan yang ada di komputer atau vidio games, film, musik,
website, perangkat multimedia, dan lain sebagainya. Edutaintment juga
merupakan pendidikan di alam bebas yang mampu menghibur sekaligus belajar
tentang kehidupan binatang dan habitatnya.
Edutainment menekankan pada tataran metode, strategi, dan taktik.
Strategi biasanya berkaitan dengan taktik, sedangkan taktik sendiri adalah
segala cara dan daya untuk menghadapi sasaran dan kondisi tertentu, agar
memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal. Namun, dalam proses
pendidikan, yang lazim digunakan bukan taktik, melainkan metode atau tektik.
Metode dan teknik mempunyai pengertian yang berbeda, meskipun tujuannya
sama. Metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan,
sedangkan teknik adalah cara mengerjakan sesuatu. Jadi, metode mempunyai
pengertian lebih luas, ideal, dan lebih konsepsional dibanding teknik. Namun
demikian, suatu strategi dapat dikatakan baik apabila dapat melahirkan metode
yang baik pula, karena metode adalah suatu cara pelaksanaan strategi (Sodiqin,
2016).

2. Tujuan Edutainment
Tujuan pendekatan edutainment dalam pembelajaran adalah agar
pembelajaran terasa menyenangkan, sehingga peserta didik merasa nyaman,
aman, santai dan kelas tidak terasa tegang, menakutkan, tidak nyaman,
terancam, dan atau tertekan. Edutainment juga bertujuan untuk proses
pembelajaran yang didesain dengan memadukan antara muatan pendidikan dan
hiburan secara harmonis, sehingga aktivitas pembelajaran berlangsung dengan
menyenangkan (Santoso, 2018).

3. Karakterisik dan Konsep Edutainment


Menurut Pangastuti (2014) karakterisik edutainment memiliki empat hal
yang menjadi karakteristik dari konsep edutainment, yaitu:
a. Konsep edutainment adalah suatu rangkaian pendekatan dalam
pembelajaran untuk menjembatani jurang yang memisahkan antara proses
mengajar dan proses belajar, sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil
belajar.
b. Konsep dasar edutainment berupaya agar pembelajaran yang terjadi
berlangsung dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan.
c. Konsep edutainment menawarkan suatu sistem pembelajaran yang
dirancang dengan satu jalinan yang efisien, meliputi dari anak didik, guru,
proses pembelajaran, dan lingkungan pembelajaran. Konsep edutainment
menempatkan anak sebagai pusat dari proses pembelajaran, sekaligus
sebagai subjek pendidikan.
d. Dalam konsep edutainment, proses dan aktivitas pembelajaran tidak lagi
tampil dalam wajah yang menakutkan, tetapi dalam wujud yang humanis
dan dalam interaksi edukatif ini akan membuahkan aktivitas belajar yang
efektif dan menjadi kunci utama suksesnya sebuah pembelajaran.
Asumsinya, jika setiap manusia menggunakan potensi nalar dan emosinya
secara jitu, maka ia akan mampu membuat loncatan prestasi yang dapat
diduga sebelumnya, bila seseorang mampu mengenali tipe belajarnya dan
melakukan pembelajaran yang sesuai maka belajar akan terasa
menyenangkan dan akan memberi hasil yang optimal.

Sementara menurut Santoso (2018) konsep edutainment menawarkan


berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menarik, kreatif, inovatif, dan
menyenangkan. Konsep dan metode edutainment ialah menciptakan suasana
pembelajaran di mana anak didik dibuat senyaman mungkin dan senang
terhadap apa yang diajarkan oleh sang guru (pengajar).

