Anda di halaman 1dari 50

MODUL IV BLOK 23-24 – GAWAT DARURAT JANIN

PRASYARAT
1. Anatomi sirkulasi maternal
• Aliran darah:
o Aliran darah ibu memasuki decidua basalis dan
karena pengaruh tekanan arteri akan berjalan
mengarah ke lempeng chorion (ruang intervillair?) sebelum menyebar
ke sisi lateral
o Aliran darah ibu akan melintasi plasenta secara random
o Setelah mengisi ruang intervillair aliran darah maternal akan mengalir
kembali melalui pembuluh vena pada lempeng basal dan memasuki vena
uterina
• Secara umum aa. spirales berjalan tegak lurus namun venanya berjalan parallel
dengan dinding uterus. Susunan ini membantu penutupan vena selama kontraksi
uterus dan mencegah masuknya darah dari ruang intervillair ke aliran darah ibu.
• Sejumlah bukan arteri yang menuju ruang intervillair mengalami reduksi
(remodelling?) oleh invasi cytotrophoblast

1
• Faktor yang berpengaruh terhadap regulasi aliran darah di ruangan intervillair:
o Tekanan darah arteri
o Tekanan intrauterine
o Pola kontraksi uterus
o Faktor-faktor yang berperan secara spesifik terhadap dinding arteri

2. Sirkulasi Fetomaternal pada Plasenta


• Permukaan plasenta
o Permukaan fetal plasenta ditutupi oleh amnion yang transparan, dimana di
bawahnya berjalan pembuluh darah chorion
o Permukaan maternal terdiri dari lobi ireguler yang dibagi-bagi oleh septa
jaringan ikat

• Darah miskin oksigen pada janin akan berjalan ke plasenta melalui dua aa.
umbilicales, seiring funiculus umbilicalis memasuki plasenta, pembuluh darah ini
akan bercabang menjadi kapiler-kapiler dalam villi choriales. Darah kaya
oksigen akan mengalir dari plasenta menuju janin melalui v. umbilicalis.
• Sirkulasi fetomaternal dan sirkulasi darah fetal (gaada di modul, bisi tiba-tiba
keluar)

2
Aorta Abdominalis a. Iliaca communis a. Iliaca interna a. Uterina

v.
umbilicalis Kapiler villi chorialis di ruang intervillair a. Spiralis decidua
(20 mmHg)

Sirkulasi darah janin a. umbilicalis (50 mmHg) Ruang intervillair

v. cava inferior v. iliaca interna v. uterina

Placenta v. umbilicalis Ductus venosus VCI Atrium kanan

Foramen Ventrikel
ovale kanan

Atrium Truncus
kiri Pulmonalis

Ventrikel
kiri

Ductus
Aorta
arteriosus

2 a.
umbilicalis

Placenta

3
3. Fisiologi plasenta
• Langkah implantasi hasil konsepsi dan pembentukan plasenta:
1) Proses fertilisasi terjadi setelah ejakulasi semen ke dalam vagina pada
hubungan seksual
2) Perjalanan sperma di dalam saluran reproduksi wanita dibantu oleh
kontraksi uterus dan tuba falopii akibat adanya prostaglandin dalam
cairan semen dan oksitosin pada wanita yang keluar saat orgasme.
3) 3-5 hari setelah fertilisasi, hasil konsepsi akan berjalan di sepanjang tuba
fallopii dan jatuh di permukaan endometrium karena adanya:
▪ Pergerakan cilia di ruba fallopii yang mengarah ke uterus
▪ Aliran sekret epitel tuba
▪ Kontraksi tuba fallopii
4) 5-7 hari setelah fertilisasi, hasil konsepsi dalam bentuk blastosis akan
berimplantasi pada endometrium. Hal ini terjadi karena sel trofoblas pada
permukaan blastosis mensekresi enzim proteolitik.
5) Seiring pertembuhan trofoblastik ke dalam uterus, kapiler darah pada
barrier plasenta berkembang menjadi sistem vaskuler embrio
6) Sekitar 21 hari setelah fertilisasi, darah mula-mula dipompakan dari
jantung embrio dan terbentuk sinus pembuluh darah (mungkin
maksudnya ruang intervillair) yang terisi darah maternal di sekitar
jaringan trofoblastik yang terus berkembang membentuk villi plasenta
(mungkin maksudnya villi chorialis)
7) Aliran darah janin mengalir melalui 2 a. umbilicalis, ke kapiler villi, lalu
kembali ke janin melalui sebuah v. umbilicalis
Aliran darah ibu mengalir dari a. uterina ke sinus maternal di sekeliling
vili dan kembali ke peredaran darah ibu melalui v. uterina.
• Fungsi plasenta
o Transpor oksigen
▪ Terjadi melalui proses difusi sederhana akibat perubahan gradien
tekanan

4
▪ Pada akhir kehamilan, PO2 sinus plasenta sekitar 50 mmHg dan
pada darah janin 30 mmHg sehingga terdapat gradien tekanan rata-
rata untuk difusi O2 sekitar 20 mmHg
▪ Walaupun terkategori rendah, tekanan oksigen ini cukup untuk
mendistribusikan oksigen ke seluruh tubuh janin karena 3 faktor:
✓ Jenis haemoglobin pada fetus (HbF) yang memiliki
kapasitas (afinitas) membawa oksigen 20-50% lebih
banyak
✓ Konsentrasi haemoglobin darah fetus 50% lebih besar
dibandingkan ibu
✓ Adanya efek Bohr yang membuat haemoglobin dapat
membawa lebih banyak oksigen pada PCO2 rendah
dibandingkan pada kondisi PCO2 tinggi.
Darah janin memasuki plasenta membawa CO2 dalam
jumlah besar, setelah berdifusi, kehilangan CO2 membuat
darah fetus lebih alkalis dibandingkan darah maternal,
sehingga kapasitas pengikatan oksigen meningkat.
o Tramspor karbondioksida
▪ Terjadi melalui proses difusi sederhana
▪ PCO2 darah fetus 2-3 mmHg lebih tinggi dibandingkan darah
maternal dan memudahkan perpindahan zat
o Transpor bahan-bahan lain:
▪ Transpor glukosa
✓ Terjadi melalui proses difusi terfasilitasi oleh molekul
pembawa yang terdapat pada sisi trophoblast.
✓ Kadar glukosa darah fetus 20-30% lebih rendah
dibandingkan maternal
▪ Transpor asam lemak
✓ Terjadi melalui difusi, lebih lambat dibandingkan glukosa
▪ Transpor ketone bodies, ion K, Na dan Cl berdifusi dengan
relatif mudah

5
o Ekskresi zat sisa melalui membran plasenta, terjadi secara difusi

4. Fisiologi kardiovaskuler janin


• Sirkulasi janin unik karena beberapa aspek:
o Adanya intracardiac shunt (foramen ovale) dan extracardiac shunt (ductus
venosus dan ductus arteriosus)
o Memiliki resistensi paru yang tinggi
o Memiliki resistensi sistemik yang rendah
• Meskipun konsentrasi oksigen janin adalah yang terendah, fetus beradaptasi
dengan memiliki HbF dan kecepatan perfusi yang lebih besar
• Sirkulasi janin diatur oleh:
o Sistem saraf  Barorefleks di arcus aorta dan arteri carotis sensitive
terhadap perubahan tekanan arteri sistemik
▪ Stimulasi baroreseptor carotis  takikardia ringan dan
peningkatan tekanan darah
▪ Stimulasi baroreseptor arcus aorta  bradikardia dan sedikit
peningkatan tekanan darah
Persarafan simpatis janin masih imatur, sehingga persarafan parasimpatis
(vagal) masih dominan.
Parasimpatis  mempertahankan frekuensi denyut janin dan menjaga
variabilitas denyut jantung
Simpatis  merangsang peningkatan kerja pompa jantung
o Faktor humoral  katekolamin, vasopressin, angiotensin II dan
prostaglandin
• Denyut jantung janin:
o Rata-rata denyut jantung basal pada janin normal berusia 20 minggu
adalah 155x/menit, pada usia 30 minggu adalah 144x/menit dan saat
aterm adalah 140x/menit. Variasi 20x/menit di atas atau di bawahnya
adalah normal

