Anda di halaman 1dari 2

BAB 1 - Hujan Turun

Bukan hujan yang salah, aku saja yang selalu membangun suasana sendu ketika hujan turun

***

“Kamu jangan berteman sama dia Sissie, dia tidak baik.”

Mendengar hal itu membuat Jessie geram. Ia menatap Syakia kesal.

“Kamu tidak boleh seperti itu, Sya. Biarkan aku menjadi diriku dan menilai bagaimana mereka
sendiri.”

“Tapi, Sissie..”

“Sya, biarkan aku seperti manusia normal lainnya. Please!” kali ini Jessie memohon.

Syakia yang melihat Jessie tidak mau mendengar apa katanya menjadi kesal. Ia berkacak pinggang
kesal dan pergi.

“Terserah kamu saja” ucap Syakia sebelum pergi.

Jessie mengembuskan napas berat. Ia tahu, selama ini Syakia memang selalu menjadi teman
baiknya. Apa pun yang ingin Jessie tahu, Syakia selalu lebih dulu tahu. Bahkan untuk urusan hatinya pun
Syakia tahu.

Tapi tidak untuk hal seperti ini. Jessie ingin menjadi seperti gadis normal lainnya. Ia ingin berteman
selayaknya anak-anak lain tanpa harus menilai dan mengetahui orang lain terlebih dulu. Ia ingin
semuanya berjalan normal meski akhirnya apa yang dikatakan Syakia selalu benar dan ia selalu terluka.

***

Keesokan harinya…

“Sissie!! Bangunn!!”

Sissy membuka matanya dengan malas. Meraih bantal di bawah kepalanya lalu melempar ke arah
suara.

“Kenapa brisik banget sih, Sya!”

“Sudah siang Sissie, sekolah!”

Mendengar kata sekolah, Jessie meraih ponsel di meja kecil samping tempat tidurnya. Waktu sudah
menunjukkan pukul 07.30 WIB.

“Hiyaaaa!!” teriak Jessie segera melompat dari tempat tidurnya bergegas masuk ke kamar mandi.

Lima menit kemudian ia keluar dengan mengenakan seragam dan memasukkan buku di atas meja
belajarnya ke dalam tas dengan tergesa.

“Kenapa kamu ngga bangunan aku sih, Sya!” omel Jessie sambil mengenakan sepatunya.
“Aku sudah bangunkan kamu berulang kali Sissy! Tapi kamu tidak bangun-bangun. Sekarang malah
nyalahin aku. Sissy tidak baik.” Syakia berkacak pinggang kesal.

Sissy tidak mendengarkan Syakia, Ia bergegas menuju sekolah yang jaraknya hampir 20 menit. Ia
bergegas mengeluarkan sepeda motornya dari garasi. Jam pertama adalah Ekonomi. Dia akan habis di
tangan Pak Sujarwa karena terlambat.

Ternyata keberuntungan tidak berpihak padanya. Hujan tiba-tiba turun sangat deras. Ia segera
berbelok ke sebuah toko yang masih tutup. Ia merutuk saat membuka jog ternyata tidak membawa jas
hujan.

“Kenapa ceroboh sekali sih, Sie!”

Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Tempat ia berteduh semakin sesak. Tidak hanya orang-orang yang
berdesakan berteduh, melainkan juga “mereka” yang menambah sesak di mata Jessie.

Keadaan yang penuh sesak bagi Jessie membuat ia tidak sengaja menyenggol seorang lelaki yang
menggandeng erat seorang wanita. Jessie segera memejamkan matanya karena tiba-tiba ia “membaca”
orang tersebut. Sekelebat ia melihat akhir dari hubungan keduanya.

Hati Jessie sedih melihat kedua pasangan yang tampak bahagia. Lalu lagi-lagi ia merutuki dirinya.
Hampir teman sekelasnya sudah memiliki pacar, tapi dia sama sekali tidak. Jangankan pacar, teman saja
tidak punya.

“Huft!! Untuk apa bisa melihat jodoh orang lain, kalau ngga bisa lihat jodoh sendiri.” Gerutunya.

Hujan turun semakin deras. Tiba-tiba ada sebuah motor menepi dan mencipratkan air hujan ke
arahnya. Jessie mengutuk kesal, pengendara itu buru-buru minta maaf sembari menyentuh jaket Jessie
dan tak sengaja mereka bersentuhan. Jessie cepat-cepat mengalihkan pandangannya. Tapi anehnya, dia
tidak bisa “membaca” orang itu.

***

Anda mungkin juga menyukai