4. Kriteria Edutainment yang Baik


Menurut Roblyer (2016), kriteria edutainment yang baik yaitu:
a. Format dan aktivitas yang menarik
Ketika Malone (1980) memeriksa bukti-bukti tentang apa yang hal
membuat menyenangkan untuk dipelajari, ia menemukan bahwa game
paling populer termasuk elemen petualangan dan ketidakpastian dan
tingkat kompleksitas yang cocok dengan kemampuan pelajar.
b. Nilai instruksional
Guru harus memeriksa permainan instruksional dengan hati-hati untuk
nilai mereka antara sebagai pendidikan dan alat motivasi.
c. Ketangkasan fisik adalah wajar
Guru harus memastikan bahwa siswa akan termotivasi daripada frustrasi
oleh kegiatan yang dilakukan.
d. Pertimbangan sosial dan budaya
Permainan mungkin tidak pantas untuk anak-anak jika mereka tidak
dirancang dengan pandangan hormat. Misalnya, game yang menyerukan
kekerasan atau pertempuran memerlukan penyaringan yang cermat seperti
menyoroti pesan positif (misalnya, perdamaian dan persahabatan) daripada
kekerasan yang tidak perlu (misalnya, agresi).

5. Prinsip Edutainment
Menurut Suyadi (2010) prinsip-prinsip pembelajaran edutainment yaitu:
a. Menjembatani proses belajar dan proses mengajar, yang diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar.
b. Pembelajaran edutainment berlangsung dalam suasana kondusif dan
menyenangkan
c. Menempatkan anak sebagai pusat sekaligus subyek pendidikan.
Pembelajaran diawali dengan menggali dan memahami kebutuhan anak.
d. Pembelajaran yang lebih humanis.

Menurut Fadlillah (2014) terdapat tiga alasan yang melandasi munculnya


prinsip edutainment, yaitu:
a. Perasaan positif (senang atau gembira) akan mempercepat pembelajaran,
sedangkan perasaan negatif, seperti sedih, takut, terancam, dan merasa tidak
mampu, akan memperlambat belajar atau bahkan bisa menghentikan sama
sekali. Oleh karenanya, konsep edutainment berusaha memadukan antara
pendidikan dan hiburan. Hal ini, dimaksudkan supaya pembelajaran
berlangsung menyenangkan atau menggembirakan.
b. Jika seseorang mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secara jitu,
maka akan membuat loncatan prestasi belajar yang tidak terduga
sebelumnya.
c. Apabila setiap pembelajaran dapat dimotivasi dengan tepat dan diajar
dengan cara yang benar, cara yang menghargai gaya belajar dan modalitas
mereka, maka mereka semua akan dapat mencapai hasil belajar yang
optimal.

6. Manfaat Edutainment
Berikut ini merupakan manfaat dari edutainment:
a. Edutainment memberikan guru kesempatan untuk memanfaatkan keinginan
bawaan untuk bermain agar siswa menghabiskan lebih banyak waktu pada
topik kurikulum (Roblyer, 2016).
b. Menurut Ash (2010) dan Corbett (2011) (dalam Roblyer, 2016) beberapa
pendidik dan pengamat sangat yakin bahwa edutainment yang berbentuk
video game memiliki janji khusus untuk meningkatkan strategi pengajaran
di kelas dan membuat pembelajaran lebih menarik dan memotivasi.
c. Terdapat penelitian terbaru berasal dari Herold (dalam Roblyer, 2016) yang
menyatakan bahwa edutainment memberikan manfaat yang sangat baik
terhadap kemampuan non-kognitif seperti mengembangkan kemampuan
empati, perhatian dan keuletan pada anak atau siswa.