6
o Frekuensi denyut janin ditentukan oleh depolarisasi intrinsic di SA node
yang secara aktif diinhibisi oleh sistem parasimpatis.
o Maturasi sistem parasimpatis berjalan seiring umur kehamilan 
frekuensi denyut jantung janin menurun dengan bertambahnya usia
kehamilan
o Takikardia pada janin (FDJ meningkat > 160 x/menit selama 10 menit):
▪ Penggunaan obat simpatomimetik
▪ Anemia pada janin
▪ Kehilangan darah akut pada janin (akibat solutio plasenta)
▪ Kelainan sistem konduksi jantung janin
▪ Korioamnionitis
o Bradikardia pada janin (FDJ menurun < 110 x/menit selama 10 menit):
▪ Asfiksia akut
▪ Blokade jantung
▪ Agen beta adrenergic
▪ Hipotermia
▪ Kompresi kepala
o Bradikardia berat (FDJ < 80-100 x/menit):
▪ Akibat acute fetal distress
▪ Hipoksia dan hiperkapnia janin  merangsang baroreseptor dan
kemoreseptor  aktivasi pusat kardiovaskuler  peningkatan
tekanan darah lalu merangsang respon vagal  frekuensi denyut
jantung janin menurun
▪ Durasi dan beratnya bradikardi berkorelasi dengan lama dan
beratnya kejadian hipoksia
• Respon janin terhadap stress:
o Janin meskipun hidup dalam kondisi relatif hipoksia, integrasi antara
sirkulasi maternal, fetal dan plasental masih dapat mempertahankan
oksigen dan nutrient yang cukup untuk memenuhi metabolisme basal dan
kebutuhan pertumbuhan
o Gangguan sirkulasi dapat terjadi antara lain akibat:

7
▪ Penurunan aliran darah umbilical (pada kompresi tali pusat)
▪ Penurunan luas plasenta (pada solusio plasenta)
▪ Gangguan aliran darah uterus (pada hipotensi maternal akut atau
kontraksi uterus berlebihan)
▪ Penurunan oksigenasi maternal (misal saat ibu mengalami kejang
 saat kejang terjadi apneu)
o Respon janin terhadap keadaan ini antara lain:
▪ Bradikardia
▪ Peningkatan tekanan darah arteri
▪ Penurunan ventricular output
▪ Perubahan proses pertumbuhan dan perilaku janin
✓ Hipoksia akan menghentikan proses metabolisme aerob
seperti glikolisis dan sintesis protein  pertumbuhan janin
terhambat
✓ Pada asfiksia akut  gerakan ekstremitas akan meningkat
secara singkat, namun bila oksigenasi tak membaik,
gerakan akan menurun untuk mengurangi kebutuhan O2

5. Fisiologi Persalinan Normal


• Istilah:
o Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar
o Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban di dorong keluar
melalui jalan lahir
o Persalinan normal adalah proses lahirnya bayi pada kehamilan cukup
bulan (37-42 minggu) dengan letak belakang kepala tanpa melalui alat-alat
atau pertolongan istimewa serta tidak melukai dan menimbulkan
komplikasi pada ibu dan bayi (kecuali episiotomy). Umumnya
berlangsung dalam waktu 18 jam atau < 24 jam.

8
• Periode tahap-tahap persalinan normal adalah sebagai berikut (di modul Cuma
dijelasin kala I – III):

o Kala I: Fase pematangan / pembukaan cervix


▪ Dimulai pada waktu cervix membuka karena his (kontraksi uterus
yang teratur, makin lama makin kuat dan sering serta terasa nyeri)
▪ Disertai pengeluaran darah-lendir yang tidak lebih banyak dari
darah haid (bloody show)
▪ Kala I berakhir pada waktu pembukaan cervix telah lengkap (bibir
porsio cervix tidak dapat diraba lagi saat periksa dalam)
▪ Selaput ketuban biasanya pecah spontan di akhir kala I
▪ Kala I dapat terbagi menjadi beberapa fase:
✓ Fase laten  dari onset kala I hingga permbukaan cervix 3
cm, biasanya berlangsung 8 jam
✓ Fase aktif
❖ Fase akselerasi  dari pembukaan 3 cm menjadi 4
cm, tercapai dalam 2 jam

9
❖ Fase dilatasi maksimal  dari pembukaan 4 cm
menjadi 9 cm, tercapai dalam 2 jam
❖ Fase deselerasi  dari pembukaan 9 cm menjadi
10 cm (lengkap), tercapai dalam 2 jam
o Kala II: Fase pengeluaran bayi
▪ Dimulai saat pembukaan cervix telah lengkap dan berakhir saat
bayi telah lahir lengkap
▪ His menjadi sangat kuat, lebih sering dan lebih lama
▪ Selaput ketuban mungkin juga baru pecah spontan pada awal kala
II
o Kala III: Fase pengeluaran plasenta
▪ Dimulai setelah bayi lahir lengkap dan berakhir setelah lahirnya
plasenta (lepasnya plasenta dari insersi pada dinding uterus
kemudian keluar dari cavum uteri)
▪ Lepasnya placenta dari insersinya bisa dimulai dari
sentral (Schultze) yang ditandai dengan perdarahan baru atau dari
tepi/marginal (Matthews-Duncan) jika tidak disertai perdarahan,
namun dapat pula terjadi serempak sentral dan marginal
▪ Pelepasan plasenta terjadi karena perlekatan plasenta di dinding
uterus adalah bersifat adhesi, sehingga pada saat kontraksi mudah
lepas dan berdarah. Pada keadaan normal, kontraksi uterus
bertambah keras, fundus setinggi sekitar / di atas pusat
▪ Placenta lepas spontan 5-15 menit setelah bayi lahir (jika
lepasnya plasenta terjadi sebelum bayi lahir, disebut solutio /
abruptio placenta, merupakan gawat darurat obstetrik)
o Kala IV: Observasi pasca persalinan
▪ Sampai dengan 1 jam postpartum, dilakukan observasi
▪ 7 pokok penting yang harus diperhatikan adalah:
✓ Kontraksi uterus harus baik
✓ Tidak ada perdarahan per vaginam atau dari alat genital
✓ Placenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap

10
✓ Kandung kencing harus kosong
✓ Luka di perineum harus dirawat dan tak ada hematoma
✓ Resume keadaan umum bayi
✓ Resume keadaan umum ibu

Tahap persalinan Nullipara Multipara


Kala I Fase laten < 20 jam < 14 jam
Fase aktif 5-8 jam 2-5 jam
Pembukaan cervix Rata-rata 1,2 cm/jam Rata-rata 1,5 cm/jam
Kala II < 2 jam < 1 jam
Kala III < 30 menit < 30 menit

6. Neonatus
• Neonatus merupakan rentang usia dari bayi lahir sampai berusia 4 minggu (1
bulan)
• Segera setelah lahir, bayi harus segera melakukan pernapasan. Alveoli yang
tadinya terisi cairan kini sudah mulai terisi udara, perfusi jaringan harus terjadi,
dan terjadi difusi oksigen dan karbondioksida
• Inisiasi pernapasan bayi:
o Faktor-faktor yang berperan dalam pernapasan pertama bayi:
▪ Stimulasi fisik  terjadi saat penanganan bayi saat persalinan
▪ Kekurangan oksigen dan akumulasi karbondioksida 
meningkatkan frekuensi dan gerakan pernapasan bayi sebelum dan
segera setelah lahir
▪ Kompresi dinding dada  selama bayi turun melalui jalan lahir,
akan memaksa cairan dari saluran napas untuk keluar.
o Pengisian udara pada bayi lahir dikarenakan penggantian yang cepat dari
cairan bronchus dan alveolus menjadi udara
o Cairan residu dari alveolus akan dibersihkan melalui sirkulasi dan
limfatik pulmonal

11
▪ Cairan digantikan oleh udara  kompresi pembuluh pulmonal
berkurang  penurunan resistensi sirkulasi paru  penurunan
tekanan darah pulmonal  penutupan ductus arteriosus secara
normal
o Secara normal, dari pernapasan pertama setelah dilahirkan, secara
progresif udara akan berakumulasi di dalam paru, kemudian seiring
pernafasan selanjutnya tekanan saluran nafas bawah akan menurun
• Pada neonatus matur, setelah pernapasan kelima perubahan tekanan yang
dicapai pada setiap pernafasan sudah mirip orang dewasa
• Pola pernafasan kemudian akan berubah dari inspirasi dangkal dan episodic
menjadi pernapasan regular dan dalam.
• Surfaktan yang dihasilkan oleh pneumosit tipe II akan menurunkan tekanan
alveolar dan mencegah kolaps paru pada setiap ekspirasinya.

7. Dasar-dasar perinatologi
• Setelah bayi lahir, langkah selanjutnya terbagi menjadi dua fokus:
o Fokus pada ibu
o Fokus pada neonatus
▪ Evaluasi terlebih dahulu kemudian menentukan dan melakukan
tindakan yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi dalam waktu
sesingkat-singkatnya:
1) Menilai adaptasi neonatal (APGAR, refleks)
2) Menilai pertumbuhan dan perkembangan janin, sesuai usia
kehamilan, fisik neonatus secara sistematik (ada tidaknya
kelainan morfologi/fisiologi)
3) Memberi identifikasi: jenis kelamin, BB, PB, nama orang
tua
▪ Bila melalui tahapan di atas ditemukan kendala, segera lakukan
tindakan yang diperlukan:

12
✓ Misal skor APGAR tidak adekuat, langsung resusitasi,
tahapan lain ditunda dulu
▪ Skor APGAR dinilai pada waktu satu dan lima menit setelah
kelahiran, dapat diulangi jika skor masih rendah

7-10 Bayi normal


4-6 Agak rendah Memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang menyumbat
jalan napas atau pemberian oksigen untuk membantu bernapas
0-2 Sangat rendah Memerlukan tindakan medis yang lebih intensif

13
PERSALINAN PREMATUR
DEFINISI

Persalinan prematur adalah persalinan sebelum usia kehamilan 37 minggu atau berat badan lahir
antara 500-2499 gram

EPIDEMIOLOGI

• Di AS angka kejadian persalinan premature 8-10%


• Di Indonesia 16-18% dari semua kelahiran hidup
• Ibu yang pernah melahirkan bayi prematur lebih beresiko beresiko 20-30% melahirkan
bayi premature kembali di kehamilan berikutnya

FAKTOR RESIKO

• Idiopatik
o Apabila faktor penyebab lain tidak ada dan penyebab prematuritas tidak dapat
diterangkan, maka penyebabnya dinyatakan idiopatik
• Iatrogenik
o Apabila kehamilan diduga membahayakan janin, janin dipindahkan ke lingkungan
luar yang lebih baik dari rahim ibu
Apabila keadaan ibu terancam oleh kehamilannya, maka dokter akan terminasi
kehamilan dan memaksa janin hidup di dunia luar agar ibu dan janin selamat.
o Kondisi tersebut menyebabkan persalinan premature buatan/iatrogenic (Elective
preterm):
▪ Keadaan ibu yang sering menyebabkan persalinan prematur elektif:
✓ Preeklamsi berat dan eklampsi
✓ Perdarahan antepartum
✓ Korioamnionitis
✓ Penyakit jantung yang berat atau penyakit paru/ginjal yang berat
▪ Keadaan janin yang dapat menyebabkan persalinan premature:

14
✓ Gawat janin (anemia, hipoksia, asidosis atau gangguan jantung
janin)
✓ Infeksi intrauterine
✓ Pertumbuhan janin terhambat (PJT/IUGR)
✓ Isoimunisasi rhesus
✓ Simpul tali pusat pada kembar monokorionik
• Faktor Sosio-demografik
o Faktor psikososial
▪ Kecemasan dan depresi
✓ Terdapat hubungan antara kecemasan dengan prematuritas dan
gangguan pertumbuhan janin
▪ Stress
✓ Stress adalah suatu keadaan dimana individu dituntut berespons
adaptif
✓ Stress pada ibu meningkatkan kadar katekolamin dan kortisol yang
akan mengaktifkan placental corticotrophin releasing hormone
dan mempresipitasi persalinan melalui jalur biologis
✓ Stress juga mengganggu fungsi imunitas yang dapat menyebabkan
reaksi inflamasi atau infeksi intraamnion dan merangsang proses
persalinan
▪ Pekerjaan ibu
✓ Persalinan prematur rendah pada ibu hamil yang bukan pekerja
dibandingkan dengan ibu pekerja
✓ Pekerjaan dapat menimbulkan kelelahan fisik dan stress
➢ Pekerjaan fisik yang berat
➢ Bekerja terlalu lama (long work hours)
➢ Pekerjaan yang menimbulkan stress
▪ Perilaku ibu
✓ Merokok
➢ Merokok mempunyai hubungan kuat dengan kejadian
solutio placenta, BBLR dan kematian janin

15
➢ Resiko persalinan prematur pada perokok meningkat
sebanyak 1,2 kali. Akibat merokok aktif tidak jauh berbeda
dengan merokok pasif selama kehamilan
✓ Alkohol
➢ Berhubungan erat dengan gangguan pertumbuhan, cacat
janin dan persalinan prematur
✓ NAPZA
➢ Marijuana dan kokain diteliti dan dihubungkan dengan
kejadian prematuritas
➢ Kokain menyebabkan kemungkinan prematuritas 2 kali
lebih tinggi, diduga penyebabnya adalah vasokonstriksi
✓ Berat badan sebelum hamil
➢ BB sebelum hamil yang rendah berhubungan dengan
kejadian prematur
➢ BB berlebihan juga terbukti meningkatkan persalinan
prematur spontan
✓ Pertambahan BB selama kehamilan
➢ Ibu dengan IMT rendah (<19,8) dan kenaikan BB selama
hamil < 0,5 kg/minggi akan meningkatkan resiko kejadian
persalinan prematur 3x lipat dibandingkan ibu IMT normal
(19,8-25) yang kenaikan BB selama hamilnya rendah
ATAU 6x lipat jika dibandingkan dengan ibu hamil IMT
normal dan kenaikan BB selama hamilnya juga normal
✓ Komposisi diet
➢ Kekurangan besi, folat, vitamin C, zinc dan asam lemak
rantai panjang (misalnya ikan) meningkatkan resiko
persalinan prematur
✓ Aktivitas seksual
➢ Aktivitas seksual berhubungan dengan persalinan prematur
➢ Diduga akibat cairan semen yang secara langsung
berpengaruh terhadap inisiasi persalinan atau akibat

16
perjalanan ascendens microflora vagina yang patogen saat
koitus (terutama pada wanita terinfeksi trikomoniasis atau
bacterial vaginosis)
o Faktor demografis
▪ Usia ibu
✓ Kehamilan remaja yang berusia < 16 tahun, riwayat ginekologis
muda (remaja yang haid pertamanya ≤ 2 tahun sebelum
kehamilannya)  meningkatkan persalinan prematur pada usia
kehamilan < 33 minggu
✓ Wanita usia ≥ 35 tahun meningkatkan resiko persalinan prematur
▪ Status marital
✓ Persalinan prematur pada ibu yang tidak menikah meningkat pada
semua golongan etnik dan semua golongan usia ibu
✓ Diduga berkaitan dengan kecemasan, stress, dukungan lingkungan
dan faktor sosio-ekonomi
▪ Kondisi sosioekonomi
✓ Kondisi sosioekonomi berkaitan dengan hamil pada usia muda,
tidak menikah, banyak stress, nutrisi kurang, tidak dapat
memanfaatkan pelayanan kesehatan, merokok/NAPZA dan
kekerasan fisik
▪ Ras-etnik
✓ Penyebabnya dikaitkan dengan perbedaan rasial, stress, gaya
hidup, kebiasaan ibu, infeksi dan genetic
✓ Perbedaan antar etnik ini tidak dipengaruhi pendidikan atau
kenaikan status sosioekonomi
• Faktor Maternal
o Inkompetensi serviks
▪ Didiagnosis secara klinis bila terdapat pembukaan serviks pada saat
kehamilan (belum ada kontraksi rahim) dengan pemeriksaan sonografi
o Riwayat reproduksi
▪ Pernah mengalami persalinan prematur