7. Keterbatasan dan Masalah Terkait dengan Edutainment


Menurut Roblyer (2016) keterbatasan dan masalah terkait edutainment
adalah:
a. Belajar versus bersenang-senang
Beberapa sekolah melarang penggunaan game karena mereka percaya
permainan meyakinkan siswa bahwa mereka melarikan diri dari
pembelajaran, sehingga menarik perhatian dari nilai intrinsik dan motivasi
Belajar. Para kritikus juga merasa bahwa memenangkan permainan menjadi
fokus utama siswa dan bahwa tujuan instruksional hilang dalam mengejar
gol ini. Pengamat tidak setuju tentang apakah tersesat dalam permainan
adalah manfaat atau masalah.
b. Kebingungan aturan permainan dan aturan kehidupan nyata
Beberapa guru telah mengamati bahwa siswa dapat menjadi bingung
tentang tentang bagian mana dari kegiatan ini adalah permainan dan bagian
mana yang merupakan keterampilan. Mereka kemudian mungkin
mengalami kesulitan mentransfer keterampilan mereka nantinya pada saat
situasi non-game.
c. Pembelajaran yang tidak efisien
Meskipun siswa menemukan banyak permainan komputer menarik dan
merangsang, namun terkadang sulit untuk menentukan nilai pendidikan
mereka. Guru harus mencoba menyeimbangkan motivasi permainan
instruksional yang membawa untuk belajar melawan waktu kelas yang
mereka ambil dari strategi non-game. Sebagai contoh, siswa dapat
tenggelam menikmati tantangan seri game si Unyil, tetapi lebih efisien cara
mengajar geografi mungkin sama memotivasinya.

8. Teori Belajar Berbasis Edutainment


Teori belajar berbasis edutainment adalah salah satu bentuk teori yang
mengungkapkan dan menjelaskan tentang pembelajaran yang mengasyikkan
dan menyenangkan. Dalam proses pembelajaran terdapat banyak teori yang
telah diungkapkan oleh para ahli pendidikan maupun psikologis. Teori ini
berkaitan dengan bagaimana cara memperlakukan peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran, sehingga mereka mampu menerima dan menangkap materi yang
disampaikan pendidik dengan baik. Berikut ini merupakan teori pembelajaran
berbasis edutainment, yaitu:

a. Teori Belajar Kooperatif


Model pembelajaran kooperatif adalah belajar kelompok. Kelompok
disini merupakan rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta
didik dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan. Cooperative learning merupakan
strategi pembelajaran kelompok yang dapat meningkatkan prestasi belajar
peserta didik, sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial,
menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat
meningkatkan harga diri (Suyadi, 2010).
b. Teori Otak Triun
Konsep tiga otak dalam satu kepala (otak triune) dicetuskan oleh Paul
Maclean. Perkembangan pengetahuan mengenai cara kerja otak saat ini
telah berkembang sangat pesat. Paul Maclean sendiri telah mengembangkan
teori otak triune ke level yang jauh lebih kompleks dan mendalam. Namun
analogi yang kita gunakan di sini sangat membantu untuk memberikan
pemahaman cara kerja otak dalam hubungannya dengan kesiapan belajar.
Apabila rangkaian otak dapat bekerja dengan baik, peserta didik akan lebih
mudah dalam memahami materi yang diberikan. Jadi inilah salah satu
pentingnya menciptakan pembelajaran yang aman, nyaman, dan
menyenangkan (Gunawan, 2004).
c. Teori Kecerdasan Majemuk
Teori kecerdasan majemuk adalah teori yang menjelaskan
kemajemukan kecerdasan yang mungkin sekali dimiliki oleh setiap siswa
dan orang, karena tidak menutup kemungkinan bahwa setiap siswa atau
orang memiliki multytalent dan multiple intellegences. Howard Gardner
mengemukakan teori ini menjelaskan beragam kecerdasan otak, meliputi
kecerdasan verbal atau linguistik, musikal atau ritmis, logis atau matematis,
visual atau spasial, jasmani atau kinestetik, intrapersonal, interpesonal, dan
naturalis (Lie, 2002).