17
▪ Pernah mengalami ketuban pecah dini
▪ Pernah mengalami keguguran (abortus)
▪ Interval kehamilan
▪ Primigravida
o Kehamilan multiple/kehamilan kembar
▪ Kehamilan kembar dua rata-rata hanya mencapai usia kehamilan 35 mgg,
sekitar 60% mengalami persalinan prematur pada usia kehamilan 32 mgg
sampai < 37 mgg dan 12% terjadi persalinan sebelum usia 32 minggu
o Program bayi tabung
o Kelainan uterus
▪ Tumor jinak rahim (mioma submucosa atau mioma subplasenta)
▪ Kelainan uterus bawaan (uterus septum, uterus bikornus, serviks
inkompeten)
▪ Kelainan kongenital saluran Muller (meningkatkan resiko persalinan
prematur 7-29 kali)
o Pemeriksaan kehamilan yang tidak cukup kualitas/kuantitasnya
o Skoring risiko

Skoring Karakteristik ibu Riwayat Kebiasaan Keadaan kehamilan


obstetri sekarang
1 • Dua anak Abortus < 1 Bekerja di Kelelahan fisik
• Sosioekonomi tahun terakhir luar rumah
rendah
2 Usia < 20 tahun 2 kali abortus Merokok > Kenaikan BB < 13 kg
10 batang per sampai 32 minggu
hari
3 Sosioekonomi sangat 3 kali abortus Bekerja berat Sungsang pada
rendah kehamilan 32 minggu,
BB turun 2 kg, kepala
sudah engaged, demam

18
4 Usia < 18 tahun, Perdarahan sebelum 12
pernah pielonephritis minggu, pendataran
serviks, iritabilitas
uterus, plasenta previa
5 Abortus trimester Anomali uterus,
II hidramnion, terpapar
DES
10 Abortus trimester Hamil kembar, operasi
II berulang, abdomen
pernah
persalinan
prematur

• Penyakit medis dan keadaan kehamilan


o Penyakit sistemik, terutama yang melibatkan sistem peredaran darah, oksigenasi,
atau nutrisi ibu dapat menyebabkan gangguan sirkulasi placenta yang akan
mengurangi nutrisi dan oksigen janin  IUGR dan preeklampsi/eklampsi ↑ 
penyebab persalinan prematur buatan untuk menyelamatkan ibu dan janin
o Beberapa penyakit pada ibu tersebut adalah:
▪ Hipertensi kronis dan hipertensi dalam kehamilan
▪ SLE
▪ Penyakit paru restriktif
▪ Hipertiroidisme
▪ Diabetes mellitus pregestasional dan gestasional
▪ Penyakit jantung
▪ Penyakit ginjal
o Kondisi kehamilan ibu yang dapat meningkatkan persalinan prematur:
▪ Hidramnion
▪ Janin dengan kelainan kongenital
▪ Anemia berat

19
• Infeksi
o Berhubungan dengan infeksi saluran kemih dan jalan lahir yang berjalan
ascendens
o Sumber infeksi yang berkaitan dengan persalinan prematur:

Infeksi genital Infeksi intra uterine Infeksi extra uterine


• Bacterial vaginosis • Penjalaran dari saluran genital • Pielonefritis
• Group B • Melalui placenta • Bakteriuri tanpa
streptococcus • Melalui darah (blood borne) gejala
• Chlamydia • Melalui saluran telur • Periodontitis
trachomatis (transfallopian, intraperitoneal) • Malaria
• Iatrogenic (akibat prosedur invasif) • Pneumonia

• Faktor genetic
o Sedang dinilai kontribusi genetik dengan cara tak langsung seperti riwayat
keluarga atau secara langsung pada genotip individual pada lokus tertentu

PENATALAKSANAAN

• Non-farmakologi:
o Konfirmasi umur kehamilan
o Penilaian kontraksi uterus
o Pemantauan tanda vital ibu
o Pemantauan bunyi jantung janin
o Pemeriksaan tambahan:
▪ USG menilai presentasi
▪ Biometri janin
▪ Adanya anomaly
▪ Velositas arteri umbilicalis
▪ Indeks cairan ketuban
▪ Pemeriksaan placenta

20
▪ Morfologi serviks
o Tirah baring
• Farmakologi:
o Pemberian tokolitik
▪ Salbutamol  10 mg dalam NaCl atau RL
✓ Dimulai dengan infus 10 tetes/menit, bila kontraksi masih ada
lanjutkan 10 tetes/menit setiap 30 menit sampai kontraksi berhenti
ATAU nadi ibu > 120 x/menit.
✓ Bila kontraksi berhenti lanjutkan sampai 12 jam setelah kontraksi
berakhir
✓ Untuk dosis jaga, berikan peroral 3x4 mg/hari selama 7 hari
o Pemberian kortikosteroid
▪ Deksametason 6 mg tiap 12 jam sampai 4 dosis
▪ Betametason 12 mg sampai 2 dosis dengan interval 24 jam
o Pemberian MgSO4 untuk proteksi otak janin
▪ Loading dose 4 gr MgSO4 (10 cc MgSO4 40%) dilarutkan dalam 100 cc
RL  berikan selama 15-20 menit
▪ Dosis rumatan 8 gr dilarutkan dalam 500 cc RL, tetesan 20 gtt/menit
selama 4 jam

21
KEHAMILAN POSTMATUR
DEFINISI

Kehamilan yang memanjang hingga 42 minggu atau lebih

EPIDEMIOLOGI

• 7% dari semua kehamilan adalah kehamilan postmature


• Prevalensi bervariasi tergantung pada:
o Karakteristik populasi:
▪ Presentase primigravida dalam populasi yang diteliti
▪ Prevalensi obesitas
▪ Kehamilan postmatur sebelumnya
▪ Predisposisi genetik
o Praktik manajemen lokal
• Proporsi wanita dengan komplikasi kehamilan dan frekuensi persalinan spontan juga
mempengaruhi tingkat kehamilan postmatur
• Praktik manajemen lokal seperti IOL, perbedaan dalam penggunaan USG untuk tanggal
kehamilan, dan angka operasi caesar elektif akan mempengaruhi keseluruhan kehamilan
postmatur
• Di AS peningkatan kejadian IOL dikaitkan dengan penurunan jumlah kehamilan
postmatur:
o Kehamilan postmatur di luar 41 minggu menurun dari 18% thn 1998 menjadi
14% thn 2005
o Kehamilan postmatur di luar 42 minggu menurun dari 10% thn 1998 menjadi 4%
thn 2005

ETIOLOGI

• Belum diketahui secara pasti

22
FAKTOR RESIKO

• Primiparitas
• Kehamilan post term sebelumnya
o Resiko meningkat 27% dengan 1 kehamilan postmatur sebelumnya
o Resiko meningkat 39% dengan 2 kehamilan postmatur sebelumnya
• Janin laki-laki
• Obesitas
o Wanita dengan BMI tinggi memiliki insidensi kehamilan postmatur lebih tinggi,
sedangkan BMI rendah memiliki insidensi kehamilan prematur tinggi
▪ Wanita gemuk memiliki sistem metabolisme tubuh yang berubah
▪ Faktor endokrin yang terlibat dalam inisiasi persalinan berubah pada
wanita gemuk
• Faktor hormonal
• Predisposisi genetik
o Wanita yang memiliki ibu dengan kehamilan postmatur memiliki resiko
kehamilan postmatur yang lebih tinggi

PATOGENESIS

• Patogenesis kehamilan post term masih belum diketahui, namun terjadinya kehamilan
postterm sangat berpengaruh pada beberapa faktor seperti proses hormonal, proses
mekanik dan peradangan plasenta.
o Plasenta yang memproduksi hormon kortikotropin peptide (CRH)
mempengaruhi lama tidaknya kehamilan
▪ Sintesis CRH oleh plasenta meningkat secara eksponensial saat kehamilan
memuncak pada saat persalinan
▪ Pada wanita yang melahirkan secara prematur, peningkatan eksponensial
lebih cepat daripada kelahiran aterm
▪ Pada wanita yang melahirkan postterm, laju peningkatannya lebih lambat

23
PENATALAKSANAAN

KOMPLIKASI

• Komplikasi maternal
o Distosia persalinan (9-12% berbanding 2-7% pada kehamilan aterm)
o Laserasi perineum yang parah (robekan derajat 3 & 4) berhubungan dengan
makrosomia
o Persalinan per vaginam operatif
o Resiko Caesar meningkat 2 kali lipat
▪ Berkaitan dengan peningkatan insiden endometritis, pendarahan dan
penyakit tromboemboli
o Korioamnionitis
o Pendarahan post partum
o Endomiometritis

24
• Komplikasi fetal dan neonatal
o Angka kematian perinatal pada kehamilan postterm lebih tinggi dibandingkan
aterm
▪ 2 kali lebih tinggi pada kehamilan 42 minggu
▪ 4 kali lipat pada usia kehamilan 43 minggu
▪ 5-7 kali lipat pada kehamilan 44 minggu
o Diduga kematian perinatal disebabkan oleh:
▪ Insufisiensi utero-plasenta
▪ Aspirasi meconium
▪ Infeksi intrauterine

25
GAWAT JANIN
DEFINISI

Suatu keadaan dimana terdapat hipoksia pada janin, keadaan tersebut dapat terjadi baik pada
antepartum maupun intrapartum

ETIOLOGI

• Pengencangan otot uterus secara involunter untuk melahirkan bayi


• Infeksi  dapat menyebabkan gangguan FDJ janin
• Perdarahan
• Abrupsi plasenta
• Plasenta yang terlalu dini melepaskan diri dari fetus
• Tali pusat prolapse/menumbung  Tali pusat terkompresi sehingga perfusi janin ↓
• Hipotensi
• Kejang ibu  hipoksia ibu  perfusi janin sedikit
• Masalah pernafasan janin
• Persalinan lama  placenta sebenarnya sudah lepas, bayi bisa asfiksia kalau lama ga
keluar, biasa disebabkan:
o Distosia bahu
o Posisi dan presentasi abnormal dari fetus
• Partus prematur atau postmatur
o Prematur  placenta belum sebagus aterm tpi sudah lepas, organ janin belum
berkembang sempurna
o Postmatur  placenta sudah aging (berkalsifikasi) setelah umur ≥ 40 minggu
sehingga perfusi ↓
• Faktor penyebab gawat janin intrapartum (sudah ada kala tapi ada gangguan sehingga
menyebabkan gawat janin):
o Penyakit vascular uteroplasental
o Perfusi uterus berkurang

26
o Sepsis pada janin
o Pengurangan cadangan janin
o Kompresi tali pusat
o Pengurangan jumlah cairan ketuban
o Hipovolemia ibu

INSIDENSI

• Diperkirakan 10% bayi baru lahir memutuhkan bantuan untuk bernapas pada saat lahir
dan 1% saja membutuhkan resusitasi yang ekstensif (dibahas juga di bagian resusitasi
neonatus)
o Penilaian awal saat lahir harus dilakukan pada semua bayi:
▪ Apakah bayi cukup bulan
▪ Apakah bayi menangis atau bernapas
▪ Apakah tonus otot bayi baik

FAKTOR RESIKO

• Wanita hamil usia > 35 tahun


• Wanita dengan riwayat bayi lahir mati
• Pertumbuhan janin terhambat  nutrisi janin sedikit sejak lama sehingga hipoksia
• Oligohidramnion atau polihidramnion
o Harus di investigasi kelainannya di ibu atau di bayi, cairan amnion kan asalnya
bermacam-macam bisa dari urine bayi juga
▪ Bisa ada kelainan kongenital pada bayi seperti anencephaly, gangguan
hipofisis, gangguan ginjal bayi  keadaan janin seperti ini bisa
menyebabkan gawat janin nantinya
o Oligohidramnion bisa menyebabkan kompresi tali pusat krn bayinya ga
melayang-layang lagi

27
• Kehamilan ganda/gemelli  suplai perfusi terbagi, ada yang hanya dapet sedikit jadi
beresiko
• Sensitasi rhesus
• Hipertensi, DM dan penyakit kronis lainnya  aterosklerosis ibu, perfusi uteroplasental
kurang baik
• Berkurangnya gerakan janin
• Kehamilan serotinus

PATOGENESIS / PATOFISIOLOGI

MANIFESTASI KLINIK

• Berkurangnya gerakan janin


o Untuk deteksi dini ibu bisa melakukan kick count  janin harus bergerak minimal
10 gerakan dari saat makan pagi sampai dengan makan siang

28
▪ Bila jumlah minimal 10 gerakan sudah tercapai, ibu tidak harus
menghitung lagi sampai hari berikutnya
▪ Bila ternyata tidak tercapai, ibu diminta segera datang ke RS atau pusat
kesehatan terdekat untuk pemeriksaan lebih lanjut
• Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban pada letak kepala
o Kalau letak kepala curigai gawat janin
o Kalau letak gluteus bisa aja itu memang meconium dari anus
• Takikardi/bradikardi/iregularitas dari denyut jantung janin
• Asidosis janin (diperiksa dengan mengambil sampel darah janin)

PEMERIKSAAN PENUNJANG (SIMPO)

• Amniotic fluid index (AFI) (menggunakan USG)


o Prosedur:
▪ Uterus dibagi menjadi 4 kuadran dengan linea nigra sebagai aksis vertical
dan umbilicus sebagai aksis horizontal
▪ Range terdalam dari 4 ruangan dalam 4 kuadran diukur secara vertical,
kemudian dijumlahkan, hasilnya adalah nilai AFI

29
o Interpretasi:
▪ Nilai AFI bergantung pada umur kehamilan, nilai yang sering dijadikan
acuan:
✓ AFI 8-18 cm dianggap normal, AFI rata-rata adalah 14 cm dari
minggu ke 20 – 35
✓ AFI < 5 cm dianggap oligohidramnion
✓ AFI > 20-24 cm dianggap polihidramnion
• Fetal non-stress test (NST)
o Dilakukan pada usia kehamilan > 28 minggu
o Prosedur:
▪ 2 buah sabuk dilingkarkan pada abdomen ibu, 1 untuk mengukur kontraksi
dan 1 untuk mengukur FDJ janin
▪ Pergerakan, FDJ dan reaktivitas FDJ terhadap pergerakan diukur selama
20-30 menit
▪ Apabila bayi tidak bergerak, mungkin bayinya tidur, dapat digunakan
suatu buzzer untuk membangunkan bayi
o Interpretasi:
▪ Bayi yang sehat akan merespon dengan peningkatan FDJ saat ada
pergerakan dan penurunan FDJ saat istirahat  perfusi bayi adekuat
▪ Bayi tidak merespon  perfusi bayi kurang, atau ada alasan lain seperti
pola tidur dan konsumsi obat-obatan maternal
• Contraction stress test (CST)
o Mungkin dilakukan saat kehamilan untuk mengukur FDJ bayi ketika kontraksi
uterus. Bertujuan untuk memastikan bayi akan mendapatkan oksigen cukup dari
placenta dalam proses kelahiran
o Prinsip: ketika uterus berkontraksi, aliran darah dan oksigen menuju placenta
akan berkurang sementara. Apabila placenta dalam keadaan sehat, masih ada
cadangan darah yang siap menyediakan perfusi untuk bayi saat terjadinya
kontraksi, sehingga FDJ bayi tidak akan menurun.

30
o Prosedur:
▪ Pasien dianjurkan tidak makan/minum 6-8 jam sebelum tes dan
mengosongkan kandung kemih (untuk mengantisipasi mungkin hasil tes
mengindikasikan untuk operasi SC darurat)
▪ Pemeriksa melingkarkan 2 alat pada perut pasien, 1 untuk memonitor FDJ,
1 untuk merekam kontraksi uterus
▪ Pemeriksaan dilakukan sampai terdapat 3 kontraksi dalam 10 menit,
masing-masing berlangsung selama 40-60 detik (dapat memakan waktu
sampai 2 jam)
▪ Apabila tak ada kontraksi pada 15 menit pertama, pemeriksa dapat
memberikan oksitosin IV
▪ Setelah pemeriksaan berakhir, pasien harus menunggu sampai kontraksi
kembali ke kondisi pretest
o Interpretasi:
▪ Apabila FDJ tidak melambat karena kontraksi  bayi dalam kondisi baik
▪ Bila FDJ menurun setelah lebih dari setengah kontraksi  bayi dalam
keadaan stress (bisa false positive hingga 30%)