7. Teori dan Bentuk Terapan Edutainment


a. Humanizing The Classroom
Humanizing artinya memanusiakan, sedangkan the classroom berarti
ruang kelas. Maka secara harfiah, humanizing the classroom adalah
memanusiakan ruang kelas. Dalam hal ini, yang dimaksudkan
memanusiakan ruang kelas adalah pendidik hendaknya memperlakukan para
siswanya sesuai dengan kondisi dan karakteristik masing-masing dalam
proses pembelajaran. Sementara itu, ruang kelas berfungsi sebagai ruang
pembelajaran, sehingga di mana pun pembelajaran dilakukan, baik di dalam,
luar, maupun di alam bebas, pembelajaran masih bisa berlangsung (Sodiqin,
2016).
Dengan kata lain, humanizing the classroom adalah proses
membimbing, mengembangkan, dan mengarahkan potensi dasar manusia,
baik jasmani maupun rohani, secara seimbang dengan menghormati nilai-
nilai humanistis yang lain. Oleh karena itu, pendidikan yang humanis ini
mensyaratkan adanya kaitan antara potensi jasmani dan rohani yang
seimbang. Potensi jasmani adalah potensi kasat mata yang bisa dilihat dari
luar, sedangkan potensi rohani merupakan nilai-nilai ketuhanan yang
menginternalisasi dalam diri setiap manusia (Hamid, 2011).
John P miller (dalam Sodiqin, 2016) menyatakan bahwa humanizing
the classroom berfokus pada pengembangan model pendidikan afektif yang
sering disebut dengan pendidikan kepribadian atau pendidikan nilai.
Humanizing of the classroom ini dicetuskan oleh John P Miller dengan
bertumpu pada dorongan peserta untuk:
1) Menyadari diri sendiri sebagai suatu proses pertumbuhan yang
sedang dan akan terus berubah.
2) Mencari konsep dan identitas diri.
3) Memadukan kesadaran hati dan pikiran.

Adapun indikator dalam model pembelajaran humanizing the


classroom adalah sebagai berikut (Sodiqin, 2016) :
1) Memanusiakan manusia.
2) Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
3) Menumbuhkan kreatifitas siswa.
4) Mengakui setiap usaha yang dilakukan siswa.

b. Active Learning (Pembelajaran Aktif)


Pembelajaran aktif merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih
banyak melibatkan aktifitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan
pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas,
sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat
meningkatkan pemahaman dan kompetensinya. Active learning mengacu
kepada teknik instruksional internal yang tinggi, seperti analisis, sintesis,
dan evaluasi. Siswa dalam melakukan pembelajaran aktif dapat
menggunakan sumber daya di luar pengajar, seperti perpustakaan, situs web,
wawancara, atau fokus grup untuk memperoleh informasi. Mereka dapat
menunjukkan kemampuannya menganalisis, sintesis, dan mengevaluasi
melalui proyek, presentasi, eksperimen, simulasi, interships, praktikum,
proyek studi independen, pengajaran kepada sejawat, permainan peran, atau
dokumen tertulis (Hosnan, 2013).
Menurut Bonwell (dalam Hosnan, 2013) active learning memiliki
karakteristik-karakteristik sebagai berikut, yaitu:
1) Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian
informasi oleh pengajar, melainkan pada pengembangan
keterampilan pemikiran analitis kritis terhadap topik atau
permasalahan yang dibahas.
2) Siswa tidak hanya mendengarkan pelajaran secara pasif, tetapi juga
mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi kuliah/
pelajaran.
3) Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan
dengan materi kuliah/pelajaran.
4) Siswa lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa, dan
melakukan evaluasi.
5) Umpan balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses
pembelajaran.