PENATALAKSANAAN

• Tatalaksana untuk pola denyut jantung janin yang meragukan:


o Reposisi pasien (ke sisi kiri)
o Menghentikan stimulansia uterus dan koreksi hiperstimulasi uterus
(menghentikan oksitosin)
o Identifikasi penyebab:
▪ Apakah ada penyebab maternal:
✓ Demam ibu, obat-obatan
▪ Jika tidak ada penyebab maternal tetapi DJJ tetap abnormal minimal 3
kontraksi, lakukan pemeriksaan vaginal:
✓ Jika ditemukan perdarahan dengan nyeri konstan atau intermitten
 curiga solusio plasenta

31
✓ Bila ada sekret vagina berbau, disertai demam ibu  beri
antibiotic sesuai penatalaksanaan amnionitis
✓ Bila tali pusat di bawah bagian terendah atau ada di vagina 
tangani sesuai prolapse tali pusat
▪ Bila DJJ abnormal menetap atau ada tanda gawat janin tambahan,
rencanakan persalinan
o Koreksi hipotensi ibu yang berhubungan dengan anestesi regional
o Pemberitahuan tenaga anestesi dan perawat untuk kebutuhan persalinan darurat
o Monitor denyut jantung janin di ruang operasi sebelum menyiapkan kelahiran per
abdominal
o Adanya tenaga kompeten yang hadir untuk resusitasi dan penanganan neonatus
o Pemberian oksigen ke ibu
• Prosedur berikut juga dapat menjadi pilihan:
o Pemberian tokolitik:
▪ Injeksi SC atau IV tunggal Terbutalin sulfat 0,25 mg  untuk relaksasi
uterus  inhibisi kontraksi uterus dapat meningkatkan oksigenasi janin
dan menghasilkan resusitasi intrauterus
o ATAU pemberian dosis kecil nitrogliserin IV 60 – 180 μg
o Amnioinfusion:
▪ Terbukti meningkatkan pola denyut jantung pada setengah dari jumlah
sampel yang diteliti. Amnioinfusion transvaginal digunakan untuk:
✓ Penanganan deselerasi variabel atau deselerasi lama
✓ Profilaksis kasus-kasus oligohidramnion seperti ketuban pecah dini
✓ Usaha untuk mengencerkan atau ‘mencuci’ meconium yang kental
▪ 500 – 800 mL bolus cairan fisiologis hangat diikuti infus kontinyu 3
mL/menit ATAU
500 mL bolus ditambah infus kontinyu 3 ml/menit ATAU
500 mL bolus cairan fisiologis dalam temperature ruangan

32
PENCEGAHAN (SIMPO)

• ANC
• Kontrol tekanan darah
• Jangan merokok
• Tidak hamil usia > 35 tahun
• Kontrol GD pada DM

KOMPLIKASI (SIMPO)

• Gagal nafas
• IUFD
• Kematian bayi setelah persalinan

33
IUFD
DEFINISI

Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and Gynecologists: Janin yang mati
dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih dan/atau dengan berat janin 500 gram atau
lebih

Menurut The US National Central for Health Statistic: Janin yang mati dalam rahim pada
kehamilan 20 minggu atau lebih dan/atau dengan berat janin 350 gram atau lebih

Definisi lain: kematian janin dalam rahim pada umur kehamilan 22 minggu atau lebih

Apabila kematian janin terjadi saat persalinan dengan umur kehamilan > 28 minggu disebut
sebagai: kematian janin dalam persalinan (intrapartum fetal death)

EPIDEMIOLOGI

• Kematian konsepsi diperkirakan terdapat pada 75% wanita yang mencoba untuk hamil,
kematian perinatal (stillbirth dan kematian neonatus) mencapai 1% di AS
• Rata-rata kematian adalah 6,9 kematian dalam 1000 kelahiran
• Angka IUFD lebih tinggi pada umur kehamilan yang lebih rendah (80% IUFD terjadi
sebelum aterm dan setengahnya pada usia kehamilan < 28 minggu)

ETIOLOGI

• Penyebab janin (25-40%):


o Anomali kromosom
▪ Kelainan gen tunggal: thalassemia, cystic dibrosis, spinal muscular
atrophy, achondroplasia, hemofilia dan hyperplasia adrenal kongenital
▪ Kelainan lebih dari satu gen: diabetes, hipertensi, asma
▪ Kelaianan jumlah kromosom (trisomy, monosomi, triploidi, tetraploidi)
▪ Kelainan struktur kromosom (translokasi, delesi, inversi, insersi)

34
✓ Kelainan jantung kongenital  dipengaruhi oleh lebih dari 100
gen dan memiliki faktor resiko yang multifaktorial
✓ Defek bumbung neural  diduga akibat metabolisme asam folat
yang abnormal  diduga akibat kelainan pada enzim MTHFR
➢ Anencephaly
➢ Spina bifida
▪ Kelainan imprinting gen: sindrom Prader Willi dan Angleman
▪ Kelainan kromosom seks: infertilitas, seks ambiguous, retardasi mental,
perawakan pendek, perawakan tinggi, mikropenis, dll.

Penyakit genetik ini menimbulkan masalah perinatal, terbagi sebagai berikut:


▪ Penyakit berat atau kecacatan pada masa bayi/anak dan belum ada
pengobatan optimal  harus didiagnosis prenatal dan diindikasikan
terminasi kehamilan bila janin terdiagnosis sebagai penderita, contoh:
✓ Thalassemia
✓ Spinal muscle atrophy
✓ Kelainan kromosom
▪ Penyakit berat atau kecacatan pada masa bayi/anak tapi masih bisa
dicegah bila didiagnosis dini dan pengobatan dimulai sejak dikandung
atau segera setelah lahir, contoh:
✓ Congenital adrenal hyperplasia  dicegah dengan kortiko
▪ Kematian hasil konsepsi (abortus, IUFD atau kematian bayi segera setelah
lahir)  bila terdiagnosis prenatal diindikasikan untuk terminasi:
✓ HbBart hydrops fetalis
✓ Kelainan kromosom
✓ Spinal muscle atrophy
✓ Thanathropic dysplasia
o Defek lahir non-kromosomal
o Non-immune hydrops

35
o Infeksi (virus, bakteri, protozoa)
▪ Diduga teori ascending infection dari vagina melewati serviks menuju
ruang amnion
▪ Infeksi yang sering menjadi penyebab:
✓ E. coli, Sifilis kongenital
✓ CMV, Parvovirus B19, Rubella, Varicella (zoster), Listeriosis,
Mumps
• Penyebab plasenta (25-35%)  • Penyebab maternal (5-10%):
kelainan pada plasenta, membrane o Antibodi antifosfolipid
atau tali pusat: (termasuk antibody
o Placental infarct anticardiolipin)
o Ketuban pecah dini ▪ Bersama lupus
o Abrupsi plasenta anticoagulant dapat
▪ Pendarahan dapat menyebabkan
keluar melalui serviks vasculopathy decidua,
atau terperangkap infark plasenta,
antara membrane dan IUGR, aborsi
uterus, menyebabkan berulang, kematian
concealed janin
haemorrhage o Diabetes
 berbahaya karena o Kelainan hipertensif
dapat mengakibatkan o Trauma
koagulopati o Persalinan yang tidak normal
konsumtif o Sepsis
o Pendarahan fetal-maternal o Asidosis
o Gangguan tali pusat o Hipoksia
o Insufisiensi plasenta o Ruptur uterine
o Asfiksia intrapartum o Kehamilan postterm
o Previa o Trombofilia herediter
o Twin-to-twin transfusion o Obat-obatan
o Chorioamnionitis • Tidak dapat dijelaskan (25-35%

36
FAKTOR RESIKO

(ga kelihatan di modul)

PATOGENESIS (SIMPO)

• Bayi karena berbagai faktor resiko tersebut dapat menyebabkan:


o Asidosis metabolic  gangguan fungsi otak
o Iskemik  encephalopathy

DIAGNOSIS

• Secara klinik kematian janin harus dicurigai bila pasien melaporkan tidak ada gerakan
janin, terutama kalau rahim tetap kecil meski sudah mencapai tanggalnya
• Enam langkah mencari etiologic kematian janin:
1) Riwayat penyakit ibu dan riwayat penyakit keluarga
▪ Evaluasi riwayat obstetric dahulu, menekankan pada kematian janin
sebelumnya
▪ Evaluasi riwayat kehamilan sekarang:
✓ Umur kehamilan
✓ Pertumbuhan janin
✓ Riwayat pendarahan dalam kehamilan
✓ Peningkatan pembuluh darah
✓ Penyakit sebelumnya atau kemungkinan ibu terpapar virus
✓ Pemakaian obat-obatan selama kehamilan
✓ Penilaian ibu terhadap gerakan janin
▪ Evaluasi pemeriksaan antenatal
✓ USG termasuk pemeriksaan cairan amnion
✓ Pemeriksaan lab (darah rutin termasuk)
✓ Diagnosis prenatal
✓ Pemantauan kesejateraan janin (NST, biophysical profiles, dopler)