c. Quantum Learning
Quantum Learning memiliki prinsip bahwa sugesti dapat dan pasti
mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apa pun memberikan
sugesti positif atau pun negatif. Beberapa teknik yang digunakannya untuk
memberikan sugesti positif adalah mendudukkan murid secara nyaman,
memasang musik latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu,
menggunakan posterposter untuk memberikan kesan besar sambil
menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru yang terlatih baik
dalam seni pengajaran sugestif. Pemercepatan belajar merupakan
memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan,
dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan (Huda, 2014).
Menurut Huda (2014) langkah-langkah yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran melalui konsep quantum learning adalah sebagai berikut:
1) Kekuatan ambak
Ambak adalah motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental
antara manfaat dan akibat-akibat suatu keputusan.
2) Penataan lingkungan belajar
Dalam proses belajar dan mengajar, diperlukan penataan
lingkungan yang dapat membuat siswa merasa aman dan nyaman.
3) Memupuk sikap juara
Memupuk sikap juara perlu dilakukan untuk lebih memacu belajar
siswa. Seorang guru hendaknya tidak segansegan memberi pujian
atau hadiah pada siswa yang telah berhasil dalam belajarnya.
Sebaliknya, guru sebaiknya tidak mencemooh siswa yang belum
mampu menguasai materi.
4) Membebaskan gaya belajar
Ada berbagai macam gaya belajar yang dimiliki siswa diantaranya
gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Pada quantum
learning, guru hendaknya memberikan kebebasan dalam belajar
kepada siswa dan tidak terpaku pada satu gaya belajar saja.

d. Quantum Teaching
DePorter, Reardon, dan Singer-Nourie (2004) menyatakan bahwa
quantum teaching (proses belajar atau mengajar) adalah fenomena yang
kompleks. Quantum teaching juga merupakan perubahan cara belajar yang
meriah, dengan segala nuansanya. Dan quantum teaching juga menyertakan
segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen
belajar. Quantum teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam
lingkungan kelas-interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk
belajar.

e. The Accelerated Learning


Accelerated learning adalah pendekatan belajar paling maju yang
digunakan pada masa sekarang, dan mempunyai banyak manfaat.
Accelerated learning cocok dengan semua gaya belajar dan memberi energi
serta membuat belajar menyenangkan dan benar-benar sangat
mementingkan hasil, dan hasil (Meier, 2002).
Dave Meier (2002) menciptakan dan mengembangkan salah satu
pendekatan melalui konsep accelerated learning yang dinamakan
pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual). Pembelajaran
SAVI adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk memanfaatkan indranya sebanyak mungkin dalam kegiatan
pembelajaran. Siswa diajak bergerak secara aktif dan kreatif, sehingga
mereka turut terlibat atau mengalami sendiri peristiwa pembelajaran dan
menemukan sendiri inti yang dipelajari.
Menurut Meier (2002) prinsip pembelajaran SAVI adalah sebagai
berikut :
1) Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh. Belajar tidak hanya
melibatkan otak tetapi juga melibatkan seluruh tubuh atau pikiran
dengan segala emosi,indra, dan sarafnya.
2) Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi. Pengetahuan
bukanlah sesuatu yang diserap oleh pembelajar, melainkan sesuatu
yang diciptakan pembelajar.
3) Kerjasama membantu proses belajar. Semua usaha belajar yang
baik mempunyai landasan sosial. Siswa biasanya belajar lebih
banyak dengan berinteraksi dengan teman-teman daripada yang
mereka pelajari dengan cara lain mana pun.
4) Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan.
Belajar bukan hanya menyerap satu hal kecil pada satu waktu linear
melainkan menyerap hal banyak sekaligus.
5) Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri (dengan
umpan balik). Belajar paling baik adalah belajar dengan konteks.
6) Emosi positif sangat membantu pelajaran. Perasaan menentukan
kualitas dan kuantitas seseorang.
7) Otak citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
Sistem saraf manusia lebih merupakan prosesor citra daripada
prosesor kata.