37
▪ Evaluasi riwayat keluarga
2) Pemeriksaan ibu
▪ USG bila mungkin untuk mengetahui adanya kelainan kongenital
▪ Pemeriksaan darah rutin termasuk hitung trombosit
▪ Kleihauer test
▪ Pemeriksaan golongan darah atau pemeriksaan adanya antibody
▪ HbA1C
▪ Pemeriksaan mikrobiologi, pertimbangkan bila:
✓ Dicurigai adanya infeksi sebagai faktor penyebab kematian janin
✓ Kematian janin masih belum jelas
✓ Antara lain: IgG IgM terhadap parvovirus, toxoplasma dan CMV;
pemeriksaan HIV, sifilis dan serologi rubella; kultur darah untuk
mencari Listeria; kultur sekret cervix dan vagina
3) Pemeriksaan janin mati
▪ Pemeriksaan fisik  lakukan segera setelah kelahiran janin yang mati
✓ Pemeriksaan umum:
➢ Keadaan janin masih segar atau sudah maserasi
➢ BB dengan umur kehamilan, apakah sesuai
➢ Pengukuran lingkar kepala, dada perut; panjang kepala-
tumit, kepala-pinggang, kepala-kaki
➢ Warna vermik putih atau berwarna meconium, apakah ada
lesi pada kulit berupa vesikel, dll.
✓ Pemeriksaan pada kepala dan wajah
➢ Penampakan umum kepala dan wajah apakah ada kelainan
➢ Hubungan kuantitatif antara bagian-bagian tubuh:
❖ Jarak kepala-wajah apakah sesuai lingkar kepala 
rasio untuk menentukan hidro/mikrosefalus
❖ Jarak canthus mata apakah sesuai lingkar kepala 
rasio mengindikasikan hipo/hipertelorisme
❖ Apakah letak telinga normal  normalnya setinggi
pangkal hidung dengan aksis vertical

38
➢ Pemeriksaan kelainan struktural yang Nampak
❖ Ante  hidung rata, mata kecil, celah bibir, dll.)
❖ Poste  anencephalus, encephalocele, dll.)
✓ Pemeriksaan leher
➢ Apakah pendek
➢ Apakah ada hygroma kistik
➢ Apakah ada meningomyelokel
✓ Pemeriksaan badan
➢ Apakah ada edema, distensi abdomen
➢ Apakah ada kelainan spesifik seperti:
❖ Ventral: omphalocele, hernia umbilicus, dll.
❖ Dorsal: rachitis, meningokel, meningomyelokel
❖ Insersi tali pusat apakah normal
❖ Genital externa apakah ada, ukurannya gimana
❖ Anus apakah ada atau tidak
✓ Pemeriksaan ekstremitas
➢ Panjangnya normal atau tidak
➢ Apakah ada kelainan spesifik
▪ Otopsi, dapat memberikan keterangan tentang:
✓ Penyebab kematian
✓ Informasi bagi orang tua tentang kehamilan di kemudian hari
✓ Informasi bagi saudara yang hidup
4) Pemeriksaan tali pusat
▪ Panjang dalam cm
▪ Jumlah pembuluh darah
▪ Penampakan tali pusat apakah tebal/tipis
▪ Lilitan tali pusat
▪ Sampel darah dari tali pusat janin segar, terdiri dari:
✓ Pemeriksaan darah rutin, golongan darah, antibody direct
✓ Pemeriksaan sitogenetik apabila terdapat tanda-tanda:

39
➢ Malformasi kongenital melalui USG atau pemeriksaan
janin yang mati
➢ Hydrops foetalis
➢ IUGR berat
➢ Kelainan cairan amnion
➢ Hemaprodit
➢ Riwayat orang tua dengan:
❖ Abortus berulang
❖ Kematian janin terdahulu yang tidak jelas sebabnya
❖ Kematian neonatal terdahulu tanpa sebab jelas
❖ Anak terdahulu dengan kelainan kongenital
✓ Kultur untuk mencari Listeria dan mendukung etio infeksi
5) Pemeriksaan placenta
▪ Pemeriksaan plasenta dikirimkan dalam larutan faal/formalin dan dalam
kondisi segar
▪ Kegunaan pemeriksaan plasenta:
✓ Infeksi bakteri intra uterin
✓ Penurunan aliran darah pada plasenta
✓ Penolakan sistem imun ibu terhadap janin
• Bila dengan pemeriksaan diatas tetap tidak menemukan jawaban dapat dilakukan tes
berikut:
o Pemeriksaan antiphospholipid antibody
o Pemeriksaan untuk mencari penyakit thrombophilia seperti:
▪ Faktor V Leiden
▪ Defisiensi protein S
▪ Defisiensi protein C
▪ Defisiensi antithrombin
▪ Hiperhomosisteinemi
o Apabila dicurigai TB, lakukan tes tuberkulin pada ibu

40
• Beberapa tanda lain yang dapat ditemukan pada IUFD:
o Dengan Sinar X:
▪ Gas dalam sistem kardiovaskuler (tanda Robert), terjadi setelah 3-4 hari
▪ Tumpang tindih tulang tengkorak janin (Spalding sign) akibat pencairan
otak
▪ Pelengkungan atau angulasi yang nyata dari tulang belakang (setelah
maserasi ligamentum spinosum

PENATALAKSANAAN

• Rencana penatalaksanaan:

41
o Sekitar 80% pasien akan mengalami persalinan spontan dalam 2-3 minggu setelah
kematian janin dan hanya 10% janin mati yang bertahan dalam uterus > 3 minggu
▪ Persalinan spontan dipengaruhi faktor RH-isoimunisasi
▪ Koagulopati terjadi sebelum 4 minggu pada 5 pasien dengan janin mati
yang berhubungan dengan Rh isoimunisasi
▪ Janin mati akan direabsorbsi jika terjadi sebelum usia 12 minggu
kehamilan, lebih dari ini janin akan mengalami dehidrasi dan gepeng
disebut fetus papiraseus atau janin kompresus
• Induksi persalinan:
o Alasan dilakukannya induksi persalinan:
▪ Beban emosional pasien yang karena mengandung mayat janin
▪ Kemungkinan infeksi dalam rahim walaupun kejadiannya jarang
▪ 10% resiko DIC bila mayat janin dipertahankan > 5 minggu
o Pilihan terapi dengan larutan hipertonik:
▪ Oksitosin
✓ Diberikan setelah 28 minggu kehamilan, kalau serviks cukup baik
(pembukaan > 6) dan tidak ada kontraindikasi
➢ Kalau pembukaan udah 6, artinya bentar lagi juga udh mau
lahir, reseptor oksitosin udh banyak. Kalau belum kasih
saja prostaglandin
➢ Apabila serviks tidak baik untuk induksi, dapat diberikan 1
atau lebih laminaria tentaria pada saluran serviks sebelum
induksi
✓ Diberikan secara drip dengan serangkaian infus yang terkendali
setiap hari
▪ Prostaglandin
✓ Vaginal suppositoria PGE2 (Prostin) digunakan minggu ke 12 –
28 kehamilan 10-20 mg / 4-6 jam
✓ Misoprostol (PGE1) suppositoria/oral 400 mcg / 4-6 jam
✓ Efek samping:
➢ Demam, takikardi, gejala GIT (muntah, diare)