Pengelolaan pembelajaran dengan menggunakan cara belajar SAVI,


yaitu sebagai berikut (Santoso, 2018) :
1) Cara Belajar Somatis
Cara belajar somatic adalah pola pembelajaran yang lebih
menekankan pada aspek gerak tubuh atau belajar dengan
melakukan atau berbuat. Menurut Rusman (dalam Santoso, 2018)
somatic diartikan belajar dengan bergerak atau berbuat (hands-on).
Siswa belajar dengan cara mengalami dan melakukan suatu hal.
Sehingga pembelajaran somatic adalah pembelajaran yang
memanfaatkan dan melibatkan tubuh (indera peraba, kinestetik,
melibatkan fisik).
2) Cara Belajar Auditori
Auditori dikenal dengan istilah “Learning By Talking And
Learning”. yaitu cara belajar yang menekankan pada aspek
pendengaran. Anak atau peserta didik diminta untuk
menterjemahkan pengalaman mereka dengan suara, atau dengan
membaca keras-keras secara dramatis. Dengan cara ini setidaknya
siswa lebih mudah mengingat dan dapat belajar dengan cepat jika
materinya disampaikan secara belajar auditori. Karena dengan
belajar auditori dapat merangsang kortes (selaput otak), indera dan
motor (serta area otak lainnya) untuk memadatkan dan
mengintegrasikan pembelajar (siswa).
3) Cara Belajar Visual
Visual disini merupakan belajar dengan mengamati dan
menggambarkan atau disebut dengan istilah “Learning by
Observing and Picturing”. Cara belajar Visual dapat diartikan
belajar dengan menggunakan indera pengelihatan dengan cara
mengamati dan menggambarkan. Adapun cara belajarnya yaitu
belajar yang menekankan pada aspek penglihatan. Peserta didik
akan cepat menangkap materi pelajaran jika disampaikan dengan
tulisan atau melalui gambar. Visual mencakup melihat,
menciptakan dan mengintegrasikan segala macam citra komunikasi
visual lebih kuat dari pada komunikasi verbal karena manusia
mempunyai lebih banyak peralatan di kepala mereka untuk
memproses informasi visual dari pada indera lainnya.
4) Cara Belajar Intelektual
Intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta,
memecahkan masalah, dan membangun makna (Meier, 2002).
Intelektual juga disebut dengan “Learning By Program And
Reflecting” maksudnya adalah belajar dengan pemecahan masalah.
Jadi cara belajar intelektual adalah cara belajar yang lebih
menekankan pada aspek penalaran atau logika. Dan peserta didik
akan cepat menangkap materi jika pembelajaran dirancang dengan
menekankan pada aspek mencari solusi pemecahan (Santoso,
2018).

Karakteristik pembelajaran SAVI menurut Meier (2002) adalah


sebagai berikut:
Gaya Belajar Aktivitas Belajar
Somatis Siswa dapat bergerak ketika mereka melakukan hal
sebagai berikut.
a) Membuat model dalam suatu proses atau prosedur.
b) Secara fisik menggerakan berbagai komponen dalam
suatu proses atau sistem.
c) Menciptakan piktogram dan periferalnya.
d) Memeragakan suatu proses, sistem, atau seperangkat
konsep.
e) Mendapatkan pengalaman lalu menceritakannya dan
merefleksikannya.
f) Melengkapi suatu proyek yang memerlukan kegiatan
fisik.
g) Menjalankan pelatihan belajar aktif (simulasi,
permainan belajar dan lain-lain).
h) Melakukan kajian lapangan. Lalu tulis, gambar, dan
bicarakan tentang apa yang dipelajari.
i) Mewawancarai orang-orang di luar kelas.
j) Dalam tim, menciptakan pelatihan pembelajaran
aktif bagi seluruh kelas.
Auditori Berikut ini gagasan-gagasan awal untuk meningkatkan
sarana auditori dalam belajar.
a) Ajaklah pembelajar membaca keras-keras materi
dari buku panduan dan layar komputer.
b) Ceritakanlah kisah-kisah yang mengandung materi
pembelajaran yang terkandung dalam buku
pembelajaran yang dibaca mereka.
c) Mintalah pembelajar berpasang-pasangan
memperbincangkan secara terperinci apa yang baru
saja mereka pelajari dan bagaimana mereka akan
menerapkanya.
d) Mintalah pembelajar mempraktikkan suatu
ketrampilan atau memperagakan suatu fungsi sambil
mengucapkan secara singkat dan terperinci apa yang
sedang mereka kerjakan.
e) Ajaklah pembelajar membuat sajak atau hafalan dari
yang mereka pelajari.
f) Mintalah pembelajar berkelompok dan bicara non-
stop saat sedang menyusun pemecahan masalah atau
membuat rencana jangka panjang.
Visual Hal-hal yang dapat dilakukan agar pembelajaran lebih
visual adalah.
a) Bahasa yang penuh gambar (metafora, analogi).
b) Grafik presentasi yang hidup.
c) Benda 3 dimensi.
d) Bahasa tubuh yang dramatis.
e) Cerita yang hidup.
f) Kreasi piktrogram (oleh pembelajar).
g) Pengamatan lapangan.
h) Dekorasi berwarna-warni .
i) Ikon alat bantu kerja.
Intelektual Aspek intelektual dalam belajar akan terlatih jika kita
mengajak pembelajaran tersebut dalam aktivitas seperti.
a) Memecahkan masalah.
b) Menganalisis pengalaman.
c) Mengerjakan perencanaan strategis.
d) Memilih gagasan kreatif.
e) Mencari dan menyaring informasi.
f) Merumuskan pertanyaan.
g) Menciptakan model mental.
h) Menerapkan gagasan baru pada pekerjaan.
i) Menciptakan makna pribadi.
j) Meramalkan implikasi suatu gagasan.

Kelebihan dan Kekurangan pendekatan SAVI, yaitu:


a) Kelebihan pendekatan SAVI
1) Membangkitkan kecerdasan dan kreativitas siswa melalui
penggabungan gerak fisik dengan aktivitas intelektual.
2) Menciptakan suasana belajar yang lebih baik, menyenangkan,
menarik, dan efektif.
3) Memaksimalkan ketajaman konsentrasi melalui pembelajaran secara
visual, auditori, dan intelektual.
4) Pembelajaran tidak terpusat pada guru.

b) Kekurangan pendekatan SAVI


1) Pembelajaran yang melibatkan semua indra dan pikiran membutuhkan
kemampuan yang lebih sehingga kemungkinan penerapan kedua
pokok tersebut akan mengalami kesulitan.
2) Sarana dan prasarana yang digunakan akan lebih banyak.
3) Pembelajaran membutuhkan persiapan yang lebih matang di segala
aspek.
4) Membutuhkan pengaturan kelas yang lebih baik oleh guru agar siswa
terlibat aktif dalam pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

DePorter, B., Reardon, M., & Singer-Nourie, S. (2004). Quantum teaching.


Bandung: Kaifa.
Gunawan, A. W. (2004). Genius learning strategy: Petunjuk praktis untuk
menerapkan accelerated learning. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hamid, M. S. (2011). Metode edutainment. Yogyakarta: DIVA Press.
Hosnan, M. (2014). Pendekatan saintifik dan kontekstual dalam pembelajaran
abad pembelajaran abad 21: Kunci sukses implementasi kurikulum 2013.
Bogor: PT. Ghalia Indonesia.
Huda, M. (2014). Model-model pengajaran dan pembelajaran. Yogyakarta: PT
Pustaka Pelajar.
Lie, A. (2002). Cooperative learning: Mempraktikkan cooperative learning di
ruang-ruang kelas. Jakarta: PT. Grasindo.
M. Fadlillah. (2014). Edutainment pendidikan anak usia dini. Jakarta: Kencana.
Meier, D. (2002). The accelerated learning: Handbook. Diterjemahkan oleh
Astuti, R. Bandung: Kaifa.
Pangastuti, R. (2014). Edutainment PAUD. Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar.
Santoso. (2018). Penerapan konsep edutainment dalam pembelajaran di
pendidikan anak usia dini (PAUD). Inopendas Jurnal Ilmiah Kependidikan,
1 (1), 61-68.
Sodiqin, R. (2016). Pembelajaran berbasis edutainment. Jurnal Al-Maqoyis, 4 (1),
36-52.
Suyadi. (2010). Psikologi belajar PAUD (pendidikan anak usia dini). Yogyakarta:
PT. Pustaka Insan Madani.

Anda mungkin juga menyukai