42
✓ Kontraindikasi: wanita seneng SC  bisa ruptur uteri
o Prinsip yang harus diperhatikan dalam induksi persalinan:
▪ Berbagai macam agen yang dapat meningkatkan tonus uterus memiliki
kemungkinan menyebabkan ruptur uterus
▪ Walaupun efektif di semua umur kehamilan, prostaglandin semakin efektif
dengan semakin tuanya umur kehamilan
✓ Diberikan apabila tersedia serta dokter dan daerah prakteknya
biasa menggunakannya
✓ Dosis awal diberikan pada saat kehamilan dan dosis berikutnya
apabila ada respon pemberian prostaglandin
▪ Prostaglandin dosis tinggi akan selalu berhubungan dengan efek samping
▪ Miometrium tidak sensitif terhadap oksitosin yang diberikan jauh dari
waktunya
✓ Oksitosin diberikan untuk induksi persalinan bila serviks dapat
melunak (Bishop score > 4) yang umumnya terdapat di usia
kehamilan > 35 minggu
✓ Selalu hati-hati dengan pemakaian
▪ Penipisan dan perlunakan serviks didefinisikan dengan Bishop score
merefleksikan sensitivitas myometrium terhadap oksitosin
▪ Stimulasi uterus dengan prostaglandin dan oksitosin lebih banyak
dihubungkan dengan kerusakan uterus dan serviks
o Metode lain induksi persalinan selain medikasi
▪ Menggunakan kateter
▪ Pasang laminaria yang bersifat higroskopis
▪ Membrane sweeping untuk memisahkan membran dengan dinding uterus
o Penanganan rasa sakit pada induksi persalinan:
▪ Narkotik dosis tinggi
✓ Morfin
✓ Dilaudid PCA
▪ Epidural anesthesia (bila rasa sakit luar biasa)

43
• Penatalaksanaan DIC pada IUFD
o Penambahan volume darah atau penggunaan terapi komponen (kriopresipitat
atau plasma beku yang segar) diberikan sebelum intervensi
o Apabila terlihat tanda-tanda koagulopati sebelum persalinan, dapat diberikan
heparin untuk menghentikan konsumsi faktor-faktor koagulopati.
▪ Heparin dapat dihentikan dan persalinan dapat dimulai setelah 6 jam
▪ Kontraindikasi: terdapat tanda-tanda koagulopati saat ada tanda
persalinan atau pendarahan aktif
• Prosedur operasi:
o Indikasi dilakukannya SC:
▪ Indikasi absolut:
✓ Plasenta previa
✓ CPD
✓ Riwayat SC klasik
✓ Riwayat telah dilakukan 2 atau lebih tindakan SC
✓ Ancaman ruptur uteri
✓ Adanya ruptur uteri
▪ Indikasi relatif:
✓ Riwayat dilakukan SC < 2 kali
✓ Letak lintang

KOMPLIKASI

• Disseminated intravascular coagulation (DIC)


o Adanya perubahan proses pembekuan darah yang menyebabkan pendarahan atau
internal bleeding
o Disebabkan karena adalanya faktor pembekuan janin yang masuk ke ibu, barrier
placenta sudah rusak dan tak bisa menahan
o Fibrinogen menurun (hypofibrinogenemia) dan menyebabkan darah sulit
membeku  pendarahan persalinan akan sulit berhenti
o Diterapi dengan pemberian darah segar atau fibrinogen

44
• Infeksi
• Koagulopati maternal
o Jarang terjadi sebelum 4-6 minggu setelah kematian janin
o Proses melahirkan janin meninggal harus secara normal bila memungkinkan,
operasi hanya dilakukan jika ada kesulitan seperti posisi melintang janin atau ibu
mengalami preeklampsia

PROGNOSIS

• Prognosis ibu baik bila terdeteksi segera


• Apabila pernah mengalami IUFD, bukan berarti ibu tidak bisa hamil lagi, hanya saja
sebaiknya ibu sudah mengetahui penyebab pasti kematian janinnya sebelum hamil lagi
agar bisa mengantisipasi hal-hal yang menjadi permasalahan kasus tersebut

45
RESUSITASI NEONATUS
EPIDEMIOLOGI

• Diperkirakan 10% bayi baru lahir membutuhkan bantuan bernapas dan 1% memerlukan
resusitasi ekstensif

PROSEDUR

• Penilaian awal saat lahir harus dilakukan pada semua bayi:


o Apakah bayi cukup bulan
o Apakah bayi menangis atau bernapas
o Apakah tonus otot bayi baik
• Bayi yang memenuhi kriteria diatas akan dikeringkan dan dipertahankan tetap hangat,
lalu dibaringkan di dada ibunya
Bayi yang tidak memenuhi kriteria tersebut kemudian akan dilakukan satu atau lebih
tindakan berurutan berikut:
1) Langkah awal stabilisasi (dilakukan dalam ± 60 detik)
▪ Berikan kehangatan  letakkan bayi di bawah pemancar panas
▪ Memposisikan bayi pada posisi menghidu/sedikit tengadah untuk
membuka jalan napas
▪ Membersihkan jalan napas bila perlu:
✓ Jika cairan amnion jernih:
➢ Pengisapan langsung segera setelah lahir tidak dilakukan
rutin, hanya pada kasus obstruksi napas yang perlu VTP
✓ Jika terdapat meconium
➢ Lakukan pengisapan endotrakeal pada bayi dengan ketuban
berwarna mekonium serta bayi tidak bugar
➢ Bila intubasi perlu waktu lama dan/atau tidak berhasil,
ventilasi dengan balon dan sungkup dilakukan terutama
jika ada bradikardia persisten
▪ Megeringkan bayi

46
▪ Stimulasi napas
2) Ventilasi
▪ Ventilasi tekanan positif (VTP)
✓ Jika bayi tetap apneu atau megap-megap ATAU jika FDJ <
100x/menit setelah langkah awal, VTP dimulai
✓ Diberikan dengan frekuensi napas 40-60 kali per menit untuk
mencapai dan mempertahankan FDJ > 100 x/menit
✓ Menekan VTP seperempat kapasitas tabungnya saja (simpo)
✓ Penilaian ventilasi apakah adekuat atau tidak dengan
memperhatikan FDJ
▪ Menilai kebutuhan oksigen dan pemberian oksigen
✓ Tatalaksana oksigen perlu diperhatikan karena kekurangan maupun
kelebihan oksigen dapat merusak bayi
✓ Persentil oksigen berdasarkan waktu dapat dilihat pada algoritma
✓ Penggunaan osimetri nadi (pulse oximetry) direkomendasikan jika:
➢ Resusitasi diantisipasi
➢ VTP diperlukan lebih dari beberapa kali napas
➢ Sianosis menetap
➢ Oksigen tambahan diberikan
❖ Diberikan dengan udara atau oksigen campuran
(blended oxygen) dan dilakukan filtrasi konsentrasi
oksigen untuk mencapai SpO2 sesuai target
❖ Jika bayi bradikardia setelah 90 detik resusitasi O2
konsentrasi rendah, naikkan konsentrasi sampai
100% hingga didapatkan FDJ normal
3) Kompresi dada
▪ Diindikasikan pada FDJ < 60x/menit setelah ventilasi adekuat dengan
oksigen selama 30 detik
▪ Rasio kompresi neonatus adalah 3 : 1
▪ Pernapasan, FDJ dan oksigenasi harus dinilai periodic dan kompresi-
ventilasi tetap dilakukan sampai FDJ ≥ 60x/menit

47
4) Pemberian epinefrin dan/atau cairan penambah volume
▪ Medikasi jarang diberikan pada resusitasi neonatus, kecuali jika FDJ tetap
< 60x/menit meskipun telah diberikan VTP adekuat dengan O2 100% dan
kompresi dada
▪ Epinefrin:
✓ Gunakan epinefrin konsentrasi 1 : 10.000 (0,1 mg/mL)
✓ Direkomendasikan pemberian IV 0,01-0,03 mg/kg
✓ Dosis endotrakeal 0,05-1,0 mg/kg dapat dipertimbangkan sambil
menunggu akses vena didapat
▪ Pengembang volume
✓ Dipertimbangkan jika diketahui atau diduga kehilangan darah
dengan FDJ tidak menunjukkan respon adekuat terhadap upaya
resusitasi lain
✓ Kristaloid isotonik atau darah dapat diberikan di ruang bersalin
✓ Dosis 10 mL/kg, dapat diulangi
• Penghentian resusitasi
o Dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak jantung selama 10 menit
o Banyak faktor ikut berperan dalam keputusan melanjutkan resusitasi setelah 10
menit

SELAMAT BELAJAR 😊

48
• Resusitasi neonatus 2015 (di modul)

49
• Resusitasi neonatus 2017 (tidak ada di modul)

50

Anda mungkin juga menyukai